Anda di halaman 1dari 10

Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI 2014

KARAKTERISTIK MI KERING BERBAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG PUTIH HASIL


FERMENTASI TERKENDALI YANG DITAMBAH CMC DENGAN KONSENTRASI
BERBEDA

Rahmawati, Annisa Novtiana

Jurusan Teknologi Pangan Universitas Sahid, Jakarta

ABSTRAK
The characteristics of dry noodles made from fermented white corn flour for 36
hours and added by the CMC with different concentrations, ie 0 %, 0.6 %, 0.8 %, 1.0 %,
and 1.2 % (w/w) were studied. The addition of CMC 1.2 % (w/w) have resulted the best
corn dried noodles quality. The characteristics were 16 % of cooking loss, 2326.92 gf of
the hardness, 106.35 % of elongation, 15.88 % of water content, 1.32 % of ash content,
5.79 % of protein content, 0.44 % of fat content, 76.57 % of carbohydrate content, color
score was 3.5 (white to yellow), aroma score was 3.7 (rather typical corn ), elasticity
score was 4.6 (springy), the taste score was 3.7 (slightly salty) and took the first rank test
(score of 3.9). The addition of CMC improved the quality of corn dried noodles but it was
yet produced the optimal characteristics of corn dried noodles according to the SNI 01-
2974-1996 about dried noodles. It’s suggested to optimaze the addition of CMC to
improve the quality of corn dried noodles.

Keywords: dried noodles, white corn flour, controlled fermentation, CMC

PENDAHULUAN
Mi kering merupakan salah satu bahan pangan yang banyak digemari
masyarakat. Juniawati (2003), Budiyah (2004), Merdiyanti (2008), Muhandri et al. 2011),
dan Muhandri et al. (2013) telah meneliti pembuatan mi jagung karena jagung
mengandung pati, yang terdiri dari amilosa (25-30%) dan amilopektin (70-75%) tinggi
serta memiliki viskositas setback yang tinggi, yaitu 780 cP (Mei-Lan et al. 2008) dan
antara 1028- 2896 cP (Sandhu et al. 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mi
jagung yang diperoleh mempunyai kualitas yang mendekati mi berbahan baku terigu dan
dapat diterima panelis. Penggunaan tepung jagung menjadi produk mi dapat
meningkatkan nilai tambah jagung dan diharapkan dalam jangka panjang dapat
mengurangi ketergantungan terhadap impor tepung terigu serta berkontribusi dalam
mendukung program ketahanan pangan nasional (Kusnandar, 2009).
Saat ini jagung putih varietas lokal sedang dikembangkan sebagai varietas
unggulan nasional. Kelebihan jagung putih antara lain mengandung polifenol tinggi
(Pozo-Insfran et al. 2006), pati yang tinggi, dan produktifitasnya lebih tinggi daripada
jagung kuning (Qanytah & Prastuti, 2008). Salah satu jagung putih lokal yang sedang
dikembangkan adalah varietas Anoman 1 yang tinggi amilosa. Selain itu saat ini
penggunaan proses fermentasi pada pembuatan tepung untuk menghasilkan
karakteristik yang berbeda dengan tepung alami sedang dikembangkan. Tepung jagung
putih varietas lokal (Anoman 1) yang difermentasi dengan 15 mikroba indigenus selama
36 jam mempunyai nilai viskositas setback yang cukup tinggi yaitu 1512.5±0.3 cP
(Rahmawati, 2013). Berdasarkan hal tersebut, diduga tepung jagung ini dapat digunakan
sebagai bahan dasar pembuatan mi.
Penelitian pembuatan mi jagung yang telah dilakukan, pada umumnya belum
dapat menggunakan 100% tepung jagung, karena mi jagung tersebut memiliki elongasi
tinggi dan cooking loss yang rendah. Widyaningsih dan Murtini (2006) menggunakan
hidrokoloid untuk memperbaiki mutu mi jagung untuk meningkatkan kekenyalan (elastis,
tidak mudah putus) dan mengurangi kelengketan mi. Jenis hidrokoloid yang dapat
digunakan adalah carboxylmetil cellulose (CMC), guar gum, xanthan gum atau gliserin
(Budiyah, 2004; Kurniawati, 2006; Fadlillah, 2005; Widyaningsih dan Murtini, 2006;
Merdiyanti, 2008; Muhandri et al.2013). Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian ini
dipelajari pembuatan mi jagung kering dengan menggunakan 100% tepung jagung putih
lokal yang telah difermentasi dan menambahkan CMC dengan konsentrasi berbeda.

131
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI 2014

METODOLOGI PENELITIAN

Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan terdiri atas: tepung jagung putih tinggi amilosa yang telah
difermentasi dengan 15 mikroorganisme indigenus selama 36 jam (Rahmawati et al.
2013), CMC, guar gum dan xanthan gum, garam, baking powder, dan bahan-bahan
untuk analisa kimia. Alat-alat yang digunakan berupa seperangkat alat pembuat mi
(ekstruder), alat-alat gelas untuk analisa kimia, dana alat lain untuk uji fisikokimia.

Metode Penelitian
Penelitian merupakan penelitian eksperimental yang terdiri atas penelitian
pendahuluan dan utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mempelajari jenis
hidrokkoloid yang dapat menghasilkan mutu mi kering yang terbaik. Jenis hidrokoloid
yang digunakan adalah CMC 1%, guar gum 1%, dan xanthan gum 1%. Formulasi mi
kering disajikan pada Tabel 1. Indikator mutu yang digunakan adalah tingkat kesukaan
15 orang panelis tidak terlatih terhadap kekenyalan mi yang dihasilkan. Penelitian utama
mempelajari karakteristik mutu mi kering dengan menggunakan beberapa konsentrasi
hidrokoloid terpilih pada penelitian pendahuluan. Bagan proses pembuatan mi kering
disajikan pada Gambar 1.
Mutu mi kering ditentukan berdasarkan uji fisik (Cooking loss/kehilangan padatan
akibat pemasakan (KPAP)-(Modifikasi Li dan Vasanthan, 2003), kekerasan serta elongasi
mi (Inglet et al., 2005) pada mi yang telah direbus selama 4 menit), mutu kimia (kadar air,
kadar abu, kadar protein, kadar lemak (AOAC, 2006), kadar karbohidrat by difference
(AOAC, 2006)), dan mutu organoleptik (uji mutu warna, aroma, tekstur/kekenyalan dan
rasa, serta uji rangking berdasarkan kesukaan secara umum (Meilgaard, 2007) pada mie
yang telah direbus selama 6 menit dan ditiriskan 1 menit. Rancangan penelitian utama
berupa rancangan acak lengkap lengkap 1 faktor (jenis hidrokoloid) dengan 5 taraf
(konsentrasi hidrokoloid) dan 3 kali ulangan.

Tabel 1. Penambahan hidrokoloid terhadap mi kering tepung jagung putih tinggi amilosa
hasil fermentasi
Formulasi (%)
Bahan baku
1 2 3
Tepung Jagung 100% 100% 100%
Garam 1% 1% 1%
Baking Powder 0.30% 0.3% 0.3%
Air 50% 50% 50%
CMC 1% - -
Guar gum - 1% -
Xanthan gum - - 1%

Tepung jagung

Baking powder 0,3% (b/b Air 50%+garam 1% (b/b tepung


tepung jagung) jagung)

Penambahan Hidrokoloid

Pencampuran

Pengukusan adonan (tahap I)


15 menit

132
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI 2014

Pembentukan lembaran (tebal 1.5-2.0 mm),


pencetakan, pemotongan (Ekstruder)

Pengukusan mi mentah (tahap II) 15 menit

Pengeringan angin –angin± 20 jam

Mi kering

Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan mi kering jagung putih hasil fermetasi
modifikasi Muhandri et al. (2011) dan Merdiyanti (2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan
Hasil penelitian pendahuluan disajikan pada Tabel 2. Penambahan guar gum 1%
menghasilkan adonan yang mudah dibentuk serta kohesif dan menghasilkan mi kering
yang kompak dan kokoh, namun setelah mi kering jagung direhidrasi selama 6 menit
menghasilkan mi kering jagung yang rapuh, mudah patah dan berasa agak pahit. Mi
kering jagung yang dibuat dengan penambahan CMC 1% mempunyai karakteristik
adonan yang hampir sama dengan penambahan guar gum, dan setelah direhidrasi
menghasilkan mi kering yang bertektur kenyal,tidak mudah patah serta elastis serta
mempunyai rasa khas jagung, sedangkan mi kering jagung dengan penambahan
xanthan gum 1% menghasilkan karakteristik adonan yang tidak mudah ditangani karena
agak basah sehingga agak lengket dan mi yang dihasilkan setelah direhidrasi memiliki
tektur yang baik namun sedikit basah dan berlendir.

Tabel 2. Hasil uji formulasi mi kering jagung


Parameter Formula mi kering
Mutu CMC Guar gum xanthan gum
Bentuk adonan Bentuk adonan tidak
kohesif, setelah Bentuk adonan kohesif, agak basah dan
Adonan mi rehidrasi mi tidak kohesif, setelah berlendir, setelah
mudah patah serta rehidrasi mi mudah direhidrasi mi menjadi
elastis parah serta rapuh lengket
Kekenyalan 4,2 3,6 3,3
setelah
(suka-sangat suka) (agak suka-suka) (agak suka-suka)
direhidrasi
Keterangan: Tekstur; skor 5 = sangat suka, skor 4 = suka, skor 3 = agak suka, skor 2 = tidak suka,
skor 1 = sangat tidak suka.

Tabel 2 menunjukkan bahwa panelis kurang menyukai mi kering yang ditambah


guar gum dan xanthan gum dan menyukai mi kering jagung yang ditambah CMC 1%.
Berdasarkan hal tersebut, maka hidrokoloid yang akan digunakan pada penelitian utama
adalah CMC, sedangkan konsentrasi yang digunakan adalah 0 %, 0.6%, 0.8%, 1.0%,
1.2%.

Penelitian Utama
1. Cooking loss ( Kehilangan padatan akibat pemasakan)

Cooking loss/kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) terjadi karena


lepasnya sebagian kecil pati dari untaian mi saat pemasakan. Pati yang terlepas
tersuspensi dalam air rebusan dan menyebabkan kekeruhan. Fraksi pati yang keluar

133
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI 2014

selain menyebabkan kuah mi menjadi keruh, juga menjadikan kuah mi lebih kental
(Kurniawati, 2006). Hasil pengamatan cooking loss dapat dilihat pada Gambar 2.
Cooking loss mi jagung kering berkisar antara 39% sampai 16%, di mana
cooking loss cenderung menurun dengan semakin tingginya konsentrasi CMC. Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan CMC memengaruhi cooking loss
secara nyata (α= 0.05). Hasil uji lanjut Duncan DMRT menunjukkan bahwa konsentrasi
CMC 0.6-1.2 tidak memengaruhi cooking loss mi kering jagung yang dihasilkan secara
berbeda.

Gambar 2.Grafik nilai cooking loss (%) rata-rata mi kering jagung dengan penambahan
konsentrasi CMC yang berbeda.

Hasil menunjukkan bahwa penambahan CMC 1.2 % menghasilkan cooking loss


terkecil yaitu: 16%. Penambahan CMC dapat menurunkan cooking loss. Hal ini karena
CMC dapat mengikat pati lebih banyak sehingga jumlah pati yang tergelatinisasi
meningkat dan menghasilkan ikatan matriks amilosa optimum yang menyebabkan ikatan
semakin kuat. Dengan demikian, semakin tinggi konsentrasi CMC maka cooking loss
semakin rendah.

2. Kekerasan
Kekerasan mi jagung berkisar antara 1902.65 gf sampai 2759.87 gf, di mana nilai
kekerasan cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi CMC, namun
menurun kembali pada konsentrasi CMC tertinggi (Gambar 3).

Gambar 3.Grafik nilai kekerasan (gf) rata-rata mi kering jagung dengan penambahan
konsentrasi CMC yang berbeda.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan CMC memengaruhi


kekerasan mi jagung kering yang dihasikan secara nyata (α= 0.05). Hasil uji lanjut
Duncan DMRT menunjukkah bahwa konsentrasi CMC memengaruhi kekerasan mi kering

134
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI 2014

secara berbeda. Konsentrasi CMC 0% dan 0.8% menghasilkan kekerasan mi kering yang
sama, demikian juga konsentrasi CMC 0.6% dan 1.2%, di mana konsentrasi CMC 1%
menghasilkan kekerasan mi jagung kering yang berbeda dengan mi jagung yang
ditambah CMC konsentrasi lainnya.
Kekerasan mi diakibatkan oleh proses retrogradasi pati. Retrogradasi merupakan
proses terbentuknya ikatan kembali antara amilosa-amilosa yang telah terdispersi ke
dalam air setelah pati didingikan. Semakin banyak amilosa yang terdispersi, maka proses
retrogradasi pati semakin tinggi. Penambahan CMC dapat menyebabkan menurunnya
amilosa terlarut sehingga fraksi amilosa yang mengalami retrogradasi juga lebih sedikit.
Hal ini menyebabkan tekstur mi menjadi lebih lunak (Kurniawati, 2006).

3. Elongasi Mi
Elongasi adalah pertambahan panjang mi akibat gaya tarikan. Sifat ini termasuk
karakteristik mi yang sangat penting. Mi dengan persen elongasi tinggi menunjukkan
karaktersitik mi yang tidak mudah putus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata
nilai elongasi mi jagung kering berkisar antara 51.98% sampai 106.35%. Nilai elongasi mi
cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi CMC (Gambar 4).

Gambar 4. Grafik nilai elongasi rata-rata mi kering jagung dengan penambahan


konsentrasi CMC.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan CMC memengaruhi nilai
elongasi secara nyata (α= 0.05). Hasil uji lanjut dengan uji Duncan DMRT menunjukkan
bahwa penambahan CMC dengan konsentrasi 0-1.0% memberikan pengaruh yang sama
pada nilai elongasi mi, namun konsentrasi CMC 1.2% memberikan pengaruh yang
berbeda pada elongasi mi kering jagung. CMC bersifat membantu pengikatan air.
Semakin tinggi konsentrasi CMC, maka semakin tinggi air yang terikat sehingga pati yang
tergelatinisasi akan semakin banyak. Hal ini menyebabkan nilai elongai mi semakin
meningkat. Mi dapat ditarik semakin panjang tanpa putus.

4. Mutu Kimia
Hasil pengujian mutu kimia mi kering jagung berupa kadar air, kadar abu, kadar
protein dan kadar lemak disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Nilai rata-rata mutu kimia mi kering jagung akibat penambahan CMC.
Parameter Formulasi mi kering jagung dengan penambahan CMC
0% 0.6% 0.8% 1.0% 1.2%
c b a b d
Air 15.95 16.06 16.27 16.08 15.88
c d a b c
Abu 1.16 1.11 1.40 1.34 1.32
a b c d e
Protein 6.34 6.31 5.82 5.53 5.79
c c d a b
Lemak 0.31 0.27 0.22 0.77 0.44
Karbohidrat by b b b b a
76.24 76.25 76.28 76.28 76.56
difference
Keterangan : kode huruf sama berarti tidak berbeda antara perlakuan dan kode huruf berbeda
berarti berbeda nyata antara perlakuan.

135
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI 2014

Kadar air
Kadar air mi kering jagung menunjukkan nilai rata-rata kadar air secara berurut
sebesar 15.95% (CMC 0.0%), 16.06% (CMC 0.6%), 16.27% (CMC 0.8%), 16.08%( CMC
1.0%), dan 15.88% (CMC 1.2%). Data ini menunjukkan bahwa kadar air berfluktuasi
seiring dengan meningkatnya konsentrasi CMC (Gambar 5).

Gambar 5. Grafik uji kadar air formulasi mi kering jagung.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan CMC memengaruhi


kadar air mi kering jagung secara nyata (α= 0.05). Hasil uji lanjut Duncan DMRT
menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi CMC berbeda memengaruhi kadar air mi
kering jagung secara berbeda (Tabel 3).
CMC berfungsi sebagai bahan pengikat air, di mana dengan jumlah air yang cukup
dapat memengaruhi pengembangan granula dan jumlah amilosa terlarut. Menurunnya
kadar air mi jagung kering diduga berkaitan dengan menurunnya kandungan amilosa
tepung yang telah difermentasi (35.05±2.65 % bk) dibandingkan tepung alaminya
(37.17±2.39% bk) (Rahmawati, 2013). Menurunnya kandungan amilosa selama proses
fermentasi diduga berkaitan dengan aktivitas enzim amilase yang dihasilkan oleh mikroba
amilolitik yang memecah amilosa menjadi komponen lebih sederhana. Dengan
menurunnya jumlah amilosa maka kemampuan pati mengikat air menjadi menurun.
Namun, bila dibandingkan dengan SNI 01-2974-1996 tentang mi kering di mana kadar air
maksimum adalah 10%, kadar air mi kering jagung ini tidak memenuhi syarat mutu SNI.

Kadar Abu
Kadar abu mi kering jagung menunjukkan nilai rata-rata 1.16% (CMC 0.0%),
1.11% (CMC 0.6%), 1.40% (CMC 0.8%), 1.34%( CMC 1.0%), 1.32% (CMC 1.2%). Kadar
abu cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi CMC (Gambar 6).

Gambar 6. Grafik kadar abu formulasi mi kering jagung dengan penambahan CMC.

136
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI 2014

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan CMC memengaruhi


kadar abu mi kering jagung secara nyata (α= 0.05). Hasil uji lanjut Duncan DMRT
menunjukkan bahwa konsentrasi CMC berbeda memengaruhi kadar abu mi kering
jagung secara berbeda (Tabel 3). Kadar abu mi kering jagung berkaitan dengan
kandungan mineral yang terdapat pada CMC, semakin tinggi konsentrasi CMC yang
ditambahkan maka semakin banyak mineral yang ada sehingga semakin tinggi kadar abu
mi kering jagung. Kadar abu mi kering jagung yang ditambah CMC dengan konsentrasi
berbeda berkisar antara 1.11% - 1.40%, di mana hal ini memenuhi syarat mutu SNI 01-
2974-1996, yaitu maksimal 3%.

Kadar Protein
Kadar protein mi kering jagung secara berurut sebesar 6.34% (CMC 0.0%), 6.31%
(CMC 0.6%), 5.82% (CMC 0.8%), 5.53%( CMC 1.0%), 5.79% (CMC 1.2%). Kadar protein
cenderung menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi CMC, namun pada
konsentrasi tertinggi kadar protein meningkat kembali (Gambar 7). Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa penambahan CMC memengaruhi kadar protein mi jagung kering
secara nyata (α= 0.05). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa konsetrasi CMC
memberikan pengaruh yang berbeda pada kadar lemak mi kering jagung (Tabel 3).
Kadar protein mi jagung kering berasal dari kadar protein tepung jagung.
Penurunan kadar protein pada mi jagung diduga berkaitan dengan menurunnya kadar
protein tepung jagung putih sebagai akibat aktivitas mikroba proteolitik yang berperan
selama proses fermentasi, yaitu dari 9.14±0.47% bk menjadi 8.00±0.65%bk (Rahmawati
2013). Semakin besarnya konsentrasi CMC maka kandungan protein secara proporsional
akan menurun. Dibandingkan dengan SNI 01-2974-1996, syarat protein mi kering yaitu
minimal 8%, maka mi ini belum memenuhi syarat.

Gambar 7. Grafik kadar protein formulasi mi kering jagung dengan penambahan CMC
yang berbeda.

Kadar Lemak
Kadar lemak mi kering jagung menunjukkan nilai rata-rata berurut sebesar 0.31%
(CMC 0.0%), 0.27% (CMC 0.6%), 0.22% (CMC 0.8%), 0.77%( CMC 1.0%), 0.44% (CMC
1.2%). Data ini menunjukkan bahwa kadar lemak cenderung berfluktuatif seiring dengan
meningkatnya konsentrasi CMC (Gambar 8).

Gambar 8. Grafik kadar lemak formulasi mi kering jagung dengan penambahan CMC
yang berbeda.

137
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI 2014

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan CMC memengaruhi


kadar lemak mi kering jagung secara nyata (α= 0.05). Hasil uji lanjut Duncan
menunjukkan bahwa konsentrasi CMC berbeda memengaruhi kadar lemak mi kering
jagung secara berbeda. Kadar lemak mi kering jagung berasal dari kadar lemak tepung
jagung (4.35±0.47% bk). Dengan semakin tinggi konsentrasi CMC maka secara
proporsional kadar protein semakin menurun.

Kadar Karbohidrat
Kadar karbohidrat mi kering jagung menunjukkan nilai rata-rata berurut sebesar
76.24% (CMC 0.0%), 76.25% (CMC 0.6%), 76.28% (CMC 0.8%), 76.28%( CMC 1.0%),
76.56% (CMC 1.2%). Data ini menunjukkan bahwa kadar karbohidrat cenderung
meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi CMC (Gambar 9).

Gambar 9. Grafik kadar karbohidrat formulasi mi kering jagung dengan penambahan


CMC yang berbeda.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan CMC memengaruhi kadar


karbohidrat mi kering jagung secara nyata (α= 0.05). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan
bahwa konsentrasi CMC 1.2% memberikan pengaruh yang berbeda, sedangkan
konsentrasi lainnya memberikan pengaruh yang sama (Tabel 3). Meningkatnya
karbohidrat pada mi kering jagung karena kandungan CMC adalah karbohidrat.

5. Mutu Organoleptik
Mutu organoleptik mi kering jagung ditentukan berdasarkan warna, aroma,
kekenyalan dan rasa mi setelah direbus selama 6 menit kemudian ditiriskan selama 1
menit, selanjutnya diambil 3 untai mi dengan panjang yang sama dan diletakkan di atas
piring kertas untuk diuji. Hasil pengujian mutu organoleptik disajikan pada Tabel 4.
Warna mi kering jagung berkisar antara skor 3.0-3.5 (putih kekuningan) dan sama untuk
semua perlakuan. Warna mi dipengaruhi oleh pigmen yang terdapat pada bahan baku
dan proses yang dilakukan. Karena bahan baku dan proses telah dikontrol, maka warna
mi yang dihasilkan sama .
Aroma mi kering jagung berkisar antara skor 3.7-4.5 (aroma khas jagung–sangat
khas jagung). Skor aroma khas jagung menurun seiring dengan meningkatnya
konsentrasi CMC dan konsentrasi yang berbeda memberikan pengaruh aroma berbeda
untuk semua perlakuan. Aroma khas jagung pada mi kering jagung dipengaruhi oleh
senyawa volatial yang terdapat pada bahan baku dan proses yang dilakukan. Semakin
tinggi konsentrasi CMC maka konsentrasi tepung jagung semakin menurun, sehingga
aroma khas jagungpun semakin berkurang.
Kekenyalan mi kering jagung berkisar antara skor 2.6-4.6 (agak kenyal - sangat
kenyal). Kekenyalan mi kering jagung meningkat seiring dengan meningkatnya
konsentrasi CMC dan konsentrasi CMC yang berbeda memberikan pengaruh kekenyalan
berbeda untuk semua perlakuan. Penambahan CMC dapat memperbaiki kekenyalan mi.
Menurut Astawan (2008) CMC berfungsi sebagai pengembang dalam pembuatan mi,
selain itu CMC memiliki sifat higroskopis, mudah larut dalam air, dan membentuk larutan
koloid sehingga dapat memengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan terhadap air,
dan mempertahankan keempukan selama penyimpanan. Pada penelitian ini semakin

138
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI 2014

tinggi konsentrasi CMC yang ditambahkan maka kekompakan adonan semakin


meningkat sehingga adonan menjadi mudah dibentuk, dan tingkat kekerasan mi menurun
serta meningkatkan kekenyalan.

Tabel 4. Nilai rata-rata mutu warna, aroma, kekenyalan, rasa dan uji rangking mi kering
jagung
Formulasi mi kering jagung dengan penambahan CMC
Parameter
0.0% 0.6% 0.8% 1.0% 1.2%
a a a a a
Warna 3.0 3.1 3.2 3.3 3.5
a b b c d
Aroma 4.5 4.3 4.2 3.9 3.7
d c b b a
Tekstur (Kekenyalan) 2.6 3.5 4.1 4.3 4.6
b b a a a
Rasa 3.0 2.7 3.7 3.8 3.7
Rangking 5 4 3 2 1
Keterangan: kode huruf sama berarti tidak berbeda antara perlakuan dan kode huruf berbeda
berarti berbeda nyata antara perlakuan.
Keterangan : Warna:(1) sangat putih; (2) agak putih; (3) putih kekuningan; (4) kuning; (5) sangat
kuning; Aroma:(1) sangat tidak khas jagung; (2) tidak khas jagung ; (3) agak khas jagung; (4) khas
jagung; (5) sangat khas jagung; Tekstur :(1) sangat tidak kenyal; (2) tidak kenyal ; (3) agak kenyal;
(4) kenyal; (5) sangat kenyal; Rasa:(1) sangat tidak asin; (2) tidak asin ; (3) agak asin ; (4) asin ;
(5) sangat asin.

Rasa mi kering jagung berkisar antara skor 2.7-3.8 (agak asin-asin). Rasa asin
mi kering jagung relatif stabil seiring dengan meningkatnya konsentrasi CMC. Rasa asin
pada mi kering jagung diduga berasal dari penambahan garam pada saat formulasi dan
mineral yang ada pada CMC. Namun karena konsentrasi CMC kecil, maka peningkatan
rasa asin relatif tidak tinggi. Untuk mengetahui mi kering jagung yang paling disukai
panelis, maka dilakukan uji rangking. Hasil uji rangking menunjukkan bahwa mi kering
jagung yang ditambah CMC 1.2% paling disukai panelis (rangking 1). Hal ini diduga
berkaitan dengan karakteristik mi terutama mutu kekenyalan dan elongasinya selain mutu
organoleptiknya.

KESIMPULAN

Penambahan CMC dengan konsentrasi berbeda memengaruhi karakteristik


fisikokimia serta organoleptik mi kering jagung yang dihasilkan, yaitu menurunkan
cooking loss, meningkatkan elongasi dan kekerasan mi kering jagung serta kekenyalan
mi jagung matang. Hasil penelitian menunjukkan formulasi terbaik adalah mi kering
jagung yang ditambah CMC sebesar 1.2% (rangking). Mutu mi yang dihasilkan adalah:
cooking loss 16%, kekerasan 2362.92 gf, elongasi mi 106.35%, kadar air 15.88%, kadar
abu 1.32%, kadar protein 5.79%, kadar lemak 0.44% dan kadar karbohidrat 76.57%,
berwarna putih kekuningan (skor 3.5), beraroma khas jagung (skor 3.7), kenyal (skor
4.6), rasa agak asin (skor 3.7). Di mana produk ini masih belum memenuhi persyaratan
SNI SNI 01-2974-1996 tentang mi kering terutama untuk kadar air dan protein
Mi jagung kering memiliki prospek yang cukup cerah untuk dikembangkan, oleh
karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap produk ini terutama untuk
mengoptimalisasi penambahan CMC dan formulasi bahan baku agar memenuhi syarat
SNI 01-2974-1996 tentang mi kering.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 2006. Official Methods of Analysis of The Association Analytical Chemistry, Inc.,
Washington D. C.
Astawan, M. 2008. Membuat Mi dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1996. SNI 01-2974-1996 : Mi kering. Badan Standarisasi
Nasional.
Budiyah. 2004. Pemanfaatan pati dan protein jagung (CGM) dalam pembuatan mi jagung
instan. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

139
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI 2014

Fadlillah, H.N. 2005. Verifikasi formulasi mi jagung instan dalam rangka penggandaan
skala. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Inglet, G.E, Peterson, S.C, Carriere, C.J dan Maneepun, S. 2005. Rheological, textural,
and sensory properties of Asian noodles containing an oat cereal hydrocolloid. J
Food Chem. 90:1-8 DOI:10.1016/j.foodchem.2003.08.023.
Juniawati. 2003. Optimasi proses pengolahan mi jagung instan berdasarkan kajian
preferensi konsumen. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kurniawati, R.D. 2006. Penentuan desain proses dan formulasi optimal pembuatan mi
jagung basah berbahan dasar pati jagung dan Corn GlutenMeal (CGM). Skripsi.
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Kusnandar, F. 2009. Peluang bisnis mie jagung dan pengembangannya
http://bangkittani.com/litbang/melirik-teknologi-mie-jagung-dan-potensi
pengembangannya/. Diakses :07 Oktober 2013, Bekasi.
Li, J.H danVasanthan, T. 2003. Hypoclorite oxidation of field pea starch and its suitability
for noodle making using an extraction cooker. Food Res Int 36:381-386 . DOI:
10.1016/S0963-9969(02)00230-2.
Meilgaard, M., G. V. Civille, dan B. T, Carr. 2007. Sensory EvaluationTechniques 4rd
edition. CRC Press, New York.
Merdiyanti, A. 2008. Paket teknologi pembuatan mi kering dengan memanfaatkan bahan
baku tepumg jagung. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Muhandri, T, Ahza, A.B, Syarief, RdanSutrisno. 2011. Optimasi proses ektrusi mi jagung
dengan metode respon permukaan. J Teknol dan Industri Pangan 22: 97-104.
Muhandri, T, Subarna, Nurheni, SP. 2013. Karakteristik mi basah jagung akibat pengaruh
laju pengumpanan dan penambahan guar gum. J Teknol dan industri pangan
24:110-114
Murray, J.C.F. 2009. Cellulosics. Dalam Philips, G.O and. William, P.A. Handbook of
Hydrocolloids second Edition. Woodhead Publishing Limited, United Kingdom.
Pozo-Insfran, D. D, Brenes, C.H, Saldivar, S.O.S danTalcott, S.T. 2006. Polypheonic and
antioxidant content of white and blue corn (Zea mays L.) product. Food Research
International 39: 696-703.
Qanytah dan Prastuti TR. 2008. Penerapan teknologi pascapanen jagung di Desa
Kedawung Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal. Prosiding Seminar Nasional
Teknik Pertanian 2008, Jogjakarta.
Rahmawati, R. Dewanti, P. Hariyadi, D. Fardiaz dan N. Richana. 2013. Isolation and
identification of microorganisms during spontaneous fermentation of maize. J
Teknol dan Industri Pangan 22:33-39.
Rahmawati. 2013. Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme Indigenus dan Aplikasinya
pada Fermentasi Jagung serta Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung yang
Dihasilkan. Disertasi. IPB-Bogor
Sandhu KS, N. Singh, NS. Malhi. 2007. Some properties of corn grains and their flours I:
Physicochemical, functional and chapati-making properties of flours. Food
Chemistry, 101: 938–946
Widyaningsih, T.B. dan E.S. Murtini, 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk
Pangan. Trubus Agrisarana, Surabaya.

140

Anda mungkin juga menyukai