SKRIPSI
Oleh
Akhmad Sofil Fuad
5201413029
Fuad, Akhmad Sofil . 2017. Pengaruh variasi pengelasan ulang Gas Metal Arc
Welding (GMAW) terhadap Struktur Mikro dan Kekerasan Material Baja ST-37.
Dr.Ir. Basyirun, S.Pd., M.T., IPP, Drs, Pramono, M.Pd, Pendidikan Teknik Mesin
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
¾ Sesuatu yang terlihat didepan mata kita belum tentu itu yang sebenarnya
terjadi.
¾ Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan
boleh jadi (pula) kamu mengetahui sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu
2:216)
Persembahan
memberikan dukungannya.
diberikan.
v
PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyusun skripsi dengan judul “Pengaruh Variasi Pengelasan
Ulang Gas Metal Arc Welding (GMAW) terhadap Struktur mikro dan Kekerasan
Material Baja ST-37”. Skripsi ini disusun dalam rangka menyelesaikan studi
Strata 1 sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin Universitas
Negeri Semarang. Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bimbingan, motivasi dan
bantuan semua pihak. Pada kesempatan ini dengan segala hormat penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada:
1. Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Ir. Basyirun, S.Pd., M.T., IPP selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam penyusunan
skripsi.
3. Drs. Pramono, M.Pd, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi.
4. Dr. Murdani, M.Pd., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan
dan saran kepada penulis.
5. Kedua orang tua yang selalu mendoakan serta memberikan motivasi.
6. Teman-teman yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi kepada
penulis dalam penyusunan skripsi.
Penulis dalam hal ini telah berusaha yang terbaik untuk menyusun skripsi
ini, namun seperti halnya pepatah tak ada gading yang tak retak, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam perbaikan skripsi
ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semuanya, khususnya Jurusan
Teknik Mesin Universitas Negeri Semarang.
vi
DAFTAR ISI
A. Kajian Teori........................................................................................... 8
B. Penelitian Relevan ................................................................................ 36
C. Kerangka Pikir ............................................................................. 39
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ...................................................................................... 41
B. Variabel Penelitian ................................................................................ 41
C. Bahan Penelitian ................................................................................... 42
D. Alat Penelitian ....................................................................................... 42
E. Prosedur Penelitian ............................................................................... 43
F. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 51
G. Teknik Analisis Data ............................................................................ 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ..................................................................................... 54
vii
B. Pembahasan ........................................................................................... 68
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................................ 79
B. Saran ...................................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 81
LAMPIRAN ............................................................................................................ 83
viii
DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN
Simbol Arti
Alfa
º Derajat
ºC Derajat Celcius
< Kurang Dari
> Lebih dari
- Negatif
+ Positif
% Persen
μm Mikro meter
Al Aluminium
b Lebar
C Karbon
Cr Krom
Cu Tembaga
Fe Ferrous
h Tebal
Kg Kilogram
L Jarak
mm Millimeter
Mn Mangan
N Newton
Ni Nikel
P Fosfor
P Beban
r Radius
S Sulfur
Si Silikon
t Tebal
W Moment inertia
ix
Singkatan Arti
AC Alternating Curent
AISI American Iron and Steel Institute
AWS American Welding Society
Bcc Body centered cubic
Bct Body centered tetragonal
BM Base Metal
CCT Continuous Cooling Transformation
DC Direct Curent
DCEP Direct Current Electrode Positive
EMS Engineering Mild Steel
FCAW Flux Core Arc Welding
Fcc Face centered cubic
FSW Friction Stir Welding
GMAW Gas Metal Arc Welding
HAZ Heat Affected Zone
JIS Japan Industrial Standards
MAG Metal Active Gas
MIG Metal Inert Gas
SAW Submerged Arc Welding
SMAW Shielding Metal Arc Welding
St Steel
UHP Ultra High Purity
WM Weld Metal
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
Gambar 4.5 Struktur mikro base metal pengelasan ulang 4 kali ....... 57
Gambar 4.6 Struktur mikro base metal pengelasan ulang 5 kali ....... 57
Gambar 4.7 Struktur mikro weld metal pengelasan ulang 1 kali ....... 58
Gambar 4.8 Struktur mikro weld metal pengelasan ulang 2 kali ....... 58
Gambar 4.9 Struktur mikro weld metal pengelasan ulang 3 kali ....... 58
Gambar 4.10 Struktur mikro weld metal pengelasan ulang 4 kali ....... 59
Gambar 4.11 Struktur mikro weld metal pengelasan ulang 5 kali ....... 59
Gambar 4.12 Struktur mikro HAZ pengelasan ulang 1 kali ................. 60
Gambar 4.13 Struktur mikro HAZ pengelasan ulang 2 kali ................. 60
Gambar 4.14 Struktur mikro HAZ pengelasan ulang 3 kali ................. 61
Gambar 4.15 Struktur mikro HAZ pengelasan ulang 4 kali ................. 61
Gambar 4.16 Struktur mikro HAZ pengelasan ulang 5 kali ................. 61
Gambar 4.17 Pengaruh variasi pengelasan berulang terhadap
nilai kekerasan di daerah Base Metal ............................ 65
Gambar 4.18 Pengaruh variasi pengelasan berulang terhadap
nilai kekerasan di daerah HAZ ...................................... 66
Gambar 4.19 Pengaruh variasi pengelasan berulang terhadap
nilai kekerasan di daerah Weld Metal ........................... 67
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Uji Komposisi ........................................................................84
Lampiran 2. Data Hasil Uji Kekerasan ................................................................86
Lampiran 3. Perhitungan Nilai Kekerasan (HVN) ..............................................87
Lampiran 4. Surat Keterangan Pengujian Bahan Teknik Mesin UNNES .........120
Lampiran 5. Laporan Pengujian Kekerasan di Laboratorium Pengujian
Teknik Mesin UNNES ..................................................................121
Lampiran 6. Sertifikat Welder ...........................................................................123
Lampiran 7. Tabel Hasil Struktur Mikro ...........................................................124
Lampiran 7. Dokomentasi ..................................................................................126
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
suatu material yang telah mengalami beberapa kali proses pengelasan, seperti
digunakan dalam proses tersebut tidak akan lepas dari pengaruh proses
retak las, deformasi yang terjadi atau berubahnya susunan metalurgi material
tersebut. Pengelasan ulang atau repair welding sering terjadi pada material
kerusakan agar kembali seperti bentuk semula dan memiliki fungsi yang sama
penambalan poros yang mengalami korosi, pada velg pada mobil yang
mengalami retak atau pecah dan terjadi pada pengerjaan plat atau raw material
tebal yang membutuhkan lebih dari satu lapisan atau layer pengelasan.
panas atau Heat Affected Zone (HAZ) akan mengalami serangkaian siklus
logam las dan terbentuknya HAZ, di mana logam las akan mengalami
1
2
serangkaian transformasi fasa selama proses pendinginan, yaitu dari logam las
sebagai acuan pada pengelasan baja karbon, karena pada interval suhu tersebut
terjadi transformasi fasa dari Austenit (γ) menjadi Ferrite atau Bainite yang
pada daerah logam las dan HAZ. Pada proses pengelasan normal nilai
kekerasan pada daerah HAZ sebesar 115 HV, sedangkan pada proses
dapat merubah struktur mikro yang berakibat nilai kekerasan pada logam
Kualitas hasil pengelasan yang baik juga dipengaruhi oleh bahan yang
digunakan. Salah satu bahan yang memiliki sifat mudah dilas dengan baik
adalah baja karbon. Baja karbon memiliki spesifikasi yang bervariasi, namun
yang sering digunakan dalam konstruksi adalah baja karbon rendah. Dimana
baja karbon rendah memiliki kekuatan dan weldability yang tinggi, sehingga
mudah dibentuk karena memiliki sifat keuletan dan ketangguhan yang baik.
Untuk mengetahui perubahan sifat fisis dan sifat mekanis pada baja
karbon rendah, maka dilakukan pengujian struktur mikro dan hardness vickers
3
test pada raw material dengan hasil pengelasan berulang yang divariasikan.
Pada hasil pengelasan yang terdiri 3 bagian yaitu logam lasan, daerah pengaruh
panas atau HAZ dan logam induk yang harus diujikan untuk memperoleh
perbandingan nilai kekerasan yang lebih baik untuk menentukan sampai batas
berapa kali pengelasan ulang itu dapat dilakukan. Berdasarkan uraian di atas,
Pengelasan Ulang Gas Metal Arc Welding (GMAW) Terhadap Struktur Mikro
B. Identifikasi Masalah
benda yang dilas yaitu arus, logam pengisi (filler), kecepatan las, gerakan
Besar kuat arus listrik mempengaruhi struktur mikro dan kekerasan hal
ini disebabkan bila arus listrik yang diberikan semakin besar, maka masukan
panas (Heat Input) yang diberikan pada sambungan las akan semakin besar
yang berdampak nilai kekerasan akan menurun, sedangkan pada kuat arus listrik
yang rendah nilai kekerasan pada sambungan las cenderung semakin tinggi.
Logam pengisi (filler), yang dimaksudkan logam pengisi dalam hal ini
kekuatan dari sambungan las. Logam pengisi dalam proses pengelasan memiliki
berbagai macam jenis yang nantinya pada saat proses pengelasan disesuaikan
dengan logam induk yang akan dilas. Logam pengisi memiliki beragam jenis
4
Logam pengisi yang tidak sesuai dengan logam induk berakibat berubahnya
nilai kekerasan, nilai kekerasan akan cenderung menurun jika kecepatan las
kecepatan las yang tinggi, ini dikarenakan penyebaran panas pada logam lebih
dan nilai kekerasan, dimana pada gerakan elektroda pola C memberi masukan
panas lebih besar dari pola melingkar dan zig-zag dengan meningkatnya panas
pengelasan maka laju pendinginan menjadi besar sehingga struktur mikro yang
terbentuk lebih keras. pada gerakan elektroda pola C nilai kekerasan akan lebih
tinggi daripada gerakan pola melingkar dan zig-zag, sedangkan nilai kekerasan
mikro dan nilai kekerasan, dimana posisi pengelasan atas kepala menghasilkan
nilai kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan posisi pengelasan datar
dan posisi pengelasan vertikal, ini disebabkan karena bidang kontak dari ujung
elektroda ke logam induk lebih besar sehingga temperatur puncak daerah HAZ
5
lebih tinggi akibatnya laju pendinginan lebih besar sehingga struktur mikro
perubahan sifat fisis pada logam induk, logam las dan terutama daerah pengaruh
panas HAZ (Heat Affected Zone), Perubahan struktur mikro akibat terjadinya
siklus thermal yang berulang yang menghasilkan ferlit lebih dimoninan yang
C. Pembatasan Masalah
sifat mekanik sambungan las yang dihasilkan, maka penelitian ini hanya
2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja ST-37 yang
Welding) dengan gas pelindung argon, logam pengisi atau filler ER70S-4
6
D. Rumusan Masalah
berikut :
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat Penelitian
memperoleh struktur mikro yang baik pada baja ST-37 yang bisa
memperoleh nilai kekerasan material yang baik pada baja ST-37 sehingga
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
penambal. Dalam las logam gas mulia, kawat las pengisi yang juga berfungsi
sebagai elektroda diumpankan secara terus menerus. Busur listrik terjadi antara
kawat pengisi dan logam induk. Skema dari alat las ini ditunjukkan dalam
Gambar. 2.1. Gas pelindung yang digunakan adalah gas Argon, Helium atau
2 sampai 5%, atau CO, antata 5 sampai 20%. Dalam banyak hal penggunaan las
8
9
juga sangat tinggi, sehingga efisiensinya sangat baik, 3) Terak yang terbentuk
terhadap retak dan sifat-sifat lainnya lebih baik dari pada yang dihasilkan
Hal-hal tersebut di atas, maka las MIG banyak sekali digunakan dalam
praktek terutama untuk pengelasan baja-baja kualitas tinggi seperti baja tahan
karat, baja kuat dan logam.logam bukan baja yang tidak dapat dilas dengan cara
yang lain. Sifat-sifat seperti diterangkan di atas sebagian besar disebabkan oleh
sifat dari busur yang dihasilkan. Dalam Gambar 2.2 ditunjukkan keadaan busur
dalam las MIG di mana terlihat ujung elektroda yang selalu runcing. Hal inilah
otomatis dengan arus searah polaritas balik dan menggunakan kawat elektroda
berdiameter antara 1,2 sampai 2,4 mm. Akhir akhir ini telah banyak digunakan
las MIG dengan arus tinggi dan kawat elektroda dengan diameter antara 3,2 dan
6,4 mm untuk pelat pelat alumunium tebal seperti yang digunakan dalam tangki
penyimpanan gas alam cair (Wiryosumarto, H., dan Okumura, T., 2000: 120).
Untuk menentukan arus yang digunakan dalam pengelasan harus di dasari pada
diameter dari elektroda yang digunakan seperti terlihat pada Tabel 2.1
sangat luas sehingga diperlukan pengaturan parameter yang tepat dan sesuai
1) Arus listrik
menghasilkan penetrasi yang lebih dalam dan luas daerah lasan semakin
sempit.
2) Kecepatan las
cepat membutuhkan arus las yang tinggi untuk mencapai hasil las yang
baik. Jika kecepatan las dinaikkan maka masukan panas per satuan
3) Gas pelindung
Gas yang digunakan pada pengelasan MIG yaitu gas mulia karena
sifatnya stabil dan tidak mudah bereaksi dengan unsur lainnya. Gas
4) Elektroda
terumpan yang berfungsi sebagai pencipta busur nyala dan juga sebagai
Semakin besar arus maka semakin besar daya tembusnya. Tegangan atau
voltage yang semakin besar maka semakin panjang busur yang terjadi dan
(voltage rendah), bola-bola metal cair akan terlalu dekat dengan benda kerja
menghasilkan percikan las yang banyak. Busur harus cukup panjang agar
bola-bola metal bahan las mencapai kolam las dengan baik. Pengelasan
sehingga tidak ada fusi antara bahan las dan benda kerja, penetrasi tidak
dengan electrode pada posisi positif (DCEP). Voltage atau tegangan busur
penembusan yang besar karena dengan adanya penembusan yang besar akan
las busur dibagi dalam dua kelompok besar yaitu kelompok elektroda tak
logam pengisi dan tanpa logam pengisi. Kelompok elektroda terumpan juga
elektroda pejal dan kawat elektroda dengan inti fluks (Wiryosumarto, H.,
campuran dari gas Ar dan gas CO2. Penelitian ini menggunakan las busur
gas dengan elektroda terumpan dengan kawat pejal yang menggunakan gas
khusus. Penelitian ini menggunakan sifat busur berupa las busur sembur (las
MIG).
arus listrik DC dan listrik AC. Arus listrik DC rangkaian listriknya dapat
induk dan kutub negatif dengan elektroda atau rangkaian sebaliknya yang
dan menumbuk logam induk dengan kecepatan yang tinggi sehingga dapat
16
elektron maka secara relatif suhu elektroda tidak terlalu tinggi sehingga
polaritas lurus dapat digunakan arus yang besar, sedangkan dalam polaritas
balik elektroda menjadi panas sehingga arus listrik yang dapat dialirkan
mesin las listrik DC dan Tabel 2.2 tentang penggunaan mesin las untuk
beberapa logam diatas, maka penelitian ini menggunakan arus listrik DC (+)
karena sesuai dengan logam yang digunakan dalam penelitian yaitu baja
karbon.
17
pengaruh panas atau HAZ (Heat Affected Zone), dan logam induk yang tidak
terpengaruh panas. Logam lasan merupakan bagian logam yang pada waktu
adalah bagian logam dasar dimana panas dan suhu pengelasan tidak
panas atau HAZ (Heat Affected Zone) adalah logam dasar yang bersebelahan
dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus termal
2000: 56).
logam lasan, dan daerah pengaruh panas (HAZ) dalam siklus termal daerah
ini berguna bagi peneliti untuk memilih bahan yang akan dijadikan sebagai
bahan dasar atau pelat. Pemilihan baja karbon rendah dikarenakan baja tersebut
mudah dilas dan baja tersebut dapat dilas dengan semua jenis pengelasan,
kaitannya dengan penelitian ini menggunakan pelat bahan baja karbon rendah
adalah baja ST-37. Menurut Wiryosumarto H dan Okumura T (2000: 90) Baja
ini di sebut juga baja ringan (mild steel) atau baja perkakas, baja karbon rendah
bukan baja yang keras, karena kandungan karbonnya yang rendah yaitu kurang
dari 0,30%. Baja dapat dijadikan mur, baut, ulir sekrup, peralatan senjata, alat
hampir sama.
Baja karbon ini dibagi lagi dalam baja kil, baja semi-kil dan baja rim,
dan distribusi rongga atau lubang halus di dalam ingot. Faktor-faktor yang
takik dan kepekaan terhadap retak las. Baja karbon rendah dapat dilas dengan
semua cara pengelasan yang ada di dalam praktek dan hasilnya akan baik bila
19
karbon rendah adalah baja yang mudah dilas (Wiryosumarto dan Okumura,
2000: 91).
untuk penelitian ini yaitu baja karbon rendah yang merupakan karakter
material yang sering digunakan untuk kontruksi umum dengan kadar karbon
0,08-0,30 %.
Kirono, S dan Amri A. (2011) juga menyatakan bahwa baja ST-37 atau
sebesar 0,12%. Kandungan lainnya dijelaskan dalam Tabel 2.6 dibawah ini:
tersebut menjadi patokan filler yang akan digunakan dalam penelitian ini
dalam menggunakan filler yang sesuai dengan kandungan yang ada pada bahan
yang digunakan.
ferit berwarna terang dan perlit berwarna gelap seperti terlihat pada Gambar
2.8.
a b
Gambar 2.7 (a) Struktur mikro baja karbon rendah sebelum pengelasan
(b) Struktur martensit dalam baja
Sumber: (Wiryosumarto dan Okumura, 2000: 44).
pengelasan yaitu pada daerah weld metal yang memiliki kekerasan lebih
rendah daripada HAZ (Heat Affected Zone) karena daerah ini mengalami
logam induk. Ukuran butir juga mengalami penurunan mulai dari daerah yang
dipengaruhi panas atau HAZ hingga ke logam induk. Kekerasan daerah HAZ
Semakin jauh dari weld metal kekerasan butir semakin meningkat dan
ukurannya semakin halus. Hal ini terjadi karena temperatur pemanasan pada
pendinginan cenderung terbentuk struktur logam awal ferit yang lebih lunak.
dasar dari bahan yang berupa besi baja. Menurut Surdia, T., dan Saito, S.,
(2000: 69) selain karbon pada besi dan baja terkandung kira-kira 0,25% Si,
tersebut. Pada paduan besi karbon terdapat fasa karbida yang disebut
sementit dan juga grafit, grafit lebih stabil daripada sementit. Pada besi cor
komposisi B.
murni.
eutektik.
0,02%.
warna, dan sifat yang dimiliki. Fasa inilah yang mempengaruhi sifat fisis dan
waktu pendinginan, dan struktur mikro yang terbentuk. Struktur mikro yang
terbentuk dapat dilihat pada bagian bawah tabel CCT, mulai dari yang
paling lama maka struktur yang terbentuk adalah ferit dan perlit sampai yang
dipengaruhi oleh struktur mikro yang terbentuk. Berikut adalah salah satu
Perlit
Ferit
kandungan C 0,06% besar butir medium (b) 0,25% C baja dinormalkan pada
isothermal pada 700˚C, ferit dan perlit kasar (d) 0,45% C baja dinormalkan
pada 840˚C, tersusun ferit dan perlit (e) 0,80% C baja di austenitkan pada
1150˚C (f) 1,0% C baja di rol panas pada 1050˚C, pendinginan udara,
matriks perlit, sementit pada batas butir atau garis putih (Surdia, T., dan
3. Struktur Mikro
peneliti dalam menentukan struktur mikro pada logam hasil pengelasan yang
biasanya terdiri dari dua atau lebih fasa.Foto mikro itu sendiri dilakukan guna
apakah berubah atau malah tetap. Proses penelitian ini akan di uji, salah satunya
mengetahui dan membedakan struktur mikro antara logam induk yang diberikan
pada saat proses perlakuan panas (Suparjo dan Purnomo, 2012: 171). Sifat fisis
logam dapat diketahui melalui struktur mikro yang didapatkan dari hasil foto
mikro.
(austenit) menjadi ferit merupakan tahap yang paling krusial karena struktur
mikro logam las yang berarti juga sifat-sifat mekaniknya sangat ditentukan pada
tahap ini. Logam las merupakan daerah yang mengalami perubahan fasa
menjadi cair, sedangkan daerah terpengaruh panas atau HAZ merupakan daerah
logam induk yang mengalami perubahan struktur mikro karena panas tetapi
tidak sampai mencair.Daerah HAZ terdiri dari butir kasar butir halus dan daerah
transformasi sebagian.
meningkatkan ukuran ferit batas butir (grain boundary ferrite). Selain itu waktu
pendinginan yang lama akan menyebabkan struktur mikro yang paling banyak
mikro pada logam hasil pengelasan biasanya terdiri dari dua atau lebih fasa
berikut ini:
d. Bainit, merupakan ferit yang tumbuh dari batas butir austenit dan terbentuk
sangat. Struktur ini mempunyai sifat sangat keras dan getas sehingga
ketangguhannya rendah.
29
mengetahui bentuk dan batas antara base metal, weld metal, HAZ, las bagian
dalam, dan las bagian luar. Pengelasan bagian dalam dan bagian luar terjadi
penyatuan dari proses pengelasan lapis banyak sehingga menjadi pusat dari
kekuatan pengelasan.
4. Pengujian Kekerasan
diberikan pada suatu benda uji dan karena pengaruh pembebanan benda uji akan
yang tergantung pada cara melakukan pengujian, ketiga jenis tersebut adalah
Untuk logam, hanya kekerasan lekukan yang banyak menarik perhatian dalam
penetrasi atau daya tembus dari bahan lain yang lebih keras (penetrator).
benda terhadap penekanan, dengan cara penekanan bola baja atau piramida intan
yang dikeraskan pada permukaan benda kerja lalu mengukur bekas penekanan
dari penetrator tersebut. Nilai kekerasan suatu benda kerja dapat diketahui
menggunakan tiga cara atau metode yang biasanya dilakukan yaitu metode
30
pengujian kekerasan.
disusun pembekuaanya adalah metode yang diajukan oleh J.A. Brinell pada
permukaan logam dengan memakai bola baja berdiamter 100 mm dan diberi
beban 3000 kg. Untuk logam lunak, beban dikurangi hingga 500 kg, untuk
menghindarkan jejak yang dalam, dan untuk bahan yang sangat keras,
dimana lekukan akan dibuat harus relatif halus, bebas dari debu atau angka
BHN = ഏವ =గ௧
ቀ ቁሺିඥଶିௗଶሻ
మ
b. Kekerasan Rockwell
macam indentor yaitu kerucut intan dengan sudut sebesar 1200 (rockwell
cone) dan indentor bola baja dengan bermacam ukuran (rockwell ball).
Skala A digunakan untuk menguji material yang sangat keras seperti karbida
tugsten, skala D dan di bawahnya dipakai untuk batu gerinda dan plastik
dengan rumus:
HR = E – (e/0,002mm)
Dimana:
E = jarak antara kedalaman minor load dan Zero refrence line yang pada
c. Kekerasan Vickers
permukaan piramid yang saling berhadapan adalah 136ι. Sudut ini dipilih
diinginkan antara diameter lekukan dan diameter lekukan dan diameter bola
maka pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan piramida intan. Angka
dengan pembebanan yang relatif kecil yang sulit dideteksi oleh metode
yang dibutuhkan juga relatif kecil yaitu berkisar antara 10-1000 gf (Dieter,
1933 : 334). Alasan penulis menggunakan metode uji kekerasan ini karena
dengan indentor yang berbentuk piramid, sama baik digunakan pada bahan
keras maupun lunak, nilai kekerasan suatu spesimen uji dapat diketahui dari
penentuan angka kekerasan pada spesimen uji yang kecil dapat diukur
dengan mililih gaya yang relatif kecil. Angka kekerasan piramida intan
persamaan berikut :
HVN =
ௗଶ ௗଶ ௗଶ
A= ഇ = ଶ ୱ୧୬ ଼ = ଵǡ଼ହସ
ଶ ୱ୧୬ቀ ቁ
మ
ଵǡ଼ହସ
HVN = = ௗଶ
[kgf / mm2]
Dimana :
ௗଵାௗଶ
d = panjang diagonal rata-rata, mm ( d = ଶ
)
dibawah ini.
36
B. Penelitian Relevan
yaitu penelitian dari Prasetiyo, B.D, dkk (2008) tentang ‘Studi Variasi
5083’. Hasil penelitian diperoleh dari uji radiografi adanya indikasi cacat
berupa incomplete penetration pada proses satu kali repair, internal concavity
dan porosity berukuran 1 mm pada proses empat kali repair. Hasil pengamatan
struktur mikro, jumlah magnesium silikat (Mg2Si) tertinggi (11.2%) terjadi pada
proses 4x repair. Nilai rata-rata kekerasan pada HAZ tertinggi sebesar 134.33
material menjadi getas atau brittle. Relevansinya dalam penelitian ini yaitu
Repair Welding tentang Sifat Fisik dan Mekanik pada Cast Wheel Alumunium
Si primer diantara α-Al. Hasil uji kekerasan pada specimen pada raw material
57,56 kgf/mm2, pada daerah las 44,20 kgf/mm2, dan daerah HAZ 37,73
kgf/mm2. Hasil uji impak pada raw material 0,118 Joule/mm2 sedangkan daerah
Mekanik pada Material AISI 4340 tentang Welding Repair dengan metode
material. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah material AISI
perbedaannya yaitu tidak melakukan pengujian sifat fisis atau struktur mikro
mikro, dengan semakin banyaknya jumlah repair nilai kekuatan tarik tertinggi
dari spesimen 1 dengan nilai UTS 265 Mpa, dan terendah pada spesimen 4
sebesar 235,91 Mpa. Nilai kekerasan tertinggi ada pada daerah HAZ sebesar
79,7 HV. Relevansinya yaitu pengujian struktur mikro dan nilai kekerasan
ulang pada proses pengelasan GTAW dan pengujian korosi pada bahan
peningkatan nilai kekerasan dan kekuatan pada daerah HAZ. Relevansinya yaitu
pengujian struktur mikro dan nilai kekerasan material dan letak perbedaan
Repair Welding pada Pengelasan Metal Inert Gas (MIG) menggunakan metode
Post Weld Treatment (PWHT) pada Cast Wheel Alumunium’. Hasil dalam
39
penelitian tersebut bahwa tingkat kekerasan pada raw material adalah 42,693
kgf/mm2. Relevansinya yaitu pengujian struktur mikro dan hardness test, letak
pengujian impak.
Pengelasan Ulang Alumunium 5083 dengan metode Gas Metal Arc Welding
Hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa semakin banyak pengelasan ulang,
pengujiaan struktur mikro dan nilai kekasaran dan letak perbedaan penelitian
C. Kerangka Pikir
terjadinya perubahan struktur atau sifat fisis bahan. Perubahan sifat fisis
panas atau Heat Affected Zone (HAZ) akan mengalami serangkaian siklus
logam las dan terbentuknya HAZ, di mana logam las akan mengalami
serangkaian transformasi fasa selama proses pendinginan, yaitu dari logam las
(Ferrit). Pada umumnya waktu (cooling time) antara temperatur 800 0C-500 0C
dipakai sebagai acuan pada pengelasan baja karbon, karena pada interval suhu
tersebut terjadi transformasi fasa dari Austenit (γ) menjadi Ferrite atau Bainite
2006).
pada daerah logam las dan HAZ. Pada proses pengelasan normal nilai
kekerasan pada daerah HAZ sebesar 115 HV, sedangkan pada proses
dapat merubah struktur mikro yang berakibat nilai kekerasan pada logam
sambungan las akan mudah patah dan getas. Berdasarkan kerangka pikir
PENUTUP
A. Simpulan
ST-37. Perubahan struktur mikro sangat terlihat pada daerah HAZ dan logam
induk yang sama sekali tidak terjadi perubahan struktur bahkan terlihat sama
mikro yang mempengaruhi nilai kekerasan baja ST-37. Nilai kekerasan dari
lakukan, nilai kekerasan baja ST-37 terendah pada pengelasan ulang 1 kali di
daerah WM sebesar 181 gf/μm2, HAZ sebesar 200,6 gf/μm2, BM sebesar 184,3
gf/μm2 dan nilai kekerasan tertinggi pada pengelasan ulang 5 kali di daerah
WM sebesar 234 gf/μm2, HAZ sebesar 267 gf/μm2, BM sebesar 186,6 gf/μm2.
kekerasan meningkat.
B. Saran
1. Apabila ingin mendapatkan struktur yang baik pada baja ST-37 akibat
79
80
sampai 2 kali, karena pada pengelasan ulang 3 sampai 5 kali struktur mikro
terdapat porositas.
2. Untuk mendapatkan nilai kekerasan yang baik dan aman pada baja ST-37
las sudah sesuai dengan spesifikasi, karena cacat las yang terjadi akibat
pengujian
Microscope) untuk mengetahui lebih jelas struktur yang terbentuk pada baja
ST-37.
perlakuan panas lainnya yang sesuai dengan karakteristik baja ST-37 untuk
Andoko, A., dkk. 2013. Analisis Struktur hasil Repair welding Tentang Sifat Fisik
dan Mekanik pada Cast Wheel Alumunium dengan metode Pengelasan
MIG. Jurnal Pendidikan Teknik Mesin: 1-13.
Arifin, A. dkk. 2012. Pengaruh Preheat Struktur Mikro Dan Sifat Mekanis
Sambungan Las GTAW Material Baja Paduan 12Cr1MoV yang digunakan
Pada Superheater Boiler. Seminar Naisonal Pascasarjana XII Jurusan
Teknik Mesin dan Industri: 1-5.
Kosasih, W., dkk. 2015. Analisis Pengendalian Kualitas Produk Bucket Tipe ZX
200 GP dengan Metode Statistical Process Control dan Failur Mode and
Effect Analysis (Studi Kasus: PT. CDE). Jurnal Ilmiah Teknik Industri 3(2):
1-9.
Parekke, S. 2014. Pengaruh Pengelasan Logam Berbeda Baja (AISI 1045) dengan
Baja Tahan Karat (AISI 316L) terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro.
Tesis. Program Pascasarjana Teknik Mesin Universitas Hasanuddin.
Makassar.
81
82
Purnama, D. dkk. 2015. Analisa Kekuatan Mekanik pada Material AISI 4340
terhadap Welding Repair dengan Metode SMAW. Jurnal Politeknologi
14(3): 1-12.
Rijal S. 2013. Pengaruh Variasi Jenis Logam Pengisi (Filler) ER 4043 dan ER 53
56 terhadap Sifat Mekanik Las TIG AL 6061-T6. Skripsi: Universitas Gajah
Mada
Setiawan, Anang dan Yusa Asra Yuli Wardana. Analisa Ketangguhan dan Struktur
Mikro pada Daerah Las dan HAZ Hasil Pengelasan Sumerged Arc Welding
pada Baja SM 490. Jurnal Teknik Mesin. (online) (www.petra.ac.id),
diakses tanggal 15 Januari 2016.
Surdia, T., dan Saito, S. 2000. Pengetahuan Bahan Teknik. Cetakan Kelima. PT
Pradnya Paramita. Jakarta.
Sudipyo, D. dkk. 2014. Studi Kualitas Reapair Welding pada Pengelasan Metal
Inert Gas (MIG) menggunakan Metode Post Weld Heat Treatment (PWHT)
pada Cast Wheel Alumunium. Jurnal Pendidikan Teknik Mesin: 1-6.
Suparjo dan Purnomo. 2012. Variasi Temperatur Pemanasan pada Proses Perlakuan
Panas terhadap Kekerasan dengan Material SS-304L. Jurnal IPTEK 16(2):
170-178.
Warachi D, P. dkk. n.d. Analisa Pengaruh Multiple Repair Welding Pada Material
Properties Weld Joint Material Pipa ASTM A106 GR.B SCH 80. Jurnal
Teknik Perkapalan ITS: 1-9
Widharto. 2007. Menuju Juru Las Tin gkat Dunia. Cetakan Pertama. PT Pradnya
Paramita. Jakarta.