Anda di halaman 1dari 72

Nomor Akreditasi: ISSN : 2089-5380

427/AU/P2MI-LIPI/04/2012

VOLUME : 28 NOMOR : 1 APRIL 2015

Jurnal HPI Vol. 28 No. 1 Hal. 1 - 59 Banda Aceh, April 2015 ISSN : 2089-5380

BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM, DAN MUTU INDUSTRI


BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI 2015
BANDA ACEH
Nomor Akreditasi: ISSN : 2089-5380
427/AU/P2MI-LIPI/04/2012

VOLUME : 28 NOMOR : 1 APRIL 2015

PENANGGUNG JAWAB
Kepala Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh

KETUA DEWAN REDAKSI


DR. M. Dani Supardan, ST, MT (Rekayasa Proses)

ANGGOTA DEWAN REDAKSI


DR. Mahidin, ST, MT (Energi)
DR. Yuliani Aisyah, S.TP, M.Si (Pengolahan Hasil Pertanian)
Dr. Rita Khathir, S.TP, M.Sc (Teknologi Pasca Panen)

REDAKSI PELAKSANA
Ketua : Mahlinda, ST, MT
Pemeriksa Naskah : Fitriana Djafar, S.Si, MT
Meuthia Busthan, ST
Editor Bahasa : Vinno Arifiansyah, ST
Layout Editor : Fauzi Redha, ST

SEKRETARIAT
Meuthia Busthan, ST

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala LIPI No. 395/D/2012 tanggal 24 April 2012
Jurnal Hasil Penelitian Industri (HPI)
Ditetapkan sebagai Majalah Ilmiah Terakreditasi

Alamat Penerbit:
BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI BANDA ACEH
Jl. Cut Nyak Dhien No. 377, Lamteumen Timur, Banda Aceh 23236
Telp. (0651) 49714 ; Fax. (0651) 49556
Website: http://baristandaceh.kemenperin.go.id
E-Mail : hpi_brsbna@yahoo.com
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015

PENGANTAR REDAKSI

Redaksi mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT dengan terbitnya Jurnal HPI
(Hasil Penelitian Industri), Volume 28 No. 1 Tahun 2015 untuk pembaca. Kami juga ingin
menyampaikan bahwa Jurnal HPI saat ini dapat diakses secara online melalui alamat website
http://baristandaceh.kemenperin.go.id.
Jurnal HPI kali ini menyajikan 6 judul tulisan yang mencakup 4 artikel membahas
tentang teknologi proses, 1 artikel membahas tentang teknologi pangan dan 1 review artikel
membahas tentang teknologi pengolahan limbah industri.
Harapan kami, tulisan-tulisan ilmiah yang disajikan akan memberikan tambahan
pengetahuan kepada pembaca semua. Selain itu, kami juga mengundang para pembaca
mengirimkan tulisan ilmiah untuk terbitan selanjutnya. Redaksi juga mengharapkan kritikan
dan saran dari pembaca dalam rangka meningkatkan kualitas jurnal ini.

Selamat Membaca
Redaksi

i
Nomor Akreditasi: ISSN : 2089-5380
427/AU/P2MI-LIPI/04/2012

VOLUME : 28 NOMOR : 1 APRIL 2015

DAFTAR ISI
PENGANTAR REDAKSI .................................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii

ABSTRAK…. ...................................................................................................................... iv

OPTIMASI PARAMETER EKSTRAKSI OLEORESIN DARI AMPAS PALA


MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY
(Optimization of Extraction Parameter of Oleoresin from Nutmeg Waste through
Response Surface Methodology)
Darmadi, Medyan Riza, dan Mirna Rahmah Lubis .............................................................. 1

EKSTRAKSI PROTEIN DARI BUNGKIL INTI SAWIT DENGAN


TEKNIK PENGENDAPAN MENGGUNAKAN PELARUT ALKALI
(Extraction of Protein from Palm Kernel Cake with Precipitation Method Using Alkaline)
Hasrul Abdi Hasibuan dan Anny Sartika Daulay ................................................................. 9

PENGARUH PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI MI JAGUNG KERING


TERHADAP NERACA BAHAN
(Effect of Scale up Dried Corn Noodle Production Capacity on Material Balance)
Enny Sholichah, Novita Indrianti, dan Aidil Haryanto ......................................................... 17

SINTESIS ADSORBEN ZEOLIT@AuNPs@MET MENGGUNAKAN EKSTRAK DAUN


BINAHONG (Anredera cordifolia) SEBAGAI BIOREDUKTOR PREKURSOR Au DAN
KARAKTERISASINYA
(Synthesis Zeolite@AuNPs@MET Adsorbent by Binahong (Anredera cordifolia)
Leaf Extract as Au Precursor Bioreductor and Its Characterization )
Nurdiani, Latifah K. Darusman, dan Eti Rohaeti .................................................................. 27

EKSTRAKSI MINYAK NILAM DENGAN METODE FERMENTASI


MENGGUNAKAN RHIZOPUS ORYZAE
(Extraction of Patchouli Oil by Fermentation Method with Rhizopus oryzae)
Meuthia Busthan, dan Fitriana Djafar ................................................................................... 41

ii
Nomor Akreditasi: ISSN : 2089-5380
427/AU/P2MI-LIPI/04/2012

VOLUME : 28 NOMOR : 1 APRIL 2015

DAFTAR ISI

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR TAPIOKA DI LAMPUNG


(Tapioca Waste Water Treatments in Lampung))
Eva Oktarina .......................................................................................................................... 49

iii
JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI
Volume 28, No. 1, April 2015
ABSTRAK

OPTIMASI PARAMETER EKSTRAKSI OLEORESIN DARI AMPAS PALA


MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY

Darmadi*, Medyan Riza, dan Mirna Rahmah Lubis


Jurusan Teknik Kimia, Universitas Syiah Kuala
Jl. Syech Abdurrauf, No. 7, Darussalam, Banda Aceh - Indonesia
*Email: darmadi.che@unsyiah.net

Optimasi parameter ekstraksi oleoresin dari ampas pala telah dikembangkan. Ampas tersebut dapat
dijadikan bahan baku alternatif oleoresin menggantikan pala segar yang harganya mahal. Selama ini
ampas pala yang berasal dari pabrik minyak atsiri pala tidak dimanfaatkan secara maksimal.
Pemanfaatannya menjadi produk yang mempunyai nilai tambah dapat dilakukan dengan cara ekstraksi
oleoresin pala. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi kondisi ekstraksi oleoresin (temperatur,
jumlah pelarut, dan ukuran partikel) dari ampas pala menggunakan Response Surface Methodology.
Kondisi tersebut diacak dengan metode Box-Behnken sehingga menghasilkan 17 perlakuan. Pengaruh
kondisi ekstraksi terhadap rendemen dan indeks bias diidentifikasi dengan menggunakan aplikasi
software design expert. Rendemen dan indeks bias ditentukan masing-masing melalui perhitungan dan
analisis dengan menggunakan refraktometer. Nilai indeks bias yang paling tinggi pada eksperimen ini
adalah 1,4852. Kondisi optimum untuk menghasilkan rendemen tertinggi 14,5525% berada pada
temperatur 40oC, jumlah pelarut 200 ml, dan ukuran partikel -20+30 mesh. Optimasi dengan
menggunakan metode tersebut memperlihatkan bahwa parameter optimum diperoleh pada temperatur
35,86oC, jumlah pelarut 167,13 ml, dan ukuran partikel 10 mesh. Penelitian tersebut diharapkan akan
memberikan masukan mengenai efektifitas operasi dari segi biaya produksi yang dapat dimanfaatkan
oleh sentra produksi oleoresin pala.
Kata kunci: Ampas pala, ekstraksi, oleoresin, optimasi, response surface methodology.

EKSTRAKSI PROTEIN DARI BUNGKIL INTI SAWIT DENGAN TEKNIK


PENGENDAPAN MENGGUNAKAN PELARUT ALKALI

Hasrul Abdi Hasibuan1,*, dan Anny Sartika Daulay2


1)
Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Jl. Brigjend Katamso No.51 Medan, Indonesia
2)
Universitas Muslim Nusantara, Jl. Garu 2, Medan, Indonesia
*E-mail: hasibuan_abdi@yahoo.com

Ekstraksi protein dari bungkil inti sawit (BIS) telah dilakukan melalui 2 tahapan meliputi: 1) protein
dari BIS dilarutkan dengan menggunakan larutan alkali (NaOH) dan 2) protein dipisahkan
menggunakan teknik pengendapan dengan menambahkan asam klorida (HCl). Penelitian dilakukan
dengan menggunakan metode permukaan sambutan (Response Surface Methodology, RSM) untuk
mengkaji pengaruh interaksi variabel dalam ekstraksi yang terdiri dari rasio BIS/pelarut, temperatur dan
waktu dalam memperoleh konsentrat, rendemen dan recovery dari konsentrat protein yang optimal.
Hasil analisa RSM menunjukkan bahwa waktu dan temperatur memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap rendemen protein sementara rasio BIS/pelarut tidak berpengaruh signifikan. Kondisi optimum
tercapai pada rasio BIS/pelarut 1:50, temperatur 40 °C dan waktu 3 jam. Pada kondisi optimum sekitar
46% protein dari BIS dapat diekstrak dengan rendemen 14,6% dan kadar protein dalam konsentrat
sebesar 49,72%. Konsentrat protein mengandung asam amino dengan komponen terbesar adalah
glutamat, aspartat dan leusin masing-masing sebesar 11,04%; 5,69% dan 5,03%..
Kata kunci: Alkali, bungkil inti sawit, ekstraksi, protein

iv
JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI
Volume 28, No. 1, April 2015
ABSTRAK

PENGARUH PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI MI JAGUNG KERING


TERHADAP NERACA BAHAN

Enny Sholichah*, Novita Indrianti, dan Aidil Haryanto


Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna - LIPI
Jl. KS Tubun, No. 5, Subang, Jawa Barat - Indonesia
*E-mail: enny002@gmail.com

Prospek pengembangan teknologi pengolahan mi jagung kering sangat baik untuk diimplementasikan kepada
masyarakat. Peningkatan kapasitas produksi dibutuhkan agar layak secara komersial. Peningkatan kapasitas
produksi akan menyebabkan perubahan kondisi operasi yang berpengaruh pada kesetimbangan bahan (neraca
bahan) selama proses produksi. Neraca bahan menjadi dasar perhitungan analisis finansial dan kelayakan usaha.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh peningkatan kapasitas produksi terhadap neraca
bahan. Penelitian dilakukan dengan mengukur bobot setiap bahan pada setiap tahapan proses. Peningkatan
kapasitas produksi mi jagung kering yang dilakukan adalah 3, 4, 5 dan 6 kg per batch. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rendemen produk akhir berikisar pada 63.3-64,5%. Peningkatan kapasitas produksi tidak
mempengaruhi neraca bahan pada tahapan peimbangan, pengukusan adonan pencetakan, pengeringan dan
pengemasan. Peningkatan kapasitas meningkatkan efisiensi pada tahapan pemadatan adonan dan pengukusan mi,
namun menurunkan efisiensi pada tahap mixing atau pencampuran
Kata kunci: Peningkatan kapasitas, neraca bahan, mi jagung, pilot plant.

SINTESIS ADSORBEN ZEOLIT@AuNPs@MET MENGGUNAKAN EKSTRAK DAUN


BINAHONG (Anredera cordifolia) SEBAGAI BIOREDUKTOR PREKURSOR Au DAN
KARAKTERISASINYA

Nurdiani1,2, Latifah K. Darusman1,3,*, dan Eti Rohaeti1


1)
Departemen Kimia, FMIPA, Jl. Meranti, Kampus IPB Dramaga Bogor, 16680, Indonesia
2)
Akademi Kimia Analisis Bogor, Jl. Pangeran Sogiri No. 283 Tanah Baru, Bogor
3)
Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor, Jl. Taman Kencana No. 3, Bogor, Indonesia
*E-mail: latifah.kd@gmail.com

Modifikasi zeolit dengan nanopartikel Au dan ligan merkaptoetanol (zeolit@AuNPs@MET) telah dikembangkan
sebagai adsorben ion logam berat. Pembuatan material komposit zeolit@AuNPs@MET dilakukan dalam tiga
langkah. Pertama, memasukkan prekursor emas ke dalam rongga zeolit. Kedua, reduksi nanopartikel emas dengan
ekstrak daun binahong. Ketiga, memodifikasi zeolit@AuNPs dengan ligan merkaptoetanol. Binahong digunakan
sebagai agen bioreduktor dalam sintesis nanopartikel Au karena memiliki kandungan flavonoid, saponin, tanin,
dan steroid yang mengandung gugus fungsional pereduksi. Komposit zeolit@AuNPs@MET dikarakterisasi
dengan XRD, EDX, PSA, TEM, FTIR dan Spektrofotometer UV Visibel. Pengukuran EDX menunjukkan
kandungan Au sebesar 0,88%, pengukuran TEM dan PSA menunjukkan ukuran nanopartikel Au mulai dari 7,12
nm sampai 14,45 nm dengan distribusi rata-rata ukuran 110,6 nm sedangkan nanopartikel emas yang diimobilisasi
ke dalam pori-pori zeolit memiliki ukuran mulai dari 4,98 nm sampai 9,50 nm dengan distribusi rata-rata ukuran
279 nm. Pada pengukuran spektrum UV Visibel terlihat adanya puncak baru yang terbentuk di 537 nm, yang
menunjukkan serapan nanopartikel Au. Karakteristik puncak serapan (di 526 nm dan 532 nm) juga ditemukan
dalam serapan spektrum UV-Vis dari nanopartikel Au yang terimobilisasi ke dalam pori-pori zeolit dan
nanopartikel Au dalam zeolit@AuNPs@MET. Pengukuran FTIR dari ligan merkaptoetanol menunjukkan adanya
puncak pada 2550 cm-1 yang menunjukkan wilayah gugus fungsional SH. Puncak ini menghilang setelah
zeolit@AuNPs dimodifikasi dengan ligan merkaptoetanol, yang menunjukkan bahwa ikatan -SH telah putus dan
gugus -S telah menempel pada nanopartikel Au. Semua hasil pengukuran menunjukkan keberhasilan pembuatan
adsorben zeolit@AuNPs@MET, yang merupakan material yang menarik dan diharapkan memiliki potensi
sebagai adsorben ion logam berat..
Kata kunci: Adsorben, bioreduktor, daun binahong, sintesis, zeolit@AuNPs@MET.

v
JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI
Volume 28, No. 1, April 2015
ABSTRAK

EKSTRAKSI MINYAK NILAM DENGAN METODE FERMENTASI


MENGGUNAKAN RHIZOPUS ORYZAE

Meuthia Busthan*, dan Fitriana Djafar


Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh.
Jln. Cut Nyak Dhien No. 377. Banda Aceh, Indonesia
E-Mail: meuthiabusthan@yahoo.com

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh dan menerapkan teknik baru penyulingan minyak nilam
rakyat serta mengkaji mutu dari minyak nilam yang dihasilkan. Pada penelitian ini bahan daun nilam
yang digunakan diperoleh dari petani Kabupaten Aceh Jaya. Ekstraksi menggunakan Rhizopus oryzae
1% dari berat bahan, perbandingan air 1:5. Rendemen bahan baku daun kering sebesar 3,3%.
Rendemen bahan baku daun segar sebesar 2,1%. Rendemen pada penambahan Rhizopus oryzae 1,5%.
Pengujian mutu dilakukan berdasarkan syarat mutu minyak nilam (SNI 06-2385-2006). Kadar pachouli
alkohol pada ekstraksi daun kering sebesar 25,43%, ekstraksi daun segar sebesar 55,01% dan ekstraksi
pada penambahan Rhizopus oryzae sebesar 43,89%. Indeks bias yang diperoleh pada ekstraksi daun
kering sebesar 1,50642, ekstraksi daun segar sebesar 1,51071 dan ekstraksi pada penambahan Rhizopus
oryzae diperoleh sebesar 1,51281. Bobot jenis pada ekstraksi daun kering diperoleh sebesar 0,955,
ekstraksi daun segar 0,961 dan ekstraksi pada penambahan Rhizopus oryzae sebesar 0,966.

Kata kunci : Ekstraksi, nilam, Rhizopus oryzae, SNI 06-2385-2006

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR TAPIOKA DI LAMPUNG

Eva Oktarina
Balai Besar Kimia Kemasan
Jl. Balai Kimia No. 1A , Pasar Rebo, Jakarta-Indonesia
E-mail: evaoktarina@gmail.com

Lampung merupakan produsen ubi kayu terbesar di Indonesia pada tahun 2010 hingga 2014. Di 2013,
Lampung memproduksi 9.633.560 ton ubi kayu yang sebagian besar dimanfaatkan untuk pembuatan
tepung tapioka. Sayangnya, limbah cair yang dihasilkan diketahui memiliki kadar organik tinggi yang
dapat mencemari lingkungan. Padahal, limbah organik tersebut masih bisa diolah menjadi produk lain
yang lebih bermanfaat seperti metana, nata de casava, biosurfaktan, Microbial Fuel Cell (MFC),
bioetanol, dan PHA (polihidroksi alkanoat). Oleh karena itu, diperlukan suatu metode pengolahan
limbah yang baik agar kegiatan industri tapioka tetap berjalan optimal tanpa harus merusak lingkungan.
Tulisan ini bertujuan mengeksplorasi pengolahan limbah cair industri tapioka dalam lingkup
manajemen limbah cair terpadu yang berkesinambungan. Sehingga, dapat membantu industri tapioka
baik dari aspek ekonomi maupun lingkungan. Pengolahan limbah yang baik diharapkan juga dapat ikut
meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomi limbah cair tapioka

Kata kunci : Limbah cair tapioka, metana, tapioka.

vi
JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI
Volume 28, No. 1, April 2015
ABSTRACT

OPTIMIZATION OF EXTRACTION PARAMETER OF OLEORESIN FROM


NUTMEG WASTE THROUGH RESPONSE SURFACE METHODOLOGY

Darmadi*, Medyan Riza, dan Mirna Rahmah Lubis


Jurusan Teknik Kimia, Universitas Syiah Kuala
Jl. Syech Abdurrauf, No. 7, Darussalam, Banda Aceh - Indonesia
*Email: darmadi.che@unsyiah.net

Optimization of extraction parameter of oleoresin from nutmeg waste has been developed. The waste
could be alternative raw material of oleoresin to replace fresh nutmeg whose price is costly. So far,
nutmeg waste from volatile oil factory is not utilized maximally. Its utilization as product that has
additional value could be carried out by extraction method of nutmeg oleoresin. The research aims to
optimize oleoresin extraction condition (temperature, solvent amount, and particle size) from nutmeg
waste by using Response Surface Methodology. The condition is designed randomly by Box-Behnken
method to result in 17 experiments. The effect of extraction condition toward yield and index of
refraction is determined through calculation and analysis by using refractometer, respectively. The
highest value of index of refraction in the research is 1.4852. The optimum condition to result in the
highest yield 14.5525% is at temperature of 40oC, solvent amount of 200 ml, and particle size of -
20+30 mesh. Optimization by using the method indicates that optimum parameter is obtained at
temperature of 35.86oC, solvent amount of 167.13 ml, and particle size of 10 mesh. The research result
is expected to provide information on operational effectivity in the perspective of production cost that
could be utilized by production center of nutmeg oleoresin.

Keywords: Extraction, nutmeg waste, oleoresin, optimization, response surface methodology.

EXTRACTION OF PROTEIN FROM PALM KERNEL CAKE WITH


PRECIPITATION METHOD USING ALKALINE

Hasrul Abdi Hasibuan1,*, dan Anny Sartika Daulay2


1)
Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Jl. Brigjend Katamso No.51 Medan, Indonesia
2)
Universitas Muslim Nusantara, Jl. Garu 2, Medan, Indonesia
*E-mail: hasibuan_abdi@yahoo.com

Extraction of protein from palm kernel cake (PKC) has been conducted via 2 step i.e. 1) protein was
dissolved using akaline solution (NaOH) and 2) protein was separated using precipitation technique
with added chloride acid (HCl). The research was conducted using Response Surface Methodology
(RSM) for study the effects of variable interaction includes the ratio of PKC and solvent, temperature
and time on extraction to obtaining the optimal of consentrate, yield and recovery. The results of RSM
analysis shows that the time of extration and temperature had a significant influence on yield of protein
while the ratio of PKC and solvent had not significant effect. The condition optimum was reached at the
ratio of PKC and solvent 1:50, temperature 40 °C and time 3 hours. At optimum conditions about 46%
protein can be extracted from the PKC with 14.6% yield and protein content in the concentrate of
49.72%. Protein concentrate containing amino acids with the largest component is glutamate 11.04%,
aspartate 5.69% and leucine 5.03%..

Keywords: Alkaline, extraction, palm kernel cake, protein.

vii
JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI
Volume 28, No. 1, April 2015
ABSTRACT

EFFECT OF SCALE UP DRIED CORN NOODLE PRODUCTION


CAPACITY ON MATERIAL BALANCE

Enny Sholichah*, Novita Indrianti, dan Aidil Haryanto


Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna - LIPI
Jl. KS Tubun, No. 5, Subang, Jawa Barat - Indonesia
*E-mail: enny002@gmail.com

Implementation of dried corn noodle processing technology is required to enrich corn processing culture in our
sociaty. However improvement of the process is still required to be commercially feasible. In general, scale-up
production capacity will affect the operating condition specially to the material balance during the production
process. Material balance used as a base in finalcial analysis dan feasibility study. This research aimed to study
the effects of production capacity scale-up on material balance. In this study the weight of all material during corn
noodle processing stages are recorded. The increment of corn noodle production capacities are 3, 4, 5 and 6 kg per
batch. The results showed that final yields range from 63.3 to 64.5%. Production capacity scale-up is not
significantly affected material balance during row material weighing,dough steaming,sheeting-slitting, drying and
packaging. Production capacity scale-up increase the process efficiency during dough compressing and noodle
steaming stages, however decrease the mixing stage efficiency.

Keywords: Scale-up, material balance, corn noodle, pilot plant.

SYNTHESIS ZEOLITE@AuNPs@MET ADSORBENT BY BINAHONG (Anredera


cordifolia) LEAF EXTRACT AS AU PRECURSOR BIOREDUCTOR AND ITS
CHARACTERIZATION

Nurdiani1,2, Latifah K. Darusman1,3,*, dan Eti Rohaeti1


1)
Departemen Kimia, FMIPA, Jl. Meranti, Kampus IPB Dramaga, Bogor, 16680, Indonesia
2)
Akademi Kimia Analisis Bogor, Jl. Pangeran Sogiri No. 283 Tanah Baru, Bogor
3)
Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor, Jl. Taman Kencana No. 3, Bogor, Indonesia
*E-mail: latifah.kd@gmail.com

Modifying zeolite with Au nanoparticles and mercaptoethanol ligand (zeolite@AuNPs@MET) has been
developed as an adsorbent of heavy metal ions. The preparation of zeolite@AuNPs@MET composite material
was done in three steps. Firstly, incorporating gold precursor in to zeolite cavity. Secondly, reduction of gold
nanoparticles by binahong leaf extract. Thirdly, modifying zeolite@AuNPs with mercaptoethanol ligand.
Binahong was used as bioreductor agent in the synthesis of Au nanoparticles since it has large contents of
flavonoids, saponins, tannins, and steroids which contain reducing functional group. The zeolite@AuNPs@MET
composite material was characterized by XRD, EDX, PSA, TEM, FTIR and UV Visible Spectrophotometer. EDX
measurements showed Au content of 0.88%, TEM and PSA measurement showed Au nanoparticle size in the
range of 7.12 nm to 14.45 nm with an average size distribution of 110.6 nm while gold nanoparticles immobilized
in the pores of zeolites have sizes ranging from 4.98 nm to 9.50 nm with an average size distribution of 279 nm.
UV Visible absorption spectrum revealed a new formed peak at 537 nm, indicating formation of AuNPs. The
characteristic peaks (at 526 nm and 532 nm) were also found in the UV-Vis absorption spectrum of AuNPs
immobilized in the zeolite pores and AuNPs in the zeolite@AuNPs@MET composite, respectively. FTIR
measurements of mercaptoethanol ligand showed the presence of a peak at 2550 cm-1 region indicating SH
functional groups, which disappeared after modification of zeolite@Au with MET ligand, indicated the –SH bond
was broken and the remained –S was attached to AuNPs. All of the characterization revealed the success of the
composite material preparation, which is an interesting material expected to have highly potential as a heavy metal
ion adsorbent.

Keywords: Adsorbent, bioreductor, binahong leaf, synthesis, zeolite@AuNPs@MET.

viii
JURNAL HASIL PENELITIAN INDUSTRI
Volume 28, No. 1, April 2015
ABSTRACT

EXTRACTION OF PATCHOULI OIL BY FERMENTATION METHOD WITH


RHIZOPUS ORYZAE

Meuthia Busthan*, dan Fitriana Djafar


Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh.
Jln. Cut Nyak Dhien No. 377. Banda Aceh, Indonesia
E-Mail: meuthiabusthan@yahoo.com

This study aims to acquire and apply new techniques patchouli oil refining the people and assess the
quality of patchouli oil produced. In this study, patchouli leaf materials used were obtained from
farmers Aceh Jaya. Extraction using Rhizopus oryzae 1% of the weight of the material, water ratio of
1: 5. The yield of raw materials dried leaves is 3.3%. The yield of fresh leaves as raw material is 2.1%.
The yield on the addition of Rhizopus oryzae is 1.5%. Quality testing is done based on the quality
requirements of patchouli oil (SNI 06-2385-2006). Patchouli levels of alcohol in the extraction of dried
leaves at 25.43%, the extraction of fresh leaves at 55.01% and extraction in addition Rhizopus oryzae at
43.89%. The refractive index obtained in the extraction of dried leaves is 1.50642, 1.51071 for the
extraction of fresh leaves and extraction in addition Rhizopus oryzae obtained by 1.51281. Gravity of
the extraction of dried leaves obtained at 0.955, extraction of fresh leaf extract at 0.961 and in addition
Rhizopus oryzae at 0.966.

Keywords: Extraction, patchouli, Rhizopus oryzae, SNI 06-2385-2006.

TAPIOCA WASTE WATER TREATMENTS IN LAMPUNG

Eva Oktarina
Balai Besar Kimia Kemasan
Jl. Balai Kimia No. 1A , Pasar Rebo, Jakarta-Indonesia
E-mail: evaoktarina@gmail.com

Lampung is the biggest producer cassava in Indonesia in 2010 until 2014. In 2013, Lampung produce
9.633.560 ton cassava, which mostly used as tapioca's raw material. Waste water from tapioca industry
has high organic content that can pollute environment. In fact, the organic waste can still be processed
into other products that are more usable such as methane, nata de cassava, biosurfactant, Microbial Fuel
Cell (MFC), bioethanol, and Poly Hydroxyl Alkanoat (PHA). Therefore, waste water treatments method
needed so tapioca industry can optimally worked without threatened environment. This article aim is to
explore waste water treatments for tapioca industry by sustainability integrated waste water
management. So it can assist tapioca industry in environment and economic aspect. Good waste
management is also expected for increasing utility value and economical value of tapioca waste water.

Keywords: Methane, tapioca, tapioca waste water.

ix
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 1-8

OPTIMASI PARAMETER EKSTRAKSI OLEORESIN DARI AMPAS


PALA MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY
(Optimization of Extraction Parameter of Oleoresin from Nutmeg Waste
through Response Surface Methodology)

Darmadi*, Medyan Riza, dan Mirna Rahmah Lubis


Jurusan Teknik Kimia, Universitas Syiah Kuala
Jl. Syech Abdurrauf, No. 7, Darussalam, Banda Aceh - Indonesia
*Email: darmadi.che@unsyiah.net

Riwayat Perlakuan Artikel:


Diterima : 05 Januari 2015 Revisi : 27 Januari 2015 Disetujui: 09 Februari 2015

ABSTRAK. Optimasi parameter ekstraksi oleoresin dari ampas pala telah dikembangkan. Ampas
tersebut dapat dijadikan bahan baku alternatif oleoresin menggantikan pala segar yang harganya mahal.
Selama ini ampas pala yang berasal dari pabrik minyak atsiri pala tidak dimanfaatkan secara maksimal.
Pemanfaatannya menjadi produk yang mempunyai nilai tambah dapat dilakukan dengan cara ekstraksi
oleoresin pala. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi kondisi ekstraksi oleoresin (temperatur,
jumlah pelarut, dan ukuran partikel) dari ampas pala menggunakan Response Surface Methodology.
Kondisi tersebut diacak dengan metode Box-Behnken sehingga menghasilkan 17 perlakuan. Pengaruh
kondisi ekstraksi terhadap rendemen dan indeks bias diidentifikasi dengan menggunakan aplikasi
software design expert. Rendemen dan indeks bias ditentukan masing-masing melalui perhitungan dan
analisis dengan menggunakan refraktometer. Nilai indeks bias yang paling tinggi pada eksperimen ini
adalah 1,4852. Kondisi optimum untuk menghasilkan rendemen tertinggi 14,5525% berada pada
temperatur 40oC, jumlah pelarut 200 ml, dan ukuran partikel -20+30 mesh. Optimasi dengan
menggunakan metode tersebut memperlihatkan bahwa parameter optimum diperoleh pada temperatur
35,86oC, jumlah pelarut 167,13 ml, dan ukuran partikel 10 mesh. Penelitian tersebut diharapkan akan
memberikan masukan mengenai efektifitas operasi dari segi biaya produksi yang dapat dimanfaatkan
oleh sentra produksi oleoresin pala.
Kata kunci: Ampas pala, ekstraksi, oleoresin, optimasi, response surface methodology.

ABSTRACT. Optimization of extraction parameter of oleoresin from nutmeg waste has been developed.
The waste could be alternative raw material of oleoresin to replace fresh nutmeg whose price is costly. So
far, nutmeg waste from volatile oil factory is not utilized maximally. Its utilization as product that has
additional value could be carried out by extraction method of nutmeg oleoresin. The research aims to
optimize oleoresin extraction condition (temperature, solvent amount, and particle size) from nutmeg
waste by using Response Surface Methodology. The condition is designed randomly by Box-Behnken
method to result in 17 experiment. The effect of extraction condition toward yield and index of refraction
is determined through calculation and analysis by using refractometer, respectively. The highest value of
index of refraction in the research is 1.4852. The optimum condition to result in the highest yield
14.5525% is at temperature of 40oC, solvent amount of 200 ml, and particle size of -20+30 mesh.
Optimization by using the method indicates that optimum parameter is obtained at temperature of
35.86oC, solvent amount of 167.13 ml, and particle size of 10 mesh. The research result is expected to
provide information on operational effectivity in the perspective of production cost that could be utilized
by production center of nutmeg oleoresin.
Keywords: Extraction, nutmeg waste, oleoresin, optimization, response surface methodology.

1. PENDAHULUAN dari Maluku, Pulau Banda, Indonesia


(Charles, 2013). Tumbuhan tersebut
Tumbuhan Myristica fragrans Houtt menghasilkan rempah, biji (endosperma),
(pala) merupakan tumbuhan yang asalnya dan bunga (kemerahan), yang diinginkan

1
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 1-8

karena sifatnya yang berhubungan dengan (Nurdjannah, 2007). Oleoresin pala


aroma, masakan, dan obat-obatan (Iyer, biasanya digunakan untuk penambah aroma
2007). Buah pala tersusun dari 77,8% dan rasa produk pangan, pengawet daging,
daging buah, 4% fuli, 5,1% tempurung, dan penambah nafsu makan dan meningkatkan
13,1% biji. Pala umumnya dipanen untuk daya cerna, sebagai bahan tambahan dalam
diproses menjadi asinan, manisan, selai industri obat-obatan serta beragam khasiat
anggur, dodol, dan sirup (sari buah) pala yang bermanfaat bagi kesehatan manusia
(Susanti, 2004). Minyak dan oleoresin yang (Chevalllier, 2001).
diperoleh dari buah, fuli pala, dan biji sering Permasalahan utama dalam produksi
dimanfaatkan dalam pabrik parfum, obat- oleoresin pala adalah bahan baku pala segar
obatan, serta kosmetik (Rismunandar, yang harganya mahal. Disamping itu limbah
1990). dari industri minyak pala yang masih
Pada industri minyak pala, mengandung oleoresin hanya di buang saja
pengambilan minyak dilakukan dengan tanpa dimanfaatkan lebih lanjut. Dalam
penyulingan menggunakan uap air (steam ekstraksi oleoresin, jenis pelarut organik
distillation), ekstraksi dengan pelarut yang digunakan sangat mempengaruhi
(solvent extraction), dan pengempaan kualitas dan kuantitas oleoresin. Hal-hal
(Harris, 1987). Ampas pala yang telah yang menentukan kecepatan ekstraksi yaitu
diambil minyak atsirinya hanya dijadikan lamanya ekstraksi, jenis persiapan sampel,
kompos dan kebanyakan dibuang sebagai jumlah, temperatur, dan jenis pelarut
limbah industri. Penggunaannya menjadi (Suparni, 2009). Pelarut harus mempunyai
bahan yang mempunyai nilai tambah dapat kemampuan melarutkan komponen yang
dilakukan dengan cara ekstraksi oleoresin akan dipisahkan dan mempunyai viskositas
pala. cukup rendah sehingga mudah
Oleoresin merupakan produk disirkulasikan (Cecep, 2009).
pemrosesan rempah berupa cairan viskos Etanol merupakan pelarut organik
yang dihasilkan melalui prosedur ekstraksi yang mudah didapat, tidak beracun, terbuat
rempah seperti pala dengan memakai dari bahan yang dapat diperbaharui dan
pelarut organik (Nurdjannah, 2007). Dari lebih murah dibandingkan pelarut organik
semua rempah, pala merupakan rempah lainnya. Karena alasan-alasan tersebut maka
yang paling banyak mengandung oleoresin pada penelitian ini digunakan pelarut etanol
dibandingkan dengan rempah yang lainnya untuk mengekstraksi oleoresin dari ampas
yaitu mencapai 31% (Anonimous, 2008). pala. Penelitian ini dimaksudkan untuk
Kandungan oleoresin pada ampas pala menjadikan ampas pala mempunyai nilai
bila diekstraksi dengan menggunakan jual yang lebih tinggi setelah diektraksi
pelarut etanol panas adalah sebesar 25% menjadi oleoresin. Penelitian ini bertujuan
sedangkan kandungan oleoresin pada pala untuk mengoptimasi kondisi ekstraksi
segar bila diekstraksi dengan pelarut yang oleoresin (temperatur, jumlah pelarut, dan
sama adalah sebesar 27%. Kandungan ukuran partikel) dari ampas pala dengan
oleoresin pada ampas pala dengan pala menggunakan Response Surface
segar tidak jauh berbeda, sehingga ekstraksi Methodology (RSM).
oleoresin dari ampas pala lebih Optimasi kondisi untuk pemrosesan
menguntungkan, mengingat ampas pala merupakan salah satu tahap yang paling
merupakan limbah industri (Hernani dan kritis dalam perkembangan bioproses yang
Risfaheri, 1990). Di Indonesia penelitian efisien dan ekonomis (Tan dkk., 2012).
mengenai oleoresin pala saat ini sedang RSM digunakan secara luas di bidang
berkembang. teknik kualitas, seperti dalam optimasi
Oleoresin mampu tahan pada waktu proses produk atau pengurangan variabilitas
yang lama dengan kondisi yang baik produk (Tanaka dkk., 2007).

2
Darmadi. dkk Optimasi Parameter Ekstraksi….

Aplikasi RSM yang paling luas adalah untuk tiga variabel independen yang
dalam situasi dimana beberapa variabel digunakan dalam penelitian ini.
input secara potensial mempengaruhi
beberapa kinerja ukuran atau karakteristik
kualitas proses (Carley dkk., 2004). RSM (1)
merupakan teknik merancang perlakuan,
untuk membangun model yang Dimana, βo, βi, βii, dan βij merupakan
memungkinkan orang menilai pengaruh koefisien regresi, yang nilainya dapat
beberapa faktor terhadap respon yang diestimasi dengan metoda kuadrat terkecil
diinginkan (Fakhri, 2014). Dibandingkan dan telah diuraikan di banyak literatur
dengan penggunaan metode “faktor satu statistik (Lazic, 2004).
dengan satu”, RSM jauh lebih baik karena
dalam RSM beberapa variabel proses 2. METODOLOGI
berinteraksi dengan yang lain secara
simultan (Anuar dkk., 2013). Banyak jenis Metode yang dilakukan pada
rancangan response surface yang digunakan penelitian ini adalah metode eksperimen
untuk optimasi seperti Central composite, ekstraksi oleoresin dari ampas pala
Doehlert, dan Box Behnken (Wani dkk., menggunakan pelarut etanol. Hubungan
2012). Myers dan Montgomery (2002) antar faktor penelitian yaitu temperatur
menjelaskan bahwa RSM dilakukan melalui ekstraksi X1 (30oC, 40oC, 50oC), jumlah
pemodelan matematis untuk pelarut X2 (150 ml, 200 ml, 250 ml), dan
menggambarkan hubungan variabel ukuran mesh partikel bahan X3 (-10+20,
independen dengan yang ditinjau. Dalam -20+30, -30+80) diacak menggunakan
permodelan biasanya digunakan model metode Box-Behnken yang menghasilkan
polinomial orde-dua, persamaan (1) 17 kali perlakuan tampak dalam Tabel 1.
menunjukkan model polinomial orde-dua

Tabel 1. Metode Box-Behnken yang tersusun atas 17 perlakuan


Run Standar Temperatur (oC) Jumlah Pelarut (ml) Ukuran Partikel (mesh)
1 3 30 250 -20+30
2 14 40 200 -20+30
3 13 40 200 -20+30
4 6 50 200 -10+20
5 4 50 250 -20+30
6 8 50 200 -30+80
7 11 40 150 -30+80
8 17 40 200 -20+30
9 12 40 250 -30+80
10 9 40 150 -10+20
11 7 30 200 -30+80
12 15 40 200 -20+30
13 5 30 200 -10+20
14 2 50 150 -20+30
15 1 30 150 -20+30
16 16 40 200 -20+30
17 10 40 250 -10+20

3
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 1-8

Ampas pala dibersihkan dari kotoran, suhu 40-60 oC dan tekanan 24 kPa,
dicuci, ditiriskan kemudian dikeringkan sehingga yang tertinggal hanyalah
dengan menjemur diterik matahari selama 4 oleoresin.
hari sehingga kandungan airnya mencapai Analisis yang dilaksanakan pada riset
10%. Selanjutnya dihaluskan dengan Ball ini meliputi dua tahap yaitu analisis ampas
Mill dan diayak dengan Sieve Vibrator. pala sesuai ukuran partikel antara mesh,
Ampas pala yang telah disiapkan sebanyak yang berupa analisis kadar air, dan analisis
50 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer oleoresin yang meliputi analisis bobot jenis,
500 ml dan ditambahkan sejumlah pelarut rendemen (Y1), dan indeks bias (Y2)
yang sesuai dengan hasil korelasi variabel- oleoresin pala. Pengaruh masing-masing
variabel melalui Design Expert 7. Pelarut variabel operasi terhadap variabel analisis
yang digunakan yakni etanol pro-analysis (respon) akan dipelajari menggunakan
(100%). Sampel diaduk dengan aplikasi software Design Expert.
menggunakan Magnetic Stirrer dan Rendemen dari setiap perlakuan
temperatur ekstraksi diatur dengan diperoleh menggunakan persamaan 2, dan
menggunakan Hot Plate sesuai variabel indek bias dianalisis dengan menggunakan
percobaan serta dijaga tetap. Selanjutnya refraktometer.
dipanaskan sampai suhu sesuai dengan
variabel perlakuan selama 3 jam. Kemudian berat oleoresin
Rendemen  x 100%
disaring dengan kertas saring menggunakan berat ampas pala (2)
pompa vakum (2FJ – 1B Vaccum Pump).
Filtrat hasil dari penyaringan masih 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
mengandung pelarut etanol sehingga
dilakukan pemurnian dengan cara diuapkan Setelah dilakukan eksperimen dan
menggunakan alat Vacuum Rotary analisis, data hasil eksperimen response
Evaporator (Eyela N-1001 series) pada surface ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Data eksperimen response surface


X1 X2 X3 Y1 Y2
30 250 -20+30 11,6695 1,4701
40 200 -20+30 14,5521 1,4852
40 200 -20+30 14,5525 1,4851
50 200 -10+20 12,6350 1,4743
50 250 -20+30 12,0025 1,4715
50 200 -30+80 13,4122 1,4762
40 150 -30+80 14,0002 1,4805
40 200 -20+30 14,5523 1,4851
40 250 -30+80 14,2120 1,4827
40 150 -10+20 13,6105 1,4777
30 200 -30+80 12,9950 1,4755
40 200 -20+30 14,5523 1,4851
30 200 -10+20 12,4005 1,4728
50 150 -20+30 11,4122 1,4692
30 150 -20+30 11,0125 1,4680
40 200 -20+30 14,5525 1,4852
40 250 -10+20 13,8756 1,4791

4
Darmadi. dkk Optimasi Parameter Ekstraksi….

Rendemen pada eksperimen ini Gambar 2 merupakan grafik surface


adalah persentase oleoresin yang diekstrak untuk indeks bias. Indeks bias merupakan
dari ampas pala, rendemen merupakan perbandingan antara kecepatan udara dalam
indikator kuantitas dari oleoresin. ruang hampa udara dengan cepat rambat
Berdasarkan Tabel 1 dan Gambar 1 dapat cahaya dalam suatu medium (Anonimous,
dilihat bahwa nilai rendemen (Y1) yang 2010), dalam analisis ini mediumnya adalah
paling tinggi pada eksperimen ini adalah oleoresin. Semakin pekat oleoresin maka
14,5525% salah satunya berada pada akan semakin rendah indeks biasnya dan
kondisi X1 (temperatur) 40oC, X2 (jumlah sebaliknya. Hal lain yang berhubungan
pelarut) 200 ml dan X3 (ukuran partikel) dengan temperatur, yaitu semakin tinggi
(-20+30) mesh. Semakin tinggi temperatur temperatur maka akan ada banyak molekul-
maka rendemen yang dihasilkan semakin molekul besar yang terekstrak sehingga
tinggi. Hal ini berhubungan juga dengan warna dari oleoresin menjadi lebih pekat.
jumlah pelarut, semakin banyak jumlah Kepekatan oleoresin merupakan salah satu
pelarut yang digunakan maka rendemen indikator kualitas oleoresin, semakin pekat
yang dihasilkan semakin tinggi. Begitu juga oleoresin menunjukkan bahwa semakin
dengan ukuran partikel, semakin kecil sedikit kandungan pelarut yang tersisa di
ukuran partikel suatu bahan maka luas dalam oleoresin sehingga oleoresin semakin
kontak bahan dengan pelarut semakin besar murni. Berdasarkan penjelasan tersebut
sehingga bahan yang terekstrak akan maka diharapkan indeks bias oleoresin yang
semakin tinggi. Banyak korelasi variabel didapat bernilai rendah namun tetap berada
yang dapat menghasilkan rendemen dalam batasan indeks bias oleoresin pala
14,5525%. Berdasarkan Gambar 1 dapat yaitu 1,4720 – 1,4860. Namun Tabel 1
dilihat bahwa permukaan yang optimum menunjukkan bahwa kondisi pada
untuk rendemen berada di tengah. Hal ini o
temperatur 30 C dan jumlah pelarut 150
menunjukkan bahwa semakin ke tengah ml, indeks bias yang diperoleh adalah
kondisi ekstraksinya maka rendemen yang 1,4680. Hal ini dimungkinkan karena pada
dihasilkan akan semakin besar. Karena saat penyaringan adanya zat pengotor yang
rendemen menunjukkan kuantitas maka terikut dan menyebabkan oleoresin yang
diharapkan rendemen yang dihasilkan didapat pekat sehingga indeks bias yang
bernilai tinggi, sehingga dapat dikatakan dihasilkan rendah.
bahwa titik optimum untuk rendemen
tanpa pertimbangan variabel proses berada
di puncak surface.

Gambar 2. Grafik surface antara indeks bias


(Y2) dengan temperatur (X1) dan jumlah pelarut
(X2) dengan ukuran partikel (X3) = 10 mesh (0)
Gambar 1. Grafik surface antara rendemen
(Y1) dengan temperatur (X1) dan jumlah
Grafik surface untuk indeks bias sama
pelarut (X2) dengan ukuran partikel (X3) =
-20+30 mesh (0)
bentuknya dengan untuk rendemen, namun

5
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 1-8

titik optimum untuk indeks bias berbeda namun tetap saja sekitar 30% pelarut akan
posisinya dengan rendemen. Titik optimum hilang. Pelarut yang digunakan pada
untuk indeks bias berada pada lingkaran eksperimen ini adalah adalah etanol
terluar dari grafik. yang harganya relatif mahal, sehingga
Persamaan kuadratik untuk rendemen apabila penggunaan etanol tidak
yang diperoleh dengan menggunakan diminimumkan maka semakin besar biaya
Response Surface Methodology adalah: yang dikeluarkan. Untuk ukuran partikel,
Y1 = -34,568 + 1,652X1 + 0,163X2 – 0,1285X3 semakin kecil ukurannya maka semakin
– 0,0205X12 – 0,000392X22 + besar energi dan biaya operasional yang
2
0,003544X3 – 0,0000334X1X2 + diperlukan disamping teknis pengerjaannya
0,0004567 X1X3 + 0,0004567 X2X3 yang rumit. Oleh karena itu, dalam rangka
optimasi kondisi ekstraksi oleoresin,
Untuk Indeks Bias:
Y2 = 1,23 + 0,0084X1 + 0,00082X2 + rendemen (Y1) diharapkan diperoleh di atas
0,000166X3 – 0,000104X12 – 11,0125% mendekati 14,5525%, karena
0,000002X22 –0,0000007X32 + secara eksperimen rendemen terendah yang
0,0000001X1X2 + 0,000002 X1X3 + diperoleh adalah 11,0125% dan rendemen
0,0000004X2X3 tertinggi adalah 14,5525%.
Indeks bias (Y2) berada dalam
dimana Y1 = rendemen, Y2 = Indeks Bias, range 1,472-1,486 pada kondisi temperatur
X1 = temperatur, X2 = jumlah pelarut, X3 (X1) lebih kecil dari 50oC mendekati 30oC.
= ukuran partikel.
Jumlah pelarut (X2) lebih kecil dari 150 ml
Optimasi ini bertujuan untuk mendekati 250 ml demikian juga dengan
memperoleh kondisi operasi yang dapat ukuran mesh partikel (X3) lebih kecil dari
memberikan kualitas oleoresin yang baik 30 mesh mendekati 10 mesh.
dengan biaya operasional, waktu yang Dengan menggunakan data hasil
minimum, dan teknis yang sederhana. eksperimen, batasan dapat dituliskan secara
Kualitas oleoresin ditentukan oleh matematika:
rendemen dan indeks bias yang maksimum. 11,0125 % ≤ Y1 14,5525 %
Untuk menekan biaya operasi, maka 1,472 ≤ Y2 ≥ 1,486
temperatur dan jumlah pelarut untuk 30oC X1 ≤ 50oC
ekstraksi harus seminimum mungkin. 150 ml X2 ≤ 250 ml
Semakin besar temperatur yang 10 mesh X3 ≤ 30 mesh
dibutuhkan maka semakin besar energi Dengan memasukkan batasan tersebut
dan jumlah pelarut yang diperlukan ke dalam Persamaan 1 maka akan diperoleh
sehingga semakin banyak pelarut yang 7 solusi optimasi yang dapat dipilih sesuai
harus disediakan. Jumlah pelarut kriteria yang diharapkan. Keseluruhan
sebenarnya tidak terlalu dikhawatirkan solusi ini tampak dalam Tabel 3.
karena pelarut dapat di-recovery kembali

Tabel 3. Nilai kondisi optimum sesuai dengan batasan


No X1 X2 X3 Y1 Y2 DF
1 35,81845 166,2981 10,00001 13,62830 1,478719 0,813781
2 35,90789 166,1641 10,00001 13,64049 1,478782 0,813765
3 35,78930 166,8007 10,00014 13,63846 1,478767 0,813761
4 35,86548 167,1250 10,00003 13,66248 1,478887 0,813726
5 35,61765 166,7695 10,00005 13,60495 1,478596 0,813668
6 35,61129 165,7507 10,00012 13,57190 1,478435 0,813622
7 34,08478 178,5909 10,00004 13,57095 1,478334 0,800530

6
Darmadi. dkk Optimasi Parameter Ekstraksi….

Ketujuh solusi dalam Tabel 3


merupakan kondisi optimum dari ekstraksi
oleoresin dengan batasan dan syarat yang
telah ditentukan. Namun, dari ketujuh
pilihan tersebut, kondisi yang paling
optimum akan dipilih lagi secara manual
dengan mempertimbangkan beberapa aspek
yaitu rendemen, temperatur, dan jumlah
pelarut. Pada Tabel 3 terdapat 3 kondisi
Gambar 3. Grafik desirability
rendemen terbaik yang patut
dipertimbangkan yaitu nomor 4 dengan
Pada Gambar 3 dapat dilihat masing
rendemen 13,662%, nomor 2 dengan
masing nilai dk untuk X1 adalah 0,71 yang
rendemen 13,641%, dan nomor 3 dengan
berarti kondisi optimum temperatur yang
rendemen 13,639%. Dari aspek temperatur,
diberikan adalah 35,87oC. Sedangkan
ketiga kondisi tersebut ternyata tidak begitu
temperatur yang diinginkan adalah 30
memiliki perbedaan yang jauh sehingga
sehingga dk yang diperoleh tidak berada
aspek temperatur dapat diabaikan sama
pada posisi 1. Posisi antara nilai yang diset
halnya dengan ukuran partikel. Dari aspek
dengan nilai optimasi yang didapat dapat
jumlah pelarut, ketiga pilihan tersebut juga
dilihat dalam ramps pada Gambar 3. Begitu
tidak jauh berbeda, masing masing adalah
juga halnya dengan nilai dk untuk X2, X3, Y1
167,125 ml, 166,164 ml, dan 166,8 ml.
dan Y2 mempunyai nilai masing masing
Berdasarkan semua pilihan tersebut, kondisi
adalah 0,83 ; 1 ; 0,75 ; 1. Karena DF adalah
nomor 4 dipilih sebagai kondisi optimum
nilai geometrik keseluruhan variabel maka
karena menghasilkan rendemen yang lebih
untuk kondisi ini DF yang diperoleh adalah
tinggi dengan kondisi operasi yang hampir
0,814.
sama. Kondisi nomor 4 memiliki
Desirability Function (DF) sebesar 0,814
4. KESIMPULAN
dengan masing masing d k  h Yˆk  dapat
dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan hasil pembahasan dan
Untuk keperluan optimasi suatu penelitian yag telah dilakukan dapat ditarik
proses perlu ditetapkan kriteria atas dasar kesimpulan bahwa kondisi operasional
fungsi keinginan (DF). Nilai (tingkat) optimum untuk menghasilkan rendemen
tanggap minimum dan maksimum harus tertinggi 14,5525% berada pada kondisi X1
ditentukan atas dasar teknis dan ekonomis. (temperatur) 40oC, X2 (jumlah pelarut) 200
Optimasi variabel respon secara simultan ml dan X3 (ukuran partikel) (-20+30) mesh.
dilakukan dengan menggunakan pendekatan Kondisi operasional optimum untuk
fungsi keinginan (DF), seperti yang menghasilkan indeks tertinggi 1,4852
diusulkan oleh Derringer dan Suich (1980). berada pada kondisi X1 (temperatur) 40oC,
Fungsi keinginan untuk setiap respon X2 (jumlah pelarut) 200 ml dan X3 (ukuran
dikonversikan menjadi fungsi keinginan partikel) (-20+30) mesh. Dengan
masing-masing, d k  h Yˆk  , nilai dk mempertimbangkan aspek rendemen,
temperatur, dan ukuran partikel maka
berkisar antara 0 dan 1, dimana dk = 0, parameter optimum ekstraksi oleoresin
berarti respon berada dalam rentang yang adalah pada temperatur 35,86oC, jumlah
tidak dalam keinginan, sedangkan dk = 1 pelarut 167, 13 ml, dan ukuran partikel 10
berarti respon berada pada kondisi optimum mesh.
sesuai keinginan sehingga nilai dk berada
pada 0 < dk < 1.

7
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 1-8

DAFTAR PUSTAKA Lazic, Z. R. 2004. Design of Experiments in


Chemical Engineering: A Practical
Anonimous. 2008. Jahe. Jakarta: Balai Penelitian Guide, New York: Wiley-VCH.
Tanaman Obat dan Aromatika. Myers, R. H. and Montgomery, D. C. 2002.
Anonimous. 2010. Response Surface Methodology: Process
http://en.wikipedia.org/wiki/Nutmeg. and Product Optimization Using
Anuar, N., Adnan, Ahmad F. M., Saat, N., Azis, Designed Experiments, New York: Wiley
N., Taha, Rosna M., 2013. Optimization Series in Probability and Statistics.
of extraction parameters by using Nurdjannah, Nanan. 2007. Teknologi Pengolahan
response surface methodology, Pala. Banda Aceh: Badan Penelitian dan
purification, and identification of Pengembangan Pertanian.
anthocyanin pigments in Melastoma Rismunandar. 1990. Budidaya dan Tataniaga
malabathricum fruit. The Scientific World Pala. Cetakan kedua. Jakarta: PT.
Journal. Penebar Swadaya.
http://dx.doi.org/10.1155/2013/810547. Suparni, R. Setiowaty. 2009. Ekstraksi. www.che-
Carley, Kathleen M., Kamneva, Natalia Y., mis-try.org.
Reminga, Jeff. 2004. Response Surface Susanti, L. 2004. Pembuatan minuman instan pala
Methodology. Pittsburgh: Carnegie (Myristica fragrans Houtt) dengan
Mellon University. menggunakan alat pengering semprot.
Cecep, N. Haris. 2009. Teknologi Pengolahan Skripsi S1. Bogor: Fateta IPB.
Minyak Atsiri. Tan, Quoc L. P., Kieu, Xinh N. T., Kim, Nguyet
www.teknologipertanian.com. H. T., Hong, Xuyen N. T. 2012.
Charles, Denys J. 2013. Antioxidant Properties of Application of response surface
Spices, Herbs and Other Sources. methodology (RSM) in condition
Norway: Spriger. optimization for essential oil production
Chevallier, A. 2001. Encyclopedia of Medicinal from Citrus latifolia. Emir. J. Food Agric.
Plants. London: Dorling Kindrsley 24(1): 25-30.
Limited. Tanaka, T., Sakai, K., Yamashita, Y., Sakamoto,
Derringer, G. dan Suich, R. 1980. Simultaneous N., Koyamada, K. 2007. Hierarchical
Optimization of Several Response response surface methodology for
Variabel. Journal of Quality Technology. parameter optimization: efficiency of
12: 214-219. hierarchical with hessian matrix. Systems
Fakhri, Ali. 2014. Application of response surface Modeling and Simulation. Tokyo:
methodology to optimize the process Springer.
variables for fluoride ion removal using Wani, Tanveer A., Ahmad, A., Zargar, S., Khalil,
maghemite nanoparticles. Journal of Nasr Y., Darwish, Ibrahim A., 2012. Use
Saudy Chemical Society. 18: 340-347. of response surface methodology of new
Harris, R. 1987. Tanaman Minyak Atsiri. Jakarta: microwell-based spectrophotometric
Penerbit Penebar Swadaya. method for determination of atrovastatin
Hernani dan Risfaheri. 1990. Pengaruh cara calcium in tablets. Chemistry Central
penempatan bahan pada penyulingan biji Journal. 6: 134.
pala terhadap rendemen dan mutu
minyaknya. Medkom Puslitbangtri. 5: 93.
Iyer, R. I. 2007. In vitro propagaton of nutmeg,
Myristica fragrans Houtt. Protocols for
Micropropagation of Woody Trees and
Fruits. Dordrecht: Springer.

8
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, Hal. 9-16

EKSTRAKSI PROTEIN DARI BUNGKIL INTI SAWIT DENGAN


TEKNIK PENGENDAPAN MENGGUNAKAN PELARUT ALKALI
(Extraction of Protein from Palm Kernel Cake with Precipitation Method
Using Alkaline)

Hasrul Abdi Hasibuan1,* dan Anny Sartika Daulay2


1)
Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Jl. Brigjend Katamso No.51 Medan, Indonesia
2)
Universitas Muslim Nusantara, Jl. Garu 2, Medan, Indonesia
*E-mail: hasibuan_abdi@yahoo.com

Riwayat Perlakuan Artikel:


Diterima : 19 Februari 2015 Revisi : 16 Maret 2015 Disetujui: 30 Maret 2015

ABSTRAK. Ekstraksi protein dari bungkil inti sawit (BIS) telah dilakukan melalui 2 tahapan meliputi: 1)
protein dari BIS dilarutkan dengan menggunakan larutan alkali (NaOH) dan 2) protein dipisahkan
menggunakan teknik pengendapan dengan menambahkan asam klorida (HCl). Penelitian dilakukan
dengan menggunakan metode permukaan sambutan (Response Surface Methodology, RSM) untuk
mengkaji pengaruh interaksi variabel dalam ekstraksi yang terdiri dari rasio BIS/pelarut, temperatur dan
waktu dalam memperoleh konsentrat, rendemen dan recovery dari konsentrat protein yang optimal. Hasil
analisa RSM menunjukkan bahwa waktu dan temperatur memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
rendemen protein sementara rasio BIS/pelarut tidak berpengaruh signifikan. Kondisi optimum tercapai
pada rasio BIS/pelarut 1:50, temperatur 40 °C dan waktu 3 jam. Pada kondisi optimum sekitar 46%
protein dari BIS dapat diekstrak dengan rendemen 14,6% dan kadar protein dalam konsentrat sebesar
49,72%. Konsentrat protein mengandung asam amino dengan komponen terbesar adalah glutamat,
aspartat dan leusin masing-masing sebesar 11,04%; 5,69% dan 5,03%.

Kata kunci: Alkali, bungkil inti sawit, ekstraksi, protein.

ABSTRACT. Extraction of protein from palm kernel cake (PKC) has been conducted via 2 step i.e. 1)
protein was dissolved using akaline solution (NaOH) and 2) protein was separated using precipitation
technique with added chloride acid (HCl). The research was conducted using Response Surface
Methodology (RSM) for study the effects of variable interaction includes the ratio of PKC and solvent,
temperature and time on extraction to obtaining the optimal of consentrate, yield and recovery. The
results of RSM analysis shows that the time of extration and temperature had a significant influence on
yield of protein while the ratio of PKC and solvent had not significant effect. The condition optimum was
reached at the ratio of PKC and solvent 1:50, temperature 40 °C and time 3 hours. At optimum
conditions about 46% protein can be extracted from the PKC with 14.6% yield and protein content in the
concentrate of 49.72%. Protein concentrate containing amino acids with the largest component is
glutamate 11.04%, aspartate 5.69% and leucine 5.03%.

Keywords: Alkaline, extraction, palm kernel cake, protein.

1. PENDAHULUAN komoditas bernilai ekonomi, Indonesia telah


mengekspor BIS ke Eropa, Australia dan
Bungkil inti sawit (BIS) merupakan Amerika (Batubara dan Krisnan, 2005). Di
produk samping dari pengolahan minyak negara tujuan ekspor, BIS telah
inti sawit. Data potensi BIS Indonesia tahun dimanfaatkan sebagai pensuplai protein
2010 sebesar 2,881 juta ton memperlihatkan pada pakan ternak ruminansia.
bahwa komoditas tersebut memberi peluang BIS mengandung energi tinggi dengan
secara ekonomi untuk dimanfaatkan sebagai sejumlah crude protein. BIS mengandung
sumber pendapatan negara (Purba dan 52% ekstrak nitrogen bebas (NFE), 31 %
Panjaitan, 2011). Sebagai bagian dari serat deterjen asam dan 72% serat deterjen

9
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, Hal. 9-16

netral. Komposisi kimia BIS umumnya 2. METODOLOGI


teridiri dari protein, lemak, serat kasar, air
dan abu masing-masing sebesar 14-17%, 2.1 Bahan
9,5-10,5%, 12-18%, <10% dan 3,75% Bungkil Inti Sawit (BIS) diperoleh
(MPOB, 2008; Iskandar dan Sinurat, 2008). dari Pabrik Kelapa Sawit Kebun Pabatu, PT.
Berdasarkan analisis kegunaannya sebagai Perkebunan Nusantara IV. Bahan tersebut
pensuplai protein, BIS memiliki asam dikeringkan dan dihaluskan hingga
amino tertinggi adalah arginin dan asam ukurannya 80 mesh. Sementara itu, untuk
glutamat (Alimon, 2004; MPOB, 2008; memisahkan protein dari BIS digunakan
Dairo dan Fasuyi, 2008). bahan kimia seperti NaOH teknis, akuades
Kadar protein pada BIS dapat dan HCl p.a dari supplier lokal E. Merck.
ditingkatkan dengan 2 cara yaitu fermentasi
dan ekstraksi. Secara fermentasi protein BIS 2.2 Ekstraksi Protein
hanya dapat ditingkatkan dari 15% menjadi
19% (Amri, 2006) sedangkan cara ekstraksi Ekstraksi protein dilakukan dengan
dapat mencapai diatas 40% (Manaf, 2008; tiga variabel penelitian dengan lima
Nahrowi dkk., 2009). Dengan demikian, level/tingkat yang dirancang mengikuti
BIS sangat berpeluang untuk menghasilkan bentuk Rancangan Susunan Terpusat
konsentrat protein. (Central Composite Design, CCD) pada
Ekstraksi protein dari BIS memiliki Tabel 1 dan Tabel 2. Metode Permukaan
kendala disebabkan oleh matriks ini Sambutan (Response Surface Methodology,
mengandung selulosa dan lemak yang RSM) digunakan untuk mengamati
cukup tinggi. Beberapa peneliti telah pengaruh individu maupun interaktif dan
mengekstraksi protein dari matriks yang mengoptimisasikan ketiga variabel untuk
mengandung lemak menggunakan pelarut, mencapai kadar protein, rendemen dan
enzim, separasi membran, kombinasi perolehan kembali (recovery) yang
pelarut-enzim-membran, gel filtration dan maksimum.
ultrasonik. Cara sederhana yang pernah Ekstraksi protein dilakukan dengan
dilakukan untuk mengekstraksi protein dari mencampurkan BIS dan NaOH 1 N pada
BIS adalah dengan penambahan air dan rasio yang telah ditentukan seperti disajikan
pemanasan (Manaf, 2008; Nahrowi dkk., pada Tabel 1 dan Tabel 2. Campuran
2009). Menurut Wani dkk., 2006 dan Arifin dipanaskan pada suhu tertentu dan diaduk
dkk., 2009 bahwa efektivitas ekstraksi menggunakan magnetik stirer pada 100 rpm
protein dipengaruhi oleh kelarutan protein selama waktu tertentu. Setelah waktu yang
dan parameter lain seperti pH, temperatur, ditentukan sesuai yang disajikan pada Tabel
waktu, rasio padatan/pelarut dan jenis 1 dan Tabel 2, campuran disentrifugasi pada
pelarut. Di samping itu, Daulay, 2010 3000 rpm, suhu 10 °C selama 20 menit.
menyatakan bahwa pH optimum untuk Tahap berikutnya adalah penambahan HCl
mengendapakan protein adalah sebesar 3,5. 1 N hingga pH 3,5 untuk memisahkan
Atas dasar pertimbangan variabel diatas, residu. Filtrat disentrifugasi kembali pada
penelitian ini dilakukan dengan tujuan 9000 rpm selama 10 menit dan endapan
untuk menentukan kondisi optimum yang terbentuk merupakan konsentrat
ekstraksi protein dari BIS. protein. Produk dicuci menggunakan air
sebanyak 3 kali.
Tabel 1. Variabel dan level untuk desain eksperimen 3 variabel
Level -1,682 -1 0 1 1,682
Rasio BIS:Pelarut (b/v) 1:20 1:30 1:40 1:50 1:60
Waktu ekstraksi (jam) 0.5 1 2 3 4
Temperatur (°C) 35 40 45 50 55

10
Hasrul Abdi Hasibuan dan Anny Sartika Daulay Ekstraksi Protein dari….

Tabel 2. Kombinasi level terkode untuk 5 level dan 3 variabel


No Rasio BIS:Pelarut (b/v) Waktu ekstraksi (jam) Temperatur (°C)
1 1:30 1 40
2 1:50 1 40
3 1:30 3 40
4 1:50 3 40
5 1:30 1 50
6 1:50 1 50
7 1:30 3 50
8 1:50 3 50
9 1:20 2 45
10 1:60 2 45
11 1:40 0,5 45
12 1:40 4 45
13 1:40 2 35
14 1:40 2 55
15 1:40 2 45
16 1:40 2 45
17 1:40 2 45
18 1:40 2 45
19 1:40 2 45
20 1:40 2 45

Variabel yang diamati pada tahap 2.3.1 Analisa kadar protein (Apriyantono,
optimasi ini adalah rasio BIS dan pelarut, 1989)
waktu dan temperatur. Data kadar protein,
rendemen dan recovery dianalisis Kadar protein ditentukan
menggunakan regresi multiple dengan menggunakan metode Kjeldahl. Sampel
software Minitab versi 15 untuk memenuhi sebanyak 0,1 g ditambahkan 0,2 g
persamaan polinomial orde tiga sebagai katalisator campuran selenium (950 gram
berikut: Na2SO4 kering, 15 gram CuSO4.5H2O dan
y = b0+bi xi + bii xii2 + biii xiii3 + bij xi xj +
20 g selenium) dan 10 ml H2SO4 pekat
bijk xi xj xk (1) kemudian didestruksi selama ± 2 jam.
Setelah dingin, ke dalam campuran
dimana: ditambahkan akuades 100 ml. Ke dalam
y = variabel respon yang diukur tabung destilasi dimasukkan 20 ml filtrat
yaitu % konversi asam lemak dan ditambahkan 3 ml larutan NaOH 15 %.
b = konstanta Destilat ditampung ke dalam Erlenmeyer
bi = koefisien linier yang berisi 5 ml asam boraks (H3BO3) serta
bii = koefisien kuadratik larutan indikator campuran merah metil dan
biii = koefisien pangkat tiga bromkresol hijau. Destilat dititrasi dengan
bij dan bijk = koefisien diagonal HCl 0,01 N hingga larutan menjadi merah
jambu.
2.3 Karakterisasi Konsentrat Protein
(2)
Konsensentrat protein yang dihasilkan
dari kondisi proses optimum dikarakterisasi
dimana:
meliputi kadar protein, kadar air, kadar
VC = Volume contoh
serat, kadar lemak dan komposisi asam
VB = Volume blanko
amino. Metode analisa parameter tersebut
FP = Faktor pengenceran
dijelaskan sebagai berikut:

11
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, Hal. 9-16

2.3.2 Analisa kadar air (SNI 01-3182-1992) memastikan seluruh heksan teruapkan labu
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu
Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke 105 °C selama ± 1 jam. Setelah itu
dalam cawan kemudian dikeringkan dalam dinginkan di dalam desikator selama 1 jam
oven pada suhu 105 ºC selama 5 jam. dan ditimbang (b gram).
Setelah waktu tercapai, sampel didinginkan
dalam desikator selama 30 menit kemudian (5)
dtimbang hingga diperoleh berat konstan.
% (3) 2.3.5 Analisa komposisi asam amino

dimana: Analisa komposisi asam amino


m0 = Berat sampel awal dilakukan menggunakan High Performance
m1 = Berat sampel setelah dikeringkan Liquid Chromatography (HPLC). Sebanyak
60 mg sampel ditambah 4 ml HCl 6 N
2.3.3 Analisa kadar serat (Apriyantono, kemudian dipanaskan selama 24 jam
1989) dengan suhu 110 ºC. Selanjutnya campuran
dinetralkan pada pH 7 dengan NaOH 6 N
Sebanyak 0,35 g sampel (x) bebas air dan disaring dengan kertas saring Whatman
dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan 0,2 µm. sampel sebanyak 25 µl ditambah
ditambahkan 50 ml H2SO4 0,3 N, kemudian larutan OPA (Orthophalaldehid) sebanyak
dipanaskan hingga mendidih selama 30 300µl dan diaduk selama 5 menit
menit. Ke dalamnya ditambahkan 25 ml selanjutnya dimasukkan ke injector HPLC
NaOH 1,5 N dan dididihkan kembali selama sebanyak 20µl.
30 menit. Selanjutnya cairan disaring
dengan menggunakan kertas saring yang 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
sudah ditimbang sebelumnya (a).
Penyaringan dilakukan dengan pencucian 3.1 Optimasi Proses Ekstraksi Protein
50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0,3 N, 50 ml
air panas dan 25 ml aseton. Kertas saring Tabel 3 memperlihatkan kadar
dan isinya dikeringkan di dalam oven protein, rendemen dan perolehan kembali
dengan suhu 105°C selama 3 jam kemudian (recovery) dari ekstraksi protein dengan
didinginkan dalam desikator selama 1 jam kondisi proses yang dirancang pada Tabel 2.
dan ditimbang (y). Selanjutnya kertas saring Konsentrat protein yang dihasilkan berkadar
dan isinya dipijarkan di dalam tanur selama protein tinggi memberikan rendemen rendah
2 jam (sampai menjadi putih) dan yang disebabkan oleh semakin pekat suatu
didinginkan kembali serta ditimbang (z) senyawa maka beratnya pun semakin kecil.
(Apriyantono, 1989). Ini berarti bahwa di dalam konsentrat tidak
banyak mengandung senyawa lain sebagai
(4) pengotor. Sementara, recovery merupakan
hasil perolehan antara kadar protein dengan
2.3.4 Analisa kadar lemak (Apriyantono, rendemen yang dihasilkan sehingga, apabila
1989) rendemen tinggi dan kadar protein tinggi
maka recovery akan tinggi. Untuk
Sebanyak 0,1 g sampel (x) memperoleh kondisi optimum proses yang
dimasukkan ke dalam thimble. Lemak menghasilkan konsentrat berkadar protein
diekstraksi menggunakan alat soklet dengan dan rendemen tinggi dari perlakuan yang
pelarut heksan selama ± 6 jam dengan dirancang diperlukan tool dan dalam
wadah labu yang telah ditimbang (a). penelitian ini menggunakan responce
Setelah waktu tercapai, heksan dalam labu surface methodology (RSM).
diuapkan pada suhu 60 °C dan untuk

12
Hasrul Abdi Hasibuan dan Anny Sartika Daulay Ekstraksi Protein dari….

Tabel 3. Kadar protein, rendemen dan recovery dari esktraksi protein


Perolehan
Rasio Waktu Kadar
Temperatur Rendemen kembali
No BIS:Pelarut ekstraksi protein
(°C) (%) (Recovery)
(b/v) (jam) (%)
(%)
1 1:30 1 40 49,11 10.35 32,36
2 1:50 1 40 49,28 10,50 32,94
3 1:30 3 40 47,98 14,01 42,82
4 1:50 3 40 49,72 14,60 46,24
5 1:30 1 50 47,31 13,40 40,38
6 1:50 1 50 48,37 12,06 37,14
7 1:30 3 50 38,59 13,17 32,34
8 1:50 3 50 39,23 14,06 35,14
9 1:20 2 45 32,17 16,04 32,87
10 1:60 2 45 18,00 13,38 15,34
11 1:40 0,5 45 41,03 9,82 25,66
12 1:40 4 45 32,71 10,72 22,44
13 1:40 2 35 41,17 13,63 35,74
14 1:40 2 55 37,90 14,53 35,07
15 1:40 2 45 46,71 14,49 43,12
16 1:40 2 45 47,19 13,12 39,45
17 1:40 2 45 47,33 13,07 39,41
18 1:40 2 45 47,39 12,63 38,14
19 1:40 2 45 46,84 13,99 41,75
20 1:40 2 45 47,39 13,71 41,37

Kondisi optimum proses dalam dibandingkan kadar dan recovery-nya.


menghasilkan kadar protein, rendemen dan Meskipun demikian, penetapan kondisi
recovery yang maksimum dihitung optimum juga perlu mempertimbangkan
mengunakan model regresi dan kadar protein dan recovery yang diperoleh.
dibandingkan dengan nilai percobaan. Dari Tabel 4 memperlihatkan bahwa
Model estimasi seperti rerata, linear, rendemen tertinggi diperoleh pada
quadratic dan cubic dari setiap respon perlakuan no 4, 9, 14 dan 15 masing-masing
diidentifikasi berdasarkan analisis statistik 14,60%, 16,04%, 14,53%, 14,49%. Pada
termasuk model sum of squares, lack of fit perlakuan tersebut kadar protein dan
tests, dan model simpulan statistik. Hasil recovery-nya adalah 49,72%;
analisis RSM menggunakan Minitab 42,82%, 32,17%; 32,87%, 37,90%; 35,07%
software 15 memperlihatkan model dan 46,71%; 43,12%. Dengan
persamaan hubungan antara variabel reaksi mempertimbangkan rendemen tinggi, kadar
dan interaksinya terhadap kadar protein, protein tinggi dan recovery tinggi maka
rendemen dan recovery seperti yang perlakuan no. 4 merupakan kondisi
ditunjukkan pada Tabel 4. Nilai korelasi optimum dalam ekstraksi protein. Pada
antara variabel reaksi dengan kadar protein, penelitian ini, model yang diperoleh dari
rendemen dan recovery masing-masing desain pada Tabel 1 dan 2 diplotkan sebagai
adalah 0,5, 0,85 dan 0,55. Dari nilai korelasi permukaan tiga dimensi untuk
tersebut menunjukkan bahwa untuk mendeskripsikan respon (rendemen) sebagai
memperoleh kondisi optimum reaksi dapat fungsi dari 2 faktor untuk kisaran perlakuan
dilakukan dengan menggunakan target yang diberikan.
rendemen karena nilainya lebih tinggi

13
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, Hal. 9-16

3.2 Pengaruh Rasio BIS/Pelarut dan dengan rasio BIS/pelarut pada level 0 (1:40)
Waktu Ekstraksi dengan waktu ekstraksi 0 hingga 1 (2
hingga 3 jam). Rendemen yang diperoleh
Hasil analisa tiga dimensi seperti yang pada kondisi tersebut diprediksikan
tertera pada Gambar 1 menunjukkan bahwa mencapai 16% walaupun pada percobaan
waktu ekstraksi berpengaruh lebih hanya diperoleh < 14%. Kondisi ini
signifikan dibandingkan rasio BIS/pelarut bukanlah merupakan keadaan optimum
terhadap rendemen protein. Rendemen karena kadar protein yang dihasilkan dan
protein akan meningkat seiring dengan recovery-nya relatif lebih rendah masing-
peningkatan waktu esktraksi hingga level 1 masing adalah 46-47% dan 40%. Manakala
(3 jam) dan kemudian menurun pada level 2 pada rasio BIS/pelarut di level ≥1 (≥1:50),
(4 jam). Hal ini disebabkan oleh peningkatan temperatur hingga level ≥1 (≥3
meningkatnya waktu proses pemanasan jam) akan meningkatkan rendemen protein
hingga 3 jam menyebabkan endoprotein secara nyata.
terputus dan keluar dari ikatan lemak.
Dengan peningkatan waktu pemanasan
lebih dari 3 jam protein akan terdegradasi
yang menyebabkan kadarnya semakin
rendah.
Pada rasio BIS/pelarut tinggi, peluang
rendemen protein juga tinggi karena
kelarutan protein akan semakin tinggi.
Rendemen protein maksimum dapat
diperoleh apabila rasio BIS/pelarut berada
pada level 1 (1:50) dengan waktu ekstraksi
berada pada level 1 (3 jam). Pada kondisi Keterangan: kode level dari parameter dapat dilihat
reaksi ini, dapat diperoleh rendemen protein pada Tabel 1 dan Tabel 2
sebesar 14,6%.
Gambar 2. Kontur rasio BIS/pelarut dan
temperatur terhadap rendemen protein

3.4 Pengaruh Temperatur dan Waktu


Reaksi

Gambar 3 memperlihatkan bahwa pada


temperatur dan waktu ekstraksi rendah
menghasilkan rendemen protein rendah. Hal
ini disebabkan oleh temperatur dan waktu
rendah kurang mampu memutus
endoprotein dari ikatan lemak. Seiring
Keterangan: kode level dari parameter dapat dilihat peningkatan temperatur dan waktu ekstraksi
pada Tabel 1 dan Tabel 2 maka akan terjadi peningkatan rendemen
Gambar 1. Kontur rasio BIS/pelarut dan waktu protein. Shen dkk., 2008 juga menyatakan
ekstraksi terhadap rendemen protein bahwa meningkatnya temperatur akan
meningkatkan rendemen protein. Perolehan
3.3 Pengaruh Rasio BIS/Pelarut dan rendemen protein terbesar berada pada
Temperatur kondisi waktu reaksi di level 1 (3 jam) dan
temperatur di level 0 hingga 1 (45 hingga
Gambar 2 memperlihatkan bahwa 50 oC). Meningkatnya waktu ekstraksi dari
terjadi peningkatan rendemen yang tajam 3 jam pada setiap suhu dapat menurunkan

14
Hasrul Abdi Hasibuan dan Anny Sartika Daulay Ekstraksi Protein dari….

rendemen protein dan tampak jelas pada 49,72 % dan nilai ini mendekati hasil yang
temperatur tinggi. Hal ini terjadi karena diperoleh oleh Manaf, 2008 (55-60 %) dan
sifat protein yang mudah terdegradasi oleh Nahrowi dkk., 2009 (50-55 %). Kadar air
panas. dan kadar lemak yang terkandung dalam
konsentrat protein masing-masing sebesar
5,99 % dan 33,12 %. Sementara itu,
konsentrat protein tidak mengandung kadar
serat. Menurut SNI 01-3930-2006,
persyaratan mutu pakan untuk anak ayam
ras pedaging (broiler starter) adalah
mengandung kadar serat maksimum 6 %.
Selain tidak mengandung serat, konsentrat
protein mengandung asam amino dengan
komponen tertinggi yaitu asam glutamat
(11,04%) diikuti oleh aspartat 5,69 %,
Keterangan: kode level dari parameter dapat dilihat leusin 5,03 % dan valin 4,96 %.
pada Tabel 1 dan Tabel 2
Gambar 3. Kontur waktu ekstraksi dan 4. KESIMPULAN
temperatur terhadap rendemen protein
Bungkil inti sawit (BIS) merupakan
3.5 Karakterisasi Protein Konsentrat produk samping dari pengolahan minyak
inti sawit yang mengandung protein, lemak,
Tabel 5. Karakteristik konsentrat protein dari serat dan air. Protein dalam BIS dapat
BIS diekstrak dengan teknik pengendapan
Karakteristik Protein hasil penelitian ini menggunakan pelarut NaOH yang
Kadar protein (%) 49,72 kemudian diendapkan menggunakan HCl
Kadar air (%) 5,99 hingga diperoleh pH 3,5. Waktu dan
Kadar lemak (%) 33,12 temperatur memberikan pengaruh yang
Kadar serat (%) 0 signifikan terhadap ekstraksi protein
sementara rasio BIS/pelarut tidak
Alanin (%) 4,38
berpengaruh signifikan. Kondisi optimum
Arginin (%) 4,30
tercapai pada rasio BIS/pelarut 1:50,
Aspartat (%) 5,69 temperatur 40 °C dan waktu 3 jam. Pada
Glutamat (%) 11,04 kondisi optimum sekitar 46% protein dari
Glysin (%) 3,53 BIS dapat diekstrak dengan kadar protein
Histidin (%) 0,66 dalam konsentrat sebesar 49,72%.
Isoleusin (%) 3,14 Konsentrat protein mengandung asam
Leusin (%) 5,03 amino esensial dan non esensial dengan
kandungan tertinggi adalah asam glutamat.
Lysin (%) 0,25
Metionin (%) 0,71 DAFTAR PUSTAKA
Phenil Alanin (%) 2,44
Serin (%) 2,45 Alimon, A.R. 2004. The Nutritive Value of Palm
Tyrisin (%) 1,15 Kernel Cake for Animal Feed. Palm Oil
Developments. No. 40:12-17.
Valin (%) 4,96 Amri, M. 2006. Uji Biologis Pemakaian Bungkil
Inti Sawit dan Produk Bungkil Inti
Karakteristik konsentrat protein Sawit Fermentasi dalam Pakan Ikan
disajikan pada Tabel 5. Kadar protein yang Mas Dibandingkan Pakan Komersil.
terkandung pada konsentrat protein yang Jurnal Dinamika Pertanian. 21(2): 151-
dihasilkan pada kondisi optimum sebesar 156. ISSN 0215-2525.

15
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, Hal. 9-16

Apriyantono, A. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Manaf, F.Y.A. 2008. Process for Palm Kernel
Departemen Pendidikan dan Protein Extraction. Malaysian Palm Oil
Kebudayaan Direktorat Jenderal Board (MPOB). No. 383: Ministry of
Pendidikan Tinggi Pusat Antar Plantation and Commodities Malaysia.
Universitas Pangan dan Gizi IPB. MPOB. 2008. Bungkil Inti Sawit (BIS) as Animal
Arifin, B., Bono, A., Farm, Y.Y., Ling, A.L.L., Feed. Oil Palm/Palm Oil by Product
and Fui, S.Y. 2009. Protein Extraction Application. Product Series 9.
from Palm Kernel Meal. Journal of Nahrowi, I., Wiryawan, K.G., dan Setyono, A.
Applied Science. 9(17): 2996-3004. 2009. Produk Feed Additive dan
Badan Standardisasi Nasional. 2006. SNI 01- Konsentrat Protein Bungkil Inti Sawit
3930-2006: Pakan Anak Ayam Ras sebagai Upaya Diversifikasi Menuju
Pedaging (broiler starter). Jakarta. Ketahanan Pakan Unggas. Bogor:
Batubara, L.P., dan Krisnan, R. 2005. Penggunaan LPPM IPB Darmaga.
Bungkil Inti Sawit dan Lumpur Sawit Purba, A., dan Panjaitan, F. R. 2011. Integrasi
sebagai Pakan Tambahan untuk Sawit – Sapi: Pemanfaatan Bungkil Inti
Kambing Potong. Dalam Prosiding Sawit dan Pelepah Kelapa Sawit sebagai
Seminar Nasional Teknologi Peternakan Bahan Pakan Ternak. Presentasi pada
dan Veteriner. Deli Serdang: Loka Rapat Koordinasi Bahan Pakan Lokal –
Penelitian Kambing Potong. Direktorat Jenderal Peternakan dan
Dairo, F.A.S., and Fasuyi, A.O. 2008. Evaluation Kesehatan Hewan. Bogor. 3 Maret 2011
of Fermented Palm Kernel Meal and Shen, L.Q., Wang, X.Y., Wang, Z.Y., Wu, Y.H.,
Fermented Copra Meal Proteins as and Chen, J.S. 2008. Studies on Tea
Substitute for Soybean Meal Protein in Protein Extraction Using Alkaline and
Laying Hens. Journal Central European Enzyme Methods. J. Food Chem. 107:
Agriculture. 9(1): 35-44. 929-938.
Daulay, A. 2010. Karakterisasi Protein Wani, A.A., Sogi, D.S., Groverand, L., and
Konsentrat Hasil Ekstraksi dari Bungkil Saxena, D.C. 2006. Effect of
Inti Sawit Menggunakan Metode Temperature Alkali Concentration
Hidrolisis. Tesis. Universitas Sumatera Mixing Time and Meal Solvent Ratio on
Utara. the Extraction of Watermelon Seed
Iskandar, S., dan Sinurat, A.P. 2008. Bungkil Inti Protein a Respond Surface Approach. J.
Sawit Potensial untuk Pakan Ternak. Biosyst. Eng. 94: 67-73.
Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. 30(1). Bogor: Balai
Penelitian Ternak.

16
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 17-26

PENGARUH PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI MI JAGUNG


KERING TERHADAP NERACA BAHAN
(Effect of Scale up Dried Corn Noodle Production Capacity on Material
Balance)

Enny Sholichah*, Novita Indrianti, dan Aidil Haryanto


Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna - LIPI
Jl. KS Tubun, No. 5, Subang, Jawa Barat - Indonesia
*E-mail: enny002@gmail.com

Riwayat Perlakuan Artikel:


Diterima : 12 Januari 2015 Revisi : 03 Maret 2015 Disetujui: 19 Maret 2015

ABSTRAK. Prospek pengembangan teknologi pengolahan mi jagung kering sangat baik untuk
diimplementasikan kepada masyarakat. Peningkatan kapasitas produksi dibutuhkan agar layak secara
komersial. Peningkatan kapasitas produksi akan menyebabkan perubahan kondisi operasi yang
berpengaruh pada kesetimbangan bahan (neraca bahan) selama proses produksi. Neraca bahan menjadi
dasar perhitungan analisis finansial dan kelayakan usaha. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh peningkatan kapasitas produksi terhadap neraca bahan. Penelitian dilakukan
dengan mengukur bobot setiap bahan pada setiap tahapan proses. Peningkatan kapasitas produksi mi
jagung kering yang dilakukan adalah 3, 4, 5 dan 6 kg per batch. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rendemen produk akhir berikisar pada 63.3-64,5%. Peningkatan kapasitas produksi tidak mempengaruhi
neraca bahan pada tahapan peimbangan, pengukusan adonan pencetakan, pengeringan dan
pengemasan. Peningkatan kapasitas meningkatkan efisiensi pada tahapan pemadatan adonan dan
pengukusan mi, namun menurunkan efisiensi pada tahap mixing atau pencampuran.
Kata kunci: Peningkatan kapasitas, neraca bahan, mi jagung, pilot plant

ABSTRACT. Implementation of dried corn noodle processing technology is required to enrich corn
processing culture in our sociaty. However improvement of the process is still required to be
commercially feasible. In general, scale-up production capacity will affect the operating condition
specially to the material balance during the production process. Material balance used as a base in
finalcial analysis dan feasibility study. This research aimed to study the effects of production capacity
scale-up on material balance. In this study the weight of all material during corn noodle processing
stages are recorded. The increment of corn noodle production capacities are 3, 4, 5 and 6 kg per batch.
The results showed that final yields range from 63.3 to 64.5%. Production capacity scale-up is not
significantly affected material balance during row material weighing,dough steaming,sheeting-slitting,
drying and packaging. Production capacity scale-up increase the process efficiency during dough
compressing and noodle steaming stages, however decrease the mixing stage efficiency.
Keywords : Scale-up, material balance, corn noodle, pilot plant

1. PENDAHULUAN sampai menjadi unit produksi/usaha yang


dapat diimplementasikan kepada
Jagung salah satu komoditas potensial masyarakat (UMKM). Untuk mewujudkan
yang dapat dikembangkan menjadi pangan menjadi suatu unit usaha yang mandiri dan
pokok pengganti beras dan gandum. berkelanjutan maka perlu melalui tahapan
Pemanfaatan jagung sebagai bahan baku pilot plant sehingga diperoleh sistem
pembuatan mi merupakan upaya untuk produksi mi berbasis jagung sebelum
diversifikasi produk dan mengurangi dikembangkan atau diimplementasikan
ketergantungan terhadap impor gandum. kepada masyarakat dan Usaha Mikro Kecil
Pengembangan mi berbasis jagung tidak Menengah (UMKM). Perancangan pilot
boleh berhenti di laboratorium, melainkan plant itu sendiri mencakup analisis aspek

17
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 17-26

pasar dan pemasaran, aspek teknis dan setiap aliran proses. Jika tidak terjadi
teknologis, aspek manajemen operasional perubahan kimia selama proses
dan aspek finansial (Zlokarnik, 2006). berlangsung, hukum konservasi massa tetap
Menurut Hulsey dan Maxwell (2009) digunakan sehigga bahan yang masuk (mA)
pilot plant adalah sebuah model tepatnya akan sama dengan bahan yang ke luar (mA)
diperkecil dari skala penuh proses atau di tambah dengan bahan di dalam proses
sistem manufactur. Pilot plant adalah (mA) (Olovan, 2011).
fasilitas kecil yang memproduksi sejumlah Jumlah bahan yang masuk dalam
kecil unit, yang dirancang untuk suatu proses pengolahan sama dengan
membuktikan atau menguji metode yang jumlah bahan yang keluar sebagai produk
dapat digunakan dalam memproduksi skala yang dikehendaki ditambah jumlah yang
penuh atau skala besar (Kamus Bisnis hilang dan yang terakumulasi dalam
Baron). Perbedaan mendasar pada skala peralatan pengolahan. Secara matematis,
laboratorium dan skala pilot plant terlatak prinsip kesetimbangan massa tersebut dapat
pada besarnya kapasitas produksi dan dinyatakan dengan persamaan 1 berikut
peralatan. dimana m adalah total bahan:
Peningkatan skala (scale up) kapasitas
produksi dari skala kecil (laboratorium) ke m-input = m-ouput + m-akumulasi (1)
skala pilot plant akan mengakibatkan dalam hal ini:
perubahan kondisi operasi (waktu, suhu) m-input : jumlah bahan masuk
dan faktor input seperti kebutuhan peralatan m-output : jumlah bahan keluar
dan penanganan bahan baku agar dapat m-akumulasi : bahan yang tersimpan dalam sistem.
optimal pada skala pilot plant. Dalam
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 2. METODOLOGI
pengaruh peningkatan kapasitas produksi 2.1 Bahan dan Alat
terhadap neraca bahan bahan. Perhitungan
dan analsiis neraca bahan bahan penting Bahan yang digunakan adalah tepung
untuk dilakukan karena merupakan data jagung, tapioka, guargum, garam, dan air.
dasar perhitungan analisis kelayakan Alat yang digunakan adalah neraca digital,
finansial proses produksi mi jagung serta planetary mixer, pemadat adonan, pencetak
untuk menentukan jumlah bahan dalam mi, steam box, dan sealer
setiap aliran proses yang berguna dalam
perumusan, evaluasi komposisi akhir, 2.2 Metode
rendemen, efisiensi, dll (Anonimous,
2014). Kegiatan penelitian ini dilakukan
Perhitungan dan analisis neraca bahan dengan tahapan:
didasarkan pada konsep kesetimbangan 2.2.1 Pembuatan mi kering jagung
massa, yang merupakan parameter
pengendali dalam proses penanganan Proses pembuatan mi kering jagung
(khususnya dapat dipakai untuk mengetahui adalah penimbangan bahan, pencampuran 1
hasil yang diperoleh dari suatu proses). yaitu 70% dari bahan tepung (tepung jagung
Massa bahan yang melewati operasi dan tapioka), pengukusan, pencampuran 2
pengolahan dapat dijelaskan melalui (adonan setelah dikukus ditambah 30% dari
kesetimbangan massanya. Kesetimbangan sisa tepung), pemadatan adonan, pembuatan
massa digunakan untuk mengetahui keluar- lembaran dan pencetakan mi (pembentukan
masuknya (inflow - outflow) bahan dalam untaian mi, pengukusan, pengeringan dan
suatu proses. Selain itu kesetimbangan pengemasan. Berikut diagram alir proses
massa juga digunakan untuk menetapkan pembuatan mi jagung kering (Indrianti dkk,
jumlah/kuantitas berbagai bahan dalam 2014).

18
Enny Sholichah, dkk Pengaruh Peningkatan…

maupun yang dihasilkan (m-outlet) massa


70% (tepung jagung 60 mesh + bahan masuk (m-inlet) menggunakan
tapioka) + guargum + larutan neraca digital sebagai data dalam analisa
garam
neraca bahan.

2.2.3 Analisis neraca bahan


Pencampuran
Perhitungan dan analisis neraca bahan
Pengukusan didasarkan pada konsep kesetimbangan
massa, yang merupakan parameter
pengendali dalam proses penanganan.
Penambahan 30 % (tep.jagung 60 mesh + tapioka) Secara matematis, prinsip kesetimbangan
massa tersebut dapat dinyatakan dengan
Persamaan 1.
Pemadatan adonan

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pembentukan lembaran dan untaian
Proses pembuatan mi jagung mengacu
pada hasil penelitian Indrianti (2012) yaitu
Untaian mie mentah penimbangan bahan, pencampuran pertama,
pengukusan, pencampuran kedua,
pemadatan adonan, pembentukan lembaran
Pengukusan
dan untaian mi, pengukusan, pengeringan
dan pengemasan. Pada setiap tahapan proses
Pendinginan dilakukan pengukuran semua bahan yang
masuk (input) dan keluar (output). Berikut
neraca bahan bahan pada setiapa tahapan
Pengeringan
proses dalam setiap kapasitas produksi:

3.1 Penimbangan bahan


Mi Kering
Penimbangan merupakan proses
Gambar 1. Diagram proses pembuatan mi penyiapan bahan-bahan yang dibutuhkan
jagung kering untuk proses pembuatan mi jagung sesuai
dengan jumlah bahan dalam formulasi.
2.2.2 Peningkatan kapasitas produksi dan Penimbangan dilakukan menggunakan
pengukuran massa bahan timbangan digital agar lebih cepat dan
efisien dalam proses pengerjaannya.
Pada penelitian sebelumnya (Indrianti, Berikut tabel neraca bahan bahan pada
2012) telah dilakukan pembuatan mi jagung tahap penimbangan bahan pembuatan mi
skala laboratorium dengan kapasitas 500 jagung pada kapasitas produksi 3, 4, 5 dan 6
g/batch. Teknologi yang telah dihasilkan kg per batch.
perlu di scale up (penggandaan skala Tabel 1 dan Gambar 2 menunjukkan
proses) untuk dapat diaplikasikan ke skala bahwa dalam proses penimbangan tidak
komersial, yaitu skala industri kecil. terjadi losses bahan atau losses bahan
Penggandaan skala dilakukan pada <5 g karena timbangan yang digunakan
kapasitas produksi 3, 4, 5 dan 6 kg per tingkat ketelitiannya adalah 5 g. Sehingga
batch. pada proses penimbangan sangat efisien
Pada setiap tahapan proses pembuatan atau efisiensi mencapai 100% pada
mi jagung dilakukan pengukurunan bobot kapasitas 3-6 kg/batch.
masing-masing bahan yang digunakan

19
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 17-26

Tabel 1. Neraca Bahan Bahan pada Tahap serta air. Tepung jagung dan tapioka tidak
Penimbangan Bahan dicampur semua di awal karena faktor yang
Kapasitas (kg)
berpengaruh terhadap karakteristik adonan
adalah tingkat gelatinisasi pati. Jumlah pati
3 4 5 6 tergelatinisasi yang kurang menyebabkan
BAHAN MASUK pengikatan terhadap adonan kurang. Hal ini
menyebabkan mi rapuh dan mudah patah.
Tep. Jagung (g) 2.700 3.600 4.500 5.400 Namun bila jumlah pati tergelatinisasi
Tep. Singkong (g) 300 400 500 600 berlebih maka adonan yang dihasilkan
menjadi lengket akibat banyaknya padatan
Guargum (g) 30 40 50 60
yang berdifusi keluar dari pati (Susilawati,
Garam (g) 30 40 50 60 2007).
Air (g) 1.590 2.120 2.650 3.180
Tabel 2. Tabel Neraca Bahan pada Tahap
Total (g) 4.650 6.200 7.750 9.300 Pencampuran I
BAHAN KELUAR Kapasitas (kg)

Tep. Jagung (g) 2.700 3.600 4.500 5.400 3 4 5 6

Tep. Singkong (g) 300 400 500 600 BAHAN MASUK

Guargum 30 40 50 60 Tep. Jagung (g) 1.890 2.520 3.150 3.780

Garam (g) 30 40 50 60 Tep. Singkong (g) 210 280 350 420


Air (g) 1.590 2.120 2.650 3.180 Guargum (g) 30 40 50 60
Losses (g) 0 0 0 0 Garam (g) 30 40 50 60
Total (g) 4.650 6.200 7.750 9.300 Air (g) 1.590 2.120 2.650 3.240
Losses (%) 0 0 0 0
Total (g) 3.750 5.000 6.250 7.560
Efisiensi proses (%) 100 100 100 100
BAHAN KELUAR

Adonan (g) 3.750 4.985 6.230 7.490


100 100 100 100
100
presentase (%)

80 losses (g) 0 15 20 70
60
Total (g) 3.750 5.000 6.250 7.560
40
20 Losses (%) 0 0 0 1
0
3 4 5 6 Efisiensi proses (%) 100 100 100 99
ka pa sita s (kg)
Gambar 2. Efisiensi Proses pada Tahap 100 100 100 99
Penimbangan 100
80
presentase (%)

3.2 Pencampuran I 60
40
Proses pencampuran ini bertujuan 20
untuk menghidrasi tepung dengan air 0
sehingga dihasilkan adonan yang homogen 3 4 5 6
kapasitas (kg)
(Mediyanti, 2008). Tahap pencampuran I
dilakukan untuk mencampur 70% tepung Gambar 3. Efisiensi Proses Tahap
jagung dan tepung tapioka, guargum, garam Pencampuran I

20
Enny Sholichah, dkk Pengaruh Peningkatan…

Menurut Putra (2008) teknik yang dihasilkan menjadi lengket akibat


pencampuran tepung jagung pada banyaknya padatan yang berdifusi keluar
pembuatan mi jagung optimum adalah 70% dari pati (Susilawati, 2007).
dicampur sebelum pengukusan (pre-
gelatinisasi) dan 30% dicampur setelah Tabel 3. Neraca Bahan Bahan pada Tahap
Pengukusan Adonan
pengukusan (gelatinisasi). Pencampuran
bahan-bahan dilakukan menggunakan Kapasitas (kg)
planetary mixer. Berikut tabel neraca bahan 3 4 5 6
pada tahap pencampuran I.
BAHAN MASUK
Pencampuran bahan menggunakan
mixer tersebut menunjukkan efisiensi proses Adonan (g) 3.750 4.985 6.230 7.490
yang baik yaitu 100% pada kapasitas 3,4,
air (g) 7.000 7.000 7.000 8.455
dan 5 kg/batch sedangkan pada kapasitas 6
kg/batch efisiensi sedikit berkurang yaitu Total (g) 10.750 11.985 13.230 15.945
99% atau terjadi losses bahan sebanyak 1 BAHAN KELUAR
%. Losses bahan ini adalah bahan yang
keluar dari tangki mixer karena adanya Adonan (g) 3.938 5.440 6.800 8.090
pertambahan kapasitas Air (g) 5.024 5.757 3.062 5.850

3.3 Pengukusan adonan scrap (g) 30

losses (g) 1.788 788 3.338 2.005


Setelah pencampuran bahan, adonan
dikukus menggunakan dandang atau Total (g) 10.750 11.985 13.230 15.945
steamer dengan waktu pengukusan 30 Losses (%) 16,6 6,6 25,5 12,6
menit. Proses pengukusan bertujuan untuk
gelatinisasi pati dari tepung jagung dan Efisiensi proses (%) 83,4 93,4 74,5 87,4
tapioka. Protein total endosperm dalam
jagung sebagian besar terdiri atas zein yang 100 83,4 93,4 87,4
74,5
untuk membentuk massa yang elastic- 80
presentase (%)

60
cohesive memerlukan proses
40 25,5
pregelatinisasi sehingga terbentuk pati 16,6 12,6
20 6,6
tergelatinisasi yang berperan sebagai zat
0
pengikat dalam proses pembentukan 3 4 5 6
ka pa sita s (kg)
lembaran adonan. Proses pregelatinisasi
Efisiensi proses (%) Losses (%)
yang tepat akan menghasilkan gelatinisasi
yang cukup dengan pati tergelatinisasi Gambar 4. Losses dan Efisiensi Proses pada
menjadi zat pengikat antar granula pati di Tahap Pengukusan Adonan
dalam adonan. Jumlah pati tergelatinisasi
yang kurang menyebabkan pengikatan Pada tahap pengukususan, losses
terhadap adonan kurang. Hal ini bahan yang terjadi adalah air yang
menyebabkan mi rapuh dan mudah patah. menguap. Jumlah air yang menguap sangat
Namun bila jumlah pati tergelatinisasi dipengaruhi oleh kondisi operasi
berlebih maka adonan yang dihasilkan pelaksanaan peningkatan kapasitas. Waktu
menjadi lengket akibat banyaknya padatan yang digunakan untuk mengukus adonan
yang berdifusi keluar dari pati (Susilawati, adalah 30 menit. Seharusnya semakin
2007). Jumlah pati tergelatinisasi yang banyak jumlah bahan yang dikukus maka
kurang menyebabkan pengikatan terhadap jumlah air yang menguap semakin sedikit
adonan kurang. Hal ini menyebabkan mi karena uap air akan tertahan dalam adonan
rapuh dan mudah patah. Namun bila jumlah dan bereaksi dengan pati jagung maupun
pati tergelatinisasi berlebih maka adonan tapioka menyebabkan terjadinya proses

21
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 17-26

gelatinisasi pati. Tetapi pada kapasitas 5 kg 100 99,8 97,3 99,8 96,4

jumlah air yang menguap paling banyak.

presentase (%)
80

Hal ini dapat disebabkan karena adonan 60

tidak segera dimasukkan ke dalam dandang 40

setelah air mendidih sehingga lama waktu 20


0,2 2,7 0,2 3,6
jeda antara air mendidih dan adonan 0
3 4 5 6
dimasukkan lebih lama akibatnya banyak kapasita s (kg)
air yang menguap. Jeda waktu tersebut Efisiensi proses (%) Losses (%)
disebabkan karena proses pencampuran
yang belum sempurna. Gambar 5. Kurva Losses dan Efisiensi Proses
Pencampuran II
3.4 Pencampuran II
Losses bahan pada pencampuran II
Pencampuran II adalah mencampur cenderung meningkat dengan penambahan
adonan yang telah dikukus dengan 30% kapasitas produksi. Hal ini disebabkan
bagian tepung yang belum dicampurkan. karena bahan lebih banyak yang keluar dari
Adonan dicampurkan dalam keadaan panas tangki mixer karena proses pengadukan.
agar pati yang tergelatinasi dan bersifat
elastic-cohesive dapat mengikat tepung 3.5 Pemadatan Adonan
yang tidak tergelatinasi sehingga
Setelah adonan dicampur dengan 30%
mengurangi sifat kelengketatan dari pati
tepung, lalu dipadatkan menggunakan
jagung dan tapioka untuk menghasilkan
pemadat adonan. Pemadatan adonan
adonan yang tepat dan efisien dalam proses
merupakan perlakuan fisik dengan sistem
pencetakan mi. Pengukusan 70 % bagian
ekstrusi yang bertujuan untuk meningkatkan
tepung jagung mempunyai kandungan
kekompakan dan daya ikat atau sifat
fraksi air bebas yang pas sehingga
kohesif molekul dalam adonan hasil
menghasilkan karakteristik adonan yang
campuran yang dikukus (70%) dan yang
tepat. Berikut tabel neraca bahan dan kurva
belum (30%). Adonan yang dikukus
losses dan efisiensi proses pencampuran II.
mengalami proses pregelatinasi. Gel yang
Tabel 4. Neraca bahan Bahan pada Tahap terbentuk akan mengikat granula pati yang
Pencampuran II belum tergelatinasi dengan adanya tekanan
Kapasitas (kg) dari ulir pada alat pemadat adonan
sehingga mengkompresi adonan.
3 4 5 6
Meningkatnya kekompakan dan sifat
Bahan Masuk kohesif molekul pati dalam adonan juga
disebabkan adanya panas akibat tekanan
Adonan (g) 3.938 5.440 6.800 8.090
dan gesekan antara adonan dengan ulir serta
Tepung Jagung (g) 810 1.080 1.350 1.620 die. Suhu adonan yang keluar dari dari
Tepung Tapioka (g) 90 120 150 180
dieberkisar 60o-66oC. Suhu gelatinasi pati
jagung adalah 62-70oC sedangkan pati
Total (g) 4.838 6.640 8.300 9.890 singkong (tapioka) 52-64oC (Winarno,
Bahan keluar 1992). Panas tersebut menyebabkan pati
dari tepung jagung dan tapioka yang belum
Adonan (g) 4.830 6.460 8.280 9.535 tergelatinasi akan mengalami gelatinasi
Losses (g) 8 180 20 355 walaupun belum sempurna karena waktu
proses pemadatan adonan hanya 7-9 menit.
Total (g) 4.838 6.640 8.300 9.890 Berikut tabel neraca bahan dan gambar
Losses (%) 0,2 2,7 0,2 3,6 kurva losses dan efisiensi proses pemadatan
adonan.
Efisiensi proses (%) 99,8 97,3 99,8 96,4

22
Enny Sholichah, dkk Pengaruh Peningkatan…

Tabel 5. Neraca bahan pada Tahap Pemadatan berkisar 60oC atau masih panas. Kondisi ini
Adonan sangat mempengaruhi proses pembentukan
Kapasitas (kg) lembaran. Menurut Putra (2008) jika adonan
yang digunakan sudah dingin akan
3 4 5 6
mengeras dan tidak bisa ditipiskan.
BAHAN MASUK Pencetakan mi dilakukan dengan
Adonan (g) 4.830 6.560 8.280 9.535
pembentukan lembaran melalui
pengepresan berulang-ulang. Mikrostruktur
Total (g) 4.830 6.560 8.280 9.535 adonan selama pengepresan menyebabkan
BAHAN KELUAR partikel endosperma bercampur menyusun
matriks dari protein sehingga menjadi lebih
Adonan (g) 4.770 6.278 8.005 9.480 homogen (Kruger, 1996). Setelah terbentuk
scrap (g) 0 0 0 0 lembaran, kemudian dicetak menghasilkan
untaian mi jagung menggunakan roll
Losses (g) 60 282 275 55
pemotong. Neraca bahan serta kurva losses
Total (g) 4.830 6.560 8.280 9.535 bahan dan efisiensi proses pada tahap
pencetakan mi ditunjukkan pada Tabel 6
Losses (%) 1,2 4,3 3,3 0,6
dan Gambar 7.
Efisiensi proses (%) 98,8 95,7 96,7 99,4
Tabel 6. Neraca Bahan pada Tahap
Pencetakan Mi
100 98,8 95,7 96,7 99,4
Kapasitas (kg)
presentase (%)

80

60 3 4 5 6
40
BAHAN MASUK
20
1,2 4,3 3,3 0,6
0
Adonan (g) 4.830 6.287 8.005 9.480
3 4 5 6
kapasitas (kg) Total (g) 4.830 6.287 8.005 9.480
Efisiensi proses (%) Losses (%)
BAHAN KELUAR
Gambar 6. Kurva Losses dan Efisiensi Proses
Mi mentah (g) 4.491 6.084 6.543 8.795
Pemadatan Adonan
scrap (g) 0 0 0 0
Berdasarkan tabel 5 dan gambar 6,
Losses (g) 339 203 1.462 685
peningkatan kapastitas produksi cenderung
mengurasi losses bahan dan meningkatkan Total (g) 4.830 6.287 8.005 9.480
efisiensi proses pemadatan adonan. Hal ini
Losses (%) 7,0 3,2 18,3 7,2
dikarenakan jumlah bahan yang tertinggal
pada alat relatif tetap dan tidak dipengaruhi Efisiensi proses (%) 93,0 96,8 81,7 92,8
oleh kapastitas produksi. Sehingga
peningkatan kapasitas justru meningkatkan 100 93,0 96,8 92,8
81,7
efisiensi proses pemadatan adonan. Adonan 80
presentase (%)

menempel pada alat karena adanya sifat 60


lengket adonan akibat pati jagung dan 40
tapioka yang tergelatinasi membentuk gel 20 7,0
18,3
7,2
3,2
dan bersifat kohesif. 0
3 4 5 6
kapasitas (kg)
3.6 Pencetakan mi (sheeting-slitting) Efisiensi proses (%) Losses (%)

Adonan dicetak secara langsung dari Gambar 7. Losses dan Efisiensi Proses
Pencetakan Mi
pemadatan adonan dimana suhu adonan

23
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 17-26

3.7 Pengukusan mi meningkat dengan peningkatan kapasitas


produksi karena jumlah air dan waktu yang
Untaian mi hasil pencetakan dikukus digunakan pada pengukusan mi adalah sama
menggunakan steam box pada suhu 95- sehingga semakin banyak jumlah mi yang
100oC selama 30 menit. Pengukusan dikukus maka proses menjadi lebih efisien.
dimaksudkan untuk menyempurnakan
proses gelatinasi pati yang membentuk agar 3.8 Pengeringan mi
mi yang dihasilkan memiliki tekstur yang
baik yaitu bersifat lebih elastis dan kenyal Mi jagung yang telah dikukus
sehingga tidak mudah putus. Berikut tabel selanjutnya dikeringkan dengan sinar
neraca bahan bahan serta gambar kurva matahari selama kurang lebih 4-6 jam
losses dan efisiensi proses pengukusan mi. tergantung kondisi cuaca. Tujuannya untuk
mengurangi kadar air dalam mi menjadi 10-
Tabel 7. Neraca Bahan pada Tahap Pengukusan 12%. Kandungan air dalam bahan makanan
Mi sangat mempengaruhi daya tahan makanan
Kapasitas (kg) terhadap pertumbuhan mikroorganisme
seperti bakteri, kapang dan khamir. Aw
3 4 5 6
merupakan air bebas yang digunakan oleh
BAHAN MASUK mikroba untuk tumbuh. Air bebas mudah
Mi mentah 4.491 6.084 6.542 8.795 menguap dan jika diuapkan seluruhnya
maka kadar bahan berkisar 12-25 %
air 30.000 28.126 30.000 30.000 (Winarno, 1992). Oleh karena itu
Total (g) 34.491 34.210 36.542 38.795 pengeringan mutlak dibutuhkan agar produk
mi memiliki daya tahan terhadap
BAHAN KELUAR pertumbuhan mikroba sehingga masa
Mi basah (g) 4.491 5.940 6.543 8.765 simpan produk lama sehingga layak untuk
dipasarkan. Berikut tabel neraca bahan
air (g) 18.865 18.865 18.865 23.655
serta kurva losses bahan dan efisiensi proses
Losses (g) 11.135 9.405 11.134 6.375 pengeringan mi.
Total (g) 34.491 34.210 36.542 38.795
Tabel 8. Neraca bahan Bahan pada Tahap
Losses (%) 32,3 27,5 30,5 16,4 Pengeringan Mi
Kapasitas (kg)
Efisiensi proses (%) 67,7 72,5 69,5 83,6
3 4 5 6
100
83,6 BAHAN MASUK
80 72,5
presentase (%)

67,7 69,5

60 Mi basah (g) 4.491 5.940 6.542 8.765


40 32,3 30,5
27,5 Total (g) 4.491 5.940 6.542 8.765
16,4
20

0
BAHAN KELUAR
3 4 5 6
ka pa sita s (kg) Mi kering (g) 2.935 4.012 4.970 5.920
Efisiensi proses (%) Losses (%)
scrap (g) 0 0 0 0
Gambar 8. Losses bahan dan Efisiensi proses
Losses (g) 1.556 1.928 1.572 2.845
Pengukusan Mi
Total (g) 8.765 5.940 6.542 8.765
Tabel 7 dan Gambar 8 menunjukkan Losses (%) 32,5 32,5 24,0 32,5
losses bahan pada proses pengukusan mi
adalah air yang menguap. Efisiensi Efisiensi proses (%) 67,5 67,5 76,0 67,5

24
Enny Sholichah, dkk Pengaruh Peningkatan…

100 terjadi losses bahan ketika proses


80
76,0 pengemasan. Losses bahan yang kurang dari
presentase (%)
67,5 67,5 67,5
60 1% disebabkan karena mi yang patah atau
40 32,5 32,5 32,5 tersangkut/tertinggal pada tray yang
24,0
20
digunakan untuk mengeringkan mi.
0
3 4 5 6
Tabel 9. Neraca bahan Bahan pada Tahap
ka pasitas (kg) Pengeringan Mi
Efisiensi proses (%) Losses (%)
Kapasitas (kg)
Gambar 9. Losses Bahan dan Efisiensi Proses 3 4 5 6
Pengeringan Mi
BAHAN MASUK
Tabel 8 dan Gambar 9 menunjukkan Mi Kering (g) 2.935 4.012 4.970 5.920
bahwa peningkatan kapsitas relatif tidak
Total (g) 2.935 4.012 4.970 5.920
mempengaruhi losses bahan dan efisiensi
proses pengeringan. Efisiensi proses BAHAN KELUAR
berkisar pada 67,5 % karena pada proses
Mi kering (g) 2.922 4.000 4.955 5.885
pengeringan terjadi penguapan air bebas
cukup besar aitu 32%. Kadar air mi hasil scrap (g) 0 0 0 0
pengukusan adalah 38-40% sedangkan Losses (g) 13 12 15 35
kadar air akhir mi adalah 10-12%. Kapasitas
tidak mempengaruhi efisiensi proses karena Total (g) 2.935 4.012 4.970 5.920
pengeringan tidak menggunakan alat Losses (%) 0,4 0,3 0,3 0,6
pengering melainkan dengan sinar matahari.
Selain air yang menguap, losses bahan juga Efisiensi proses
99,6 99,7 99,7 99,4
(%)
diakibatkan sebagian untaian mi yang patah
dan tercecer pada proses pemindahan atau
pengangkutan bahan. 100
99,6 99,7 99,7 99,4

80
presentase (%)

3.9 Pengemasan 60

40
Pengemasan bertujuan untuk
20
melindungi produk dari cemaran baik fisik, 0,4 0,3 0,3 0,6
0
kimia maupun mikroba. Selain itu 3 4 5 6

pengemasan juga melindungi kontak ka pa sita s (kg)


Efisiensi proses (%) Losses (%)
langsung produk dengan sinar matahari dan
air yang dapat menyebabkan kerusakan Gambar 10. Losses Bahan dan Efisiensi Proses
produk. Fungsi lain dari kemasan adlah Pengeringan Mi
untuk menampilkan produk untuk lebih
menarik dan berdaya saing. Bahan kemasan 3.10 Rendemen Produk Akhir
primer yang digunakan adalah plastik PP
0,6 mm, sedangkan kemasan sekundernya Berdasarkan hasil analisis neraca
berbahan paper metal. Tabel neraca bahan bahan bahan maka dapat ditentukan
serta kurva losses bahan dan efisiensi proses rendemen produk akhir sebagaimana dalam
pengeringan mi ditunjukkan pada Tabel 9 ditunjukkan pada Gambar 11.
dan Gambar 10. Gambar 11 menunjukkan bahwa
Pada tahap pengemasan efisiensi peningkatan kapastitas produksi cenderung
proses cukup baik hampir mencapai 100% menurunkan rendemen produk akhir
sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 9 walaupun kurang dari 1%. Berkurangnya
dan Gambar 10. Hal ini berarti tidak banyak rendemen ini disebabkan karena air yang

25
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 17-26

ditambahkan dalam proses sebanyak 35% Indrianti, N. 2012. Optimasi Proses, Kelayakan
dan sebagian besar menguap pada proses Teknis dan Finansial Mi Jagung Instan.
pengeringan mi dan kadar air bahan baku Laporan Teknis. Balai Besar
Pengembangan Teknologi Tepat Guna-
yaitu tepung berkisar 7-10%. LIPI, Subang.
Indrianti, N., Sholichah, E., dan Darmayana, D.A.
65 64,5 2014. Proses Pembuatan Mi Jagung
63,7
Dengan Bahan Baku Tepung Jagung 60
64
Rendemen (%)

63,4 63,3 mesh dan Teknik Sheeting-Slitting.


63 Jurnal Pangan Bulog. Vol. 23 No. 3, hal
62 208-295. Jakarta.
61
Kruger, J. E. 1996. Cereal Processing
Technology. Owes G (ed.). 2001.
60
3 4 5 6
England. Woodhead Publishing Limited,
Kapasitas (kg) Merdiyanti, A. 2008. Paket Teknologi Pembuatan
Mi Kering dengan Memanfaatkan Bahan
Gambar 11. Rendemen produk akhir (mi Baku Tepung Jagung. Skripsi.
kering) Departemen Ilmu danTeknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
4. KESIMPULAN Pertanian Bogor, Bogor.
Olovan, D.S. 2011. Kesetimbangan Massa.
Rendemen produk akhir berikisar http://olovans.wordpress.com/2011/03/29/
19/. diakses tanggal 8 Juli 2014
pada 63,3 - 64,5%. Peningkatan kapasitas
Okonkwo, E.M. 2006. Design of Pilot Plant for
produksi tidak mempengaruhi neraca bahan The Production of Essential Oil from
pada tahapan peimbangan, pengukusan Eucalyptus Leaves. Journal of Scientific
adonan pencetakan, pengeringan dan and Industrial Research. Vol. 65.
pengemasan. Peningkatan kapasitas November 2006. pp:912-915.
meningkatkan efisiensi pada tahapan Putra, S.N. 2008. Optimalisasi Formula dan
pemadatan adonan dan pengukusan mi, Proses Pembuatan Mi Jagung dengan
Metode Kalendering. Skripsi.
namun menurunkan efisiensi pada tahap
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
mixing atau pencampuran. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor
Susilawati, I. 2007. Mutu Fisik dan Oganoleptik
DAFTAR PUSTAKA Mi Basah Jagung dengan Teknik
Ekstrusi.Skripsi. Departemen Gizi
Anonimous. 2014. Neraca bahan dalam Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Pengolahan Pangan Institut Pertanian Bogor, Bogor
http://elisajulianti.files.wordpress.com/20 Winarno. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta.
14/01/neraca-massa-dalam-pengolahan- PT. Gramedia Pustaka Utama.
pangan-compatibility-mode.pdf. diakses Zlokarnik, M. 2006. Scale-up in Chemical
tgl 8 Juli 2014 Engineering. Wiley-VCH Verlag GmbH
Astawan, M. 2005. Membuat Mi dan Bihun. & Co. KGaA, 2nd edition. ISBN: 978-
Jakarta. Penebar Swadaya.
3527314218.
Hulsey, B., and Maxwell, M. 2009. Pilot Plant
Studies Design and Operation.
http://deq.state.wy.us/wqd/www/Docs/Se
minars/Maxwell%20Pilot%20Plant%20St
udies.pdf. Ditelusur Tanggal 18 Februari
2013.

26
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 27-40

SINTESIS ADSORBEN ZEOLIT@AuNPs@MET MENGGUNAKAN


EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia) SEBAGAI
BIOREDUKTOR PREKURSOR Au DAN KARAKTERISASINYA
(Synthesis Zeolite@AuNPs@MET Adsorbent by Binahong (Anredera
cordifolia) Leaf Extract as Au Precursor Bioreductor and Its
Characterization )

Nurdiani1,2, Latifah K. Darusman1,3,*, Eti Rohaeti1


1)
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Jl. Meranti, Kampus IPB Dramaga, Bogor, 16680, Indonesia
2)
Akademi Kimia Analisis Bogor
Jl. Pangeran Sogiri No. 283 Tanah Baru, Bogor
3)
Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor,
Jl. Taman Kencana No. 3, Bogor, Indonesia
*E-mail: latifah.kd@gmail.com

Riwayat Perlakuan Artikel:


Diterima : 10 Februari 2015 Revisi : 16 Maret 2015 Disetujui: 26 Maret 2015

ABSTRAK. Modifikasi zeolit dengan nanopartikel Au dan ligan merkaptoetanol (zeolit@AuNPs@MET)


telah dikembangkan sebagai adsorben ion logam berat. Pembuatan material komposit zeolit
@AuNPs@MET dilakukan dalam tiga langkah. Pertama, memasukkan prekursor emas ke dalam rongga
zeolit. Kedua, reduksi nanopartikel emas dengan ekstrak daun binahong. Ketiga, memodifikasi zeolit
@AuNPs dengan ligan merkaptoetanol. Binahong digunakan sebagai agen bioreduktor dalam sintesis
nanopartikel Au karena memiliki kandungan flavonoid, saponin, tanin, dan steroid yang mengandung
gugus fungsional pereduksi. Komposit zeolit@AuNPs@MET dikarakterisasi dengan XRD, EDX, PSA,
TEM, FTIR dan Spektrofotometer UV Visibel. Pengukuran EDX menunjukkan kandungan Au sebesar
0,88%, pengukuran TEM dan PSA menunjukkan ukuran nanopartikel Au mulai dari 7,12 nm sampai
14,45 nm dengan distribusi rata-rata ukuran 110,6 nm sedangkan nanopartikel emas yang diimobilisasi
ke dalam pori-pori zeolit memiliki ukuran mulai dari 4,98 nm sampai 9,50 nm dengan distribusi rata-rata
ukuran 279 nm. Pada pengukuran spektrum UV Visibel terlihat adanya puncak baru yang terbentuk di
537 nm, yang menunjukkan serapan nanopartikel Au. Karakteristik puncak serapan (di 526 nm dan 532
nm) juga ditemukan dalam serapan spektrum UV-Vis dari nanopartikel Au yang terimobilisasi ke dalam
pori-pori zeolit dan nanopartikel Au dalam zeolit@AuNPs@MET. Pengukuran FTIR dari ligan
merkaptoetanol menunjukkan adanya puncak pada 2550 cm-1 yang menunjukkan wilayah gugus
fungsional SH. Puncak ini menghilang setelah zeolit@AuNPs dimodifikasi dengan ligan merkaptoetanol,
yang menunjukkan bahwa ikatan -SH telah putus dan gugus -S telah menempel pada nanopartikel Au.
Semua hasil pengukuran menunjukkan keberhasilan pembuatan adsorben zeolit@AuNPs@MET, yang
merupakan material yang menarik dan diharapkan memiliki potensi sebagai adsorben ion logam berat.
Kata kunci : Adsorben, bioreduktor, daun binahong, sintesis, zeolit@AuNPs@MET

ABSTRACT. Modifying zeolite with Au nanoparticles and mercaptoethanol ligand


(zeolite@AuNPs@MET) has been developed as an adsorbent of heavy metal ions. The preparation of
zeolite@AuNPs@MET composite material was done in three steps. Firstly, incorporating gold precursor
in to zeolite cavity. Secondly, reduction of gold nanoparticles by binahong leaf extract. Thirdly, modifying
zeolite@AuNPs with mercaptoethanol ligand. Binahong was used as bioreductor agent in the synthesis of
Au nanoparticles since it has large contents of flavonoids, saponins, tannins, and steroids which contain
reducing functional group. The zeolite@AuNPs@MET composite material was characterized by XRD,
EDX, PSA, TEM, FTIR and UV Visible Spectrophotometer. EDX measurements showed Au content of
0.88%, TEM and PSA measurement showed Au nanoparticle size in the range of 7.12 nm to 14.45 nm
with an average size distribution of 110.6 nm while gold nanoparticles immobilized in the pores of
zeolites have sizes ranging from 4.98 nm to 9.50 nm with an average size distribution of 279 nm. UV
Visible absorption spectrum revealed a new formed peak at 537 nm, indicating formation of AuNPs. The

27
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 27-40

characteristic peaks (at 526 nm and 532 nm) were also found in the UV-Vis absorption spectrum of
AuNPs immobilized in the zeolite pores and AuNPs in the zeolite@AuNPs@MET composite, respectively.
FTIR measurements of mercaptoethanol ligand showed the presence of a peak at 2550 cm-1 region
indicating SH functional groups, which disappeared after modification of zeolite@Au with MET ligand,
indicated the –SH bond was broken and the remained –S was attached to AuNPs. All of the
characterization revealed the success of the composite material preparation, which is an interesting
material expected to have highly potential as a heavy metal ion adsorbent.
Keywords: Adsorbent, bioreductor, binahong leaf, synthesis, zeolite@AuNPs@MET.

1. PENDAHULUAN adsorpsi yang lebih selektif seperti ligan,


polimer, atau surfaktan yang diharapkan
Berbagai penelitian telah dilakukan dapat meningkatkan afinitas zeolit terhadap
untuk mengurangi atau bahkan ion logam berat dan meningkatkan daya
menghilangkan logam berat berbahaya dari adsorpsinya. Penelitian yang telah
limbah industri sebelum dibuang ke dilakukan Amun et al. (2004) berhasil
perairan. Adsorpsi dengan material berpori memodifikasi zeolit alam terimpregnasi 2-
merupakan metode yang mudah dan merkaptobenzotiazol sebagai bahan
sederhana, juga efektif untuk penyerap untuk sistem pemisahan campuran
menghilangkan ion logam berat. Diantara biner Cd dan Cr dengan daya pisah yang
berbagai jenis adsorben seperti karbon aktif, lebih baik dari adsorben zeolit teraktivasi
silika gel dan zeolit, zeolit merupakan NaCl. Selain dengan bahan organik, zeolit
material dengan bentuk kristal sangat teratur juga dapat dimodifikasi dengan bahan
dengan rongga yang saling berhubungan ke anorganik yang dapat diimpregnasi ke
segala arah. Struktur yang khas dari zeolit dalam rongga zeolit. Ciobanu et al.(2008)
yaitu hampir sebagian besar merupakan berhasil memodifikasi zeolit ZSM-5 dan
kanal dan pori sehingga menyebabkan zeolit zeolit Y dengan zink yang diaplikasikan
mempunyai luas permukaan yang besar. sebagai katalis untuk meningkatkan
Semakin banyak jumlah pori yang dimiliki, produksi senyawa aromatik.
semakin besar luas permukaan total yang Nanopartikel logam dapat disintesis
dimiliki zeolit. Luas permukaan yang besar dengan cara mereduksi ion logam menjadi
ini sangat menguntungkan dalam atom logam dengan metode kimia dan fisik.
pemanfaatan zeolit baik sebagai adsorben Namun, metode ini sangat tergantung pada
ataupun sebagai katalis heterogen. Untuk pereaksi yang berbahaya bagi ekologi dan
memperbaiki karakter zeolit alam sehingga lingkungan (misalnya natrium borohidrida,
dapat digunakan sebagai katalis, absorben, hidroksida hidrazinium), suhu dan tekanan
atau aplikasi lainnya, biasanya dilakukan yang lebih tinggi (Zhang et al 2010). Saat
aktivasi dan modifikasi terlebih dahulu ini mulai berkembang kebutuhan untuk
(Yuanita 2010). meningkatkan proses sintesis nanopartikel
Selain luas permukaan yang besar, yang ramah lingkungan (Iravani 2011).
adsorben juga harus selektif. Salah satu Proses reduksi menggunakan bioreduktor
metode untuk meningkatkan selektifitas ekstrak tanaman lebih cepat dibandingkan
zeolit alam adalah memodifikasi permukaan dengan mikroorganisme dan nanopartikel
dan rongga zeolit dengan cara impregnasi yang dihasilkan lebih stabil (Iravani 2011).
dengan bahan organik maupun anorganik Beberapa tanaman yang sudah digunakan
karena penggunaan zeolit alam hasil sebagai bioreduktor diantaranya berasal dari
aktivasi mempunyai daya pisah yang relatif lidah buaya (Avena sativa), pepaya (Carica
masih rendah. Bahan organik yang papaya), lemon (Citrus limon) (Iravani
diimpregnasikan berkarakter lebih 2011), Silybum marianum (Gopalakrishnan
menyukai ikatan dengan satu atau beberapa & Raghu 2014), belimbing (Averrhoa
ion logam tertentu saja sehingga terjadi bilimbi) (Isaac et al. 2013). Selain tanaman

28
Nurdiani, dkk Sintesis Adsorben Zeolit

tersebut, ekstrak daun binahong (Anredera jam pada suhu 700C. Setelah diaduk, zeolit
cordifolia) berpotensi sebagai bioreduktor diendapkan selama 24 jam. Endapannya
karena mempunyai kandungan flavonoid dicuci kembali dengan menggunakan
golongan flavonol sebesar 11,263 mg/kg akuabides, diaduk selama 1 jam pada suhu
daun binahong basah dan mempunyai sifat 700C dan diendapkan selama 24 jam.
antioksidan total yang ditetapkan dengan Endapan yang terbentuk kemudian
metode FRAP (Ferric Reducing dikeringkan pada suhu 1050C selama 2 jam.
Antioxidants Power) dengan nilai Tahapan pencucian ini dilakukan sebanyak
4,25mmol/100g daun binahong basah tiga kali.
(Selawa et al. 2013). Aktivasi zeolit secara kimia
Berdasarkan hasil kajian yang telah menggunakan asam klorida 0,05 M dengan
dilakukan terhadap berbagai penelitian perbandingan 1 : 3, lalu diaduk selama satu
sebelumnya maka pada penelitian ini akan jam pada suhu 700C dan diendapkan selama
dilakukan modifikasi zeolit alam dengan 24 jam. Selanjutnya disaring dan dicuci
nanopartikel emas yang disintesis dari dengan akuabides sampai dengan pH filtrat
prekursor ion Au menggunakan bioreduktor 7. Endapan yang terbentuk dikeringkan
ekstrak daun binahong dan distabilisasi pada suhu 1050C selama 2 jam. Aktivasi
dengan ligan merkaptoetanol (MET). dengan basa encer menggunakan NaOH
Nanopartikel emas disintesis secara in situ 0,05 M (perbandingan 1 : 3) dan
di dalam rongga zeolit dengan diperlakukan sama seperti pada aktivasi
menggunakan bioreduktor ekstrak daun dengan asam encer.
binahong, diamati pengaruh ragam Zeolit yang telah kering kemudian
preparasi ektrak, pemanasan dan dicuci dengan NaCl 1 M lalu diaduk dengan
penggunaan gelombang mikro. pengaduk bermagnet selama 6 jam pada
suhu 700C dan diendapkan semalaman
2. METODOLOGI kemudian endapan dikeringkan pada suhu
1050C. Selanjutnya zeolit dikalsinasi selama
2.1 Bahan dan Alat 2 jam pada suhu 3000C. Zeolit yang telah
aktif dikarakterisasi menggunakan FTIR,
Bahan yang digunakan adalah zeolit XRD, TEM, EDX, dan diukur nilai
alam asal Bayah, ekstrak daun binahong, kapasitas tukar kationnya dengan
logam emas, 99,99 % (PT Antam Tbk), menggunakan metode sesuai dengan
akuabides, HCl (Merck), ligan Permentan No. 02/Pert/HK.060/2/2006.
merkaptoetanol (Merck).
Alat-alat yang digunakan antara lain 2.2.2 Optimasi Sintesis Nanopartikel Au
saringan 200 mesh, neraca analitik, dengan Ekstrak Daun Binahong
pengaduk bermagnet, erlenmeyer, botol (Modifikasi Rajeshkumar et al. 2013)
serum, pipet volumetri, buret, microwave
CT 2668Y, Spektrofotometer UV-Visibel Sampel daun binahong ditimbang
Analytik Jena, XRD GBC Emma, EDX sebanyak 50 gram, dipotong-potong
Bruker, PSA Vasco, TEM Jeol 1400, FTIR kemudian dipanaskan pada suhu 700C
Bruker, dan alat-alat gelas lainnya. dengan akuabides 100 mL selama 15 menit.
Ekstrak yang diperoleh kemudian disaring
2.2 Metode Penelitian sampai mendapat filtrat sebanyak 50 mL.
Untuk mengetahui kandungan ekstrak
2.2.1 Aktivasi Zeolit dianalisis kandungannya dengan uji
fitokimia. Prosedur untuk mendapatkan
Zeolit diaktivasi dengan cara ekstrak daun binahong merupakan hasil dari
mencucinya dengan akuabides uji pendahuluan mendapatkan formula
(perbandingan 1: 3) lalu diaduk selama satu ekstrak daun binahong. Formula terbaik

29
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 27-40

ditetapkan berdasarkan yang terbanyak dalam gelas piala berisi 0,1 gram
menghasilkan nanopartikel Au pada uji zeolit@AuNPs kemudian diaduk selama 6
optimasi sintesis nanopartikel Au. jam dan diendapkan selama 24 jam. Setelah
Uji pendahuluan optimasi sintesis 24 jam, endapan dikeringkan pada suhu
nanopartikel Au dimulai dari pemilihan 1050C. Zeolit@AuNPs@MET yang
teknik pembuatan bioreduktor (model daun diperoleh dikarakterisasi dengan FTIR dan
dipotong, ditumbuk, dan daun utuh) dengan spektrofotometer UV Visibel.
dua model maserasi (maserasi dengan
pemanasan dan tanpa pemanasan). Tahapan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
selanjutnya penentuan formulasi
perbandingan bobot daun binahong dengan 3.1 Karakterisasi Zeolit
pelarut akuabides dan tahapan terakhir
adalah percepatan sintesis nanopartikel Au Untuk melihat jenis penyusun zeolit
dengan menggunakan teknik pemanasan dilakukan analisis dengan XRD. Penyidikan
gelombang mikro. terhadap sidik jari struktur kristal zeolit
dilakukan melalui perbandingan parameter
2.2.3 Imobilisasi dan Sintesis Nanopartikel nilai d dan intensitas relatif hasil
Au pada Zeolit pengukuran dengan zeolit standar.
Pembandingan zeolit dilakukan dengan data
Sebanyak 15 mL larutan Au 0,4 mM zeolit standar yang ada dalam Joint
dipipet ke dalam gelas piala berisi 1 gram Committee on Power Diffraction dan
zeolit aktivasi, larutan diaduk satu jam Collection of Simulated XRD Powder
kemudian ditambahkan 15 mL filtrat Patterns for Zeolites (JCPDS). Bila puncak-
ekstrak daun binahong dan 15 mL NaOH puncak difraktogram atau nilai d memiliki
0,05 N lalu dimasukkan ke dalam kemiripan dengan zeolit standar berarti
microwave selama 2 menit. Pengadukan produk yang dihasilkan sama dengan
dilakukan selama 6 jam dan diendapkan standar. Hasil penyidikan struktur terhadap
selama 24 jam. Selanjutnya campuran puncak-puncak difraktogram zeolit
disentrifuge, fase padatan dikeringkan menyerupai puncak-puncak struktur pada
dalam oven pada suhu 1050C selama 1 jam. pola difraksi dari klinoptilolit, heulandite,
Zeolit@AuNPs yang diperoleh dan mordenit sehingga dapat dipastikan
dikarakterisasi dengan XRD, EDX, TEM, bahwa zeolit yang digunakan dalam
PSA, FTIR dan Spektrofotometer UV penelitian ini merupakan campuran dari
Visibel. klinoptilolit, heulandit, dan mordenit
dengan komposisi terbanyak adalah
2.2.4 Penanaman Ligan Merkaptoetanol
klinoptilolit (Gambar 1a) dan morfologi dari
(MET) pada Zeolit@AuNPs
zeolit aktivasi dari hasil pembacaan TEM
Sebanyak 10 mL larutan nampak pada Gambar 1b.
merkaptoetanol (MET) 0,4 mM dipipet ke

(a) (b)
Gambar 1 Hasil pembacaan (a) XRD zeolit aktivasi (b) TEM zeolit aktivasi (perbesaran 80000x)

30
Nurdiani, dkk Sintesis Adsorben Zeolit

Aktivasi zeolit secara fisika dan kimia akan (intermediate silica zeolite) yang
mengubah ciri (karakteristik) seperti menunjukkan bahwa kapasitas tukar
kapasitas adsorpsi dan nilai tukar kation kationnya relatif besar.
(KTK). Hasil pengujian KTK menunjukkan
adanya peningkatan setelah aktivasi yaitu 3.2 Optimasi Sintesis Nanopartikel Au
dari 60,89 meq/100g menjadi 94,60
meq/100g. Nilai KTK zeolit berdasarkan Keberhasilan sintesis nanopartikel Au
SNI 13-3494-1994 dinyatakan lolos uji oleh bioreduktor ekstrak daun binahong
mutu jika nilainya 100 meq/100g sedangkan dipengaruhi ketepatan dalam optimasi
berdasarkan Permentan No. 02/Pert/HK. pembuatan ekstrak daun binahong. Uji
060/2/2006 adalah 80 meq/100 g. KTK pendahuluan optimasi sintesis nanopartikel
zeolit dinyatakan tinggi jika nilainya Au dimulai dari pemilihan teknik
berkisar antara 80-200 meq/100 g dengan pembuatan bioreduktor (model daun
kandungan zeolit > 50% sedangkan apabila dipotong, ditumbuk, dan daun utuh) dengan
nilai KTK zeolit < 80 meq/100 g dinilai dua model maserasi (maserasi dengan
rendah dengan kandungan zeolit < 50% pemanasan dan tanpa pemanasan). Tahapan
(Jabri 2008). Jadi KTK zeolit aktivasi selanjutnya penentuan formulasi
tergolong tinggi karena mempunyai nilai perbandingan bobot daun binahong dengan
KTK 94,60 meq/100 g dengan kandungan pelarut akuabides dan tahapan terakhir
zeolit > 50%. Selain itu berdasarkan hasil adalah percepatan sintesis nanopartikel Au
pengukuran EDX, kandungan silika dan dengan menggunakan teknik pemanasan
alumina dalam zeolit mempunyai gelombang mikro. Hasil tahapan optimasi
perbandingan bobot Si/Al = 5,15 sehingga sintesis nanopartikel Au selengkapnya pada
zeolit Bayah digolongkan ke dalam zeolit Tabel 1.
dengan kandungan silika menengah

Tabel 1 Tahapan optimasi sintesis nanopartikel Au


Teknik Ekstraksi
Bobot daun
Preparasi Maserasi Maserasi Gelombang Keberhasilan Warna Nano
binahong : Waktu
Daun tanpa pemanasan Mikro sintesis partikel Au
akuabides
Binahong pemanasan (700C)

Daun utuh √ - 1 : 50 - 12 jam Tidak berhasil -


Daun potong √ - 1 : 50 - 12 jam Tidak berhasil -
Daun tumbuk √ - 1 : 50 - 12 jam Tidak berhasil -
Daun utuh - √ 1 : 50 - 12 jam Tidak berhasil -
Daun tumbuk - √ 1 : 50 - 12 jam Tidak Berhasil -
Daun potong - √ 1 : 50 - 12 jam Berhasil Ungu seulas
Biru
Daun potong - √ 1 : 20 - 12 jam Berhasil
keunguan
Daun potong - √ 1:5 - 12 jam Berhasil Ungu gelap
Ungu gelap
Daun potong - √ 1:2 - 12 jam Berhasil
kemerahan
Ungu gelap
Daun potong - √ 1:5 √ 2 menit Berhasil
kemerahan
Merah
Daun potong - √ 1:2 √ 2 menit Berhasil
keunguan

31
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 27-40

Hasil dari uji optimasi sintesis menunjukkan warna merah keunguan pada
nanopartikel Au, disimpulkan bahwa teknik serapan panjang gelombang maksimum 550
pembuatan bioreduktor yang terbaik adalah nm.
yang memberikan sintesis nanopartikel Au
dengan warna merah keunguan yaitu
ekstrak daun binahong dengan teknik daun
potong dengan maserasi pemanasan pada
suhu 700C (perbandingan bobot daun
binahong : akuabides 1 : 2) dengan bantuan
pemanasan gelombang mikro selama 2
menit untuk mempercepat sintesis
nanopartikel Au (Gambar 2b dan 2c). (a)
Penggunaan irradiasi gelombang mikro
memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan dengan tanpa pemanasan
yaitu tidak adanya gradien termal, serta
pemanasan yang homogen dalam seluruh
larutan yang bereaksi dan memungkinkan
terjadinya laju nukleasi yang tinggi,
sehingga didapatkan produk partikel yang
berukuran kecil dengan distribusi ukuran
yang sempit (Motshekga et al. 2012). (b) (c)
Dilihat dari segi efisiensi waktu, dengan Gambar 2. (a) Kurva perbandingan antara
menggunakan teknik gelombang mikro, larutan Au, bioreduktor binahong, dan
nanopartikel yang diinginkan dapat nanopartikel Au, (b) sintesis nanopartikel Au
terbentuk dalam jumlah signifikan dalam dengan gelombang mikro formulasi ekstrak
rentang waktu yang cukup singkat yaitu binahong 1:2, (c) sintesis nanopartikel Au
dalam skala menit dan dalam percobaan ini dengan gelombang mikro formulasi ekstrak
sintesis nanopartikel Au dilakukan hanya binahong 1:5
dalam waktu 2 menit.
Keberhasilan sintesis nanopartikel Au Reduksi Au3+ menjadi Au0
dengan bioreduktor ekstrak daun binahong menggunakan bioreduktor ekstrak daun
selain dibuktikan dengan perubahan warna binahong dalam sistem larutan nampak
dari larutan Au yang awalnya berwarna sebagai perubahan warna dari bening
kuning menjadi nanopartikel Au yang menjadi larutan berwarna merah keunguan.
berwarna merah keunguan, juga dibuktikan Terbentuknya warna merah tersebut karena
dengan perubahan nilai serapan maksimum adanya surface plasmon resonance (SPR)
untuk larutan Au dari 214 nm menjadi 537 pada daerah visibel. SPR terjadi akibat
nm untuk nanopartikel Au (Gambar 2a). Hal osilasi elektron pita konduksi dari
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan nanopartikel emas akibat terjadinya iradiasi
oleh Kumar et al. (2012) yang berhasil cahaya visibel yang berkorelasi dengan
mensintesis nanopartikel emas dengan medan elektromagnetik dari cahaya yang
menggunakan ekstrak daun Amaranthus masuk (Daniel & Astruc 2004).
spinosus yang menunjukkan warna merah Nanopartikel yang berukuran kecil akan
keunguan pada serapan panjang gelombang mengabsorpsi cahaya pada spektrum biru
maksimum 535 nm dan Thirumurugan et al. hijau (400-500 nm), warna merah (700 nm)
(2010) yang berhasil mensintesis merupakan komplemennya sehingga dapat
nanopartikel emas dengan menggunakan terlihat mata. Hasil pengukuran TEM
ekstrak daun Azadirachta indica yang (Gambar 3), nanopartikel Au yang
dihasilkan terlihat berbentuk bulat

32
Nurdiani, dkk Sintesis Adsorben Zeolit

(spherical), namun distribusi nanopartikel menunjukkan pita yang kuat di 3577 cm-1,
Au belum merata dan posisinya masih 1477 cm-1, 1340 cm-1 dan 1052 cm-1 yang
berdekatan dengan ukuran nanopartikel Au masing-masing menunjukkan peregangan
berkisar dari 7,12 nm sampai dengan 14,45 O-H untuk vibrasi alkohol dan fenol,
nm. peregangan C-C untuk cincin aromatik,
peregangan C-N untuk amina aromatik dan
peregangan C-O untuk eter, alkohol, ester
dan asam karboksilat. Spektrum FTIR
nanopartikel emas menunjukkan
pengurangan pita di daerah 3585 cm-1, 1476
cm-1, 1317 cm-1 dan 1050 cm-1 yang
masing-masing menunjukkan peregangan
O-H untuk vibrasi alkohol dan fenol,
Gambar 3 Karakterisasi TEM nanopartikel Au peregangan C-N untuk amina aromatik,
(perbesaran 80000x) peregangan C-O untuk eter, alkohol, ester
dan asam karboksilat (Gambar 4). Hasil
Au diketahui sangat tidak reaktif. analisis FTIR, disimpulkan bahwa
Sifat ini ditunjukkan karena posisinya biomolekul yang memiliki kelompok
dalam deret elektrokimia mempunyai nilai fungsional alkohol, ester, fenol, amina dan
potensial reduksi standar reaksi reduksi Au+ eter dapat mengikat permukaan logam dan
menjadi Au adalah +1,69 volt sedangkan berperan dalam proses reduksi nanopartikel
nilai potensial reduksi standar untuk reaksi Au.
reduksi Au3+ menjadi Au adalah +1,40 volt.
Kedua nilai ini merupakan nilai yang cukup Tabel 2. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun
Binahong (Anredera cordifolia)
positif untuk menunjukkan emas termasuk
unsur yang sangat tidak reaktif dan sangat Contoh Kandungan Hasil
mudah untuk direduksi sehingga tidak
Ekstrak Daun Saponin +++
diperlukan reduktor kuat seperti NaBH4
Binahong Tanin ++
tetapi cukup dengan reduktor yang lemah (Anredera Flavonoid ++
seperti bioreduktor dari ekstrak tanaman. cordifolia) Steroid +
Ekstrak daun binahong mengandung banyak
senyawaan polifenol, flavonoid golongan
flavonol sebesar 11,263 mg/kg daun
binahong basah dan mempunyai sifat
antioksidan total sebesar 4,25 mmol/100g
daun binahong basah sehingga mempunyai
kemampuan sebagai bioreduktor (Selawa et
al. 2013). Uji fitokimia pada filtrat ekstrak
daun binahong menunjukkan adanya
kandungan saponin,tanin, flavonoid, dan Gambar 4 Spektrum FTIR untuk ekstrak daun
steroid (Tabel 2). Senyawa metabolit binahong dan nanopartikel Au
sekunder seperti saponin, tanin, flavonoid
dan steroid memiliki aktifitas sebagai 3.3 Imobilisasi dan Sintesis
antioksidan sehingga mempunyai Nanopartikel Au pada Zeolit
kemampuan mereduksi Au menjadi Au0.
3+

Untuk memperkuat hasil uji fitokimia Imobilisasi nanopartikel Au terdiri


maka filtrat ekstrak daun binahong dan dari 2 tahapan yaitu pengisian rongga zeolit
nanopartikel Au dianalisis dengan FTIR. oleh ion-ion Au3+ kemudian sintesis
Spektrum FTIR ekstrak daun binahong nanopartikel Au melalui reduksi Au3+
menjadi Au0 oleh bioreduktor ekstrak daun

33
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 27-40

binahong di dalam rongga zeolit. Ilustrasi sangat kecil karena konsentrasi Au yang
tahapan ini digambarkan pada Gambar 5a. digunakan dalam penelitian ini sangat
Keberhasilan imobilisasi nanopartikel Au ke rendah yaitu 0,006 mmol/gram. Hasil
dalam zeolit juga dibuktikan dengan pengukuran EDX zeolit aktivasi dengan
pengamatan secara visual bentuk fisik dari zeolit@AuNPs dapat dilihat pada Tabel 3.
zeolit aktivasi dengan zeolit@AuNPs yang
awalnya berwarna abu-abu kemudian Tabel 3 Hasil pengukuran EDX zeolit aktivasi
dengan zeolit@AuNPs
berubah menjadi merah muda keunguan Zeolit Zeolit@AuNPs
(Gambar 5b dan 5c). Berdasarkan sifat Jenis Atom
(% bobot) (% bobot)
perubahan warna nanopartikel Au maka Oksigen 53,72 51,64
dapat dipastikan zeolit telah terimobilisasi Natrium 2,40 0,85
dengan nanopartikel Au karena ciri dari Alumunium 5,77 6,21
warna nanopartikel emas mengabsorpsi Silikon 29,74 28,89
warna hijau dan memantulkan warna merah Kalium 1,96 4,72
keunguan (Daniel & Astruc 2004). Rubidium 6,16 6,40
Magnesium 0,25 0,41
Au 3+ Au 3+
Emas - 0,88
Au 3+ Au 3+ Total 100 100

Selain dengan hasil pengukuran EDX,


keberhasilan imobilisasi nanopartikel Au
juga dibuktikan dengan TEM. Karakterisasi
TEM zeolit@AuNPs dilakukan untuk
(a) mengetahui bentuk partikel Au yang
terimobilisasi ke dalam pori, memprediksi
ukuran nano Au serta menginformasikan
distribusi nanopartikel Au pada setiap pori
zeolit. Partikel berwarna hitam
menunjukkan densitas yang lebih besar
(b) (c) yaitu densitas elektron yang
Gambar 5 (a) Ilustrasi tahapan imobilisasi mengindikasikan banyaknya nanopartikel
nanopartikel Au ke dalam zeolit, (b) emas yang terimobilisasi pada pori-pori
pengamatan fisik zeolit aktivasi, dan (c) zeolit sedangkan bagian yang terang
pengamatan fisik zeolit@AuNPs menunjukkan pori-pori zeolit yang belum
terimobilisasi oleh nanopartikel emas.
Keberhasilan imobilisasi nanopartikel Nanopartikel emas yang telah berhasil
Au ke dalam pori zeolit dibuktikan dengan terimobilisasi ke dalam pori-pori zeolit
pengukuran EDX. Pada hasil EDX untuk dengan ukuran berkisar dari 4,98 nm
zeolit aktivasi tidak ditemukan adanya sampai dengan 9,50 nm (Gambar 6a). Chen
unsur Au sedangkan untuk zeolit@AuNPs et al. (2005) juga berhasil memobilisasi
ditemukan adanya unsur Au sebanyak nanopartikel emas ke dalam pori-pori zeolit
0,88%. Kadar Au dalam zeolit@AuNPs Y dan β seperti pada Gambar 6b dan 6c.

(a) (b) (c)


Gambar 6 Hasil karakterisasi TEM untuk (a) zeolit@AuNPs hasil penelitian dan (b) zeolit Y@Au
(Chen et al 2005) (c) zeolit β@Au (Chen et al 2005) (perbesaran 80000x)

34
Nurdiani, dkk Sintesis Adsorben Zeolit

Pada hasil pembacaan XRD partikel emas menjadi besar. Perubahan


menunjukkan bahwa proses aktivasi sampai warna yang terjadi menunjukkan adanya
imobilisasi nanopartikel Au ke dalam pori pertumbuhan cluster. Hasil clustering
zeolit tidak mengubah struktur dari ditunjukkan pada pembacaan spektro-
zeolitnya. Puncak-puncak zeolit awal tetap fotometer UV Visibel. Nanopartikel Au
berada pada posisi 2 theta tertentu (Gambar tanpa matrik penstabil zeolit, menunjukkan
7a). Berdasarkan referensi tentang data warna merah keunguan yang makin lama
standar Au, untuk Au berada pada kisaran 2 makin memudar dan beraglomerasi.
theta 17,23, 20,03, dan 33,52. Hasil XRD Kestabilan nanopartikel Au hanya bertahan
untuk Au dihasilkan puncak yang tidak 2 hari, ukuran nanopartikel makin lama
terlalu tinggi dikarenakan Au yang makin membesar yang ditunjukkan dengan
digunakan dalam penelitian ini mempunyai terjadinya pergeseran panjang gelombang
konsentrasi yang rendah yaitu 0,006 puncak serapan ke arah kanan (Gambar 8a).
mmol/gram sehingga puncak zeolit yang Nanopartikel Au yang disintesis di dalam
lebih dominan terbaca oleh difraksi sinar X- zeolit menunjukkan sifat yang stabil. Hal ini
ray (Gambar 7b). nampak dari tidak terjadi penggumpalan
Apabila nanopartikel emas dibiarkan (aglomerasi) yang ditunjukkan dari
tanpa adanya matrik penstabil maka akan warnanya yang tetap (berwarna merah
terjadi pertumbuhan ukuran partikel keunguan) walaupun zeolit@AuNPs sudah
(cluster), matrik penstabil zeolit juga berusia lebih dari 1 bulan (Gambar 8b).
berfungsi sebagai template sintesis. Pembentukan nanopartikel Au yang terjadi
Nanopartikel emas yang awalnya berupa dalam pori-pori zeolit menyebabkan ukuran
larutan transparan berubah menjadi nanopartikel Au lebih terkontrol dan tidak
suspensi, kemudian menghasilkan endapan terjadinya agregasi antar nanopartikel Au.
emas berwarna ungu kecoklatan dan ukuran

(a) (b)
Gambar 7. (a) Hasil XRD pada spektrum gabungan zeolit aktivasi dan zeolit@AuNPs, (b) Hasil
XRD pada spektrum zeolit@AuNPs

(a)

35
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 27-40

(b)
Gambar 8. Kurva kestabilan dan pengamatan visual (a) nanopartikel Au dan (b) zeolit@AuNPs

(a) (b)
Gambar 9. Hasil karakterisasi PSA (a) nanopartikel Au pH 6 (b) nanopartikel Au pH 10

Gambar 10. Hasil karakterisasi PSA zeolit@AuNPs

Sesuai dengan teori Surface penyerapan plasmon berbanding lurus


Plasmon Response (SPR) semakin besar dengan volume nanopartikel dan posisi
ukuran nanopartikel logam maka panjang resonansi yang bergeser ke panjang
gelombang serapan maksimal yang gelombang yang lebih besar menunjukkan
dihasilkan akan semakin besar karena ukuran partikel yang lebih besar
energi eksitasi yang semakin kecil. Energi (Patungwangsa & Hodak 2008). Pergeseran
eksitasi yang semakin kecil disebabkan panjang gelombang ke arah kiri
karena jarak yang ditempuh oleh elektron menunjukkan ukuran nanopartikel Au yang
untuk bereksitasi dari tingkatan terendah terbentuk semakin kecil. Hal ini dapat
menuju tingkatan yang tertinggi (band gap) dilihat pada nilai serapan maksimum untuk
semakin kecil. Band gap yang semakin nanopartikel Au terbentuk pada 537 nm,
kecil dikarenakan berkumpulnya partikel- sedangkan untuk nanopartikel Au yang
partikel menjadi satu sehingga pita elektron diimobilisasi ke dalam zeolit nilai serapan
masing-masing partikel saling bertumpuk maksimumnya pada 526 nm. Untuk melihat
(Amendola et al. 2005). Eksitasi inter band ukuran nanopartikel Au dan zeolit@AuNPs
dari 5d ke 6sp tidak terlalu sensitif dengan yang terbentuk dilakukan pengukuran
ukuran dan bentuk nanopartikel, tetapi dengan Particle Size Analyzer (PSA).

36
Nurdiani, dkk Sintesis Adsorben Zeolit

Gambar 9a dan 9b menunjukkan hasil 3.4 Penanaman Ligan Merkaptoetanol


pengukuran PSA untuk nanopartikel Au Pada Zeolit@AuNPs
pada pH 10 mempunyai distribusi rata-rata
ukuran nanopartikel 110,6 nm sedangkan Tahapan penanaman ligan
pada pH 6 mempunyai distribusi rata-rata merkaptoetanol pada zeolit@AuNPs
ukuran nanopartikel 273,2 nm. merupakan tahapan terakhir dalam
Dengan meningkatnya pH menjadi modifikasi zeolit@AuNPs yang diharapkan
lebih besar dari 6, jumlah H+ makin dapat meningkatkan daya adsorpsi komposit
berkurang, sehingga makin banyak gugus adsorben zeolit@AuNPs dalam menjerap
karboksilat yang berubah menjadi bentuk ion logam berat. Tahapan penanaman ligan
anionik (-COO-). Bentuk anionik tersebut merkaptoetanol pada zeolit@AuNPs dan
dapat berinteraksi dengan Au(III) interaksi ligan merkaptoetanol pada logam
membentuk suatu kompleks. Interaksi Au diilustrasikan pada Gambar 11a dan
tersebut dapat membentuk suatu lapisan 11b.
muatan negatif pada permukaan
nanopartikel Au yang dihasilkan dalam
proses reduksi. Semakin banyak gugus
karboksil anionik, maka muatan negatif
yang dimiliki tersebut dapat mendorong
kestabilan elektrostatik dari nanopartikel
yang terbentuk sehingga nanopartikel relatif
tidak mudah berinteraksi dengan
nanopartikel tetangganya membentuk (a)
agregat dan ukuran nanopartikel yang
terbentuk tetap kecil. Ukuran nanopartikel
dan distribusi ukuran menurun seiring
dengan meningkatnya pH (Patungwasa &
Hodak 2008). Penelitian Patungwasa dan
Hodak (2008) menunjukkan bahwa pH
campuran reaksi reduksi AuCl4- dengan
pereduksi sitrat memiliki efek dramatis pada
ukuran, polidispersitas dan morfologi (b)
nanopartikel emas. Pada pH lebih rendah Gambar 11. Ilustrasi (a) tahapan penempelan
ligan merkaptoetanol pada zeolit@AuNPs,
dari 5 nanopartikel emas yang terbentuk
(b) interaksi antara logam Au dengan ligan
memiliki distribusi ukuran luas sedangkan merkaptoetanol
pada pH lebih besar dari 6 distribusi ukuran
sempit dan morfologi nanopartikel Keberhasilan penanaman ligan
berbentuk bola. Pada hasil penelitian merkaptoetanol pada zeolit@AuNPs
menunjukkan bahwa pada pH 10 ukuran dikarakterisasi dengan FTIR melalui
nanopartikel Au yang terbentuk makin kecil analisis gugus-gugus fungsi komposit
yaitu mulai dari 7,12 nm – 14,45 nm dengan zeolit@AuNPs@MET. Karakteristik ligan
bentuk spherical (bola). Hasil pengukuran merkaptoetanol ditandai dengan adanya
zeolit@AuNPs dengan PSA (Gambar 10) puncak yang tajam pada daerah 3200 cm-1
ternyata diperoleh rata-rata distribusi ukuran yang menunjukkan adanya gugus fungsi
zeolit@AuNPs adalah 279 nm. Ukuran OH, adanya puncak serapan pada daerah
zeolit@AuNPs ini masih relatif besar 2850 cm-1 yang menunjukkan adanya
karena pengukuran PSA zeolit@AuNPs vibrasi C-H serta adanya puncak pada
juga mengukur zeolit yang memiliki ukuran daerah 2550 cm-1 yaitu menunjukkan
molekul yang cukup besar. adanya gugus fungsi SH (Gambar 12).

37
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 27-40

Terjadinya ikatan S-Au pada Gambar 12 lepasnya molekul air selama proses aktivasi
ditandai dengan hilangnya puncak serapan zeolit alam dengan pemanasan/kalsinasi.
pada daerah 2550 cm-1 yang menunjukkan Adanya vibrasi ulur dan vibrasi tekuk dari
adanya interaksi gugus S-H. Dengan kata Si-O dan Al-O menunjukkan adanya
lain gugus S-H dari merkaptoetanol telah kerangka aluminosilikat pada setiap sampel.
putus dan S berikatan dengan nanopartikel Gugus O-Si-O atau O-Al-O menunjukkan
Au yang terimobilisasi dalam zeolit. susunan kerangka zeolit, sehingga dapat
dipastikan bahwa batuan abu-abu yang
berasal dari Bayah tersebut merupakan
suatu zeolit (Gambar 13). Interpretasi dari
spektra zeolit aktivasi dipaparkan pada
Tabel 4.

Tabel 4. Interpretasi bilangan gelombang zeolit


aktivasi
Kisaran
Bilangan
bilangan
gelombang
Gambar 12. Perbandingan spektra FTIR gelombang
zeolit Interpretasi
zeolit@AuNPs@MET dan ligan (cm-1)
aktivasi
merkaptoetanol (Warsito et
(cm-1)
al. 2008)
3500 3200 - 3600 Vibrasi ulur O-H
3.5 Karakterisasi Zeolit Aktivasi,
Zeolit@AuNPs dan Zeolit@AuNPs 1018,19 1250 - 950 Vibrasi ulur
@MET dengan FTIR asimetri Si-O dan
Al-O
Pada struktur zeolit terdapat jalinan 722,04 820 - 650 Vibrasi ulur simetri
Si-O dan Al-O
internal dan jalinan eksternal. Jalinan
internal pada zeolit muncul pada daerah 602,3 650 - 500 Double ring
serapan sekitar 1018,19 cm-1 yang 503,78 500 - 420 Vibrasi tekuk Si-O
dan Al-O
menunjukkan adanya vibrasi ulur asimetri
dari Si-O dan Al-O dari kerangka alumino
silikat sedangkan vibrasi ulur simetri dari Pada Gambar 13 nampak pada ketiga
Si-O dan Al-O muncul pada daerah serapan spektrum zeolit aktivasi, zeolit@AuNPs dan
sekitar 722,04 cm-1. Double ring merupakan zeolit@AuNPs@MET hampir sama bentuk
karakter zeolit yang spesifik, yang spektranya, namun terjadi pergeseran
ditunjukkan dengan munculnya serapan puncak serapan untuk spektra
pada daerah 602,03 cm-1. Double ring ini zeolit@AuNPs dan zeolit@AuNPs@MET
merupakan jalinan eksternal antara lapisan terutama pada daerah bilangan gelombang
zeolit satu dengan lainnya. Vibrasi K-O 500 – 900 cm-1 dibandingkan dengan
muncul pada daerah serapan sekitar 791,96 puncak serapan pada spektra zeolit aktivasi.
cm-1. Vibrasi tekuk dari Si-O dan Al-O pada Pada struktur zeolit terdapat jalinan internal
kerangka aluminosilikat pada zeolit muncul dan jalinan eksternal. Jalinan internal pada
pada daerah serapan sekitar 503,78 cm-1. zeolit muncul pada daerah serapan sekitar
Spektra zeolit aktivasi, intensitas pita lebar 1018,19 cm-1 yang menunjukkan adanya
OH menjadi berkurang pada daerah 3500 vibrasi ulur asimetri dari Si-O dan Al-O
cm-1 dibandingkan dengan spektra zeolit dari kerangka alumino silikat. Serapan pada
sebelum diaktivasi. Hal ini menunjukkan daerah ini ditunjukkan oleh semua spektra
bahwa pada zeolit aktif, ikatan hidrogen zeolit aktivasi, zeolit@AuNPs, dan
antar gugus –OH telah putus sehingga zeolit@AuNPs@MET namun terjadi
hanya tersisa –OH yang terisolir karena pergeseran pada spektra zeolit@AuNPs

38
Nurdiani, dkk Sintesis Adsorben Zeolit

menjadi 1025,42 cm-1 dan pada bioreduktor ekstrak daun binahong


spektra zeolit@AuNPs@MET menjadi (Anredera cordifolia) dengan formulasi
1032,26 cm-1. Vibrasi ulur simetri Si-O dan optimum sintesis nanopartikel Au yang
Al-O muncul pada daerah serapan sekitar terbaik pada kondisi perbandingan ekstrak
722,04 cm-1 untuk spektra zeolit aktivasi, daun binahong 1 : 2 dengan menggunakan
pada spektra zeolit@AuNPs menjadi microwave selama 2 menit dan zeolit dapat
717,85 cm-1 dan spektra zeolit@AuNPs berfungsi sebagai template dari sintesis
@MET menjadi 707,52 cm-1.. Pergeseran nanopartikel emas. Ligan merkaptoetanol
yang terjadi seperti pada puncak 791,96 cm- (MET) berhasil berinteraksi dengan logam
1
untuk spektra zeolit aktivasi menjadi emas sehingga adsorben zeolit@AuNPs
790,81 cm-1 untuk spektra zeolit@AuNPs @MET berhasil terbentuk. Keberhasilan
dan 791,88 cm-1 untuk spektra modifikasi adsorben zeolit@AuNPs@MET
zeolit@AuNPs@MET pada vibrasi K-O. dapat digunakan sebagai prototipe untuk
Hal ini menunjukkan adanya kandungan jenis adsorben di masa depan.
baru di dalamnya yaitu adanya nanopartikel
Au yang berhasil terimobilisasi ke dalam UCAPAN TERIMA KASIH
pori-pori zeolit dan adanya ligan
merkaptoetanol. Pada spektra FTIR Ucapan terima kasih penulis
nanopartikel Au sulit teridentifikasi karena sampaikan kepada Akademi Kimia Analisis
berat molekul Au yang besar sehingga tidak yang telah memberikan izin belajar dan
terdeteksi pada spektra FTIR. Adanya membiayai penelitian serta kepada Pusat
nanopartikel Au di dalam zeolit dibuktikan Pendidikan dan Pelatihan Kementerian
dari hasil pengukuran dengan EDX yaitu Perindustrian yang telah memberikan
untuk zeolit@AuNPs terlihat adanya unsur beasiswa pendidikan selama penulis kuliah
Au sebesar 0,88% sedangkan pada zeolit di Pascasarjana Kimia Institut Pertanian
aktivasi tidak ditemukan adanya unsur Au. Bogor
Selain itu pengurangan intensitas pita lebar
OH pada daerah 3500 cm-1 terlihat merata DAFTAR PUSTAKA
pada semua spektra baik spektra zeolit
aktivasi, spektra zeolit@AuNPs dan spektra Amendola V., Rizzi, G.A., Polizzi, S., Meneghetti,
zeolit@AuNPs@MET dibandingkan M. 2005. Synthesis of Gold Nanoparticles
dengan spektra zeolit yang belum diaktivasi. by Laser Ablation in Toluene : Quenching
and Recovery of The Surface Plasmon
Absorption. Journal of Physical
Chemistry, Volume 109, pp.23125-23128.
Amun, A., Supranto, Fahrurozi, M. 2004.
Kesetimbangan Adsorpsi Campuran Biner
Cd(II) dan Cr(III) dengan Zeolit Alam
Terimpregnasi 2-Merkaptobenzotiazol.
Jurnal Natur Indonesia, Volume 6, pp.
111-117.
Chen J.H., Lin, J.N., Kang, Y.M., Yu, W.Y., Kuo,
C.N., Wan. B.Z. 2005. Preparation of
nano gold in zeolites for CO oxidation:
Gambar 13. Perbandingan spektra FTIR zeolit
effect of structures and number of ion
awal, zeolit aktivasi, zeolit@AuNPs, dan
exchange sites of zeolites. Journal of
zeolit@AuNPs@MET Applied Catalysis Elsevier. Volume 291,
pp.162-169.
4. KESIMPULAN Ciobanu G., Ignat, D., Carja, G., Ratoi, S., Luca,
C. 2008. Zinc modified forms of zeolites
Sintesis nanopartikel emas dapat by wet impregnation method. Chemical
dilakukan dengan menggunakan

39
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 27-40

Bulletin Politechnica Universitas Patungwasa, W. and Hodak. J. H. 2008. pH


Timisoara. Volume 53 (67). pp 1-2. tunable morphology of the gold
Daniel M.C. and Astruc, D. 2004. Gold nanoparticle produced by citrate
nanoparticles: assembly, supramolecular reduction. Materials Chemistry and
chemistry, quantum size related properties Physics. Volume 108. pp. 45–54.
and application toward biology, catalysis Rajeshkumar S., Malarkodi, C., Gnanajobitha, G.,
and nanotechnology. Chemical review, Paulkumar, K., Vanaja, M., Kannan, C.,
Volume 104, pp 293-346. Annadurai, G. 2013. Seaweed-mediated
Gopalakrishnan, R. and Raghu, K. 2014. synthesis of gold nanoparticles using
Biosynthesis and characterization of gold Turbinaria conoides and its
and silver nanoparticles using milk thistle characterization. Journal of
(Silybum marianum) seed extract. Nanostructure in Chemistry. Volume 3.
Hindawi Publishing Corporation. Journal pp. 44.
of Nanoscience. ID:905404. Selawa W., Revolta, M., Runtuwene, J., dan
Iravani, S. 2011. Green Synthesis of Metal Citraningtyas, G. 2013. Kandungan
Nanoparticles Using Plants. Green flavonoid dan kapasitas antioksidan total
Chemistry Critical Review, ekstrak etanol daun binahong (Anredera
DOI:10.1039/c1gc15386b cordifolia). Pharmacon Jurnal Ilmiah
Isaac, R.S.R G. Sakthivel and Ch. Murthy. 2013. Farmasi. Volume 2 : 1.
Green synthesis nanoparticles using Thirumurugan A., Jiflin G.J.,Rajagomathi G,
Averrhoa bilimbi fruit extract. Hindawi Neethu Anis Torriy, S. Ramachandran, R.
Publishing Corporation. Journal of Jaiganesti. 2010. Biotechnological
Nanoscience. ID:906592. synthesis of gold nanoparticles of
Jabri M. 2008. Kajian metode penetapan Azadirachta indica leaf extract.
kapasitas tukar kation zeolit sebagai International Journal of Biological
pembenah tanah untuk lahan pertanian Technology, Volume 1, pp 75-77.
terdegradasi. Jurnal Standardisasi. Vol. Warsito S., Sriatun, Taslimah. 2008. Pengaruh
10 (2): 56-69. penambahan surfaktan
Kumar, R.D., Gogoi, N., Jaya, P., Babu, S., Cetyltrimethylammonium bromide (n-
Sharma, P., Mahanta, C., Bora, U. 2012. CTMABr) pada sintesis zeolit Y. Skripsi.
The synthesis of gold nanoparticles using Program Studi Kimia FMIPA Universitas
Amaranthus spinosus leaf extract and Diponegoro. Semarang.
study of their optical properties. Journal Yuanita D. 2010. Kajian modifikasi dan
of Advances in Materials Physics and karakterisasi zeolit alam dari berbagai
Chemistry. Volume 2, pp 275-281. negara. Prosiding Seminar Nasional
Motshekga, S.C., Pillai, S.K., Ray, S.S., Jalama, Kimia dan Pendidikan Kimia UNY.
K., Krause, R.W.M. 2012. Recent Trends Zhang et al. 2010. Synergetic antibacterial effects
in theMicrowave-Assisted Synthesis of of silver nanoparticles@Aloe vera
Metal Oxide Nanoparticles Supported on prepared via a green method. Open Acces
Carbon Nanotubes and Their Nano Biomed Eng. ISSN 21505578
Applications. Hindawi Publishing http://nanotube.org.
Corporation. Journal of Nanomaterials.
Volume 2012. Article ID 691503 : 15.

40
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 41-48

EKSTRAKSI MINYAK NILAM DENGAN METODE FERMENTASI


MENGGUNAKAN Rhizopus oryzae
(Extraction of Patchouli Oil by Fermentation Method with Rhizopus oryzae)

Meuthia Busthan*, Fitriana Djafar


Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh.
Jln. Cut Nyak Dhien No. 377. Banda Aceh, Indonesia
E-Mail: meuthiabusthan@yahoo.com

Riwayat Perlakuan Artikel:


Diterima : 25 Februari 2015 Revisi : 17 Maret 2015 Disetujui: 27 Maret 2015

ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh dan menerapkan teknik baru penyulingan minyak
nilam rakyat serta mengkaji mutu dari minyak nilam yang dihasilkan. Pada penelitian ini bahan daun
nilam yang digunakan diperoleh dari petani Kabupaten Aceh Jaya. Ekstraksi menggunakan Rhizopus
oryzae 1% dari berat bahan, perbandingan air 1:5. Rendemen bahan baku daun kering sebesar 3,3%.
Rendemen bahan baku daun segar sebesar 2,1%. Rendemen pada penambahan Rhizopus oryzae 1,5%.
Pengujian mutu dilakukan berdasarkan syarat mutu minyak nilam (SNI 06-2385-2006). Kadar pachouli
alkohol pada ekstraksi daun kering sebesar 25,43%, ekstraksi daun segar sebesar 55,01% dan ekstraksi
pada penambahan Rhizopus oryzae sebesar 43,89%. Indeks bias yang diperoleh pada ekstraksi daun
kering sebesar 1,50642, ekstraksi daun segar sebesar 1,51071 dan ekstraksi pada penambahan Rhizopus
oryzae diperoleh sebesar 1,51281. Bobot jenis pada ekstraksi daun kering diperoleh sebesar 0,955,
ekstraksi daun segar 0,961 dan ekstraksi pada penambahan Rhizopus oryzae sebesar 0,966.

Kata kunci: Ekstraksi, nilam, Rhizopus oryzae, SNI 06-2385-2006

ABSTRACT . This study aims to acquire and apply new techniques patchouli oil refining the people and
assess the quality of patchouli oil produced. In this study, patchouli leaf materials used were obtained
from farmers Aceh Jaya. Extraction using Rhizopus oryzae 1% of the weight of the material, water ratio
of 1: 5. The yield of raw materials dried leaves is 3.3%. The yield of fresh leaves as raw material is 2.1%.
The yield on the addition of Rhizopus oryzae is 1.5%. Quality testing is done based on the quality
requirements of patchouli oil (SNI 06-2385-2006). Pachouli levels of alcohol in the extraction of dried
leaves at 25.43%, the extraction of fresh leaves at 55.01% and extraction in addition Rhizopus oryzae at
43.89%. The refractive index obtained in the extraction of dried leaves is 1.50642, 1.51071 for the
extraction of fresh leaves and extraction in addition Rhizopus oryzae obtained by 1.51281. Gravity of the
extraction of dried leaves obtained at 0.955, extraction of fresh leaf extract at 0.961 and in addition
Rhizopus oryzae at 0.966.

Keywords: Extraction, patchouli, Rhizopus oryzae, SNI 06-2385-2006

1. PENDAHULUAN nilam hasil penyulingan petani nilam di


Aceh pada umumnya masih memiliki kadar
Sampai saat ini Aceh masih menjadi patchouli alkohol kurang dari 30%.
sentra tanaman nilam terluas di Indonesia Beberapa cara peningkatan kualitas
terutama Aceh Selatan, Aceh Barat dan mutu minyak nilam paska penyulingan hasil
Aceh Tenggara. Mutu minyak nilam sangat penelitian yang sudah dilakukan antara lain:
dipengaruhi oleh kandungan patchouli proses distilasi vakum dapat meningkatkan
alcohol. Persyaratan kandungan patchouli kadar patchouli alkohol dari 17,95%
alkohol dalam minyak nilam yang menjadi 23,06-28,97% (Aprilina dan
dipersyaratkan di perdangangan Silviana, 2006), proses redistilasi dapat
Internasional minimal 30%, dan minyak meningkatkan nilai transmisi dari 4%

41
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 41-48

menjadi 83,4% dan penurunan kadar logam Langkah-langkah proses ekstraksi


Fe dari 509,2 ppm menjadi 19,60 ppm minyak nilam dengan metode fermentasi
(Purnawati, 2000 dalam Hernani dan menggunakan Rhizopus oryzae : Daun
Marwati, 2006), dan proses distilasi vakum nilam yang akan digunakan sebagai bahan
dengan menggunakan kolom isian dapat baku dipanen dengan cara dipotong
meningkatkan kadar patchouli alkohol dari sepanjang 30 – 40 cm dari pucuk tanaman.
24,04% menjadi 73,3% (Wibowo dkk, Selanjutnya daun nilam tersebut digantung
2006). dan diangin-anginkan selama dua hari.
Bisnis nilam semakin berkembang, Daun nilam dirajang hingga menjadi irisan-
baik dari segi budi daya maupun hasil irisan kecil ± 0,5 – 2 cm. Irisan daun nilam
olahannya berupa minyak nilam. Berbagai direbus dalam air panas selama 15 menit
upaya revolusi teknik penyulingan telah pada suhu 450C. Daun nilam yang telah
banyak dilakukan. Beberapa dari teknik direbus lalu ditiriskan. Daun nilam
revolusi ada yang bertujuan untuk dimasukkan kedalam wadah besar
meningkatkan mutu minyak atau ditambahkan air dengan perbandingan 1 : 5.
meningkatkan rendemen minyak yang Ragi Rhizopus oryzae (yang telah
dihasilkan. Upaya-upaya yang dilakukan dikembangkan selama 12 jam) ditambahkan
diantaranya dengan memakai bantuan ke dalam wadah tersebut. Larutan
kapang/ragi. difermentasi selama 12 jam. Setelah 12 jam
Peneliti mencoba menjawab larutan dipress menggunakan alat press.
permasalahan di atas dengan menggunakan Hasil pengempresan disaring dan larutan
kapang/ragi tempe sebagai fermentasi hasil penyaringan disuling hingga
sebelum dilakukannya penyulingan. menghasilkan minyak nilam. Minyak nilam
Disamping telah sangat dikenal, kapang/ragi yang dihasilkan selanjutnya dianalisa
tempe juga sangat mudah didapat dan menggunakan GCMS.
memiliki harga murah.
Penelitian dan Pengembangan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi Minyak Nilam dengan Metode
Fermentasi Menggunakan Rhizopus oryzae Penelitian diawali dengan mengambil
diharapkan dapat meningkatkan sampel minyak nilam dari desa Panga,
pengetahuan dan pendapatan petani karena Kabupaten Aceh Jaya. Minyak nilam
adanya peningkatan mutu minyak nilam tersebut dianalisis dengan Gas
yang dihasilkan. Cromatographi (GC) untuk mengetahui
kadar awal patchouli alcohol dan dianalisis
2. METODOLOGI juga sifat-sifat fisiko-kimia lainnya.
Penentuan mutu minyak nilam
Peralatan yang digunakan adalah dilakukan dengan menganalisa sifat-sifat
seperangkat alat pemyulingan sistim uap, fisiko-kimia yang didasarkan pada standar
GCMS, oven, corong pemisah, labu didih, mutu minyak nilam SNI 06-2385-2006.
piknometer, polarimeter, refraktometer, Hasil pengujian sifat fisiko-kimia
penangas air, timbangan kasar, kompor gas, minyak nilam Desa Panga (Tabel 2)
termometer, neraca analitik dan alat-alat memperlihatkan bahwa contoh minyak
gelas. belum memenuhi standar mutu sesuai
Bahan baku daun nilam diperoleh dari dengan SNI 06-2385-2006. Secara visual,
petani kabupaten Aceh Jaya, ragi tempe di warna minyak berwarna kecoklatan yang
beli dari pasar induk Lambaro Aceh Besar, disebabkan oleh proses penyulingan yang
aquadest, etanol teknis, etanol 96%, KOH tidak terkontrol (seperti suhu tinggi) dan
0,5 N, indikator PP, HCl 0,5 N, asam nitrat, juga hasil pengujian menunjukkan
Na2SO4 anhidrat, kertas saring. kandungan logam Fe yang cukup tinggi.
Selain itu adanya sisa air juga menyebabkan

42
Meuthia Busthan dan Fitriana Djafar Ekstraksi Minyak Nilam …

penampakan minyak menjadi keruh. Akibat Variasi perbandingan air dan bahan yang
dari proses penyulingan yang tidak dilakukan pada penelitian pendahuluan
terkontrol baik suhu tinggi, lamanya adalah 1:3; 1:5; 1:7 dan variasi penambahan
penyulingan, penanganan paska ragi 0,5%; 1% dan 1,5%. Hasil rendemen
penyulingan, menyebabkan kadar patchouli penyulingan dari variasi diatas dapat dilihat
alkohol rendah dan kadar alpha copaenen pada Tabel 3.
sedikit lebih tinggi.

Tabel 2. Data hasil pengujian minyak nilam Desa Panga dibandingkan dengan SNI 06-2385-2006

Karakteristik SNI 06-2385-2006 Minyak Nilam Awal

Kuning muda sampai coklat


Warna Coklat
kemerahan
Bobot jenis pada 25oC/25oC 0,950-0,975 0,9520
o
Indek bias pada nD 20 C 1,507-1,515 1,5065
Larutan jernih atau opalesensi
Kelarutan dalam alkohol
ringan dalam perbandingan 1:5
90% pada suhu 20oC ± 3oC
volume 1:10
Bilangan asam Maks. 8 6,0204
Bilangan Ester Maks. 20 17,8625
Gelap
Putaran optik (-)48o - (-)65o
(tidak dapat diamati)
Patchouli alkohol (C15H26O)
Min. 30 16,0322
(%)
Alpha copaenen (C15H24) (%) Maks. 0,5 0,7500
Kandungan besi (Fe) (mg/kg) Maks. 25 148,14

Tabel 3. Hasil Penelitian Pendahuluan dengan variasi air dan bahan serta penambahan ragi terhadap
rendemen dan waktu penyulingan
Perbandingan air Lama Waktu
Penambahan Ragi Rendemen
No. dan bahan Penyulingan
(% berat bahan) (%)
(L) (Jam:Menit)
1 1:3 0,5 1,11 3:50
2 1:3 1 1,12 3:55
3 1:3 1,5 1,12 4:00
4 1:5 0,5 1,53 4:10
5 1:5 1 1,51 4:15
6 1:5 1,5 1,47 4:00
7 1:7 0,5 1,11 4:20
8 1:7 1 1,05 4:15
9 1:7 1,5 1,95 4:15

43
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 41-48

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa menguap dan tertinggal sebagai residu. Hal
rendemen minyak nilam yang terbesar ini disebabkan karena senyawa-senyawa
diperoleh pada variasi perbandingan air dan tersebut mempunyai berat molekul lebih
bahan 1 : 5 dan serta penambahan ragi 1% berat dan juga kelarutan dalam air yang
yaitu sebesar 1.50 %. Variasi penambahan kecil.
ragi tidak terlalu mempengaruhi persentasi Perbedaan warna yang cukup
rendemen yang dihasilkan. Hal ini dapat signifikan ini juga disebabkan oleh alat
dilihat pada Tabel 3, dimana hasil rendemen penyulingan yang digunakan. Pada
pada variasi perbandingan bahan dan air penyulingan rakyat, drum bekas masih
yang sama dan dengan penambahan ragi banyak digunakan sebagai drum
yang bervariasi tidak menampakan hasil penyulingan. Sebagian petani juga telah
yang terlalu berpengaruh. Sedangkan variasi memakai ketel penyulingan yang berbahan
perbandingan bahan dan air sedikit stainless stell. Pada ketel penyulingan
mempengaruhi jumlah rendemen minyak dengan proses pendinginan dua tahap yang
yang dihasilkan dan lama waktu dilakukan pada penelitian ini akan lebih
penyulingan. Waktu penyulingan menghasilkan minyak dengan warna yang
dipengaruhi oleh banyaknya larutan yang lebih cerah karena dapat mencegah proses
akan disuling. Dari tabel 3, hasil penelitian oksidasi yang cepat dan proses
pendahuluan dengan variasi air dan bahan pengembunan yang lebih sempurna.
serta penambahan ragi terhadap rendemen
dan waktu penyulingan, maka untuk
penelitian lanjutan variasi perbandingan
bahan dan air serta penambahan ragi yang
digunakan adalah perbandingan 1:5 dan 1%
ragi terhadap berat bahan.
Setelah melaksanakan penelitian
pendahuluan, variasi-variasi kegiatan
penelitian lanjutan, yaitu : memvariasikan
penggunaan bahan baku daun segar dan
bahan baku daun kering. Pengamatan
dilakukan terhadap warna, bobot jenis,
indeks bias, dan kadar pachoulli alkohol. (a) (b)
Gambar 1. Perbedaan warna minyak nilam awal
3.1 Warna (a) dan setelah proses penyulingan (b)

Metode penyulingan dengan 3.2 Bobot Jenis


fermentasi menggunakan Rhizopus oryzae
memberikan hasil penurunan warna yang Bobot jenis merupakan salah satu
cukup baik, dimana minyak nilam awal kriteria penting dalam menentukan mutu
yang berwarna coklat berubah menjadi dan kemurnian minyak atsiri. Nilai bobot
kuning. Perbedaan warna tersebut dapat jenis minyak atsiri didefinisikan sebagai
dilihat pada Gambar 1. perbandingan antara berat minyak dengan
Gambar 1 memperlihatkan berat air pada volume air yang sama dengan
perbedaan warna yang cukup signifikan. volume minyak pada temperatur yang sama
Perubahan warna terjadi karena bahan- pula. Berat jenis sering dihubungkan dengan
bahan yang dapat menyebabkan warna fraksi berat komponen-komponen yang
minyak menjadi gelap seperti logam dan terkandung didalamnya. Semakin besar
senyawa polimer yang terbentuk akibat fraksi berat yang terkandung dalam minyak,
proses pengolahan minyak, tidak ikut maka semakin besar pula nilai bobot

44
Meuthia Busthan dan Fitriana Djafar Ekstraksi Minyak Nilam …

jenisnya. Biasanya bobot jenis komponen Hasil pengujian indek bias terhadap
terpen teroksigenasi lebih besar nilam hasil penyulingan dengan adanya
dibandingkan dengan terpen tak fermentasi Rhizopus oryzae 1% dan
teroksigenasi. perbandingan bahan dan air 1 : 5, yaitu
Nilai bobot jenis yang distandarkan sebesar 1,51281. Indeks bias terhadap
dalam SNI 06-2385-2006 adalah 0,950 – penyullingan berbahan baku daun segar
0,975. Nilai bobot jenis dari minyak nilam adalah 1,51071 dan indeks bias hasil
hasil penyulingan dengan fermentasi penyulingan berbahan baku daun kering
Rhizopus oryzae 1% pada perbandingan adalah 1,50642.
daun nilam : air sebesar 1 : 5 adalah 0,966. Nilai indek bias yang dipersyaratkan
Sementara bobot jenis dengan bahan baku dalam SNI 06-2385-2006 adalah 1,507 –
daun segar tanpa penambahan ragi adalah 1,515, dan nilai indek bias minyak nilam
sebesar 0.961,dan 0.955 untuk penyulingan hasil penyulingan dengan fermentasi oleh
berbahan baku daun kering. Nilai tersebut Rhizopus oryzae telah berada pada kisaran
berada pada standar mutu minyak nilam, hal nilai tersebut.
ini di sebabkan fraksi berat yang ikut
teruapkan hanya sedikit, tetapi secara 3.4 Patchoulli Alkohol
keseluruhan nilan bobot jenisnya sudah
berada dalam rentangan yang distandarkan. Sebagian besar minyak atsiri terdiri
dari campuran hidrokarbon (terpen, ses-
3.3 Indek Bias quiterpen dan sebagainya), persenyawaan
hidrokarbon oksigenasi dan sejumlah kecil
Indek bias merupakan perbandingan residu kental atau padat tidak dapat
antara kecepatan cahaya di dalam udara menguap (parafin, lilin dan sebagainya).
dengan kecepatan cahaya di dalam zat Dari kesemuanya, persenyawaan oksigenasi
tersebut pada suhu tertentu. Indek bias merupakan penyebab utama bau wangi
minyak atsiri berhubungan erat dengan dalam minyak atsiri, sedangkan terpen dan
komponen-komponen yang tersusun dalam sesquiterpen berpengaruh kecil terhadap bau
minyak atsiri yang dihasilkan. Sama halnya dan nilai flavor minyak. Persenyawaan
dengan bobot jenis dimana komponen oksigenasi mempertinggi kelarutan minyak
penyusun minyak atsiri dapat dalam alkohol encer (kecuali beberapa
mempengaruhi nilai indek biasnya. Semakin senyawa golongan aldehida); dan lebih
banyak komponen berantai panjang dan tahan serta lebih stabil terhadap proses
juga dengan terdapatnya sejumlah ikatan oksidasi dan resinifikasi. Persenyawaan
rangkap seperti sesquiterpen atau komponen terpen dan sesquiterpen yang tidak jenuh
bergugus oksigen ikut tersuling, maka mengalami proses oksidasi dan resinifikasi
kerapatan medium minyak atsiri akan di bawah pengaruh cahaya dan udara, atau
bertambah sehingga cahaya yang datang pada kondisi penyimpanan yang kurang
akan lebih sukar untuk dibiaskan. Hal ini baik, sehingga merusak bau dan flavor, dan
menyebabkan indek bias minyak lebih menurunkan kelarutan minyak dalam
besar. Menurut Guenther (1987), nilai indek alkohol (Guenther, 1987).
bias juga dipengaruhi salah satunya dengan Hasil analisa menggunakan alat Gas
adanya air dalam minyak tersebut. Semakin Chromatografi untuk minyak nilam sebelum
banyak kandungan airnya, maka semakin dan setelah proses fermentasi pada Gambar
kecil nilai indek biasnya. Ini karena sifat 2, 3, 4 dan 5.
dari air yang mudah untuk membiaskan Kromatogram minyak nilam pada
cahaya yang datang. Jadi minyak atsiri Gambar 2, 3 dan Gambar 4 memperlihatkan
dengan nilai indek bias yang besar lebih komponen Patchouli alkohol pada urutan ke
bagus dibandingkan dengan minyak atsiri 12 dan 13. Kadar Patchouli alkohol pada
dengan nilai indek bias yang kecil.

45
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 41-48

ekstraksi daun kering mencapai 25,43%, patchouli alkohol, maka semakin bagus
daun segar 55,01 dan dengan penambahan mutu minyak nilam yang dihasilkan.
Rhizopus oryzae sebesar 43,89%. SNI 06-2385-2006 mensyaratkan
Patchouli alkohol merupakan bahwa untuk kadar patchouli alkohol
golongan persenyawaan oksigenasi adalah minyak nilam adalah minimal 30%.
komponen penting yang menentukan Patchouli alkohol minyak nilam hasil
kualitas minyak nilam. Semakin besar kadar penyulingan telah mencapai konsentrasi
tersebut.

Patchouli alkohol

Gambar 2. Kromatogram minyak nilam Rakyat Desa Panga, Aceh Jaya

Gambar 3. Kromatogram minyak nilam berbahan baku daun kering

Gambar 4. Kromatogram minyak nilam berbahan baku daun segar dengan penambahan ragi 1% dan
perbandingan bahan : air; 1 : 5

46
Meuthia Busthan dan Fitriana Djafar Ekstraksi Minyak Nilam …

Gambar 5. Kromatogram minyak nilam berbahan baku daun segar

3.5 TINJAUAN BERBAGAI ASPEK manusia (tenaga kerja lapangan, tenaga ahli,
tenaga kerja buruh dan petani) yang telah
Dari penelitian yang telah dilakukan siap dan mengguasai teknologi. Permintaan
dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas pasar dan telah terciptanya jaringan
terkait eksistensi komoditas minyak nilam pemasaran akan semakin mempermudah
beserta budidaya dan penyulingannya. pemasaran produk minyak nilam yang
Teknologi penyulingan yang dihasilkan, terutama dengan kadar PA yang
digunakan bukan merupakan teknologi yang tinggi.
baru. Seluruh petani nilam rakyat Dari data penjajakan lapangan dapat
menggunakan teknologi yang sama yaitu diketahui jenjang pendidikan dan jumlah
teknologi sistim uap dalam proses lahan tanam nilam. Diharapkan dengan
penyulingan. Pemahaman akan teknologi adanya teknologi penyulingan ini akan lebih
yang digunakan sudah sangat dikuasai oleh memberi semangat para petani nilam untuk
para petani sehingga upaya penerapan dapat menyuling tanaman nilam nya sendiri
dipastikan tidak akan menemui dan tidak menjual atau memanen dengan
permasalahan. Proses fermentasi yang cara mencabut tanaman tapi cukup dengan
merupakan proses baru bagi para petani pra hanya memangkas tanaman, sehingga dapat
penyulingan dapat dipastikan juga tidak panen berulang. Dengan harga pasar minyak
akan menemui permasalah karena sangat nilam yang cukup bagus saat ini, akan
mudah dan dipastikan dapat dengan cepat menjadikan minyak nilam dengan kadar PA
dikuasai oleh para petani. Ketersediaan ragi yang tinggi sebagai produk yang paling
tempe yang saat ini telah mudah diperoleh dicari. Sementara untuk aspek lingkungan,
dengan harga yang murah, ketersediaan penelitian ini tidak menghasilkan limbah
bahan daun nilam, kapasitas produksi, serta yang berbahaya. Limbah hasil fermentasi
mutu minyak nilam yang dihasilkan dapat dapat digunakan sebagai pupuk alami. Oleh
merupakan point yang dapat menyatakan karena itu, penelitian dapat dikatakan
penelitian ini memenuhi aspek kelayakan memenuhi aspek sosial dan lingkungan.
teknologi.
Keunggulan dibandingkan dengan 4. KESIMPULAN
teknologi yang telah ada adalah
dihasilkannya mutu minyak nilam yang Rendemen yang dihasilkan pada
memiliki kadar Patchoulli Alkohol yang ekstraksi daun nilam kering diperoleh
lebih tinggi. sebesar 3,3%, daun nilam segar 2,1% dan
Dari aspek kelayakan ekonomi, ekstraksi daun nilam dengan penambahan
penelitian ini didukung oleh sumber daya Rhyzopus orizae sebesar 1,5%. Bobot jenis
alam (nilam yang ditanam memiliki kualitas pada ekstraksi daun nilam kering diperoleh
daun yang sangat baik) dan sumber daya sebesar 0,955, ekstraksi daun nilam segar

47
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 41-48

diperoleh sebesar 0,961 dan ekstraksi daun DAFTAR PUSTAKA


nilam dengan penambahan Rhizopus oryzae
sebesar 0,966. Indeks bias pada ekstraksi Aprilina, P., Silviana, 2006. Penentuan Variabel
daun nilam kering diperoleh sebesar Yang Berpengaruh Pada Pengurangan
Komponen Terpen Dalam Minyak Nilam
1,50642, ekstraksi daun nilam segar Dengan Teknologi Redistilasi Vakum.
diperoleh sebesar 1,51071 dan ekstraksi Prosiding Konferensi Nasional Minyak
daun nilam dengan penambahan Rhizopus Atsiri 2006, Solo.
oryzae sebesar 1,51281. Pathcoulli alkohol Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2006. SNI-
pada ekstraksi daun nilam kering diperoleh 06-2388-2006 Minyak Nilam. Jakarta.
sebesar 25,43%, ekstraksi daun nilam segar Guenther, Ernest.1987. Minyak Atsiri Jilid I,
diperoleh sebesar 55,01% dan ekstraksi Penerjemah Ketaren S., Cetakan I,
Penerbit Universitas Indonesia , Jakarta.
daun nilam dengan penambahan Rhizopus Hermani, Tri Marwati, 2006. Peningkatan Mutu
oryzae sebesar 43,89%. Keseluruhan hasil Minyak Atsiri Melalui Proses Pemurnian.
analisa mutu telah mencapai standar mutu Prosiding Konferensi Nasional Minyak
minyak nilam sesuai dengan SNI 06-2385- Atsiri 2006, Solo.
2006. Keunggulan ekstraksi dengan Purnawati, R. 2000. Pemucatan Minyak Nilam
fermentasi menggunakan Rhizopus oryzae Kasar dengan Cara Redistilasi dan Cara
adalah lebih sedikit memerlukan bahan Kimia. Skripsi. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
baku, memerlukan waktu pengeringan yang Silviana, 2006. Studi Awal Deterpenisasi Minyak
singkat karena hanya perlu diangin- Nilam Melalui Ekstraksi dengan Pelarut
anginkan, memerlukan wadah ekstraksi Etanol. Prosiding Konfrensi Nasional
yang lebih kecil dan hemat dalam Minyak Atsiri 2006, Solo.
menggunakan bahan bakar. Ekstraksi Wibowo, T.Y., Suryatmi, R.D., Rusli, M.S.,
dengan fermentasi menggunakan Rhizopus Febridawati. 2006. Pengaruh Ketinggian
oryzae memenuhi aspek kelayakan Bahan Pengisi Kolom Terhadap
Pengayaan Patchouli Alkohol Minyak
teknologi, kelayakan ekonomi dan Nilam Dengan Metode Redistilasi
kelayakan sosial dan lingkungan. Vakum. Prosiding Konfrensi Nasional
Minyak Atsiri 2006, Solo
5. SARAN

Dari hasil penelitian, peneliti


menyarankan perlu adanya penelitian lebih
lanjut dalam upaya peningkatan teknologi
ekstraksi yang dapat meningkatkan
persentasi rendemen minyak nilam.

48
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 49-59

PENGELOLAAN LIMBAH CAIR TAPIOKA DI LAMPUNG


(Tapioca Waste Water Treatments in Lampung)

Eva Oktarina
Balai Besar Kimia Kemasan, Jl. Balai Kimia No. 1A , Pasar Rebo, Jakarta-Indonesia
E-mail: evaoktarina@gmail.com

Riwayat Perlakuan Artikel:


Diterima : 27 Januari 2015 Revisi : 10 Maret 2015 Disetujui: 19 Maret 2015

ABSTRAK. Lampung merupakan produsen ubi kayu terbesar di Indonesia pada tahun 2010 hingga 2014.
Di 2013, Lampung memproduksi 9.633.560 ton ubi kayu yang sebagian besar dimanfaatkan untuk
pembuatan tepung tapioka. Sayangnya, limbah cair yang dihasilkan diketahui memiliki kadar organik
tinggi yang dapat mencemari lingkungan. Padahal, limbah organik tersebut masih bisa diolah menjadi
produk lain yang lebih bermanfaat seperti metana, nata de casava, biosurfaktan, Microbial Fuel Cell
(MFC), bioetanol, dan PHA (polihidroksi alkanoat). Oleh karena itu, diperlukan suatu metode pengolahan
limbah yang baik agar kegiatan industri tapioka tetap berjalan optimal tanpa harus merusak lingkungan.
Tulisan ini bertujuan mengeksplorasi pengolahan limbah cair industri tapioka dalam lingkup manajemen
limbah cair terpadu yang berkesinambungan. Sehingga, dapat membantu industri tapioka baik dari aspek
ekonomi maupun lingkungan. Pengolahan limbah yang baik diharapkan juga dapat ikut meningkatkan
nilai guna dan nilai ekonomi limbah cair tapioka.
Kata kunci : Limbah cair tapioka, metana, tapioka.

ABSTRACT. Lampung is the biggest producer cassava in Indonesia in 2010 until 2014. In 2013,
Lampung produce 9.633.560 ton cassava, which mostly used as tapioca's raw material. Waste water from
tapioca industry has high organic content that can pollute environment. In fact, the organic waste can still
be processed into other products that are more usable such as methane, nata de cassava, biosurfactant,
Microbial Fuel Cell (MFC), bioethanol, and Poly Hydroxyl Alkanoat (PHA). Therefore, waste water
treatments method needed so tapioca industry can optimally worked without threatened environment. This
article aim is to explore waste water treatments for tapioca industry by sustainability integrated waste
water management. So it can assist tapioca industry in environment and economic aspect. Good waste
management is also expected for increasing utility value and economical value of tapioca waste water.
Keywords: Methane, tapioca, tapioca waste water.

1. PENDAHULUAN bidang ketahanan pangan, ubi kayu juga


sudah dilirik menjadi bahan baku bioethanol
Ubi kayu merupakan sumber (Kamaraj, 2006).
karbohidrat pendamping beras, bahkan saat Lampung merupakan salah satu
ini mulai berkembang penelititan untuk produsen ubi kayu terbesar di Indonesia,
menjadikan ubi kayu sebagai beras buatan. dengan produksi yang meningkat tiap
Selain itu, ubi kayu juga merupakan bahan tahunnya (Tabel 1) sehingga memberikan
baku dalam pembuatan tepung tapioka. kontribusi 6% dari PDRB provinsi Lampung
Dengan perkembangan penelitian saat ini, (BPS, 2014). Produksi ubi kayu yang tinggi
pengembangan tepung tapioka menuju di Lampung menjadikan perkembangan
karakteristik tepung terigu yaitu mocaf yang tinggi pada industri pembuatan tepung
mulai meningkat. Tepung tapioka juga tapioka, baik industri skala kecil, menengah
digunakan pada beberapa industri seperti hingga besar. BPS menyatakan bahwa
monosodium glutamat, tenun, tekstil, sabun, terdapat 56 industri skala menengah dan
pabrik kertas, deterjen, farmasi, kosmetik besar yang tersebar di Lampung (Tabel 2),
dan sebagainya (Mai, 2006). Selain dalam dengan 31 perusahaan menengah besar yang

49
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 49-59

terdaftar di Dinas Pertanian Lampung Lampung dan juga nasional. Selain itu, juga
Timur, disamping puluhan perusahaan meningkatkan penghasilan dan penyerapan
menengah kecil yang merupakan industri tenaga kerja sehingga memberikan dampak
tapioka rakyat. yang positif.
Salah satu dampak lingkungan dari
Tabel 1. Jumlah luas panen, produksi serta industri tapioka adalah limbah yang
produktivitas ubi kayu di Lampung dari tahun dihasilkan. Karakteristik dari limbah cair
2009-2013 pada industri tapioka adalah limbah dengan
Luas Panen Produksi Produktivitas kandungan organik tinggi, yang ditunjukkan
Tahun
(ha) (ton) (kuintal/ha)
dengan tingginya nilai Chemical Oxygen
2009 309.047 7.569.178 244,92 Demand (COD) dan Biochemical Oxygen
2010 346.217 8.637.594 249,48 Demand (BOD) pada air limbah. Data
2011 368.096 9.193.676 249,76 lapangan melaporkan bahwa untuk
menghasilkan 1 ton tapioka, industri tapioka
2012 324.749 8.387.351 258,27
menghasilkan 4 – 12 m3 limbah cair dengan
2013 367.966 9.633.560 261,81 pH 4,5 – 5,0, COD berkisar dari 10.000 –
Sumber: BPS, 2014 15.000 mg/L, dan sianida 19 – 28 mg/L
(Sadono 2013, pres. comm.). Limbah
Industri tapioka di provinsi Lampung organik yang tidak diolah sebelum dibuang
sebagai salah satu roda perekonomian rakyat ke badan sungai, dapat menyebabkan bau
mendukung 60% produksi nasional (Kadin busuk, turunnya nilai oksigen, dan nitrifikasi
Indonesia, 2011). Nilai ekspor tapioka juga pada sungai, yang selanjutnya akan
memberikan nilai cukup tinggi di tahun menyebabkan perubahan karakteristik air
2013 (Tabel 3). Dalam aspek ekonomi, sungai. Selain kandungan organik yang
industri tapioka sangat memberikan tinggi, limbah cair tapioka memiliki
keuntungan bagi pendapatan daerah provinsi kandungan sianida yang harus diperhatikan.

Tabel 2. Nama perusahaan produksi tapioka berskala menengah dan besar di Lampung

No. Nama Perusahaan Kecamatan No. Nama Perusahaan Kecamatan


1 PT. Florindo Makmur Katibung 29 Tapioka tatang Soleman Bumi Nabung
2 PT. Budi Acid jaya Labuhan Ratu 30 Tri Karya manunggal Bumi Nabung
3 PT. Umas Jaya Agrotama Sekampung Udik 31 Tapioka Bangun Jaya Seputih, Surabaya
4 PT. Florindo Makmur Batanghari, Nubah 32 Tapioka Dharma Jaya Bandar Mataram
5 CV. Way Raman Raman Utara 33 Tapioka Sanggar Buana Way Seputih
Muara Jaya, CV Gajah Mada
6 ITARA Rukun Santoso 34 Seputih, Surabaya
Sukadana Internusa
7 PT. Sorini Agro Asia Corp. Way Bungur 35 Tapioka Sakti Buana 15 Seputih Banyak
8 CV. Srikandi Sukadana 36 Sinar Pematang Mulia Bandar Mataram
9 PT. Mitra Pati Mas Pekalongan 37 Murah Rejeki Bandar Mataram
10 PT. Budi Acid Jaya Gunung Batin 38 Teco Agri Makmur Way Pengubuan
Hamparan Mas Bumi
11 PT. Budi Acid Jaya Terbanggi Besar 39 Bandar Mataram
Abadi
12 PT. Budi Acid Jaya Gunung Sugih 40 PT. Humas Jaya Industri Bandar Mataram
PT. Luhur Perkasa Maju
13 PT. Budi Acid Jaya Gunung Agung 41 Blambangan Pagar
Dinamika
14 Tapioka Bumi Waras Seputih banyak 42 PT. Bumi Acid Jaya Sungkai Selatan
15 Unggul Mekar Sari Rumbia 43 PT. Bumi Acid Jaya Muara Sungksi
16 ITARA Surya Makmur Seputih banyak 44 PT. Bali Bunga Sari Muara Sungkai

50
Eva Oktarina Pengelolaan Limbah Cair …

Tabel 2. (Lanjutan)
No. Nama Perusahaan Kecamatan No. Nama Perusahaan Kecamatan
Teguh Wibawa Sakti
17 PT. Mitra Pati Mas Seputih banyak 45 Kotabumi Utara
Persada
Teguh Wibawa Bhakti
18 Gunung Batin 46 PT. Florindo Makmur Hulu Sungkai
Persada
Tapioka Gaya Baru 2 Serba
19 Seputih, Surabaya 47 PT. Bumi Acid Jaya Blambangan Umpu
Jaya
CV. Gunung Mas putra
20 Way Seputih 48 PT. Bumi Acid Jaya Banjar Agung
Kencana
Tapioka Gaya Teguh Wibawa Bhakti
21 Bandar, Surabaya 49 Banjar Agung
Baru V Persada
PT. Sorini Agro Asia
22 Tapioka Bangun Gunung Sugih 50 Banjar Agung
Corp
23 Karisma Nusa Multi Niaga Kalirejo 51 PD. Semangat Jaya Negeri Katon
PT. Sinar Pematang
24 Tapioka Gunung Intan Rumbia 52 Mesuji
Mulia
25 Tapioka Sriwijaya Mataram Bandar Mataram 53 PT. Bumi Acid Jaya Lambu Kibang
Tulang Bawang
26 Tapioka Siswo Bangun XVI Seputih Banyak 54 PT. Bumi Acid Jaya
Tengah
PT. Mentari Prima Jaya
27 Tapioka Sukajadi Sukajadi 55 Gunung Agung
Abadi
PT. Bumi Sakti Perdana
28 Gunung Sugih Bumi Ratu Nuban 56 Gunung Terang
Lau Jaya
Sumber: BPS, 2014

Tabel 3. Nilai ekspor tapioka Indonesia pada menyerang membran sel sehingga
tahun 2013 menyebabkan oksigen tidak dapat
Bulan Nilai (US $) Berat (kg) bersenyawa dengan hemoglobin untuk
Januari 260387 500244 membentuk okshihemoglobin. Akibatnya
oksigen tidak dapat beredar ke setiap
Februari 279707 680986
jaringan sel dalam tubuh, sehingga
Maret 320476 692510 menyebabkan terjadinya kelumpuhan,
April 500455 689976 termasuk alat-alat pernapasan sehingga
Mei 282213 465723 menyebabkan kematian. Berdasarkan sifat
dan reaksinya sianida digolongkan sebagai
Juni 176912 241109
bahan B3 (Adiwasastra, 1992). Pada
Juli 48407 67014 lingkungan perairan, efek toksik sianida
Agustus 255936 510225 ditentukan dari konsentrasi asam sianida dan
September 479546 768485 ion sianisanya. Sianida dalam bentuk ion
kompleks tidak dapat digunakan untuk
Oktober 224541 274652 menentukan tingkat ketoksika dari suatu
November 282505 238139 lingkungan perairan, karena sianida dalam
Desember 256136 52672 bentuk ion kompleks dapat terurai menjadi
Sumber: BPS, 2014 dianida bebas dengan bantuan radiasi
ultraviolet walaupun laju reaksinya sangat
Sianida merupakan zat yang sangat lambat (U.S. Department of Health and
beracun dan berbahaya. Garam-garam Human Services, 2006). Toleransi ambang
sianida jika masuk ke dalam tubuh dapat batas ikan terhadap sianida yaitu pada
berubah menjadi asam sianida yang konsentrasi 0,1 ppm dan mikroorganisme
kemudian menyebar ke seluruh tubuh, pada 0,3 ppm (Mai, 2006).

51
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 49-59

Pengembangan konsep industri hijau Di tanah, sianida (HCN) yang


atau zero waste atau close-loop system terkandung dalam limbah tapioka, akan
(Gambar 1) melalui reuse, recycle dan membentuk ikatan yang kuat dengan kation
reduce pada dunia industri telah membentuk potasium heksasianoferat
menanggulangi beberapa poin dampak (K4Fe[CN]6) (Izunfuo 2013). Bengtsson dan
limbah pada industri tapioka (Gambar 2). Triet (1994) menyatakan kandungan HCN
Pengolahan limbah cair industri tapioka pada limbah memiliki efek negatif bagi
yang sesuai, diperlukan agar tidak tanaman. Pada percobaan penggunaan
mencemari lingkungan sehingga limbah cair tapioka sebagai sumber air pada
menimbulkan konflik sosial dan ekonomi. tanaman Lemnoideae dengan konsentrasi
Regulasi mengenai pengelolaan pengenceran 60% menunjukkan kematian
kualitas air dan pengendalian pencemaran pada seluruh Lemnoideae. Konsentrasi
air tertuang pada Peratuan Pemerintah RI pengenceran pada kisaran 10-20%
No. 82 Tahun 2001. Peraturan tersebut diperlukan agar Lemnoideae tidak mati.
selanjutnya dijelaskan pada Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 b. Kolam-kolam limbah
tahun 1995 mengenai Baku Mutu Limbah
Pengelolaan limbah cair secara
Cair bagi Kegiatan Industri. Keputusan
biologis (alami maupun bioremediasi) pada
tersebut menyatakan kandungan maksimum
kolam-kolam limbah telah dilakukan pada
pada industri tapioka (dengan debit
beberapa negara bahkan Indonesia. Populasi
maksimum 60 m3 per ton tapioka) adalah
konsorsium mikroorganisme pada kolam-
BOD5 200 (mg/L); COD 400 (mg/L);
kolam dapat mendegradasi nutrisi dalam
TSS 150 (mg/L); sianida 0,5 (mg/L); dan
limbah baik secara aerobik dan anaerobik,
pH 6,0- 9,0.
dengan rentang waktu inap tertentu sehingga
dapat menurunkan tingkat toksisitas dari
2. PENGOLAHAN LIMBAH
limbah. Bioremediasi air limbah efluen oleh
TAPIOKA
mikroorganisme aerobik menunjukkan
bahwa air limbah efluen tersebut tidak
Pengolahan limbah cair tapioka, baik
memiliki dampak negatif bagi tanaman
dengan tujuan untuk meningkatkan nilai
jagung dan kacang hijau saat dijadikan air
ekonomi limbah maupun menurunkan kadar
irigasi (Ayyasamy et al., 2008). Namun,
BOD, COD dan sianida telah banyak
penggunaan kolam-kolam memerlukan area
dilakukan (Tabel 4).
yang luas sehingga memerlukan biaya
a. Sumber Irigasi/Pupuk dalam pembelian lahan.
Pengolahan limbah cair tapioka
Pemanfaatan limbah cair tapioka dengan kandungan sianida yang tinggi
sebagai sumber air irigasi telah dilakukan di dengan metode pengendapan pada beberapa
ITARA (Industri Tepung Tapioka Rakyat). kolam memiliki kendala pada beban
Hal tersebut perlu diperhatikan, kandungan cemaran. Semakin lama, kandungan sianida
organik yang tinggi selain dapat pada limbah cair akan terserap tanah dan
meningkatkan kesuburan tanah namun juga dapat mencemari air tanah. Pada musim
dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri hujan dapat terjadi luapan pada kolam dan
dan jamur patogen. FAO (2000) menyatakan pada musim kemarau, bau busuk dari kolam
bahwa penggunaan limbah cair tapioka mencemari udara di area industri. Penelitian
sebagai sumber air irigasi (pupuk) oleh Sutapa (2000) menunjukkan adanya
memerlukan pengawasan agar degradasi korelasi satu arah antara kualitas limbah dan
nutrisi tanah dalam jangka panjang tidak jarak terhadap sumur penduduk disatu sisi
terjadi. terhadap kualitas air sumur di sisi yang lain.
Terlihat bahwa semakin dekat jarak sumur

52
Eva Oktarina Pengelolaan Limbah Cair …

terhadap bak penampungan limbah tapioka tersebut dapat ditanggulangi dengan


maka kualitas air sumur semakin rendah. peningkatan nilai ekonomi limbah, salah
Mai (2006) menyatakan bahwa air tanah satu caranya ialah dengan memproduksi gas
yang berada di dekat industri tapioka dan metana dari limbah cair tapioka.
sagu menunjukkan konsentrasi sianogen Gas metana dihasilkan secara alami
yang lebih tinggi dari standar air tanah oleh limbah organik yang berada dalam
sebagai bahan baku air minum. kolam limbah, yang merupakan salah satu
gas yang memberikan kontribusi dalam efek
c. Klorinasi dengan Ca(OCl)2 Green House Gas (GHG). Pemanfaatan gas
metana di kolam limbah baik itu sebagai
Menurut penelitian Riyanti (2010),
energi ataupun dibakar saja, dapat
pengolahan limbah tapioka melalui proses
dimasukkan sebagai usaha untuk
klorinasi dengan Ca(OCl)2 dapat
mengurangi GHG. Pengurangan efek GHG
memberikan efekstivitas penurunan kadar
dapat dimasukkan dalam proyek CDM dan
sianida hingga 41,88%. Namun, klorin
dilaporkan pada UNFCC. CDM adalah
menghasilkan limbah yang dapat merusak
suatu program yang bersifat internasional
lingkungan. Di alam, klorin mudah
dari Kyoto Protocol, yang merupakan usaha
bersenyawa dengan bahan organik menjadi
untuk mengurangi efek dari GHG
organoklorin yang sangat beracun. Apabila
(Febijanto, 2013). Penerapan pencegahan
organoklorin tersebut masuk ke dalam rantai
dan pengendalian pencemaran, efesiensi
makanan maka dapat membahayakan
energi, pengurangan emisi gas efek rumah
manusia dan hewan (Sardjoko, 1991). Oleh
kaca merupakan salah satu aspek
karena itu diperlukan pengolahan limbah
pembangunan lingkungan hidup dalam KIN
cair industri tapioka secara terpadu,
(KIN 2008). Keuntungan dari program
sehingga limbah cair pada kolam outlet yang
CDM adalah adanya aliran investasi asing
akan dibuang ke sungai tidak menimbulkan
yang dapat membantu kelancaran finansial
pencemaran serta terjaganya air tanah dari
proyek serta adanya transfer teknologi.
bahan pencemar.
Sedangkan pemerintah akan memberikan
3. PENGOLAHAN LIMBAH insentif bagi perusahaan yang menerapkan
TERPADU penurunan GHG dalam lingkup industri
hijau.
Hien et al. (1999) mengimplemen- Beberapa perusahaan di Lampung
tasikan pengolahan limbah cair tapioka yang telah memiliki instalasi biogas (baik
tepadu yang terdiri dari tangki sedientasi konvensional maupun reaktor) yaitu ITARA
awal, reaktor Upflow Anaerobic Sludge PD Semangat Jaya, PT. Umas Jaya
Blanket (UASB) secara anaerob, tanki aerob Agrotama (UJA), PT. Sinar Pematang Mulia
dengan reaktor AGR (trickling filters dan (SPM), PT Wirakencana Adiperdana (Wira)
rotating biological), dan pond oksidasi. dan PT. Budi Acid Jaya. Nasyarudin sebagai
Pada skala laboratorium, rasio loading pengembang metan pada ITARA tapioka di
organik pada reaktor UASB mencapai Lampung menyatakan bahwa dari satu ton
40,35 kg COD/m3.d dengan efesiensi 90– tapioka bisa menghasilkan 4-5 meter kubik
95%, menurukan konsentrasi COD dari limbah. Dari jumlah limbah satu ton
13,449 mg/L menjadi 624–780 mg/L. tersebut, dapat menghasilkan energi biogas
Konsentrasi akhir COD pada efluen, dengan setara 88,42 liter solar atau 126,74 kilogram
HRT 1-20 hari, kurang dari 10 mg/L. Air batu bara (Andri, 2013). Jumlah tersebut
efluen tersebut juga dapat diaplikasikan sangatlah menguntungkan dalam skala
sebagai irigasi pertanian. Kendala dari industri, sehingga limbah dapat
sistem terpadu tersebut adalah investasi menghasilkan nilai ekonomi serta persoalan
awal untuk peralatan yang cukup tinggi. Hal pencemaran oleh limbah dapat terselesaikan.

53
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 49-59

Tabel 4. Pengolahan limbah cair tapioka


CN removal COD removal
No Penanggulangan efficiency effeciency HRT Ket. Sumber
(%) (%)
Riyanti, et al.
1. Penggunaan klorin 41,88 89,02 1 jam
(2010)

Efffective Tidak Pissinatto, et al.


2. 95 30 hari
Microorganism (EM) ditentukan (2005)

Tidak 12-20 Hien, et al.


3. Reaktor UASB 90-95
ditentukan hari (1999)

Tidak Riyani dan Tien


4. Fotokatalis TiO2 93,7929 10 jam
ditentukan (2010)
Rajbhandari dan
5. Pond anaerobik 51 90 Annachhatre
(2004)
Koagulan, yaitu
Tidak
6. polymerized ferrous 88 Mei, et al. (2001)
ditentukan
sulfate(PFS)
Hybrid anaerobic Menghasilkan
7. Kamaraj (2006)
reactor biofuel

Tidak Ugwu dan Jonah


8. Degradasi alkali 75,13 20 hari
ditentukan (2012)
Menghasilkan
Anaerobic methane Tidak Mulyanto dan
9. 76% methan 53-
fixed bed digester ditentukan Titiresmi (2010)
71%
Menghasilkan
Microbial Fuel Cell 120 - Kaewkannetra et
10 70 88 daya listrik
(MFC) 144 jam al. (2011)
1800 mW/m2

Kendala yang terjadi pada instalasi metanogenesis sensitif terhadap sianida, dan
metan secara konvensional pada perusahaan bertoleransi pada kisaran konsentrasi 6
kecil dan menengah adalah penggunaan mg/L (Cuzin dan Labat, 1992). Smith et al.
beberapa kolam serta rendahnya loading (1985) menyatakan bahwa sianida juga
organik dari limbah tapioka. Sedangkan dapat mempengaruhi jalur metabolisme
kendala yang dihadapi oleh perusahaan karbon pada M. thermoautotrophicum.
menengah dan besar adalah tingginya kadar Sianida dapat menginhibitasi perombakan
sianida, rendahnya loading organik, serta asetat ke metana. M. thermoautotrophicum
teknologi yang masih berasal dari luar merupakan salah satu spesies bakteri alami
negeri. pada kotoran ternak, yang biasa digunakan
Penelitian Kao et al. (2003) sebagai biakan dalam reaktor metana.
menyatakan bahwa konversi senyawa Penurunan kadar sianida, sebelum
organik ke metan dipengaruhi oleh inhibisi limbah masuk ke dalam instalasi metan,
konsentrasi sianida. Penambahan 5,10, dan dapat dilakukan dengan cara pengenceran
25 mg/L sianida (KCN atau linamarin) limbah atau dengan penggunaan
menghambat proses produksi metanogenesis mikroorganisme yang toleran terhadap
secara sementara, namun saat konsentrasi sianida sebagai mikroorganisme tambahan
dari sianida kembali ke konsentrasi awal, dalam metanogenesis. Pengenceran limbah
maka produksi metan akan kembali seperti dapat dilakukan dengan limbah organik
semula. Mikroorganisme katalis lainnya yang tidak mengandung sianida. Hal

54
Eva Oktarina Pengelolaan Limbah Cair …

tersebut selain untuk mengencerkan, juga dalam instalasi metan, juga dapat dilakukan
bertujuan untuk meningkatkan kadar dengan instalasi MFC. Instalasi MFC
organik dari limbah (organic loading). terbukti dapat menurunkan sianida,
Pengenceran limbah dengan limbah atau menghidrolisis senyawa organik serta
dapat disebut sebagai pengkayaan organik menghasilkan listrik (Kaewkannetra et al.,
limbah dengan limbah lainnya dapat 2011). Mikroorganisme yang digunakan
diterapkan pada daerah kawasan industri dapat berupa konsorsium dari bakteri
(kluster industri). Penerapan klaster industri Klebsiella sp., Pseudomonas sp., Serratia
agro dapat menguntungkan perusahaan sp., Enterobacter, serta EM.
dalam manajemen limbah bersama serta Penurunan toksisitas limbah cair
manajemen air bersama. tapioka setelah keluar dari instalasi metan
Penggunaan mikroorganisme yang (reaktor metan) untuk air irigasi dapat
toleran terhadap sianida sebagai menggunakan zeolit. Penggunaan zeolit
mikroorganisme tambahan dalam telah terbukti dapat menurunkan kadar
metanogenesis dapat dilakukan pada pond sianida pada limbah cair tapioka. Penelitian
sebelum reaktor. Sedangkan, penggunaan oleh Marjuki (2001) membuktikan
mikroorganisme yang berperan dalam efektifitas penggunaan zeolit dalam
metanogenesis dapat dilakukan pada menurunkan kadar sianida pada limbah cair
reaktor. Penurunan kadar sianida juga dapat tapioka dengan dosis 5 g/L mampu
dilakukan dengan penggunaan menurunkan kadar sianida hingga 1,05
mikroorganisme (bioremediasi) yang dapat mg/L. Penelitian oleh Oktarina et al., (data
mengkonversi sianida menjadi metana. tidak dipublikasikan) juga membuktikan
Klebsiella oxytoca merupakan bakteri yang penggunaan zeolit untuk menurunkan kadar
dapat mengkonversi sianida menjadi metana sianida juga memberikan efesiensi berkisar
dan amonia. (Kao et al., 2003). Penurunan 19,15 - 99,2 %. Penggunaan zeolit juga
kadar sianida sebelum limbah masuk ke dapat menaikkan kadar pH limbah.

Ubi kayu Tapioka

Gas
Kulit
Ternak
Limbah padat (onggok)
Kotoran ternak

Limbah cair Metana

Hidrolisis Asidifikasi Metanogenesis

MFC

Listrik

Air

Air irigasi yg aman bagi


tanaman dan lingkungan

Gambar 1. Close Loop System pada Pabrik Tapioka

55
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 49-59

 MOCAF (Efendi, 2010)


 Maltodekstrin (Moore et al., 2005)
 Pregelatinized Cassava Starch Propionate (PCSP)
Diversifikasi (Chiu dan Solarek, 2009)
 Beras buatan (Ningsih et al., 2013)
 Bahan baku bioetanol (Kamaraj, 2006)
 Bahan baku glukosa dan dekstrosa (Tapiocadextrose,
2013)

 Pakan ternak (Ubalua, 2007)


 Substrat produksi enzim (Pandy et al., 2000)
 Produksi asam amino (Pandey et al., 2000)
 Produksi komponen aroma (Pandey et al., 2000)
 Produksi single cell protein (SCP) (Ubalua, 2007)
 Ekstrak pati (Sadono 2013, pres. comm.)
Tapioka Limbah padat  Produksi asam sitrat (Pandey, et al. 2000)
 Membrane adsorben (Pranata, 2014)
 PHA (Setyawaty, 2011)
 Substrat pertumbuhan jamur (Maryanty et al., 2010)
 Substrat pertumbuhan serangga (Sadono 2013, pres.
comm.)
 Bahan baku saus (Sadono 2013, pres. comm.)
 Bahan baku obat nyamuk (Sadono 2013, pres.
comm.)
 Bahan tambahan kecap (Sadono 2013, press. comm.)
 Bahan tambahan lem (Sadono 2013, press. comm.)

 Metana (Mulyanto dan Titiresmi, 2010)


 Pengairan/irigasi (Ayyasamy et al., 2008)
 MFC (Kaewkannetra et al., 2011)
 Nata de cassava (TIP UGM, 2008)
 Wet land (Kaewkannetra et al., 2009)
 Biosurfaktan (Nitschke dan Glaucia, 2006)
Limbah cair  Substrat produksi rhamnolipid dan PHA (Costa et al.,
2009)
 Kandungan volatil (Damasceno et al., 2003)
 Bioethanol (Julius 2013, pres. comm.; Zhang et al.,
2010)
 Produksi komposisi rasa dan aroma (Marostica dan
Pastore, 2007)
 Produksi hidrogen (Sreethawong et al., 2010)

Gambar 2. Reuse, Recycle dan Reduce pada Industri Tapioka

4. KESIMPULAN buangan effluen memenuhi baku mutu


limbah cair bagi kegiatan industri dan dapat
Pengolahan limbah cair industri digunakan sebagai air irigasi. Selain metana,
tapioka secara terpadu dan limbah cair tapioka dengan kandungan
berkesinambungan dapat membantu industri organik yang tinggi dapat diproduksi
tapioka dalam aspek lingkungan, sosial dan menjadi nata de cassava, biosurfaktan,
ekonomi. Pengolahan limbah cair dengan substrat produksi rhamnolipid, PHA,
instalasi metana dapat dikombinasikan substrat produksi kandungan volatil,
dengan MFC dan zeolit sehingga air bioetanol, produksi komposisi rasa dan
56
Eva Oktarina Pengelolaan Limbah Cair …

aroma, serta produksi hidrogen. Teknologi cassava wastewater as substrate. Process


tersebut dapat meningkatkan nilai guna dan Biochemistry. 39: 411-414.
nilai ekonomi limbah cair tapioka. Efendi, P.J. 2010. Karakteristik Fisik MOCAF
(Modified Cassava Flour) dari Ubi Kayu
(Manihot esculenta Crantz) Varietas
DAFTAR PUSTAKA Malang-I dan Varietas Mentega dengan
Perlakuan Lama Fermentasi. Skripsi
Adiwisastra A. 1992. Keracunan: Sumber, Bahaya, Program Studi Teknologi Hasil Pertanian,
Serta Penanggulannya. Penerbit Angkasa Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas
bandung. Bandung. Maret. Surakarta: 29 hlm.
Andri K. 2013. Potensi energi terbarukan masih FAO. 2000. Existing cassava
besar. http://www.unila.ac.id/potensi- processing/environment knowledge base.
energi-terbarukan-lampung-masih-besar/. http://www.fao.org/docrep/007/y2413e/y2
(diakses pada 23 Juni 2014). 413e0e.htm. (diakses pada 12 Juni 2014).
Ayyasamy, P.M., R. Banuregha, G. Febijanto, I. 2013. Potensi gas metana dari limbah
Vivekanandhan, S. Rajakumar, R. cair di pabrik kelapa sawit untuk energi
Yasodha, S. Lee, P. dan pengurangan emisi gas kaca.
Lakshmanaperumalsamy. 2008. digilib.bppt.go.id/sampul/
Bioremediation of sago industry effluent IP_68D_13_0480.pdf. (diakses pada 26
and its impact on seed germination (green Juni 2014).
gram and maize). World J Microbiol Hien, P.G., L.T.K. Oanh, N.T. Viet, & G. Lettinga.
Biotechnol, 24:2677–2684. 1999. Closed wastewater system in the
Bengtsson, B.E. & T. Triet. 1994. Tapioca-starch tapioca industry in vietnam.
wastewater toxicity characterized by http://www.sciencedirect.com/science/arti
microtox and duckweed test. Ambio, cle/pii/S0273122399001122. (diakses
23(8); 473-477. pada 22 Juni 2014).
BPS. 2014. Jumlah luas panen, produksi serta Izonfuo, W. A., Bariweni & P. A. George. 2013.
produktivitas ubi kayu di Lampung dari Soil Contamination from Cassava
tahun 2009-2013. Wastewater Discharges in a Rural
http://www.bps.go.id/menutab.php?tabel= Community in the Niger Delta, Nigeria. J.
1&kat=3&id_subyek=54. (diakses pada 3 Appl. Sci. Environ. Manage. 17(1): 105-
Januari 2014). 110.
BPS. 2014. Nama perusahaan produksi tapioka Kadin Indonesia. 2011. Potesi daerah Lampung.
berskala menengah dan besar di Lampung. http://www.kadin-
www.bps.go.id. (diakses pada 3 Januari indonesia.or.id/potensi/potensi-
2014). daerah/368109465326/Potensi-Daerah-
BPS. 2014. Nilai ekspor tapioka Indonesia pada Lampung. (diakses pada 22 Juni 2014).
tahun 2013. www.bps.go.id. (diakses pada Kaewkannetra, P., T. Imai, F.J. Garcia-Garcia &
3 Januari 2014). T.Y. Chiu. 2009. Cyanide removal from
Chiu, C. W., & Solarek, D. 2009. Modification of cassava mill wastewater using
starches. Starch. Chemistry and Azotobactor vinelandii TISTR 1094 with
Technology, Third Edition. London: mixed microorganisms in activated sludge
Elsevier Inc. treatment system. Journal of Hazardous
Costa S.G.V.A.O., F. Lepine, S. Milot, E. Deziel, Materials. 172(1): 224–228.
M. Nitschke, & J. Contiero. 2009. Cassava Kaewkannetra, P., W. Chiwes, & T.Y. Chiu. 2011.
wastewater as a substrate for the Treatment of cassava mill wastewater and
simultaneous production of rhamnolipids production of electricity through microbial
and polyhydroxyalkanoates by fuel cell technology. Fuel. 90: 2746-2750.
Pseudomonas aeruginosa. J. Ind. Kamaraj, A. 2006. Biofuel production from
Microbiol Biotechnol. 36: 1063-1072. tapioca starch industry wastewater using a
Cuzin, N. & M. Labat. 1992. Reduction of cyanide hybrid anaerobic reactor. Energy for
levels during anaerobic digestion of Sustainable Development. X(3): 73-77.
cassava. International Journal of Food Kao, C.M., J.K. Liu, H.R. lou, C.S. Lin, & S.C.
Science and Technology. 27: 329-336. Chen. 2003. Biotransformation of cyanide
Damasceno, S., M.P. Cereda, G.M. Pastore, & J.G. to methane and ammonia by Klebsiella
Olievera. 2003. Production of volatile oxytoca. Chemosphere. 50: 1055-1061.
compounds by Geotrichum fragrans using

57
Jurnal Hasil Penelitian Industri, Vol. 28, No. 1 – April 2015, hal. 49-59

KIN. 2008. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nitschke, M. & G.M. Pastore. 2006. Production
Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Kebijakan and properties of a surfactant obtained
Industri Negara. from Bacillus subtilis grown on cassava
www.iubtt.kemenperin.go.id. (diakses wastewater. Bioresource Technology, 97:
pada 13 Juni 2014). 336–341.
Mai, H.N.P. 2006. Integrated Treatment of Pandey, A., C.R. Soccol, P. Nigam, V.T. Soccol,
Tapioca Processing Industrial L.P.S. Vandenberghe, & R. Mohan. 2000.
Wastewater; Based on Environmental Biotechnological potential of agro-
Bio-Technology. PhD-Thesis Wageningen industrial residues. II: cassava bagasse.
University, Wageningen. Netherlands. Bioresource Technology. 74(1): 81–87.
Marjuki. 2001. Efektifitas Zeolit dalam Pemerintah Republik Indonesia. Peratuan
Menurunkan Kadar Sianida (Cn) pada Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001
Limbah Cair Industri Tepung Tapioka di mengenai Pengelolaan Kualitas Air dan
Desa Ngemplak Kidul Kecamatan Pengendalian Pencemaran Air.
Margoyoso Kabupaten Pati. Thesis www.hukumonline.com. (diakses pada 12
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Juni 2014).
Universitas Dipenogoro: Semarang. Pissinatto, L.B., S.M. Oyama, M.Z. Gregorio & H.
Marostica, M.R. & G.M. Pastore. 2007. Ota. 2005. Microbiological adjustment of
Production of R-(+)-α-terpineol by the a wastewater treatment pond system from
biotransformation of limonene from a cassava starch industry.
orange essential oil, using cassava waste http://www.ciiq.org/varios/peru_2005/Tra
water as medium. Food Chemistry. bajos/III/3/3.3.07.pdf. (diakses pada 20
101(1): 345–350. Juni 2014).
Maryanty, Y., H. Pristianti & P. Ruliawati. 2010. Pranata, A.W. 2014. Adsorben Logam Berat dari
Produksi crude lipase dari Aspergillus Kopolimerisasi Cangkok Biner Asam
pada substrat onggok menggunakan Akrlat dan Akrilamida pada Onggok.
metode fermentasi fasa padat. Seminar Skripsi Departemen Kimia, FMIPA, IPB:
Rekayasa Kimia dan Proses. Universitas Bogor.
Dipenogoro: Semarang. Rajbhandari, B.K. & A. P. Annachhatre. 2004.
Mei, L., LIAO An-ping, LIANG Bin-chi, QING Anaerobic ponds treatment of starch
Tu-bing. 2001. The Coagulating Process wastewater: case study in Thailand.
of Treating the Waste Water in Producing Bioresource Technology, 95(2): 135-143.
tapioca. Riyani, K. & T. Setyaningtyas. 2010. Penurunan
http://en.cnki.com.cn/Article_en/CJFDTO Kadar Sianida dalam Limbah Cair
TAL-GXMZ200102007.htm. (diakses Tapioka Menggunakan Fotokatalis TiO2.
pada 13 Juni 2014). Molekul. 5(1): 50 - 55.
Menteri Lingkungan Hidup. Keputusan Menteri Riyanti, F., P. Lukitowti, & Afrilianza. 2010.
Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun Proses Klorinasi untuk Menurunkan
1995 mengenai Baku Mutu Limbah Cair Kandungan Sianida dan Nilai KOK pada
bagi Kegiatan Industri. www.menlh.go.id. Limbah Cair Tepung Tapioka. Jurnal
(diakses pada 12 Juni 2014). penelitian sains. 13(3): 34-39.
Moore, G.R.P., L.R. do Canto, E.R. Amante, & V. Sardjoko. 1991. Bioteknologi, Latar Belakang dan
Soldi. 2005. Cassava and corn starch in Beberapa Penerapannya. Jakarta:
maltodextrin production. Quím. Nova. Gramedia Pustaka Utama.
28(4): 596-600. Smith, M.R., J.L. Lequerica, & M.R. Hart. (1985).
Mulyanto, A. & Titiresmi. 2010. Implementation Inhibition of methanogenesis and carbon
of anaerobic process on wastewater from metabolism in Methanosarcina sp. by
tapioca starch industries. cyanide. J. Bacteriol, 162(1): 67-71.
http://www.thailandtapiocastarch.net/dow Sreethawong, T., S. Chatsiriwatana, P.
nload/download-th-47.pdf. (diakses pada Rangsunvigit, & S. Chavadej. 2010.
12 Juni 2014). Hydrogen production from cassava
Ningsih, A., & A. Sutiadiningsih. 2013. Pengaruh wastewater using an anaerobic sequencing
Bentuk dan Proporsi Singkong (Tepung batch reactor: Effects of operational
dan Puree) dengan Tepung Kacang parameters, COD:N ratio, and organic
Tunggak Terhadap Hasil Jadi Beras dan acid composition. International Journal of
Nasi Cacow. Jurnal Tata Boga. 2(1). Hydrogen Energy. 35(9): 4092–4102.

58
Eva Oktarina Pengelolaan Limbah Cair …

Sutapa, I.D.A. 2000. Uji korelasi pengaruh limbah Ugwu, E.I. & J.C. Agunwaba. 2012.
tapioka terhadap kualitas air sumur. Detoxification of cassava wastewater by
Jurnal Studi Pembangunan, alkalidegradation. Journal of Research in
Kemasyarakatan & Lingkungan. 2(1): 47- Environmental Science and Toxicology.
65. 1(7): 161-167.
Tapiocadextrose. 2013. Different Forms of U.S. Department Of Health And Human Services.
Tapioca Dextrose can be used as 2006. Toxicological profile or cyanide.
Sweetening Agent. http://www.atsdr.cdc.gov/toxprofiles/tp8.p
http://www.tapiocadextrose.com/. (diakses df. (diakses pada 2 Juli 2014).
pada 2 Juli 2014) Zhang, Q.H., X. Lu, L. Tang, Z.G. Mao, J.H.
TIP UGM. 2008. Tim Cassava di Web TIP UGM. Zhang, H.J Zhang, & F.B. Sun. 2010. A
http://natadecassava.wordpress.com/. Novel Full recycling process through two
(diakses pada 2 Juli 2014). stage anaerobic treatment of distillery
Ubalua, A.O. 2007. Cassava wastes: treatment wastewater for bioethanol production
options and value addition alternatives. from cassava. Journal of Hazardous
African Journal of Biotechnology. 6(18): Materials. 179(1): 635-641.
2065-2073.

59
PEDOMAN PENULISAN NASKAH
Jurnal Hasil Penelitian Industri adalah publikasi ilmiah resmi dari Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda
Aceh, terbit dua kali dalam setahun. Jurnal ini merupakan wadah penyebaran hasil penelitian dan pengembangan
sektor industri bidang pangan, industri proses, rancang bangun peralatan, tekhnologi hasil pertanian, lingkungan,
teknologi minyak atsiri/oleo dan energi.

Redaksi menerima naskah yang sesuai untuk dipublikasikan dalam Jurnal ini. Naskah yang sesuai disampaikan
rangkap 2 (dua) eksemplar, tercetak asli disertai dengan rekaman (softcopy) dalam bentuk CD atau dapat juga
dikirim secara elektronik melalui email attachment ke alamat berikut:

Redaksi Jurnal Hasil Penelitian Industri


Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh
Jl. Cut Nyak Dhien No. 377, Lamteumen Timur, Banda Aceh 23236
Telp. (0651) 49714 ; Fax. (0651) 49556
E-mail : hpi_brsbna@yahoo.com

Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam penulisan naskah antara lain:

Naskah atau artikel yang diajukan merupakan hasil mengikuti pola baku dengan mencantumkan nama
penelitian, ulasan ilmiah dan catatan penelitian penulis (surname) dan tahun publikasi, misalnya (Rifai,
(research notes), yang belum pernah diterbitkan dan 1983). Bila referensi terdiri dari dua orang penulis
tidak direncanakan diterbitkan dalam penerbitan- digunakan ‘dan’, sedangkan bila lebih dari dua orang
penerbitan lain. penulis digunakan ‘dkk’, namun harus ditulis lengkap
dalam daftar pustaka.
Format naskah atau artikel diketik menggunakan Ms.
Word dengan satu kolom, menggunakan font Times Daftar Pustaka berisikan daftar referensi yang
New Roman dengan ukuran font 12 point, spasi 1. Batas digunakan dan ditulis dengan pola baku, seperti contoh
atas dan bawah 2,5 cm, tepi kiri 3 cm dan kanan 2 cm, berikut:
dicetak satu muka pada kertas berukuran A4, dan tidak
lebih dari 10 (sepuluh) halaman. Jurnal
Peterson, R.L., and Zelmer, C. 1998. Fungal Symbioses
Sistematika penulisan artikel terdiri atas judul, nama with Orchid Protocorms. Symbiosis. 25:29-55
penulis, instansi, abstrak dan kata kunci (bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris), pendahuluan, Buku
metodologi, hasil dan pembahasan, kesimpulan dan Luyben, W.L., and Chien, I. L. 2010. Design and
saran, ucapan terima kasih (bila ada) dan daftar Control of Distillation Systems for Separating
pustaka. Azeotropes. New Jersey. John Wiley & Sons, Inc.
Reynolds, J. P., Jeris, J.S., and Teodhore, L. 2002.
Judul diketik dengan huruf capital tebal (Bold), memuat Handbook of Chemical and Environmental
maksimum 20 kata, ditulis dalam 2 bahasa, Bahasa Engineering Calculations. New Jersey. John Wiley
Indonesia dan Bahasa Inggris, terjemahan judul dalam & Sons, Inc.
bahasa Inggris diketik dengan huruf kecil dan miring,
dituliskan di bawah judul yang berbahasa Indonesia . Prosiding
Argent, G. 1989. Vireya Taxonomy in Field and
Nama penulis ditulis di bawah judul dengan ketentuan Laboratory. In Proceedings of The Forth
jika penulisnya lebih dari satu dan intansinya berbeda International Rhododendron Conference.
maka ditandai dengan 1), 2) dan seterusnya. Wollongong, NSW
Instansi/alamat dan Email ditulis di bawah Nama
penulis. Skripsi/Thesis/Disertasi
Mo, B. 2004. Plant ‘integrin-like’ Protein in Pea
Abstrak diketik dengan huruf miring (italic) maksimal (Pisum sativum L.) Embryonic Axws. PhD
250 kata dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Dissertation. Department of Biology, University of
South Dakota. South Dakota
Kata Kunci/Keywords terdiri dari 3 hingga 5 kata,
disusun menurut abjad dan dicetak tebal. Website
Bucknell University Information Services and
Tabel diberi nomor dan ditulis singkat serta jelas Resources. Information Services and Resources
dibagian atasnya. Homepage. http://www.isr.bucknell.edu
Grafik, gambar dan foto harus tajam dan jelas agar Shukla, O.P. 2004. Biopulping and Biobleaching: An
cetakan berkualitas baik dan diberi nomor, judul dan Energy and envioronment Saving Technology for
keterangan yang jelas dibawahnya. Softcopy foto atau Indian Pulp and Paper Industry. EnviroNews. No.
gambar turut disertakan dalam format *JPEG. 2. Vol.10. http://isebindia.com/01_04/04-04-3.html

Referensi hendaknya berasal dari sumber yang jelas dan


terpercaya. Referensi yang ditampilkan dalam naskah
Jl. Cut Nyak Dhien No. 377 Lamteumen Timur, Banda Aceh - 23236

Anda mungkin juga menyukai