Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

Di susun oleh :

Nama : Devi Widyaningrum

Prodi : S1-KEPERAWATAN

NIM : 1507035

PROGRAM STUDI NERS

STIKES WIDYA HUSADA SEMARANG


2018
HALUSINASI

A. Pengertian
Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu
disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi: proses penerimaan rangsang
(Stuart, 2009).
Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra
sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin
organik, psikotik ataupun histerik. Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan
persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis,
2009).
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus)
misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada
sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2009).

B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2009), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih
luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan
limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan
dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan
terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak
tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien.Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus
asa dan tidak berdaya.Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2008).
Menurut Stuart (2009), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
3. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak aman,
gelisah dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan, serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata.
Rawlins dan Heacock (2018) mencoba memecahkan masalah halusinasi
berlandaskan atas hakikat keberadaan seseorang individu sebagai mahluk yang
dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat
dilihat dari lima dimensi yaitu sebagai berikut :
a) Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh system indra untuk menanggapi rangsangan eksternal
yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa
kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam
hingga delirium, intoksikasi alcohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang
lama.
b) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan karena problem atau masalah yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi.Isi dari halusinasi dapat berupa
perintah memaksa dan menakutkan.Klien tidak sanggup lagi menentang perintah
tersebut hingga berbuat sesuatu terhadap ketakutannya.
c) Dimensi Intelektual
Dimensi intelektual menerangkan bahwa individu yang mengalami halusinasi
akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, tetapi
pada saat tertentu menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
d) Dimensi Sosial
Dimensi social pada individu yang mengalami halusinasi menunjukkan
kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-
olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi social,
control diri, dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi
dijadikan system control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi
berupa ancaman, maka hal tersebut dapat mengancam dirinya atau orang lain.
Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan pada
klien yang mengalami halusinasi adalah dengan mengupayakan suatu proses
interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusahakan agar klien tidak menyendiri. Jika klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya diharapkan halusinasi tidak terjadi.
e) Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai mahkluk sosial, sehingga interaksi dengan
manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Klien yang mengalami
halusinasi cenderung menyendiri hingga proses di atas tidak terjadi. Individu tidak
sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi system control dalam
individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya, individu kehilangan control
terhadap kehidupan nyata.
4. Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi
seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggunakan sumber
koping yang ada di lingkungannya. Sumber koping tersebut dijadikan sebagai modal
untuk menyelesaikan masalah. Dukungan social dan keyakinan budaya dapat
membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan
mengadopsi strategi koping yang efektif.
5. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme
pertahanan lain yang digunakan untuk melindungi diri.

C. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif

 Pikiran logis  Distorsi pikiran  Gangguan pikir/ delusi


 Persepsi akurat  Ilusi  Halusinasi
 Emosi konsisten dengan  Reaksi emosi berlebihan  Sulit berespon emosi
pengalaman atau kurang  Perilaku disorganisasi
 Perilaku sosial  Perilaku aneh/tidak biasa  Isolasi sosial
 Berhubungan sosial  Menarik diri

D. Tanda dan Gejala


Gejala dan tanda seseorang yang mengalami halusinasi adalah :
1. Tahap 1 (comforting)
d. Tertawa tidak sesuai dengan situasi
e. Menggerakkan bibir tanpa bicara
f. Bicara lambat
g. Diam dan pikiranya dipenuhi pikiran yang menyenangkan
2. Tahap 2 (condemning)
a. Cemas
b. Konsentrasi menurun
c. Ketidakmampuan  membedakan realita
3. Tahap 3
a. Pasien cenderung mengikuti halusinasi
b. Kesulitan berhubungan dgn orla
c. Perhatian dan konsentrasi menurut
d. Afek labil
e. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk)
4. Tahap 4 (controlling)
a. Pasien mengikuti halusinasi
b. Pasien tidak mampu mengendalikan diri
c. Tidak mampu mengikuti perintah nyata
d. Beresiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif


Halusinasi Dengar - Bicara atau tertawa - Mendengar suara-
(klien mendengar suara sendiri. suara  atau kegaduhan.
atau bunyi yang tidak ada - Marah-marah tanpa - Mendengar suara yang
hubungannya dengan sebab. mengajak bercakap-
stimulus yang nyata atau - Mendekatkan telinga cakap.
lingkungan) ke arah tertentu. - Mendengar suara
- Menutup telinga. menyuruh melakukan
sesuatu yang
berbahaya.
Halusinasi Penglihatan - Menunjuk-nunjuk ke Melihat bayangan, sinar,
(klien melihat gambaran arah tertentu. bentuk geometris, kartun,
yang jelas atau samar - Ketakutan pada melihat hantu atau
terhadap adanya stimulus sesuatu yang tidak monster.
yang nyata dari lingkungan jelas.
dan orang lain tidak
melihatnya).
Halusinasi Penciuman - Mengendus-endus Membaui bau-bauan
(klien mencium suatu bau seperti sedang seperti bau darah, urine,
yang muncul dari sumber membaui bau-bauan feses dan terkadang bau-
tertentu tanpa stimulus tertentu. bau tersebut
yang nyata) - Menutup hidung. menyenangkan bagi klien.
Halusinasi Pengecapan - Sering meludah. Merasakan rasa seperti
(klien merasakan sesuatu - Muntah. darah, urine atau feses.
yang tidak nyata, biasanya
merasakan rasa makanan
yang tidak enak)
Halusinasi Perabaan Menggaruk-garuk - Mengatakan ada
(klien merasakan sesuatu permukaan kulit. serangga di permukaan
pada kulitnya tanpa ada kulit.
stimulus yang nyata) - Merasa seperti
tersengat listrik.
Halusinasi Kinestetik Memegang kakinya yang Mengatakan badannya
(klien merasa badannya dianggapnya bergerak melayang di udara.
bergerak dalam suatu sendiri.
ruangan atau anggota
badannya bergerak)
Halusinasi Viseral Memegang badannya yang Mengatakan perutnya
(perasaan tertentu timbul) dianggapnya berubah menjadi mengecil setelah
bentuk dan tidak normal minum soft drink.
seperti biasanya.

E. Jenis
1. Halusinasi dengar (akustik, auditorik). Pasien itu mendengar suara yang
membicarakan, mengejek, menertawakan atau mengancam padahal tidak ada suara di
sekitarnya.
2. Halusinasi lihat (visual). Pasien itu melihat pemandangan orang, binatang atau sesuatu
yang tidak ada.
3. Halusinasi bau/ hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien yang
mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau kemenyan, bau
mayat yang tidak adasumbernya.
4. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi bau/
hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di mulutnya.
5. Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan merasa ada
seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaan ini merupakan rangsangan seksual
halusinasi ini disebut halusinasi heptik.

F. Psikopatologi
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguanpersepsi.Bentuk
halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising ataumendengung, tapi yang paling
sering berupa kata-kata yang tersusun dalambentuk kalimat yang agak
sempurna.Biasanya kalimat tadi membicarakanmengenai keadaan pasien sendiri atau
yang dialamatkan pada pasien itu,akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan
suara halusinasi itu.Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap mendengar atau bicara-
bicarasendiri atau bibirnya bergerak-gerak.Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum
diketahui. Banyak teoriyang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor
psikologik,fisiologik dan lain-lain.Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan
terjagayang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang daridalam
tubuh ataupun dari luar tubuh.Input ini akan menginhibisi persepsiyang lebih dari
munculnya ke alam sadar. Bila input ini dilemahkan atautidak ada sama sekali seperti
yang kita jumpai pada keadaan normal ataupatologis,maka materi-materi yang ada dalam
unconsicisus atau preconsciousbisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.Pendapat lain
mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanyakeinginan yang direpresi ke
unconsicious dan kemudian karena sudah retaknyakepribadian dan rusaknya daya menilai
realitas maka keinginan tadidiproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.

G. Pathway

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Gangguan persepsi sensori: Halusinasi (Core Problem)

Isolasi sosial : Menarik diri

Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah

Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perubahan sensori perseptual :


Halusinasi
Core Problem
Isolasi sosial : Menarik diri

H. Diagnosa keperawatan utama


Gangguan sensori persepsi: Halusinasi

I. Fokus intervensi keperawatan


Diagnosa I : Perubahan sensori persepsi halusinasi 
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran hubungan
interaksi seanjutnya
Tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
2) Perkenalkan diri dengan sopan.
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai.
4) Jelaskan tujuan pertemuan.
5) Jujur dan menepati janji.
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
a) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan tertawa
tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah ada teman
bicara.
c) Bantu klien mengenal halusinasinya
1) Tanyakan apakah ada suara yang didengar.
2) Apa yang dikatakan halusinasinya.
3) Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat
sendiri tidak mendengarnya.
4) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu.
5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien
d) Diskusikan dengan klien :
1) Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.
2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam).
e) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah,
takut, sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya.
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :
a) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian.
c) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
1) Katakan “saya tidak mau dengar”
2) Menemui orang lain.
3) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari.
4) Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien tampak
bicara sendiri.
d) Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara
bertahap.
e) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.
f) Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
g) Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi
4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Tindakan :
a) Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi.
b) Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan
rumah):
1) Gejala halusinasi yang dialami klien.
2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keuarga untuk memutus halusinasi.
3) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi kegiatan,
jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.
4) Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan :
halusinasi tidak terkontrol dan resiko mencederai diri atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik
Tindakan :
a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat
minum obat.
b) Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya.
c) Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping
minum obat yang dirasakan.
d) Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi.
e) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.

Diagnosa II : Isolasi sosial menarik diri


Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi: halusinasi
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan
tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan dengan
jelas tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru,
tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan :
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul.
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul.
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
a. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain.
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain.
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuanmengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
b. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang
lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan
orang lain.
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain.
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan :
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain.
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap:
1) K – P
2) K – P – P lain
3) K – P – P lain – K lain
4) K – Kel/Klp/Masy
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan.
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu.
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan.
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan.
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
Tindakan :
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang
lain.
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang
lain.
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan dengan oranglain
2. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
1) Salam, perkenalan diri.
2) Jelaskan tujuan
3) Buat kontrak
4) Eksplorasi perasaan klien
b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
1) Perilaku menarik diri
2) Penyebab perilaku menarik diri
3) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
4) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
c. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain.
d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal
satu kali seminggu.
e. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga

Kriteria Evaluasi Intervensi


Setelah ….x pertemuan, SP I
pasien dapat menyebutkan : - Bantu pasien mengenal halusinasi (isi, waktu
- Isi,waktu, frekuensi, terjadinya, frekuensi, situasi pencetus, perasaan
situasi pencetus, saat terjadi halusinasi
perasaan - Latih mengontrol halusinasi dengan cara
- Mampu memperagakan menghardik
cara dalam mengontrol - Tahapan tindakannya meliputi :
halusinasi - Jelaskan cara menghardik halusinasi
- Peragakan cara menghardik
- Minta pasien memperagakan ulang
- Pantau penerapan cara ini, beri penguatan
perilaku pasien
- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Setelah ….x pertemuan, SP 2
pasien mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
- Menyebutkan kegiatan - Latih berbicara/ bercakap dengan orang lain
yang sudah dilakukan saat halusinasi  muncul
- Memperagakan cara - Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
bercakap-cakap dengan
orang lain
Setelah ….x pertemuan SP 3
pasien mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2)
- Menyebutkan kegiatan - Latih kegiatan agar halusinasi tidak muncul
yang sudah dilakukan - Tahapannya :
- Membuat jadwal - Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk
kegiatan sehari-hari dan mengatasi halusinasi
mampu - Diskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh
memperagakannya pasien
- Latih pasien melakukan aktivitas
- Susun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai
dengan aktivitas yang telah dilatih (dari bangun
pagi sampai tidur malam)
- Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan, berikan
penguatan terhadap perilaku pasien yang (+)
Setelah ….x  pertemuan, SP 4
pasien mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1,2&3)
- Menyebutkan kegiatan - Tanyakan program pengobatan
yang sudah dilakukan - Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada
- Menyebutkan manfaat gangguan jiwa
dariprogram pengobatan - Jelaskan akibat bila tidak digunakan sesuai
program
- Jelaskan akibat bila putus obat
- Jelaskan cara mendapatkan obat/ berobat
- Jelaskan pengobatan (5B)
- Latih pasien minum obat
- Masukkan dalam jadwal harian pasien
Setelah ….x pertemuan SP 1
keluarga : - Identifikasi masalah keluarga dalam merawat
- Mampu menjelaskan pasien
tentang halusinasi - Jelaskan tentang halusinasi :
- Pengertian halusinasi
- Jenis halusinasi yang dialami pasien
- Tanda dan gejala halusinasi
- Cara merawat pasien halusinasi (cara
berkomunikasi, pemberian obat & pemberian
aktivitas kepada pasien)
- Sumber-sumber pelayanan kesehatan yang bisa
dijangkau
- Bermain peran cara merawat
- Rencana tindak lanjut keluarga, jadwal keluarga
untuk merawat pasien
Setelah ….x pertemuan SP 2
keluarga mampu : - Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1)
- Menyelesaikan kegiatan - Latih keluarga merawat pasien
yang sudah dilakukan - RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat
- Memperagakan cara pasien
merawat pasien

Setelah ….x pertemuan SP 3


keluarga mampu : - Evaluasi kemampuan keluarga (SP 2)
- Menyebutkan kegiatan - Latih keluarga merawat pasien
yang sudah dilakukan - RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat
- Memperagakan cara pasien
merawat pasien serta
mampu membuat RTL
Setelah ….x pertemuan SP 4
keluarga mampu : - Evaluasi kemampuan keluarga
- Menyebutkan kegiatan - Evaluasi kemampuan pasien
yang sudah dilakukan - RTL Keluarga:
- Melaksanakan Follow - Follow Up
Up rujukan - Rujukan

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Halusinasi :

Halusinasi Pasien Keluarga

SP I (P) SP I (K)

1. Mengidentifikasi jenis halusinasi 1. Mendiskusikan masalah yang


pasien. dirasakan keluarga dalam
2. Mengidentifikasi isi halusinasi merawat pasien.
pasien. 2. Menjelaskan pengertian, tanda
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi dan gejala halusinasi, jenis
pasien. halusinasi yang dialami pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi beserta proses terjadinya.
halusinasi pasien. 3. Menjelaskan cara-cara merawat
5. Mengidentifikasi situasi yang pasien halusinasi.
menimbulkan halusinasi.
6. Mengidentifikasi respons pasien
terhadap halusinasi.
7. Melatih pasien cara kontrol
halusinasi dengan menghardik.
8. Membimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.

SP II (P) SP II (K)
1. Memvalidasi masalah dan latihan 1. Melatih keluarga
sebelumnya. mempraktekkan cara merawat
2. Melatih pasien cara kontrol pasien dengan halusinasi
halusinasi dengan berbincang 2. Melatih keluarga melakukan
dengan orang lain cara merawat langsung kepada
3. Membimbing pasien memasukkan pasien halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian.
SP III (P) SP III (K)
1. Memvalidasi masalah dan latihan 1. Membantu keluarga membuat
sebelumnya. jadwal aktivitas di rumah
2. Melatih pasien cara kontrol termasuk minum obat
halusinasi dengan kegiatan (yang (discharge planning)
biasa dilakukan pasien). 2. Menjelaskan follow up pasien
3. Membimbing pasien memasukkan setelah pulang
dalam jadwal kegiatan harian.
SP IV (P)

1. Memvalidasi masalah dan latihan


sebelumnya.
2. Menjelaskan cara kontrol halusinasi
dengan teratur minum obat (prinsip
5 benar minum obat).
4. Membimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino


Gonohutomo, 2008
Depkes. 2009. Standar Pedoman Perawatan jiwa.Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri.
Edisi 7. Jakarta : EGC
Direja, 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika
Keliat. B.A. 2008. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2008. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Maramis, W.f. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press.
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2009. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta :
Momedia
Perry, Potter. 2009 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Stuart, Sudden, 2008. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2008. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2006 – 2007. Jakarta : Prima
Medika.
Stuart, GW. 2009. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai