Anda di halaman 1dari 22

ASKEP OTOSKLEROSIS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Sistem Sensori & Persepsi

Disusun Oleh :

1. Ilda Nahar
2. Huilianti Pertiwi
3. Rani Fitriana Rahman
4. Rina Pratiwi
5. Sherly Handayani

UNIVERSITAS AWAL BROS BATAM

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN

BATAM

2022
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Otosklerosis merupakan penyakit pada kapsul tulang labirin yang mengala
mi spongiosis di daerah kaki stapes dan pada tahap selanjutnya mengeras me
njadi sklerotik. Sehingga stapes menjadi kaku dan tidak dapat menghantarkan
suara ke labirin dengan baik kemudian terjadilah gangguan pendengaran (Iraw
ati,2008).
Otosklerosis merupakan penyakit pada kapsul tulang labirin yang mengala
mi spongiosis di daerah kaki stapes, sehingga stapes menjadi kaku dan tidak d
apat menghantarkan getaran suara ke labirin dengan baik (Salima,etc).
Otosklerosis merupakan suatu kondisi dominan autosomal yang melibatka
n kapsul otic, secara histologis ditandai dengan resorpsi abnormal dan reforma
si tulang labirin. Otosklerosis paling sering bermanifestasi secara klinis sebag
ai gangguan pendengaran konduktif. Namun, karena penetrasi variabel, gangg
uan pendengaran campuran (konduktif-sensorineural) dan gangguan pendenga
ran sensorineural murni dapat terjadi ( Foster, etc 2018)

2. Etiologi
Penyebab otosklerosis belum dapat diketahui dengan pasti. Diperkirakan b
eberapa faktor ikut sebagai penyebab atau merupakan predisposisi terjadinya
otosklerosis seperti faktor herediter, endokrin, metabolik, infeksi measles, vas
kuler autoimun, tapi semuanya tidak bisa dibuktikan proses terjadinya secara
pasti. Dari beberapa penelitian genetik dinyatakan otosklerosis diturunkan sec
ara autosomal dominan dengan penetrasi inkomplit 20%-40%. Otosklerosis be
rsifat heterogenetik dengan lebih dari satu gen yang menunjukkan fenotipe oto
sklerosis.
Dari beberapa kasus dinyatakan gen yang berhubugan dengan otosklerosis
adalah COLIAI gen yang merupakan salah satu dari dua gen yang mengkode t
ype I kolagen dari tulang. Diduga virus measles juga merupakan predisposisi t
erjadinya otosklerosis. Secara epidemiologi dibuktikan dengan menurunnya a
ngka kejadian otosklerosis sejak ditemukannya vaksin measles. Infeksi virus
measles diduga menyebabkan persistennya virus measles pada kapsul otik.
Dengan pemeriksaan mikroskop elektron pada stapes penderita otosklerosi
s post stapedektomi didapatkan struktur filamen pada retikulum endoplasmik
dan sitosol dari osteoblas dan preosteoblas yang merupakan gambaran morfol
ogi dari measles nucleocapsid. Dalam penelitian immunohistochemical juga di
sebutkan adanya ribonucleic acid dari virus measles pada lesi otosklerosis. Pa
da perilimf juga didapatkan peningkatan antibodi terhadap virus measles. Dari
kenyataan tersebut ada teori yang menyatakan bahwa infeksi virus measles me
nginisiasi terjadinya otosklerosis.

3. Patofisiologi
Patofisiologi otosklerosis sangat kompleks. Lokasi lesi sangat multifokal d
i area- area endokondral tulang temporal. Secara histologis proses otosklerosis
dibagi menjadi 3 fase yaitu fase otospongiosis ( fase awal ), fase transisional,
dan otosklerosis ( fase lanjut ). Tapi secara klinis dibagi 2 fase otospongiosis d
an otosklerosis.
Pada awalnya terjadi proses spongiosis ( fase hipervaskulerisasi). Pada fas
e ini terjadi aktivitas dari sel-sel osteosit, osteoblas dan histiosit yang menyeb
abkan gambaran sponge. Aktivitas osteosit akan meresorbsi jaringan tulang di
sekitar pembuluh darah yang akan mengakibatkan sekunder vasodilatasi. Pada
pemeriksaan otoskopi akan tampak gambaran Schwartze sign. Aktivitas osteos
it yang meningkat akan mengurangi jaringan kolagen sehingga tampak gamba
ran spongiosis.
Pada fase selanjutnya terjadi proses sklerosis, yang terjadi jika osteoklas s
ecara perlahan diganti oleh osteoblas sehingga terjadi perubahan densitas skler
otik pada tempat-tempat yang mengalami spongiosis. Jika proses ini terjadi pa
da foramen ovale di dekat kaki stapes, maka kaki stapes akan menjadi kaku da
n terjadilah tuli konduksi. Hal ini terjadi karena fiksasi kaki stapes akan meny
ebabkan gangguan gerakan stapes sehingga transmisi gelombang suara ke teli
nga tengah (kopling osikule) terganggu. Jika foramen ovale juga mengalami s
klerotik maka tekanan gelombang suara menuju telinga dalam (akustik koplin
g) juga terganggu.
Pada fase lanjut tuli koduksi bisa menjadi tuli sensorineural yang disebabk
an karena obliterasi pada struktur sensorineural antara koklea dan ligamentum
spirale. Hal tersebut bisa juga disebabkan oleh kerusakan outer hair cell yang
disebabkan oleh pelepasan enzim hidrolitik pada lesilesi spongiosis ke telinga
dalam. Masuknya bahan metabolit ke telinga dalam , menurunnya vaskularisa
si dan penyebaran sklerosis secara langsung ke telinga dalam yang menghasil
kan perubahan kadar elektrolit dan perubahan biomekanik dari membran basil
er juga menjadi penyebab terjadinya tuli sensorineural. Bagian yang tersering
terkena adalah anterior dari foramen ovale dekat fissula sebelum fenestrum ov
ale. Jika bagian anterior stapes dan posterior kaki stapes terkena disebut fiksas
i bipolar. Jika hanya kaki stapes saja disebut biscuit footplate. Jika kaki stapes
dan ligamen anulare terkena disebut obliterasi otosklerosis.
WOC OTOSKLEROSIS

Labirin yang terganggu

OMA dan OMK Pembentukan spongiosum abnormal sekitar jendela ovalis

Kelainan congenital

Kerusakan kapsul labirin Fiksasi pada tulang stapes

Efisiensi transmisi suara terhambat

Stapes tidak dapat bergetar dan menghantarkan suara

Pendengaran terganggu Penumpukan Cairan Membran timpani tdk menggetarkan suara

Perubahan dalam lapisan mukosa Adanya tekanan dari luar Terputusnya rantai osikulis dalam telinga

Terbentuknya ran dirongga telinga Rasio tekanan suara suara hilang Konduksi udara ketelinga dalam terputus

Gendang telinga pecah/robek Hantaran suara terganggu Ketajaman pendengaran


terganggu

Nyeri telinga ↑ Gg.keseimbangan Tuli konduktif MK : Gangguan persepsi sensoris tubuh

MK : Nyeri akut Vertigo MK : Perubahan persepsi sensori (auditory)

MK : Resiko Cidera
4. Manifestasi Klinis
a. Pendengaran Menurun
Pada penderita otosklerosis didapatkan adanya pendengaran menur
un secara progresif yang biasanya bilateral dan asimetris. Pada awalnya be
rupa tuli konduksi dan pada tahap selanjutnya bisa menjadi tuli campuran
atau tuli sensorineural jika proses otosklerosis sudah mengenai koklea. Pe
nderita biasanya datang pada awal penyakit dimana ketulian telah mencap
ai 30-40 db ( tuli konduksi pada frekuensi rendah ). Penurunan pendengara
n pada otosklerosis tanpa disertai adanya riwayat infeksi telinga atau riwa
yat trauma.

b. Tinitus
Sekitar 70 % penderita otosklerosis datang dengan mengeluh
adanya tinitus yang digambarkan oleh penderita sebagai suara berdenging
atau bergemuruh, dapat juga berupa suara bernada tinggi yang dapat
muncul berulang-ulang. Makin lama tinitusnya memberat sejalan dengan
memberatnya ketulian.

c. Vertigo
Pada penderita otosklerosis juga didapatkan keluhan vertigo sekitar
25%-30% kasus. Vertigo biasanya timbul dalam bentuk ringan dan tidak
menetap yaitu bila penderita menggerakkan kepala. Penyebab pasti dari ve
rtigo ini belum diketahui secara pasti

d. Paracusis Willisii
Penderita otosklerosis dapat mendengar lebih baik pada
lingkungan yang bising yang disebabkan karena tuli konduksinya
menutupi kebisingan disekitarnya.

5. Komplikasi

Tiga komplikasi terjadi dalam dua implantasi (30% implantasi, 25


% pasien) :
a. Komplikasi Perioperatif
Selama prosedur kokleostomi dan pengeboran tulang otosklerotif d
i sekitar ceruk jendela bulat dan oval, lubang yang tidak disengaja ruang d
epan terjadi dalam satu kasus (diklasifikasikan sebagai komplikasi minor).
Cacat menuju ruang depan diperbaiki dengan fasia dan pate tulang.Stimul
asi saraf wajah (FNS) tidak terjadi dalam kasus apa pun selama pengujian
elektroda implan perioperatif (atau pasca operasi).
b. Komplikasi Pasca Operasi
Pasien dengan lesi vestibulum selama operasi (lihat di atas) mengal
ami vertigo pasca operasi selama beberapa bulan, menurun dengan waktu,
tetapi berlangsung >6 bulan (sehingga diklasifikasikan sebagai komplikasi
mayor).
Pasien lain mengalami vertigo parah segera setelah operasi, dan irit
asi nistagmus ke telinga yang dioperasi diamati. Sehari setelah operasi, ver
tigo meningkat dalam intensitas dan disertai dengan muntah dan otalgia ip
silateral. Nistagmus sekarang diarahkan ke telinga kontralateral.

6. Penatalaksanaan Medis
Mayoritas penatalaksanaan otosklerosis ditujukan untuk memperba
iki gangguan pendengaran. Hanya sebagian kecil yang disertai dengan gan
gguan vestibuler yang membutuhkan penanganan yang lebih spesifik sesu
ai kausanya.

a. Medikamentosa
Walau saat ini sudah jarang dipakai tapi sodium fluoride masih bis
a dipakai untuk terapi suportif. Ion-ion fluoride akan menggantikan hydro
xyl radical yang normal sehingga terbentuk fluroapatite complex yang lebi
h stabil dibandingkan hidroxyapatite kristal. Fluoroapatitecomplex akan m
enghambat aktivitas osteoklas dan hal ini dibuktikan dengan pemeriksaan
histologis .
Disamping itu penggunaan fluoride juga bisa menghambat progres
ifitas otosklerosis. Dosis sodium fluoride antar 20-120 mg/hari. Evaluasi k
eberhasilan bisa dilihat dari hilangnya gambaran schwartze sign, kestabila
n pendengaran , perbaikan Ct-scan di kapsul otik. Efek samping terapi san
gat ringan misalnya berupa gejala gastrointestinal seperti mual-muntah ya
ng bisa dihindari dengan penurunan dosis atau dengan pemberian kapsul s
elaput . Pada penderita otosklerosis yang mendapatkan terapi ini 80 % did
apatkan perbaikan keluhan dan tidak memburuknya progresifitas keluhan.

b. Alat Pembantu Mendengar


Biasanya digunakan pada stadium lanjut otosklerosis yang tidak
memenuhi indikasi untuk operasi. Misalnya pada otosklerosis dengan tuli
sensorineural dimana sudah didapatkan kerusakan di koklea yang
prognose keberhasilan operasinya kecil sekali. Pada kasus ini dianjurkan
untuk penggunaan alat pembantu mendengar atau penggunaan BAHA
(bone anchored hearing aid) bisa unilateral atau bilateral. Sedangkan pada
kasus dengan tuli sensorineural severe atau profound bilateral dianjurkan
untuk pemasangan koklear implan.

c. Bifosfonat
Bifosfonat telah menggantikan natrium fluorida dalam pengobatan
osteodistrofi, seperti penyakit Paget, osteogenesis imperfecta, dan
osteoporosis, karena sifat antiresorptif yang ditingkatkan dan afinitas yang
lebih tinggi dengan jaringan tulang. Mengikuti jalur terapi ini, bifosfonat
sudah mulai terbentuk digunakan untuk mengobati otosklerosis. Obat ini
berinteraksi dengan metabolisme osteoklas menginduksi apoptosis
osteoklas, oleh karena itu menghambat resorpsi tulang. Dengan cara yang
sama mekanisme, produksi enzim beracun sekunder untuk metabolisme
tulang yang abnormal berkurang.

d. Pembedahan

Mayoritas penderita lebih memilih tindakan operasi untuk penatala


ksanaan otosklerosis. Angka keberhasilan operasi cukup baik lebih dari 90
% penderita mendapatkan perbaikan pendengaran dengan air bone gap kur
ang dari 10 dB. Prosedur operasi hanya membutuhkan waktu satu hari bisa
dengan lokal anstesi atau general anastesi. Rata- rata operasi dapat selesai
dalam 45-60 menit.
Ada beberapa tehnik operasi yaitu stapedektomi total,partial dan st
apedotomi. Sebelum operasi harus dipastikan bahwa fungsi N VIII masih
baik yang berarti fungsi penerimaan dan transmisi suara menuju otak masi
h baik. Sehingga prognosis keberhasilan post operasi lebih baik. Pada stap
edektomi seluruh stapes dan kaki stapes diangkat kemudian foramen ovale
ditutup dengan vein graft untuk menutup vestibulum sehingga tidak terjadi
kebocoran endolimf. Stapes diganti dengan prostesis dari polietilen.
Ada beberapa modifikasi stapedektomi dengan penggunaan graft d
ari jaringan lemak atau jaringan ikat dan penggunaan prostesis dari kawat
besi atau dengan menggunakan gelatin sponge untuk menutup vestibulum.
Operasi sebaiknya dilakukan pada satu telinga setiap kali operasi, telinga y
ang gangguan pendengarannya lebih jelek didahulukan. Operasi yang ked
ua baru dilaksanakan jika operasi yang pertama berhasil dan hasilnya per
manen. Operasi yang kedua sebaiknya 3-12 bulan setelah operasi pertama.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiografi
Pemeriksaan CT Scan digunakan sebagai sarana konfirmasi unt
uk membantu diagnosis otosklerosis. Pada Ct-scan didapatkan gambar
an kondisi rantai osikule sampai tulang labirin. Pada fase awal terlihat
gambaran radiolusen di dalam dan sekitar koklea yang disebut “hallo si
gn”. Pada stadium lanjut didapatkan gambaran sklerotik yang difus. At
au dapat dilakukan CT scan temporal axial untuk mendapatkan gambar
an jelas adanya pengapuran pada tulang pendengaran pasien.

b. Timpanometri
Timpanometri merupakan suatu prosedur pemeriksaan untuk
mengetahui kondisi telinga tengah dan mengetahui adanya gangguan
pendengaran. Pemeriksaan timpanometri akan menghasilkan laporan
grafik yang dinamakan timpanogram. Timpanogram tipe AS
mengindikasikan keabnormalan karena kondisi sklerosis atau
otosklerosis.

c. Audiogram
Kunci penelusuran secara objektif dari otosklerosis didapat dari
audiogram. Gambaran biasanya konduktif, tetapi dapat juga mixed
atau sensorineural. Tanda khas dari otosklerosis adalah pelebaran air-
bone gap secara perlahan yang biasanya dimulai dari frekuensi rendah.
Adanya Carhart’s Notch adalah diagnosis secara abstrak dari
otosklerosis, meskipun dapat juga terlihat pada gangguan konduktif
lainnya. Carhart’s notch adalah penurunan dari konduksi tulang
sebanyak 10-30 db pada frekuensi 2000Hz, diinduksi oleh adanya
fiksasi stapes. Carhart’s notch akan menghilang setelah
stapedektomy. Maksimal conductive hearing loss adalah 50 db untuk
otosklerosis, kecuali adanya kombinasi dengan diskontinuitas dari
tulang pendengaran. Speech discrimination biasanya tetap normal.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data Demografi
 Identitas Klien : nama , jenis kelamin , umur , agama , status perka
winan , pekerjaan , pendidikan terakhir , alamat , No.CM , Diagnost
ik Medis , Tanggal masuk RS.
 Penanggung Jawab : Nama, umur , pendidikan , pekerjaan , alamat.

b. Riwayat Kesehatan
 Keluhan utama
Kepada pasien otosklerosis biasanya mengatakan ada penurunan
kemampuan mendengar pada telinga kiri atau kanan.
 Kronologi penyakit saat ini
Hal ini berawal dari ± 1 tahun yang lalu, pasien merasakan
dirinya mengalami penurunan pendengaran. Kesulitan
mendengar hanya dirasakan pasien hanya pada telinga sebelah
kiri. Pada awalnya, pasien hanya kesulitan mendengar apabila
lawan bicaranya berbisik. Namun, keluhan dirasakan pasien
berangsur-angsur memburuk, akhirnya pasien mulai sulit
mendengar dengan telinga kirinya. Rasa sakit pada telinga
disangkal. Pasien mengatakan hal ini terkadang disertai dengan
bunyi berdengung di telinga kirinya, yang terkadang disertai
dengan rasa pusing yang disertai dengan sensasi barang disekitar
berputar dan perasaan seperti telinganya tertutup oleh sesuatu.
Rasa pusing tidak dirasakan begitu hebat, muntah (-). Pasien juga
mengaku bahwa dirinya dapat mendengar kata-kata lawan
bicaranya dengan lebih baik apabila berada di tengah suasana
yang ramai.
 Riwayat penggunaan obat sebelumnya (ada alergi atau tidak)
 Riwayat keluara tentang penyakit telinga (pendengaran)
 Kaji adanya nyeri pada telinga (otalgia)
 Kaji adanya eritema
 Kaji adanya secret pada telinga (otore)
 Kaji adanya tinitus dan vertigo.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


 Genogram
a) Dengan siapa tinggal dan berapa jumlah anggota keluarga?
b) Apakah ada yang menderita penyakit serupa?
c) Apakah ada yang menderita penyakit menular dan menurun?
d) Bagaimana efek bagi keluarga bila ada salah satu anggota keluarg
a yang sakit?
d. Pengkajian Pola Fungsi Gordon
 Persepsi terhadap kesehatan dan manajemen kesehatan
a) Merokok?Alkohol?
b) Pemeriksaan kesehatan rutin?
c) Pendapat pasien tentang keadaan kesehatannya saat ini
d) Persepsi pasien tentang berat ringannya
e) Persepsi tentang tingkat kesembuhan

 Pola aktivitas dan latihan


a) Rutinitas mandi (Kapan, bagaimana, dimana, sabun yang digunaka
n?)
b) Kebersihan sehari-hari (pakaian dll)
c) Aktivitas sehari-hari (jenis pekerjaan, lamanya, dll)
d) Kemampuan perawatan diri

 Pola istirahat dan tidur


a) Pola istirahat dan tidur
b) aktu tidur, lama, kualitas (sering terbangun)
c) Insomnia, somnambulism?

 Pola nutrisi metabolik


a) Pola kebiasaan makan
b) Makanan yang disukai dan tidak disukai
c) Adakah suplemen yang dikonsumsi
d) Jumlah makan, minum yang masuk
e) Adakah nyeri telan
f) Fluktuasi BB 6 bulan terakhir naik / turun
g) Diet khusus / makanan pantangan, nafsu makan, mual muntah, kes
ulitan menelan

 Pola eliminasi
a) Kebiasaan BAB (frekuensi, kesulitan, ada/tidak darah, penggunaan
obat pencahar)
b) Kebiasaan BAK (frekuensi, bau, warna, kesulitan BAK : disuria, n
okturia, inkontinensia )

 Pola kognitif dan perceptual


a) Nyeri (kualitas, intensitas, durasi, skala nyeri, cara mengurangi nye
ri)
b) Fungsi panca indra ( penglihatan, pendengaran, pengecapan, pengh
idu, perasa ), menggunakan alat bantu ?
c) Kemampuan bicara
d) Kemampuan membaca
 Pola konsep diri
a) Bagaimana klien memandang dirinya
b) Hal-hal apa yang disukai klien mengenai dirinya?
c) Apakah klien dapat mengidentifikasi kekuatan antara kelemahan y
ang ada pada dirinya?
d) Hal-hal apa yang dapat dilakukan klien secara baik

 Pola koping
a) Masalah utama selama masuk RS (keuangan, dll)
b) Kehilangan/perubahan yang terjadi sebelumnya
c) Takut terhadap kekerasan
d) Pandangan terhadap masa depan
e) Koping mekanisme yang digunakan saat terjadinya masalah

 Pola seksual-reproduksi
a) Masalah menstruasi
b) Papsmear terakhir
c) Perawatan payudara setiap bulan
d) Apakah ada kesukaran dalam berhubungan seksual
e) Apakah penyakit sekarang mengganggu fungsi seksual

 Pola peran berhubungan


a) Peran pasien dalam keluarga dan masyarakat
b) Apakah klien punya teman dekat
c) Siapa yang dipercaya untuk membantu klien jika ada kesulitan
d) Apakah klien ikut dalam kegiatan masyarakat? Bagaimana keterlib
atan klien?

 Pola nilai dan kepercayaan


a) Apakah klien menganut suatu agama?
b) Menurut agama klien bagaimana hubungan manusia dengan pencip
tan-Nya?
c) Dalam keadaan sakit apakah klien mengalami hambatan dalam iba
dah?

e. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum
a) Kesadaran
b) Kondisi pasien secara umum
c) Tanda-tanda vital
d) Pertumbuhan fisik : TB, BB, postur tubuh
e) Keadaan kulit : warna, turgor, kelembaban, edema, kelainan
 Pemeriksaan Secara Sistemik
1. Kepala
a) Bentuk dan ukuran kepala, pertumbuhan rambut, kulit kepa
la
b) Mata (fungsi penglihatan, pupil, refleks, sklera, konjungtiv
a, kebersihan, penggunaan alat bantu)
c) Telinga (fungsi pendengaran, bentuk, kebersihan, sekret, ny
eri telinga)
d) Hidung (fungsi penghidu, keadaan lubang hidung, sekret, n
yeri sinus, polip)
e) Mulut (kemampuan bicara, keadaan bibir, selaput mukosa,
warna lidah, keadaan gigi, bau nafas, dahak)
2. Leher
Bentuk, gerakan, peningkatan JVP, pembesaran tyroid, kelenja
r getah bening, tonsil, nyeri waktu menelan
3. Dada
PARU:
a) Inspeksi : Bentuk dada, kelainan bentuk dada, retraksi dada,
jenis pernafasan, pergerakan, keadaan kulit dada, kecepata
n, kedalaman.
b) Palpasi : kesimetrisan ekspansi dada saat bernafas, nyeri te
kan, massa, taktil fremitus
c) Perkusi : bunyi paru
d) Auskultasi : suara paru
JANTUNG:
a) Inspeksi : pulsasi aorta, ictus cordis
b) Palpasi : point of maxsimum impuls, pulsasi aorta
c) Perkusi : batas jantung
d) Auskultasi : bunyi jantung ( S1, S2, mur-mur)
PAYUDARA :
Kesimetrisan, luka, hiperpigmentasi, pengeluaran, massa dll.
4. Abdomen
a) Inspeksi : bentuk, warna kulit, jejas, ostomi dll
b) Auskultasi : frekuensi peristaltik usus
c) Perkusi : adanya udara, cairan, organ
d) Palpasi : adanya massa, kekenyalan, ukuran organ, nyeri te
kan
5. Genetalia
Terpasang alat bantu, kelainan genetalia, kebersihan
6. Anus dan Rektum
Pembesaran vena/hemorroid, atresia ani, peradangan, tumor.
7. Ektremitas
Atas : kelengkapan anggota gerak, kelainan jari : sindaktili, pol
idaktili, tonus otot, kesimetrisan gerak, kekuatan otot, pergerak
an sendi bahu, siku, pergelangan tangan, jari-jari, terpasang inf
us
Bawah : kelengkapan anggota gerak, adanya edema perifer, ke
kuatan otot, bentuk kaki, varices, kekuatan ott, koordinasi, perg
erakan panggul, lutut, pergelangan kaki dan jari-jari.

f. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Radiografi
- Timpanometri
- Audiogram

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon kl
ien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya ba
ik yang berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017). Berdasarkan
pada semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang dapat mun
cul pada penyakit otosklerosis sesuai dengan Standar Diagnosa Keperawat
an Indonesia(2017), antara lain :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis. (D.0077)


2. Risiko Cedera (D.0136)
3. Gangguan Persepsi Sensori berhubungan dengan gangguan
pendengaran. (D.0085)

3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang
dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian
klinis untuk mencapai meningkatan, pencegahan, dan pemulihan
kesehatan klien individu, keluarga dan komunitas. (PPNI 2017).
Berdasarkan diagnose keperawatan yang telah ditetapkan maka berikut
intervensi :

No Kode Standar Luaran Standar Intervensi


diagnose Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
(SLKI) (SIKI)

1. 1 Setelah dilakukan tinda Manajemen nyeri (I.0823


kan keperawatan dihara 8). Observasi :
pkan tingkat nyeri (L.0 - Identifikasi lokasi , karak
8066) dapat menurun d teristik, durasi, frekuens
i, kualitas nyeri, skala ny
engan Kriteria Hasil : eri, intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menur - Identifikasi respon nyeri
un. non verbal.
2. Meringis menurun - Identifikasi faktor yang
3. Sikap protektif menu memperberat dan mempe
run. ringan nyeri.
4. Gelisah menurun.

Terapeutik :
- Berikan teknik nonfarma
kologis untuk menguran
gi rasa nyeri.
- Fasilitasi istirahat dan tid
ur.
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri.

Edukasi:
- Jelaskan strategi mereda
kan nyeri
- Ajarkan teknik non far
makologis untuk mengu
rangi rasa nyeri.

Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian a
nalgetik jika perlu
2. 2 Setelah dilakukan tinda 1. Pencegahan Jatuh
kan keperawatan dihara (I.14540)
pkan risiko jatuh (L.14
Observasi
138) dapat berkurang d - Identifikasi resiko
engan Kriteria Hasil : jatuh (mis, usia >65 tah
1. Jatuh saat berdir un, gangguan keseimba
i menurun ngan, gangguan penglih
2. Jatuh saat dudu atan)
k menurun - Identifikasi factor
3. Jatuh saat berjal yang meningkatkan risi
an menurun ko jatuh (alas kaki licin,
4. Jatuh saat dika penerangan kurang).
mar mandi men
urun Terapeutik
- Gunakan alat bant
u berjalan (misalnya ku
rsi roda, walker)

Edukasi
- Anjurkan menggu
nakan alas kaki yang tid
ak licin
- Anjurkan melebar
kan jarak kedua kaki un
tuk meningkatkan kesei
mbangan saat berdiri.

2.Manajemen Keselama
tan Lingkungan(I.1451
3)
Observasi
- Identifikasi kebutu
han keselamatan ( mis.
Fisik , biologi dan kimi
a), jika memungkinkan.
Terapeutik
- Modifikasi lingkun
gan untuk meminimalka
n bahaya dan risiko.

Edukasi
- Ajarkan individu,
keluarga dan kelompok
risiko tinggi bahaya lin
gkungan
3. 3 Setelah dilakukan tinda 1. Terapi Relaksasi
kan keperawatan dihara (I.09326)
pkan persepsi sensori Observasi
(L.09083) dapat menin - Identifikasi teknik
gkat dengan Kriteria H relaksasi yang pernah
asil : efektif digunakan
1. Verbalisasi men
dengar bisikan
membaik
2. Distorsi sensori Terapeutik
membaik - Gunakan nada suara
3. Respon sesuai s lembut dengan irama
timulus mening lembut.
kat
Edukasi
- Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan dan jenis
relaksasi( nafas dalam )
- Anjurkan sering
mengulangi
atau melatih teknik
relaksasi yang dipilih.

4. Pelaksaan Keperawatan
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yan
g telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan d
ata berkelanjutan, mengobservasi respons klien selama dan sesudah pelaksana
an tindakan, serta menilai data yang baru.
- Tahap-Tahap dalam Pelaksanaan
1. Tahap Persiapan
 Review rencana tindakan keperawatan.
 Analisis pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.
 Antisipasi komplikasi yang akan timbul.
 Mempersiapkan peralatan yang diperlukan (waktu, tenaga, alat).
 Mengidentifikasi aspek-aspek hukum dan etik.
 Memerhatikan hak-hak pasien, antara lain sebagai berikut.
a. Hak atas pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan keseh
atan.
b. Hak atas informasi.
c. Hak untuk menentukan nasib sendiri.
d. Hak atas second opinion.
2. Tahap Pelaksaan
 Berfokus pada klien.
 Berorientasi pada tujuan dan kriteria hasil.
 Memperhatikan keamanan fisik dan spikologis klien.
 Kompeten.
3. Tahap Sesudah Pelaksaan
 Menilai keberhasilan tindakan.
 Mendokumentasikan tindakan, yang meliputi:
a. Aktivitas/tindakan perawat.
b. Hasil/respons pasien.
c. Tanggal/jam, nomor diagnosis keperawatan, tanda tangan.

Berikut contoh format pelaksanaan:

Kode Diagnosa Tanggal/ Pukul Tindakan dan Paraf


keperawatan Hasil

5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan kea
daan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dib
uat pada tahap perencanaan.
A. Macam Evaluasi
1. Evaluasi Proses (Formatif)
 Evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan.
 Berorientasi pada etiologi.
 Dilakukan secara terus-menerus sampai tujuan yang telah ditentukan ter
capai.
2. Evaluasi Hasil (Sumatif)
 Evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan secara pari
purna.
 Berorientasi pada masalah keperawatan.
 Menjelaskan keberhasilan/ketidakberhasilan.
 Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan keran
gka waktu yang ditetapkan.
B. Komponen SOAP/SOAPIER
Pengertian SOAPIER adalah sebagai berikut:
 S: Data Subjektif
Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilaku
kan tindakan keperawatan.
 O: Data Objektif
Data objektif adalah data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi p
erawat secara langsung kepada klien, dan yang dirasakan klien setelah di
lakukan tindakan keperawatan.
 A: Analisis
Interpretasi dari data subjektif dan data objektif. Analisis merupakan sua
tu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi atau juga dap
at dituliskan masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan statu
s kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya dalam data subjektif
dan objektif.
 P: Planning
Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifika
si, atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah diten
tukan sebelumnya. Tindakan yang telah menunjukkan hasil yang memua
skan dan tidak memerlukan tindakan ulang pada umumnya dihentikan.
Tindakan yang perlu dilanjutkan adalah tindakan yang masih kompeten
untuk menyelesaikan masalah klien dan membutuhkan waktu untuk men
capai keberhasilannya. Tindakan yang perlu dimodifikasi adalah tindaka
n yang dirasa dapat membantu menyelesaikan masalah klien, tetapi perl
u ditingkatkan kualitasnya atau mempunyai alternatif pilihan yang lain y
ang diduga dapat membantu mempercepat proses penyembuhan. Sedang
kan, rencana tindakan yang baru/sebelumnya tidak ada dapat ditentukan
bila timbul masalah baru atau rencana tindakan yang sudah tidak kompe
ten lagi untuk menyelesaikan masalah yang ada.
 I: Implementasi
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai denga
n intruksi yang telah teridentifikasi dalam komponen P (perencanaan). J
angan lupa menuliskan tanggal dan jam pelaksanaan.
 E: Evaluasi
Evaluasi adalah respons klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
 R: Reassesment
Reassesment adalah pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencan
aan setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana tindakan perlu
dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan?

Berikut contoh format evaluasi :

Diagnosa Tanggal / Jam Catatan Paraf


Keperawatan Perkembangan
Referensi

Irawati, H. M. S. DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN OTOSKLEROSIS.

Salima, J., Imanto, M., & Khairani, K. (2016). Tuli Konduktif ec Suspek Otosklerosis
Auris Sinistra pada Pasien Laki-laki berusia 49 Tahun. JPM (Jurnal Pengabdian
Masyakat) Ruwa Jurai, 2(1), 41-45.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2017), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2017), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Walid, Siful dan Nikmatur Rohmah.2019. Proses Keperawatan: Teori dan


Aplikasi.Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.

de Oliveira Penido, N., & de Oliveira Vicente, A. (2018). Medical management of


otosclerosis. Otolaryngologic Clinics of North America, 51(2), 441-452.

Foster, M. F., & Backous, D. D. (2018). Clinical evaluation of the patient with
otosclerosis. Otolaryngologic Clinics of North America, 51(2), 319-326.

Dumas, A. R., Schwalje, A. T., Franco-Vidal, V., Bébéar, J. P., Darrouzet, V., &
Bonnard, D. (2018). Cochlear implantati on in far-advanced otosclerosis: hearing
results and complications. Acta Otorhinolaryngologica Italica, 38(5), 445.

Anda mungkin juga menyukai