Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN PANCA INDERA TULI

PADA LANJUT USIA

Disusun oleh :

1. Abul Fayd Dzun N.M. (P1337420317063)


2. Rizqy Robbi’atul H. (P1337420317102)
3. Astrit Firyal S. (P1337420317103)

KELAS 3 REGULER B

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PEKALONGAN

TAHUN 2019
I. PENGERTIAN
Berkurangnya Pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran
pada salah satu ataupun kedua telinga. Tuli adalah penurunan fungsi
pendengaran yang sangat berat. Telinga adalah organ pendengaran dan
ekuilibrium terbagi dalam tiga bagian, yaitu telinga luar, tengah dan
dalam. Telingan berisi reseptor-reseptor yang menghantarkan gelombang
suara ke dalam impuls- impuls saraf dan reseptor yang berespon pada
gerakan kepala.
Perubahan pada telinga luar sehubungan dengan proses penuaan
adalah kulit telinga berkurang elastisitasnya. Daerah lobus yang
merupakan satu-satunya bagian yang tidak disokong oleh kartilago
mengalami pengeriputan, aurikel tampak lebih besar dan tragus sering
ditutupi oleh rumbai-rumbai rambuit yang kasar. Saluran auditorius
menadi dangkal akibat lipatan ke dalam, pada dinding silia menjadi lebih
kaku dan kasar juga produksi serumen agak berkurang dan cenderung
menjadi lebih kering.
Perubahan atrofi telinga tengah , khususnya membrane timpani
karena proses penuaan tidak mempunyai pengaruh jelas pada pendengaran.
Perubahan yang tampak pada telinga dalam adalah koklea yang berisi
organ corti adalah unit fungsional pendengaran mengalami penurunan
sehingga mengakibatkan presbikusis. Gangguan pendengaran mulai dari
ringan sampai berat dapat di pantau dengan mengguanakan audiometri.
II. PENYEBAB
Penurunan fungsi pendengaran bisa disebabkan oleh suatu masalah
mekanis di dalam saluran telinga atau di dalam telinga tengah yang
menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi pendengaran
konduktif). Kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur
saraf pendengaran di otak (penurunan fungsi pendengaran sensorineural).
Penurunan fungsi pendengaran sensorineural dikelompokkan lagi menjadi:
a. Penurunan fungsi pendengaran sensorik (jika kelainannya terletak
pada telinga dalam). Penurunan fungsi pendengaran sensorik bisa
merupakan penyakit keturunan, tetapi mungkin juga disebabkan
oleh trauma akustik (suara yang sangat keras) Infeksi virus pada
telinga dalam Obat-obatan tertentu Penyakit Meniere.
b. Penurunan fungsi pendengaran neural (jika kelainannya terletak
pada saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak).
Penurunan fungsi pendengaran neural bisa disebabkan oleh tumor
otak yang juga menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf di
sekitarnya dan batang otak, infeksi berbagai penyakit otak dan
saraf (misalnya stroke) dan beberapa penyakit keturunan (misalnya
penyakit Refsum).
III. TANDA DAN GEJALA
1. Kesulitan dalam mendengarkan percakapan, terutama jika di
sekelilingnya berisik terdengar gemuruh atau suara berdenging di
telinga (tinnitus).
2. Tidak dapat mendengarkan suara televisi atau radio dengan volume
yang normal kelelahan dan iritasi karena penderita berusaha keras
untuk bisa mendengar.
3. Pusing atau gangguan keseimbangan.
4. Kesulitan mengerti pembicaraan.
5. Ketidakmampuan untuk mendengarkan bunyi-bunyi dengan nada
tinggi.
6. Perubahan kemampuan mendengar konsonan seperti s, z, t, f, dan g.
7. Suara vokal yang frekwensinya rendah seperti a,e,i,o,u umumnya
relatif diterima dengan lengkap (Luekenotte, 1997).
8. Suka lupa, ingatan tidak berfungsi dengan baik.
9. Ingatan terhadap hal-hal dimasa muda lebih baik daripada hal-hal
yang baru saja terjadi.
10. Sering adanya disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang sulit
menerima ide-ide baru.
IV. PATOFISIOLOGI
Penurunan sensitivitas ambang suara pada frekuensi tinggi
merupakan tanda utama presbikusis. Perubahan dapat terjadi pada dewasa
muda, tetapi terutama terjadi pada usia 60 tahun keatas. Terjadi perluasan
ambang suara dengan bertambahnya waktu terutama pada frekuensi
rendah. Kasus yang banyak terjadi adalah kehilangan sel rambut luar pada
basal koklea. Presbikusis sensori memiliki kelainan spesifik, seperti akibat
trauma bising. Pola konfigurasi audiometri presbikusis sensori adalah
penurunan frekuensi tinggi yang curam, seringkali terdapat notch (takik)
pada frekuensi 4kHz (4000 Hz).
Faktor lain seperti genetik, usia, ototoksis dapat memperberat
penurunan pendengaran. Perubahan usia yang akan mempercepat proses
kurang pendengaran dapat dicegah apabila paparan bising dapat dicegah.
Goycoolea dkk, menemukan kurang pendengaran ringan pada kelompok
penduduk yang tinggal di daerah sepi (Easter Island) lebih sedikit jika
dibandingkan kelompok penduduk yang tinggal di tempat ramai dalam
jangka waktu 3 5 tahun.17 Kesulitan mengontrol efek bising pada manusia
yang memiliki struktur dan fungsi yang sama dengan mamalia, Mills dkk,
menyatakan bahwa terdapat kurang pendengaran lebih banyak akibat usia
pada kelompok hewan yang tinggal di tempat bising. Interaksi efek bising
dan usia belum dapat dimengerti sepenuhnya, oleh karena kedua faktor
awalnya mempengaruhi frekuensi tinggi pada koklea. Bagaimanapun,
kerusakan akibat bising ditandai kenaikan ambang suara pada frekuensi 3
6 kHz, walaupun awalnya dimulai pada frekuensi tinggi (biasanya 8 kHz).
Dengan makin lanjutnya usia terjadi degenerasi primer di organ
corti berupa hilangnya sel epitel saraf yang dimulai pada usia pertengahan.
Keadaan yang sama terjadi pula pada serabut aferen dan eferen sel
sensorik dari koklea. Terjadi pula perubahan pada sel ganglion siralis di
basal koklea. Di samping itu juga terdapat penurunan elastisitas membran
basalis di koklea dan membran timpani. Di samping berbagai penurunan
yang terjadi pada organ pendengaran, pasokan darah dari reseptor
neurosensorik mungkin mengalami gangguan, sehingga baik jalur
audotorik dan lobus temporalis otak sering terganggu akibat lanjutnya
usia.
V. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Dengan Garputala
Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran udara dinilai
dengan menempatkan garputala yang telah digetarkan di dekat
telinga sehingga suara harus melewati udara agar sampai ke
telinga. Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran
subnormal bisa menunjukkan adanya kelainan pada saluran telinga,
telinga tengah, telinga dalam, sarat pendengaran atau jalur saraf
pendengaran di otak. Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran
tulang dinilai dengan menempatkan ujung pegangan garputala
yang telah digetarkan pada prosesus mastoideus (tulang yang
menonjol di belakang telinga). Getaran akan diteruskan ke seluruh
tulang tengkorak, termasuk tulang koklea di telinga dalam. Koklea
mengandung sel-sel rambut yang merubah getaran menjadi
gelombang saraf, yang selanjutnya akan berjalan di sepanjang saraf
pendengaran. Pemeriksaan ini hanya menilai telinga dalam, saraf
pendengaran dan jalur saraf pendengaran di otak. Jika pendengaran
melalui hantaran udara menurun, tetapi pendengaran melalui
hantaran tulang normal, dikatakan terjadi tuli konduktif. Jika
pendengaran melalui hantaran udara dan tulang menurun, maka
terjadi tuli sensorineural. Kadang pada seorang penderita, tuli
konduktif dan sensorineural terjadi secara bersamaan.
2. Audiometri
Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran
secara tepat, yaitu dengan menggunakan suatu alat elektronik
(audiometer) yang menghasilkan suara dengan ketinggian dan
volume tertentu. Ambang pendengaran untuk serangkaian nada
ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap nada sehingga
penderita tidak lagi dapat mendengarnya. Telinga kiri dan telinga
kanan diperiksa secara terpisah. Untuk mengukur pendengaran
melalui hantaran udara digunakan earphone, sedangkan untuk
mengukur pendengaran melalui hantaran tulang digunakan sebuah
alat yang digetarkan, yang kemudian diletakkan pada prosesus
mastoideus.
3. Audimetri Ambang Bicara
Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara
harus diucapkan supaya bisa dimengerti. Kepada penderita
diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku kata yang
memiliki aksentuasi yang sama, pada volume tertentu. Dilakukan
perekaman terhadap volume dimana penderita dapat mengulang
separuh kata-kata yang diucapkan dengan benar.
4. Diskriminasi
Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap
kemampuan untuk membedakan kata-kata yang bunyinya hampir
sama. Digunakan kata-kata yang terdiri dari 1 suku kata, yang
bunyinya hampir sama. Pada tuli konduktif, nilai diskriminasi
(persentasi kata-kata yang diulang dengan benar) biasanya berada
dalam batas normal. Pada tuli sensori, nilai diskriminasi berada di
bawah normal. Pada tuli neural, nilai diskriminasi berada jauh di
bawah normal.
5. Timpanometri
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang
mengukur impedansi (tahanan terhadap tekanan) pada telinga
tengah. Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan
penyebab dari tuli konduktif. Prosedur in tidak memerlukan
partisipasi aktif dari penderita dan biasanya digunakan pada anak-
anak. Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah
sumber suara yang terus menerus menghasilkan suara dan dipasang
di saluran telinga. Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak
suara yang melalui telinga tengah dan berapa banyak suara yang
dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga.
Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah masalahnya
berupa : penyumbatan tuba eustakius (saluran yang
menghubungkan telinga tengah dengan hidung bagian belakang)
cairan di dalam telinga tengah kelainan pada rantai ketiga tulang
pendengaran yang menghantarkan suara melalui telinga tengah.
Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada
kontraksi otot stapedius, yang melekat pada tulang stapes (salah
satu tulang pendengaran di telinga tengah). Dalam keadaan normal,
otot ini memberikan respon terhadap suara-suara yang keras/gaduh
(refleks akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan
melindungi telinga tengah. Jika terjadi penurunan fungsi
pendengaran neural, maka refleks akustik akan berubah atau
menjadi lambat. Dengan refleks yang lambat, otot stapedius tidak
dapat tetap berkontraksi selama telinga menerima suara yang
gaduh.
6. Respon Auditoris Batang Otak
Pemeriksaan ini mengukur gelombang saraf di otak yang
timbul akibat rangsangan pada saraf pendengaran. Respon auditoris
batang otak juga dapat digunakan untuk memantau fungsi otak
tertentu pada penderita koma atau penderita yang menjalani
pembedahan otak.
7. Elektrokokleografi
Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas
koklea dan saraf pendengaran. Kadang pemeriksaan ini bisa
membantu menentukan penyebab dari penurunan fungsi
pendengaran sensorineural. Elektrokokleografi dan respon
auditoris batang otak bisa digunakan untuk menilai pendengaran
pada penderita yang tidak dapat atau tidak mau memberikan respon
bawah sadar terhadap suara.
Misalnya untuk mengetahui ketulian pada anak-anak dan
bayi atau untuk memeriksa hipakusis psikogenik (orang yang
berpura-pura tuli). Beberapa pemeriskaan pendengaran bisa
mengetahui adanya kelainan pada daerah yang
mengolah pendengaran di otak. Pemeriksaan tersebut mengukur
kemampuan untuk :
 mengartikan dan memahami percakapan yang dikacaukan
 memahami pesan yang disampaikan ke telinga kanan pada
saat telinga kiri menerima pesan yang lain
 menggabungkan pesan yang tidak lengkap yang
disampaikan pada kedua telinga menjadi pesan yang
bermakna
 menentukan sumber suara pada saat suara diperdengarkan
di kedua telinga pada waktu yang bersamaan.
Jalur saraf dari setiap telinga menyilang ke sisi otak yang
berlawanan, karena itu kelainan pada otak kanan akan
mempengaruhi pendengaran pada telinga kiri.
Kelainan pada batang otak bisa mempengaruhi kemampuan
dalam menggabungkan pesan yang tidak lengkap menjadi pesan
yang bermakna dan dalam menentukan sumber suara.
VI. PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa pilihan terapi untuk penderita presbikusis, diantaranya:
1. Kurangi paparan terhadap bising
2. Gunakan pelindung telinga (ear plegs atau ear muffs) untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut
3. Gunakan alat bantu dengar
4. Lakukan latihan untuk meningkatkan keterampilan membaca gerak
bibir dan latihanmendengar
5. Berbicaralah dengan penderita presbikus dengan nada rendah dan jelas.
Dengan memahami kondisi yang dialami oleh para lansia dan
memberikan terapi yang tepat bagimereka, diharapkan kita dapat
membatu mengatasi masalah sosial yang mungkin mereka alami
akibatadanya keterbatasan fungsi pendengaran mereka.
VII. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Keluhan utama
a. Pusing dirasakan terutama saat bergerak
b. nyeri seperti ditusuk jarum, pada pasien vertigo
biasanya nyeri kepala seperti berputar-putar
2. Pemeriksaan fisik
a. Adanya dizziness terutama saat bergerak,
nistagmus, unstable.
b. Gerakan mata yang abnormal menunjukkan adanya
kelainan fungsi di telinga bagian dalam atau saraf
c. Aktivitas /istirahat
Letih, lemah,malaise, keterbatasan gerak
d. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, denyutan vaskuler, pucat wajah
tampak kemerahan
e. Integritas Ego
Faktor-faktor strees / lingkungan tertentu
f. Makanan dan cairan
Mual muntah anoreksia, penurunan berat badan
g. Interaksi sosial
Perubahan tanggung jawab / peran interaksi yang
berhubungan dengan penyakit
B. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan proses
penyakit
a. Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan
2×24 jam nyeri berkurang dan hilang
b. Kriteria hasil : pasien tidah merasakan nyeri
c. Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital skala nyeri
2) Anjurkan klien istirahat di tempat tidur
3) Atur pasien senyaman mungkin
4) Ajarkan tehnik relaksasi dan napas dalam
5) Kolaborasi untuk pemberian analgetik
d. Rasional :
1) Mengenal dan memudahkan dalam melakukan
tiundakan keperawatan
2) Pasien biasa merasa pausing dan berkurang
ketika tidur
3) Posisi yang tepat dan mencegah ketegangan otot
serta mengurangi nyeri
4) Relaksasi mengurangi ketegangan dan
membuart perasaan lebih nyaman
5) Analgetik berguna untuk mengurangi nyeri
sehingga menjadi lebih nyaman.
b. Gangguan persepsi sensorik berhubungan dengan
kehilangan pendengaran
a. Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 2×24 jam perbasikan pendengaran
b. Kriteria hasil : Pasien akan mengalami perbaikan
pendengaran implikasi hilang
c. Intervensi :
1) Kaji kapasitas fisiologik secara umum
2) Lakukan irigasi sesuai program
3) Dorong pasien untuk mengungkapkan emosi
selama kehilangan pendengaran
d. Rasional :
1) Mengenal sejauh dan mengidentifikasi
penyimpangan fungsi fisiologis tubuh dan
memudahkan dalam melakukan tindakan
keperawatan.
2) Melakukan irigasi untuk melakukan
pembersihan pada telinga
3) Membuat pasien merasa dihargai dan berarti
c. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan
pengobatan dengan keterbatasan informasi mengenai
penyakitnya.
a. Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan
2×24 jam klien memahami penyakitnya
b. Kriteria hasil : mengutarakan pemahaman tentang
kondisi dan prosedur
c. Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga
tentang penyakit
2) Brikan penjelasan pada klien tentang penyakit
dan kondisi sekarang
3) Diskusikan penyebab individual dariu sakit
kepala bila diketahui
4) Minta klien dan keluarga mengulangi kembali
tentang materi yang telah diberikan.
5) Diskusikan mengenai pentingnya posisi atau
letak tubuh yang normal
d. Rasional
1) Mengetahui seberapa jauh pengalaman dan
pengetahuan klien tentang penyakitnya.
2) Dengan mengetahui penyakit dan kondisinya
sekarang, klien dan akan merasa gtenang dan
mengurangi rasa cemas.
3) Untuk mengurangi kecemasan klien serta
menambah pengetahuan klien tentyang
penyakitnya.
4) Mengetahui seberapa jauh pemahaman klien
dan keluarga serta menilai keberhasilan dari
tindakan yang dilakukan
5) Agar klien mampu melakukan dan mengubah
posisi letak tubuh yang kurang baik
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/7925804/Lp_gangguan_pendengran_lansia?
auto=download [Diakses pada tanggal 20 Agustus 2019 pukul 20.00]

http://hengkymona.blogspot.com/2017/02/laporan-pendahuluan-
presbiakusis.html

Mariam, Siti. R DKK. Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. 2008. Jakarta :
Salemba Medika.

Nugroho, Wahjudi. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. 2008. Jakarta : EGC.

Bandiyah, siti. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. 2009.Yogjakarta : Nuha


Medika.

Anda mungkin juga menyukai