Anda di halaman 1dari 15

BAB I

KONSEP DASAR TEORI

a. Pengertian
Gagal nafas adalah ketidakmampuan tubuh dalam
mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan atau CO2 didalam darah.
Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan
pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak
mampu memenuhi metabolisme tubuh. ( Kanisius. 2013 )
Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh
gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem
pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh. Kegagalan
pernafasan adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi
hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri),
dan asidosis. Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempetahankan oksigenasi.
(Ardiansyah, Muhammad. 2012 )
Gagal nafas terjadi bila mana pertukaran oksigen terhadap
karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi
oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga
menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan
peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg
(hiperkapnia) (Brunner & Sudarth, 2010).

b. Klasifikasi

Tipe gagal nafas :

1. Gagal nafas tipe I


Pada tipe ini, kelainan berupa hipoksemia, sehingga diseut gagal
nafas hipoksemik. Tekanan parsial oksigen diarteri ( PaO2 ) kurang
dari 60 mmHg. Pasien telah mendapatkan oksigenasi dengan fraksi
oksigen ( FiO2 ) minimal 0.60. terjadi akibat kegagalan difusi oksigen
dari alveolus ke sirkulasi
2. Gagal nafas tipe II
Kelainan berupa hiperkapnia, sehingga disebut gagal nafas
hiperkapnik. Tekanan parsial karbondioksida diarteri ( PaCO2 ) leih
dari 45 mmHg. Terutama terjadi akibat kegagalan fungsi ventilasi atau
pompa udara pada saluran napas. Dapat disertai hipoksemia, umumnya
disertai asidosis respiratorik.
3. Gagal nafas tipe III
Kelainan yang berupa kombinasi antara gagal nafas tipe I
hipoksemia dan gagal nafas tipe II hiperkapnik. Pada hipoksemia
terjadi tekanan parsial pada oksigen diareteri sedangkan hiperkapni
terjadi tekanan parsial karbondioksida diarteri.

c. Etiologi
Menurut Purwato ( 2009 ) penyebab gagal nafas dapat sesuai
kelainan primernya dan komponen sistem pernafasan. Gagal nafas dapat
diakibatkan kelainan pada paru, jantung, dinding dada, otot pernafasan,
atau mekanisme pengendalian sentral ventilasi dimedula oblongata.
Pasien dengan gagal nafas tipe hipoksemia sering disebabkan oleh
kelainan yang mempengaruhi parenkim paru meliputi jalan nafas, ruang
alveolar, intersisiel, dan sirkulasi pulmoner. Perubahan hubungan anatomis
dan fisiologis antara udara di alveolus dan darah di kapiler paru dapat
menyebabkan gagal nafas tipe hipoksemia. Contoh penyakitnya antara lain
: pneumonia bakterial, pneumonia viral, aspirasi lambung, empoli paru,
asma.
Sedangkan pada gagal nafas tipe hiperkapnia sering disebabkan
oleh kelainan yang mempengaruhi komponen non-paru dari sistem
pernafasan yaitu dinding dada, otot pernafasan, atau batang otak.
Penyebabnya antara lain kelemahan otot pernafasan, penyakit SSP yang
menggangu sistem ventilasi, atau kondisi yang mempengaruhi bentuk atau
ukuran dinding dada seperti kifoskloiosis.

d. Manifestasi Klinis
1. Pernapasan cepat
2. Gelisah
3. Ansietas
4. Bingung
5. Kehilangan konsentrasi
6. Takikardi
(kapita selekta panyakit, 2011)

e. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas
kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal
nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya
normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit
timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan
penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru
hitam (penyakit penambang batu bara).Pasien mengalalmi toleransi
terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap.
Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya.
Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt
tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja
pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital
adalah ukuran ventilasi (normal 6 – 8 cc/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak
adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan
medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor
otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai
kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi
lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi
pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan
denganefek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari
analgetik. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke
gagal nafas akut.
f. Pathways
Trauma Depresi sistem Penyakit kelainan Efusi pleura,
Saraf pusat akut paru
neurologis hemothorax ,
pneumothorax

Gangguan saraf pernafasan dan otot pernafasan

Gagal nafas

meningkatkan permeailitas membrane alveolar kapiler

gangguan epithelium alveolar gangguan endothelium kapiler

edema paru cairan masuk ke intertisial


Kelebihan
volume
cairan compliance paru tahanan jalan nafas

cairan surfaktan kehilangan fungsi silia sel pernafasan

gangguan pengembangan paru, kolap alveoli Peningkatan produksi sekret

ventilasi dan perfusi ekspansi paru


tidak seimang Ketidakefektif
Pola nafas tidak efektif an ersihan
Terjadi Hipoksemia jalan nafas
/ hiperkapnia Gangguan Pertukaran Gas

O2 turun dan CO2 meningkat Hipoksia otak penurunan tingkat


kesadaran

Dyspnea, sianosis Resiko Cidera

Curah jantung turun

Gangguan perfusi Jaringan ( Sumber : buku ajar patofisiologi. 2011 )


g. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemerikasan gas-gas darah arteri
2. Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
3. Oksimetri nadi dapat menunjukkan penurunan saturasi oksigen arterial.
4. Kadar hemoglobin serum dan hematokrit menunjukkan penurunan
kapasitas mengangkut oksigen.
5. Elektrolit menunjukkan hipokalemia dan hipokloremia
6. Hipokalemia dapat terjadi karena hiperventilasi kompensasi yang
merupakan upaya tubuh untuk mengoreksi asidosis.
7. Hipokloremia biasanya terjadi alkalosis metabolik. Pemeriksaan kultur
darah dapat menemukan kuman patogen.
8. Kateterisasi arteri pulmonalis membantu membedakan penyebab
pulmoner atau kardiovaskuler pasa gagal nafas akut dan memantau
tekanan hemodinamik
(kowalak jenifer, 2011)

h. Komplikasi
1. Hipoksia jaringan
2. Asidosis respiratorik kronis : kondisi medis dimana paru-paru tidak
dapat mengeluarkan semua karbondioksida yang dihasilkan dalam
tubuh. Hal ini mengakibatkan gangguan keseimbangan asam-basa dan
membuat cairan tubuh lebih asam, terutama darah.
3. Henti napas
4. henti jantung

i. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi
a) Bernafas dalam dengan bibir di kerutkan ke depan jika tidak di lakukan
intubasi dan ventilasi mekanis, cara ini di lakukan untuk membantu
memelihara patensi jalan napas.
b) Aktifitas sesuai kemampuan.
c) Pembatasan cairan pada gagal jantung.
2. Farmakologi
a) Terapi oksigen untuk meningkatkan oksigenasi dan menaikan PaO2.
b) Ventilasi mekanis dengan pemasangan pipa endotrakea atau
trakeostomi jika perlu untuk memberikan oksigenasi yang adekuat dan
membalikkan keadaan asidosis.
c) Ventilasi frekuensi tinggi jika kondisi pasien tidak bereaksi terhadap
terapi yang di berikan : tindakan ini di lakukan untuk memaksa jalan
nafas terbuka, meningkatkan oksigenasi, dan mencegah kolaps alveoli
paru.
d) Pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi.
e) Pemberian bronkodilator untuk mempertahankan patensi jalan nafas.
f) Pemberian kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi.
g) Pembatasan cairan pada kor pulmonale untuk mengurangi volume dan
beban kerja jantung.
h) Pemberian preparat inotropik positif untuk meningkatkan curah
jantung.
i) Pemberian vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah.
j) Pemberian diuretik untuk mengurangi edema dan kelebihan muatan
cairan.

j. Pemeriksaan Primer
a. Airway
1. Peningkatan sekresi pernapasan
2. Bunyi nafas krekels, ronkhi dan mengi
b. Breathing
1. Distres pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu /
bradipneu, retraksi
2. Menggunakan otot pernapasan
3. Kaji respirasi dan status oksigen
4. Auskultasi dada
c. Circulation
1. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardi
2. Sakit kepala
3. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
4. Papiledema
d. Disaility
Perhatikan bagaimana tingkat kesadaran pasien, dengan penilaian
GCS, dengan memperhatikan refleks pupil, diameter pupil

e. Eksposure
Penampilan umum pasien seperti apa, apakah ada oedem, pucat,
tampak lemah, adanya perlukaan atau adanya kelainan yang didapat
secara objektif

k. Pengkajian Sekunder
1. Pemeriksaan fisik
a) Sistem kardiovaskuler
Tanda : Takikardia, irama ireguler, S3S4 / irama gallop
Hamman’s sign ( bunyi udara beriringan dengan denyut jantung
menandakan udara di mediastinum )
TD : hipertensi / hipotensi
b) Sistem pernapasan
Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru,
keganasan, batuk
Tanda : takipneu, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot
asesori, penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perfusi :
hiperesonan diatas area berisi udara ( pneumothorax ), dullnes di area
berisi cairan ( hemothorax )
c) Sistem integumen
Sianosis, pucat, krepitasi subcutan, mental : cemas, gelisah, bingung,
stupor
d) Sistem musculoskeletal
Edema pada ekstermitas atas dan bawah, kekuatan otot dari 2 – 4
e) Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
f) Sistem gastrointestinal
Adanya mual dan muntah, kadang disertai konstipasi
g) Sistem neurologi
Sakit kepala
h) Sistem urologi
Penurunan haluaran urine
i) Sistem reproduksi
Tidak ada masalah pada reproduksi, tidak ada gangguan pada rahim /
serviks
j) Sistem indera
1. Penglihatan : penglihatan buram, diplopia, dengan atau tanpa
kebutaan tiba – tiba
2. Pendengaran : telinga berdengung
3. Penciuman : tidak ada masalah dalam penciuman
4. Pengecapan : tisak ada masalah dalam pengecapan
5. Peraba : tidak ada masalah dalam peraba, sensasi terhadap panas /
dingin, tajam / tumpul baik
k) Sistem abdomen
Biasanya kondisi disertai atau tanpa demam
l) Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat nafas dalam, dapar
menjalas ke leher, bahu dan abdomen, serangan tiba – tiba saat batuk
Tanda : melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis
m) Keamanan
Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi /
kemoterapi
n) Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : riwayat faktor resiko keluarga dengan tuberkulosis
b. Pemeriksaan diagnostik
1. Hb : < 12
2. Analisa gas darah :
a. pH < 7, 35 atau > 7,45
b. paO2 hipoksemia ringan : PaO2 < 80 mmHg
hipoksemia sedang : PaO2 < 60 mmHg
hipoksemia berat : PaO2 < 40 mmHg
c. pCO2 < 35 atau > 45 mmHg
d. BE < -2 atau > +2
3. Saturasi O2 < 90 %
4. Rongent : terdapat gambaran akumulasi udara / cairan, dapat terlihat
perpindahan letak mediastinum
5. EKG mungkin memperhatikan bukti – bukti regangan jantung disisi
kanan distritmia
l. Diagnosa
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan banyaknya
mucus
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi respirasi
3. Defisit volume cairan berhubungan intake yang kurang

m. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan kriteria intervensi


keperawatan hasil
1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan 1. Monitor ttv
tidak efektif tindakan keperawatan 2. Monitor respirasi
berhubungan selama 3 x 24 jam dan oksigen
dengan banyaknya masalah bersihan jalan 3. Pertahankan jalan
mucus nafas teratasi dengan nafas yang paten
kriteria hasil : 4. Auskultasi adanya
1. Menunjukkan jalan suara nafas
nafas yang paten tambahan
2. Mucus minimal 5. Posisikan pasien
3. Frekuensi untuk
pernafasan dalam memaksimalkan
rentang normal ventilasi
4. Tidak ada suara 6. Lakukan tindakan
nafas abnormal suction
7. Jelaskan pada
pasien dan keluarga
tentang
pemasangan
ventilator
8. Berikan kolaborasi
pemberian
bronkodilator
2 Gangguan Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
pertukaran gas tindakan keperawatan :
selama 3 x 24 jam 1. Kaji bunyi paru,
diharapkan gangguan frekuensi,
pertukaran gas teratasi kedalaman, usaha
dengan kriteria hasil : nafas dan produksi
1. Menunjukkan sputum
pertukaran gas yang 2. Identifikasi
efektif kebutuhan insersi
2. Tidak ada dypsnea jalan nafas
dan sianosis, 3. Monitor TTV,
mampu bernafas adanya sianosis dan
dengan mudah efektifitas
3. Menunjukkan 4. Jelaskan
ventilasi adekuat, penggunaan alat
ekspansi dada bantu yang diapakai
simetris, suara nafas klien: oksigen, alat
bersih penghisap dan alat
4. TTV dalam batas 5. Kolaborasi tim
batas normal medis
5. Menunjukkan Manajemen elektrolit
keseimbangan dan asam asa
elektrolit dan asam 1. Monitor tanda –
basa tanda gagal nafas :
Hasil AGD
abnormal
Hemodinamik regulasi:
1. Monitor status
hemodinamik :
Saturasi oksigen, nadi,
suhu dll
3 Defisit volume Setelah dilakukan 1. Monitor status
cairan berhubungan tindakan keperawatan hidrasi
intake yang kurang selama 3 x 24 jam (kelembaban
diharapkan defisit memran
volume cairan teratasi mukosa, nadi
dengan kriteria hasil : adekuat,
1. Mempertahankan tekanan darah
urine output sesuai ortostatik jka
dengan usia dan BB, diperlukan)
urine normal, HT 2. Monitor hasil
normal lab. Yang
2. Tekanan darah, sesaui dengan
nadi, suhu tuuh retensi cairan
dalam batas normal (BUN,
3. Tidak ada tanda – Osmolalitas
tanda dihidrasi, urine)
elastisitas turgor 3. Monitor vital
kulit aik, membaran sign
mukosa lembab, 4. Monitor
tidak rasa haus masukan
yang berlebihan makanan atau
cairan dan
hitung intake
kalori harian
5. Monitor status
nutrisi
6. Pertahankan
catatan intake
dan output yang
akurat
7. Dorong
keluarga untuk
membantu
pasien makan
8. Kolaborasi
pemberian
cairan IV
9. Kolaborasi
dokter jika
tanda caiaran
berlebih,
munncul
memburuk
DAFTAR PUSTAKA

Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic –


Noc Edisi Revisi Jilid 1 : 2015

Ardiansyah, Muhammad. 2012. Medical Bedah untuk Mahasiswa. Jogjakarta:


DIVA Press.

Chang, Wiliam. Bioetika. Yogyakarta : Kanisius. 2013


Djojodibroto, R. Darmanto. Respirologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2012

Elsevier. 2013. Nursing Interventions Classification. Yogyakarta : Mocomedisa.

Elsevier. 2013. Nursing Outcomes Classification. Yogyakarta : Mocomedisa.

Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:EGC

Mansjoer, A,.Suprohaita, Wardhani WI,.& Setiowulan, (2011). Kapita Selekta


Kedokteran edisi 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai