Effects of Addition of Tapioca Flour in Biscuits Made from Banggai Yam Flour
(Dioscorea alata L.)
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the proportion of tapioca
flour that needs to be added in the manufacture of biscuits made from
Banggai yam flour, based on sensory and chemical properties. This research
used a Completely Randomized Design (CRD) with the addition of tapioca
flour at four levels as treatments, i.e. A: 0%; B: 5%; C: 10%; D: 15%, which
was triplicated. The parameters observed were organoleptic testing for the
degree of preference for taste, aroma, color and texture. The chemical
composition of the biscuits was analyzed and the energy value was
calculated. Overall, the level of preference given by the panelists on the
Banggai yam biscuits without the addition of tapioca flour was 3.68 (like)
out of 5 as the highest value. It can be concluded that tapioca flour does not
need to be added in making Banggai yam biscuits. Banggai yam biscuits
have a hardness of 1.93 mm / g / sec. and energy value of 422.62 kkal, with
the composition of 3.98% moisture, 8.13% protein, 11.10% fat, 3.68% ash,
72.55% carbohydrates, and 0.56%. crude fiber.
74
Pengaruh Penambahan Tepung Tapioka …… Selvi Sofyan, dkk.
75
Jurnal Teknologi Pertanian Volume 10 Nomor 2, Desember 2019
Hasil analisis varians dari variabel terdapat pengaruh nyata dari penambahan
panelis menunjukkan pengaruh panelis tepung tapioka. Aroma adalah bau yang
tidak berbeda dengan nilai rata-rata ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang
tingkat kesukaan panelis terhadap rasa tercium oleh syaraf-syaraf yang berada
biskuit. Nilai kriteria suka dan sangat suka dalam rongga hidung ketika makanan
bervariasi berkisar 40%-65% dari total masuk ke dalam mulut (Winarno, 2004).
panelis. Persentase tertinggi diperoleh Aroma yang baik akan meningkatkan
pada perlakuan A (tanpa penambahan tingkat kesukaan panelis terhadap suatu
tepung tapioka) pada kriteria suka dan produk pangan.
sangat suka sebanyak 65% panelis Berdasarkan persentase yang
menunjukan variasi respons panelis
Tingkat kesukaan terhadap aroma terhadap rasa biskuit ubi Banggai dapat
Hasil uji tingkat kesukaan panelis dilihat pada tabel 3. Hasil analisis varians
terhadap aroma pada biskuit ubi Banggai dari variabel panelis menunjukkan
dengan penambahan tepung tapioka pengaruh panelis tidak berbeda dengan
diperoleh dari nilai rata-rata berkisar 3,6- nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis
3,9 yaitu suka, dapat dilihat pada tabel 3. terhadap aroma biskuit. Nilai kriteria suka
Nilai tingkat kesukaan tertinggi dan sangat suka bervariasi berkisar 55-
terdapat pada perlakuan A (tanpa 75% dari total panelis. Nilai tertinggi
penambahan tepung tapioka) dengan nilai diperoleh pada perlakuan B (penambahan
3,9, sedangkan nilai terendah pada 5% tepung tapioka) dengan persentase
perlakuan C (penambahan 10% tepung tertinggi pada kriteria suka dan sangat
tapioka) dengan nilai 3,6 pada kriteria suka sebanyak 75% panelis.
suka. Hasil analisis sidik ragam aroma
biskuit ubi Banggai menunjukan tidak
76
Pengaruh Penambahan Tepung Tapioka …… Selvi Sofyan, dkk.
Tingkat kesukaan terhadap warna dengan warna yang lebih cerah dari pada
Hasil pengamatan tingkat kesukaan biskuit dengan warna gelap.
panelis terhadap warna pada biskuit ubi Perubahan warna terjadi karena
Banggai dengan penambahan tepung adanya reaksi pencoklatan non enzimatis
tapioka diperoleh dari nilai rata-rata selama proses pemanggangan
berkisar 3,2-3,6 yaitu tidak suka sampai menggunakan suhu tinggi dalam waktu
sangat suka, dapat dilihat pada tabel 5. yang lama (Cauvin, 2003).
Berdasarkan penelitian yang Persentase yang menunjukan variasi
memperoleh nilai tertinggi yaitu pada respons panelis terhadap warna biskuit ubi
perlakuan A (tanpa penambahan tepung Banggai dapat dilihat pada tabel 6. Hasil
tapioka) dan perlakuan B (penambahan analisis varians dari variabel panelis
5% tepung tapioka) dengan nilai 3,6 pada menunjukkan pengaruh panelis tidak
kriteria suka, sedangkan nilai terendah berbeda dengan nilai rata-rata tingkat
pada perlakuan D (penambahan 15% kesukaan panelis terhadap warna biskuit.
tepung tapioka) dengan nilai 3,2 pada Nilai kriteria suka dan sangat suka
kriteria netral. Hasil analisis sidik ragam bervariasi berkisar 25-55% dari total
warna biskuit ubi Banggai menunjukan panelis. Nilai tertinggi diperoleh pada
tidak terdapat pengaruh nyata dari perlakuan A (tanpa penambahan tepung
penambahan tepung tapioka. Dari hasil tapioka) dan perlakuan B (penambahan
yang diperoleh, panelis lebih menyukai 5% tepung tapioka) dengan persentase
biskuit dengan perlakuan A (tanpa tertinggi pada kriteria suka dan sangat
penambahan tepung tapiuoka) dan suka sebanyak 65% panelis.
perlakuan B (penambahan 5% tepung
tapioka). Panelis lebih menyukai biskuit
77
Jurnal Teknologi Pertanian Volume 10 Nomor 2, Desember 2019
78
Pengaruh Penambahan Tepung Tapioka …… Selvi Sofyan, dkk.
79
Jurnal Teknologi Pertanian Volume 10 Nomor 2, Desember 2019
tepung tapioka dengan proporsi lebih kadar 10,67%, dan kadar lemak terendah
banyak dari perlakuan lain. pada perlakuan D (15% tepung tapioka)
Berdasarkan syarat mutu biskuit berkisar 10,64. Tepung tapioka memiliki
menurut Standar Nasional Indonesia (01- kadar lemak sebesar 0,2%, sehingga
2973-1992) kadar protein pada biskuit semakin sedikit penambahan tepung
minimum 9% dengan demikian biskuit tapioka maka kandungan lemak semakin
tepung ubi Banggai pada perlakuan ini tinggi.
memenuhi Standard Nasional Indonesia.
Berdasarkan syarat mutu biskuit
Kadar Lemak menurut Standard Nasional Indonesia (01-
Lemak dibutuhkan dalam 2973-1992) kadar lemak pada biskuit
pembuatan biskuit, lemak memiliki efek minimum 9,5% dengan demikian biskuit
shortening pada makanan yang tepung ubi Banggai pada perlakuan ini
dipanggang seperti biskuit, kue kering dan memenuhi Standard Nasional Indonesia.
roti sehingga menjadi lebih rendah
(Ghaman dan Sherington, 1992). Kadar Kadar Abu
lemak juga dapat dapat mempengaruhi Menurut Sudarmadji (2003), abu
mutu, umur simpan dan karakteristik adalah bahan zat organik sisa hasil
pangan yang dihasilkan. Hasil analisis pembakaran suatu bahan organik. Kadar
kadar lemak pada biskuit ditunjukkan abu berhubungan dengan mineral yang
pada gambar 3. terkandung dalam suatu bahan. Tingginya
kadar abu pada suatu bahan pangan yang
dihasilkan menunjukkan tingginya
12 11.1 11.15 10.67 10.64 kandungan mineral bahan tersebut. Hasil
Kadar Lemak %
0
4 3.52 3.56
A B C D 2.74
3
2
Gambar 3. Kadar lemak biskuit ubi
1
Banggai, A. tanpa penambahan tepung
0
tapioka; B. penambahan 5% tepung A B C D
tapioka; C. penambahan 10% tepung
tapioka; D. penambahan 15% tepung Gambar 4. Kadar abu biskuit ubi
tapioka. Banggai, A. tanpa penambahan tepung
tapioka; B. penambahan 5% tepung
Rata-rata kadar lemak dari biskuit tapioka; C. penambahan 10% tepung
berbahan baku tepung ubi Banggai dengan tapioka; D. penambahan 15% tepung
penambahan tepung tapioka berkisar tapioka.
antara 10,64% - 11,15%. Dari hasil
analisis kadar lemak tertinggi pada Rata-rata kadar abu biskuit berbahan
perlakuan B (penambahan 5% tepung baku tepung ubi Banggai dengan
tapioka) dengan kadar 11,15%, kemudian penambahan tepung tapioka berkisar
perlakuan A (tanpa penambahan tepung antara 2,74% - 3,68%. Dari hasil analisis
tapioka) dengan kadar 11,1%, perlakuan C kadar tertinggi pada perlakuan A (npa
(penambahan 10% tepung tapioka) dengan penambahan tepung tapioka) dengan
80
Pengaruh Penambahan Tepung Tapioka …… Selvi Sofyan, dkk.
Karbohidrat %
5% tepung tapioka) dengan kadar 3,52, 50
Kadar
dan kadar abu terendah pada perlakuan D
(penambahan 15% tepung tapioka) dengan
kadar 2,74%. 0
A B C D
Berdasarkan syarat mutu biskuit
menurut Standar Nasional Indonesia (01-
2973-1992) kadar abu pada biskuit Gambar 5. Kadar karbohidrat biskuit ubi
maksimum 1,6% dengan demikian biskuit Banggai, A. tanpa penambahan tepung
tepung ubi Banggai dengan penambahan tapioka ; B. penambahan 5% tepung
tepung tapioka pada perlakuan ini belum tapioka; C. penambahan 10% tepung
memenuhi Standard Nasional Indonesia. tapioka; D. penambahan 15% tepung
tapioka.
Kadar Karbohidrat
Analisis kadar karbohidrat Berdasarkan syarat mutu biskuit
dilakukan untuk mengetahui kadar menurut Standard Nasional Indonesia (01-
karbohidrat pada biskuit ubi Banggai dan 2973-1992) kadar karbohidrat pada biskuit
tepung tapioka dari setiap perlakuan. minimum 70% dengan demikian biskuit
Kadar karbohidrat merupakan sumber tepung ubi Banggai pada perlakuan ini
energi utama pada manusia. Hasil analisi memenuhi standard Nasional Indonesia
kadar karbohidrat pada biskuit
ditunjukkan pada gambar 5. Kadar Serat Kasar
Rata-rata kadar karbohidrat dari Analisis serat kasar dilakukan untuk
biskuit berbahan baku tepung ubi Banggai mengetahui kandungan serat kasar pada
berkisar antara 71,86%-73,71%. Dari hasil biskuit ubi Banggai yang didapatkan dari
analisis kadar karbohidrat tertinggi pada setiap perlakuan. Serat kasar merupakan
perlakuan D (penambahan 15% tepung residu dari bahan makanan atau pertanian
tapioka) dengan kadar 73,71%, kemudian yang terdiri dari selulosa dan sedikit lignin
perlakuan C (penambahan 10% tepung dan pentose (Apriyanto, 1989). Hasil
tapioka) dengan kadar 72,68%, kemudian analisis kadar serat kasar pada biskuit
perlakuan A (tanpa penambahan tepung ditunjukkan pada gambar 6.
tapioka) dengan kadar 72,55%, dan kadar
karbohidrat terendah pada perlakuan B 1 0.76 0.78
0.72
Kadar Serat
Kasar (%)
81
Jurnal Teknologi Pertanian Volume 10 Nomor 2, Desember 2019
Rata-rata kadar serat kasar dari Rata-rata nilai kalori pada biskuit
biskuit tepung ubi banggai dengan berbahan baku tepung ubi Banggai dengan
penambahan tepung tapioka berkisar penambahan tepung tapioka berkisar
antara 0,56%-0,78%. Dari hasil analisis antara 422,51 – 427,64 kkal. Dari hasil
tertinggi pada perlakuan D (penambahan analisis nilai kalori tertinggi pada
15% tepung tapioka) dengan kadar 0,78%, perlakuan D (penambahan 15% tepung
perlakuan C (penambahan 10% tepung tapioka) dengan kadar 427,64 kkal,
tapioka) dengan kadar 0,76%, perlakuan B kemudian perlakuan C (penambahan 10%
(penambahan 5% tepung tapioka) dengan tepung tapioka) dengan kadar 423,11 kkal,
kadar 0,72%, dan kadar serat kasar perlakuan A (tanpa penambahan tepung
terendah pada perlakuan A(tanpa tapioka) dengan kadar 422,62 kkal, nilai
penambahan tepung tapioka dengan kadar kalori terendah pada perlakuan B
0,56%. Tingginya serat kasar pada (penambahan 5% tepung tapioka) dengan
perlakuan D disebabkan karena kadar 422,51 kkal
kandungan protein pada perlakuan D lebih Berdasarkan syarat mutu biskuit
banyak dibandingkan dengan perlakuan menurut Standart Nasional Indonesia (01-
lainnya, sehingga menjadi sulit dalam 2973-1992) nilai kalori pada biskuit
penyaringan. minimum 400 kkal dengan demikian
Berdasarkan syarat mutu biskuit biskuit tepung ubi Banggai pada perlakuan
menurut Standart Nasional Indonesia (01- ini memenuhi Standard Nasional
2973-1992) serat kasar pada biskuit Indonesia.
maksimum 0,5% dengan demikian biskuit
tepung ubi Banggai pada perlakuan ini Kekerasan Biskuit
memenuhi Standard Nasional Indonesia. Nilai kekerasan biskuit berkisar
antara 1,83 sampai 1,93 mm/g/det dapat
Nilai Kalori dilihat pada gambar 8. Biskuit dengan
Nilai kalori dihitung untuk perlakuan A (tanpa penambahan tepung
mengetahui jumlah kalori pada biskuit ubi tapioka) memiliki nilai rata-rata tertinggi
Banggai yang didapatkan dari setiap yaitu 1,93 mm/g/detik. Hal ini
perlakuan. Nilai kalori pada biskuit menunjukkan bahwa perlakuan A
ditunjukkan pada gambar 7. memiliki tekstur yang kurang keras
dibandingkan dengan perlakuan D yaitu
(penambahan 15% tepung tapioka)
500 422.62 422.51 423.11 427.64
Nilai Kalori kkal
400
memiliki nilai rata-rata terendah yaitu
300
1,83 mm/g/det. sesuai dengan prinsip
200 penetrometer semakin kecil nilai yang
100 diperoleh, maka tingkat kekerasan
0 yangdiperoleh semakin keras diperoleh,
A B C D maka tingkat kekerasan yang diperoleh
semakin keras.
Gambar 7. Nilai kalori biskuit ubi
Banggai, A. tanpa penambahan tepung
tapioka; B. penambahan 5% tepung
tapioka; C. penambahan 10% tepung
tapioka; D. Penambahan 15% tepung
tapioka
82
Pengaruh Penambahan Tepung Tapioka …… Selvi Sofyan, dkk.
5.00
Badan Standarisasi Nasional. 1992. Cara
Nilai Kekerasan
4.00 Uji Makanan dan Minuman (SNI
(mm/g/det)
01-2891-1992). BSN, Jakarta.
3.00
1.93 1.91 1.87 1.83
Badan Standarisasi Nasional. 1992. Cara
2.00 Uji Makanan dan Minuman (SNI
1.00 01-2973-1992). BSN, Jakarta.
Cauvin, S. P. 2003. Bread making
0.00
improving quality. Camridge:
A B C D
Woodhead Publishing Limited; P
26.
Gambar 8. Kekerasan biskuit ubi Gaman. M 1992. Pengantar Ilmu Pangan,
Banggai: A.tanpa penambahan tepung Nutrisi Dan Mikrobiologi. Edisi II.
tapioka; B. penambahan 5% tepung Yogyakarta: Gadjah Mada
tapioka; C. penambahan 10% tepung University Press
tapioka; D. Penambahan 15% tepung Lestari D. W. 2013. Pengaruh Subtitusi
tapioka. Tepung Tapioka Terhadap Tekstur
Dan Nilai Organoleptik Dodol
KESIMPULAN Susu. Skripsi. Fakultas Peternakan,
Universitas Brawijaya, Malang.
Berdasarkan uji sensoris tingkat
Meilgaard, M., G, V, Civille, dan B. T.
kesukaan terhadap rasa, aroma, warna,
Carr 1999. Sensory Evaluation
dan tekstur, dapat disimpulkan bahwa
Techniques. CRC. Press. New
tepung tapioka tidak perlu ditambahkan
York.
dalam pembuatan biskuit ubi Banggai.
Rahayu, W. P. 2001. Penuntun Praktikum
Secara keseluruhan nilai tingkat kesukaan
Penilaian Organoleptik. Jurnal.
yang diberikan oleh panelis pada biskuit
Jurusan Teknologi Pangan dan
ubi Banggai tanpa penambahan tepung
Gizi, Fakultas Teknologi
tapioka adalah 3,68 yaitu pada kriteria
Pertanian., Institut Pertanian.
suka sebagai nilai tertinggi. Biskuit ubi
Bogor.
Banggai ini memiliki kekerasan 1,93
Rahardjo, Y., Sumarni dan A.
mm/g/det. dan nilai kalori 422,62 kkal,
Dalapati.32016. Diversifikasi
dengan komposisi kadar air 3,98%,
Olahan Ubi Banggai Menunjang
protein 8,13%, lemak 11,10%, abu 3,68%,
Ketahanan Pangan. Jurnal. Balai
karbohidrat 72,55%, dan serat kasar 0,5%.
Pengkajian Teknologi Pertanian.
Sulawesi Tengah.
DAFTAR PUSTAKA
Ramadhani, C. 2016. Substitusi Tepung
Apriyantono, 1986. Petunjuk Terigu dengan Tepung Ubi
Laboratorium Analisis Pangan. Banggai (Dioscorea alata L.)
Departemen Pendidikan dan Dalam pembuatan Mie. Skripsi.
Kebudayaan. Direktorat Jendral Program Studi Agroteknologi,
Pendidikan Tinggi Pusat Antar Fakultas Pertanian, Universitas
Universitas Pangan dan Gizi. IPB, Muhammadiyah Luwuk, Sulawesi
Bogor. Tengah.
Baedhowie M dan S. Pranggonawati. Rostiawati, Y. 1990. Penggunaan Tepung
1983. Petunjuk Praktek Mutu Ubi Banggai (Dioscorea alata L.)
Hasil Pertanian. Departemen Sebagai Bahan Substitusi Tepung
Pendidikan dan Kebudayaan. Terigu Bahan Pembuatan
“Cookies”. Skripsi. Jurusan Gizi
83
Jurnal Teknologi Pertanian Volume 10 Nomor 2, Desember 2019
84