Anda di halaman 1dari 37

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS LAS SMAW TERHADAP

PENGUJIAN BENDING DAN STRUKTUR MIKRO PADA BUTT


JOINT BAHAN AISI 1010

Disusun Oleh :
GILANG FACHRURROZI
NIM. 19350013

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI RONGGOLAWE CEPU
2023

i
LEMBAR PERSETUJUAN
TUGAS AKHIR

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS LAS SMAW TERHADAP


PENGUJIAN BENDING DAN STRUKTUR MIKRO PADA BUTT
JOINT BAHAN AISI 1010

Diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik pada


Program Studi S1 Teknik Mesin
Sekolah Tinggi Teknologi Ronggolawe Cepu

Disusun Oleh:

Gilang Fachrurrozi

NIM : 19350013

Mengetahui, Disetujui,
Ketua Jurusan Teknik Mesin Pembimbing

Hendri Suryanto, S.T., M.T . Ir. Eko Sutarto, M.T.


NIDN. 06170707201 NIDN. 0609906101

ii
PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmad

dan hidayah-nya,sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Tugas Akhir dengan

judul PENGARUH VARIASI BESAR ARUS LAS SMAW TERHADAP

PENGUJIAN BENDING DAN STRUKTUR MIKRO PADA BUTT JOINT BAHAN

AISI 1010. Proposal Tugas Akhir ini diajukan guna melengkapi persyaratan dalam

menyelesaikan program studi S-1 Teknik Mesin Sekolah Tinggi Teknologi

Ronggolawe Cepu.

Selesainya penulisan Proposal Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan

beberapa pihak, untuk itu peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Ir. Sarjono, M.eng, selaku ketua Sekolah Tinggi Teknologi Ronggolawe

Cepu.

2. Hendri Suryanto, S.T., M.T. selaku ketua jurusan Teknik Mesin Sekolah

Tinggi Teknologi Ronggolawe Cepu.

3. Ir. Eko Sutarto, M.T. selaku dosen pembimbing dalam penyusunan Proposal

Tugas Akhir.

4. Seluruh dosen dan staff karyawan Jurusan Teknik Mesin Sekolah Tinggi

Teknologi Ronggolawe Cepu.

5. Orang tua yang senantiasa memberikan doa serta dukungan moral dan materi.

6. Istri yang senantiasa menemani dalam penyusunan Proposal Tugas Akhir.

iii
7. Serta berbagai pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Dalam Proposal Tugas Akhir ini masih dibutuhkan perbaikan dan perlu

dilakukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut. Oleh karena itu penulis

berterima kasih atas kritik dan saran untuk kebaikanProposal Tugas Akhir ini dapat

bermanfaat bagi penulis khususnya pembaca pada umumnya.

Cepu, 14 Maret 2023

Gilang Fachrurrozi

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………i
LEMBAR PERSETUJUAN……………………………………………………….. ii
PRAKATA…………………………………………………………………………..iii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………... v
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………..vi
DAFTAR TABEL ....................................................................................................viii
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………...2
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………………2
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………………..2
1.5 Batasan Masalah………………………………………………………….3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………….4
2.1 Kajian Pustaka ……………………………………………………………4
2.2 Dasar Teori ……………………………………………………………….5
2.2.1 Klasifiksi Proses Pengelasan……………………………………….5
2.2.2 Las SMAW…………………………………………………………7
2.2.3 Peralatan Las SMAW ……………………………………………...8
2.2.4 Elektroda………………………………………………………….15
2.2.5 Teknik Pengelasan………………………………………………..18
2.2.6 Klasifikasi Elektroda Terbungkus dari Baja Lunak………………22
2.2.7 Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel) AISI 1010……………24
2.2.8 Pengujian Lentur (Bending Test)………………………………...25
BAB III METODE PENELITIAN ..........................................................................
3.1 Diagram Alir Penelitian .............................................................................
3.2 Desain Penelitian ........................................................................................

v
3.2.1 Bahan ...............................................................................................
3.2.2 Alat ...................................................................................................
3.3.3 Prosedur Penelitian………………………………………………..

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Master Chart Of Welding and Allied Process ....................................6


Gambar 2. 2 Flux-cord Arc Welding Processes ......................................................7
Gambar 2. 3 Mesin Las SMAW ..............................................................................8
Gambar 2. 4 Electroda Holder ............................................................................. 11
Gambar 2. 5 Clamp Tang ..................................................................................... 11
Gambar 2. 6 Welding Cable ................................................................................. 12
Gambar 2. 7 Wire Brush ....................................................................................... 13
Gambar 2. 8 Chipping Hummer ........................................................................... 13
Gambar 2. 9 Tang Jepit ........................................................................................ 14
Gambar 2. 10 Welding Mask ................................................................................ 14
Gambar 2. 11 Sarung Tangan Las ........................................................................ 14
Gambar 2. 12 Apron Las ...................................................................................... 15
Gambar 2. 13 Elektroda Las ................................................................................ 16
Gambar 2. 14 Scratching Methode ...................................................................... 19
Gambar 2. 15 Tapping Methode .......................................................................... 19
Gambar 2. 16 Gerakan Alur Elektroda ................................................................ 20
Gambar 2. 17 Macam-macam Sambungan Pengelasan ....................................... 21
Gambar 2. 18 Bentuk Spesimen Uji Bending ...................................................... 26
Gambar 2. 19 Face Band Pada Transversal Bending .......................................... 27
Gambar 2. 20 Root Bend Pada Transversal Bending ........................................... 27
Gambar 2. 21 Side Bend Pada Transversal Bending ............................................ 28
Gambar 2. 22 Face Bend Pada Longitudinal Bending ......................................... 28
Gambar 2. 23 Root Bend Pada Longitudinal Bending ......................................... 29

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Keuntungan Mesin Las AC dan Mesin Las DC ................................... 10


Tabel 2. 2 Standar Ukuran Kabel Las ................................................................... 12
Tabel 2. 3 Parameter Pengelasan SMAW ............................................................. 18
Tabel 2. 4 Klasifikasi Elektroda Seri E Standar AWS – ASTM ........................... 23
Tabel 2. 5 Mechanechal Properties AISI 1010 Cold Drawn Carbon Steel .......... 24
Tabel 2. 6 Chemical Properties AISI 1010 ........................................................... 25
Tabel 2. 7 Tebal dan Dimensi Standar Plat AISI 1010 ......................................... 25

viii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengelasan merupakan proses yang sangat penting dalam perkembangan


teknologi industri manufaktur yang terus berkembang dan tidak dapat dipisahkan,
karena memegang peranan penting dalam proses produksi dan perbaikan.
Pengelasan adalah penyambungan dua baja dengan cara melebur sebagian logam
dasar dan elektrodanya dengan menggunakan panas arus listrik. Bidang penerapan
pengelasan dalam konstruksi sangat luas, karena mencakup pembuatan body kapal,
konstruksi jembatan, jaringan pipa minyak dan gas, body kendaraan dan konstruksi
bangunan, disisi lain las juga bisa digunakan untuk membuat lapisan keras pada
perkakas dan mempertebal permukaan yang sudah aus.
Dalam penyambungan dua buah baja harus diperhatikan tentang persiapan dan
metode las yang menghasilkan kekuatan dan keawetan material yang digunakan
mengingat proses las adalah yang utama.
Baja merupakan material yang banyak digunakan dalam teknik mesin, karena
sifatnya yang keras mudah ditempa, kuat dan dapat dikeraskan. Selain itu, baja
yang unsur utamanya adalah Fe dan C dapat dipadukan dengan unsur lainnya
seperti Cr, Ni, Ti dan seterusnya untuk mendapatkan sifat mekanik yang diinginkan
dari jumlah karbon dalam struktur baja dapat menentukan sifat mekanik dan
kinerjanya. (Sugestian, 2019).
Bahan AISI 1010 adalah baja karbon rendah yang biasanya diaplikasikan pada
konstruksi dan body yang membutuhkan kekuatan dan keuletan yang tinggi, saat
baja dilas (Weld Metal Zone) dan zona sekitar logam las (Head Affected Zone) dapat
mengalami perubahan struktur mikro yang dapat mempengaruhi sifat mekanis
material. Penggunakan AISI 1010 sudah banyak digunakan secara luas di berbagai
industri.
2

Pengaturan kuat arus juga sangat mempengaruhi pada hasil dan proses
pengelasan, apabila arus yang digunakan terlalu kecil akan berdampak pada
sulitnya penyalaan busur las, dan apabila arus terlalu besar akan berdampak pada
pelelehan elektroda yang berlebihan yang dapat menyebabkan over load.
Dari permasalahan tersebut peneliti akan mencoba memvariasikan kuat arus
terhadap kekuatan bending dan pengujian struktur mikro pada butt joint metode las
SMAW bahan AISI 1010.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh kuat arus listrik pada las SMAW pada AISI 1010
terhadap kekuatan bending yang dihasilkan dengan sambungan butt
joint.
2. Bagaimana hasil pengujian mikro struktur terhadap hasil pengujian
hasil pengelasan.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan yang akan dicapai dengan pengujian ini yaitu,
1. Untuk mengetahui pengaruh variasi kuat arus listrik terhadap kekuatan
bending hasil pengelasan SMAW pada AISI 1010.
2. Untuk mengetahui hasil pengujian struktur mikro dari pengelasan butt
joint.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah,
1. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang variasi kuat arus
terhadap pengujian bending hasil pengelasan SMAW pada AISI 1010.
3

2. Membandingkan karakteristik uji bending AISI 1010 yang dilas dengan


variasi kuat arus sehingga dapat menentukan kuat arus yang optimal
yang digunakan pada pengelasan AISI 1010.
3. Mengetahui jenis elektroda terhadap kekuatan dan ketahanan pada AISI
1010.
4. Mengetahui hasil pengujian struktur mikro pengelasan butt joint pada
AISI 1010.

1.5 Batasan Masalah


Agar peneliti lebih terarah dan sistematis maka ruang lingkup permasalahan
perlu diperjelas dengan memberikan batasan masalah yang meliputi:
1. Arus listrik yang divariasikan: 70, 80, dan 90 A
2. Material yang digunakan adalah AISI 1010 dengan ketebalan 6 mm.
3. Menggunakan las SMAW
4. Jenis elektroda yang digunakan E-6013 diameter 2,6 mm
5. Pengujian struktur mikro dan bending
6. Butt joint
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka


Untuk menyambungkan dua logam atau lebih dapat dilakukan dengan cara
melehkan logam induk menggunakan energi panas, proses tersebut dinamakan
sebagai proses pengelasan. Salah satu proses pengujian yang digunakan untuk
mengetahui seberapa besar kekuatan dari hasil proses pengelasan tersebut adalah
uji bending atau bisa disebut dengan uji lengkung. Penelitian terdahulu yang
melakukan uji bending terhadap hasil pengelasan SMAW yaitu diantaranya,
Kekuatan Tarik dan Bending Sambungan Las Pada Material Baja SM 490
Dengan Metode Pengelasan SMAW dan SAW Nahruddin Dkk. (2015).
Pembahasan dari penelitian tersebut adalah ditujukan untuk mengetahui
kekuatan sambungan las baja SM490 dengan proses pengelasan SAW
menggunakan arus 100 s/d. 125 A dan SMAW 300 A menggunakan elektroda E
7018. Pengujian hasil dari proses pengelasan tersebut dilakukan uji tarik dan
bending.
Analisis Pengaruh Kuat Arus Terhadap Uji Bending Pada Pengelasan Plat
Kapal Tanker Dengan Gap 2 mm Sesuai Dengan Aplikasi WPS di PT. Daya
Radar Utama Lampung Oktarina dan Indriyanti (2020). Pada pembahasan ini
menjelasakan tentang perusahan manufaktur pembuatan kapal yang menerapkan
proses pengelasan didasarkan pada Welding Procedur Specification (WPS) yang
mengatur tentang class, material, elektroda, cara pengelasan, bentuk bavel,
panjang jarak bavel (gap), dan sudut kemiringan. Selain itu, penelitian ini juga
membahas tentang pengaruh kuat arus terhadap kekuatan bending pengelasan
dengan media plat ASTM A36 dengan tebal 11 mm dan gap 2 mm dengan variasi
kuat arus yang digunkan adalah 100 A, 120 A, dan 140 A.
5

Penelitian selanjutnya adalah, Analisis Kekuatan Uji Bending Pengelasan


Shielded Metal Arc Welding (SMAW) Material SS400 Menggunakan Kawat Las
E6013 Berbagai Variasi Arus Listrik Nata dkk. 2021. Membahas tentang uji
bending pada pengelasan SMAW dengan material las E6013 dengan variasi arus
80 A, 90 A, dan 100 A. Pengujian dilakukan terhadap material SS400 dengan
kampuh V dengan kemiringan 60o standar AWS d1. 1:2000. Sedangkan proses
pengujian bending menggunkaan metode Three Point Bending.

2.2 Dasar Teori


2.2.1 Klasifikasi Proses Pengelasan
Proses difusi dari logam dari hasil pemanasan dengan suhu tertentu
sehingga mengikat dua buah logam atau lebih bisa disebut sebagai
sambungan las. Proses difusi sambungan las dapat dilakukan dengan
kondisi padat maupun cair. (Iswanto dan Mulyadi, 2020: 1)
A. Proses Solid State Welding (SSW)
SSW bisa juga disebut dengan pressure welding karena pada
prosesnya dilakukan dengan tekanan. Proses SSW memiliki
beberapa kelebihan, diantaranya adalah dapat menyambung dua
buah material atau lebih yang tidak sama, proses cepat, presisi, dan
hampir tidak memiliki daerah terpengaruh panas (heat affected zone
/ HAZ). Namun demikian SSW juga mempunyai kelemahan yaitu
persiapan sambungan dan prosesnya rumit, sehingga dibutuhkan
ketelitihan sangat tinggi.
B. Proses Liquid State Welding (LSW)
Untuk proses LSW, proses sambungan terjadi akibat adanya
pencairan dari kedua ujung material yang disambung. Energi panas
pada proses pencairan bahan dapat berasal dari busur listrik,
tahanan listrik, pembakarn gas, sinar laser, sinar electron, dan busur
plasma. Syarat utama yang harus terpenuhi dalam pengelasan jenis
6

ini adalah material harus sama, karena untuk mendapatkan


samungan yang sempurna suhu material harus sama. Suhu material
nantinya akan sangat mempengaruhi dalam pengelasan karena
material mempunyai suhu lebur yang berbeda, maka dari itu
pengelesan dengan mutu yang bagus adalah pengelasan dengan
material yang sama.

Gambar 2. 1 Master Chart Of Welding and Allied Process


Sumber: Teknologi Pengelasan (Mulyadi dan Iswanto, 2020: 3)
7

Kelemahan dari proses pengelasan LSW adalah proses pemanasan


itu sendiri yang dimana proses terjadinya HZA dapat mengubah
sifat dari bahan.

2.2.2 Las SMAW


SMAW atau Shielded Metal Arc Welding merupakan pengelasan
yang memanfaatkan konfersi energi listrik menjadi energy panas yang
nantinya energi panas tersebut akan digunkan untuk memanaskan media
bahan. Dalam proses menyatukan dua jenis logam dengan bahan yang
sama, energi listrik dari mesin las SMAW akan disalurkan melalui
sebuah elektroda yang dibungkus sebagai aditif atau pengisi untuk
membuat sambungan menjadi lebih kokoh Mulyadi dan Iswanto, (2020:
13)

Gambar 2. 2 Flux-cord Arc Welding Processes


Sumber: Teknologi Pengelasan (Mulyadi dan Iswanto, 2020: 14)

Prinsip kerja dari las SMAW ini yaitu saat ujung elektroda
didekatkan padA benda kerja terjadi panas listrik (busur listrik) yang
8

membuat antara benda kerja dengan ujung elektroda terbungkus tersebut


mencair secara bersamaan. Dengan adanya pencairan ini maka kampuh
pada las akan terisi oleh cairan logam dari elektroda dan logam induk
yang mencair secara bersamaan. Elektroda sendiri merupakan
kawat/logam yang terbungkus fluks. Fluks pada elektroda berfungsi
sebagai pemantap busur dan juga sebagai sumber terak (slag) yang akan
melindungi hasil las yang baru dari kontaminasi udara luar.

2.2.3 Peralatan Las SMAW


Ada beberapa komponen yang digunkan dalam pengelasan SMAW,
komponen tersebut didasarkan pada alat utama dan alat bantu. Alat
utama penyusun las SMAW adalah sebagai berikut:

Gambar 2. 3 Mesin Las SMAW


Sumber: Shield Metal Arc Welding (Marwanto, 2007: 3)
A. Mesin Las
Bagian terpenting dari las SMAW adalah mesin las, mesin las
SMAW dirancang untuk mampu memberikan variasi tegangan dan
arus dengan tujuan bisa diaplikasikan terhadap benda kerja dengan
berbagai ukuran. Mesin las SMAW sendiri tersusun atas beberapa
komponen yang dirakit menjadi satu dan ringkas agar mudah
9

dibawa maupun digunakan (Marwanto, 2007:3). Alat penyusun


mesin las SMAW adalah sebagai berikut:
1. Transformator
Pada dasarnya, mesin las SMAW dirancang menggunakan
listrik sebagai sumber utama, untuk menciptakan variasi arus
yang digunakan, transformator sangat penting untuk membuat
variasi tegangan arus bolak balik sehingga tercipta variasi arus
yang berbeda (Marwanto, 2007: 3). Berdasarkan sistem
pengaturan arus yang digunakan, mesin las busur listrik AC
dapat dibagi dalam empat jenis yaitu: 1. Jenis inti bergerak, 2.
Jenis kumparan bergerak, 3, Jenis reaktor jenuh, 4. Jenis saklar.
2. Mesin Las Rectifier
Untuk merubah arus bolak-balik (AC) menjadi arus searah (DC)
diperlukan Rectifier. Arus listrik yang digunakan untuk
memperoleh nyala busur listrik adalah arus searah (Marwanto,
2007: 3). Mesin las Rectifier arus searah mempunyai beberapa
keuntungan diantaranya adalah:
a. Nyala busur listrik yang dihasilkan lebih stabil dan tenang,
b. Setiap jenis elektroda dapat digunakan untuk pengelasan
pada mesin DC,
c. Tingkat kebisingan lebih rendah,
d. Mesin las lebih fleksibel, karena dapat diubah ke arus AC
atau DC.
3. Inverter
Keuntungan penggunaan inverter adalah dapat menggunakan
transformer dengan kapasitas yang lebih kecil, semakin kecil
inverter yang digunkan maka frekuensi arusnya semakin
meningkat. Pada dasarnya inverter bekerja untuk mengontrol
frekuensi dari sumber daya pada mesin las dan merubah sumber
10

daya AC menjadi DC dengan tegangan tinggi, dan frekuensi AC


antara 5 sampai 30 kHz. Keluaran dari rangkaian dikontrol
menurut prosedur pengelasan yang diperlukan. Frekuensi tinggi
diubah menjadi tegangan pada saat pengelasan (Marwanto,
2007: 3).
Tabel 2. 1 Keuntungan Mesin Las AC dan Mesin Las DC

Mesin Las AC Mesin Las DC


1. Perlengkapan dan 1. Busur nyala listrik yang
perawatan lebih murah, dihasilkan stabil,
2. Kabel massa dan kabel 2. Dapat menggunakan
elektroda dapat ditukar, semua jenis elektroda,
tetapi tidak 3. Dapat digunkan untuk
mempengaruhi hasil pengelasan plat tipis.
pengelasan
3. Busur nyala kecil
sehingga mengurangi
timbulnya keropos pad
rigi-rigi las.
Sumber: Shield Metal Arc Welding (Marwanto, 2007: 3)
4. Generator
Generator merupakan sebauh alat pembangkit listrik yang bisa
berupa AC atau DC, yang digunakan sebagai sumber daya
untuk menghidupkan mesin las. Alat ini digunakan jika dalam
proses pengelasan kita berada jauh dari area sumber daya listrik
dan tidak dapat dijangkau oleh kabel listrik.
5. Tang Jepit
Tang jepi merupkan sebuah alat yang digunkan untuk menjepit
elektoda dan benda kerja.
11

a. Electrode Holder

Gambar 2. 4 Electrode Holder


Sumber: Shield Metal Arc Welding (Marwanto, 2007: 4)
Electrode Holder atau secara luas dikenal sebagai tang jepit
elektroda merupakan sebuah alat yang digunakan untuk
menjepit elektoda pada proses pengelasan. Secara rinci alat
ini berfungsi untuk menyalurkan arus AC atau DC ke
elektroda sehingga ketika electrode bersentuhan dengan
benda kerja elektroda dapat menciptakan busur api dalam
proses pengelasan. Umunya tang elektroda bekerja pada
range arus hingga 1.000 A (Marwanto, 2007: 4).
b. Clamp Tang

Gambar 2. 5 Clamp Tang


Sumber: Shield Metal Arc Welding (Marwanto, 2007: 4)
Clamp tang atau lebih popular dengan nama tang penjepit
bekerja secara mekanis dengan sistem pegas untuk menjepet
benda kerja. Dalam pengelasan tang ini digunakan untuk
12

menjepit benda kerja yang akan di las guna menyalurkan


arus berlawanan dari Electrode Holder agar tercipta busur
api Marwanto, (2007: 4).
6. Kabel Las (Welding Cable)
Kabel las merupakan media yang digunkan untuk mengalirkan
arus listrik baik AC atau DC ke benda kerja dan elektroda
melalui tang jepit. Dalam pengalikasiannya, kabel las harus
fleksibel dan mudah digunakn, maka dari itu bahan penyusun
kabel las terbuat dari tembaga serabut bukan tebaga tunggal.

Gambar 2. 6 Welding Cable


Sumber: Shield Metal Arc Welding (Marwanto, 2007: 4)
Tabel 2. 2 Standar Ukuran Kabel Las

Ukuran Diameter Kemampuan Daya Hantar Arus Panjang


(mm2) Tembaga (A) (m)
(mm) 30% 60% 100%
35 0,26 320 250 200 100
50 0,26 420 350 300 100
70 0,26 550 420 350 100
95 0,26 650 500 420 100
120 0,26 800 650 550 100
Sumber: Shield Metal Arc Welding (Marwanto, 2007: 4)
13

B. Alat Bantu Pengelasan


Alat bantu proses pengelasan adalah sebuah alat bantu yang
diperlukan untuk mendukung proses pengerjaan saat melakukan
pengelasan. Selain untuk menunjang proses pengelasan alat bantu
juga diperlukan untuk menunjang keselamata seoarang welder.
1. Sikat Kawat (Wire Brush)

Gambar 2. 7 Wire Brush


Sumber: Shield Metal Arc Welding (Marwanto, 2007: 5)
Sikat kawat adalah sebuah alat yang digunakan untuk
membersihkan sisa terak hasil pengelasan, sesuai dengan
namanya sikat ini terbuat dari kawat dengan material gagang
bersifat isolator agar tidak menghantarkan panas.
2. Palu Las (Chipping Hummer)

Gambar 2. 8 Chipping Hummer


Sumber: Shield Metal Arc Welding (Marwanto, 2007: 5)
Palu las mempunyai fungsi untuk membersihkan terak hasil dari
proses pengelasan. Palu las mempunyai bentuk pipih pada
ujung palunya karena dirancang untuk mempermudah dalam
pembersihan terak.
14

3. Tang Jepit

Gambar 2. 9 Tang Jepit


Sumber: Shield Metal Arc Welding (Marwanto, 2007: 5)
Tang jepit adalah alat bantu yang digunakan untuk menjepit
benda kerja ketika proses pengelasan
4. Topeng Las (Welding Mask)

Gambar 2. 10 Welding Mask


Sumber: Shield Metal Arc Welding (Marwanto, 2007: 5)
Topeng las adalah alat pelindung utama untuk melindungi
welder diarea wajah. Topeng las di rancang untuk tahan
terhadap radiasi las dan juga percikan api yang ditimbulkan saat
proses pengelasan. Selain itu topeng las mempunyai komponen
utama lain yaitu berupa kaca pengaman pengelasan, kaca
pengelasan sudah diatur standartnya sesuai dengan EN175,
ANSI Z87.1, dan CSA Z94.3
5. Sarung Tangan Las

Gambar 2. 11 Sarung Tangan Las


Sumber: Shield Metal Arc Welding (Marwanto, 2007: 5)
15

Tangan merupakan bagian anggota tubuh yang paling dekat


dengan busur api dari proses pengelasan. Selain itu, tang las
juga menyalurkan ratusan amper arus listrik, jadi penggunaan
sarung tangan las menjadi sangat penting untuk menghindari
kecelakaan kerja. Umunya sarung tangan las terbuat dari kulit,
namun seiiring berkembangnya jaman, sarung tangan las
dirancang lebih baik sehingga tahan terhadap radiasi panas dari
busur listrik dan juga percikan api dari proses pengelasan
6. Jaket Las (Apron Las)

Gambar 2. 12 Apron Las


Sumber: Shield Metal Arc Welding (Marwanto, 2007: 5)
Apron las dirancang untuk melindungi badan dan bagian
tangan yang tidak terlindung sarung tangan las. Sama halnya
dengan sarung tangan las, apron las terbuat dari material kulit
atau material lain yang mampu menahan percikan api dari
proses pengelasan dan radiasi panas saat proses pengelasan.
2.2.4 Elektroda
Elektroda mempunyai wujut kawat yang terbungkus dengan elektroda.
Dalam proses pengelasan SMAW, kawat las menjadi sangat penting
untuk menjadi media perekatan material benda kerja. Penggunaan
elektroda sendiri tidak sertamerta dapat digunakan sembarangan,
penggunaan elektroda harus disesuaikan dengan benda kerja yang akan
dilas, dan spesifikasi mesin las yang digunakan (Marwanto, 2007:7).
16

Gambar 2. 13 Elektroda Kawat Las


Sumber: Shield Metal Arc Welding (Marwanto, 2007: 7)
A. Fungsi Elektroda
1. Elektroda berfungsi untuk melindungi busur las dari pengaruh
atmosfir seperti oksigen, nitrogen, dan unsur udara yang lain
karena akan mempengaruhi hasil proses pengelasan, dan setelah
proses pengelasan selesai, elektroda akan berubah menjadi terak
dan slag,
2. Mencegah terjadinya ionisasi pada ujung elektroda,
3. Menjaga busur agar tetap stabil,
4. Sebagai unsur pemadu,
5. Untuk mengontrol tingkat kecairan kawat las
6. Untuk mengontrol penetrasi pada sambungan las
7. Untuk mengontrol profil atau kontur las, kusunya pada proses
pengelasan yang menggunkan bahan tambah (filler metal).
B. Bagian Elektroda
Pada Gambar 2. 23 elektroda merupakan sumber logam las yang
terdiri dari:
17

1. Sumbu Elektroda
merupakan logam pengisi yang meleleh didalam lengkung listrik
bersama-sama dengan bahan induk dan kemudian membeku
membentuk kampuh las (Marwanto, 2007: 7).
2. Pembungkus Elektroda (Fluks)
Fluks akan mengurai dalam busur listrik kemudian menghasilkan
perisai gas CO2 dan juga suatu lapisan padat. Kedua material
tersebut nantinya akan melindungi kampuh las yang sedang
terbentuk terhadap pengaruh yang merusak dari tekanan atmosfir
dan udara sekitar (Marwanto, 2007: 7). Fungsi lain dari Fluks
adalah:
a. Mencegah terbentuknya oksida-oksida dan nitrida logam,
sewaktu proses pengelasan berlangsung,
b. Membuat terak pelindung sehingga dapat
mengurangi kecepatan pendinginan, hal ini bertujuan
agar hasil lasan yang terjadi tidak getas dan rapuh.
c. Memberikan sifat-sifat khusus terhadap hasil las-
lasan dengan cara menambahkan zat-zat tertentu
yang terkandung dalam selaput,
d. Menstabilkan terjadinya busur api dan mengarahkan
nyala busur api sehinggga mudah dikontrol,
e. Membantu mengontrol ukuran dan frekuensi tetesan
logam cair,
f. Memungkinkan dilakukannya posisi pengelasan
yang berbeda-beda.
18

2.2.5 Teknik Pengelasan


A. Parameter Pengelasan
Teknik pengelasan adalah sebuah metode praktis dalam melakukan
pengelasan SMAW, teknik pengelasan dapat didasrkan pada
parameter pengealas yang dimana parameter pengelasan SMAW
adalah sebagai brikut:
Tabel 2. 3 Parameter Pengelasan SMAW

Diameter Elektroda Ketebalan Benda Arus Listrik


(Inch) Kerja (Inch) (Ampere)
3/32 1/16 25 – 65
1/8 1/8 60 – 110
5/32 3/16 110 – 170
3/16 1/4 150 – 225
1/4 3/8 150 – 350
1/4 1/2 190 – 350
5/16 3/4 200 – 450
5/16 1 200 – 450
Sumber: Shield Metal Arc Welding (Marwanto, 2007: 7)
B. Teknik Menyalakan dan Mematikan Busur
1. Scratching Methode
Arti dari scratching adalah goresan, scratching methode berarti
adalah menyalakan elektroda dengan cara menggoreskan
elektroda kepada benda kerja yang sudah tersambung dengan
welding cable. Proses penggoresan umumnya dilakukan secara
berulang sambil menyesuaikan arus pada elektroda. Teknik ini
dilakukan pada pengelasan dengan arus AC.
19

Gambar 2. 14 Scratching Methode


Sumber: www.junaidilas.blogspot.com/2017/10/teknik-
penyalaan-elektroda.html (Junaidi, 2017).
2. Tapping Methode
Jika proses scratching perlu menggoreskan elektroda ke benda
kerja maka, tapping methode dilakukan dengan mengetukkan
elektroda ke benda kerja hingga menimbulkan busur listrik (arc).
Setelah busur tercipta, jaga jarak elektroda dengan benda kerja
secara konstan (arc length). Teknik ini efektif digunakan untuk
mesin SMAW dengan arus DC.

Gambar 2. 15 Tapping Methode


Sumber: www.junaidilas.blogspot.com/2017/10/teknik-
penyalaan-elektroda.html (Junaidi, 2017).
20

C. Gerakan Elektroda
Setiap welder mempunyai cirikhas dalam melakukan pengelasan,
sehingga tercipta teknik gerakan elektroda. Gerakan atau ayunan
elektroda sewaktu mengelas logam dilakukan untuk menghasilkan
rigi-rigi las yang baik dan bertjuan untuk memperdalam penembusan
nyala busur. Namun, bukan hanya gerakan elektroda saja yang
penting dalam pengelasan, melainkan kecepatan dalam pengelasan
juga sangat penting. Gerakan konstan dengan teratur akan membuat
alur pengelasan lebih baik dan sambungan las dapat lebih matang.
Kecepatan dalam pengelasan dapat diperoleh melalui intuisi seorang
welder yang sudah melakukan proses pengelasan secara berulang.
Secara umum ada tiga gerakan elektroda yang umum diterapkan
oleh seorang welder yaitu, gerakan secara spiral, gerakan zig-zag, dan
gerakan segita (Irwanto, 2016:16).

Gambar 2. 16 Gerakan Alur Elektroda


Sumber: Perbandingan Variasi Gerakan Elektroda Pada Proses
Shielded Metal Arc Welding (SMAW) Terhadap Struktur Mikro dan
Kekuatan Bending Baja Karbon Rendah (Irwanto, 2016:17)
21

D. Perencanaan Sambungan Las

Gambar 2. 17 Macam-macam Sambungan Pengelasan


Sumber: Shield Metal Arc Welding (Marwanto, 2007: 7)
1. Sambungan Tumpul (Butt Joint)
Sambungan tumpul adalah bentuk sambungan yang menempelkan
kedua sisi atau ujung dari kedua benda kerja. Pada sambungan
tumpul, kedua benda kerja akan disejajarkan sama rata, kemudia
dari setiap ujung benda kerja disatukan kemudian baru dilakukan
pengelasan. Sambungan tumpul merupakan sambungan yang
sederhana dan mudah diaplikasikan, namun kelemahan dari
sambungan tumpul adalah hanya boleh digunakan pada benda
kerja dengan tebal dibawah 1/2 in dan umum digunakan pada
benda kerja dengan tebal 3/16 in dan tidak disarankan digunkan
untuk beban tinggi.
2. Sambungan T (T-Joint)
Dikatan sambungan T dikarenakan bentuk proses pengerjaan
pengelasan benda kerja tersebut berbentuk seperti huruf T.
Sambungan jenis ini sangat familiar bagi pegawai konstruksi
22

bangunan karena pengaplikasian sambungan ini dipandang lebih


kokoh. Sambungan T dibuat dengan memotong dua benda kerja
dan dibentuk sudut 90o dengan satu bagian yang terletak ditengah
bagian lainnya secara tegak lurus membentuk huruf T.
3. Sambungan Sudut (Corner Joint)
Sambungan sudut dirancang untuk menyatukan benda kerja
dengan membentuk huruf L dengan sudut benda kerja 90o.
Pengelasan sambungan sudut mempunyai prinsip yang sama
dengan sambungan T namun, perbedaan mendasarnya adalah jika
sambungan sudut, elektroda difungsikan mengisi sudut dari ujung
benda kerja sehingga secara pronsip sambungan ini mirip dengan
pengisian kampuh pada pengeasan.
4. Sambungan Tumpang (Lap Joint)
Dinamakan sambungan tumpeng karena pada proses
pengelasannya benda kerja saling bertumpukan. Pengelasan tipe
sambungan tumpeng diaplikasikan untuk menyambung plat tipis
namun digunakan untuk tegangan berat. Sambungan tumpeng
dirancang untuk mengatasai kelemahan dari sambungan tumpul.
5. Sambungan Sisi (Edge Joint)
Sambungan sisi dirancang dengan menggabungkan dua buah
benda kerja yang kemudian disusun secara parallel dan dilas pada
setiap ujungnya seperti sambungan sudut. Namun bedanya
sambungan sudut membentuk sudut 90o dan sambungan sisi
dibuat sejajar atau flensing edge.
2.2.6 Klasifikasi Elektroda Terbungkus dari Baja Lunak
Dalam pengelasan SMAW jenis elektroda menjadi dasar melakukan
pengelasan. Untuk menghindari terjadinya keropos pada sambungan
akibat dari tekanan atmosfir dan pengaruh udara maka, terak las adalah
media paling efektif sebagai pelindung. Bahan tambah atau elektroda
23

yang berselaput atau berbalut terbuat dari bahan yang dapat melindungi
las dari pengaruh atmosfer tersebut.
Elektroda baja lunak dan baja paduan rendah untuk las busur listrik
menurut AWS (American Welding Society) dinyatakan dengan tanda E
yang diikuti angka dibelakangnya dengan kekuatan tarik terendah
kelompok E 60 setelah dilaskan adalah 60.000 psi atau 42,2 kg/mm2.
Spesifikasi elektroda untuk baja karbon berdasarkan jenis dari lapisan
elektroda (fluks), jenis listrik yang digunakan, posisi pengelasan dan
polaritas pengelasan terdapat pada table dibawah ini (Irwanto, 2016: 12).
Tabel 2. 4 Klasifikasi Elektroda Seri E Standar AWS-ASTM

Klasifikasi Jenis Posisi Jenis Kekuatan Kekuatan Perpanjangan


AWS- Fluks Pengelasan Listrik Tarik Luluh (%)
ASTM (kg/mm2) (kg/mm2)
Natrium DC
E 6010 selulosa F,V,OH,H polaritas 43,6 35,2 22
tinggi balik
Kalium AC atau
E 6011 selulosa F,V,OH,H DC 43,6 35,2 22
tinggi polaritas
balik
Natrium AC atau
E 6012 titania F,V,OH,H DC 47,1 38,7 12
tinggi polaritas
lurus
Natrium AC atau
E 6013 titania F,V,OH,H DC 47,1 38,7 12
tinggi polaritas
ganda
AC atau
H-S DC
Oksida polaritas
E 6020 besi lurus 43,6 35,2 25
tinggi AC atau
F DC
polaritas
ganda
24

AC atau
H-S DC
Oksida polaritas
E 6027 besi lurus 43,6 35,2 25
tinggi AC atau
F DC
polaritas
lurus
Sumber: Perbandingan Variasi Gerakan Elektroda Pada Proses
Shielded Metal Arc Welding (SMAW) Terhadap Struktur Mikro dan
Kekuatan Bending Baja Karbon Rendah (Irwanto, 2016:12-13)
Arti simbol:
F : Pengelasan datar
V : Pengelasan vertical
OH : Pengelasan diatas kepala
H : Pengelasan horisontal
H-S : Pengelasan horisontal las sudut
2.2.7 Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel) AISI 1010
Syarat utama terjadinya sebuah pengelasan adalah adanya benda
kerja yang dilas. Baja karbon rendah merupakan salah satu material yang
digunakan dalam proses pengelasan, baja karbon rendah sendiri sering
disebut dengan baja lunak. Baja jenis ini mempunyai kadar karbon 0%
samapai 0,3% C yang mempunyai sifat liat dan mudah untuk ditempa
(Irwanto, 2016: 18). AISI 1010 merupakan salah satu jenis baja karbon
rendah dengan klasifikasi sebagai berikut:
Tabel 2. 5 Mechanechal Properties AISI 1010 Cold Drawn Carbon Steel

Tensile Strength Yield Strength Elastic Modulus Bulk Modulus


(kg/mm2) (kg/mm2) (kg/mm2) (kg/mm2)
37,2 31,1 19380 – 21420 14276
Sumber: Perbandingan Variasi Gerakan Elektroda Pada Proses
Shielded Metal Arc Welding (SMAW) Terhadap Struktur Mikro dan
Kekuatan Bending Baja Karbon Rendah (Irwanto, 2016:19)
25

Tabel 2. 6 Chemical Properties AISI 1010

C Mn P S Si Fe
(Carbon) (Mangan) (Fosforus) (Sulphur) (Silicon) (Iron)
% % % % % %

0,08 – 0,13 0,30 – 0,60 0,040 0,050 0,10 99,18 – 99,62


Sumber: Perbandingan Variasi Gerakan Elektroda Pada Proses
Shielded Metal Arc Welding (SMAW) Terhadap Struktur Mikro dan
Kekuatan Bending Baja Karbon Rendah (Irwanto, 2016:19)
Tabel 2. 7 Tebal dan Dimensi Standar Plat AISI 1010

Tebal Lebar Panjang


(mm) (mm) (mm)
0,4 1.219 2.438
0,5 1.219 2.438
0,8 1.219 2.438
1 1.219 2.438
2 1.219 2.438
3 1.219 2.438
5 1.219 2.438
6 1.219 2.438
8 1.219 2.438
10 1.219 2.438
12 1.219 2.438
Sumber: Perancangan Scraper Conveyor Kapasitas 40 ton/jam Untuk
Ampas Tebu di PT. GMM-BULOG Blora (Pambudi, 2022:9)
2.2.8 Pengujian Lentur (Bending Test)
Secara mekanis, sifat material dapat diketahui dengan cara melakukan
sebuah pengujin. Bending test merupakan salah satu pengujian sifat
mekanik yang menguji sebuah bahan terhadap specimen bahan tersebut.
Pada prosses bending test, bahan akan diuji dengan diberi beban lentur
mapun proses pelenturan dalam pembentukan. Bahan yang diuji pada
bending test akan menerima pembebanan terhadap suatu bahan pada
26

suatu titik yang berada ditengah-tengah bahan yang ditahan diatas dua
tumpuan (Iswanto, 2016: 24).
Tujuan utama dari bending test adalah untuk mengetahui kemampuan
benda uji dalam menerima pembebanan seperti kekuatan, elastisitas, dan
memeriksa kekuatan mekanis dari material las dan lain sebagainya.
Metode pengujian bending test didasrkan pada triple point bending yaitu,
benda uji ditumpu pada suatu tumpuan dibagian atas benda uji dan dua
tumpuan diabgian bawah benda uji (Iswanto, 2016: 24). Kekuatan
bending secara maksimal dari logam hasil proses pengelasan dapat dicari
dengan persamaan berikut:
𝑃 𝑥 𝐿𝑠
𝜎= . . . . . . . . . . . . . . . . . (2.1)
4𝑊

𝑏.ℎ2
𝑊= . . . . . . . . . . . . . . . . . (2.2)
6

Dimana:
𝜎 = Tegangan bending (N/mm2)
𝑃 = Beban maksimum (N)
𝐿𝑠 = Jarak antar tumpuan (mm)
𝑊 = Moment inersia (mm3)
𝑏 = Lebar spesimen (mm)
ℎ = Tebal specimen (mm)

Gambar 2. 18 Bentuk Spesimen Uji Bending


Sumber: Perbandingan Variasi Gerakan Elektroda Pada Proses
Shielded Metal Arc Welding (SMAW) Terhadap Struktur Mikro dan
Kekuatan Bending Baja Karbon Rendah (Irwanto, 2016: 25)
27

Terdapat dua metode dalam menentukan posisi spesimen bending


test yaitu, transversal dan longitudinal. Pada proses transversal bending
posisi spesimen berada tegak lurus terhadap arah pengelasan.
A. Transversal Bending
Transversal bending sendiri dibedakan menjadi 3 yaitu:
1. Face Bend
Face bend (bending pada permukaan las), yaitu jika permukaan
las mengalami tegangan tarik dan akar las mengalami tegangan
tekan. Pengamatan dilakukanpada permukaan las yang
mengalami tegangan tarik.

Gambar 2. 19 Face Band Pada Transversal Bending


2. Root Bend
Root bend (bending pada akar las), yaitu jika akar las mengalami
tegangan tarik dan permukaan las mengalami tegangan tekan.
Pengamatan dilakukan pada akar las yang mengalami tegangan
tarik

Gambar 2. 20 Root Bend Pada Transversal Bending


28

3. Side Bend
Side bend (bending pada sisi las), yaitu pengujian yang dilakukan
pada sisi las. Pengujian ini dilakukan jika tebal material yang di
las lebih besar 10 mm.

Gambar 2. 21 Side Bend Pada Transversal Bending


B. Longitudinal Bending
Longitudinal bending adalah posisi spesimen searah dengan arah
pengelasan. Longitudinal bending dibagi menjadi 2 berdasarkan arah
pembebanan dan lokasi, yaitu:
1. Face Bend
Face bend (bending pada permukaan las) yaitu jika permukaan las
mengalami tegangan tarik dan akar las mengalami tegangan tekan.
Pengamatan dilakukan pada permukaan las yang mengalami
tegangan tarik.

Gambar 2. 22 Face Bend Pada Longitudinal Bending


29

2. Root Bend
Root bend (bending pada akar las) yaitu jika pada akar las
mengalami tegangan tarik dan permukaan las mengalami
tegangan tekan. Pengamatan dilakukan pada akar las yang
mengalami tegangan tarik.

Gambar 2. 23 Root Bend Pada Longitudinal Bending

Anda mungkin juga menyukai