Anda di halaman 1dari 48

PROPOSAL

PENGARUH PENAMBAHAN ASBUTON LAWELE TERHADAP


KARAKTERISTIK CAMPURAN AC-WC

TRI DIYANI

1621040011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN


JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL DAN
PERENCANAAN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021
I

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahanirrahim....

Puji syukur kepada Allah SWT berkat Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya.

Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Rasullulah Muhammad

SAW, beserta para keluarga dan sahabatnya. Suatu kebahagiaan dan kebanggaan

yang luar biasa bagi penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul

“Pengaruh Penambahan Asbuton Lawele Terhadap Karakteristik Campuran Aspal

AC-WC” proposal skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mengerjakan

skripsi pada program Strata-1 di Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan, Fakultas

Teknik Universitas Negeri Makassar.

Penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak akan dapat selesai dengan baik

tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak yang telah membantu dan

membimbing penulis dalam menempuh pendidikan sampai pada tahap

penyelesaian tugas skripsi ini. Karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih banyak kepada Orang Tua yang selalu memberikan

support,doa dan kesabaran dalam menunggu penulis dalam penyelesaian tugas

skripsi ini, keluarga besar yang selalu memberikan semangat, people boring yang

selalu memberikan bantuan, semangat dan kepercayaan kepada penulis dalam

menyelesaikan tugas akhir ini, tim Uji Bahan PTSP FT UNM yang banyak

membantu penulis dalam penyelesaian penelitian ini, tim ASPAL yang selalu

menyemangati, Saudara-saudara dan Rekan- rekan Mahasiswa angkatan 2016

yang ikut terlibat baik secara aksi maupun secara


II

doa serta seluruh mahasiswa Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan

Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar yang terlibat dalam penyelesaian

penelitian ini, tak lupa juga penulis ucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Makassar; Prof. Dr. H. Husain Syam.TP.,

2. Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar; Dr. H. Muh

Yahya, M.Kes., M.Eng,

3. Drs. Taufiq Natsir, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Teknik

Sipil dan Perencanaan

4. Armiwaty, ST., M.Si selaku sekertaris Jurusan Pendidikan Teknik

Sipil dan Perencanaan

5. Raeni Tenriola, ST., M.Si selaku Ketua Prodi Pendidikan Teknik

Bangunan (S1)

6. Drs. Panennungi T, MT. selaku penasehat akademik sekaligus

pembimbing I

7. Dr. Ir. Muh Junaedy R, ST., MT selaku Pembimbing II

8. Ir. M. Reza Hasrul, ST.,MT sebagai dosen Aspal Jurusan PTSP

9. Bapak Ir. Irman sebagai Kepala Laboratorium PT. Sinar Jaya Abadi

10. Serta seluruh dosen dan karyawan Jurusan Pendidikan Teknik Sipil

dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar

Penulis Menyadari proposal skripsi ini tidak luput dari berbagai

kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharap saran dan kritik yang

bersifat membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan lebih lanjut.

semoga naskah skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya,
III

dan dapat menambah wawasan bagi pembaca, utamanya bagi generasi-generasi

mahasiswa Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Negeri

Makassar dimasa yang akan datang. Akhirnya, semoga budi dan bantuan yang

tulus yang telah disumbangkan menjadi amal dan mendapat imbalan yang

berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Esa.

Aamiin....

Makassar, Desember 2021

Penulis
IV

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................
KATA PENGANTAR......................................................................................I
DAFTAR ISI..................................................................................................IV
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................3
C. Tujuan Penelitian......................................................................................3
D. Batasan Masalah.......................................................................................4
E. Manfaat Penelitian....................................................................................4
BAB II LANDASAN TEORI..........................................................................5

A. Kajian Teori.............................................................................................5
B. Kajian Penelitian Yang Relevan............................................................33

BAB III METODE PENELITIAN...............................................................35

A. Jenis Penelitian......................................................................................35
B. Waktu dan Tempat Penelitian...............................................................35
C. Pelaksanaan Penelitian..........................................................................36
D. Desain Peneltian....................................................................................37
E. Teknik Pengumpulan Data....................................................................39
F. Analisi Data...........................................................................................40
G. Diagram Alir..........................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................43
1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Transportasi darat atau jalan raya mempunyai peranan dan fungsi sangat

strategis bagi pengembangan kegiatan perekonomian masyarakat dan

pertumbuhan pembangunan secara luas. Jalan beraspal di Indonesia memerlukan

pemeliharaan atau rehabilitasi untuk mengatasi kerusakan yang berupa keausan,

retak, bergelombang serta kerusakan lainnya secara konvensional. Kebutuhan

bahan baku perkerasan jalan semakin lama semakin meningkat, hal ini salah

satunya disebabkan karena adanya tingkat pertumbuhan sarana jalan setiap

tahunnya. Peningkatan kebutuhan bahan baku perkerasan jalan ini berbanding

terbalik dengan keterbatasan sumber daya alam dan kenaikan harga minyak bumi

yang semakin tinggi, Salah satu usaha yang dilakukan untuk mengatasi

peningkatan kebutuhan bahan baku perkerasan adalah dengan mencari sebuah

solusi tersendiri yang menuntut dikembangkannya alternatif-alternatif baru guna

memenuhi keterbatasan tersebut, dimana alternatif yang ada nantinya dapat

memberikan solusi, baik dari segi ketersediaan bahan baku maupun penerapan

teknologi yang digunakan.

Pulau Buton (Sulawesi Tenggara) memiliki aspal alam yang terkenal dengan

sebutan Asbuton yang merupakan daerah deposit aspal alam yaitu sekitar 650 juta

ton dengan sebaran deposit terletak antara teluk Sampolawa dan teluk Lawele

(Departemen Pekerjaan Umum dirilis tahun 2007). Asbuton atau Aspal Buton ini

pada umumnya berbentuk padat yang terbentuk secara alami akibat proses

geologi.
2

Aspal ini merupakan campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya

dalam bentuk batuan.

Jenis-jenis asbuton yang telah diproduksi, baik secara fabrikasi maupun

secara manual pada tahun-tahun belakangan ini adalah Asbuton butir atau mastic

Asbuton. Aspal Buton dapat digunakan secara langsung pada pembuatan pelapis

jalan. Sejalan dengan kenaikan harga minyak dunia yang sangat tinggi,

memberikan peluang untuk memanfaatkan aspal untuk diolah menghasilkan

minyak. Sehingga potensi nilai tambah yang dihasilkan dapat lebih optimal

dibandingkan untuk penggunaan langsung.

Perkerasan lentur umumnya menggunakan aspal minyak sebagai perekatnya

dan beberapa bahan tambah untuk meningkatkan kinerja campurannya. Asbuton

dapat dijadikan suatu bahan tambah yang dapat mengurangi kebutuhan aspal

minyak dalam suatu campuran dan sekaligus dapat meningkatkan performa

campuran sehingga tidak dibutuhkan lagi penambahan zat additif dan sebagainya.

Pertimbangannya adalah keberadaan serta harga aspal minyak selalu cenderung

meningkat seiring dengan fluktuasi harga minyak bumi dunia yang meningkat.

Asbuton butir telah digunakan di beberapa lokasi meski belum optimal

pemanfaatannya. Penggunaan Asbuton butir sebagai filler dianggap dapat

mengoptimasi kinerja campuran aspal karena merupakan salah satu produk olahan

Asbuton yang mengandung bahan aromatik dan resin tinggi sehingga dapat

meningkatkan daya lekat (anti stripping) serta meningkatkan kelenturan campuran

yang berfungsi untuk meningkatkan kekakuan dengan batas fleksibilitas yang

cukup untuk menahan beban lalu lintas tanpa mengalami kerusakan di luar

rencana.
3

Penelitian ini memanfatkan Asbuton sebagai bahan subtitusi aspal minyak

dalam pencampuran bitumen, hal tersebut dipengaruhi akibat Asbuton merupakan

jenis aspal alam yang jumlahnya melimpah. Oleh sebab itu, untuk mencapai hasil

yang diharapkan perlu dilakukan studi tentang pengujian Aspal buton dengan

judul “Pengaruh Penambahan Asbuton Lawele Terhadap Karakteristik

Campuran Aspal AC-WC”.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas yaitu sebagai

berikut :

1. Bagaimana pengaruh penambahan Asbuton Lawele terhadap karakteristik

campuran aspal AC-WC

2. Bagaimana cara mendesain campuran Aspal AC-WC dengan Aspal Buton

Lawele

3. Bagaimana karakterisik campuran AC-WC dengan menggunakan Aspal Buton

Lawele berdasarkan parameter sifat-sifat Marshall Test yaitu VIM, VMA,

VFA, dan berat jenis campuran.

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan Asbuton Lawele terhadap

karakteristik campuran aspal AC-WC

2. Untuk mengetahui cara mendesain campuran Aspal AC-WC dengan Aspal

Buton Lawele
4

3. Untuk mengetahui karakteristik campuran AC-WC dengan menggunakan

Aspal Buton Lawele berdasarkan parameter sifat-sifat Mharshall Test yaitu

VIM, VMA, VFA, dan berat jenis campuran.

D. Batasan Masalah

Pada penelitian ini penulis membatasi masalah pada:

1. Dalam pengujian untuk KAO dengan variasi perkiraan kadar aspal optimum,

yaitu : 0%, 7%, 8%, 9%, dan 10%

2. Pengujian penelitian yang dilakukan mengacu pada SNI.

3. Metode yang dilakukan dalam penelitian untuk campuran AC-WC adalah

metode pengujian Marshall.

4. Aspal yang digunakan adalah aspal dengan penetrasi 60/70

E. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini dihaarapkan memberikan manfaat anatar lain :

1. Penelitian ini memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh

penambahan Asbuto Lawele terhdap karkteristik campuran aspal AC-WC.

2. Hasil penlitian ini menjadi salah satu masukan bagi kalangan akademis

maupun praktisi dalam melakukan penelitian menegnai pencampuran Asbuto

Lawele terhadap lapisan aspal.

3. Sebagai referensi dan bahan bagi Mahasiswa Penelitian Teknik Sipil dan

Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar.


5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Material Aspal

1. Pengertian Aspal

Aspal adalah material berwarna hitam, aspal sering juga disebut bitumen

yang merupakan bahan pengikat pada campuran beraspal yang dimanfaat sebagai

lapisan perkeasan lentur. Aspal berasal dari alam atau dari pengolahan minyak

bumi. Aspal atau bitumen adalah suatu cairan kental yang merupakan senyawa

hidrokarbon dengan sedikit mengandung sulfur, oksigen, dan klor. Aspal sebagai

bahan pengikat dalam perkerasan lentur mempunyai sifat viskoelastis. Contoh

gambar material aspal dan penggunaannya dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Materia aspal bitumen sebagai bahan pengikat


untuk campuran perkerasan jalan

Sebelum abad ke-20, istilah asphaltum juga digunakan. Kata ini berasal

dari bahasa Yunani Kuno asphaltos. Danau Pitch adalah deposit alami aspal

terbesar di dunia, diperkirakan mengandung 10 juta ton. Terletak di La Brea di

barat daya Trinidad, di dalam Perusahaan Regional Siparia.Penggunaan utama

(70%) aspal
6

adalah dalam konstruksi jalan, di mana ia digunakan sebagai perekat atau pengikat

yang dicampur dengan partikel agregat untuk membuat beton aspal. Kegunaan

utama lainnya adalah untuk produk anti air bitumen, termasuk produksi kain felt

dan untuk menyegel atap datar.

Adapun definisi aspal menurut para ahli, antara lain:

a) Cambridge Dictionary, Pengertian aspal adalah zat hitam dan lengket yang

seringkali dicampur dengan batu kecil atau pasir, yang membentuk permukaan

yang kuat bila menjadi keras.

b) Collins Dictionary, Aspal adalah zat hitam yang digunakan untuk membuat

permukaan benda seperti jalan dan taman bermain.

c) Merriam Webster, Definisi aspal adalah zat bitumen gelap yang ditemukan di

lapisan alami dan juga diperoleh sebagai residu dalam penyulingan minyak

bumi dan terutama terdiri dari hidrokarbon.

2. Sifat-sifat Fisik Aspal

Terdapat beberapa kualitas yang harus dimiliki oleh aspal untuk menjamin

kinerja campuran yang memuaskan yaitu rheologi aspal, sifat kohesif, sifat adhesi

dan sifat durability.

a. Rheology merupakan ilmu yang mempelajari deformasi perubahan bentuk dan

aliran massa. Aspal memiliki dua sifat rheology penting yaitu thermoplastic

dan visco-elastic. Thermoplatic berarti kekentalan aspal turun bersamaan

dengan meningkatnya panas dan sebaliknya meningkat seiring dengan

menurunnya suhu. Visco-elastic berarti ketika gaya bekerja/diaplikasikan

struktur aspal
7

mengalami distorsi sebagai mana aliran. Distorsi adalah pergerakan yang dapat

kembali/membaik lagi dan dijelaskan sebagai tingkah laku elastis.

b. Kohesi adalah kemampuan untuk mempertahankan ikatan antara sesama

bentuk/senyawa (aspal). Kemampuan daya kohesi suatu aspal dengan tingkat

penetrasi tertentu diukur dengan alat uji daktilitas pada temperatur rendah

(suhu ruang).

c. Adhesi adalah kemampuan untuk mempertahankan ikatan antar bentuk

/senyawa dengan senyawa lainnya (aspal dengan agregat). Kemampuan daya

adhesi aspal didekati dengan Marshall Retained Strength Index.

d. Durabilitas adalah kemampuan untuk mempertahankan secara baik kualitas

rheology, kohesi dan adhesi dari aspal. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat

durabilitas aspal adalah Oxidative hardening, Evavorative hardening dan

Exudative hardening (Shell Bitumen Handbook, 1990). Dalam penggunaan

aspal yang didasarkan kepada kondisi temperatur, terdapat prinsip dasar yang

diterangkan oleh Krebs dan Walker, 1971 dalam hal pemilihan jenis aspal

yaitu, aspal dengan penetrasi rendah sebaiknya digunakan untuk daerah yang

beriklim panas demi menghindari pelunakan (softening) ataupun bleeding pada

musim panas dan aspal dengan penetrasi tinggi dapat digunakan pada daerah

beriklim dingin demi mencegah aspal menjadi lebih kaku dan pudah pecah

(brittle) pada musim dingin.

3. Fungsi Aspal

Adapun fungsi atau kegunaan aspal adalah


8

a. Berfungsi untuk mengikat agregat halus dan baru-batuan agar tidak terlepas

dari permukaan jalan, baik disebabkan oleh beban lalu lintas maupun genangan

air.

b. Aspal berfungsi sebagai bahar pelapis jalan dan, bahan pengikat agregat.

c. Aspal berfungsi sebagai bahan pengisi ruang kosong yang terdapat di antara

susunan agregat kasar, halus dan folder.

Penggunaan aspal memang sangat menentukan kualitas dari proyek jalan.

Selain dari material aspal, kualitas jalan juga sangat tergantung Metode

pelaksanaan seperti cara pemadatan aspal.

4. Jenis-jenis Material Aspal

a. Aspal Alam

Aspal alam adalah aspal yang berasal langsung dari alam tanpa melewati

serangkaian proses pengolahan yang rumit. Aspal alam yang bersifat plastis bisa

ditemukan di Danau Pitch, Republik Trinidad. Sedangkan aspal yang memiliki

wujud aspal murni berada di sekitar Perairan Segitiga Bermuda. Aspal alam di

Indonesia berbentuk batuan atau tanah, banyak diperoleh dari Pulau Buton,

Sulawesi Tenggara. Berbeda dengan yang di Segitiga Bermuda yang mengandung

aspal murni, kandungan aspal yang terdapat di Pulau Buton dan Danau Pitch tidak

murni dan tercampur dengan mineral yang lain.

b. Aspal Buatan

Aspal buatan adalah aspal yang terbuat dari minyak bumi yang diproses

dengan metode tertentu yang relatif rumit. proses pembuatan aspal biasa
9

dilaksanakan di satu industri khusus pembuatan aspal. Produk aspal buatan untuk

perkerasan jalan biasanya digunakan dalam bentuk sebagai berikut::

1) Aspal keras adalah aspal yang mempunyai tingkat kekerasan yang tinggi.

Penetrasi dari aspal keras berkisar antara 60-80. Aspal keras ini biasanya

digunakan untuk campuran hotmix perkerasan jalan aspal.

2) Aspal cair adalah aspal yang berbentuk cair. Aspal cair ini juga berfungsi

sebagai bahan perkerasan jalan meliputi lapis resap pengikat (primecoat)

dengan aspal tipe MC-30, MC-70 atau MC-250. Selain itu juga digunakan

untuk lapis pengikat ( tack coat) dengan tipe RC-70 atau RC-250.

3) Aspal emulsi adalah aspal yang berbentuk keras yang didispersikan ke dalam

air atau aspal cair yang dikeraskan memakai bahan pengemulsi. Hasil dari

proses tersebut adalah mengandung muatan listrik positik (kationik), listrik

negatif (anionik), serta tidak bermuatan listrik (nonionik). Kelebihan aspal

emulsi dari aspal yang lain adalah mudah digunakan, memiliki daya ikat yang

baik dan tahan terhadap cuaca.

Jenis aspal yang digunakan sangat tergantung dari kondisi dan kebutuhan

proyek. Penggunaan aspal harus sesuai dengan prosedur agar tidak menimbulkan

retak-retak rambut pada jalan aspal.

5. Jenis-jenis Perkerasan Jalan

Pengertian perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang terletak diatas tanah

dasar yang telah mendapatkan pemadatan, yang berfungsi untuk memikul beban

lalu lintas kemudian menyebarkan beban, baik kearah horisontal maupun vertikal
1

dan akhirnya meneruskan beban ketanah dasar (Subgrade) sehingga beban pada

tanah dasar tidak melampaui daya dukung tanah yang diijinkan.

Gambar 2.3 Jenis perkerasan jalan


Lapis perkerasan suatu jalan terdiri dari satu ataupun beberapa lapis

material batuan dan bahan ikat. Bahan batuan dapat terdiri dari berbagai fraksi

batuan yang direncanakan sedemikian sehingga memenuhi persyaratan yang

dituntut.

a. Perkerasan lentur, yang dimaksud dengan perkerasan lentur atau flexible

pavement adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran

beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan di

bawahnya. Sehingga lapisan perkerasan tersebut mempunyai

flexibilitas/kelenturan yang dapat menciptakan kenyaman kendaraan dalam

melintas diatasnya. Umumnya perkerasan lentur terdiri dari tiga lapisan utama,
1

yaitu lapis permukaan (surface course), lapis pondasi (base course) dan lapis

pondasi bawah (subbase course).

b. Perkerasan kaku, perkerasan jalan beton semen atau secara umum disebut

perkerasan kaku, terdiri atas plat (slab) beton semen sebagai lapis pondasi dan

lapis pondasi bawah (bisa juga tidak ada) di atas tanah dasar. Dalam konstruksi

perkerasan kaku, plat beton sering disebut sebagai lapis pondasi karena

dimungkinkan masih adanya lapisan aspal beton di atasnya yang berfungsi

sebagai lapis permukaan. Perkerasan beton yang kaku dan memiliki modulus

elastisitas yang tinggi, akan mendistribusikan beban ke bidang tanah dasar yang

cukup luas sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan

diperoleh dari plat beton sendiri. Hal ini berbeda dengan perkerasan lentur

dimana kekuatan perkerasan diperoleh dari tebal lapis pondasi bawah, lapis

pondasi dan lapis permukaan. Karena yang paling penting adalah mengetahui

kapasitas struktur yang menanggung beban, maka faktor yang paling

diperhatikan dalam perencanaan tebal perkerasan beton semen adalah kekuatan

beton itu sendiri.

c. Perkerasan komposit merupakan gabungan konstruksi perkerasan kaku (rigid

pavement) dan lapisan perkerasan lentur (flexible pavement) di atasnya, dimana

kedua jenis perkerasan ini bekerja sama dalam memilkul beban lalu lintas.

Untuk ini maka perlu ada persyaratan ketebalan perkerasan aspal agar

mempunyai kekakuan yang cukup serta dapat mencegah retak refleksi dari

perkerasan beton di bawahnya.


1

6. Lapis Konstruksi Perkerasan Lentur

Menurut Bina Marga (2007), Aspal beton merupakan campuran yang

homogen antara agregat (agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi atau

filler) dan aspal sebagai bahan pengikat yang mempunyai gradasi tertentu,

dicampur, dihamparkan dan dipadatkan pada suhu tertentu untuk menerima beban

lalu lintas yang tinggi. Aspal beton (Asphalt Concrete) di Indonesia dikenal

dengan Laston (Lapisan Aspal Beton) yaitu lapis permukaan struktural atau lapis

pondasi atas. Aspal beton terdiri atas 3 (tiga) macam lapisan, yaitu Laston Lapis

Aus ( Asphalt Concrete- Wearing Course atau AC-WC), Laston Lapis

Permukaan Antara ( Asphalt Concrete- Base Course atau AC-BC) dan Laston

Lapis Pondasi Bawah ( Subbase course). Ketebalan nominal minimum masing-

masing 4 Cm, 5 Cm, dan 6 Cm.

a. Lapisan AC-WC

Asphalt Concrete -Wearing Course merupakan lapisan perkerasan yang

terletak paling atas dan berfungsi sebagai lapisan aus. Walaupun bersifat non

struktural, AC-WC dapat menambah daya tahan perkerasan terhadap penurunan

mutu sehingga secara keseluruhan menambah masa pelayanan dari konstruksi

perkerasan. Laston sebagai lapis aus (Wearing Course) adalah lapisan perkerasan

yang berhubungan langsung dengan ban kendaraan, merupakan lapisan yang

kedap air, tahan terhadap cuaca, dan mempunyai kekesatan yang disyaratkan

dengan tebal nominal minimum 4 cm. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk

menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya kelapisan dibawahnya berupa

muatan kendaraan (gaya vertikal), gaya rem (Horizontal) dan pukulan Roda
1

kendaraan (getaran). Karena sifat penyebaran beban, maka beban yang diterima

oleh masing–masing lapisan berbeda dan semakin kebawah semakin besar.

Lapisan yang paling atas disebut lapisan permukaan dimana lapisan permukaan ini

harus mampu menerima seluruh jenis beban yang bekerja.

Lapisan permukaan merupakan lapisan yang terletak paling atas yang

bersentuhan langsung dengan beban roda kendaraan. Lapisan permukaan

berfungsi sebagai :

1) Lapisan perkerasan penahan beban roda yang mempunyai stabilitas tinggi

untuk menahan roda selama masa pelayanan.

2) Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke

lapisan bawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut.

3) Lapis aus (wearing course), lapisan ulang yang langsung menderita gesekan

akibat roda kendaraan.

4) Lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah sehingga dapat dipikul

oleh lapisan lain dengan daya dukung yang lebih jelek.

b. Lapisan AC-BC

Lapisan perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi bawah dan lapis

permukaan dinamakan lapis pondasi atas (Base Course). (Silvia Sukirman, 1999).

Fungsi lapisan pondasi atas antara ini, antara lain sebagai berikut :

1) Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan

menyebarkan beban lapisan di bawahnya.

2) Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.


1

3) Bantalan terhadap lapisan permukaan.

4) Bahan-bahan alam seperti : batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen dan

kapur dapat digunakan sebagai lapis pondasi atas.

c. Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course)

Lapisan pondasi bawah merupakan lapis permukaan yang terletak antara

lapis pondasi atas dan tanah dasar (Sukirman, 1999). Lapisan pondasi bawah ini

berfungsi sebagai :

1) Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah

dasar. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR 20% dan Plastisitas

Indeks (IP) ≤ 10%.

2) Efisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatif murah

dibandingkan dengan lapisan perkerasan di atasnya.

3) Mengurangi tebal lapisan di atasnya yang lebih mahal.

4) Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.

5) Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar.

6) Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis

pondasi atas. Bahan untuk lapis ini diambil dari bahan yang tidak memenuhi

syarat apabila digunakan sebagai lapis pondasi (Sukirman, 1999).

7. Spesifikasi Gradasi Lapis AC-WC

Gradasi agregat gabungan untuk campuran beraspal, ditunujukan dalam

persen terhadap berat agregat dan bahan pengisi, harus memenuhi batas-batas

yang deiberikan. Untuk memperolah gradasi HRS-WC atau HRS-Base yang

senjang,
1

maka paling sedikit 80% agregat lolos ayakan No.8, harus lolos ayakan No.30.

Bilmana garadasi yang diperoleh tidak memenuhi kesenjangan yang disyaratkan

tabel dibawah ini, pengerjaan dapat memenuhi gradasi tersebut asalkan sifat-sifat

campurannya memenuhi ketentuan yang disyaratkan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Amplop Gradasi Agregat Gabungan Untuk Campuran Beraspal

% Berat yang lolos terhadap total agregat


Ukuran Ayakan Stone matrix asphalt Lataston Laston
(SMA) (HRS) (AC)
ASTM (mm) Tipis Halus Kasar WC Base WC BC Base
1½” 37,5 100
1” 25 100 100 90-100
¾” 19 100 90-100 50-88 100 100 90-100 76-90
½” 12,5 100 90-100 50-88 90-100 90-100 90-100 75-90 60-78
⅜” 9,5 70-95 50-80 25-60 75-85 65-90 77-90 66-82 52-71
No.4 4,75 30-50 20-35 20-28 53-69 46-64 35-54
No.8 2,36 20-30 16-24 16-24 50-72 35-55 33-53 30-49 23-41
No.16 1,18 14-21 21-40 18-38 13-30
No.30 0,600 12-18 35-60 15-35 14-30 12-28 10-22
No.50 0,300 10-15 9-22 7-20 6-15
No.100 0,150 6-15 5-13 4-10
No.200 0,075 8-12 8-11 8-11 6-10 2-9 4-9 4-8 3-7

8. Pengertian Agregat untuk Aspal

Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau

mineral lainnya berupa hasil alam atau buatan (Departemen Pekerjaan Umum –

Direktorat Jendral Bina Marga. 1998). Menurut spesifikasi Bina Marga untuk

pekerjaan campuran beraspal panas, persyaratan bahan agregat secara umum yang

harus dipenuhi adalah sebagai berikut :

a. Penyerapan air oleh agregat maksimum 3 %.


1

b. Berat jenis (bulk specific gravity) agregat kasar dan halus minimum 2,5 mm

dan perbedaannya tidak boleh lebih dari 0,2 mm.

9. Agregat

Secara umum agregat yang digunakan dalam campuran beraspal dibagi

atas 2 (dua) fraksi, yaitu :

a. Agregat Kasar

Agregat kasar adalah material yang tertahan pada saringan no.8 (2,36 mm).

Agregat kasar untuk campuran aspal harus terdiri dari batu pecah yang bersih,

kuat, kering, awet, bersudut, bebas dari kotoran lempung dan material asing

lainnya serta mempunyai permukaan tekstur yang kasardan tidak bulat agar dapat

dapat memberikan sifat interlocking yang baik yang baik dengan material yang

lain. Tingginya kandungan agregat kasar membuat lapis perkerasan lebih

permeabel. Hal ini menyebabkan rongga udara meningkat dan menurunnya daya

lekat bitumen, maka terjadi pengelupasan aspal dari batua

b. Agregat Halus

Agregat halus pasir alam merupakan hasil desintegrasi alami batuan atau

pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu. Agregat halus adalah material

yang lolos saringan no.8 (2,36 mm). Agregat dapat menigkatkan stabilitas

campuran dengan penguncian antara butiran. Selain itu agregat halus juga mengisi

ruang antara butir Bahan ini dapat terdiri dari butir-butiran batu pecah atau pasir

alam atau campuran dari keduanya. Agregat halus pada umumnya harus

memenuhi
1

persyaratan yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang ada, seperti tertera

pada Tabel 2.2. dan Tabel 2.3.

Tabel 2.2. Spesifikasi Gradasi Agregat Kasar


Ukuran Saringan
Persentase Lolos
Inch mm
¾ 19 100
½ 12,5 30 – 100
3/8 8,5 0 – 55
No. 4 4,7 0 – 100
No.8 2,36 0–1
Sumber : Petunjuk Teknik No. 023/T/BT/1999

Tabel 2.3. Spesifikasi Gradasi Agregat Halus


Ukuran Saringan
Persentase Lolos
Inch Mm
3/8 9,5 100
No.4 4,75 90 – 100
No.8 2,36 8 – 100
No.30 0,06 25 – 100
No.200 0,075 3 – 11
Sumber : Petunjuk Teknik No. 023/T/BT/1999

10. Persyaratan Sifat Agregat

Menurut sukirman (1999) agregat merupakan komponen utama dari

struktur perkerasan jalan, yaitu 90%-95% agregat berdasarkan presentase berat,

atau 75%- 85% agregat berdasarkan presentase volume. Sifat agregat yang

menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan jalan adalah gradasi,

kebrsihan, kekerasn
1

ketahanan agregat, bentuk butir, tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk

menyerap air, berat jenis dan daya pelekatan dengan aspal.

Sifat-sifat agregat harus ditentukan dengan hati-hati, karena jika terjadi

kesalahan dalam hasilnya akan memepngaruhi keseluruhan proses rencana, dan

sifat-sifat tersebut sebagai berikut:

a. Ukuran butiran maksimum dan grdasi, Seluruh lapisan perkerasan dengan aspal

panas membutuhkan butiran ageragt dengan ukuran tertentu dan tiap-tiap

ukutan butiran nya dalam proporsi yang tepat.

b. Kebersihan, agregat harus dibersihkan dari zat organic, lempung dan lainnya

sebelum digunakan dalam campuran aspal. Apabila tidak dilakukan

pembersihan makai katan antara agregat dan aspal akan berkurang yang

mengakibatkan lepasnya ikatana antara aspal dan agregat.

c. Kekuatan dan kekerasan, agregat harus tahan terhadap abrasi dan degradasi

selama proses pengmabilan, pengangkutan, pemadatan lapis perkerasan, dan

selama masa layan perkerasan dengan beban lalu lintas. Karena lapisan bagian

paling atas akan menerma tekanan penuh dan langsung measakan beban maka

perkersannya harus lebih kuat daripada agregat pada lapisan bawah.

d. Keawetan, agregat harus cukup dan tahan lama sehigga tidak mudah

mengalami disintregasi akibat pengaruh cuaca.

e. Porositas, porositas atau ruang pori merupakan kemampuan volume seluruh

pori untuk dialiri air. Agregat dengan porositas tinggi akan memepengaruhi

benyaknya jumlah aspal yang terserap kedalam agregat.


1

f. Berat jenis, karakterisitik ini sanagt penting dalam menghasilkan suatu

campuran perkerasan karena agregat dan aspal dalam campuran menggunakan

perbandingan berat. Agregat dengan jenis yang kecil mempunyai volume yang

besar sihingga dengan berat yang sama membutuhkan jumlah aspal yang lebih

banyak.

11. Aspal Buton Lawele (Asbuton Lawele)

Aspal Buton adalah aspal alam yang terdapat di Pulau Buton, Sulawesi

Tenggara yang selanjutnya dikenal dengan istilah Asbuton. Asbuton atau Aspal

batu Buton ini berbentuk padat bercampur dengan mineral-mineral lain dari tanah

dan batuan secara alami akibat proses geologi. Proses terbentuknya Asbuton

berasal dari minyak bumi yang terdorong muncul ke permukaan menyusup di

antara batuan yang porous (lengkapi gambar). Jenis-jenis Asbuton yang telah

diproduksi, baik secara fabrikasi maupun secara manual pada tahun-tahun

belakangan ini adalah Asbuton butir atau mastic Asbuton, Aspal yang

dimodifikasi dengan Asbuton dan Bitumen Asbuton hasil ekstraksi yang

dimodifikasi.

Asbuton Lawele, batuan induknya adalah batuan Silika, dimana aspalnya

tidak meresap tetapi menempel di batuan sebanyak 20-35%, sehingga lebih mudah

diaktifkan (tidak perlu pemeraman seperti pada proses pengaktifan aspal di aspal

Kabungka). Kesulitan penanganan Asbuton Lawele justru terletak pada

kelengketannya yang terlalu tinggi (bergumpal-gumpal) sehingga susah untuk

ditakar menurut jumlah yang dibutuhkan. Lawele Granular Aspal (LGA) adalah

salah satu jenis produk dari Asbuton Lawele Granular, LGA digunakan sebagai
2

Asphalt Additive untuk memperbaiki karateristik / sifat-sifat campuran beraspal

dan dapat digunakan sebagai substitusi untuk mengurangi pemakaian aspal

minyak dalam Campuran Panas (Hotmix), Campuran Dingin (Coldmix) dan

Lapen Macadam (LPMAL).

Gambar 2.2 Material Asbuton Lawele

Pemanfaatan Asbuton Lawele Granular dalam campuran beraspal

memanfaatkan kandungan bitumen yang tinggi pada Asbuton Lawele dengan

sifat- sifat yang sangat baik sebagai additive maupun substitusi untuk mengurangi

pemakaian aspal minyak dalam campuran beraspal. Asbuton Lawele perlu

dikondisikan terlebih dahulu agar dapat digunakan sebagai additive maupun

substitusi aspal minyak dalam campuran beraspal.

a. Sifat sifat bitumen Asbuton Lawele

1) Kuat, kokoh dan keras (asphaltene tinggi)

2) Lengket dan lentur/fleksible (maltene/resin tinggi

3) Tahan terhadap perubahan temperatur (softening point cukup tinggi)

4) Tahan terhadap perubahan bentuk/deformasi


2

5) Awet/durability tinggi sehingga umur pelayanan lebih lama

6) Aspal alam tidak melalui proses destilasi, masih banyak mengandung

asphalten, resin dan minyak alami yang memelihara sifat lengket, stabilitas

tinggi (kita), taha air, lentur dan awet (durability tinggi)

7) Punya titik lembek tingi sangat sesusai bila dicampur dengan aspal minyak

untuk meningkatkan ketahanan terhadap panas permukaan jalan

8) Hamper tanpa kandungan paraffin, sehingga bila dicampurkan aspal minyak

yang parafing akan mengurangi j8umlah paraffin dalam campuran (aspal akan

lebih lengket)

9) Punya kandungan filler alami yang tercampur rata sehingga memebentuk

mastic aspal alam yang sangat stabil

10) Penggunaan asbuton Lawele granular asphalt dalam campuran dapat

meningkatkan nilai kekerasan dan stabilitas dinamis dari konstruksi jalan.

b. Keuggulan aspal buton Lawele

1) Bermutu, mudah didapat, harga murah

2) Hemat karena harga lebih murah dari aspal minyak

3) Kadar air rendah (<5%)

4) Kadar aspal tinggi (25-30%)

5) Penetrasi setara aspal minyak (60-70)

6) Nilai Daktilias setara dengan aspal minyak (min 100 cm)

7) Mempunyai kandungan filler alami

8) Meningkatkan keawetan permukaan jalan

9) Meningkatkan kelengketan aspal


2

10) Meningkatkan ketahanan terhadap kikisan air

11) Meningkatkan ketahanan terhadap panas permukaan jalan

12) Meningkatkan ketahanan terhadap paparan sinar ultra violet

13) Meningkatkan ketahanan terhadap beban berulang

14) Meningkatkan nilai stabilitas marshall dan nilai stabilitas sisa

15) Meningkatkan nilai stabilitas dinamis pada campuran beraspal

c. Kelemahan Asbuton

Kurangnya pemanfaatan Asbuton disebabkan pula karena Asbuton memiliki

kelemahan seperti mineral yang tidak homogen, dan mudag pecah akibat

rendahnya penetrasi dan daktalitas dari Asbuton. Meskipun telah melewati proses

fabrikasi, Asbuton juga masih memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut:

1) Inkonsistensi kualitas produksi Asbuton yang berupa kandungan bitumen,

penetrasi bitumen, kadar air Asbuton

2) Belum terjaminnya ketersediaan Asbuton pada pelaksanaan lapangan

3) Biaya transportasi pengiriman ke penggunaan yanag relative mahal

4) Ketidaksesuain kemampuan pasokan oleh pabrik pengolahan Asbuton dengan

kebutuhan proyek penggunaan yang ditunjang oleh kebijakan Ditjen Bina

Marga

5) Pola kerja sama anatar produsen dan konsumen yang belum menemukan titik

harmonis.

d. Spesifikasi Lawele Granular Asphalt

Bentuk = Granular

Granular size = <3/8”


2

Kadar aspal = 25% 35%

Kadar air = Max 5%

e. Fungsi asbuton Lawele granular dalam campuran beraspal

1) Sebagai additive untuk memeperbaiki karakteristik/sifat campuran beraspal

2) Sebagai subtitusi untuk mengurangi pemakaian aspal minyak dalam capuran

3) Tingkat substitusi asbuton Lawele terhadap aspal minyak:

 Lapen macadam (LPMAL) 100%

 RMA 70-80%

 Campuran panas 50-70%

12. Tes standar bahan aspal

Aspal merupakan hasil produksi dari bahan-bahan alam, sehingga sifat-

sifat aspal harus selalu diperiksa di laboratorium dan aspal yang memenuhi syarat-

syarat yang telah ditetapkan dapat digunakan sebagai bahan bahan pengikat

perkerasan lentur.

a. Penetrasi

Penetrasi adalah masuknya jarum penetrasi ukuran tertentu, beban tertentu

dan waktu tertentu kedalam aspal pada suhu tertentu. Pengujian penetrasi

dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kekerasan aspal. Berdasarkan nilai

penetrasinya, semen aspal dibagi menjadi lima kelompok jenis aspal, yaitu aspal

40-50, aspal 60-70, aspal 80-100, aspal 120-150, dan aspal 200-300. Di indonesia,
2

aspal yang umum digunakan untuk perkerasan jalan adalah aspal pen 60/70 dan

aspal pen 80/100.

b. Titik Lembek

Titik lembek adalah suhu dimana suatu lapisan aspal dalam cincin yang

diletakkan horisontal didalam larutan air atau gliserin yang dipanaskan secara

teratur menjadi lembek karena beban bola baja. Tujuan dari pengujian ini adalah

untuk menentukan suhu/angka titik lembek aspal yang berkisar antara 30℃ sampai

200℃ dengan cara ring dan ball. Hasil pengujian ini selanjutnya dapat digunakan

untuk menentukan kepekaan aspal terhadap suhu. Adapun hasil yang dilaporkan

adalah temperatur setiap bola menyentuh pela dasar.

c. Titik Nyala

Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat kurang dari 5

detik pada suatu titik diatas permukaan aspal. Tujuan dari pengujian titik nyala

aspal adalah untuk menentukan batas temperatur tertinggi dimana aspal mulai

menyala sehingga menjaga keselamatan agar pada waktu pemanasan aspal tidak

mudah terjadi kebakaran.

d. Daktilitas

Daktilitas aspal adalah nilai keelastisitasan aspal, yang diukur dari jarak

terpanjang, apabila diantara dua cetakan berisi bitumen keras yang ditarik sebelum

putus pada suhu 25oC dan dengan kecepatan 50 mm/menit (SNI 06-2432-1991).

Jarak minimal benang aspal hasil tarikan adalah minimal 100 cm.

Maksud pengujian ini adalah untuk mengukur jarak terpanjang yang


2

dapat ditarik antara 2 cetakan yang berisi aspal keras sebelum putus pada

temperatur dan kecepatan tarik tertentu. Pengujian ini juga dilakukan untuk

mengetahui bahan aspal mengandung bahan lain yang tidak menyatu dengan

aspal, karena bila ada bahan asing yang lain maka benang aspal hasil tarikan

mesin tidak akan mencapai panjang 100 cm. Pendapat lain mengatakan bahwa tes

dakilitas dimaksudkan untuk melihat kekuatan kohesi aspal, bila tarikan tidak

mencapai 100 cm maka dikhawatirkan bahan tidak punya kelenturan cukup dan

akan cenderung putus dan retak.

e. Berat Jenis Aspal

Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat jenis aspal padat dan

berat air suling dengan isi yang sama pada suhu 25oC atau 15,6oC. Pengujian ini

ditujukan untuk memperoleh nilai berat jenis aspal keras denga menggunakan

rumus berat jenis hasil pengujian. Batasan minimal yang dicantumkan dalam

Spesifikasi ini mensyaratkan berat jenis diatas 1,0 gram/cc, kalau terlalu ringan

berarti bahan aspal tersebut kekurangan asphaltene dan terlalu banyak minyak

ringan yang mudah menguap dan kehilangan daya lengketnya.

13. Pemeriksaan dengan Metode Marshall

Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat

pemeriksaan Marshall. Pemeriksaan ini pertama kali diperkenalkan oleh Bruce

Marshall, selanjutnya dikembangkan oleh U.S. Corps of Engginer. Pemeriksaan

dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis

(flow) dari campuran aspal dan agregat. Kelelehan plastis adalah keadaan
2

perubahan bentuk suatu campuran yang terjadi akibat suatu beban sampai batas

runtuh yang dinyatakan dalam mm atau 0,01. ( Silvi a Sukirman, 1999).

Alat marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving

ring (cincing penguji) yang berkapasitas 2500 kg atau 5000 pon. Proving ring

dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas

campuran. Di samping itu terdapat arloji kelelehan (flow meter) untuk mengukur

kelelehan plastis (flow).

Benda uji berbentuk silinder dengan diameter 10 cm dan tinggi 7,5 cm

dipersiakan di laboratorium, dalam cetakan benda uji dengan menggunakan

hammer ( penumbuk) dengan berat 10 pon ( 4,536 kg ) dan tinggi jatuh inch (45,7

cm), dibebani dengan kecepatan tetap 50 mm/menit.

Karakteristik campuran aspal dapat diukur dari sifat-sifatMarshall yang

ditunjukkan pada nilai-nilai sebagai berikut :

a. Stabilitas (stability)

Stabilitas adalah beban yang dapat ditahan campuran beton aspal sampai

terjadi kelelahan plastis atau dengan arti lain yaitu kemampuan lapis keras untuk

menahan deformasi akibat beban lalu lintas yang bekerja diatasnya tanpa

mengalami perubahan bentuk tetap seperti gelombang (washboarding) dan alur

(rutting).

Nilai stabilitas dipengaruhi oleh bentuk, kualitas, tekstur permukaan dan

gradasi agregat yaitu gesekan antar butiran agregat (internal friction) dan

penguncian antar agregat (interlocking). Nilai stabilitas dipengaruhi oleh


2

bentuk, kualitas, tekstur permukaan dan gradasi agregat yaitu gesekan antar

butiran agregat (internal friction) dan penguncian antar agregat (interlocking),

daya lekat (cohesion), dan kadar aspal dalam campuran.

Pemakaian aspal dalam campuran akan menentukan nilai stabilitas

campuran tersebut. Seiring dengan penambahan aspal, nilai stabilitas akan

meningkat hingga batas maksimum.Penambahanaspal diatas batas maksimum

justru akan menurunkan stabilitas campuran itu sendiri sehingga lapis perkerasan

menjadi kaku dan bersifat getas. Nilai stabilitas berpengaruh pada fleksibilitas

lapis perkerasanyang dihasilkan.

Syarat nilai stabilitas adalah lebih dari 800 kg. Lapis perkerasan dengan

nilai stabilitas kurang dari 800 kg akan mudah mengalami rutting , karena

perkerasan bersifat lembek sehingga kurang mampu mendukung beban.

Sebaliknya jika stabilitas perkerasan terlalu tinggi maka perkerasan akanmudah

retak karena sifat perkerasan menjadi kaku. Nilai stabilitas benda uji diperoleh

dari pembacaan arloji stabilitas pada saat pengujian Marshall.

𝑠 = 𝜌 × 𝑞 ........................................................................................... (2.2)
Dimana :
S = angka stabilitas sesungguhnya
P = pembacaan arloji stabilitas x kalibrasi alat
q = angka koreksi benda uji

b. Kelelahan (Flow)

Flow adalah besarnya penurunan atau deformasi vertikal benda uji yang

terjadi pada awal pembebanan sehingga stabilitas menurun, yang menunjukkan


2

besarnya deformasi yang terjadi pada lapis perkerasan akibat menahan beban

yang diterima. Deformasi yang terjadi erat kaitannya dengan sifat-sifat Marshall

yang lain seperti stabilitas VIM dan VFA. Nilai VIM yang besar menyebabkan

berkurangnya Interlocking resistance campuran dan dapat berakibat timbulnya

deformasi. Nilai VFA yang berlebihan juga menyebabkan aspal dalam campuran

berubah konsistensinya menjadi pelican antar batuan. Nilai flow dipengaruhi oleh

kadar dan viskositas aspal, gradasi agregat, jumlah dan temperatur pemadatan.

Akan tetapi campuran yang memiliki angka kelelahan rendah dengan stabilitas

tinggi cenderung menjadi kaku dan getas.

Sedangkan campuran yang memiliki angka kelelahan tinggi dan stabilitas

rendah cenderung plastis dan mudah berubah bentuk apabila mendapat beban lalu

lintas. Kerapatan campuran yang baik, aspal yang cukup dan stabilitas yang baik

akan memberikan pengaruh penurunan nilai flow.

Syarat nilai flow adalah minimal 3 mm. Nilai flow yang rendah akan

mengakibatkan campuran menjadi kaku sehingga lapis perkerasan menjadi mudah

retak, sedangkan campuran dengan nilai flow tinggi akan menghasilkan lapis

perkerasan yang plastis sehingga perkerasan akan mudah mengalami perubahan

bentuk seperti gelombang (washboarding) dan alur (rutting).

c. Kerapatan (density)

Density merupakan tingkat kerapatan campuran setelah campuran

dipadatkan. Semakin tinggi nilai density suatu campuran menunjukan bahwa

kerapatannya semakin baik. Nilai density dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
2

: gradasi campuran, jenis dan kualitas bahan susun, factor pemadatan dan jumlah

pemadatan maupun temperatur pemadatan, penggunaan kadar aspal dan

penambahan bahan additive dalam campuran. Campuran dengan nilai density

yang tinggi akan mampu menahan beban yang lebih besar dibanding dengan

campuran yang dimiliki nilai density yang rendah, karena butiran agregat

mempunyai bidang kotak yang luas sehingga gaya gesek (friction) antara

butiran agregat menjadi besar. Selain itu density juga mempengaruhi kekedapan

campuran, semakin besar nilai density campuran, maka campuran tersebut akan

semakin kedap terhadap air dan udara. Nilai kepadatan/density dihitung dengan

rumus (2.2) dan (2.3) di bawah ini :

𝑔 = 𝑐/𝑓 ............................................................................................ (2.3)


𝑓 = 𝑑 – 𝑒 ........................................................................................... (2.4)
Dimana :

𝑔= Nilai kepadatan (gr/cc)

c = Berat kering / sebelum direndam (gr)

d = Berat benda uji jenuh air (gr)

e = Berat benda uji dalam air (gr)

f = Volume benda uji (cc)

d. Void In The Mix (VIM)

VIM (Void In The Mix) merupakan persentase rongga yang terdapat dalam

total campuran.Nilai VIM berpengaruh terhadap keawetan lapis perkerasan,


3

semakin tinggi nilai VIM menunjukan semakin besar rongga dalam campuran

sehingga campuran bersifat pourous. Hal ini mengakibatkan campuran

menjadi kurang rapat sehingga air dan udara mudah memasuki rongga-rongga

dalam campuran yang menyebabkan aspal mudah teroksidasi. Air akan

melarutkan komponen -komponen yang akan teroksidasi sehingga mengakibatkan

terus berkurangnya kadar aspal dalam campuran. Penurunan kadar aspal dalam

campuran menyebabkan lekatan antara butiran agregat berkurang sehingga terjadi

pelepasan butiran (revelling) dan pengelupasan permukaan (stripping) pada lapis

perkerasan.

Syarat dari nilai VIM adalah 3,5% - 5%. Nilai VIM yang terlalu rendah

akan menyebabkan bleeding karena pada suhu yang tinggi viskositas aspal

menurun sesuai sifat termoplastisnya. Pada saat itu apabila lapis perkerasan

menerima beban lalu lintas maka aspal akan terdesak keluar permukaan karena

tidak cukupnya rongga bagi aspa luntuk melakukan penetrasi dalam lapis

perkerasan. Nilai VIM yang lebih dari 5% akan mengakibatkan berkurangnya

keawetan lapis perkerasan, karena rongga yang terlalu besar akan mudah terjadi

oksidasi.

VIM adalah persentase antara rongga udara dengan volume total campuran

setelah dipadatkan. Nilai VIM akan semakin kecil apabila kadar kadar aspal

semakin besar.VIM yang semakin tinggi akan menyebabkan kelelahan yang

semakin cepat, berupa alur dan retak.Nilai VIM dihitung dengan rumus (2.4) –

(2.7) di bawah ini :

VIM (100 − 𝑖 − 𝑗) ...................................................... .................. ( 2.5)


𝛼
𝑏=
100+𝛼 × 100 ............................................................ .................. (2.6)
𝑏×𝑔
𝑖 = ............................................................. .................. (2.7)
𝐵𝐽 𝐴𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡
3

( 100− 𝑏× 𝑔
𝑗= 𝐵𝐽 𝐴𝑔𝑟𝑒𝑔𝑎𝑡 ............................................................. .......... (2.8)

Dimana :
𝑎 = Persentase aspal terhadap batuan

𝑏 = Persentase aspal terhadapcampuran

𝑔 = Persen rongga terisi aspal

𝑖 dan 𝑗 = rumus subtitusi

e. Void Filled With Asphalt (VFA)

Void Filled With Asphalt (VFA) merupakan persentase rongga terisi

aspal pada campuran setelah mengalami proses pemadatan. Nilai VFA

dipengaruhi oleh faktor pemadatan, yaitu jumlah dan temperatur pemadatan,

gradasi agregat dan kadar aspal. Nilai VFA berpengaruh pada sifat kekedapan

campuran terhadap air dan udara serta sifat elasitas campuran. Dengan kata lain

VFA menentukan stabilitas, fleksibilitas dan durabilitas. Semakin tinggi nilai

VFA berarti semakin banyak rongga dalam campuran yang terisi aspal sehingga

kekedapan campuran terhadap air dan udara juga akan semakin tinggi, tetap inilai

VFA yang terlalu tinggi akan menyebabkan bleeding.

Nilai VFAyang terlalu kecilakan menyebabkan campuran kurang kedap

terhadap air dan udara karena lapisan film aspal akan menjadi tipis dan akan

mudah retak bila menerima penambahan beban sehingga campuran aspal mudah

teroksidasi yang akhirnya menyebabkan lapis perkerasan tidak tahan lama. Nilai

VFA yang disyaratkan adalah minimal 65%. Nilai ini menunjukkan persentase

rongga campuran yang berisi aspal, nilainya akan naik berdasarkan naiknya kadar
3

aspal sampaibatas tertentu,dimana rongga telah penuh. Artinya rongga dalam

campuran telah terisi penuh oleh aspal, maka persen kadar aspal yang mengisi

rongga adalah persen kadar aspal maksimum. Nilai VFA dihitung denganrumus di

bawahini :
100
𝑉𝐹𝐴 = 100 × .............................................................. ........................... (2.9)
𝑗

f. Void In Mineral Agregate (VMA)

Void In Mineral Agregate (VMA) adalah rongga udara antar butir agregat

aspal padat, termasuk rongga udara dan kadar aspal efektif, yang dinyatakan

dalam persen terhadap total volume. Kuantitas terhadap rongga udara

berpengaruh terhadap kinerja suatu campuran karena jika VMA terlalu kecil

maka campuran bisa mengalami masalah durabilitas, dan jika VMA terlalu besar

maka campuran bisa memperlihatkan masalah stabilitas dan tidak ekonomis untuk

diproduksi.

Nilai VMA dipengaruhi oleh faktor pemadatan, yaitu jumlah dan

temperatur pemadatan, gradasi agregat, dan kadar aspal. Nilai VMA ini

berpengaruh pada sifat kekedapan campuran terhadap air dan udara serta sifat

elastis campuran. Dapat juga dikatakan bahwa nilai VMA menentukan nilai

stabilitas, fleksibilitas dan durabilitas.Nilai VMA yang disyaratkan adalah

15%.

g. Marshall Quotient (MQ)

Marshall Quotient adalah hasil bagi antara stabilitas dengan flow. Nilai

Marshall Quotient akan memberikan nilai fleksibilitas campuran. Semakin


3

besar nilai Marshall Quotient berarti campuran semakin kaku, sebaliknya bila

semakin kecil nilainya maka campuran semakin lentur. Nilai Marshall Quotient

dipengaruhi oleh nilai stabilitas dan flow. Nilai Marshall Quotient yang

disyaratkan adalahlebih besar dari 250 kg/mm. Nilai Marshall Quotient

dibawah 250 kg/mm mengakibatkan perkerasan mudah mengalami washboarding,

rutting dan bleeding, sedangkan nilai Marshall Quotient yang tinggi

mengakibatkan perkerasan menjadi kaku dan mudah mengalami retak. Nilai

dari Marshall Quotient (MQ) diperoleh dengan rumus (2.10) di bawah ini :

MQ =S / F......................................................................................................(2.10)
Dimana :
S = Nilai stabilitas
F = Nilai flow
MQ = Nilai Marshall Quotient (kg/mm)
Setelah dilakukan analisis dari pengujian Marshall, dan didapat nilai- nilai

karakteristik Marshall, dibuat grafik hubungan antara kadar aspal terhadap nilai

karakteristik tersebut. Berdasarkan grafik dan perbandingan terhadap spesifikasi

yang diisyaratkan oleh Bina Marga, ditentukan kadar aspal optimum campuraan.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

1. Penelitian pertama dilakukan oleh Mahasiswa Magister Teknik Sipil, Fakultas

Teknik, Universitas Syiah Kuala dengan judul “Pengaruh Penambahan Buton

Rock Asphalt (Bra) Sebagai Filler Pada Campuran Laston Lapis Aus (Ac-

Wc)”. Semakin besar kadar aspal dalam campuran, nilai VFA dan flow

cenderung meningkat, sedangkan nilai density, VMA dan VIM tidak terjadi

perubahan nilai
3

yang besar. Semakin besar kadar bitumen dalam campuran AC-WC, semakin

menurun nilai MQ. Campuran aspal dengan penambahan buton rock asphalt ini

dapat meningkatkan kemampuan konstruksi jalan dalam menerima beban.

2. Penelitian yang kedua dilakukan oleh Mahasiswa Program Studi S1 Teknik

Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya dengan judul “Pengaruh

Penambahan Reclaimed Asphalt Pavement (Rap) Dan Lawele Granular

Asphalt (Lga) Sebagai Bahan Substitusi Agregat Pada Campuran Beton Aspal

Wearing Course (Ac-Wc) Dengan Fly Ash Sebagai Filler”.

Kadar aspal optimum pada campuran beraspal panas AC-WC+RAP+LGA

3,75% menunjukkan bahwa campuran asbuton mengurangi penggunaan aspal

karena KAO pada campuran asbuton terletak pada persentase yang lebih kecil

dibanding dengan campuran beraspal panas AC-WC+RAP yang memiliki

kadar aspal optimum sebesar 5,25%

3. Untuk penelitian yang ke empat dilakukan oleh Mahasiswa Teknil Sipil

STITEK Bina Taruna Gorontalo, dengan judul “Studi Perbandingan

Penggunaan Aspal Minyak Dengan Aspal Buton Lawele Pada Campuran Aspal

Concrete Base Course (AC-BC) Menggunakan Metode Marshall Test”.

Penulis Menyimpulkan Penggunaan Aspal Minyak Sangatlah dibutuhkan

untuk Jalan dengan MST Lebih Dari 10 Ton Akan tetapi untuk Efisiensi Biaya

untuk Jalan Lingkungan dan Perumahan Sangat Cocok untuk Menggunakan

Campuran Menggunakan Asbuton Lawele sebagai Bahan Tambah.


3

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, pada penenlitian ini benda

uji yang akan dibuat yaitu lapisan AC-WC. Penelitian ini dimulai dengan

pengambilan sampel aspal yang berasal dari Pulau buton yaitu aspal Buton

Lawele. Dilanjutkan dengan persiapan agregat campuran aspal yaitu agregat halus

(abu batu atau pasir), dan agregat kasar (batu pecah ukuran 10-20 mm dan 0,5-10

mm). Kemudian pemeriksaan spesifikasi agregat dan perencanaan campuran

agregat.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Uji Bahan Jurusan

Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Negeri

Makassar.

2. Waktu Pelaksanaan Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus 2020. Berdasarkan

tabel 3.3 dapat dilakukann alokasi waktu kegiatan yang penulis lakukan.
3

Tabel 3.2 Alokasi Waktu Penelitian

Bulan
No. Jenis Kegiatan
Agst Sep Okt Nov Mar Apr
1. Persiapan Penulisan Proposal
2. Penulisan Proposal
3. Seminar Proposal
4. Revisi Proposal
5. Pelaksanaan Penelitian
6. Analisis Data
7. Penulisan Laporan/Skripsi
Pelaksanaan Ujian Skripsi
8. dan Revisi

C. Pelaksaan Penelitian

Metode pengujian ini mengacu pada Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun

2018. Dalam pelaksanaan pengujian pengaruh bahan subtitusi aspal buton Lawele

terhadap karakteristik campuran pada lapisan aspal ini menggunakan alat tekan

(Marshall) alat ini digunakan untuk mengukur nilai stabilitas dan untuk mengukur

kelelehan plastis atau flow pada benda uji. Adapun bahan yang akan digunakan

yaitu abu batu, batu pecah dan aspal buton Lawele yang berasal dari pulau buton.

Dalam pengujian tersebut menggunakan 3 sampel disetiap variasi penambahan

aspal buton Lawele, variasi kadar aspal buton Lawele yang digunakan sebanyak

7%, 8%, 9% dan 10%.

Penentuan proporsi masing-masing agregat yang akan diuji harus memenuhi

syarat Spesifikasi Umum Bina Marga 2018. Gradasi gabungan ditunjukkan dalam
3

persen terhadap berat agregat. Dalam Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 gradasi

gabungan untuk campuran aspal harus memenuhi batas-batas gradasi. Selain itu

aspal yang digunakan dalam pengujian ini yaitu aspal penetrasi 60/70 untuk

lapisan AC-WC.

D. Desain Penelitian

1. Persiapan Bahan

Untuk memulai pembuatan benda uji hal yang pertama kita lakukan ialah

mempersiapkan bahan. Pada tahap ini kita akan menyiapkan seluruh bahan dan

peralatan yang akan digunakan terlebih dahulu agar proses penelitian dapat

berlajar dengan lancar kedepannya. Adapan bahan yang akan dipersiapan yaitu:

Tabel 3.3 Persiapan Material

No Material Ket.

1. Aspal Buton Lawele Pembuatan benda uji

2. Aspal Minyak Pembuatan benda uji

3. Bensin Pertamax Turbo Pengujian agregat

4. Abu Batu Pembuatan benda uji

5. Batu Pecah Ukuran 10-20 mm dan 0,5-10 mm Pembuatan benda uji

2. Pengujian Agregat dan Aspal

Sebelum melakukan pembuatan benda uji, agregat dan aspal terlebih

dahulu akan dilakukan beberapa pengujian yang bertujuan untuk mendapatkan

bahan-
3

bahan yang memenuhi spesifikasi. Adapun pengujian yang akan dilakukan terdapat

pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.4 Pengujian material

No. Pengujian Material Ket. Standar

1. Pengujian aspal

 Pengujian Penetrasi aspal SNI 2456:2011

 Pngujian Titik Lembek SNI 2434:2011

 Pengujian Titik Nyala SNI 2433:2011

 Pengujian Dektalasi SNI 2432:2011

 Berat Jenis Aspal SNI 2441:2011

2. Pengujian Asbuton Lawele

 Extraksi Refluks SNI 06-2456-1991

3. Pemeriksaan Agregat Halus

 Pemeriksaan Analisis Saringan SNI 03-2834:2000

 Pemeriksaan Berat Jenis SNI 1970:2016

 Pemeriksaan Berat Volume

 Pemeriksaan Kadar Lumpur SNI 03-4142-1996

4. Pemeriksaan Agregat Kasar

 Tes Abrasi Los Angeles SNI-2417:2008

 Pemeriksaan Berat jenis SNI-1969:2008.

 Pemeriksaan Analisa Saringan SNI 03-2834:2000

 Pemeriksaan Berat Volume


3

 Pemeriksaan Kadar Lumpur SNI 03-4142-1996

Berdasarkan Spesifikasi Umum tahun 2018, untuk pengguanaan Asbuton

B50/30 digunakan sebanyak 7-10% dari berat total campuran beraspal panas

dengan aspal pen 60/70. Adapun rencana variasi benda uji yang akan dibuat

adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1. Desain Penelitian

No. Sampel Penambahan Aspal Buton Lawele (%) Jumlah Benda Uji
1. AC-WC AM 0% 3
2. AC-WC AL7 7% 3
3. AC-WC AL8 8% 3
4. AC-WC AL9 9% 3
5. AC-WC AL10 10% 3
TOTAL 15

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengambilan data yang akan digunakan untuk bahan penulisan

tugas akhir ini antara lain :

1. Pengujian di Laboratorium, yaitu dengan mengadakan pengujian langsung di

Laboratorium Uji Bahan Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan

Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar, selama proses pengujian

berlangsung dan mencatat data yang dianggap penting dalam suatu pengujian.

2. Teknik dokumentasi, yaitu mengambil gambar secara langsung (foto) pada

bagian-bagian pekerjaan pengujian berlangsung.


4

F. Analisis Data

Setelah serangkaian pengujian yang telah dilakukan selesai maka data

yang telah diperolah akan diolah dan analisa dengan memasukkan hasil dari

masing- masing pengujian. Pengaruh karakteristik campuran dengan penambahan

aspal buton Lawele dengan berdasarkan parameter sifat-sifat Marshall Test yang

akan dianalisa yaitu kepadatan (density), rongga terisi aspal (VFA), rongga dalam

campuran (Void in the mix ), stabilitas (stability), kelelehan (flow) Marhsall

Quotion (MQ).
4

G. Diagram Alir

MULAI

Persiapan alat dan bahan

Pemeriksaan
Pemeriksaan Agregat Halus: aspal
Pemeriksaan Agregatkasar: Pemeriksaan FillerBerat
: jenis
Analisa Saringan Analisa Saringan Penetrasi
Berat Jenis dan Penyerapan Analisa Saringan Titik nyala dan titik bakarSubtitusi aspal buton Lawele
Berat Jenis dan Penyerapan
Kadar Lumpur Kadar Titik lembek
Berat Jenis dan Penyerapan
pemeriksaan keausan Dktabilitas
Viskositas

Memenuhi
Spesifikasi?

A
4

Rancangan Campuran

Pembuatan Briket

Persyaratan VMA, VIM, VFA,


Stabilitas, Kelelhan, dan Marshall Quentient

Penentuan KAO Berdasarkan Karakteristik Campuran

Subtitusi Asbuton 7%, 8%, 9% dan


10% Dalam Pembuatan Benda Uji

Perendaman Benda Uji Pada Suhu 60o C

Uji Karakteristik Marshall

Analisis & Evaluasi

Kesimpulan

Selesai
4

Daftar Pustaka

Departemen Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Bina

Marga . spesifkasi Umum 2018. Pekerjaan Jalan dan Jembatan Revisi 2.

Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Spesifkasi Khusus.

Interim Seksi 6.3 Campuran Beraspal Panas Dengan Aspal Asbuton Lawel

Pengaruh Penambahan Buton Rock Asphalt (BRA) Sebagai Filler Pada Campuran

Laston Lapis Aus (Ac-Wc)”.

Pengaruh Penambahan Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) Dan Lawele Granular

Asphalt (LGA) Sebagai Bahan Substitusi Agregat Pada Campuran Beton

Asphatl concrete Wearing Course (AC-WC) Dengan Fly Ash Sebagai

Filler”.

Studi Karakteristik Campuran Aspal Beton Lapis Aus (AC-WC) Menggunakan

Aspal Penetrasi 60/70 dengan Penambahan Lateks”.

Studi Perbandingan Penggunaan Aspal Minyak Dengan Aspal Buton Lawele Pada

Campuran Asphatl Concrete Base Course (AC-BC) Menggunakan Metode

Marshall Test”.

Anda mungkin juga menyukai