Anda di halaman 1dari 82

PENGARUH PENAMBAHAN PERAK TERHADAP

SIFAT FISIS DAN MEKANIS CORAN Al-Si

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin

Disusun oleh :

Catur Budi Raharjo


NIM : 045214010

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009

i
THE EFFECT OF SILVER ON THE PHYSICAL AND
MECHANICAL PROPERTIES OF Al-Si CASTING

FINAL PROJECT

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements


To Obtain the Sarjana Teknik Degree
In Mechanical Engineering

By :

Catur Budi Raharjo


Student Number : 045214010

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM


SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2009

ii
iii
iv
v
Halaman Persembahan

Tugas Akhir ini aku persembahkan untuk Tuhan

Yesus Kristus Raja Manusia atas talenta dan berkat yang

indah ini.

Almarhum bapakku Tuhari Harso Martono dan

ibuku Sumarti atas cinta dan kasih sayang yang tidak akan

ada habisnya, untuk kakak-kakakku M’Chris, M’Tatik,

M’Dwi, M’Tri dan adekku D’Teguh atas

dukungan,perhatian dan pengertiannya.

D’Siska Indrasari.SE atas waktu, dukungan dan

cinta yang sangat berarati

Pdt. Agus Sugiarto.Ssi atas semua bantuan moril

maupun materil yang sudah banyak sekali diberikan.

“Segala perkara dapat kutanggung didalam DIA yang

memberi kekuatan kepadaku” (Filipi 4:13)

vi
INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan unsur


perak (Ag) terhadap sifat fisis dan mekanis paduan aluminium-silikon. Bahan
utama pada penelitian ini adalah paduan Al-Si yang didapatkan dari pelek mobil.
Bahan utama ini kemudian dicor ulang dengan variasi penambahan perak sebesar
1%, 2%, dan 3%. Hasil pengecoran kemudian dilakukan pengujian yang meliputi
uji kekerasan, uji impak, pengamatan struktur mikro, porositas dan komposisi
kimia. Uji kekerasan menggunakan mesin uji Brinell, dan uji impak menggunakan
mesin uji impak Charpy. Pengujian komposisi kimia dilakukan pada bahan mula-
mula (pelek) dan pada benda uji penambahan perak 3%. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa keuletan optimal terdapat pada paduan Al-Si dengan
penambahan perak sebesar 3%, sedangkan kekerasan tertinggi terdapat pada
paduan Al-Si tanpa penambahan unsur perak.

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat yang telah dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas

Akhir dengan judul ” Pengaruh Penambahan Perak Terhadap Sifat Fisis Dan

Mekanis Coran Al-Si ”.

Penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan

akademis di Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Romo Dr. Ir. Paulus Wiryono Priyotamtama S.J. M.Sc. selaku Rektor

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Yosef Agung Cahyanta S.T.,M.T. selaku dekan Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Budi Sugiharto S.T.,M.T. selaku ketua program studi Teknik Mesin dan

dosen pembimbing kerja praktek.

4. I Gusti Ketut Puja S.T.,M.T. selaku pembimbing Tugas akhir.

5. Dosen – dosen Prodi Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

6. Karyawan dan Laboran Ilmu Logam Fakultas Teknik Mesin Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

7. Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

angkatan 2004 yang telah membantu dan mendukung Tugas Akhir ini.

viii
Serta semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung

dalam penyelesaian laporan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari akan keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki

serta menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan dalam penyusunan laporan

ini. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, penulis terbuka akan adanya kritik

dan saran yang membangun untuk menjadikan laporan ini lebih baik lagi.

Pada akhirnya penulis berharap agar Laporan Tugas Akhir ini dapat

berguna untuk bahan kajian lebih lanjut.

Yogyakarta, 10 Juni 2009

Penulis

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi
INTISARI ....................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Batasan Masalah .................................................................................. 2
1.4 Tujuan penelitian ................................................................................. 3
BAB II DASAR TEORI .............................................................................. 4
2.1 Sejarah Pengecoran .............................................................................. 4
2.2 Proses pengecoran ................................................................................ 6
2.2.1 Perencanaan pengecoran ....................................................... 6
2.2.2 Pencairan logam .................................................................... 10
2.2.3 Pembuatan cetakan ................................................................ 11
2.3 Alumunium dan Paduannya ................................................................. 14
2.3.1 Produksi Aluminium ............................................................. 14
2.3.2 Paduan Aluminium ............................................................... 17
2.3.3 Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Aluminium..................... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 25
3.1 Diagram Alir ........................................................................................ 25
3.2 Jenis Penelitian ..................................................................................... 26
3.3 TahapPenelitian .................................................................................... 26
3.4 Data yang Dikumpulkan ...................................................................... 27
3.5 Pelaksanaan Pengecoran ...................................................................... 27

x
3.5.1 Bahan coran ........................................................................... 27
3.5.2 Alat-alat yang digunakan ...................................................... 28
3.5.3 Proses peleburan logam......................................................... 28
3.5.4 Pelepasan hasil coran ............................................................ 30
3.6 Pembuatan Benda Uji........................................................................... 30
3.7 Peralatan Pengujian .............................................................................. 33
3.8 Pengujian Hasil Coran ......................................................................... 34
3.8.1 Pengujian Impak .................................................................. 34
3.8.2 Pengujian Kekerasan ............................................................. 37
3.8.3 Pengamatan Struktur Mikro ................................................. 40
3.8.4 Pengamatan Porositas Hasil Coran ....................................... 42
3.8.5 Pengujian Komposisi Kimia ................................................. 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........................... 46
4.1 Pengujian Impak ................................................................................. 46
4.2 Pengujian Kekerasan ............................................................................ 48
4.3 Pengamatan Struktur Mikro ................................................................. 50
4.4 Pengamatan Porositas .......................................................................... 52
4.5 Pengamatan Komposisi Kimia ............................................................. 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 57
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 57
5.2 Saran..................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 59
LAMPIRAN .................................................................................................... 60

xi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan peradaban manusia kebutuhan akan

berbagai macam bahan terutama dalam dunia industri juga bertambah dan

semakin komplek. Salah satu bidang yang mendukung industri adalah pengecoran

logam. Bidang ini telah mengalami perkembangan dalam metode yang digunakan

dalam proses pengecoran maupun dari bahan yang digunakan dalam pengecoran.

Agar pemilihan suatu bahan dapat efisien, biasanya seorang perancang

akan memperhatikan beberapa hal, diantaranya: sifat bahan yang diinginkan,

proses pengerjaannya, dan biaya yang diperlukan. Pemilihan bahan yang tepat

dapat memberikan beberapa keuntungan baik dilihat dari sisi mekanis maupun

dari sisi ekonomis.

Dalam bidang industri salah satu bahan yang sering digunakan adalah

aluminium. Aluminium adalah salah satu logam non ferro yang memiliki banyak

sifat yang menguntungkan, sifat-sifat itu antara lain : berat jenis yang rendah

sehingga bahan relatif ringan, titik leburnya rendah sehingga proses

pengerjaannya relatif cepat, daya hantar listrik tinggi, tahan terhadap korosi, dan

kekuatan yang tinggi dalam bentuk paduan.

Dengan memperhatikan sifat-sifat yang menguntungkan dari aluminium

terutama kekuatan yang cukup tinggi dalam bentuk paduan serta kebutuhan akan

logam jenis ini tiap tahun mengalami peningkatan, penulis menjadikan paduan

1
2

aluminium sebagai objek penulisan tugas akhir. Dalam hal ini penulis memilih

paduan Al-Si-Ag sebagai objek penelitian.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini meneliti perubahan sifat fisis dan mekanis hasil coran

paduan Al-Si dengan variasi kadar perak (Ag), yang mana Al-Si diperoleh dari

pelek mobil. Coran yang ingin dibuat dan diteliti terdiri dari lima jenis coran,

yaitu :

1. Paduan Coran Al-Si

2. Paduan Coran Al-Si dengan Ag (1 %)

3. Paduan Coran Al-Si dengan Ag (2 %)

4. Paduan Coran Al-Si dengan Ag (3 %)

Hasil dari setiap coran akan dibandingkan dan dilihat akibat pengaruh unsur perak

yang ditambahkan.

1.3 Batasan masalah

Dalam penelitian pengecoran paduan Al-Si-Ag dengan menggunakan

cetakan pasir, penulis memberikan batasan supaya penulisan tidak terlalu luas

serta mengenai sasaran yang ingin dicapai. Pembatasan penulisan adalah sebagai

berikut:

1 Sifat-sifat dasar logam yang digunakan dalam pengecoran.

2 Proses pengecoran paduan Al-Si-Ag.


3

3 Pengujian untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis logam

paduan hasil coran.

4 Analisa dari hasil pengujian yang dilakukan.

1.4 Tujuan penelitian

1. Mengetahui angka keuletan pada paduan Al-Si dengan

penambahan perak terhadap beban kejut / dinamik.

2. Mengetahui angka kekerasan pada paduan Al-Si dengan

penambahan perak

3. Mengetahui perubahan struktur mikro paduan Al-Si dengan

penambahan perak.
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Sejarah Pengecoran

Coran dibuat dari logam yang dicairkan, dituang ke dalam cetakan,

kemudian dibiarkan mendingin dan membeku. Sejarah pengecoran dimulai ketika

manusia mengetahui bagaimana mencairkan logam dan bagaimana membuat

cetakan. Hal itu terjadi kira-kira 4000 sebelum masehi, sedangkan tahun yang

pasti tidak diketahui. Awal penggunaan logam adalah ketika manusia membuat

perhiasan atau perak tempaan, dan kemudian membuat senjata atau mata bajak

dengan menempa tembaga. Hal itu dimungkinkan karena logam-logam ini

terdapat di alam dalam keadaan murni, sehingga dengan mudah dapat

menempanya. Kemudian secara kebetulan manusia menemukan tembaga mencair,

selanjutnya mengetahui cara untuk menuang logam cair ke dalam cetakan, dengan

demikian untuk pertama kalinya manusia dapat membentuk coran yang rumit,

umpamanya perabot rumah, perhiasan atau hiasan makam. Coran tersebut dibuat

dari perunggu yaitu suatu paduan tembaga, timah dan timbal yang titik-cairnya

lebih rendah dari tembaga.( Sumber : Surdia, T., Hijiiwa, K.,1986 )

Pengecoran perunggu pertama kali dilakukan di Mesopotamia kira-

kira 3000 tahun sebelum Masehi, teknik ini diteruskan ke asia tengah, India

dan Cina. Penerusan ke Cina kira-kira 2000 tahun sebelum Masehi, dan dalam

zaman Cina kuno semasa Yin, yaitu kira-kira 1500-1000 tahun sebelum Masehi.

Pada masa itu tangki-tangki besar yang halus dibuat dengan cara dicor. Sementara

4
5

itu teknik pengecoran Mesopotamia juga diteruskan ke Eropa, dan dalam tahun

1500-1400 sebelum Masehi barang-barang sepeti mata bajak, pedang, mata

tombak, perhiasan, tangki, dan perhiasan makan dibuat di Spanyol, Swiss, Jerman,

Austria, Norwegia, Denmark, Swedia, Inggris dan Prancis. Teknik pengecoran

perunggu di India dan Cina diteruskan ke Jepang dan Asia Tenggara, sehingga

Jepang banyak arca-arca Budha dibuat antara tahun 600 dan 800.

Penggunaan besi dimulai dengan penempaan, sama halnya dengan

tembaga. Orang-orang Asiria dan Mesir mempergunakan perkakas besi dalam

tahun 2800-2700 sebelum Masehi. Kemudian di Cina dalam tahun 800-700

sebelum Masehi, ditemukan cara membuat coran dari besi kasar yang mempunyai

titik-cair rendah dan mengandung fosfor tinggi dengan mempergunakan tanur

beralas datar. Teknik produksi ini kemudian diteruskan ke Negara-negara di

sekitar Laut Tengah. Di Yunani 600 tahun sebelum Masehi, arca-arca raksasa

Epaminondas atau Hercules, berbagai senjata, dan perkakas dibuat dengan jalan

pengecoran. Di India zaman itu pengecoran besi kasar dilakukan dan diekspor ke

Mesir dan Eropa. Walaupun demikian baru pada abat ke 14 saja pengecoran besi

kasar dilakukan secara besar-besaran, yaitu ketika Jerman dan Itali meningkatkan

tanur beralas datar yang primitif itu menjadi tanur tiup berbentuk silinder, di mana

pencairan dilakukan dengan jalan meletakan biji besi dan arang batu berselang-

seling. Produk-produk yang dihasilkan pada waktu itu adalah : meriam, peluru

meriam, tungku, pipa, dan lain-lain. Cara pengecoran pada zaman itu ialah

menuangkan secara langsung logam cair yang didapat dari biji besi ke dalam

cetakan. Kokas ditemukan di Inggris pada abad 18, yang kemudian di Prancis
6

disahkan agar kokas dapat dipakai untuk mencairkan kembali besi kasar dalam

tanur kecil pada pembuatan coran. Kemudian tanur yang serupa dengan tanur

kupola yang ada sekarang dibuat di Inggris, dan cara pencairan besi kasar yang

dilakukan sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang. Walaupun sejak masa

kuno baja dipakai dalam bentuk tempaan, namun sejak H. Bessemer atau W.

Siemens sajalah telah diusahakan untuk membuat baja dari besi kasar, dan coran

baja diproduksi pada akhir pertengahan abad 19. Coran paduan aluminium dibuat

pada akhir abad 19 dengan cara pemurnian dengan elektrolisa ditemukan.

(Sumber : Surdia, T., Hijiiwa, K.,1986 )

2.2 Proses Pengecoran

2.2.1 Perencanaan Pengecoran

Proses pengecoran meliputi: pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan

logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembongkaran coran,

pembersihan, proses daur ulang pasir cetakan, dan hasilnya disebut coran.

Berdasarkan proses pencetakan dan bahan cetakannya, pengecoran dibedakan

menjadi :

1. Pengecoran menggunakan cetakan pasir (sand ,mould).

2. Pengecoran menggunakan cetakan pasir dengan pengikat khusus.


7

3. Pengecoran menggunakan cetakan dengan model lilin (investmentmoulding).

4. Pengecoran dengan cetakan logam (permanent moulding).

5. Pengecoran dengan penuangan cetak (die casting).

Coran dibuat dari logam yang dicairkan dan dituang ke dalam cetakan,

kemudian dibiarkan dingin dan membeku. Untuk mencairkan logam digunakan

bermacam-macam tanur, memilih tanur yang tepat bisa mempercepat pengecoran.

Oleh karena itu sebelum membuat coran harus dibuat perencanaan yang matang

untuk mencapai keberhasilan akan hasil coran. Adapun perencanaan proses

pengecoran adalah sebagai berikut :

1 Penentuan pola

Pola adalah tiruan benda coran (tidak sama dengan benda coran, baik

dari bahan maupun ukurannya). Perbedaan pola dengan benda coran

diakibatkan oleh beberapa alasan, yaitu :

• Benda coran pasti menyusut.

• Benda coran bukan produk akhir, masih melalui proses permesinan.

Bentuk pola biasanya terjadi penirusan yang dimaksudkan untuk

mempermudah pengangkatan coran dari cetakan.

Pola dibuat dengan proses permesinan secara langsung pada cetakan

logam, yaitu dengan memakai mesin milling.

2. Menetapkan kup, drag, dan permukaan pisah

Untuk mendapatkan hasil coran yang baik penentuan kup, drag, dan

permukaan pisah harus memperhatikan ketentuan dibawah ini :


8

• Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan. Permukaan pisah harus

satu bidang, pada dasarnya kup dibuat agak lebih dangkal.

• Penempatan inti harus mudah. Tempat inti dalam cetakan utama harus

ditentukan dengan teliti.

• Sistim saluran harus dibuat sempurna untuk mendapatkan aliran logam

cair yang optimal.

• Terlalu banyak permukaan pisah akan mengambil banyak waktu dalam

proses pembuatan cetakan.

3. Penentuan penambahan penyusutan

Untuk menentukan tambahan penyusutan digunakan mistar susut,

adanya tambahan penyusutan karena coran menyusut pada waktu

pembekuan dan pendinginan. Besarnya penyusutan tergantung dari :

bahan coran, bentuk coran, tempat, tebalnya coran.

4. Penuangan logam cair.

Setelah peleburan logam dan cetakan sudah siap, maka proses

penuangan logam cair dapat dilaksanakan. Hal-hal yang harus

diperhatikan dalam proses penuangan, yaitu :

• Pengeringan ladel. Ladel yang digunakan harus benar-benar kering,

sebab jika tidak benar-benar kering bisa menurunkan temperatur logam

cair sehingga dapat menimbulkan cacat pada coran.

• Pembuangan terak. Sebelum penuangan, terak yang ada di atas cairan

logam yang ada dalam ladel harus dibuang. Supaya pada saat

penuangan tidak ikut ke dalam cetakan.


9

• Temperatur penuangan. Temperatur logam cair harus dijaga agar

logam cair tidak cepat membeku dan untuk mendapatkan coran

berkualitas tinggi.

• Waktu penuangan. Penuangan harus dilakukan dengan tenang, cepat

dan cermat.

5. Pembongkaran cetakan

Pembongkaran cetakan dilakukan untuk mengetahui hasil coran.

Pembongkaran cetakan dengan cara memukul cetakan hingga coran

lepas dari cetakan.

6. Pemeriksaan hasil coran

Tujuan dari pemeriksaan coran adalah :

• Penyempurnaan teknis. Cacat pada coran harus dideteksi sebaik

mungkin sehingga dapat dengan cepat dilakukan penyempurnaan

teknis dan selanjutnya kualitas coran tersebut dapat dipelihara.

• Memelihara kualitas. Kualitas hasil coran harus tetap dipertahankan,

karena akan berpengaruh langsung pada konsumen. Pemeriksaan yang

kontinyu dimaksudkan untuk mengawasi coran yang mengalami

kegagalan dalam pengecoran.


10

2.2.2 Pencairan logam

Untuk mencairkan logam dapat menggunakan berbagai macam tanur.

Pada umumnya dapur kupola atau tanur frekuensi rendah dipergunakan untuk besi

cor, tanur busur listrik atau tanur induksi frekuensi tinggi untuk baja tuang, dan

tanur krus untuk paduan tembaga atau coran paduan ringan karena tanur-tanur ini

dapat menghasilkan logam cair yang baik dan ekonomis untuk logam-logam

tersebut. Karena pengecoran yang akan dilakukan menggunakan aluminium yang

termasuk logam paduan ringan sebagai bahan dasar maka tanur yang dibahas

hanya tanur krus saja.

Gambar 2.1 Tanur Krus Tampak Atas (kiri) dan Tampak Samping (kanan)

(Sumber : Surdia, T., Hijiiwa, K.,1986 )

Peleburan dengan krus besi cor dan krus karbon dilakukan sebagai berikut.

Pertama diisikan sekrap, kemudian logam baru dan paduan dasar. Magnesium

harus ditenggelamkan ke dasar cairan dengan mempergunakan alat yang khusus

seperti alat untuk pemberi fosfor. Magnesium yang tenggelam kemudian mencair

sedangkan magnesium yang terapung akan hilang karena oksidasi.

Untuk menghemat waktu peleburan dan mengurangi kehilangan karena

oksidasi, lebih baik memotong logam menjadi potongan kecil yang kemudian

dipanaskan. Kalau bahan sudah mulai mencair, fluks harus ditambahkan untuk
11

mencegah oksidasi dan absorpsi gas. Selama pencairan permukaan harus ditutup

dengan fluks dan cairan diaduk pada jangka waktu tertentu untuk mencegah

segregasi.

2.2.3 Pembuatan cetakan

Cetakan biasanya dibuat dengan jalan memadatkan pasir. Pasir yang

dipakai kadang-kadang pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah

lempung. Cetakan pasir mudah dibuat dan tidak mahal asal dipakai pasir yang

cocok, kadang-kadang dicampurkan juga pengikat khusus, umpamanya air kaca,

semen, resin furan, resin fenol atau minyak pengering karena pengunaan zat-zat

tersebut dapat memperkuat cetakan. Tentu saja penggunaan zat-zat tersebut

mahal, sehingga perlu memilih dengan mempertimbangkan bentuk, bahan dan

jumlah produk hasil coran.

Dalam pengecoran menggunakan cetakan dari pasir. Cetakan dibuat

dalam rangka cetak (flask) yang terdiri atas dua bagian, bagian atas disebut kup

dan bagian bawah disebut drag. Belahan pola diletakkan diatas papan kayu yang

rata, drag diletakkan di atas papan kemudian diisi penuh pasir dan ditekan keras.

Bila pasir kurang padat cetakannya mudah rusak pada waktu pengerjaan atau

rusak akibat aliran logam cair. Bila terlalu padat, gas dan uap sulit menguap, hal

ini dapat mengakibatkan cacat pada benda cor. Drag dan kup dipasang jadi satu

sesudah diberi grafit, kegunaan grafit adalah untuk mencegah melekatnya pasir

dari kedua bagian cetakan dan memperhalus permukaan hasil cor. Penampang

saluran masuk dekat cetakan jangan terlalu besar untuk memudahkan


12

pematahannya dan untuk memudahkan penyusutan aluminium, pada kup juga

biasanya dibuat saluran cadangan atau riser (penambah).

Fungsi saluran masuk perlu dirancang dengan mempertimbangkan faktor-faktor

berikut ini :

1. Aliran logam hendaknya memasuki rongga cetakan dekat dasarnya dengan

turbulensi seminimal mungkin, khususnya pada benda tuang yang berukuran

kecil.

2. Pengikisan dinding saluran masuk dan permukaan rongga cetakan harus

ditekan dengan mengatur aliran logam cair.

3. Aliran logam cair yang masuk harus diatur sedemikian rupa sehingga terjadi

solidifikasi yang terarah. Solidifikasi hendaknya dimulai dari permukaan

cetakan ke arah logam cair sehingga selalu ada logam cair cadangan untuk

menutupi kekurangan akibat penyusutan.

4. Usahakan kotoran dan partikel asing tidak dapat masuk ke dalam rongga

cetakan.

Dalam sebuah cetakan terdapat sistem saluran yang berfungsi sebagai

jalan untuk logam cair ke dalam cetakan. Saluran turun berfungsi untuk

mengalirkan logam cair ke dalam cetakan. Selain itu ada saluran penambah yang

berfungsi untuk menambahkan logam cair pada saat logam cair membeku.

Besarnya penambahan tergantung pada besar kecilnya penyusutan. Adapun

urutan-urutan dari sistem saluran adalah :


13

1. Cawan tuang

Cawan tuang adalah penerima pertama yang menerima logam cair langsung

dari ladel. Cawan ini biasanya berbentuk corong, cawan ini harus

mempunyai kontruksi yang tidak dapat melewatkan kotoran/terak yang

terbawa logam cair dari ladel. Cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal,

perbandingan kedalaman dan diameter yang terlalu kecil akan menjadi

pusaran yang akan menampung kotoran/terak sisa pada logam cair, sehingga

tidak ikut masuk kedalam cetakan.

2. Saluran turun

Saluran turun saluran yang pertama membawa logam cair dari cawan tuang

kedalam pengalir dan saluran masuk. Saluran ini dibuat tegak lurus dengan

irisan yang berupa lingkaran, biasanya irisannya sama dari atas sampai

bawah atau sebaliknya. Saluran turun dibuat dengan melubangi cetakan

dengan mempergunakan satu batang atau dengan memasang bumbung tahan

panas.

3. Pengalir

Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun

kebagian-bagian pada cetakan. Bagian ini mempunyai irisan seperti

trapesium atau setengah lingkaran karena mudah dibuat pada permukaan

pisah. Pengalir lebih baik dibuat sebesar mungkin, karena untuk

memperlambat pendinginan logam cair.


14

4. Saluran masuk

Saluran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir

kedalam rongga cetakan. Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih

kecil dari pada pengalir. Bentuk irisan biasanya berupa bujur sangkar,

trapesium, segitiga, atau setengah bola yang membesar ke arah rongga

cetakan.

Gambar 2.2 Bagian-Bagian Sistem Saluran dalam Cetakan

(Sumber : Surdia T, 1986, hal : 65)

2.3 Aluminium Dan Paduannya

2.3.1 Produksi Aluminium

Aluminium diproduksi dari bauksit yang merupakan campuran mineral

gibbsite [Al(OH)3], diaspore [AlO(OH)] dan mineral lempung seperti kaulinit

[Al2Si2O5(OH)4]. Proses produksi aluminium dari bauksit meliputi dua tahap,

yaitu : proses pengolahan alumina (Al2O3) dan proses elektrolisa alumina menjadi

aluminium. Kedua proses tersebut merupakan proses awal terbentuknya


15

aluminium. Proses pengolahan bauksit menjadi alumina melalui suatu rangkaian

proses yang disebut proses Bayer. Bauksit dimasukan ke dalam larutan NaOH dan

alumina didalamnya membentuk sodium alumina.

Al2O3 + 2NaOH → 2NaAlO2 + H2O (160˚ - 170˚ C)

Setelah pemisahan sodium aluminat dari zat cair lainnya, lalu

didinginkan secara perlahan sampai temperature 25˚- 35˚ C untuk mengendapkan

aluminium hidroksida [Al(OH)3] menurut reaksi.

NaAlO2 + 2H2O → Al(OH)3 + NaOH

Kemudian Al(OH)3 dicuci dan selanjutnya dipanaskan sampai temperatur

1100˚ - 1200˚C untuk menghasilkan aluminium oksida (Al2O3) menurut reaksi

berikut. 2Al(OH)3 → Al2O3 + 3H2O

Alumina yang diperoleh melalui proses pengolahan bauksit, diproses lagi secara

elektrolisa pada temperatur tinggi dengan proses Hall-Herlout karena alumina

mempunyai titik leleh yang tinggi (2000˚C), maka alumina tersebut dilarutkan ke

dalam cairan cryolite (Na3AlF6) yang bertindak sebagai elektrolit sehingga titik

leleh menjadi lebih rendah (1000˚C).

Aluminium merupakan logam non-ferro yang banyak digunakan karena

memiliki sifat-sifat yang baik, yaitu :

1. Kerapatan (density).

2. Berat jenis dari suatu Aluminium adalah 2,7 g/m3.


16

3. Salah satu ciri dari logam non ferro adalah jika suatu logam non ferro

mempunyai kerapatan yang tinggi maka daya tahan terhadap korosi yang

dimiliki logam tersebut juga semakin baik. Hal tersebut tidak berlaku untuk

aluminium, walaupun aluminium merupakan alah satu jenis logam non ferro.

Karena aluminium memiliki lapisan atau selaput tipis oksida transparan dan

jenuh terhadap oksigen di seluruh permukaan. Lapisan tersebut dapat

mengendalikan laju korosi serta sekaligus melindungi lapisan di bawahnya.

4. Aluminium mempunyai sifat mekanis yang sebanding dengan paduan bukan

besi (non ferrous alloy) juga beberapa jenis baja. Adapun sifat mekanis

tersebut adalah kekuatan tarik, dan kekerasan.

5. Aluminium mempunyai daya hantar listrik yang tinggi. Daya hantar listrik

yang dimiliki aluminium adalah sekitar 65% dari daya hantar tembaga.

Dalam hal ini digunakan Al dengan kemurnian 99,0%. Selain sifat-sifat di

atas, aluminium juga mempunyai sifat anti magnet.

6. Aluminium merupakan bahan yang tidak beracun. Maka dari itu aluminium

sering digunakan sebagai bahan pembungkus atau kaleng makan dan

minuman. Hal ini disebabkan reaksi kimia antara makanan dan minuman

dengan aluminium tidak menghasilkan zat beracun yang dapat

membahayakan manusia..

7. Sifat mampu bentuk aluminium yang baik memungkinkan aluminium dapat

dibuat menjadi lembaran tipis atau plat. Sifat mampu bentuk ini disebut juga

mampu tempa (malleability).


17

8. Titik lebur aluminium adalah ± 660 ºC sehingga aluminium sangat baik

untuk proses penuangan dengan waktu peleburan relatif singkat dan dengan

biaya operasi relatif murah.

2.3.2 Paduan Aluminium

Penggunaan aluminium murni terbatas pada aplikasi yang tidak terlalu

mengutamakan faktor kekuatan, seperti : penghantar panas dan listrik,

perlengkapan bidang kimia, lembaran (plat) dan sebagainya. Salah satu usaha

yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan aluminium adalah dengan

proses pengerasan regangan, tetapi cara ini tidak senantiasa memuaskan bila

tujuan utamanya adalah untuk menaikan kekuatan bahan. Pada perkembangan

selanjutnya peningkatan kekuatan aluminium dapat dicapai dengan penambahan

unsur-unsur paduan ke dalam aluminium. Unsur-unsur yang biasa dipakai dalam

paduan aluminium adalah : tembaga (Cu), mangan (Mn), silikon (Si), magnesium

(Mg), seng (Zn), dan lain sebagainya, serta sifat lainnya seperti mampu cor dan

mampu mesin juga bertambah baik. Dengan demikian penggunaan aluminium

paduan lebih luas dibandingkan dengan aluminium murni. Paduan aluminium

diklasifikasikan dalam berbagai standar oleh berbagai negara di dunia. Saat ini

klasifikasi yang sangat terkenal dan sangat sempurna adalah standar Aluminium

Association di Amerika (AA) yang didasarkan atas standar terdahulu dari Alcoa

(Aluminium Company of America). Paduan aluminium diklasifikasikan menjadi

dua kelompok umum, yaitu : paduan aluminium tuang/cor (cast aluminium alloys)

dan paduan aluminium tempa (wrought aluminium alloys). Setiap kelompok


18

tersebut dibagi lagi menjadi dua kategori, yaitu dengan perlakuan panas (heat

treatable alloys) dan paduan tanpa perlakuan panas (non heat treatable alloys).

Struktur mikro paduan aluminium (berhubungan erat dengan sifat-sifat

mekanisnya) terutama tergantung pada laju pendinginan saat pengecoran

dilakukan. Laju pendinginan ini tergantung pada jenis cetakan yang digunakan.

Dengan cetakan logam, laju pendinginan akan berlangsung lebih cepat

dibandingkan dengan cetakan pasir sehingga struktur logam cor yang dihasilkan

akan lebih halus dan menyebabkan peningkatan sifat mekanisnya. Berikut ini

adalah beberapa contoh aluminium paduan:

1. Paduan Al-Cu.

Paduan Al-Cu sangat jarang digunakan karena tingkat kecairannya jelek.

Sebagai coran dipergunakan paduan yang mengandung 4 – 5 %Cu, ternyata

dari fasanya paduan ini mempunyai daerah luas dari pembekuannya,

penyusutan yang besar, resiko besar pada kegetasan panas dan mudah terjadi

retakan pada coran. Paduan ini juga memiliki sifat-sifat mekanis dan mampu

mesin yang baik sedangkan mampu cor bahan ini agak jelek. Adanya Si

sangat berguna untuk mengurangi keadaan itu dan penambahan Ti sangat

efektif untuk memperhalus butir, dan juga dapat memperbaiki mempu

cornya. Dengan perlakuan panas pada coran dapat dibuat bahan yang

mempunyai kekuatan tarik yang sangat tinggi.

2. Paduan Al-Si, Al-Si-Mg, dan Al-Si-Cu.

Paduan Al-Si merupakan paduan aluminium yang paling banyak digunakan

dengan kadar Si bervariasi dari 5 – 20 %. Kebanyakan paduan ini memiliki


19

struktur mikro eutektik atau hypoeutektik (komposisi eutektik 12,7 % Si).

Paduan ini mempunyai visikositas yang baik dan tahan terhadap korosi serta

memiliki mampu cor yang baik, sehingga dipakai untuk elemen-elemen

utama mesin. Paduan ini relatif ringan, koefisien pemuaian rendah,

penghantar panas dan listrik yang baik. Bila Paduan ini dicor, akan

mempunyai sifat mekanis yang rendah karena butiran-butiran Si cukup besar,

sehingga pada saat pengecoran perlu ditambahkan natrium untuk membuat

kristal halus dan memperbaiki sifat-sifat mekanisnya, tetapi cara ini tidak

efektif untuk coran tebal. Sifat-sifat mekanik paduan Al-Si dapat diperbaiki

dengan menambahkan Mg, Cu, atau Mn, dan selanjutnya diperbaiki dengan

perlakuan panas. Penambahan unsur Mg ( 0,3 - 1 % ) pada paduan Al-Si

akan menghasilkan peningkatan cukup besar terhadap sifat-sifat mekanisnya.

Dalam hal ini unsur Mg meningkatkan respon terhadap perlakuan panas

bahan. Peningkatan tersebut karena adanya presipitasi Mg2Si. Penambahan

unsur Cu ( 3 – 5 %) pada paduan AL-Si dapat juga meningkatkan sifat-sifat

mekanis paduan. Paduan AL-Si-Cu, dengan komposisi Si mendekati

komposisi eutektik, dapat digunakan pada suhu tinggi dengan koefisien muai

panjang relatif kecil. Paduan ini banyak digunakan untuk bahan piston mesin

motor bakar (internal combustion engine). Duralumin merupakan salah satu

paduan popular dari Al dengan komposisi standar Al – 4 % Cu – 0,5 % Mg –

0,5 % Mn. Bila kandungan unsur Mg ditingkatkan sehingga komposisi

standarnya berubah menjadi Al – 4,5 % Cu – 1,5 % Mg – o,5 % Mn

dinamakan paduan duralumin super.


20

3. Paduan Al-Mg.

Paduan aluminium dengan kadar Mg sekitar 4 – 10 % mempunyai

ketahanan korosi dan sifat-sifat mekanis yang baik. Paduan ini mempunyai

kekuatan tarik di atas 300 Mpa dan perpanjangan di atas 12 % setelah

perlakuan panas. Paduan Al-Mg (disebut juga hidronalium) dipakai untuk

bagian-bagian dari alat-alat industri kimia, kapal laut, kapal terbang yang

membutuhkan daya tahan yang baik terhadap korosi. Paduan ini

mempunyai daya tahan yang sangat baik terhadap korosi dalam air laut dan

udara dengan kadar garam relatif tinggi. Paduan Al dengan 2 – 3 % Mg

dapat dengan mudah ditempa, dirol dan diekstrusi. Paduan Al dengan 4,5 %

Mg setelah dianil merupakan paduan cukup kuat dan mudah dilas. Paduan

ini banyak dipakai sebagai bahan tangki LNG.

4. Paduan Al-Mn.

Mangan (Mn) merupakan unsur yang memperkuat aluminium tanpa

mengurangi ketahanan terhadap korosi, dan dipakai untuk membuat paduan

tahan korosi

5. Paduan Al-Mg-Zn.

Aluminium menyebabkan keseimbangan biner semu dengan senyawa

antar logam Mg-Zn dan kelarutannya menurun apabila temperaturnya

turun. Telah diketahui sejak lama bahwa paduan sistem ini dapat dibuat

keras sekali dengan penuaan setelah perlakuan pelarutan. Paduan bersifat

keras dan getas oleh korosi tegangan. Paduan tersebut dinamakan ESD

(duralumin super ekstra).


21

6. Paduan Aluminium Tahan Panas.

Paduan Al-Cu-Ni-Mg mempunyai kekuatan konstan sampai suhu 300˚C

sehimgga paduan ini banyak dipakai untuk piston atau tutup silinder.

Paduan Al-Si-Cu-Ni-Mg mempunyai koefisien muai rendah dan tahan

terhadap suhu tinggi sehingga paduan ini banyak dipakai untuk piston.

2.2.3 Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Aluminium

Dalam coran aluminium unsur-unsur paduan sangat mempengaruhi hasil

dari coran aluminium tersebut, ada yang memberi pengaruh baik dan ada juga

yang memberikan pengaruh kurang baik. Berikut ini adalah pengaruh unsur-unsur

pada paduan aluminium.

1. Unsur silikon (Si)

Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur silikon (Si), yaitu :

− Mempermudah proses pengecoran.

− Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.

− Memperbaiki sifat-sifat atau karakteritik coran.

Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur silikon (Si), yaitu :

− Penurunan keuletan bahan terhadap beban kejut.

− Hasil cor akan rapuh jika kandungan Si terlalu tinggi.

1. Unsur tembaga (Cu)

Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur tembaga (Cu), yaitu

− Meningkatkan kekerasan bahan


22

− Memperbaiki kekuatan tarik.

− Mempermudah proses pengerjaan mesin.

Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur tembaga (Cu), yaitu :

− Menurunkan daya tahan terhadap korosi.

− Mengurangi keuletan bahan.

− Mengurangi mampu bentuk dan mampu rol.

3. Unsur mangan (Mn)

Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur mangan (Mn), yaitu :

− Meningkatkan kekuatan dan daya tahan pada temperatur tinggi.

− Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.

− Mengurangi pengaruh buruk unsur besi.

Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur mangan (Mn), yaitu :

− Menurunkan kemampuan penuangan.

− Meningkatkan kekasaran butiran partikel.

4. Unsur magnesium (Mg)

Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur magnesium (Mg), yaitu :

− Mempermudah proses penuangan.

− Meningkatkan kemampuan pengerjaan mesin.

− Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.

− Meningkatkan kekuatan mekanis.

− Menghaluskan butiran kristal secara efektif.

− Meningkatkan ketahanan terhadap beban kejut/impak.

Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur magnesium (Mg), yaitu :


23

− Meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil coran.

5. Unsur nikel (Ni)

Pengaruh yang ditimbulkan unsur nikel (Ni), yaitu :

− Meningkatkan kekuatan dan ketahanan bahan pada temperatur tinggi.

− Menurunkan pengaruh buruk unsur Fe dalam paduan.

− Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.

6. Unsur besi (Fe)

Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur besi (Fe), yaitu :

− Mencegah terjadinya penempelan logam cair pada cetakan selama

proses penuangan.

Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur besi (Fe), yaitu :

− Penurunan sifat mekenis.

− Penurunan kekuatan tarik.

− Timbulnya bintik keras pada hasil cor.

− Peningkatan cacat porositas.

7 Unsur seng (Zn)

Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur seng (Zn), yaitu :

− Meningkatkan sifat mampu cor..

− Mempermudah dalam pembentukan.

− Meningkatkan keuletan bahan.

− Meningkatkan kekuatan terhadap beban kejut.

Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur seng (Zn), yaitu :

− Menurunkan ketahanan korosi.


24

− Menurunkan pengaruh baik dari unsur besi (Fe).

− Menimbulkan cacat rongga udara.

8 Unsur titanium (Ti)

Pengaruh positif yang ditimbulkan titanium (Ti), yaitu :

− Meningkatkan kekuatan hasil cor pada temperatur tinggi.

− Memperhalus butiran kristal dan permukaan.

− Mempermudah proses penuangan.

Pengaruh negatif yang ditimbulkan titanium (Ti), yaitu :

− Menaikan viskositan logan cair

− Mengurangi fluiditas logam cair.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Diagram Alir

Diagram alir penelitian pengecoran dapat digambarkan sebagai berikut :

Pengadaan bahan coran

Uji komposisi

Proses pengecoran Al-Si dengan


variasi kadar Ag :
- Al-Si
- Al-Si dengan Ag 1 %
- Al-Si dengan Ag 2 %
- Al-Si dengan Ag 3 %

Pembuatan benda uji


- Uji kekerasan
- Uji impak
- Struktur mikro
- Porositas

Pengujian benda uji


Uji komposisi
3% Ag
Data hasil penelitian

Referensi Analisa data penelitian

Kesimpulan

25
26

3.2 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan studi kasus dan bersifat deskriptif

kualitatif, yaitu suatu penelitian terhadap obyek tertentu dan kesimpulan yang

diambil hanya terbatas pada obyek yang diteliti berdasarkan hasil analisa data

yang telah dilakukan. Dalam hal ini obyek yang diteliti adalah pengaruh

penambahan perak (Ag) dengan variasi penambahan antara 1% hingga 3%

terhadap paduan aluminium silikon.

3.3 Tahap Penelitian

Tahap yang dilakukan untuk memperoleh data-data atau informasi yang

dibutuhkan dalam penelitian dibagi menjadi 3 tahap utama, yaitu :

1. Tahap persiapan

Tahap ini merupakan tahap perumusan masalah yang akan diangkat

menjadi topik dalam penulisan, pengumpulan pustaka sebagai sumber

informasi yang mendukung penelitian, dan penentuan batasan masalah

agar penelitian tidak menyimpang dari topik rencana.

2. Tahap penelitian

Dalam penelitian ini digunakan beberapa metode penelitian, dengan

harapan untuk mencapai hasil seobyektif mungkin, yaitu:

• Penelitian pendahuluan

Yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui keadaan dan

sifat-sifat bahan sebelum diadakan pengecoran.


27

• Pelaksanaan penelitian

Yaitu penelitian yang dilakukan setelah penelitian pendahuluan

selesai dilakukan dan pada tahap ini mulai dilakukan penelitian

terhadap pengaruh penambahan variasi Ag (1 – 3%) pada

pengecoran Al-Si yang sesungguhnya.

3. Penelitian Kepustakaan

Suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan landasan teori

mengenai masalah yang akan diteliti. Dasar-dasar teoritis diperoleh dari

membaca literatur-literatur, jurnal dan sebagainya yang ada sangkut

pautnya dengan masalah yang diteliti.

3.4 Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini meliputi :

1. Data dan grafik pengujian impak

2. Data dan grafik pengujian kekerasan Brinell

3. Data dan gambar pemotretan struktur mikro

4. Data pengujian komposisi kimia

5. Data perhitungan porositas benda hasil pengecoran

3.5 Pelaksanaan Pengecoran

3.5.1 Bahan Coran

Bahan yang digunakan dalam pengecoran ini adalah aluminium-silikon

(Al-Si). Paduan aluminium-silikon (Al-Si) yang dipakai didapat dari pelek

kendaraan bermotor (mobil), untuk perak (Ag) yang digunakan berasal dari

industri kerajinan perak di kota gede yogyakarta.


28

3.5.2 Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam proses pengecoran antara lain :

1. Tangki kompor minyak bertekanan + selang bahan bakar

2. Burner

3. Kompresor

4. Tang penjepit

5. Tungku dan kowi tanah liat

6. Thermokopel

7. Stopwatch

8. Cetakan pasir

9. Palu, gergaji tangan , dan kikir

3.5.3 Proses peleburan logam

Mula-mula pelek dipotong menjadi bagian kecil-kecil menggunakan

gergaji agar dapat mempermudah dalam proses peleburan. Setelah dipotong-

potong aluminium kemudian dimasukkan dalam kowi yang berada di dalam

tungku yang sebelumnya sudah dipanaskan dengan burner.

Aluminium mempunyai titik lebur sekitar 660° C. Setelah aluminium mencair/

melebur potongan perak (Ag) dengan prosentase 1% dapat dimasukkan, kemudian

diaduk hingga seluruh bahan mencair dan menjadi satu, cetakan pasir disiapkan

untuk melakukan proses penuangan (dicatat lama waktu penuangannya) kemudian

coran ditunggu sampai logam cair membeku/mengeras (dicatat waktu

pembekuannya), demikian pula dengan variasi 2% dan 3%.


29

Prosedur Pengecoran secara lebih jelas adalah sebagai berikut :

1. Aluminium-silikon (Al-Si) dipotong-potong dan ditimbang menurut

komposisinya

2. Perak (Ag) ditimbang masing-masing komposisinya

3. Bahan bakar disiapkan bersama corong pengisian

4. Mula-mula tangki kompor minyak + burner di isi bahan bakar secukupnya

lalu diberi tekanan angin dengan memakai kompresor

5. Cetakan disiapkan

6. Kowi diletakan sedemikian rupa pada tungku yang sudah dipasangi burner

7. Api dihidupkan dan dicari yang paling baik nyalanya (dilakukan penyetelan

nyala api burner)

8. Pada saat kowi mulai memanas bahan cor dimasukkan kurang lebih 5 menit

dari pengapian sempurna

9. Setelah aluminium mencair perak dapat dimasukan.

10. Sekitar 3 menit semua bahan sudah melebur menjadi satu

11. Saat inilah kowi dapat diambil dari tungku dengan menggunakan tang

penjepit untuk selanjutnya dituangkan ke dalam cetakan pasir yang tadi

sudah dipersiapkan

12. Dalam penuangan membutuhkan waktu kurang lebih sekitar 8 detik

13. Tunggu sampai logam cair membeku baru cetakan dibongkar.


30

3.5.4 Pelepasan hasil coran

Karena cetakan menggunakan cetakan pasir, maka proses pelepasannya

dilakukan dengan cara merusak cetakan sehingga coran terlepas dari cetakan.

Setelah lepas dilakukan pembersihan dan pembuangan bekas lubang saluran turun

dan keluar menggunakan gergaji tangan dan kikir, setelah itu baru dilanjutkan

pada proses selanjutnya yaitu proses pembentukan benda uji.

3.6 Pembuatan Benda Uji

Hasil coran yang berupa balok dengan ukuran 20 mm × 20 mm × 200

mm kemudian dihaluskan dan diratakan dengan menggunakan Mesin Milling

hingga dicapai ketebalan yang sudah ditentukan yaitu 10 mm.


31

Gambar 3.1 Mesin Milling

Selanjutnya hasil coran dipotong menjadi tiga bagian dengan menggunakan

mesingergaji, ukuran potongan disesuaikan dengan bentuk pengujian Impact,

pembuatan takikan dilakukan dengan Mesin Sekrap dengan kedalaman takikan 2

mm .
32

Gambar 3.2 Bentuk dan ukuran benda uji impak

Gambar 3.3 Mesin Sekrap

Langkah-langkah Pembuatan Benda Uji dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Meratakan permukaan benda kerja menggunakan Mesin Frais/Milling

hingga diperoleh tebal benda 10 mm.


33

2. Membuat batang-batang benda uji, dengan panjang batang benda uji 55 mm

dengan menggunakan mesin gergaji, kemudian dibuat takikan dengan

menggunakan Mesin Sekrap.

Sisa dari potongan balok akan dipakai untuk melakukan pengujian kekerasan

brinnel, foto mikro, porositas, dan uji komposisi.

3.7 Peralatan Pengujian

Peralatan yang digunakan dalam proses pengujian antara lain :

1. Mesin Uji Impact Charpy milik Laboratorium Ilmu Logam Jurusan Teknik

Mesin Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

2. Mesin uji kekerasan "Brinell hardness tester MOD 100 MR" milik

Laboratorium Ilmu Logam Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta

3. Lup mikrometer untuk mengukur bekas injakan (kekerasan Brinell)

4. Mikroskop merek Union buatan Jepang, untuk mengetahui porositas dan

struktur mikro bahan

5. Kamera Nikon FM 2 dengan film berwarna ASA 200, untuk pemotretan

struktur mikro

6. Jangka sorong

7. Amplas tahan air ukuran kehalusan 200, 400, 800, 1000

8. Autosol, kain, batu hijau, stopwatch, dan millimeter blok


34

3.8 Pengujian Hasil Coran

3.8.1 Pengujian Impak

Energi kejut yang dikenakan pada suatu bahan dapat dianalogikan dengan

keuletan ( toughnees ) dari bahan tersebut. Pengujian impak yang dilakukan di

laboratorium biasanya menggunakan mesin uji impak charpy. Prinsip dasar

pengujian ini adalah ayunan beban yang dikenakan pada benda uji ( specimen ).

Energi yang diperlukan untuk mematahkan benda uji dihitung langsung dari

perbedaan energi potensial pendulum pada awal ( dijatuhkan ) dan akhir setelah

menabrak benda uji. Untuk memastikan bagian benda uji yang patah, perlu dibuat

takikan pada benda uji tersebut.

Persamaan yang digunakan adalah :

180°

h0 a ß h1
R

h0 = R + R cos(180-α)

= R – R cos α

= R (1 – cos α)
35

h1 = R+R cos(180-β)

= R – R cos β

= R (1 – cos β)

Energi patah = m.g. h0 – m.g. h1

= m.g (h0 - h1)

= m.g [R (1 – cos α) - R (1 – cos β)]

= m.g.R [(1 – cos α) - (1 – cos β)]

= G . R (cos β – cos α)

Tenaga patah = ( cos β – cos α ) joule

Tenaga patah
Harga keuletan =
Luas penampang patahan

dengan :

G = Berat Pendulum/massa dikalikan percepatan grfitasi ( N )

R = Radius Pendulum ( m )

Menggunakan R = 39,48 cm

α = Sudut ayun awal ( sudut yang dibentuk Pendulum benda uji )

β = Sudut ayun akhir ( sudut yang dibentuk Pendulum setelah mematahkan

benda uji

Langkah – langkah pelaksanaan pengujian :

1. Lengan kita naikan pendulum sesuai dengan sudut yang telah ditentukan,

kunci dan amati.


36

2. Posisi jarum penunjuk sudut didepan dial lengan ayun.

3. Pengunci pendulum dilepas sehingga beban berayun tanpa ditahan benda

uji.

4. Amati dan catat jarum yang terdorong oleh ayunan pemberat( sudut α ).

5. Benda uji dipasang pada anvil.

6. Pendulum dinaikan sesuai dengan sudut yang ditentukan, seperti pada

langkah 2.

7. Pengunci dilepas, pendulum akan berayun mematahkan benda uji.

8. Gerakan ayunan pendulum dihentikan, mengamati dan mencatat sudut

pada dial yang ditunjukan oleh jarum penunjuk.

Gambar 3.4 Mesin Uji Impak Charpy


37

Gambar 3.5 Skema Alat uji impak

3.8.2 Pengujian Kekerasan

Pengujian kekerasan yaitu untuk mengetahui kekerasan bahan yang

merupakan ukuran ketahanan terhadap deformasi plastis. Pengujian dilakukan

dengan pengujian Brinell. Cara pengukuran kekerasannya adalah bola baja

berdimeter 5 mm, ditekankan ke permukaan bagian dari benda uji dengan beban

tertentu. Kemudian diameter bekas injakan penetrator diukur dengan

menggunakan alat ukur optik. Cara Brinell ini dilakukan dengan penekanan

sebuah bola (penetrator) yang terbuat dari baja krom ke permukaan benda uji

Tekanan yang digunakan berupa gaya tekan statis. Permukaan yang diuji harus

bersih dan rata. Setelah gaya tekan ditiadakan pada benda uji akan terdapat bekas

injakan penetrator, kemudian diameter bekas injakan tadi diukur secara teliti

untuk dipakai dalam perhitungan uji kekerasan. Kekerasan ini disebut “Kekerasan

Brinell” yang disingkat dengan HB atau BHN (Brinell Hardness Number).


38

Besarnya harga kekerasan brinell dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

2P kg
HB =
πD( D − D 2 − d 2 ) mm 2

dengan :

P = gaya yang bekerja pada penetrator (kg)

D = diameter penetrator (mm)

d = diameter bekas injakan (mm)

Gambar 3.6 Cara Pengujian dan Perhitungan Kekerasan Brinell

Bola Brinell tidak boleh terdeformasi saat pengujian benda uji. Bola Brinell

mempunyai standar dengan diameter (D). Saat pengujian Brinell ini, perlu

diperhatikan beban tekan (P), diameter bola dan jenis logam uji. Besar beban yang

bekerja tergantung pada diameter bola dan jenis benda uji. Diameter penetrator

yang digunakan tergantung pada tabel benda uji.


39

Diameter penetrator yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Pemilihan Diameter Penetrator

Tebal benda uji (mm) Diameter penetrator


1-3 D = 2,5
3-6 D=5
>6 D = 10

Diameter P P P
penetrator =5 = 10 = 30
D2 D2 D2
(D = mm)
Gaya (kg)
2,5 31,25 62,5 187,5
5 125 250 750
10 500 1000 3000

Langkah – langkah pelaksanaan pengujian :

1. Permukaan pada benda uji harus dibersihkan dan dihaluskan dengan amplas

supaya permukaannya rata dan halus.

2. Setelah itu harus menentukan diameter penetrator dan besarnya gaya

penekanan.

3. Penekanan injektor dilakukan dengan cara memutar hendel penekan, hingga

mencapai gaya penekanan yang diinginkan, lama penekanan diukur dengan

stopwatch selama 30 detik Pengujian ini dilakukan hingga mendapat 3 bekas

injakan dengan tempat yang berbeda.

4. Benda uji yang telah selesai diuji dipindahkan dari alat uji untuk diamati

besarnya lubang bekas penetrator dengan lup mikrometer.


40

5. Data yang ada dari hasil pengujian yang dilakukan dicatat dan dihitung harga

kekerasan untuk tiap benda uji.

Gambar 3.7 Mesin uji kekerasan "Brinell Hardness Tester MOD 100 MR"

3.8.3 Pengamatan Struktur Mikro

Dalam pengujian ini kualitas bahan ditentukan dengan mengamati

struktur benda uji dengan menggunakan mikroskop, disamping itu dapat pula

mengamati cacat dan bagian yang tidak teratur. Struktur mikro dari suatu bahan

dapat diketahui dengan cara memfoto yang sudah dietsa. Pengamatan struktur

mikro dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari sifat-sifat logam dan akibat

dari perlakuan panas dengan mikroskop, serta memeriksa struktur logam. Bila

cahaya yang dipantulkan masuk ke dalam lensa mikroskop metal, permukaan

akan tampak terlihat dengan jelas.

Bila berkas dipantulkan dan tidak mengenai lensa, daerah itu akan tampak hitam.

Batas butir akan tampak seperti mengelilingi setiap butir dan cahaya tidak
41

dipantulkan ke dalam lensa. Jadi batas butir tampak seperti garis-garis hitam. Pada

gambar berikut akan tampak arah pemantulan cahaya.

A- contoh sedang diamati

B- tampilan contoh di okuler

Gambar 3.8 Pemantulan cahaya pada benda

Langkah – langkah pelaksanaan pengujian :

1. Permukaan benda uji dihaluskan dan dibersihkan pada sisinya sehingga

permukaan tersebut rata dan sejajar dengan menggunakan amplas mulai

dari yang kasar sampai amplas yang halus.

2. Benda uji tersebut digosok dengan autosol hingga permukaannya mengkilat,

kemudian benda uji cuci dengan air kemudian keringkan.

Benda uji dipasang di bawah mikroskop, dan lensa diatur dengan

perbesaran 50× dan gambarnya amati dan ambil dengan kamera.

Gambar yang difoto sebelum benda uji dietsa ini nantinya akan digunakan

untuk perhitungan porositas bahan.

3. Benda uji dietsa dengan menggunakan larutan NaOH 50%.


42

Setelah itu benda uji dimasukan ke dalam cairan alkohol untuk menetralkan

bahan etsa kemudian dilap dan dikeringkan.

Benda uji dipasang di bawah mikroskop, dan lensa diatur dengan

perbesaran 50×, 100×, 200×, dan masing-masing gambarnya amati dan

ambil dengan kamera.

Gambar 3.9 Mikroskop Mikro dilengkapi dengan Kamera

3.8.4 Pengamatan Porositas Hasil Coran

Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui kepadatan molekul dari

benda tersebut. Pada pengujian ini yang patut diketahui adalah sedikit banyaknya

pori-pori, dengan kita mengetahui sedikit banyaknya pori-pori yang ada di benda

tersebut dapat memberi kesimpulan pada kita bahwa semakin sedikit pori-pori

suatu benda berarti semakin padat molekul yang terdapat pada benda tersebut dan

sebaliknya. Porositas atau cacat lubang jarum dapat terjadi apabila gas hidrogen

yang terbawa dalam logam cair terjebak selama proses pembekuan.

Penyebab utamanya adalah adanya gas yang terserap dalam logam cair selama

penuangan coran. Beberapa upaya untuk mencegah timbulnya cacat pori-pori ini

diantaranya dengan melakukan perencanaan sistem saluran masuk yang baik


43

Tujuan dari pengujian porositas adalah untuk :

1. Mengetahui cacat rongga udara yang terdapat dalam coran.

2. Menghitung persentase cacat rongga udara pada setiap coran.

Langkah – langkah pelaksanaan pengujiaan :

1. Foto mikro dengan perbesaran 50 × tempelkan di bawah kertas millimeter

blok yang sudah dijadikan transparasi sehingga foto tersebut terbagi ke

dalam blok-blok kecil dan kemudian dihitung..

2. Seluruh daerah hitam (pori-pori) yang mengisi kotak millimeter blok juga

dijumlahkan.

3. Kedua luasan dibagi dan hasilnya kemudian dikalikan 100%, maka akan

didapatkan persentase porositas.

Perhitungan dilakukan dengan cara membagi hasil coran menjadi blok-

blok kecil kemudian dilakukan perhitungan jumlah pori hitam pada foto.

Perhitungan dilakukan menggunakan persamaan berikut :

jumlah luasan porositas


Persentase porositas = × 100%
jumlah luasan total
44

3.8.5 Pengujian Komposisi Kimia

Pengujian komposisi kimia adalah untuk mengetahui apakah komposisi

kimia dari benda coran sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian kita

dapat mengetahui seberapa banyak unsur paduan yang larut ke dalam coran.

Jalanya pengujian komposisi kimia dalah sebagai berikut :

1. Nyalakan semua peralatan pendukung dan sambungkan dengamn arus listrik

dan tunggu beberapa saat sampai spektrometer siap melakukan pengujian.

2. Setelah spektrometer siap, pilih program yang akan diuji.

3. Lakukan standarisasi benda uji.

4. Setelah selesai distandarisasi, lakukan pengujia pada sampel benda uji.

5. Lakukan analisa sampel benda uji :

• Letakan sampel benda uji pada dudukan kerja, kemudian tekan start

pada alat dimana analisa sampel mulai dilakukan, penekanan sampel

jangan dilepas sampai bunyi spark terdengar.

• Lakukan penembakan minimal 4 kali pada tempat yang berbeda.

Setiap selesai penembakan lakukan pembersihan pada pin penembakan.

• Print out hasil uji komposisi kimia didapatkan.

6. Proses analisa selesai.


45

Gambar 3.10 Mesin Uji Komposisi


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam pengujian paduan aluminium-silikon ini, penambahan unsur perak

yang diberikan sebesar 1%, 2%, dan 3%. Penambahan Ag adalah untuk mengetahui

perubahan sifat-sifat fisis dan mekanisnya.

4.1 Pengujian Impak

Dalam pelaksanaan pengujian impak ini, setiap variasi benda uji

menggunakan tiga buah spesimen dengan Ag 1%, 2%, dan 3%. Dari ketiga spesimen

yang telah diuji itu kemudian ditentukan rata-rata sudut setelah ada benda uji ( β ),

sehingga dengan melakukan pengujian impak ini akan diperoleh harga keuletan. Dari

pelaksanaan pengujian impak didapatkan grafik seperti di bawah ini.

Tabel 4.1 Tabel Uji Impak

No Bahan Sudut β Sudut β


β1 β2 β3 rata-rata
1 Al-Si 126 127 129 127,3
2 Al-Si-Ag 1% 121 126 123 123,3
3 Al-Si-Ag 2% 118 123 122 121
4 Al-Si-Ag 3% 119 120 120 119,6

46
47

25

harga keuletan (kj/m2)


20

15

10

0
1 2 3 4
Bahan

Gambar 4.1. Grafik Hasil Uji Impak

Dari gambar grafik diatas dapat dilihat bahwa harga keuletan terbesar terdapat pada

paduan Al-Si yang telah ditambah kan unsur Ag sebanyak 3% (4) adalah sebesar 23

kJ/m2. Penambahan unsur Ag menyebabkan peningkatan harga keuletan dibanding

dengan Al-Si saja, semakin banyak penambahan nilai Ag maka semakin besar pula

harga keuletannya. Hal ini terjadi karena atom-atom Ag yang ditambahkan pada

paduan Al-Si menempati tempat kosong atau celah dari struktur atom paduan Al-Si

sehingga akan memperbaiki sifat-sifat paduan tersebut. Besarnya nilai keuletan dari

seluruh paduan adalah sebagai berikut (seperti terlihat pada lampiran hal 62) :
48

Tabel 4.2 Tabel Nilai Keuletan

No Bahan Nilai Keuletan


1 Al-Si 13
2 Al-Si-Ag 1% 19
3 Al-Si-Ag 2% 21
4 Al-Si-Ag 3% 23

4.2 Pengujian Kekerasan

Tabel 4.3 Data Uji Kekerasan


No Bahan P D d (mm) Rata-rata
(kg) (mm) d1 d2 d3 d
1 Al-Si 125 5 1,28 1,32 1,31 1,30
2 Al-Si-Ag 1% 125 5 1,33 1,34 1,34 1,33
3 Al-Si-Ag 2% 125 5 1,35 1,37 1,38 1,36
4 Al-Si-Ag 3% 125 5 1,42 1,44 1,47 1,44

100

80

60
BHN
40

20

0
1 2 3 4
Bahan

Gambar 4.2 Grafik Hasil Pengujian Kekerasan


49

Hasil pengujian kekerasan ini dipengaruhi oleh persentase Ag yang

ditambahkan, hal ini ditunjukkan oleh besar kecilnya diameter bekas injakan. Besar

diameter bekas injakan bola baja mewakili tingkat kekerasan bahan yang diuji.

Semakin besar diameter bekas injakan oleh bola baja yang terbentuk maka kekerasan

akan menurun, sebaliknya semakin kecil diameter bekas injakan yang terbentuk oleh

bola baja maka kekerasannya akan meningkat. Dari melihat grafik diatas semakin

banyak pemberian unsur Ag maka semakin menurun nilai kekerasannya. Nilai

kekerasan tertinggi terdapat pada paduan Al-Si yaitu sebesar 92,5 BHN dan

kekerasan terendah terdapat pada variasi Ag 3% yaitu sebesar 75,1 BHN. Hal ini

terjadi karena proses pendinginan perak setelah dilakukan peleburan relatif lebih lama

sehingga terjadi kekerasan yang tidak merata. Besarnya BHN pada masing-masing

variasi dapat dilihat pada tabel berikut ini (seperti terlihat pada lampiran hal 64) :

Tabel 4.4 Tabel pengujian Kekerasan

No Bahan BHN
1 Al-Si 92,5
2 Al-Si-Ag 1% 88,3
3 Al-Si-Ag 2% 84,4
4 Al-Si-Ag 3% 75,1
50

4.3 Pengamatan Struktur Mikro

Pengamatan struktur mikro bertujuan untuk mengamati perubahan besar

butir yang terjadi pada setiap coran. Pengamatan struktur mikro dilakukan pada benda

uji yang sudah dietsa, adapun fungsi etsa adalah untuk mengkorosi permukaan benda

uji supaya strukturnya jadi lebih jelas.

Gambar 4.3 struktur mikro Al-Si

Gambar 4.4 struktur mikro Al-Si-Ag 1%


51

Gambar 4.5 struktur mikro Al-Si-Ag 2%

Gambar 4.6 struktur mikro Al-Si-Ag 3%

Dari gambar-gambar di atas dapat dilihat bahwa pada setiap variasi memiliki

struktur mikro yang berbeda-beda,ada yang berbentuk oval ada juga yang berbentuk

bulat dengan ukuran yang tidak sama. Pada paduan Al-Si strukturnya lebih besar
52

sehingga nilai kekerasannya lebih baik. Pada gambar diatas untuk paduan yang telah

diberi penambahan Ag 1% sampai dengan 3% cenderung kebih kecil.

4.4 Pengamatan Porositas

4
Porsitas (%)

0
1 2 3 4
Bahan

Gambar 4.7 Grafik Porositas

Tabel 4.5 Tabel pengujian porositas

No Bahan Porositas
(%)
1 Al-Si 4,64
2 Al-Si-Ag 1% 2,36
3 Al-Si-Ag 2% 1,33
4 Al-Si-Ag 3% 1,19
53

Gambar 4.8 penampang porositas paduan Al-Si

Gambar 4.9 penampang porositas paduan Al-Si-Ag 1%


54

Gambar 4.10 penampang porositas paduan Al-Si-Ag 2%

Gambar 4.11 penampang porositas paduan Al-Si-Ag 3%


55

Porositas didapatkan dari benda uji struktur mikro tetapi yang belum dietsa,

caranya adalah dengan memfoto benda uji yang belum dietsa dengan bantuan

mikroskop. Kemudian hasil cetakan foto tersebut diletakan dibawah millimeter blok

yang sudah ditransparasi, warna hitam yang terdapat pada foto tersebut diasumsikan

sebagai porositas. Dari gambar terlihat bahwa porositas terbanyak justru terdapat

pada paduan Al-Si. Hal ini disebabkan karena adanya udara yang terjebak pada waktu

proses penuangan dan proses pembekuan yang tidak merata. Terbentuknya cacat

dalam coran dapat dipengaruhi oleh unsur paduan yang memiliki titik cair yang

berbeda serta proses pembekuan yang tidak sama, biasanya cacat banyak terjadi pada

bagian yang paling lambat membeku. Penyebab porositas yang lain adalah

permeabilitas cetakan yang kurang baik, penuangan yang terlalu lambat, cawan tuang

atau saluran basah, temperatur penuangan rendah. Berbeda dengan benda yang

dilakukan pengecoran di pabrik pasti hasilnya lebih baik, karena memakai peralatan

yang lebih canggih (perhitungan porositas terlampir pada hal 64-65).

4.5 Pengujian Komposisi Kimia

Pengujian komposisi kimia adalah untuk mengetahui unsur variasi paduan

yang masuk ke dalam coran apakah sesuai dengan yang diharapkan.

Dari hasil pengujian komposisi kimia (pada lampiran hal 68) dapat dilihat bahwa

variasi unsur Ag yang ada sebesar 2,38%. Walaupun kelebihan sebesar 0,62% tetapi
56

masih dapat ditoleransi, kekurangan unsur ini disebabkan pada saat penimbangan

yang tidak akurat.

Pada saat penimbangan untuk mendapatkan berat yang tepat sangat sulit karena benda

yang terlalu kecil, faktor yang lain adalah karena unsur Ag yang hilang akibat proses

peleburan.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengujian dan pembahasan diatas dapat di tarik kesimpulan

sebagai berikut :

1. Angka keuletan terbesar terdapat pada paduan Al-Si dengan penambahan Ag

3%, yaitu sebesar 23 kJ/m2. Dan angka keuletan terkecil terdapat pada

paduan Al-Si tanpa penambahan Ag, yaitu sebesar 13 kJ/m2.

2. Nilai kekerasan tertinggi terdapat pada paduan Al-Si tanpa penambahan Ag

sebesar 92,5 HB, sedangkan untuk nilai kekerasan terendah terdapat pada

paduan Al-Si dengan variasi Ag 3% dengan nilai 75,1 BHN.

3. Pada analisis struktur mikro terjadi perubahan besar butir pada setiap variasi

paduan yang dapat menyebabkan meningkatnya angka keuletan.

57
58

5.2 Saran

1. Alat-alat uji dan alat-alat yang mendukung tugas akhir sebaiknya harus

dirawat dengan baik, atau yang sudah rusak harus segera dibelikan yang baru

karena itu sangat berpengaruh pada pengambilan data.

2. Buku-buku referensi tentang bahan yang ada di perpustakaan sebaiknya

diperbanyak.
DAFTAR PUSTAKA

Dieter, G. E., 1996, Metalurgi Mekanik, Edisi ketiga, alih bahasa, Djaprie, S.,
Erlangga, Jakarta

Susanto, A.F., 2007, Sifat Fisis dan Mekanis Paduan Al-Si-Zn, Skripsi, Fakultas
Teknik, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Surdia, T., Chijiiwa, K., 1984, Pengetahuan Bahan Teknik, Pradnya Paramita,
Jakarta.

Surdia, T., Chijiiwa, K., 1986, Teknik Pengecoran Logam, Pradnya Paramita,
Jakarta.

_____, 1973, JIS Hand Book Non-Ferrous Metals And Metarlurgy, Tokyo-Japan.

59
60
60

Perhitungan Nilai keuletan

Massa pendulum (M) = 1,357 kg


Berat pendulum (G) = 1,357 x 9,81
= 13,31 N
Radius pendulum (R) = 39,48 cm
= 0,394 m
Sudut α ( tanpa benda uji) = 147°

No Bahan Sudut β Sudut β


β1 β2 β3 rata-rata
1 Al-Si 126 127 129 127,3
2 Al-Si-Ag 1% 121 126 123 123,3
3 Al-Si-Ag 2% 118 123 122 121
4 Al-Si-Ag 3% 119 120 120 119,6

Harga keuletan dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

Tenaga Patah = G ⋅ R ⋅ (cos β − cos α ) joule


Tenaga patah joule
Harga Keuletan =
Luas penampang patahan mm 2

Perhitungan:
Tenaga patah
1. Harga Keuletan =
Luas penampang patahan

G ⋅ R ⋅ (cos β − cos α )
=
8 ⋅ 10
13,31 ⋅ 0,394 ⋅ (cos127,3 − cos147 )
=
8 ⋅ 10
= 0,013 joule / mm2
= 13 kJ / m2
61

Tenaga patah
2. Harga Keuletan =
Luas penampang patahan

G ⋅ R ⋅ (cos β − cos α )
=
8 ⋅ 10
13,31 ⋅ 0,394 ⋅ (cos123,3 − cos147 )
=
8 ⋅ 10
= 0,019 joule / mm2
= 19 kJ / m2

Tenaga patah
3. Harga Keuletan =
Luas penampang patahan

G ⋅ R ⋅ (cos β − cos α )
=
8 ⋅ 10
13,31 ⋅ 0,394 ⋅ (cos121 − cos147 )
=
8 ⋅ 10
= 0,021 joule / mm2
= 21 kJ / m2
Tenaga patah
4. Harga Keuletan =
Luas penampang patahan

G ⋅ R ⋅ (cos β − cos α )
=
8 ⋅ 10
13,31 ⋅ 0,394 ⋅ (cos119,6 − cos147 )
=
8 ⋅ 10
= 0,023 joule / mm2
= 23 kJ / m2
62

Dari perhitungan diatas sehingga didapat harga keuletan, seperti pada tabel
dibawah :

No Bahan Nilai Keuletan


1 Al-Si 13
2 Al-Si-Ag 1% 19
3 Al-Si-Ag 2% 21
4 Al-Si-Ag 3% 23

Perhitungan Kekerasan Brinell

Data pengujian Uji Kekerasan

No Bahan P D d (mm) Rata-rata


(kg) (mm) d1 d2 d3 d
1 Al-Si 125 5 1,28 1,32 1,31 1,30
2 Al-Si-Ag 1% 125 5 1,33 1,34 1,34 1,33
3 Al-Si-Ag 2% 125 5 1,35 1,37 1,38 1,36
4 Al-Si-Ag 3% 125 5 1,42 1,44 1,47 1,44

Angka kekerasan dapat ditentukan dengan persamaan berikut

2P
Angka kekerasan Brinell (BHN) :
(
π D D − D2 − d 2 )
Dengan:
P = beban yang diberikan pada Indentor (kg)
D = diameter Indentor (mm)
d = diameter bekas injakan (mm)
63

Perhitungan:
2P
1. =
(
π D D − D2 − d 2 )
2 ⋅ 125
=
(
π 5 5 − 5 2 − 1,30 2 )
= 92,5

2P
2. =
(
π D D − D2 − d 2 )
2 ⋅ 125
=
(
π 5 5 − 5 2 − 1,33 2 )
= 88,3

2P
3. =
(
π D D − D2 − d 2 )
2 ⋅ 125
=
(
π 5 5 − 5 2 − 1,36 2 )
= 84,4

2P
4. =
(
π D D − D2 − d 2 )
2 ⋅ 125
=
(
π 5 5 − 5 2 − 1,44 2 )
= 75,1
64

Dari perhitungan diatas sehingga didapat angka Brinell, seperti pada tabel
dibawah

No Bahan BHN
1 Al-Si 92,5
2 Al-Si-Ag 1% 88,3
3 Al-Si-Ag 2% 84,4
4 Al-Si-Ag 3% 75,1

Perhitungan persentase porositas

jumlah luasan porositas


Persentase porositas = × 100%
jumlah luasan total

1. Untuk bahan Al-Si

517
= x100
11136

= 4,64 %

2. Untuk bahan Al-Si dengan variasi 1% Ag

263
= x100%
11136

= 2,36%

3. Untuk bahan Al-Si dengan variasi 2% Ag

149
= x100%
11136

= 1,33%
65

4. Untuk bahan Al-Si dengan variasi 3% Ag

133
= x100%
11136

= 1,19%

Dari perhitungan diatas sehingga didapat persentase porositas, seperti pada tabel
dibawah:

No Bahan Porositas
(%)
1 Al-Si 4,64
2 Al-Si-Ag 1% 2,36
3 Al-Si-Ag 2% 1,33
4 Al-Si-Ag 3% 1,19

Perhitungan perbesaran foto

Pada gambar terlihat ukuran kawat adalah 25 mm, dan ukuran kawat asli

adalah 0.14 mm. Jadi perbesarannya adalah :

ukuran kawat dalam foto


= perbesaran
ukuran kawat asli

25
= 178,57 = 179 x
0,14
2,5
2,5 cm dalam foto = = 0.0139 cm dari ukuran asli, atau sama dengan
179
139 μ m.
66

139 μ m = 2,5 cm

100 μ m = 1,8 cm

200 μ m = 3,6 cm

25 mm

Gambar L.1 Foto Perbesaran Kawat


67
68

Anda mungkin juga menyukai