ABSTRAK
The characteristics of dry noodles made from fermented white corn flour for 36
hours and added by the CMC with different concentrations, ie 0 %, 0.6 %, 0.8 %, 1.0 %,
and 1.2 % (w/w) were studied. The addition of CMC 1.2 % (w/w) have resulted the best
corn dried noodles quality. The characteristics were 16 % of cooking loss, 2326.92 gf of
the hardness, 106.35 % of elongation, 15.88 % of water content, 1.32 % of ash content,
5.79 % of protein content, 0.44 % of fat content, 76.57 % of carbohydrate content, color
score was 3.5 (white to yellow), aroma score was 3.7 (rather typical corn ), elasticity
score was 4.6 (springy), the taste score was 3.7 (slightly salty) and took the first rank test
(score of 3.9). The addition of CMC improved the quality of corn dried noodles but it was
yet produced the optimal characteristics of corn dried noodles according to the SNI 01-
2974-1996 about dried noodles. It’s suggested to optimaze the addition of CMC to
improve the quality of corn dried noodles.
PENDAHULUAN
Mi kering merupakan salah satu bahan pangan yang banyak digemari
masyarakat. Juniawati (2003), Budiyah (2004), Merdiyanti (2008), Muhandri et al. 2011),
dan Muhandri et al. (2013) telah meneliti pembuatan mi jagung karena jagung
mengandung pati, yang terdiri dari amilosa (25-30%) dan amilopektin (70-75%) tinggi
serta memiliki viskositas setback yang tinggi, yaitu 780 cP (Mei-Lan et al. 2008) dan
antara 1028- 2896 cP (Sandhu et al. 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mi
jagung yang diperoleh mempunyai kualitas yang mendekati mi berbahan baku terigu dan
dapat diterima panelis. Penggunaan tepung jagung menjadi produk mi dapat
meningkatkan nilai tambah jagung dan diharapkan dalam jangka panjang dapat
mengurangi ketergantungan terhadap impor tepung terigu serta berkontribusi dalam
mendukung program ketahanan pangan nasional (Kusnandar, 2009).
Saat ini jagung putih varietas lokal sedang dikembangkan sebagai varietas
unggulan nasional. Kelebihan jagung putih antara lain mengandung polifenol tinggi
(Pozo-Insfran et al. 2006), pati yang tinggi, dan produktifitasnya lebih tinggi daripada
jagung kuning (Qanytah & Prastuti, 2008). Salah satu jagung putih lokal yang sedang
dikembangkan adalah varietas Anoman 1 yang tinggi amilosa. Selain itu saat ini
penggunaan proses fermentasi pada pembuatan tepung untuk menghasilkan
karakteristik yang berbeda dengan tepung alami sedang dikembangkan. Tepung jagung
putih varietas lokal (Anoman 1) yang difermentasi dengan 15 mikroba indigenus selama
36 jam mempunyai nilai viskositas setback yang cukup tinggi yaitu 1512.5±0.3 cP
(Rahmawati, 2013). Berdasarkan hal tersebut, diduga tepung jagung ini dapat digunakan
sebagai bahan dasar pembuatan mi.
Penelitian pembuatan mi jagung yang telah dilakukan, pada umumnya belum
dapat menggunakan 100% tepung jagung, karena mi jagung tersebut memiliki elongasi
tinggi dan cooking loss yang rendah. Widyaningsih dan Murtini (2006) menggunakan
hidrokoloid untuk memperbaiki mutu mi jagung untuk meningkatkan kekenyalan (elastis,
tidak mudah putus) dan mengurangi kelengketan mi. Jenis hidrokoloid yang dapat
digunakan adalah carboxylmetil cellulose (CMC), guar gum, xanthan gum atau gliserin
(Budiyah, 2004; Kurniawati, 2006; Fadlillah, 2005; Widyaningsih dan Murtini, 2006;
Merdiyanti, 2008; Muhandri et al.2013). Berdasarkan hal tersebut, pada penelitian ini
dipelajari pembuatan mi jagung kering dengan menggunakan 100% tepung jagung putih
lokal yang telah difermentasi dan menambahkan CMC dengan konsentrasi berbeda.
131
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI 2014
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian
Penelitian merupakan penelitian eksperimental yang terdiri atas penelitian
pendahuluan dan utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mempelajari jenis
hidrokkoloid yang dapat menghasilkan mutu mi kering yang terbaik. Jenis hidrokoloid
yang digunakan adalah CMC 1%, guar gum 1%, dan xanthan gum 1%. Formulasi mi
kering disajikan pada Tabel 1. Indikator mutu yang digunakan adalah tingkat kesukaan
15 orang panelis tidak terlatih terhadap kekenyalan mi yang dihasilkan. Penelitian utama
mempelajari karakteristik mutu mi kering dengan menggunakan beberapa konsentrasi
hidrokoloid terpilih pada penelitian pendahuluan. Bagan proses pembuatan mi kering
disajikan pada Gambar 1.
Mutu mi kering ditentukan berdasarkan uji fisik (Cooking loss/kehilangan padatan
akibat pemasakan (KPAP)-(Modifikasi Li dan Vasanthan, 2003), kekerasan serta elongasi
mi (Inglet et al., 2005) pada mi yang telah direbus selama 4 menit), mutu kimia (kadar air,
kadar abu, kadar protein, kadar lemak (AOAC, 2006), kadar karbohidrat by difference
(AOAC, 2006)), dan mutu organoleptik (uji mutu warna, aroma, tekstur/kekenyalan dan
rasa, serta uji rangking berdasarkan kesukaan secara umum (Meilgaard, 2007) pada mie
yang telah direbus selama 6 menit dan ditiriskan 1 menit. Rancangan penelitian utama
berupa rancangan acak lengkap lengkap 1 faktor (jenis hidrokoloid) dengan 5 taraf
(konsentrasi hidrokoloid) dan 3 kali ulangan.
Tabel 1. Penambahan hidrokoloid terhadap mi kering tepung jagung putih tinggi amilosa
hasil fermentasi
Formulasi (%)
Bahan baku
1 2 3
Tepung Jagung 100% 100% 100%
Garam 1% 1% 1%
Baking Powder 0.30% 0.3% 0.3%
Air 50% 50% 50%
CMC 1% - -
Guar gum - 1% -
Xanthan gum - - 1%
Tepung jagung
Penambahan Hidrokoloid
Pencampuran
132
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI 2014
Mi kering
Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan mi kering jagung putih hasil fermetasi
modifikasi Muhandri et al. (2011) dan Merdiyanti (2008).
Penelitian Pendahuluan
Hasil penelitian pendahuluan disajikan pada Tabel 2. Penambahan guar gum 1%
menghasilkan adonan yang mudah dibentuk serta kohesif dan menghasilkan mi kering
yang kompak dan kokoh, namun setelah mi kering jagung direhidrasi selama 6 menit
menghasilkan mi kering jagung yang rapuh, mudah patah dan berasa agak pahit. Mi
kering jagung yang dibuat dengan penambahan CMC 1% mempunyai karakteristik
adonan yang hampir sama dengan penambahan guar gum, dan setelah direhidrasi
menghasilkan mi kering yang bertektur kenyal,tidak mudah patah serta elastis serta
mempunyai rasa khas jagung, sedangkan mi kering jagung dengan penambahan
xanthan gum 1% menghasilkan karakteristik adonan yang tidak mudah ditangani karena
agak basah sehingga agak lengket dan mi yang dihasilkan setelah direhidrasi memiliki
tektur yang baik namun sedikit basah dan berlendir.
Penelitian Utama
1. Cooking loss ( Kehilangan padatan akibat pemasakan)
133
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI 2014
selain menyebabkan kuah mi menjadi keruh, juga menjadikan kuah mi lebih kental
(Kurniawati, 2006). Hasil pengamatan cooking loss dapat dilihat pada Gambar 2.
Cooking loss mi jagung kering berkisar antara 39% sampai 16%, di mana
cooking loss cenderung menurun dengan semakin tingginya konsentrasi CMC. Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan CMC memengaruhi cooking loss
secara nyata (α= 0.05). Hasil uji lanjut Duncan DMRT menunjukkan bahwa konsentrasi
CMC 0.6-1.2 tidak memengaruhi cooking loss mi kering jagung yang dihasilkan secara
berbeda.
Gambar 2.Grafik nilai cooking loss (%) rata-rata mi kering jagung dengan penambahan
konsentrasi CMC yang berbeda.
2. Kekerasan
Kekerasan mi jagung berkisar antara 1902.65 gf sampai 2759.87 gf, di mana nilai
kekerasan cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi CMC, namun
menurun kembali pada konsentrasi CMC tertinggi (Gambar 3).
Gambar 3.Grafik nilai kekerasan (gf) rata-rata mi kering jagung dengan penambahan
konsentrasi CMC yang berbeda.
134
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI 2014
secara berbeda. Konsentrasi CMC 0% dan 0.8% menghasilkan kekerasan mi kering yang
sama, demikian juga konsentrasi CMC 0.6% dan 1.2%, di mana konsentrasi CMC 1%
menghasilkan kekerasan mi jagung kering yang berbeda dengan mi jagung yang
ditambah CMC konsentrasi lainnya.
Kekerasan mi diakibatkan oleh proses retrogradasi pati. Retrogradasi merupakan
proses terbentuknya ikatan kembali antara amilosa-amilosa yang telah terdispersi ke
dalam air setelah pati didingikan. Semakin banyak amilosa yang terdispersi, maka proses
retrogradasi pati semakin tinggi. Penambahan CMC dapat menyebabkan menurunnya
amilosa terlarut sehingga fraksi amilosa yang mengalami retrogradasi juga lebih sedikit.
Hal ini menyebabkan tekstur mi menjadi lebih lunak (Kurniawati, 2006).
3. Elongasi Mi
Elongasi adalah pertambahan panjang mi akibat gaya tarikan. Sifat ini termasuk
karakteristik mi yang sangat penting. Mi dengan persen elongasi tinggi menunjukkan
karaktersitik mi yang tidak mudah putus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata
nilai elongasi mi jagung kering berkisar antara 51.98% sampai 106.35%. Nilai elongasi mi
cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi CMC (Gambar 4).
4. Mutu Kimia
Hasil pengujian mutu kimia mi kering jagung berupa kadar air, kadar abu, kadar
protein dan kadar lemak disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Nilai rata-rata mutu kimia mi kering jagung akibat penambahan CMC.
Parameter Formulasi mi kering jagung dengan penambahan CMC
0% 0.6% 0.8% 1.0% 1.2%
c b a b d
Air 15.95 16.06 16.27 16.08 15.88
c d a b c
Abu 1.16 1.11 1.40 1.34 1.32
a b c d e
Protein 6.34 6.31 5.82 5.53 5.79
c c d a b
Lemak 0.31 0.27 0.22 0.77 0.44
Karbohidrat by b b b b a
76.24 76.25 76.28 76.28 76.56
difference
Keterangan : kode huruf sama berarti tidak berbeda antara perlakuan dan kode huruf berbeda
berarti berbeda nyata antara perlakuan.
135
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI 2014
Kadar air
Kadar air mi kering jagung menunjukkan nilai rata-rata kadar air secara berurut
sebesar 15.95% (CMC 0.0%), 16.06% (CMC 0.6%), 16.27% (CMC 0.8%), 16.08%( CMC
1.0%), dan 15.88% (CMC 1.2%). Data ini menunjukkan bahwa kadar air berfluktuasi
seiring dengan meningkatnya konsentrasi CMC (Gambar 5).
Kadar Abu
Kadar abu mi kering jagung menunjukkan nilai rata-rata 1.16% (CMC 0.0%),
1.11% (CMC 0.6%), 1.40% (CMC 0.8%), 1.34%( CMC 1.0%), 1.32% (CMC 1.2%). Kadar
abu cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi CMC (Gambar 6).
Gambar 6. Grafik kadar abu formulasi mi kering jagung dengan penambahan CMC.
136
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI 2014
Kadar Protein
Kadar protein mi kering jagung secara berurut sebesar 6.34% (CMC 0.0%), 6.31%
(CMC 0.6%), 5.82% (CMC 0.8%), 5.53%( CMC 1.0%), 5.79% (CMC 1.2%). Kadar protein
cenderung menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi CMC, namun pada
konsentrasi tertinggi kadar protein meningkat kembali (Gambar 7). Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa penambahan CMC memengaruhi kadar protein mi jagung kering
secara nyata (α= 0.05). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa konsetrasi CMC
memberikan pengaruh yang berbeda pada kadar lemak mi kering jagung (Tabel 3).
Kadar protein mi jagung kering berasal dari kadar protein tepung jagung.
Penurunan kadar protein pada mi jagung diduga berkaitan dengan menurunnya kadar
protein tepung jagung putih sebagai akibat aktivitas mikroba proteolitik yang berperan
selama proses fermentasi, yaitu dari 9.14±0.47% bk menjadi 8.00±0.65%bk (Rahmawati
2013). Semakin besarnya konsentrasi CMC maka kandungan protein secara proporsional
akan menurun. Dibandingkan dengan SNI 01-2974-1996, syarat protein mi kering yaitu
minimal 8%, maka mi ini belum memenuhi syarat.
Gambar 7. Grafik kadar protein formulasi mi kering jagung dengan penambahan CMC
yang berbeda.
Kadar Lemak
Kadar lemak mi kering jagung menunjukkan nilai rata-rata berurut sebesar 0.31%
(CMC 0.0%), 0.27% (CMC 0.6%), 0.22% (CMC 0.8%), 0.77%( CMC 1.0%), 0.44% (CMC
1.2%). Data ini menunjukkan bahwa kadar lemak cenderung berfluktuatif seiring dengan
meningkatnya konsentrasi CMC (Gambar 8).
Gambar 8. Grafik kadar lemak formulasi mi kering jagung dengan penambahan CMC
yang berbeda.
137
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI 2014
Kadar Karbohidrat
Kadar karbohidrat mi kering jagung menunjukkan nilai rata-rata berurut sebesar
76.24% (CMC 0.0%), 76.25% (CMC 0.6%), 76.28% (CMC 0.8%), 76.28%( CMC 1.0%),
76.56% (CMC 1.2%). Data ini menunjukkan bahwa kadar karbohidrat cenderung
meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi CMC (Gambar 9).
5. Mutu Organoleptik
Mutu organoleptik mi kering jagung ditentukan berdasarkan warna, aroma,
kekenyalan dan rasa mi setelah direbus selama 6 menit kemudian ditiriskan selama 1
menit, selanjutnya diambil 3 untai mi dengan panjang yang sama dan diletakkan di atas
piring kertas untuk diuji. Hasil pengujian mutu organoleptik disajikan pada Tabel 4.
Warna mi kering jagung berkisar antara skor 3.0-3.5 (putih kekuningan) dan sama untuk
semua perlakuan. Warna mi dipengaruhi oleh pigmen yang terdapat pada bahan baku
dan proses yang dilakukan. Karena bahan baku dan proses telah dikontrol, maka warna
mi yang dihasilkan sama .
Aroma mi kering jagung berkisar antara skor 3.7-4.5 (aroma khas jagung–sangat
khas jagung). Skor aroma khas jagung menurun seiring dengan meningkatnya
konsentrasi CMC dan konsentrasi yang berbeda memberikan pengaruh aroma berbeda
untuk semua perlakuan. Aroma khas jagung pada mi kering jagung dipengaruhi oleh
senyawa volatial yang terdapat pada bahan baku dan proses yang dilakukan. Semakin
tinggi konsentrasi CMC maka konsentrasi tepung jagung semakin menurun, sehingga
aroma khas jagungpun semakin berkurang.
Kekenyalan mi kering jagung berkisar antara skor 2.6-4.6 (agak kenyal - sangat
kenyal). Kekenyalan mi kering jagung meningkat seiring dengan meningkatnya
konsentrasi CMC dan konsentrasi CMC yang berbeda memberikan pengaruh kekenyalan
berbeda untuk semua perlakuan. Penambahan CMC dapat memperbaiki kekenyalan mi.
Menurut Astawan (2008) CMC berfungsi sebagai pengembang dalam pembuatan mi,
selain itu CMC memiliki sifat higroskopis, mudah larut dalam air, dan membentuk larutan
koloid sehingga dapat memengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan terhadap air,
dan mempertahankan keempukan selama penyimpanan. Pada penelitian ini semakin
138
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI 2014
Tabel 4. Nilai rata-rata mutu warna, aroma, kekenyalan, rasa dan uji rangking mi kering
jagung
Formulasi mi kering jagung dengan penambahan CMC
Parameter
0.0% 0.6% 0.8% 1.0% 1.2%
a a a a a
Warna 3.0 3.1 3.2 3.3 3.5
a b b c d
Aroma 4.5 4.3 4.2 3.9 3.7
d c b b a
Tekstur (Kekenyalan) 2.6 3.5 4.1 4.3 4.6
b b a a a
Rasa 3.0 2.7 3.7 3.8 3.7
Rangking 5 4 3 2 1
Keterangan: kode huruf sama berarti tidak berbeda antara perlakuan dan kode huruf berbeda
berarti berbeda nyata antara perlakuan.
Keterangan : Warna:(1) sangat putih; (2) agak putih; (3) putih kekuningan; (4) kuning; (5) sangat
kuning; Aroma:(1) sangat tidak khas jagung; (2) tidak khas jagung ; (3) agak khas jagung; (4) khas
jagung; (5) sangat khas jagung; Tekstur :(1) sangat tidak kenyal; (2) tidak kenyal ; (3) agak kenyal;
(4) kenyal; (5) sangat kenyal; Rasa:(1) sangat tidak asin; (2) tidak asin ; (3) agak asin ; (4) asin ;
(5) sangat asin.
Rasa mi kering jagung berkisar antara skor 2.7-3.8 (agak asin-asin). Rasa asin
mi kering jagung relatif stabil seiring dengan meningkatnya konsentrasi CMC. Rasa asin
pada mi kering jagung diduga berasal dari penambahan garam pada saat formulasi dan
mineral yang ada pada CMC. Namun karena konsentrasi CMC kecil, maka peningkatan
rasa asin relatif tidak tinggi. Untuk mengetahui mi kering jagung yang paling disukai
panelis, maka dilakukan uji rangking. Hasil uji rangking menunjukkan bahwa mi kering
jagung yang ditambah CMC 1.2% paling disukai panelis (rangking 1). Hal ini diduga
berkaitan dengan karakteristik mi terutama mutu kekenyalan dan elongasinya selain mutu
organoleptiknya.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 2006. Official Methods of Analysis of The Association Analytical Chemistry, Inc.,
Washington D. C.
Astawan, M. 2008. Membuat Mi dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1996. SNI 01-2974-1996 : Mi kering. Badan Standarisasi
Nasional.
Budiyah. 2004. Pemanfaatan pati dan protein jagung (CGM) dalam pembuatan mi jagung
instan. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
139
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI 2014
Fadlillah, H.N. 2005. Verifikasi formulasi mi jagung instan dalam rangka penggandaan
skala. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Inglet, G.E, Peterson, S.C, Carriere, C.J dan Maneepun, S. 2005. Rheological, textural,
and sensory properties of Asian noodles containing an oat cereal hydrocolloid. J
Food Chem. 90:1-8 DOI:10.1016/j.foodchem.2003.08.023.
Juniawati. 2003. Optimasi proses pengolahan mi jagung instan berdasarkan kajian
preferensi konsumen. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kurniawati, R.D. 2006. Penentuan desain proses dan formulasi optimal pembuatan mi
jagung basah berbahan dasar pati jagung dan Corn GlutenMeal (CGM). Skripsi.
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Kusnandar, F. 2009. Peluang bisnis mie jagung dan pengembangannya
http://bangkittani.com/litbang/melirik-teknologi-mie-jagung-dan-potensi
pengembangannya/. Diakses :07 Oktober 2013, Bekasi.
Li, J.H danVasanthan, T. 2003. Hypoclorite oxidation of field pea starch and its suitability
for noodle making using an extraction cooker. Food Res Int 36:381-386 . DOI:
10.1016/S0963-9969(02)00230-2.
Meilgaard, M., G. V. Civille, dan B. T, Carr. 2007. Sensory EvaluationTechniques 4rd
edition. CRC Press, New York.
Merdiyanti, A. 2008. Paket teknologi pembuatan mi kering dengan memanfaatkan bahan
baku tepumg jagung. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Muhandri, T, Ahza, A.B, Syarief, RdanSutrisno. 2011. Optimasi proses ektrusi mi jagung
dengan metode respon permukaan. J Teknol dan Industri Pangan 22: 97-104.
Muhandri, T, Subarna, Nurheni, SP. 2013. Karakteristik mi basah jagung akibat pengaruh
laju pengumpanan dan penambahan guar gum. J Teknol dan industri pangan
24:110-114
Murray, J.C.F. 2009. Cellulosics. Dalam Philips, G.O and. William, P.A. Handbook of
Hydrocolloids second Edition. Woodhead Publishing Limited, United Kingdom.
Pozo-Insfran, D. D, Brenes, C.H, Saldivar, S.O.S danTalcott, S.T. 2006. Polypheonic and
antioxidant content of white and blue corn (Zea mays L.) product. Food Research
International 39: 696-703.
Qanytah dan Prastuti TR. 2008. Penerapan teknologi pascapanen jagung di Desa
Kedawung Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal. Prosiding Seminar Nasional
Teknik Pertanian 2008, Jogjakarta.
Rahmawati, R. Dewanti, P. Hariyadi, D. Fardiaz dan N. Richana. 2013. Isolation and
identification of microorganisms during spontaneous fermentation of maize. J
Teknol dan Industri Pangan 22:33-39.
Rahmawati. 2013. Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme Indigenus dan Aplikasinya
pada Fermentasi Jagung serta Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung yang
Dihasilkan. Disertasi. IPB-Bogor
Sandhu KS, N. Singh, NS. Malhi. 2007. Some properties of corn grains and their flours I:
Physicochemical, functional and chapati-making properties of flours. Food
Chemistry, 101: 938–946
Widyaningsih, T.B. dan E.S. Murtini, 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk
Pangan. Trubus Agrisarana, Surabaya.
140