427/AU/P2MI-LIPI/04/2012
Jurnal HPI Vol. 28 No. 1 Hal. 1 - 59 Banda Aceh, April 2015 ISSN : 2089-5380
PENANGGUNG JAWAB
Kepala Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh
REDAKSI PELAKSANA
Ketua : Mahlinda, ST, MT
Pemeriksa Naskah : Fitriana Djafar, S.Si, MT
Meuthia Busthan, ST
Editor Bahasa : Vinno Arifiansyah, ST
Layout Editor : Fauzi Redha, ST
SEKRETARIAT
Meuthia Busthan, ST
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala LIPI No. 395/D/2012 tanggal 24 April 2012
Jurnal Hasil Penelitian Industri (HPI)
Ditetapkan sebagai Majalah Ilmiah Terakreditasi
Alamat Penerbit:
BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI BANDA ACEH
Jl. Cut Nyak Dhien No. 377, Lamteumen Timur, Banda Aceh 23236
Telp. (0651) 49714 ; Fax. (0651) 49556
Website: http://baristandaceh.kemenperin.go.id
E-Mail : hpi_brsbna@yahoo.com
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015
PENGANTAR REDAKSI
Redaksi mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT dengan terbitnya Jurnal HPI
(Hasil Penelitian Industri), Volume 28 No. 1 Tahun 2015 untuk pembaca. Kami juga ingin
menyampaikan bahwa Jurnal HPI saat ini dapat diakses secara online melalui alamat website
http://baristandaceh.kemenperin.go.id.
Jurnal HPI kali ini menyajikan 6 judul tulisan yang mencakup 4 artikel membahas
tentang teknologi proses, 1 artikel membahas tentang teknologi pangan dan 1 review artikel
membahas tentang teknologi pengolahan limbah industri.
Harapan kami, tulisan-tulisan ilmiah yang disajikan akan memberikan tambahan
pengetahuan kepada pembaca semua. Selain itu, kami juga mengundang para pembaca
mengirimkan tulisan ilmiah untuk terbitan selanjutnya. Redaksi juga mengharapkan kritikan
dan saran dari pembaca dalam rangka meningkatkan kualitas jurnal ini.
Selamat Membaca
Redaksi
i
Nomor Akreditasi: ISSN : 2089-5380
427/AU/P2MI-LIPI/04/2012
DAFTAR ISI
PENGANTAR REDAKSI .................................................................................................. i
ABSTRAK…. ...................................................................................................................... iv
ii
Nomor Akreditasi: ISSN : 2089-5380
427/AU/P2MI-LIPI/04/2012
DAFTAR ISI
iii
JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI
Volume 28, No. 1, April 2015
ABSTRAK
Optimasi parameter ekstraksi oleoresin dari ampas pala telah dikembangkan. Ampas tersebut dapat
dijadikan bahan baku alternatif oleoresin menggantikan pala segar yang harganya mahal. Selama ini
ampas pala yang berasal dari pabrik minyak atsiri pala tidak dimanfaatkan secara maksimal.
Pemanfaatannya menjadi produk yang mempunyai nilai tambah dapat dilakukan dengan cara ekstraksi
oleoresin pala. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi kondisi ekstraksi oleoresin (temperatur,
jumlah pelarut, dan ukuran partikel) dari ampas pala menggunakan Response Surface Methodology.
Kondisi tersebut diacak dengan metode Box-Behnken sehingga menghasilkan 17 perlakuan. Pengaruh
kondisi ekstraksi terhadap rendemen dan indeks bias diidentifikasi dengan menggunakan aplikasi
software design expert. Rendemen dan indeks bias ditentukan masing-masing melalui perhitungan dan
analisis dengan menggunakan refraktometer. Nilai indeks bias yang paling tinggi pada eksperimen ini
adalah 1,4852. Kondisi optimum untuk menghasilkan rendemen tertinggi 14,5525% berada pada
temperatur 40oC, jumlah pelarut 200 ml, dan ukuran partikel -20+30 mesh. Optimasi dengan
menggunakan metode tersebut memperlihatkan bahwa parameter optimum diperoleh pada temperatur
35,86oC, jumlah pelarut 167,13 ml, dan ukuran partikel 10 mesh. Penelitian tersebut diharapkan akan
memberikan masukan mengenai efektifitas operasi dari segi biaya produksi yang dapat dimanfaatkan
oleh sentra produksi oleoresin pala.
Kata kunci: Ampas pala, ekstraksi, oleoresin, optimasi, response surface methodology.
Ekstraksi protein dari bungkil inti sawit (BIS) telah dilakukan melalui 2 tahapan meliputi: 1) protein
dari BIS dilarutkan dengan menggunakan larutan alkali (NaOH) dan 2) protein dipisahkan
menggunakan teknik pengendapan dengan menambahkan asam klorida (HCl). Penelitian dilakukan
dengan menggunakan metode permukaan sambutan (Response Surface Methodology, RSM) untuk
mengkaji pengaruh interaksi variabel dalam ekstraksi yang terdiri dari rasio BIS/pelarut, temperatur dan
waktu dalam memperoleh konsentrat, rendemen dan recovery dari konsentrat protein yang optimal.
Hasil analisa RSM menunjukkan bahwa waktu dan temperatur memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap rendemen protein sementara rasio BIS/pelarut tidak berpengaruh signifikan. Kondisi optimum
tercapai pada rasio BIS/pelarut 1:50, temperatur 40 °C dan waktu 3 jam. Pada kondisi optimum sekitar
46% protein dari BIS dapat diekstrak dengan rendemen 14,6% dan kadar protein dalam konsentrat
sebesar 49,72%. Konsentrat protein mengandung asam amino dengan komponen terbesar adalah
glutamat, aspartat dan leusin masing-masing sebesar 11,04%; 5,69% dan 5,03%..
Kata kunci: Alkali, bungkil inti sawit, ekstraksi, protein
iv
JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI
Volume 28, No. 1, April 2015
ABSTRAK
Prospek pengembangan teknologi pengolahan mi jagung kering sangat baik untuk diimplementasikan kepada
masyarakat. Peningkatan kapasitas produksi dibutuhkan agar layak secara komersial. Peningkatan kapasitas
produksi akan menyebabkan perubahan kondisi operasi yang berpengaruh pada kesetimbangan bahan (neraca
bahan) selama proses produksi. Neraca bahan menjadi dasar perhitungan analisis finansial dan kelayakan usaha.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh peningkatan kapasitas produksi terhadap neraca
bahan. Penelitian dilakukan dengan mengukur bobot setiap bahan pada setiap tahapan proses. Peningkatan
kapasitas produksi mi jagung kering yang dilakukan adalah 3, 4, 5 dan 6 kg per batch. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rendemen produk akhir berikisar pada 63.3-64,5%. Peningkatan kapasitas produksi tidak
mempengaruhi neraca bahan pada tahapan peimbangan, pengukusan adonan pencetakan, pengeringan dan
pengemasan. Peningkatan kapasitas meningkatkan efisiensi pada tahapan pemadatan adonan dan pengukusan mi,
namun menurunkan efisiensi pada tahap mixing atau pencampuran
Kata kunci: Peningkatan kapasitas, neraca bahan, mi jagung, pilot plant.
Modifikasi zeolit dengan nanopartikel Au dan ligan merkaptoetanol (zeolit@AuNPs@MET) telah dikembangkan
sebagai adsorben ion logam berat. Pembuatan material komposit zeolit@AuNPs@MET dilakukan dalam tiga
langkah. Pertama, memasukkan prekursor emas ke dalam rongga zeolit. Kedua, reduksi nanopartikel emas dengan
ekstrak daun binahong. Ketiga, memodifikasi zeolit@AuNPs dengan ligan merkaptoetanol. Binahong digunakan
sebagai agen bioreduktor dalam sintesis nanopartikel Au karena memiliki kandungan flavonoid, saponin, tanin,
dan steroid yang mengandung gugus fungsional pereduksi. Komposit zeolit@AuNPs@MET dikarakterisasi
dengan XRD, EDX, PSA, TEM, FTIR dan Spektrofotometer UV Visibel. Pengukuran EDX menunjukkan
kandungan Au sebesar 0,88%, pengukuran TEM dan PSA menunjukkan ukuran nanopartikel Au mulai dari 7,12
nm sampai 14,45 nm dengan distribusi rata-rata ukuran 110,6 nm sedangkan nanopartikel emas yang diimobilisasi
ke dalam pori-pori zeolit memiliki ukuran mulai dari 4,98 nm sampai 9,50 nm dengan distribusi rata-rata ukuran
279 nm. Pada pengukuran spektrum UV Visibel terlihat adanya puncak baru yang terbentuk di 537 nm, yang
menunjukkan serapan nanopartikel Au. Karakteristik puncak serapan (di 526 nm dan 532 nm) juga ditemukan
dalam serapan spektrum UV-Vis dari nanopartikel Au yang terimobilisasi ke dalam pori-pori zeolit dan
nanopartikel Au dalam zeolit@AuNPs@MET. Pengukuran FTIR dari ligan merkaptoetanol menunjukkan adanya
puncak pada 2550 cm-1 yang menunjukkan wilayah gugus fungsional SH. Puncak ini menghilang setelah
zeolit@AuNPs dimodifikasi dengan ligan merkaptoetanol, yang menunjukkan bahwa ikatan -SH telah putus dan
gugus -S telah menempel pada nanopartikel Au. Semua hasil pengukuran menunjukkan keberhasilan pembuatan
adsorben zeolit@AuNPs@MET, yang merupakan material yang menarik dan diharapkan memiliki potensi
sebagai adsorben ion logam berat..
Kata kunci: Adsorben, bioreduktor, daun binahong, sintesis, zeolit@AuNPs@MET.
v
JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI
Volume 28, No. 1, April 2015
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh dan menerapkan teknik baru penyulingan minyak nilam
rakyat serta mengkaji mutu dari minyak nilam yang dihasilkan. Pada penelitian ini bahan daun nilam
yang digunakan diperoleh dari petani Kabupaten Aceh Jaya. Ekstraksi menggunakan Rhizopus oryzae
1% dari berat bahan, perbandingan air 1:5. Rendemen bahan baku daun kering sebesar 3,3%.
Rendemen bahan baku daun segar sebesar 2,1%. Rendemen pada penambahan Rhizopus oryzae 1,5%.
Pengujian mutu dilakukan berdasarkan syarat mutu minyak nilam (SNI 06-2385-2006). Kadar pachouli
alkohol pada ekstraksi daun kering sebesar 25,43%, ekstraksi daun segar sebesar 55,01% dan ekstraksi
pada penambahan Rhizopus oryzae sebesar 43,89%. Indeks bias yang diperoleh pada ekstraksi daun
kering sebesar 1,50642, ekstraksi daun segar sebesar 1,51071 dan ekstraksi pada penambahan Rhizopus
oryzae diperoleh sebesar 1,51281. Bobot jenis pada ekstraksi daun kering diperoleh sebesar 0,955,
ekstraksi daun segar 0,961 dan ekstraksi pada penambahan Rhizopus oryzae sebesar 0,966.
Eva Oktarina
Balai Besar Kimia Kemasan
Jl. Balai Kimia No. 1A , Pasar Rebo, Jakarta-Indonesia
E-mail: evaoktarina@gmail.com
Lampung merupakan produsen ubi kayu terbesar di Indonesia pada tahun 2010 hingga 2014. Di 2013,
Lampung memproduksi 9.633.560 ton ubi kayu yang sebagian besar dimanfaatkan untuk pembuatan
tepung tapioka. Sayangnya, limbah cair yang dihasilkan diketahui memiliki kadar organik tinggi yang
dapat mencemari lingkungan. Padahal, limbah organik tersebut masih bisa diolah menjadi produk lain
yang lebih bermanfaat seperti metana, nata de casava, biosurfaktan, Microbial Fuel Cell (MFC),
bioetanol, dan PHA (polihidroksi alkanoat). Oleh karena itu, diperlukan suatu metode pengolahan
limbah yang baik agar kegiatan industri tapioka tetap berjalan optimal tanpa harus merusak lingkungan.
Tulisan ini bertujuan mengeksplorasi pengolahan limbah cair industri tapioka dalam lingkup
manajemen limbah cair terpadu yang berkesinambungan. Sehingga, dapat membantu industri tapioka
baik dari aspek ekonomi maupun lingkungan. Pengolahan limbah yang baik diharapkan juga dapat ikut
meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomi limbah cair tapioka
vi
JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI
Volume 28, No. 1, April 2015
ABSTRACT
Optimization of extraction parameter of oleoresin from nutmeg waste has been developed. The waste
could be alternative raw material of oleoresin to replace fresh nutmeg whose price is costly. So far,
nutmeg waste from volatile oil factory is not utilized maximally. Its utilization as product that has
additional value could be carried out by extraction method of nutmeg oleoresin. The research aims to
optimize oleoresin extraction condition (temperature, solvent amount, and particle size) from nutmeg
waste by using Response Surface Methodology. The condition is designed randomly by Box-Behnken
method to result in 17 experiments. The effect of extraction condition toward yield and index of
refraction is determined through calculation and analysis by using refractometer, respectively. The
highest value of index of refraction in the research is 1.4852. The optimum condition to result in the
highest yield 14.5525% is at temperature of 40oC, solvent amount of 200 ml, and particle size of -
20+30 mesh. Optimization by using the method indicates that optimum parameter is obtained at
temperature of 35.86oC, solvent amount of 167.13 ml, and particle size of 10 mesh. The research result
is expected to provide information on operational effectivity in the perspective of production cost that
could be utilized by production center of nutmeg oleoresin.
Extraction of protein from palm kernel cake (PKC) has been conducted via 2 step i.e. 1) protein was
dissolved using akaline solution (NaOH) and 2) protein was separated using precipitation technique
with added chloride acid (HCl). The research was conducted using Response Surface Methodology
(RSM) for study the effects of variable interaction includes the ratio of PKC and solvent, temperature
and time on extraction to obtaining the optimal of consentrate, yield and recovery. The results of RSM
analysis shows that the time of extration and temperature had a significant influence on yield of protein
while the ratio of PKC and solvent had not significant effect. The condition optimum was reached at the
ratio of PKC and solvent 1:50, temperature 40 °C and time 3 hours. At optimum conditions about 46%
protein can be extracted from the PKC with 14.6% yield and protein content in the concentrate of
49.72%. Protein concentrate containing amino acids with the largest component is glutamate 11.04%,
aspartate 5.69% and leucine 5.03%..
vii
JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI
Volume 28, No. 1, April 2015
ABSTRACT
Implementation of dried corn noodle processing technology is required to enrich corn processing culture in our
sociaty. However improvement of the process is still required to be commercially feasible. In general, scale-up
production capacity will affect the operating condition specially to the material balance during the production
process. Material balance used as a base in finalcial analysis dan feasibility study. This research aimed to study
the effects of production capacity scale-up on material balance. In this study the weight of all material during corn
noodle processing stages are recorded. The increment of corn noodle production capacities are 3, 4, 5 and 6 kg per
batch. The results showed that final yields range from 63.3 to 64.5%. Production capacity scale-up is not
significantly affected material balance during row material weighing,dough steaming,sheeting-slitting, drying and
packaging. Production capacity scale-up increase the process efficiency during dough compressing and noodle
steaming stages, however decrease the mixing stage efficiency.
Modifying zeolite with Au nanoparticles and mercaptoethanol ligand (zeolite@AuNPs@MET) has been
developed as an adsorbent of heavy metal ions. The preparation of zeolite@AuNPs@MET composite material
was done in three steps. Firstly, incorporating gold precursor in to zeolite cavity. Secondly, reduction of gold
nanoparticles by binahong leaf extract. Thirdly, modifying zeolite@AuNPs with mercaptoethanol ligand.
Binahong was used as bioreductor agent in the synthesis of Au nanoparticles since it has large contents of
flavonoids, saponins, tannins, and steroids which contain reducing functional group. The zeolite@AuNPs@MET
composite material was characterized by XRD, EDX, PSA, TEM, FTIR and UV Visible Spectrophotometer. EDX
measurements showed Au content of 0.88%, TEM and PSA measurement showed Au nanoparticle size in the
range of 7.12 nm to 14.45 nm with an average size distribution of 110.6 nm while gold nanoparticles immobilized
in the pores of zeolites have sizes ranging from 4.98 nm to 9.50 nm with an average size distribution of 279 nm.
UV Visible absorption spectrum revealed a new formed peak at 537 nm, indicating formation of AuNPs. The
characteristic peaks (at 526 nm and 532 nm) were also found in the UV-Vis absorption spectrum of AuNPs
immobilized in the zeolite pores and AuNPs in the zeolite@AuNPs@MET composite, respectively. FTIR
measurements of mercaptoethanol ligand showed the presence of a peak at 2550 cm-1 region indicating SH
functional groups, which disappeared after modification of zeolite@Au with MET ligand, indicated the –SH bond
was broken and the remained –S was attached to AuNPs. All of the characterization revealed the success of the
composite material preparation, which is an interesting material expected to have highly potential as a heavy metal
ion adsorbent.
viii
JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI
Volume 28, No. 1, April 2015
ABSTRACT
This study aims to acquire and apply new techniques patchouli oil refining the people and assess the
quality of patchouli oil produced. In this study, patchouli leaf materials used were obtained from
farmers Aceh Jaya. Extraction using Rhizopus oryzae 1% of the weight of the material, water ratio of
1: 5. The yield of raw materials dried leaves is 3.3%. The yield of fresh leaves as raw material is 2.1%.
The yield on the addition of Rhizopus oryzae is 1.5%. Quality testing is done based on the quality
requirements of patchouli oil (SNI 06-2385-2006). Patchouli levels of alcohol in the extraction of dried
leaves at 25.43%, the extraction of fresh leaves at 55.01% and extraction in addition Rhizopus oryzae at
43.89%. The refractive index obtained in the extraction of dried leaves is 1.50642, 1.51071 for the
extraction of fresh leaves and extraction in addition Rhizopus oryzae obtained by 1.51281. Gravity of
the extraction of dried leaves obtained at 0.955, extraction of fresh leaf extract at 0.961 and in addition
Rhizopus oryzae at 0.966.
Eva Oktarina
Balai Besar Kimia Kemasan
Jl. Balai Kimia No. 1A , Pasar Rebo, Jakarta-Indonesia
E-mail: evaoktarina@gmail.com
Lampung is the biggest producer cassava in Indonesia in 2010 until 2014. In 2013, Lampung produce
9.633.560 ton cassava, which mostly used as tapioca's raw material. Waste water from tapioca industry
has high organic content that can pollute environment. In fact, the organic waste can still be processed
into other products that are more usable such as methane, nata de cassava, biosurfactant, Microbial Fuel
Cell (MFC), bioethanol, and Poly Hydroxyl Alkanoat (PHA). Therefore, waste water treatments method
needed so tapioca industry can optimally worked without threatened environment. This article aim is to
explore waste water treatments for tapioca industry by sustainability integrated waste water
management. So it can assist tapioca industry in environment and economic aspect. Good waste
management is also expected for increasing utility value and economical value of tapioca waste water.
ix
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 1-8
ABSTRAK. Optimasi parameter ekstraksi oleoresin dari ampas pala telah dikembangkan. Ampas
tersebut dapat dijadikan bahan baku alternatif oleoresin menggantikan pala segar yang harganya mahal.
Selama ini ampas pala yang berasal dari pabrik minyak atsiri pala tidak dimanfaatkan secara maksimal.
Pemanfaatannya menjadi produk yang mempunyai nilai tambah dapat dilakukan dengan cara ekstraksi
oleoresin pala. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi kondisi ekstraksi oleoresin (temperatur,
jumlah pelarut, dan ukuran partikel) dari ampas pala menggunakan Response Surface Methodology.
Kondisi tersebut diacak dengan metode Box-Behnken sehingga menghasilkan 17 perlakuan. Pengaruh
kondisi ekstraksi terhadap rendemen dan indeks bias diidentifikasi dengan menggunakan aplikasi
software design expert. Rendemen dan indeks bias ditentukan masing-masing melalui perhitungan dan
analisis dengan menggunakan refraktometer. Nilai indeks bias yang paling tinggi pada eksperimen ini
adalah 1,4852. Kondisi optimum untuk menghasilkan rendemen tertinggi 14,5525% berada pada
temperatur 40oC, jumlah pelarut 200 ml, dan ukuran partikel -20+30 mesh. Optimasi dengan
menggunakan metode tersebut memperlihatkan bahwa parameter optimum diperoleh pada temperatur
35,86oC, jumlah pelarut 167,13 ml, dan ukuran partikel 10 mesh. Penelitian tersebut diharapkan akan
memberikan masukan mengenai efektifitas operasi dari segi biaya produksi yang dapat dimanfaatkan
oleh sentra produksi oleoresin pala.
Kata kunci: Ampas pala, ekstraksi, oleoresin, optimasi, response surface methodology.
ABSTRACT. Optimization of extraction parameter of oleoresin from nutmeg waste has been developed.
The waste could be alternative raw material of oleoresin to replace fresh nutmeg whose price is costly. So
far, nutmeg waste from volatile oil factory is not utilized maximally. Its utilization as product that has
additional value could be carried out by extraction method of nutmeg oleoresin. The research aims to
optimize oleoresin extraction condition (temperature, solvent amount, and particle size) from nutmeg
waste by using Response Surface Methodology. The condition is designed randomly by Box-Behnken
method to result in 17 experiment. The effect of extraction condition toward yield and index of refraction
is determined through calculation and analysis by using refractometer, respectively. The highest value of
index of refraction in the research is 1.4852. The optimum condition to result in the highest yield
14.5525% is at temperature of 40oC, solvent amount of 200 ml, and particle size of -20+30 mesh.
Optimization by using the method indicates that optimum parameter is obtained at temperature of
35.86oC, solvent amount of 167.13 ml, and particle size of 10 mesh. The research result is expected to
provide information on operational effectivity in the perspective of production cost that could be utilized
by production center of nutmeg oleoresin.
Keywords: Extraction, nutmeg waste, oleoresin, optimization, response surface methodology.
1
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 1-8
2
Darmadi. dkk Optimasi Parameter Ekstraksi….
Aplikasi RSM yang paling luas adalah untuk tiga variabel independen yang
dalam situasi dimana beberapa variabel digunakan dalam penelitian ini.
input secara potensial mempengaruhi
beberapa kinerja ukuran atau karakteristik
kualitas proses (Carley dkk., 2004). RSM (1)
merupakan teknik merancang perlakuan,
untuk membangun model yang Dimana, βo, βi, βii, dan βij merupakan
memungkinkan orang menilai pengaruh koefisien regresi, yang nilainya dapat
beberapa faktor terhadap respon yang diestimasi dengan metoda kuadrat terkecil
diinginkan (Fakhri, 2014). Dibandingkan dan telah diuraikan di banyak literatur
dengan penggunaan metode “faktor satu statistik (Lazic, 2004).
dengan satu”, RSM jauh lebih baik karena
dalam RSM beberapa variabel proses 2. METODOLOGI
berinteraksi dengan yang lain secara
simultan (Anuar dkk., 2013). Banyak jenis Metode yang dilakukan pada
rancangan response surface yang digunakan penelitian ini adalah metode eksperimen
untuk optimasi seperti Central composite, ekstraksi oleoresin dari ampas pala
Doehlert, dan Box Behnken (Wani dkk., menggunakan pelarut etanol. Hubungan
2012). Myers dan Montgomery (2002) antar faktor penelitian yaitu temperatur
menjelaskan bahwa RSM dilakukan melalui ekstraksi X1 (30oC, 40oC, 50oC), jumlah
pemodelan matematis untuk pelarut X2 (150 ml, 200 ml, 250 ml), dan
menggambarkan hubungan variabel ukuran mesh partikel bahan X3 (-10+20,
independen dengan yang ditinjau. Dalam -20+30, -30+80) diacak menggunakan
permodelan biasanya digunakan model metode Box-Behnken yang menghasilkan
polinomial orde-dua, persamaan (1) 17 kali perlakuan tampak dalam Tabel 1.
menunjukkan model polinomial orde-dua
3
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 1-8
Ampas pala dibersihkan dari kotoran, suhu 40-60 oC dan tekanan 24 kPa,
dicuci, ditiriskan kemudian dikeringkan sehingga yang tertinggal hanyalah
dengan menjemur diterik matahari selama 4 oleoresin.
hari sehingga kandungan airnya mencapai Analisis yang dilaksanakan pada riset
10%. Selanjutnya dihaluskan dengan Ball ini meliputi dua tahap yaitu analisis ampas
Mill dan diayak dengan Sieve Vibrator. pala sesuai ukuran partikel antara mesh,
Ampas pala yang telah disiapkan sebanyak yang berupa analisis kadar air, dan analisis
50 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer oleoresin yang meliputi analisis bobot jenis,
500 ml dan ditambahkan sejumlah pelarut rendemen (Y1), dan indeks bias (Y2)
yang sesuai dengan hasil korelasi variabel- oleoresin pala. Pengaruh masing-masing
variabel melalui Design Expert 7. Pelarut variabel operasi terhadap variabel analisis
yang digunakan yakni etanol pro-analysis (respon) akan dipelajari menggunakan
(100%). Sampel diaduk dengan aplikasi software Design Expert.
menggunakan Magnetic Stirrer dan Rendemen dari setiap perlakuan
temperatur ekstraksi diatur dengan diperoleh menggunakan persamaan 2, dan
menggunakan Hot Plate sesuai variabel indek bias dianalisis dengan menggunakan
percobaan serta dijaga tetap. Selanjutnya refraktometer.
dipanaskan sampai suhu sesuai dengan
variabel perlakuan selama 3 jam. Kemudian berat oleoresin
Rendemen x 100%
disaring dengan kertas saring menggunakan berat ampas pala (2)
pompa vakum (2FJ – 1B Vaccum Pump).
Filtrat hasil dari penyaringan masih 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
mengandung pelarut etanol sehingga
dilakukan pemurnian dengan cara diuapkan Setelah dilakukan eksperimen dan
menggunakan alat Vacuum Rotary analisis, data hasil eksperimen response
Evaporator (Eyela N-1001 series) pada surface ditampilkan pada Tabel 2.
4
Darmadi. dkk Optimasi Parameter Ekstraksi….
5
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 1-8
titik optimum untuk indeks bias berbeda namun tetap saja sekitar 30% pelarut akan
posisinya dengan rendemen. Titik optimum hilang. Pelarut yang digunakan pada
untuk indeks bias berada pada lingkaran eksperimen ini adalah adalah etanol
terluar dari grafik. yang harganya relatif mahal, sehingga
Persamaan kuadratik untuk rendemen apabila penggunaan etanol tidak
yang diperoleh dengan menggunakan diminimumkan maka semakin besar biaya
Response Surface Methodology adalah: yang dikeluarkan. Untuk ukuran partikel,
Y1 = -34,568 + 1,652X1 + 0,163X2 – 0,1285X3 semakin kecil ukurannya maka semakin
– 0,0205X12 – 0,000392X22 + besar energi dan biaya operasional yang
2
0,003544X3 – 0,0000334X1X2 + diperlukan disamping teknis pengerjaannya
0,0004567 X1X3 + 0,0004567 X2X3 yang rumit. Oleh karena itu, dalam rangka
optimasi kondisi ekstraksi oleoresin,
Untuk Indeks Bias:
Y2 = 1,23 + 0,0084X1 + 0,00082X2 + rendemen (Y1) diharapkan diperoleh di atas
0,000166X3 – 0,000104X12 – 11,0125% mendekati 14,5525%, karena
0,000002X22 –0,0000007X32 + secara eksperimen rendemen terendah yang
0,0000001X1X2 + 0,000002 X1X3 + diperoleh adalah 11,0125% dan rendemen
0,0000004X2X3 tertinggi adalah 14,5525%.
Indeks bias (Y2) berada dalam
dimana Y1 = rendemen, Y2 = Indeks Bias, range 1,472-1,486 pada kondisi temperatur
X1 = temperatur, X2 = jumlah pelarut, X3 (X1) lebih kecil dari 50oC mendekati 30oC.
= ukuran partikel.
Jumlah pelarut (X2) lebih kecil dari 150 ml
Optimasi ini bertujuan untuk mendekati 250 ml demikian juga dengan
memperoleh kondisi operasi yang dapat ukuran mesh partikel (X3) lebih kecil dari
memberikan kualitas oleoresin yang baik 30 mesh mendekati 10 mesh.
dengan biaya operasional, waktu yang Dengan menggunakan data hasil
minimum, dan teknis yang sederhana. eksperimen, batasan dapat dituliskan secara
Kualitas oleoresin ditentukan oleh matematika:
rendemen dan indeks bias yang maksimum. 11,0125 % ≤ Y1 14,5525 %
Untuk menekan biaya operasi, maka 1,472 ≤ Y2 ≥ 1,486
temperatur dan jumlah pelarut untuk 30oC X1 ≤ 50oC
ekstraksi harus seminimum mungkin. 150 ml X2 ≤ 250 ml
Semakin besar temperatur yang 10 mesh X3 ≤ 30 mesh
dibutuhkan maka semakin besar energi Dengan memasukkan batasan tersebut
dan jumlah pelarut yang diperlukan ke dalam Persamaan 1 maka akan diperoleh
sehingga semakin banyak pelarut yang 7 solusi optimasi yang dapat dipilih sesuai
harus disediakan. Jumlah pelarut kriteria yang diharapkan. Keseluruhan
sebenarnya tidak terlalu dikhawatirkan solusi ini tampak dalam Tabel 3.
karena pelarut dapat di-recovery kembali
6
Darmadi. dkk Optimasi Parameter Ekstraksi….
7
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 1-8
8
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, Hal. 9-16
ABSTRAK. Ekstraksi protein dari bungkil inti sawit (BIS) telah dilakukan melalui 2 tahapan meliputi: 1)
protein dari BIS dilarutkan dengan menggunakan larutan alkali (NaOH) dan 2) protein dipisahkan
menggunakan teknik pengendapan dengan menambahkan asam klorida (HCl). Penelitian dilakukan
dengan menggunakan metode permukaan sambutan (Response Surface Methodology, RSM) untuk
mengkaji pengaruh interaksi variabel dalam ekstraksi yang terdiri dari rasio BIS/pelarut, temperatur dan
waktu dalam memperoleh konsentrat, rendemen dan recovery dari konsentrat protein yang optimal. Hasil
analisa RSM menunjukkan bahwa waktu dan temperatur memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
rendemen protein sementara rasio BIS/pelarut tidak berpengaruh signifikan. Kondisi optimum tercapai
pada rasio BIS/pelarut 1:50, temperatur 40 °C dan waktu 3 jam. Pada kondisi optimum sekitar 46%
protein dari BIS dapat diekstrak dengan rendemen 14,6% dan kadar protein dalam konsentrat sebesar
49,72%. Konsentrat protein mengandung asam amino dengan komponen terbesar adalah glutamat,
aspartat dan leusin masing-masing sebesar 11,04%; 5,69% dan 5,03%.
ABSTRACT. Extraction of protein from palm kernel cake (PKC) has been conducted via 2 step i.e. 1)
protein was dissolved using akaline solution (NaOH) and 2) protein was separated using precipitation
technique with added chloride acid (HCl). The research was conducted using Response Surface
Methodology (RSM) for study the effects of variable interaction includes the ratio of PKC and solvent,
temperature and time on extraction to obtaining the optimal of consentrate, yield and recovery. The
results of RSM analysis shows that the time of extration and temperature had a significant influence on
yield of protein while the ratio of PKC and solvent had not significant effect. The condition optimum was
reached at the ratio of PKC and solvent 1:50, temperature 40 °C and time 3 hours. At optimum
conditions about 46% protein can be extracted from the PKC with 14.6% yield and protein content in the
concentrate of 49.72%. Protein concentrate containing amino acids with the largest component is
glutamate 11.04%, aspartate 5.69% and leucine 5.03%.
9
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, Hal. 9-16
10
Hasrul Abdi Hasibuan dan Anny Sartika Daulay Ekstraksi Protein dari….
Variabel yang diamati pada tahap 2.3.1 Analisa kadar protein (Apriyantono,
optimasi ini adalah rasio BIS dan pelarut, 1989)
waktu dan temperatur. Data kadar protein,
rendemen dan recovery dianalisis Kadar protein ditentukan
menggunakan regresi multiple dengan menggunakan metode Kjeldahl. Sampel
software Minitab versi 15 untuk memenuhi sebanyak 0,1 g ditambahkan 0,2 g
persamaan polinomial orde tiga sebagai katalisator campuran selenium (950 gram
berikut: Na2SO4 kering, 15 gram CuSO4.5H2O dan
y = b0+bi xi + bii xii2 + biii xiii3 + bij xi xj +
20 g selenium) dan 10 ml H2SO4 pekat
bijk xi xj xk (1) kemudian didestruksi selama ± 2 jam.
Setelah dingin, ke dalam campuran
dimana: ditambahkan akuades 100 ml. Ke dalam
y = variabel respon yang diukur tabung destilasi dimasukkan 20 ml filtrat
yaitu % konversi asam lemak dan ditambahkan 3 ml larutan NaOH 15 %.
b = konstanta Destilat ditampung ke dalam Erlenmeyer
bi = koefisien linier yang berisi 5 ml asam boraks (H3BO3) serta
bii = koefisien kuadratik larutan indikator campuran merah metil dan
biii = koefisien pangkat tiga bromkresol hijau. Destilat dititrasi dengan
bij dan bijk = koefisien diagonal HCl 0,01 N hingga larutan menjadi merah
jambu.
2.3 Karakterisasi Konsentrat Protein
(2)
Konsensentrat protein yang dihasilkan
dari kondisi proses optimum dikarakterisasi
dimana:
meliputi kadar protein, kadar air, kadar
VC = Volume contoh
serat, kadar lemak dan komposisi asam
VB = Volume blanko
amino. Metode analisa parameter tersebut
FP = Faktor pengenceran
dijelaskan sebagai berikut:
11
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, Hal. 9-16
2.3.2 Analisa kadar air (SNI 01-3182-1992) memastikan seluruh heksan teruapkan labu
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu
Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke 105 °C selama ± 1 jam. Setelah itu
dalam cawan kemudian dikeringkan dalam dinginkan di dalam desikator selama 1 jam
oven pada suhu 105 ºC selama 5 jam. dan ditimbang (b gram).
Setelah waktu tercapai, sampel didinginkan
dalam desikator selama 30 menit kemudian (5)
dtimbang hingga diperoleh berat konstan.
% (3) 2.3.5 Analisa komposisi asam amino
12
Hasrul Abdi Hasibuan dan Anny Sartika Daulay Ekstraksi Protein dari….
13
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, Hal. 9-16
3.2 Pengaruh Rasio BIS/Pelarut dan dengan rasio BIS/pelarut pada level 0 (1:40)
Waktu Ekstraksi dengan waktu ekstraksi 0 hingga 1 (2
hingga 3 jam). Rendemen yang diperoleh
Hasil analisa tiga dimensi seperti yang pada kondisi tersebut diprediksikan
tertera pada Gambar 1 menunjukkan bahwa mencapai 16% walaupun pada percobaan
waktu ekstraksi berpengaruh lebih hanya diperoleh < 14%. Kondisi ini
signifikan dibandingkan rasio BIS/pelarut bukanlah merupakan keadaan optimum
terhadap rendemen protein. Rendemen karena kadar protein yang dihasilkan dan
protein akan meningkat seiring dengan recovery-nya relatif lebih rendah masing-
peningkatan waktu esktraksi hingga level 1 masing adalah 46-47% dan 40%. Manakala
(3 jam) dan kemudian menurun pada level 2 pada rasio BIS/pelarut di level ≥1 (≥1:50),
(4 jam). Hal ini disebabkan oleh peningkatan temperatur hingga level ≥1 (≥3
meningkatnya waktu proses pemanasan jam) akan meningkatkan rendemen protein
hingga 3 jam menyebabkan endoprotein secara nyata.
terputus dan keluar dari ikatan lemak.
Dengan peningkatan waktu pemanasan
lebih dari 3 jam protein akan terdegradasi
yang menyebabkan kadarnya semakin
rendah.
Pada rasio BIS/pelarut tinggi, peluang
rendemen protein juga tinggi karena
kelarutan protein akan semakin tinggi.
Rendemen protein maksimum dapat
diperoleh apabila rasio BIS/pelarut berada
pada level 1 (1:50) dengan waktu ekstraksi
berada pada level 1 (3 jam). Pada kondisi Keterangan: kode level dari parameter dapat dilihat
reaksi ini, dapat diperoleh rendemen protein pada Tabel 1 dan Tabel 2
sebesar 14,6%.
Gambar 2. Kontur rasio BIS/pelarut dan
temperatur terhadap rendemen protein
14
Hasrul Abdi Hasibuan dan Anny Sartika Daulay Ekstraksi Protein dari….
rendemen protein dan tampak jelas pada 49,72 % dan nilai ini mendekati hasil yang
temperatur tinggi. Hal ini terjadi karena diperoleh oleh Manaf, 2008 (55-60 %) dan
sifat protein yang mudah terdegradasi oleh Nahrowi dkk., 2009 (50-55 %). Kadar air
panas. dan kadar lemak yang terkandung dalam
konsentrat protein masing-masing sebesar
5,99 % dan 33,12 %. Sementara itu,
konsentrat protein tidak mengandung kadar
serat. Menurut SNI 01-3930-2006,
persyaratan mutu pakan untuk anak ayam
ras pedaging (broiler starter) adalah
mengandung kadar serat maksimum 6 %.
Selain tidak mengandung serat, konsentrat
protein mengandung asam amino dengan
komponen tertinggi yaitu asam glutamat
(11,04%) diikuti oleh aspartat 5,69 %,
Keterangan: kode level dari parameter dapat dilihat leusin 5,03 % dan valin 4,96 %.
pada Tabel 1 dan Tabel 2
Gambar 3. Kontur waktu ekstraksi dan 4. KESIMPULAN
temperatur terhadap rendemen protein
Bungkil inti sawit (BIS) merupakan
3.5 Karakterisasi Protein Konsentrat produk samping dari pengolahan minyak
inti sawit yang mengandung protein, lemak,
Tabel 5. Karakteristik konsentrat protein dari serat dan air. Protein dalam BIS dapat
BIS diekstrak dengan teknik pengendapan
Karakteristik Protein hasil penelitian ini menggunakan pelarut NaOH yang
Kadar protein (%) 49,72 kemudian diendapkan menggunakan HCl
Kadar air (%) 5,99 hingga diperoleh pH 3,5. Waktu dan
Kadar lemak (%) 33,12 temperatur memberikan pengaruh yang
Kadar serat (%) 0 signifikan terhadap ekstraksi protein
sementara rasio BIS/pelarut tidak
Alanin (%) 4,38
berpengaruh signifikan. Kondisi optimum
Arginin (%) 4,30
tercapai pada rasio BIS/pelarut 1:50,
Aspartat (%) 5,69 temperatur 40 °C dan waktu 3 jam. Pada
Glutamat (%) 11,04 kondisi optimum sekitar 46% protein dari
Glysin (%) 3,53 BIS dapat diekstrak dengan kadar protein
Histidin (%) 0,66 dalam konsentrat sebesar 49,72%.
Isoleusin (%) 3,14 Konsentrat protein mengandung asam
Leusin (%) 5,03 amino esensial dan non esensial dengan
kandungan tertinggi adalah asam glutamat.
Lysin (%) 0,25
Metionin (%) 0,71 DAFTAR PUSTAKA
Phenil Alanin (%) 2,44
Serin (%) 2,45 Alimon, A.R. 2004. The Nutritive Value of Palm
Tyrisin (%) 1,15 Kernel Cake for Animal Feed. Palm Oil
Developments. No. 40:12-17.
Valin (%) 4,96 Amri, M. 2006. Uji Biologis Pemakaian Bungkil
Inti Sawit dan Produk Bungkil Inti
Karakteristik konsentrat protein Sawit Fermentasi dalam Pakan Ikan
disajikan pada Tabel 5. Kadar protein yang Mas Dibandingkan Pakan Komersil.
terkandung pada konsentrat protein yang Jurnal Dinamika Pertanian. 21(2): 151-
dihasilkan pada kondisi optimum sebesar 156. ISSN 0215-2525.
15
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, Hal. 9-16
Apriyantono, A. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Manaf, F.Y.A. 2008. Process for Palm Kernel
Departemen Pendidikan dan Protein Extraction. Malaysian Palm Oil
Kebudayaan Direktorat Jenderal Board (MPOB). No. 383: Ministry of
Pendidikan Tinggi Pusat Antar Plantation and Commodities Malaysia.
Universitas Pangan dan Gizi IPB. MPOB. 2008. Bungkil Inti Sawit (BIS) as Animal
Arifin, B., Bono, A., Farm, Y.Y., Ling, A.L.L., Feed. Oil Palm/Palm Oil by Product
and Fui, S.Y. 2009. Protein Extraction Application. Product Series 9.
from Palm Kernel Meal. Journal of Nahrowi, I., Wiryawan, K.G., dan Setyono, A.
Applied Science. 9(17): 2996-3004. 2009. Produk Feed Additive dan
Badan Standardisasi Nasional. 2006. SNI 01- Konsentrat Protein Bungkil Inti Sawit
3930-2006: Pakan Anak Ayam Ras sebagai Upaya Diversifikasi Menuju
Pedaging (broiler starter). Jakarta. Ketahanan Pakan Unggas. Bogor:
Batubara, L.P., dan Krisnan, R. 2005. Penggunaan LPPM IPB Darmaga.
Bungkil Inti Sawit dan Lumpur Sawit Purba, A., dan Panjaitan, F. R. 2011. Integrasi
sebagai Pakan Tambahan untuk Sawit – Sapi: Pemanfaatan Bungkil Inti
Kambing Potong. Dalam Prosiding Sawit dan Pelepah Kelapa Sawit sebagai
Seminar Nasional Teknologi Peternakan Bahan Pakan Ternak. Presentasi pada
dan Veteriner. Deli Serdang: Loka Rapat Koordinasi Bahan Pakan Lokal –
Penelitian Kambing Potong. Direktorat Jenderal Peternakan dan
Dairo, F.A.S., and Fasuyi, A.O. 2008. Evaluation Kesehatan Hewan. Bogor. 3 Maret 2011
of Fermented Palm Kernel Meal and Shen, L.Q., Wang, X.Y., Wang, Z.Y., Wu, Y.H.,
Fermented Copra Meal Proteins as and Chen, J.S. 2008. Studies on Tea
Substitute for Soybean Meal Protein in Protein Extraction Using Alkaline and
Laying Hens. Journal Central European Enzyme Methods. J. Food Chem. 107:
Agriculture. 9(1): 35-44. 929-938.
Daulay, A. 2010. Karakterisasi Protein Wani, A.A., Sogi, D.S., Groverand, L., and
Konsentrat Hasil Ekstraksi dari Bungkil Saxena, D.C. 2006. Effect of
Inti Sawit Menggunakan Metode Temperature Alkali Concentration
Hidrolisis. Tesis. Universitas Sumatera Mixing Time and Meal Solvent Ratio on
Utara. the Extraction of Watermelon Seed
Iskandar, S., dan Sinurat, A.P. 2008. Bungkil Inti Protein a Respond Surface Approach. J.
Sawit Potensial untuk Pakan Ternak. Biosyst. Eng. 94: 67-73.
Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. 30(1). Bogor: Balai
Penelitian Ternak.
16
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 17-26
ABSTRAK. Prospek pengembangan teknologi pengolahan mi jagung kering sangat baik untuk
diimplementasikan kepada masyarakat. Peningkatan kapasitas produksi dibutuhkan agar layak secara
komersial. Peningkatan kapasitas produksi akan menyebabkan perubahan kondisi operasi yang
berpengaruh pada kesetimbangan bahan (neraca bahan) selama proses produksi. Neraca bahan menjadi
dasar perhitungan analisis finansial dan kelayakan usaha. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh peningkatan kapasitas produksi terhadap neraca bahan. Penelitian dilakukan
dengan mengukur bobot setiap bahan pada setiap tahapan proses. Peningkatan kapasitas produksi mi
jagung kering yang dilakukan adalah 3, 4, 5 dan 6 kg per batch. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rendemen produk akhir berikisar pada 63.3-64,5%. Peningkatan kapasitas produksi tidak mempengaruhi
neraca bahan pada tahapan peimbangan, pengukusan adonan pencetakan, pengeringan dan
pengemasan. Peningkatan kapasitas meningkatkan efisiensi pada tahapan pemadatan adonan dan
pengukusan mi, namun menurunkan efisiensi pada tahap mixing atau pencampuran.
Kata kunci: Peningkatan kapasitas, neraca bahan, mi jagung, pilot plant
ABSTRACT. Implementation of dried corn noodle processing technology is required to enrich corn
processing culture in our sociaty. However improvement of the process is still required to be
commercially feasible. In general, scale-up production capacity will affect the operating condition
specially to the material balance during the production process. Material balance used as a base in
finalcial analysis dan feasibility study. This research aimed to study the effects of production capacity
scale-up on material balance. In this study the weight of all material during corn noodle processing
stages are recorded. The increment of corn noodle production capacities are 3, 4, 5 and 6 kg per batch.
The results showed that final yields range from 63.3 to 64.5%. Production capacity scale-up is not
significantly affected material balance during row material weighing,dough steaming,sheeting-slitting,
drying and packaging. Production capacity scale-up increase the process efficiency during dough
compressing and noodle steaming stages, however decrease the mixing stage efficiency.
Keywords : Scale-up, material balance, corn noodle, pilot plant
17
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 17-26
pasar dan pemasaran, aspek teknis dan setiap aliran proses. Jika tidak terjadi
teknologis, aspek manajemen operasional perubahan kimia selama proses
dan aspek finansial (Zlokarnik, 2006). berlangsung, hukum konservasi massa tetap
Menurut Hulsey dan Maxwell (2009) digunakan sehigga bahan yang masuk (mA)
pilot plant adalah sebuah model tepatnya akan sama dengan bahan yang ke luar (mA)
diperkecil dari skala penuh proses atau di tambah dengan bahan di dalam proses
sistem manufactur. Pilot plant adalah (mA) (Olovan, 2011).
fasilitas kecil yang memproduksi sejumlah Jumlah bahan yang masuk dalam
kecil unit, yang dirancang untuk suatu proses pengolahan sama dengan
membuktikan atau menguji metode yang jumlah bahan yang keluar sebagai produk
dapat digunakan dalam memproduksi skala yang dikehendaki ditambah jumlah yang
penuh atau skala besar (Kamus Bisnis hilang dan yang terakumulasi dalam
Baron). Perbedaan mendasar pada skala peralatan pengolahan. Secara matematis,
laboratorium dan skala pilot plant terlatak prinsip kesetimbangan massa tersebut dapat
pada besarnya kapasitas produksi dan dinyatakan dengan persamaan 1 berikut
peralatan. dimana m adalah total bahan:
Peningkatan skala (scale up) kapasitas
produksi dari skala kecil (laboratorium) ke m-input = m-ouput + m-akumulasi (1)
skala pilot plant akan mengakibatkan dalam hal ini:
perubahan kondisi operasi (waktu, suhu) m-input : jumlah bahan masuk
dan faktor input seperti kebutuhan peralatan m-output : jumlah bahan keluar
dan penanganan bahan baku agar dapat m-akumulasi : bahan yang tersimpan dalam sistem.
optimal pada skala pilot plant. Dalam
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 2. METODOLOGI
pengaruh peningkatan kapasitas produksi 2.1 Bahan dan Alat
terhadap neraca bahan bahan. Perhitungan
dan analsiis neraca bahan bahan penting Bahan yang digunakan adalah tepung
untuk dilakukan karena merupakan data jagung, tapioka, guargum, garam, dan air.
dasar perhitungan analisis kelayakan Alat yang digunakan adalah neraca digital,
finansial proses produksi mi jagung serta planetary mixer, pemadat adonan, pencetak
untuk menentukan jumlah bahan dalam mi, steam box, dan sealer
setiap aliran proses yang berguna dalam
perumusan, evaluasi komposisi akhir, 2.2 Metode
rendemen, efisiensi, dll (Anonimous,
2014). Kegiatan penelitian ini dilakukan
Perhitungan dan analisis neraca bahan dengan tahapan:
didasarkan pada konsep kesetimbangan 2.2.1 Pembuatan mi kering jagung
massa, yang merupakan parameter
pengendali dalam proses penanganan Proses pembuatan mi kering jagung
(khususnya dapat dipakai untuk mengetahui adalah penimbangan bahan, pencampuran 1
hasil yang diperoleh dari suatu proses). yaitu 70% dari bahan tepung (tepung jagung
Massa bahan yang melewati operasi dan tapioka), pengukusan, pencampuran 2
pengolahan dapat dijelaskan melalui (adonan setelah dikukus ditambah 30% dari
kesetimbangan massanya. Kesetimbangan sisa tepung), pemadatan adonan, pembuatan
massa digunakan untuk mengetahui keluar- lembaran dan pencetakan mi (pembentukan
masuknya (inflow - outflow) bahan dalam untaian mi, pengukusan, pengeringan dan
suatu proses. Selain itu kesetimbangan pengemasan. Berikut diagram alir proses
massa juga digunakan untuk menetapkan pembuatan mi jagung kering (Indrianti dkk,
jumlah/kuantitas berbagai bahan dalam 2014).
18
Enny Sholichah, dkk Pengaruh Peningkatan…
19
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 17-26
Tabel 1. Neraca Bahan Bahan pada Tahap serta air. Tepung jagung dan tapioka tidak
Penimbangan Bahan dicampur semua di awal karena faktor yang
Kapasitas (kg)
berpengaruh terhadap karakteristik adonan
adalah tingkat gelatinisasi pati. Jumlah pati
3 4 5 6 tergelatinisasi yang kurang menyebabkan
BAHAN MASUK pengikatan terhadap adonan kurang. Hal ini
menyebabkan mi rapuh dan mudah patah.
Tep. Jagung (g) 2.700 3.600 4.500 5.400 Namun bila jumlah pati tergelatinisasi
Tep. Singkong (g) 300 400 500 600 berlebih maka adonan yang dihasilkan
menjadi lengket akibat banyaknya padatan
Guargum (g) 30 40 50 60
yang berdifusi keluar dari pati (Susilawati,
Garam (g) 30 40 50 60 2007).
Air (g) 1.590 2.120 2.650 3.180
Tabel 2. Tabel Neraca Bahan pada Tahap
Total (g) 4.650 6.200 7.750 9.300 Pencampuran I
BAHAN KELUAR Kapasitas (kg)
80 losses (g) 0 15 20 70
60
Total (g) 3.750 5.000 6.250 7.560
40
20 Losses (%) 0 0 0 1
0
3 4 5 6 Efisiensi proses (%) 100 100 100 99
ka pa sita s (kg)
Gambar 2. Efisiensi Proses pada Tahap 100 100 100 99
Penimbangan 100
80
presentase (%)
3.2 Pencampuran I 60
40
Proses pencampuran ini bertujuan 20
untuk menghidrasi tepung dengan air 0
sehingga dihasilkan adonan yang homogen 3 4 5 6
kapasitas (kg)
(Mediyanti, 2008). Tahap pencampuran I
dilakukan untuk mencampur 70% tepung Gambar 3. Efisiensi Proses Tahap
jagung dan tepung tapioka, guargum, garam Pencampuran I
20
Enny Sholichah, dkk Pengaruh Peningkatan…
60
cohesive memerlukan proses
40 25,5
pregelatinisasi sehingga terbentuk pati 16,6 12,6
20 6,6
tergelatinisasi yang berperan sebagai zat
0
pengikat dalam proses pembentukan 3 4 5 6
ka pa sita s (kg)
lembaran adonan. Proses pregelatinisasi
Efisiensi proses (%) Losses (%)
yang tepat akan menghasilkan gelatinisasi
yang cukup dengan pati tergelatinisasi Gambar 4. Losses dan Efisiensi Proses pada
menjadi zat pengikat antar granula pati di Tahap Pengukusan Adonan
dalam adonan. Jumlah pati tergelatinisasi
yang kurang menyebabkan pengikatan Pada tahap pengukususan, losses
terhadap adonan kurang. Hal ini bahan yang terjadi adalah air yang
menyebabkan mi rapuh dan mudah patah. menguap. Jumlah air yang menguap sangat
Namun bila jumlah pati tergelatinisasi dipengaruhi oleh kondisi operasi
berlebih maka adonan yang dihasilkan pelaksanaan peningkatan kapasitas. Waktu
menjadi lengket akibat banyaknya padatan yang digunakan untuk mengukus adonan
yang berdifusi keluar dari pati (Susilawati, adalah 30 menit. Seharusnya semakin
2007). Jumlah pati tergelatinisasi yang banyak jumlah bahan yang dikukus maka
kurang menyebabkan pengikatan terhadap jumlah air yang menguap semakin sedikit
adonan kurang. Hal ini menyebabkan mi karena uap air akan tertahan dalam adonan
rapuh dan mudah patah. Namun bila jumlah dan bereaksi dengan pati jagung maupun
pati tergelatinisasi berlebih maka adonan tapioka menyebabkan terjadinya proses
21
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 17-26
gelatinisasi pati. Tetapi pada kapasitas 5 kg 100 99,8 97,3 99,8 96,4
presentase (%)
80
22
Enny Sholichah, dkk Pengaruh Peningkatan…
Tabel 5. Neraca bahan pada Tahap Pemadatan berkisar 60oC atau masih panas. Kondisi ini
Adonan sangat mempengaruhi proses pembentukan
Kapasitas (kg) lembaran. Menurut Putra (2008) jika adonan
yang digunakan sudah dingin akan
3 4 5 6
mengeras dan tidak bisa ditipiskan.
BAHAN MASUK Pencetakan mi dilakukan dengan
Adonan (g) 4.830 6.560 8.280 9.535
pembentukan lembaran melalui
pengepresan berulang-ulang. Mikrostruktur
Total (g) 4.830 6.560 8.280 9.535 adonan selama pengepresan menyebabkan
BAHAN KELUAR partikel endosperma bercampur menyusun
matriks dari protein sehingga menjadi lebih
Adonan (g) 4.770 6.278 8.005 9.480 homogen (Kruger, 1996). Setelah terbentuk
scrap (g) 0 0 0 0 lembaran, kemudian dicetak menghasilkan
untaian mi jagung menggunakan roll
Losses (g) 60 282 275 55
pemotong. Neraca bahan serta kurva losses
Total (g) 4.830 6.560 8.280 9.535 bahan dan efisiensi proses pada tahap
pencetakan mi ditunjukkan pada Tabel 6
Losses (%) 1,2 4,3 3,3 0,6
dan Gambar 7.
Efisiensi proses (%) 98,8 95,7 96,7 99,4
Tabel 6. Neraca Bahan pada Tahap
Pencetakan Mi
100 98,8 95,7 96,7 99,4
Kapasitas (kg)
presentase (%)
80
60 3 4 5 6
40
BAHAN MASUK
20
1,2 4,3 3,3 0,6
0
Adonan (g) 4.830 6.287 8.005 9.480
3 4 5 6
kapasitas (kg) Total (g) 4.830 6.287 8.005 9.480
Efisiensi proses (%) Losses (%)
BAHAN KELUAR
Gambar 6. Kurva Losses dan Efisiensi Proses
Mi mentah (g) 4.491 6.084 6.543 8.795
Pemadatan Adonan
scrap (g) 0 0 0 0
Berdasarkan tabel 5 dan gambar 6,
Losses (g) 339 203 1.462 685
peningkatan kapastitas produksi cenderung
mengurasi losses bahan dan meningkatkan Total (g) 4.830 6.287 8.005 9.480
efisiensi proses pemadatan adonan. Hal ini
Losses (%) 7,0 3,2 18,3 7,2
dikarenakan jumlah bahan yang tertinggal
pada alat relatif tetap dan tidak dipengaruhi Efisiensi proses (%) 93,0 96,8 81,7 92,8
oleh kapastitas produksi. Sehingga
peningkatan kapasitas justru meningkatkan 100 93,0 96,8 92,8
81,7
efisiensi proses pemadatan adonan. Adonan 80
presentase (%)
Adonan dicetak secara langsung dari Gambar 7. Losses dan Efisiensi Proses
Pencetakan Mi
pemadatan adonan dimana suhu adonan
23
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 17-26
67,7 69,5
0
BAHAN KELUAR
3 4 5 6
ka pa sita s (kg) Mi kering (g) 2.935 4.012 4.970 5.920
Efisiensi proses (%) Losses (%)
scrap (g) 0 0 0 0
Gambar 8. Losses bahan dan Efisiensi proses
Losses (g) 1.556 1.928 1.572 2.845
Pengukusan Mi
Total (g) 8.765 5.940 6.542 8.765
Tabel 7 dan Gambar 8 menunjukkan Losses (%) 32,5 32,5 24,0 32,5
losses bahan pada proses pengukusan mi
adalah air yang menguap. Efisiensi Efisiensi proses (%) 67,5 67,5 76,0 67,5
24
Enny Sholichah, dkk Pengaruh Peningkatan…
80
presentase (%)
3.9 Pengemasan 60
40
Pengemasan bertujuan untuk
20
melindungi produk dari cemaran baik fisik, 0,4 0,3 0,3 0,6
0
kimia maupun mikroba. Selain itu 3 4 5 6
25
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 17-26
ditambahkan dalam proses sebanyak 35% Indrianti, N. 2012. Optimasi Proses, Kelayakan
dan sebagian besar menguap pada proses Teknis dan Finansial Mi Jagung Instan.
pengeringan mi dan kadar air bahan baku Laporan Teknis. Balai Besar
Pengembangan Teknologi Tepat Guna-
yaitu tepung berkisar 7-10%. LIPI, Subang.
Indrianti, N., Sholichah, E., dan Darmayana, D.A.
65 64,5 2014. Proses Pembuatan Mi Jagung
63,7
Dengan Bahan Baku Tepung Jagung 60
64
Rendemen (%)
26
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 27-40
27
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 27-40
characteristic peaks (at 526 nm and 532 nm) were also found in the UV-Vis absorption spectrum of
AuNPs immobilized in the zeolite pores and AuNPs in the zeolite@AuNPs@MET composite, respectively.
FTIR measurements of mercaptoethanol ligand showed the presence of a peak at 2550 cm-1 region
indicating SH functional groups, which disappeared after modification of zeolite@Au with MET ligand,
indicated the –SH bond was broken and the remained –S was attached to AuNPs. All of the
characterization revealed the success of the composite material preparation, which is an interesting
material expected to have highly potential as a heavy metal ion adsorbent.
Keywords: Adsorbent, bioreductor, binahong leaf, synthesis, zeolite@AuNPs@MET.
28
Nurdiani, dkk Sintesis Adsorben Zeolit
tersebut, ekstrak daun binahong (Anredera jam pada suhu 700C. Setelah diaduk, zeolit
cordifolia) berpotensi sebagai bioreduktor diendapkan selama 24 jam. Endapannya
karena mempunyai kandungan flavonoid dicuci kembali dengan menggunakan
golongan flavonol sebesar 11,263 mg/kg akuabides, diaduk selama 1 jam pada suhu
daun binahong basah dan mempunyai sifat 700C dan diendapkan selama 24 jam.
antioksidan total yang ditetapkan dengan Endapan yang terbentuk kemudian
metode FRAP (Ferric Reducing dikeringkan pada suhu 1050C selama 2 jam.
Antioxidants Power) dengan nilai Tahapan pencucian ini dilakukan sebanyak
4,25mmol/100g daun binahong basah tiga kali.
(Selawa et al. 2013). Aktivasi zeolit secara kimia
Berdasarkan hasil kajian yang telah menggunakan asam klorida 0,05 M dengan
dilakukan terhadap berbagai penelitian perbandingan 1 : 3, lalu diaduk selama satu
sebelumnya maka pada penelitian ini akan jam pada suhu 700C dan diendapkan selama
dilakukan modifikasi zeolit alam dengan 24 jam. Selanjutnya disaring dan dicuci
nanopartikel emas yang disintesis dari dengan akuabides sampai dengan pH filtrat
prekursor ion Au menggunakan bioreduktor 7. Endapan yang terbentuk dikeringkan
ekstrak daun binahong dan distabilisasi pada suhu 1050C selama 2 jam. Aktivasi
dengan ligan merkaptoetanol (MET). dengan basa encer menggunakan NaOH
Nanopartikel emas disintesis secara in situ 0,05 M (perbandingan 1 : 3) dan
di dalam rongga zeolit dengan diperlakukan sama seperti pada aktivasi
menggunakan bioreduktor ekstrak daun dengan asam encer.
binahong, diamati pengaruh ragam Zeolit yang telah kering kemudian
preparasi ektrak, pemanasan dan dicuci dengan NaCl 1 M lalu diaduk dengan
penggunaan gelombang mikro. pengaduk bermagnet selama 6 jam pada
suhu 700C dan diendapkan semalaman
2. METODOLOGI kemudian endapan dikeringkan pada suhu
1050C. Selanjutnya zeolit dikalsinasi selama
2.1 Bahan dan Alat 2 jam pada suhu 3000C. Zeolit yang telah
aktif dikarakterisasi menggunakan FTIR,
Bahan yang digunakan adalah zeolit XRD, TEM, EDX, dan diukur nilai
alam asal Bayah, ekstrak daun binahong, kapasitas tukar kationnya dengan
logam emas, 99,99 % (PT Antam Tbk), menggunakan metode sesuai dengan
akuabides, HCl (Merck), ligan Permentan No. 02/Pert/HK.060/2/2006.
merkaptoetanol (Merck).
Alat-alat yang digunakan antara lain 2.2.2 Optimasi Sintesis Nanopartikel Au
saringan 200 mesh, neraca analitik, dengan Ekstrak Daun Binahong
pengaduk bermagnet, erlenmeyer, botol (Modifikasi Rajeshkumar et al. 2013)
serum, pipet volumetri, buret, microwave
CT 2668Y, Spektrofotometer UV-Visibel Sampel daun binahong ditimbang
Analytik Jena, XRD GBC Emma, EDX sebanyak 50 gram, dipotong-potong
Bruker, PSA Vasco, TEM Jeol 1400, FTIR kemudian dipanaskan pada suhu 700C
Bruker, dan alat-alat gelas lainnya. dengan akuabides 100 mL selama 15 menit.
Ekstrak yang diperoleh kemudian disaring
2.2 Metode Penelitian sampai mendapat filtrat sebanyak 50 mL.
Untuk mengetahui kandungan ekstrak
2.2.1 Aktivasi Zeolit dianalisis kandungannya dengan uji
fitokimia. Prosedur untuk mendapatkan
Zeolit diaktivasi dengan cara ekstrak daun binahong merupakan hasil dari
mencucinya dengan akuabides uji pendahuluan mendapatkan formula
(perbandingan 1: 3) lalu diaduk selama satu ekstrak daun binahong. Formula terbaik
29
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 27-40
ditetapkan berdasarkan yang terbanyak dalam gelas piala berisi 0,1 gram
menghasilkan nanopartikel Au pada uji zeolit@AuNPs kemudian diaduk selama 6
optimasi sintesis nanopartikel Au. jam dan diendapkan selama 24 jam. Setelah
Uji pendahuluan optimasi sintesis 24 jam, endapan dikeringkan pada suhu
nanopartikel Au dimulai dari pemilihan 1050C. Zeolit@AuNPs@MET yang
teknik pembuatan bioreduktor (model daun diperoleh dikarakterisasi dengan FTIR dan
dipotong, ditumbuk, dan daun utuh) dengan spektrofotometer UV Visibel.
dua model maserasi (maserasi dengan
pemanasan dan tanpa pemanasan). Tahapan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
selanjutnya penentuan formulasi
perbandingan bobot daun binahong dengan 3.1 Karakterisasi Zeolit
pelarut akuabides dan tahapan terakhir
adalah percepatan sintesis nanopartikel Au Untuk melihat jenis penyusun zeolit
dengan menggunakan teknik pemanasan dilakukan analisis dengan XRD. Penyidikan
gelombang mikro. terhadap sidik jari struktur kristal zeolit
dilakukan melalui perbandingan parameter
2.2.3 Imobilisasi dan Sintesis Nanopartikel nilai d dan intensitas relatif hasil
Au pada Zeolit pengukuran dengan zeolit standar.
Pembandingan zeolit dilakukan dengan data
Sebanyak 15 mL larutan Au 0,4 mM zeolit standar yang ada dalam Joint
dipipet ke dalam gelas piala berisi 1 gram Committee on Power Diffraction dan
zeolit aktivasi, larutan diaduk satu jam Collection of Simulated XRD Powder
kemudian ditambahkan 15 mL filtrat Patterns for Zeolites (JCPDS). Bila puncak-
ekstrak daun binahong dan 15 mL NaOH puncak difraktogram atau nilai d memiliki
0,05 N lalu dimasukkan ke dalam kemiripan dengan zeolit standar berarti
microwave selama 2 menit. Pengadukan produk yang dihasilkan sama dengan
dilakukan selama 6 jam dan diendapkan standar. Hasil penyidikan struktur terhadap
selama 24 jam. Selanjutnya campuran puncak-puncak difraktogram zeolit
disentrifuge, fase padatan dikeringkan menyerupai puncak-puncak struktur pada
dalam oven pada suhu 1050C selama 1 jam. pola difraksi dari klinoptilolit, heulandite,
Zeolit@AuNPs yang diperoleh dan mordenit sehingga dapat dipastikan
dikarakterisasi dengan XRD, EDX, TEM, bahwa zeolit yang digunakan dalam
PSA, FTIR dan Spektrofotometer UV penelitian ini merupakan campuran dari
Visibel. klinoptilolit, heulandit, dan mordenit
dengan komposisi terbanyak adalah
2.2.4 Penanaman Ligan Merkaptoetanol
klinoptilolit (Gambar 1a) dan morfologi dari
(MET) pada Zeolit@AuNPs
zeolit aktivasi dari hasil pembacaan TEM
Sebanyak 10 mL larutan nampak pada Gambar 1b.
merkaptoetanol (MET) 0,4 mM dipipet ke
(a) (b)
Gambar 1 Hasil pembacaan (a) XRD zeolit aktivasi (b) TEM zeolit aktivasi (perbesaran 80000x)
30
Nurdiani, dkk Sintesis Adsorben Zeolit
Aktivasi zeolit secara fisika dan kimia akan (intermediate silica zeolite) yang
mengubah ciri (karakteristik) seperti menunjukkan bahwa kapasitas tukar
kapasitas adsorpsi dan nilai tukar kation kationnya relatif besar.
(KTK). Hasil pengujian KTK menunjukkan
adanya peningkatan setelah aktivasi yaitu 3.2 Optimasi Sintesis Nanopartikel Au
dari 60,89 meq/100g menjadi 94,60
meq/100g. Nilai KTK zeolit berdasarkan Keberhasilan sintesis nanopartikel Au
SNI 13-3494-1994 dinyatakan lolos uji oleh bioreduktor ekstrak daun binahong
mutu jika nilainya 100 meq/100g sedangkan dipengaruhi ketepatan dalam optimasi
berdasarkan Permentan No. 02/Pert/HK. pembuatan ekstrak daun binahong. Uji
060/2/2006 adalah 80 meq/100 g. KTK pendahuluan optimasi sintesis nanopartikel
zeolit dinyatakan tinggi jika nilainya Au dimulai dari pemilihan teknik
berkisar antara 80-200 meq/100 g dengan pembuatan bioreduktor (model daun
kandungan zeolit > 50% sedangkan apabila dipotong, ditumbuk, dan daun utuh) dengan
nilai KTK zeolit < 80 meq/100 g dinilai dua model maserasi (maserasi dengan
rendah dengan kandungan zeolit < 50% pemanasan dan tanpa pemanasan). Tahapan
(Jabri 2008). Jadi KTK zeolit aktivasi selanjutnya penentuan formulasi
tergolong tinggi karena mempunyai nilai perbandingan bobot daun binahong dengan
KTK 94,60 meq/100 g dengan kandungan pelarut akuabides dan tahapan terakhir
zeolit > 50%. Selain itu berdasarkan hasil adalah percepatan sintesis nanopartikel Au
pengukuran EDX, kandungan silika dan dengan menggunakan teknik pemanasan
alumina dalam zeolit mempunyai gelombang mikro. Hasil tahapan optimasi
perbandingan bobot Si/Al = 5,15 sehingga sintesis nanopartikel Au selengkapnya pada
zeolit Bayah digolongkan ke dalam zeolit Tabel 1.
dengan kandungan silika menengah
31
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 27-40
Hasil dari uji optimasi sintesis menunjukkan warna merah keunguan pada
nanopartikel Au, disimpulkan bahwa teknik serapan panjang gelombang maksimum 550
pembuatan bioreduktor yang terbaik adalah nm.
yang memberikan sintesis nanopartikel Au
dengan warna merah keunguan yaitu
ekstrak daun binahong dengan teknik daun
potong dengan maserasi pemanasan pada
suhu 700C (perbandingan bobot daun
binahong : akuabides 1 : 2) dengan bantuan
pemanasan gelombang mikro selama 2
menit untuk mempercepat sintesis
nanopartikel Au (Gambar 2b dan 2c). (a)
Penggunaan irradiasi gelombang mikro
memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan dengan tanpa pemanasan
yaitu tidak adanya gradien termal, serta
pemanasan yang homogen dalam seluruh
larutan yang bereaksi dan memungkinkan
terjadinya laju nukleasi yang tinggi,
sehingga didapatkan produk partikel yang
berukuran kecil dengan distribusi ukuran
yang sempit (Motshekga et al. 2012). (b) (c)
Dilihat dari segi efisiensi waktu, dengan Gambar 2. (a) Kurva perbandingan antara
menggunakan teknik gelombang mikro, larutan Au, bioreduktor binahong, dan
nanopartikel yang diinginkan dapat nanopartikel Au, (b) sintesis nanopartikel Au
terbentuk dalam jumlah signifikan dalam dengan gelombang mikro formulasi ekstrak
rentang waktu yang cukup singkat yaitu binahong 1:2, (c) sintesis nanopartikel Au
dalam skala menit dan dalam percobaan ini dengan gelombang mikro formulasi ekstrak
sintesis nanopartikel Au dilakukan hanya binahong 1:5
dalam waktu 2 menit.
Keberhasilan sintesis nanopartikel Au Reduksi Au3+ menjadi Au0
dengan bioreduktor ekstrak daun binahong menggunakan bioreduktor ekstrak daun
selain dibuktikan dengan perubahan warna binahong dalam sistem larutan nampak
dari larutan Au yang awalnya berwarna sebagai perubahan warna dari bening
kuning menjadi nanopartikel Au yang menjadi larutan berwarna merah keunguan.
berwarna merah keunguan, juga dibuktikan Terbentuknya warna merah tersebut karena
dengan perubahan nilai serapan maksimum adanya surface plasmon resonance (SPR)
untuk larutan Au dari 214 nm menjadi 537 pada daerah visibel. SPR terjadi akibat
nm untuk nanopartikel Au (Gambar 2a). Hal osilasi elektron pita konduksi dari
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan nanopartikel emas akibat terjadinya iradiasi
oleh Kumar et al. (2012) yang berhasil cahaya visibel yang berkorelasi dengan
mensintesis nanopartikel emas dengan medan elektromagnetik dari cahaya yang
menggunakan ekstrak daun Amaranthus masuk (Daniel & Astruc 2004).
spinosus yang menunjukkan warna merah Nanopartikel yang berukuran kecil akan
keunguan pada serapan panjang gelombang mengabsorpsi cahaya pada spektrum biru
maksimum 535 nm dan Thirumurugan et al. hijau (400-500 nm), warna merah (700 nm)
(2010) yang berhasil mensintesis merupakan komplemennya sehingga dapat
nanopartikel emas dengan menggunakan terlihat mata. Hasil pengukuran TEM
ekstrak daun Azadirachta indica yang (Gambar 3), nanopartikel Au yang
dihasilkan terlihat berbentuk bulat
32
Nurdiani, dkk Sintesis Adsorben Zeolit
(spherical), namun distribusi nanopartikel menunjukkan pita yang kuat di 3577 cm-1,
Au belum merata dan posisinya masih 1477 cm-1, 1340 cm-1 dan 1052 cm-1 yang
berdekatan dengan ukuran nanopartikel Au masing-masing menunjukkan peregangan
berkisar dari 7,12 nm sampai dengan 14,45 O-H untuk vibrasi alkohol dan fenol,
nm. peregangan C-C untuk cincin aromatik,
peregangan C-N untuk amina aromatik dan
peregangan C-O untuk eter, alkohol, ester
dan asam karboksilat. Spektrum FTIR
nanopartikel emas menunjukkan
pengurangan pita di daerah 3585 cm-1, 1476
cm-1, 1317 cm-1 dan 1050 cm-1 yang
masing-masing menunjukkan peregangan
O-H untuk vibrasi alkohol dan fenol,
Gambar 3 Karakterisasi TEM nanopartikel Au peregangan C-N untuk amina aromatik,
(perbesaran 80000x) peregangan C-O untuk eter, alkohol, ester
dan asam karboksilat (Gambar 4). Hasil
Au diketahui sangat tidak reaktif. analisis FTIR, disimpulkan bahwa
Sifat ini ditunjukkan karena posisinya biomolekul yang memiliki kelompok
dalam deret elektrokimia mempunyai nilai fungsional alkohol, ester, fenol, amina dan
potensial reduksi standar reaksi reduksi Au+ eter dapat mengikat permukaan logam dan
menjadi Au adalah +1,69 volt sedangkan berperan dalam proses reduksi nanopartikel
nilai potensial reduksi standar untuk reaksi Au.
reduksi Au3+ menjadi Au adalah +1,40 volt.
Kedua nilai ini merupakan nilai yang cukup Tabel 2. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun
Binahong (Anredera cordifolia)
positif untuk menunjukkan emas termasuk
unsur yang sangat tidak reaktif dan sangat Contoh Kandungan Hasil
mudah untuk direduksi sehingga tidak
Ekstrak Daun Saponin +++
diperlukan reduktor kuat seperti NaBH4
Binahong Tanin ++
tetapi cukup dengan reduktor yang lemah (Anredera Flavonoid ++
seperti bioreduktor dari ekstrak tanaman. cordifolia) Steroid +
Ekstrak daun binahong mengandung banyak
senyawaan polifenol, flavonoid golongan
flavonol sebesar 11,263 mg/kg daun
binahong basah dan mempunyai sifat
antioksidan total sebesar 4,25 mmol/100g
daun binahong basah sehingga mempunyai
kemampuan sebagai bioreduktor (Selawa et
al. 2013). Uji fitokimia pada filtrat ekstrak
daun binahong menunjukkan adanya
kandungan saponin,tanin, flavonoid, dan Gambar 4 Spektrum FTIR untuk ekstrak daun
steroid (Tabel 2). Senyawa metabolit binahong dan nanopartikel Au
sekunder seperti saponin, tanin, flavonoid
dan steroid memiliki aktifitas sebagai 3.3 Imobilisasi dan Sintesis
antioksidan sehingga mempunyai Nanopartikel Au pada Zeolit
kemampuan mereduksi Au menjadi Au0.
3+
33
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 27-40
binahong di dalam rongga zeolit. Ilustrasi sangat kecil karena konsentrasi Au yang
tahapan ini digambarkan pada Gambar 5a. digunakan dalam penelitian ini sangat
Keberhasilan imobilisasi nanopartikel Au ke rendah yaitu 0,006 mmol/gram. Hasil
dalam zeolit juga dibuktikan dengan pengukuran EDX zeolit aktivasi dengan
pengamatan secara visual bentuk fisik dari zeolit@AuNPs dapat dilihat pada Tabel 3.
zeolit aktivasi dengan zeolit@AuNPs yang
awalnya berwarna abu-abu kemudian Tabel 3 Hasil pengukuran EDX zeolit aktivasi
dengan zeolit@AuNPs
berubah menjadi merah muda keunguan Zeolit Zeolit@AuNPs
(Gambar 5b dan 5c). Berdasarkan sifat Jenis Atom
(% bobot) (% bobot)
perubahan warna nanopartikel Au maka Oksigen 53,72 51,64
dapat dipastikan zeolit telah terimobilisasi Natrium 2,40 0,85
dengan nanopartikel Au karena ciri dari Alumunium 5,77 6,21
warna nanopartikel emas mengabsorpsi Silikon 29,74 28,89
warna hijau dan memantulkan warna merah Kalium 1,96 4,72
keunguan (Daniel & Astruc 2004). Rubidium 6,16 6,40
Magnesium 0,25 0,41
Au 3+ Au 3+
Emas - 0,88
Au 3+ Au 3+ Total 100 100
34
Nurdiani, dkk Sintesis Adsorben Zeolit
(a) (b)
Gambar 7. (a) Hasil XRD pada spektrum gabungan zeolit aktivasi dan zeolit@AuNPs, (b) Hasil
XRD pada spektrum zeolit@AuNPs
(a)
35
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 27-40
(b)
Gambar 8. Kurva kestabilan dan pengamatan visual (a) nanopartikel Au dan (b) zeolit@AuNPs
(a) (b)
Gambar 9. Hasil karakterisasi PSA (a) nanopartikel Au pH 6 (b) nanopartikel Au pH 10
36
Nurdiani, dkk Sintesis Adsorben Zeolit
37
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 27-40
Terjadinya ikatan S-Au pada Gambar 12 lepasnya molekul air selama proses aktivasi
ditandai dengan hilangnya puncak serapan zeolit alam dengan pemanasan/kalsinasi.
pada daerah 2550 cm-1 yang menunjukkan Adanya vibrasi ulur dan vibrasi tekuk dari
adanya interaksi gugus S-H. Dengan kata Si-O dan Al-O menunjukkan adanya
lain gugus S-H dari merkaptoetanol telah kerangka aluminosilikat pada setiap sampel.
putus dan S berikatan dengan nanopartikel Gugus O-Si-O atau O-Al-O menunjukkan
Au yang terimobilisasi dalam zeolit. susunan kerangka zeolit, sehingga dapat
dipastikan bahwa batuan abu-abu yang
berasal dari Bayah tersebut merupakan
suatu zeolit (Gambar 13). Interpretasi dari
spektra zeolit aktivasi dipaparkan pada
Tabel 4.
38
Nurdiani, dkk Sintesis Adsorben Zeolit
39
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 27-40
40
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 41-48
ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh dan menerapkan teknik baru penyulingan minyak
nilam rakyat serta mengkaji mutu dari minyak nilam yang dihasilkan. Pada penelitian ini bahan daun
nilam yang digunakan diperoleh dari petani Kabupaten Aceh Jaya. Ekstraksi menggunakan Rhizopus
oryzae 1% dari berat bahan, perbandingan air 1:5. Rendemen bahan baku daun kering sebesar 3,3%.
Rendemen bahan baku daun segar sebesar 2,1%. Rendemen pada penambahan Rhizopus oryzae 1,5%.
Pengujian mutu dilakukan berdasarkan syarat mutu minyak nilam (SNI 06-2385-2006). Kadar pachouli
alkohol pada ekstraksi daun kering sebesar 25,43%, ekstraksi daun segar sebesar 55,01% dan ekstraksi
pada penambahan Rhizopus oryzae sebesar 43,89%. Indeks bias yang diperoleh pada ekstraksi daun
kering sebesar 1,50642, ekstraksi daun segar sebesar 1,51071 dan ekstraksi pada penambahan Rhizopus
oryzae diperoleh sebesar 1,51281. Bobot jenis pada ekstraksi daun kering diperoleh sebesar 0,955,
ekstraksi daun segar 0,961 dan ekstraksi pada penambahan Rhizopus oryzae sebesar 0,966.
ABSTRACT . This study aims to acquire and apply new techniques patchouli oil refining the people and
assess the quality of patchouli oil produced. In this study, patchouli leaf materials used were obtained
from farmers Aceh Jaya. Extraction using Rhizopus oryzae 1% of the weight of the material, water ratio
of 1: 5. The yield of raw materials dried leaves is 3.3%. The yield of fresh leaves as raw material is 2.1%.
The yield on the addition of Rhizopus oryzae is 1.5%. Quality testing is done based on the quality
requirements of patchouli oil (SNI 06-2385-2006). Pachouli levels of alcohol in the extraction of dried
leaves at 25.43%, the extraction of fresh leaves at 55.01% and extraction in addition Rhizopus oryzae at
43.89%. The refractive index obtained in the extraction of dried leaves is 1.50642, 1.51071 for the
extraction of fresh leaves and extraction in addition Rhizopus oryzae obtained by 1.51281. Gravity of the
extraction of dried leaves obtained at 0.955, extraction of fresh leaf extract at 0.961 and in addition
Rhizopus oryzae at 0.966.
41
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 41-48
42
Meuthia Busthan dan Fitriana Djafar Ekstraksi Minyak Nilam …
penampakan minyak menjadi keruh. Akibat Variasi perbandingan air dan bahan yang
dari proses penyulingan yang tidak dilakukan pada penelitian pendahuluan
terkontrol baik suhu tinggi, lamanya adalah 1:3; 1:5; 1:7 dan variasi penambahan
penyulingan, penanganan paska ragi 0,5%; 1% dan 1,5%. Hasil rendemen
penyulingan, menyebabkan kadar patchouli penyulingan dari variasi diatas dapat dilihat
alkohol rendah dan kadar alpha copaenen pada Tabel 3.
sedikit lebih tinggi.
Tabel 2. Data hasil pengujian minyak nilam Desa Panga dibandingkan dengan SNI 06-2385-2006
Tabel 3. Hasil Penelitian Pendahuluan dengan variasi air dan bahan serta penambahan ragi terhadap
rendemen dan waktu penyulingan
Perbandingan air Lama Waktu
Penambahan Ragi Rendemen
No. dan bahan Penyulingan
(% berat bahan) (%)
(L) (Jam:Menit)
1 1:3 0,5 1,11 3:50
2 1:3 1 1,12 3:55
3 1:3 1,5 1,12 4:00
4 1:5 0,5 1,53 4:10
5 1:5 1 1,51 4:15
6 1:5 1,5 1,47 4:00
7 1:7 0,5 1,11 4:20
8 1:7 1 1,05 4:15
9 1:7 1,5 1,95 4:15
43
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 41-48
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa menguap dan tertinggal sebagai residu. Hal
rendemen minyak nilam yang terbesar ini disebabkan karena senyawa-senyawa
diperoleh pada variasi perbandingan air dan tersebut mempunyai berat molekul lebih
bahan 1 : 5 dan serta penambahan ragi 1% berat dan juga kelarutan dalam air yang
yaitu sebesar 1.50 %. Variasi penambahan kecil.
ragi tidak terlalu mempengaruhi persentasi Perbedaan warna yang cukup
rendemen yang dihasilkan. Hal ini dapat signifikan ini juga disebabkan oleh alat
dilihat pada Tabel 3, dimana hasil rendemen penyulingan yang digunakan. Pada
pada variasi perbandingan bahan dan air penyulingan rakyat, drum bekas masih
yang sama dan dengan penambahan ragi banyak digunakan sebagai drum
yang bervariasi tidak menampakan hasil penyulingan. Sebagian petani juga telah
yang terlalu berpengaruh. Sedangkan variasi memakai ketel penyulingan yang berbahan
perbandingan bahan dan air sedikit stainless stell. Pada ketel penyulingan
mempengaruhi jumlah rendemen minyak dengan proses pendinginan dua tahap yang
yang dihasilkan dan lama waktu dilakukan pada penelitian ini akan lebih
penyulingan. Waktu penyulingan menghasilkan minyak dengan warna yang
dipengaruhi oleh banyaknya larutan yang lebih cerah karena dapat mencegah proses
akan disuling. Dari tabel 3, hasil penelitian oksidasi yang cepat dan proses
pendahuluan dengan variasi air dan bahan pengembunan yang lebih sempurna.
serta penambahan ragi terhadap rendemen
dan waktu penyulingan, maka untuk
penelitian lanjutan variasi perbandingan
bahan dan air serta penambahan ragi yang
digunakan adalah perbandingan 1:5 dan 1%
ragi terhadap berat bahan.
Setelah melaksanakan penelitian
pendahuluan, variasi-variasi kegiatan
penelitian lanjutan, yaitu : memvariasikan
penggunaan bahan baku daun segar dan
bahan baku daun kering. Pengamatan
dilakukan terhadap warna, bobot jenis,
indeks bias, dan kadar pachoulli alkohol. (a) (b)
Gambar 1. Perbedaan warna minyak nilam awal
3.1 Warna (a) dan setelah proses penyulingan (b)
44
Meuthia Busthan dan Fitriana Djafar Ekstraksi Minyak Nilam …
jenisnya. Biasanya bobot jenis komponen Hasil pengujian indek bias terhadap
terpen teroksigenasi lebih besar nilam hasil penyulingan dengan adanya
dibandingkan dengan terpen tak fermentasi Rhizopus oryzae 1% dan
teroksigenasi. perbandingan bahan dan air 1 : 5, yaitu
Nilai bobot jenis yang distandarkan sebesar 1,51281. Indeks bias terhadap
dalam SNI 06-2385-2006 adalah 0,950 – penyullingan berbahan baku daun segar
0,975. Nilai bobot jenis dari minyak nilam adalah 1,51071 dan indeks bias hasil
hasil penyulingan dengan fermentasi penyulingan berbahan baku daun kering
Rhizopus oryzae 1% pada perbandingan adalah 1,50642.
daun nilam : air sebesar 1 : 5 adalah 0,966. Nilai indek bias yang dipersyaratkan
Sementara bobot jenis dengan bahan baku dalam SNI 06-2385-2006 adalah 1,507 –
daun segar tanpa penambahan ragi adalah 1,515, dan nilai indek bias minyak nilam
sebesar 0.961,dan 0.955 untuk penyulingan hasil penyulingan dengan fermentasi oleh
berbahan baku daun kering. Nilai tersebut Rhizopus oryzae telah berada pada kisaran
berada pada standar mutu minyak nilam, hal nilai tersebut.
ini di sebabkan fraksi berat yang ikut
teruapkan hanya sedikit, tetapi secara 3.4 Patchoulli Alkohol
keseluruhan nilan bobot jenisnya sudah
berada dalam rentangan yang distandarkan. Sebagian besar minyak atsiri terdiri
dari campuran hidrokarbon (terpen, ses-
3.3 Indek Bias quiterpen dan sebagainya), persenyawaan
hidrokarbon oksigenasi dan sejumlah kecil
Indek bias merupakan perbandingan residu kental atau padat tidak dapat
antara kecepatan cahaya di dalam udara menguap (parafin, lilin dan sebagainya).
dengan kecepatan cahaya di dalam zat Dari kesemuanya, persenyawaan oksigenasi
tersebut pada suhu tertentu. Indek bias merupakan penyebab utama bau wangi
minyak atsiri berhubungan erat dengan dalam minyak atsiri, sedangkan terpen dan
komponen-komponen yang tersusun dalam sesquiterpen berpengaruh kecil terhadap bau
minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dan nilai flavor minyak. Persenyawaan
dengan bobot jenis dimana komponen oksigenasi mempertinggi kelarutan minyak
penyusun minyak atsiri dapat dalam alkohol encer (kecuali beberapa
mempengaruhi nilai indek biasnya. Semakin senyawa golongan aldehida); dan lebih
banyak komponen berantai panjang dan tahan serta lebih stabil terhadap proses
juga dengan terdapatnya sejumlah ikatan oksidasi dan resinifikasi. Persenyawaan
rangkap seperti sesquiterpen atau komponen terpen dan sesquiterpen yang tidak jenuh
bergugus oksigen ikut tersuling, maka mengalami proses oksidasi dan resinifikasi
kerapatan medium minyak atsiri akan di bawah pengaruh cahaya dan udara, atau
bertambah sehingga cahaya yang datang pada kondisi penyimpanan yang kurang
akan lebih sukar untuk dibiaskan. Hal ini baik, sehingga merusak bau dan flavor, dan
menyebabkan indek bias minyak lebih menurunkan kelarutan minyak dalam
besar. Menurut Guenther (1987), nilai indek alkohol (Guenther, 1987).
bias juga dipengaruhi salah satunya dengan Hasil analisa menggunakan alat Gas
adanya air dalam minyak tersebut. Semakin Chromatografi untuk minyak nilam sebelum
banyak kandungan airnya, maka semakin dan setelah proses fermentasi pada Gambar
kecil nilai indek biasnya. Ini karena sifat 2, 3, 4 dan 5.
dari air yang mudah untuk membiaskan Kromatogram minyak nilam pada
cahaya yang datang. Jadi minyak atsiri Gambar 2, 3 dan Gambar 4 memperlihatkan
dengan nilai indek bias yang besar lebih komponen Patchouli alkohol pada urutan ke
bagus dibandingkan dengan minyak atsiri 12 dan 13. Kadar Patchouli alkohol pada
dengan nilai indek bias yang kecil.
45
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 41-48
ekstraksi daun kering mencapai 25,43%, patchouli alkohol, maka semakin bagus
daun segar 55,01 dan dengan penambahan mutu minyak nilam yang dihasilkan.
Rhizopus oryzae sebesar 43,89%. SNI 06-2385-2006 mensyaratkan
Patchouli alkohol merupakan bahwa untuk kadar patchouli alkohol
golongan persenyawaan oksigenasi adalah minyak nilam adalah minimal 30%.
komponen penting yang menentukan Patchouli alkohol minyak nilam hasil
kualitas minyak nilam. Semakin besar kadar penyulingan telah mencapai konsentrasi
tersebut.
Patchouli alkohol
Gambar 4. Kromatogram minyak nilam berbahan baku daun segar dengan penambahan ragi 1% dan
perbandingan bahan : air; 1 : 5
46
Meuthia Busthan dan Fitriana Djafar Ekstraksi Minyak Nilam …
3.5 TINJAUAN BERBAGAI ASPEK manusia (tenaga kerja lapangan, tenaga ahli,
tenaga kerja buruh dan petani) yang telah
Dari penelitian yang telah dilakukan siap dan mengguasai teknologi. Permintaan
dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas pasar dan telah terciptanya jaringan
terkait eksistensi komoditas minyak nilam pemasaran akan semakin mempermudah
beserta budidaya dan penyulingannya. pemasaran produk minyak nilam yang
Teknologi penyulingan yang dihasilkan, terutama dengan kadar PA yang
digunakan bukan merupakan teknologi yang tinggi.
baru. Seluruh petani nilam rakyat Dari data penjajakan lapangan dapat
menggunakan teknologi yang sama yaitu diketahui jenjang pendidikan dan jumlah
teknologi sistim uap dalam proses lahan tanam nilam. Diharapkan dengan
penyulingan. Pemahaman akan teknologi adanya teknologi penyulingan ini akan lebih
yang digunakan sudah sangat dikuasai oleh memberi semangat para petani nilam untuk
para petani sehingga upaya penerapan dapat menyuling tanaman nilam nya sendiri
dipastikan tidak akan menemui dan tidak menjual atau memanen dengan
permasalahan. Proses fermentasi yang cara mencabut tanaman tapi cukup dengan
merupakan proses baru bagi para petani pra hanya memangkas tanaman, sehingga dapat
penyulingan dapat dipastikan juga tidak panen berulang. Dengan harga pasar minyak
akan menemui permasalah karena sangat nilam yang cukup bagus saat ini, akan
mudah dan dipastikan dapat dengan cepat menjadikan minyak nilam dengan kadar PA
dikuasai oleh para petani. Ketersediaan ragi yang tinggi sebagai produk yang paling
tempe yang saat ini telah mudah diperoleh dicari. Sementara untuk aspek lingkungan,
dengan harga yang murah, ketersediaan penelitian ini tidak menghasilkan limbah
bahan daun nilam, kapasitas produksi, serta yang berbahaya. Limbah hasil fermentasi
mutu minyak nilam yang dihasilkan dapat dapat digunakan sebagai pupuk alami. Oleh
merupakan point yang dapat menyatakan karena itu, penelitian dapat dikatakan
penelitian ini memenuhi aspek kelayakan memenuhi aspek sosial dan lingkungan.
teknologi.
Keunggulan dibandingkan dengan 4. KESIMPULAN
teknologi yang telah ada adalah
dihasilkannya mutu minyak nilam yang Rendemen yang dihasilkan pada
memiliki kadar Patchoulli Alkohol yang ekstraksi daun nilam kering diperoleh
lebih tinggi. sebesar 3,3%, daun nilam segar 2,1% dan
Dari aspek kelayakan ekonomi, ekstraksi daun nilam dengan penambahan
penelitian ini didukung oleh sumber daya Rhyzopus orizae sebesar 1,5%. Bobot jenis
alam (nilam yang ditanam memiliki kualitas pada ekstraksi daun nilam kering diperoleh
daun yang sangat baik) dan sumber daya sebesar 0,955, ekstraksi daun nilam segar
47
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 41-48
48
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 49-59
Eva Oktarina
Balai Besar Kimia Kemasan, Jl. Balai Kimia No. 1A , Pasar Rebo, Jakarta-Indonesia
E-mail: evaoktarina@gmail.com
ABSTRAK. Lampung merupakan produsen ubi kayu terbesar di Indonesia pada tahun 2010 hingga 2014.
Di 2013, Lampung memproduksi 9.633.560 ton ubi kayu yang sebagian besar dimanfaatkan untuk
pembuatan tepung tapioka. Sayangnya, limbah cair yang dihasilkan diketahui memiliki kadar organik
tinggi yang dapat mencemari lingkungan. Padahal, limbah organik tersebut masih bisa diolah menjadi
produk lain yang lebih bermanfaat seperti metana, nata de casava, biosurfaktan, Microbial Fuel Cell
(MFC), bioetanol, dan PHA (polihidroksi alkanoat). Oleh karena itu, diperlukan suatu metode pengolahan
limbah yang baik agar kegiatan industri tapioka tetap berjalan optimal tanpa harus merusak lingkungan.
Tulisan ini bertujuan mengeksplorasi pengolahan limbah cair industri tapioka dalam lingkup manajemen
limbah cair terpadu yang berkesinambungan. Sehingga, dapat membantu industri tapioka baik dari aspek
ekonomi maupun lingkungan. Pengolahan limbah yang baik diharapkan juga dapat ikut meningkatkan
nilai guna dan nilai ekonomi limbah cair tapioka.
Kata kunci : Limbah cair tapioka, metana, tapioka.
ABSTRACT. Lampung is the biggest producer cassava in Indonesia in 2010 until 2014. In 2013,
Lampung produce 9.633.560 ton cassava, which mostly used as tapioca's raw material. Waste water from
tapioca industry has high organic content that can pollute environment. In fact, the organic waste can still
be processed into other products that are more usable such as methane, nata de cassava, biosurfactant,
Microbial Fuel Cell (MFC), bioethanol, and Poly Hydroxyl Alkanoat (PHA). Therefore, waste water
treatments method needed so tapioca industry can optimally worked without threatened environment. This
article aim is to explore waste water treatments for tapioca industry by sustainability integrated waste
water management. So it can assist tapioca industry in environment and economic aspect. Good waste
management is also expected for increasing utility value and economical value of tapioca waste water.
Keywords: Methane, tapioca, tapioca waste water.
49
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 49-59
terdaftar di Dinas Pertanian Lampung Lampung dan juga nasional. Selain itu, juga
Timur, disamping puluhan perusahaan meningkatkan penghasilan dan penyerapan
menengah kecil yang merupakan industri tenaga kerja sehingga memberikan dampak
tapioka rakyat. yang positif.
Salah satu dampak lingkungan dari
Tabel 1. Jumlah luas panen, produksi serta industri tapioka adalah limbah yang
produktivitas ubi kayu di Lampung dari tahun dihasilkan. Karakteristik dari limbah cair
2009-2013 pada industri tapioka adalah limbah dengan
Luas Panen Produksi Produktivitas kandungan organik tinggi, yang ditunjukkan
Tahun
(ha) (ton) (kuintal/ha)
dengan tingginya nilai Chemical Oxygen
2009 309.047 7.569.178 244,92 Demand (COD) dan Biochemical Oxygen
2010 346.217 8.637.594 249,48 Demand (BOD) pada air limbah. Data
2011 368.096 9.193.676 249,76 lapangan melaporkan bahwa untuk
menghasilkan 1 ton tapioka, industri tapioka
2012 324.749 8.387.351 258,27
menghasilkan 4 – 12 m3 limbah cair dengan
2013 367.966 9.633.560 261,81 pH 4,5 – 5,0, COD berkisar dari 10.000 –
Sumber: BPS, 2014 15.000 mg/L, dan sianida 19 – 28 mg/L
(Sadono 2013, pres. comm.). Limbah
Industri tapioka di provinsi Lampung organik yang tidak diolah sebelum dibuang
sebagai salah satu roda perekonomian rakyat ke badan sungai, dapat menyebabkan bau
mendukung 60% produksi nasional (Kadin busuk, turunnya nilai oksigen, dan nitrifikasi
Indonesia, 2011). Nilai ekspor tapioka juga pada sungai, yang selanjutnya akan
memberikan nilai cukup tinggi di tahun menyebabkan perubahan karakteristik air
2013 (Tabel 3). Dalam aspek ekonomi, sungai. Selain kandungan organik yang
industri tapioka sangat memberikan tinggi, limbah cair tapioka memiliki
keuntungan bagi pendapatan daerah provinsi kandungan sianida yang harus diperhatikan.
Tabel 2. Nama perusahaan produksi tapioka berskala menengah dan besar di Lampung
50
Eva Oktarina Pengelolaan Limbah Cair …
Tabel 2. (Lanjutan)
No. Nama Perusahaan Kecamatan No. Nama Perusahaan Kecamatan
Teguh Wibawa Sakti
17 PT. Mitra Pati Mas Seputih banyak 45 Kotabumi Utara
Persada
Teguh Wibawa Bhakti
18 Gunung Batin 46 PT. Florindo Makmur Hulu Sungkai
Persada
Tapioka Gaya Baru 2 Serba
19 Seputih, Surabaya 47 PT. Bumi Acid Jaya Blambangan Umpu
Jaya
CV. Gunung Mas putra
20 Way Seputih 48 PT. Bumi Acid Jaya Banjar Agung
Kencana
Tapioka Gaya Teguh Wibawa Bhakti
21 Bandar, Surabaya 49 Banjar Agung
Baru V Persada
PT. Sorini Agro Asia
22 Tapioka Bangun Gunung Sugih 50 Banjar Agung
Corp
23 Karisma Nusa Multi Niaga Kalirejo 51 PD. Semangat Jaya Negeri Katon
PT. Sinar Pematang
24 Tapioka Gunung Intan Rumbia 52 Mesuji
Mulia
25 Tapioka Sriwijaya Mataram Bandar Mataram 53 PT. Bumi Acid Jaya Lambu Kibang
Tulang Bawang
26 Tapioka Siswo Bangun XVI Seputih Banyak 54 PT. Bumi Acid Jaya
Tengah
PT. Mentari Prima Jaya
27 Tapioka Sukajadi Sukajadi 55 Gunung Agung
Abadi
PT. Bumi Sakti Perdana
28 Gunung Sugih Bumi Ratu Nuban 56 Gunung Terang
Lau Jaya
Sumber: BPS, 2014
Tabel 3. Nilai ekspor tapioka Indonesia pada menyerang membran sel sehingga
tahun 2013 menyebabkan oksigen tidak dapat
Bulan Nilai (US $) Berat (kg) bersenyawa dengan hemoglobin untuk
Januari 260387 500244 membentuk okshihemoglobin. Akibatnya
oksigen tidak dapat beredar ke setiap
Februari 279707 680986
jaringan sel dalam tubuh, sehingga
Maret 320476 692510 menyebabkan terjadinya kelumpuhan,
April 500455 689976 termasuk alat-alat pernapasan sehingga
Mei 282213 465723 menyebabkan kematian. Berdasarkan sifat
dan reaksinya sianida digolongkan sebagai
Juni 176912 241109
bahan B3 (Adiwasastra, 1992). Pada
Juli 48407 67014 lingkungan perairan, efek toksik sianida
Agustus 255936 510225 ditentukan dari konsentrasi asam sianida dan
September 479546 768485 ion sianisanya. Sianida dalam bentuk ion
kompleks tidak dapat digunakan untuk
Oktober 224541 274652 menentukan tingkat ketoksika dari suatu
November 282505 238139 lingkungan perairan, karena sianida dalam
Desember 256136 52672 bentuk ion kompleks dapat terurai menjadi
Sumber: BPS, 2014 dianida bebas dengan bantuan radiasi
ultraviolet walaupun laju reaksinya sangat
Sianida merupakan zat yang sangat lambat (U.S. Department of Health and
beracun dan berbahaya. Garam-garam Human Services, 2006). Toleransi ambang
sianida jika masuk ke dalam tubuh dapat batas ikan terhadap sianida yaitu pada
berubah menjadi asam sianida yang konsentrasi 0,1 ppm dan mikroorganisme
kemudian menyebar ke seluruh tubuh, pada 0,3 ppm (Mai, 2006).
51
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 49-59
52
Eva Oktarina Pengelolaan Limbah Cair …
53
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 49-59
Kendala yang terjadi pada instalasi metanogenesis sensitif terhadap sianida, dan
metan secara konvensional pada perusahaan bertoleransi pada kisaran konsentrasi 6
kecil dan menengah adalah penggunaan mg/L (Cuzin dan Labat, 1992). Smith et al.
beberapa kolam serta rendahnya loading (1985) menyatakan bahwa sianida juga
organik dari limbah tapioka. Sedangkan dapat mempengaruhi jalur metabolisme
kendala yang dihadapi oleh perusahaan karbon pada M. thermoautotrophicum.
menengah dan besar adalah tingginya kadar Sianida dapat menginhibitasi perombakan
sianida, rendahnya loading organik, serta asetat ke metana. M. thermoautotrophicum
teknologi yang masih berasal dari luar merupakan salah satu spesies bakteri alami
negeri. pada kotoran ternak, yang biasa digunakan
Penelitian Kao et al. (2003) sebagai biakan dalam reaktor metana.
menyatakan bahwa konversi senyawa Penurunan kadar sianida, sebelum
organik ke metan dipengaruhi oleh inhibisi limbah masuk ke dalam instalasi metan,
konsentrasi sianida. Penambahan 5,10, dan dapat dilakukan dengan cara pengenceran
25 mg/L sianida (KCN atau linamarin) limbah atau dengan penggunaan
menghambat proses produksi metanogenesis mikroorganisme yang toleran terhadap
secara sementara, namun saat konsentrasi sianida sebagai mikroorganisme tambahan
dari sianida kembali ke konsentrasi awal, dalam metanogenesis. Pengenceran limbah
maka produksi metan akan kembali seperti dapat dilakukan dengan limbah organik
semula. Mikroorganisme katalis lainnya yang tidak mengandung sianida. Hal
54
Eva Oktarina Pengelolaan Limbah Cair …
tersebut selain untuk mengencerkan, juga dalam instalasi metan, juga dapat dilakukan
bertujuan untuk meningkatkan kadar dengan instalasi MFC. Instalasi MFC
organik dari limbah (organic loading). terbukti dapat menurunkan sianida,
Pengenceran limbah dengan limbah atau menghidrolisis senyawa organik serta
dapat disebut sebagai pengkayaan organik menghasilkan listrik (Kaewkannetra et al.,
limbah dengan limbah lainnya dapat 2011). Mikroorganisme yang digunakan
diterapkan pada daerah kawasan industri dapat berupa konsorsium dari bakteri
(kluster industri). Penerapan klaster industri Klebsiella sp., Pseudomonas sp., Serratia
agro dapat menguntungkan perusahaan sp., Enterobacter, serta EM.
dalam manajemen limbah bersama serta Penurunan toksisitas limbah cair
manajemen air bersama. tapioka setelah keluar dari instalasi metan
Penggunaan mikroorganisme yang (reaktor metan) untuk air irigasi dapat
toleran terhadap sianida sebagai menggunakan zeolit. Penggunaan zeolit
mikroorganisme tambahan dalam telah terbukti dapat menurunkan kadar
metanogenesis dapat dilakukan pada pond sianida pada limbah cair tapioka. Penelitian
sebelum reaktor. Sedangkan, penggunaan oleh Marjuki (2001) membuktikan
mikroorganisme yang berperan dalam efektifitas penggunaan zeolit dalam
metanogenesis dapat dilakukan pada menurunkan kadar sianida pada limbah cair
reaktor. Penurunan kadar sianida juga dapat tapioka dengan dosis 5 g/L mampu
dilakukan dengan penggunaan menurunkan kadar sianida hingga 1,05
mikroorganisme (bioremediasi) yang dapat mg/L. Penelitian oleh Oktarina et al., (data
mengkonversi sianida menjadi metana. tidak dipublikasikan) juga membuktikan
Klebsiella oxytoca merupakan bakteri yang penggunaan zeolit untuk menurunkan kadar
dapat mengkonversi sianida menjadi metana sianida juga memberikan efesiensi berkisar
dan amonia. (Kao et al., 2003). Penurunan 19,15 - 99,2 %. Penggunaan zeolit juga
kadar sianida sebelum limbah masuk ke dapat menaikkan kadar pH limbah.
Gas
Kulit
Ternak
Limbah padat (onggok)
Kotoran ternak
MFC
Listrik
Air
55
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 49-59
57
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 49-59
KIN. 2008. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nitschke, M. & G.M. Pastore. 2006. Production
Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Kebijakan and properties of a surfactant obtained
Industri Negara. from Bacillus subtilis grown on cassava
www.iubtt.kemenperin.go.id. (diakses wastewater. Bioresource Technology, 97:
pada 13 Juni 2014). 336–341.
Mai, H.N.P. 2006. Integrated Treatment of Pandey, A., C.R. Soccol, P. Nigam, V.T. Soccol,
Tapioca Processing Industrial L.P.S. Vandenberghe, & R. Mohan. 2000.
Wastewater; Based on Environmental Biotechnological potential of agro-
Bio-Technology. PhD-Thesis Wageningen industrial residues. II: cassava bagasse.
University, Wageningen. Netherlands. Bioresource Technology. 74(1): 81–87.
Marjuki. 2001. Efektifitas Zeolit dalam Pemerintah Republik Indonesia. Peratuan
Menurunkan Kadar Sianida (Cn) pada Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001
Limbah Cair Industri Tepung Tapioka di mengenai Pengelolaan Kualitas Air dan
Desa Ngemplak Kidul Kecamatan Pengendalian Pencemaran Air.
Margoyoso Kabupaten Pati. Thesis www.hukumonline.com. (diakses pada 12
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Juni 2014).
Universitas Dipenogoro: Semarang. Pissinatto, L.B., S.M. Oyama, M.Z. Gregorio & H.
Marostica, M.R. & G.M. Pastore. 2007. Ota. 2005. Microbiological adjustment of
Production of R-(+)-α-terpineol by the a wastewater treatment pond system from
biotransformation of limonene from a cassava starch industry.
orange essential oil, using cassava waste http://www.ciiq.org/varios/peru_2005/Tra
water as medium. Food Chemistry. bajos/III/3/3.3.07.pdf. (diakses pada 20
101(1): 345–350. Juni 2014).
Maryanty, Y., H. Pristianti & P. Ruliawati. 2010. Pranata, A.W. 2014. Adsorben Logam Berat dari
Produksi crude lipase dari Aspergillus Kopolimerisasi Cangkok Biner Asam
pada substrat onggok menggunakan Akrlat dan Akrilamida pada Onggok.
metode fermentasi fasa padat. Seminar Skripsi Departemen Kimia, FMIPA, IPB:
Rekayasa Kimia dan Proses. Universitas Bogor.
Dipenogoro: Semarang. Rajbhandari, B.K. & A. P. Annachhatre. 2004.
Mei, L., LIAO An-ping, LIANG Bin-chi, QING Anaerobic ponds treatment of starch
Tu-bing. 2001. The Coagulating Process wastewater: case study in Thailand.
of Treating the Waste Water in Producing Bioresource Technology, 95(2): 135-143.
tapioca. Riyani, K. & T. Setyaningtyas. 2010. Penurunan
http://en.cnki.com.cn/Article_en/CJFDTO Kadar Sianida dalam Limbah Cair
TAL-GXMZ200102007.htm. (diakses Tapioka Menggunakan Fotokatalis TiO2.
pada 13 Juni 2014). Molekul. 5(1): 50 - 55.
Menteri Lingkungan Hidup. Keputusan Menteri Riyanti, F., P. Lukitowti, & Afrilianza. 2010.
Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun Proses Klorinasi untuk Menurunkan
1995 mengenai Baku Mutu Limbah Cair Kandungan Sianida dan Nilai KOK pada
bagi Kegiatan Industri. www.menlh.go.id. Limbah Cair Tepung Tapioka. Jurnal
(diakses pada 12 Juni 2014). penelitian sains. 13(3): 34-39.
Moore, G.R.P., L.R. do Canto, E.R. Amante, & V. Sardjoko. 1991. Bioteknologi, Latar Belakang dan
Soldi. 2005. Cassava and corn starch in Beberapa Penerapannya. Jakarta:
maltodextrin production. Quím. Nova. Gramedia Pustaka Utama.
28(4): 596-600. Smith, M.R., J.L. Lequerica, & M.R. Hart. (1985).
Mulyanto, A. & Titiresmi. 2010. Implementation Inhibition of methanogenesis and carbon
of anaerobic process on wastewater from metabolism in Methanosarcina sp. by
tapioca starch industries. cyanide. J. Bacteriol, 162(1): 67-71.
http://www.thailandtapiocastarch.net/dow Sreethawong, T., S. Chatsiriwatana, P.
nload/download-th-47.pdf. (diakses pada Rangsunvigit, & S. Chavadej. 2010.
12 Juni 2014). Hydrogen production from cassava
Ningsih, A., & A. Sutiadiningsih. 2013. Pengaruh wastewater using an anaerobic sequencing
Bentuk dan Proporsi Singkong (Tepung batch reactor: Effects of operational
dan Puree) dengan Tepung Kacang parameters, COD:N ratio, and organic
Tunggak Terhadap Hasil Jadi Beras dan acid composition. International Journal of
Nasi Cacow. Jurnal Tata Boga. 2(1). Hydrogen Energy. 35(9): 4092–4102.
58
Eva Oktarina Pengelolaan Limbah Cair …
Sutapa, I.D.A. 2000. Uji korelasi pengaruh limbah Ugwu, E.I. & J.C. Agunwaba. 2012.
tapioka terhadap kualitas air sumur. Detoxification of cassava wastewater by
Jurnal Studi Pembangunan, alkalidegradation. Journal of Research in
Kemasyarakatan & Lingkungan. 2(1): 47- Environmental Science and Toxicology.
65. 1(7): 161-167.
Tapiocadextrose. 2013. Different Forms of U.S. Department Of Health And Human Services.
Tapioca Dextrose can be used as 2006. Toxicological profile or cyanide.
Sweetening Agent. http://www.atsdr.cdc.gov/toxprofiles/tp8.p
http://www.tapiocadextrose.com/. (diakses df. (diakses pada 2 Juli 2014).
pada 2 Juli 2014) Zhang, Q.H., X. Lu, L. Tang, Z.G. Mao, J.H.
TIP UGM. 2008. Tim Cassava di Web TIP UGM. Zhang, H.J Zhang, & F.B. Sun. 2010. A
http://natadecassava.wordpress.com/. Novel Full recycling process through two
(diakses pada 2 Juli 2014). stage anaerobic treatment of distillery
Ubalua, A.O. 2007. Cassava wastes: treatment wastewater for bioethanol production
options and value addition alternatives. from cassava. Journal of Hazardous
African Journal of Biotechnology. 6(18): Materials. 179(1): 635-641.
2065-2073.
59
PEDOMAN PENULISAN NASKAH
Jurnal Hasil Penelitian Industri adalah publikasi ilmiah resmi dari Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda
Aceh, terbit dua kali dalam setahun. Jurnal ini merupakan wadah penyebaran hasil penelitian dan pengembangan
sektor industri bidang pangan, industri proses, rancang bangun peralatan, tekhnologi hasil pertanian, lingkungan,
teknologi minyak atsiri/oleo dan energi.
Redaksi menerima naskah yang sesuai untuk dipublikasikan dalam Jurnal ini. Naskah yang sesuai disampaikan
rangkap 2 (dua) eksemplar, tercetak asli disertai dengan rekaman (softcopy) dalam bentuk CD atau dapat juga
dikirim secara elektronik melalui email attachment ke alamat berikut:
Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam penulisan naskah antara lain:
Naskah atau artikel yang diajukan merupakan hasil mengikuti pola baku dengan mencantumkan nama
penelitian, ulasan ilmiah dan catatan penelitian penulis (surname) dan tahun publikasi, misalnya (Rifai,
(research notes), yang belum pernah diterbitkan dan 1983). Bila referensi terdiri dari dua orang penulis
tidak direncanakan diterbitkan dalam penerbitan- digunakan ‘dan’, sedangkan bila lebih dari dua orang
penerbitan lain. penulis digunakan ‘dkk’, namun harus ditulis lengkap
dalam daftar pustaka.
Format naskah atau artikel diketik menggunakan Ms.
Word dengan satu kolom, menggunakan font Times Daftar Pustaka berisikan daftar referensi yang
New Roman dengan ukuran font 12 point, spasi 1. Batas digunakan dan ditulis dengan pola baku, seperti contoh
atas dan bawah 2,5 cm, tepi kiri 3 cm dan kanan 2 cm, berikut:
dicetak satu muka pada kertas berukuran A4, dan tidak
lebih dari 10 (sepuluh) halaman. Jurnal
Peterson, R.L., and Zelmer, C. 1998. Fungal Symbioses
Sistematika penulisan artikel terdiri atas judul, nama with Orchid Protocorms. Symbiosis. 25:29-55
penulis, instansi, abstrak dan kata kunci (bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris), pendahuluan, Buku
metodologi, hasil dan pembahasan, kesimpulan dan Luyben, W.L., and Chien, I. L. 2010. Design and
saran, ucapan terima kasih (bila ada) dan daftar Control of Distillation Systems for Separating
pustaka. Azeotropes. New Jersey. John Wiley & Sons, Inc.
Reynolds, J. P., Jeris, J.S., and Teodhore, L. 2002.
Judul diketik dengan huruf capital tebal (Bold), memuat Handbook of Chemical and Environmental
maksimum 20 kata, ditulis dalam 2 bahasa, Bahasa Engineering Calculations. New Jersey. John Wiley
Indonesia dan Bahasa Inggris, terjemahan judul dalam & Sons, Inc.
bahasa Inggris diketik dengan huruf kecil dan miring,
dituliskan di bawah judul yang berbahasa Indonesia . Prosiding
Argent, G. 1989. Vireya Taxonomy in Field and
Nama penulis ditulis di bawah judul dengan ketentuan Laboratory. In Proceedings of The Forth
jika penulisnya lebih dari satu dan intansinya berbeda International Rhododendron Conference.
maka ditandai dengan 1), 2) dan seterusnya. Wollongong, NSW
Instansi/alamat dan Email ditulis di bawah Nama
penulis. Skripsi/Thesis/Disertasi
Mo, B. 2004. Plant ‘integrin-like’ Protein in Pea
Abstrak diketik dengan huruf miring (italic) maksimal (Pisum sativum L.) Embryonic Axws. PhD
250 kata dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Dissertation. Department of Biology, University of
South Dakota. South Dakota
Kata Kunci/Keywords terdiri dari 3 hingga 5 kata,
disusun menurut abjad dan dicetak tebal. Website
Bucknell University Information Services and
Tabel diberi nomor dan ditulis singkat serta jelas Resources. Information Services and Resources
dibagian atasnya. Homepage. http://www.isr.bucknell.edu
Grafik, gambar dan foto harus tajam dan jelas agar Shukla, O.P. 2004. Biopulping and Biobleaching: An
cetakan berkualitas baik dan diberi nomor, judul dan Energy and envioronment Saving Technology for
keterangan yang jelas dibawahnya. Softcopy foto atau Indian Pulp and Paper Industry. EnviroNews. No.
gambar turut disertakan dalam format *JPEG. 2. Vol.10. http://isebindia.com/01_04/04-04-3.html