Anda di halaman 1dari 87

ANALISIS KEKUATAN TARIK DAN KETAHANAN KOROSI

SAMBUNGAN FRICTION STIR WELDING MODEL


ALUMINIUM 2024-T3 DAN ALUMINIUM 7075-T6

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai program Sarjana

Disusun Oleh:

MARWAN KESUMA
NIM: 19050022

PROGRAM STUDI TEKNIK DIRGANTARA


FAKULTAS TEKNOLOGI KEDIRGANTARAAN
ISNTITUT TEKNOLOGI DIRGANTARA ADISUJIPTO
YOGYAKARTA
2023
ANALISIS KEKUATAN TARIK DAN KETAHANAN KOROSI
SAMBUNGAN FRICTION STIR WELDING MODEL
ALUMINIUM 2024-T3 DAN ALUMINIUM 7075-T6

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai program Sarjana

Disusun Oleh:

MARWAN KESUMA
NIM: 19050022

PROGRAM STUDI TEKNIK DIRGANTARA


FAKULTAS TEKNOLOGI KEDIRGANTARAAN
ISNTITUT TEKNOLOGI DIRGANTARA ADISUJIPTO
YOGYAKARTA
2023

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

iii
LEMBAR PENGESAHAN

iv
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

v
HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:


Diri saya sendiri, Kedua orang tua saya yang saya cintai ibu Supiatik dan
bapak Rahman, beserta adik saya Anggara saputra dan Fahri rahmadhan.

vi
ANALISIS KEKUATAN TARIK DAN KETAHANAN KOROSI
SAMBUNGAN FRICTION STIR WELDING MODEL
ALUMINIUM 2024-T3 DAN ALUMINIUM 7075-T6
MARWAN KESUMA
NIM: 19050022
marwankesuma16@gmail.com

ABSTRAK

Friction stir welding (FSW) salah satu metode pengelasan yang tergolong dalam
pengelasan gesek yang pada prosesnya tidak memerlukan bahan tambahan lain. Panas
yang digunakan untuk mencairkan logam kerja dihasilkan dari gesekan antara benda
yang berputar (pin) dengan benda yang diam (benda kerja). Secara keseluruhan,
friction stir welding adalah proses pengelasan yang memanfaatkan panas yang
disebabkan oleh gesekan antara tool dan base metal. Metode penyambungan material
dilakukan dengan proses friction stir welding yang menggunakan tool stainless steel
dengan material aluminium 2024 T3 dan aluminium 7075 T6 menggunakan variasi
kecepatan feedrate 30 mm/menit dan 40 mm/menit. Kemudian dilakukan proses
pengujian tarik, pengujian ketahanan korosi dan pengambilan foto struktur makro.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil pengelasan yang terbaik yaitu feedrate 30
mm/menit dengan RPM 2280, hasil kekuatan tarik yang didapatkan dari friction stir
welding dissimilar metal dengan feedrate 30 mm/menit adalah 95,4 MPa, 102,2 MPa,
dan 85,4 MPa, dengan nilai rata-rata sebesar 94,4 MPa. Spesimen dengan feedrate 40
mm/menit adalah 45,4 MPa, 75,4 MPa, dan 21,0 MPa, dengan nilai rata-rata adalah
47,3 MPa. Korosi yang terbentuk pada spesimen yang telah dilakukan pengelasan dan
perendaman air laut merupakan korosi fret atau fretting corrosion dan korosi ini
menyebabkan terjadinya crack.

Kata kunci: friction stir welding, aluminium 2024 T3, aluminium 7075 T6,
dissimilar metal, pengujian tarik, ketahanan korosi.

vii
ANALYSIS OF TENSILE STRENGTH AND CORROSION
RESISTANCE OF FRICTION STIR WELDING JOINTS
ALUMINUM MODEL 2024-T3 AND ALUMINUM 7075-T6
MARWAN KESUMA
NIM: 19050022
marwankesuma16@gmail.com

ABSTRACT
Friction stir welding (FSW) is one of the welding methods classified as friction
welding which in the process does not require other additional materials. The heat
used to melt the working metal is generated from friction between a rotating object
(pin) and a stationary object (workpiece). Overall, friction stir welding is a welding
process that utilizes heat caused by friction between the tool and the base metal. The
material connection method is carried out by a friction stir welding process using a
stainless steel tool with aluminum 2024 T3 and aluminum 7075 T6 using feedrate
speed variations of 30 mm / minute and 40 mm / min. Then the process of tensile
testing, corrosion resistance testing and macro structure photography is carried out.
The results showed that the best welding results were feedrate 30 mm / minute with
RPM 2280, the tensile strength results obtained from friction stir welding dissimilar
metal with feedrate 30 mm / minute were 95.4 MPa, 102.2 MPa, and 85.4 MPa, with
an average value of 94.4 MPa. Specimens with feedrates of 40 mm/min were 45,4
MPa, 75,4 MPa, and 21,0 MPa, with average values being 47,3 MPa. Corrosion
formed on specimens that have been welded and immersion of seawater is fret
corrosion or fretting corrosion and this corrosion causes cracking.

Keywords: friction stir welding, aluminum 2024 T3, aluminum 7075 T6, dissimilar
metal, tensile testing, corrosion resistance.

viii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis diberikan kesempatan, kemudahan dan
kelancaran dalam menyelesaikan Tugas akhir yang menjadi salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana dengan judul skripsi “Analisis kekuatan tarik dan ketahanan
korosi sambungan friction stir welding model aluminium 2024-T3 dan aluminim 7075-
T6”.
Dalam menyelesaikan tugas akhir ini penulis sangat bersyukur telah diberikan
kesempatan untuk dapat menggali ilmu serta menerapkan ilmu yang telah penulis
pelajari semasa dibangku perkuliahan. Maksud dan tujuan penulis membuat dan
menyusun laporan ini agar dapat mengetahui bagaimana proses pengelasan dengan
mengunakan metode friction stir welding. Skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk lulus mata kuliah tugas akhir dan mendapatkan gelar Sarjana Teknik pada
program studi Teknik Dirgantara di Institut Teknologi Dirgantara Adisutjipto (ITD
Adisutjipto) Yogyakarta.
Dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan
banyak sekali bantuan dan masukan yang membangun dari lingkungan penulis. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan rahmat-Nya serta di berikan
kesehatan badan, kesehatan fikiran sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan tiada masalah apapun.
2. Orang tua penulis Bapak Rahman dan Ibu Supiatik, adik Anggara saputra dan
Fahri rahmadhan. yang telah memberikan suport secara material maupun
dukungan motivasi kepada penulis.
3. Bapak Marsekal Pertama TNI Dr. Ir. Arwin Datumaya Wahyudi Sumari, S.T.,
M.T., IPU, ASEAN Eng., ACPE. Selaku Rektor ITD Adisutjipto.
4. Bapak Bangga Dirgantara Adiputra., S.T., M.T., selaku Ketua Program Studi
Teknik Dirgantara, ITD Adisutjipto.

ix
x

5. Istyawan Priyahapsara, S.T., M. Eng. selaku pembimbing I penulis yang sudah


sangat membantu dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan Tugas
Akhir penulis. Semoga Allah membalas kebaikan Bapak.
6. Ir. Djarot Wahyu Santoso, M.T. selaku pembimbing II penulis yang sudah
sangat membantu dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan Tugas
Akhir penulis. Semoga Allah membalas kebaikan Bapak.
7. Teman-teman seperjuangan senasib Bersama dalam menuntut ilmu di
Yogyakarta, terima kasih banyak kepada ( Dwi, Vika, Aisyah, Aleks, Yosua,
Lutfi, Sindy, Tengku, Galih, Nopal, Ryan, Fikri) yang sudah berjuang bersama
dan saling bahu membahu dalam bantu fisik maupun non fisik.
8. Terimakasih banyak kepada orang terdekat saya Chofifa, Eva, Riska, Amrina,
Ima, Dewi, yang selalu mengingatkan untuk mengerjakan skripsi ini.
9. Terimakasih kepada saudara/i di MPA.TRIGASANA (taku, teris, mure,
kunyak, meena, kucir) dan keluaga besar (Teknik Mletre).
10. Terimakasih kepada semua rekan rekan seperjuangan Angkatan 19 Teknik
Dirgantara ITD Adisutjipto.

Akhirnya terimakasih kepada semua orang yang telah ikut mebantu dalam
menyelesaikan tugas akhir ini, dan dengan menyadari masih begitu banyak kekurangan
penulis dalam membuat skripsi ini dan besar harapan penulis dapat
menyempurnakannya pada masa yang akan datang. Semoga apa yang penulis sajikan
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, September 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iii


LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iv
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... vi
ABSTRAK........................................................................................................ vii
ABSTRACT...................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ix
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvi
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... xvii
DAFTAR NOTASI ....................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xix
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah .......................................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah ............................................................................................ 2
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 3
1.6 Sistematika Penulisan .................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 5
2.1 Kajian Pustaka ............................................................................................... 5
2.2 Landasan Teori .............................................................................................. 8
2.2.1 Pengertian Friction Stir Welding (FSW) ............................................... 8
2.2.2 Prinsip Kerja Friction Stir Welding ....................................................... 9
2.2.3 Feedrate ............................................................................................... 10
2.2.4 Sambungan Butt (Butt Joint) Pada Proses FSW .................................. 11
2.2.5 Aluminium 2024-T3 ............................................................................ 13
2.2.6 Aluminium 7075-T6 ............................................................................ 15

xi
xii

2.2.7 Pengujian Tarik .................................................................................... 17


2.2.8 Korosi ................................................................................................... 19
2.2.9 Jenis Korosi.......................................................................................... 19
2.2.10 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Korosi ........................................ 23
2.2.11 Laju Korosi ........................................................................................ 25
2.2.12 Salinitas Air Laut ............................................................................... 26
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 28
3.1 Metode Pengumpulan Data ......................................................................... 28
3.2 Waktu dan Tempat ...................................................................................... 28
3.3 Diagram Alir Peneliti .................................................................................. 28
3.4 Alat dan Bahan ............................................................................................ 30
3.4.1 Peralatan ............................................................................................... 30
3.4.2 Bahan Penelitian .................................................................................. 34
3.5 Pelaksanaan Penelitian ................................................................................ 34
3.5.1 Persiapan Spesimen Uji ....................................................................... 35
3.5.2 Proses Friction Stir Welding ................................................................ 35
3.5.3 Pembuatan Spesimen Kontrol Uji Tarik .............................................. 36
3.5.4 Pengujian Tarik Spesimen Friction Stir Welding ................................ 38
3.5.5 Pengujian Korosi .................................................................................. 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 41
4.1 Pengelasan Dengan Feedrate 60 mm/menit ................................................ 41
4.1.1 Proses Penyambungan Dissimilar Metal ............................................. 42
4.2 Hasil Pengelasan.......................................................................................... 43
4.2.1 Hasil Pengujian Tarik .......................................................................... 44
4.3 Hasil Pengujian Korosi ................................................................................ 50
4.3.1 Perhitungan Laju Korosi ...................................................................... 51
4.3.2 Hasil Uji Foto Mikro ............................................................................ 52
4.3.3 Kadar Garam Pada Air Laut ................................................................ 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 54
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 54
xiii

5.2 Saran ............................................................................................................ 54


DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 55
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Friction Stir Welding ................................................................................ 9
Gambar 2. 2 Skematik Proses FSW ............................................................................ 10
Gambar 2. 3 Spindle Tool ........................................................................................... 11
Gambar 2. 4 Butt Joint Friction Stir Welding ............................................................. 12
Gambar 2. 5 Kurva Tegangan Regangan .................................................................... 18
Gambar 2. 6 Pitting Corrosion .................................................................................... 20
Gambar 2. 7 Filiform Corrosion ................................................................................. 21
Gambar 2. 8 Korosi Celah........................................................................................... 21
Gambar 2. 9 Korosi Pengelupasan pada Pesawat Fuji FA-200 ................................... 22
Gambar 2. 10 Fretting Corrosion................................................................................ 22
Gambar 2. 11 Korosi Intergranular pada plat aluminium ........................................... 23
Gambar 2. 12 Stress Corrosion ................................................................................... 23
Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian.......................................................................... 29
Gambar 3. 2 Mesin Bubut ........................................................................................... 30
Gambar 3. 3 Ragum .................................................................................................... 30
Gambar 3. 4 Gerinda Tangan ...................................................................................... 31
Gambar 3. 5 Jangka Sorong ........................................................................................ 31
Gambar 3. 6 Kikir ....................................................................................................... 31
Gambar 3. 7 Mesin Miling .......................................................................................... 32
Gambar 3. 8 Tool Stailess Steel................................................................................... 32
Gambar 3. 9 Backing Plate ......................................................................................... 33
Gambar 3. 10 Mesin Uji Tarik .................................................................................... 33
Gambar 3. 11 Gelas Ukur............................................................................................ 33
Gambar 3. 12 Aluminium 2024-T3 dan Aluminium 7075-T6 .................................... 34
Gambar 3. 13 Sempel Air Laut ................................................................................... 34
Gambar 3. 14 Tool Pada Mesin Miling ....................................................................... 35
Gambar 3. 15 Clamp Devices pada Benda Kerja ........................................................ 36
Gambar 3. 16 Dimensi Spesimen ................................................................................ 37

xiv
xv

Gambar 3. 17 Material Friction Stir Welding ............................................................. 37


Gambar 3. 18 Pemotongan Material Friction Stir Welding ........................................ 38
Gambar 3. 19 Pemotongan Spesimen Uji Tarik.......................................................... 38
Gambar 3. 20 Pemasangan Spesimen Uji Tarik.......................................................... 39
Gambar 4. 1 pin tool.................................................................................................... 41
Gambar 4. 2 hasil pengelasan ..................................................................................... 41
Gambar 4. 3 Tool pada Mesin Milling ........................................................................ 42
Gambar 4. 4 Clamp Devices pada Benda Kerja .......................................................... 42
Gambar 4. 5 Hasil pengelasan Friction Stir Welding ................................................. 44
Gambar 4. 6 Grafik nilai tegangan dan nilai rata-rata dengan feedrate 30 mm/menit 46
Gambar 4. 7 Grafik nilai regangan dan nilai rata-rata dengan feedrate 30 mm/menit 47
Gambar 4. 8 Grafik nilai tegangan dan nilai rata-rata dengan feedrate 40 mm/menit 49
Gambar 4. 9 Grafik nilai regangan dan nilai rata-rata dengan feedrate 40 mm/menit 50
Gambar 4. 10 Spesimen sebelum dan sesudah dilakukan perendaman ...................... 50
Gambar 4. 11 Struktur mikro FSW 30 mm/menit pada masing-masing area ............. 52
Gambar 4. 12 Struktur mikro FSW 40 mm/menit pada masing-masing area ............. 53
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Composition Al 2024-T3 ........................................................................... 13


Tabel 2. 2 Mechanical properties Al 2024-T3............................................................ 14
Tabel 2. 3 Composition Al 7075 –T6 .......................................................................... 15
Tabel 2. 4 Mechanical properties Al 7075 –T6 .......................................................... 16
Tabel 2. 5 Konstanta Laju Korosi .............................................................................. 26

xvi
DAFTAR SINGKATAN

Al Aluminium
FSW Friction Stir Welding
ASTM American Society For Testing And Material
N Neton
MPa Mega Pascal
mm2 Milimeters Per Square
RPM Rotasion Per Minute
mm/menit Milimeters Per Minute
HAZ Heat Afected Zone
BM Base Metal
NZ Nugget Zone
mpy Mils per year
CR Corrosion rate

xvii
DAFTAR NOTASI
Notasi Keterangan Satuan
A Luas Permukaan cm2
CR Corrosion Rate mdd
D Densitas gr/cm3
L Lebar mm
p Panjang mm
t Tebal mm
T Waktu jam
W Kehilangan Berat gram
WO Berat Awal Sebelum Pengujian gram
WA Berat Akhir Setelah Pengujian gram
F Gaya N
A Luas Permukaan mm2
𝜎 Tegangan MPa
𝜀 Regangan %
∆L Perubahan Panjang mm
𝐿𝑜 Panjang Awal mm

xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 ASTM E8/E8M-09 .................................................................................. 57
Lampiran 2 Hasil uji tarik ........................................................................................... 61
Lampiran 3 Pin tool friction stir welding.................................................................... 67
Lampiran 4 Hasil pengelasan ...................................................................................... 68

xix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Friction stir welding (FSW) salah satu metode pengelasan yang tergolong
dalam pengelasan gesek yang pada prosesnya tidak memerlukan bahan tambahan lain.
Panas yang digunakan untuk mencairkan logam kerja dihasilkan dari gesekan antara
benda yang berputar (pin) dengan benda yang diam (benda kerja). Secara keseluruhan,
friction stir welding adalah proses pengelasan yang memanfaatkan panas yang
disebabkan oleh gesekan antara tool dan base metal, dan deformasi plastik dari base
metal yang disebabkan oleh pengadukan tool
Aluminium adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan, dan dapat ditempa
dengan penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga abu-abu, tergantung
kekasaran permukaannya. Aluminium memiliki berat sekitar satu pertiga baja, mudah
ditekuk, diperlakukan dengan mesin, dicor, ditarik (drawing), dan diekstrusi.
Menggabungkan dua bahan yang sebanding adalah hal yang rutin dan
sederhana dengan menggunakan berbagai prosedur pengelasan, namun
menggabungkan dua bahan berbeda sangatlah sulit. Pengelasan logam yang
berbeda memiliki potensi untuk memainkan peran penting dalam berbagai industri
karena memungkinkan kebebasan desain yang lebih besar sekaligus menurunkan biaya
material. Aluminum alloy banyak digunakan pada industri manufaktur dirgantara
sebagai material struktur pesawat terbang karena memiliki sifat yang ringan namun
kuat. Aluminum alloy 2024 sering digunakan pada skin pesawat. Aluminium 7075-
T6, Memiliki kekuatan lebih tinggi dari 2024. Aluminium 7075-T6 banyak
diaplikasikan pada pembuatan komponen pesawat terbang seperti wing panel,
stabilizer, frame, dan bagian-bagian yang membutuhkan kekuatan yang tinggi. Untuk
pengaplikasian aluminium 2024-T3 dan aluminim 7075-T6 ketika disambung bisa
diaplikasikan dibulkhead karena aluminium 2024 dan aluminium 7075 memiliki
ketahanan yang tinggi, kuat namun ringan. Oleh sebabitu pengelasan kaliini bertujuan
untuk mengetahui proses penyambungan dua bahan aluminium berbeda dengan

1
2

menggunakan metode Friction stir welding sekaligus melihat berapakah hasil nilai
kekuatan yang dapat ditahan ketika dilakukan pengujian tarik. Berdasarkan dengan
uraian di atas, penulis ingin melakukan penelitian tentang “Analisis kekuatan tarik
dan ketahanan korosi sambungan friction stir welding model aluminium 2024-T3
dan aluminium 7075-T6”.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskanlah permasalahan sebagai
berikut :
1. Bagaimana proses penyambungan dissimilar metal dengan friction stir
welding?
2. Berapakah nilai kekuatan sambungan pada material aluminium 2024 dan
aluminium 7075 setelah dilakukan pengelasan?
3. Apakah terdapat korosi pada aluminium 2024 dan aluminium 7075 setelah
dilakukan pengelasan?

1.3 Batasan Masalah


Karena keterbatasan kemampuan penulis dalam mengumpulkan data, maka
penulis memberikan batasan masalah dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut :
1. Bahan tool yang digunakan dalam proses friction stir welding adalah stainless
steel.
2. Material yang digunakan dalam proses penyambungan dengan friction stir
welding adalah aluminium 2024 dan aluminium 7075.
3. Pengujian yang dilakukan adalah uji tarik dengan standar spesimen ASTM
E8/E8M-09.
4. Kecepatan putaran tool 2280 rpm, feedrate 40 mm/menit dan feedrate 30
mm/menit dengan sudut kemiringan spindle masing-masing 2°.
5. Menggunakan media korosif air laut.
6. Perhitungan laju korosi dengan menggunakan metode kehilangan berat
(weight loss) mengacu pada standar ASTM G1.
7. Pengujian korosi dilakukan dengan menggunakan metode perendaman
3

(immersion) yang mengacu pada standar ASTM G31–72.

1.4 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui proses penyambungan dissimilar metal dengan friction stir
welding.
2. Mengetahui nilai kekuatan sambungan pada material aluminium 2024 dan
Aluminium 7075 setelah dilakukan pengelasan.
3. Mengetahui apakah terdapat korosi pada aluminium 2024 dan aluminium
7075 setelah dilakukan pengelasan.

1.5 Manfaat Penelitian


Terdapat beberapa manfaat dari penulisan skripsi ini sebagai berikut :
1. Bagi penulis untuk menambah wawasan, ilmu pengetahuan serta pengalaman
penulis tentang penelitian kekuatan sambungan friction stir welding yang
menggunakan bahan aluminium 2024 dan aluminium 7075
2. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti untuk
diaplikasikan didunia industri.
3. Penelitian ini bisa digunakan sebagai referensi tambahan untuk penelitian
selanjutnya mengenai kekuatan sambungan friction stir welding yang
menggunakan material yang berbeda
4. Mengetahui Bagaimana proses penyambungan dissimilar metal dengan
friction stir welding

1.6 Sistematika Penulisan


Penulisan Tugas Akhir ini terdiri dari lima bab. Adapun sistematika penulisan
tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan
masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
4

Bab ini berisikan tentang teori dasar yang akan menjadi landasan dalam menjelaskan
masalah dalam penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang metode yang dipakai dalam penelitian yaitu tantang
subjek dan objek penelitian, metode pengumpulan data, alat dan bahan, diagram alir
penelitian, proses manufaktur dan metode pengujian yang digunakan pada penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini penulis membahas hasil pengelasan, pengujian tarik friction stir welding serta
hasil pengujian ketehanan korosi setelah dilkukan pengelasan.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari penelitian yang telah dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
Sadeesh Palanisamy (2013) melakukan penelitian yang berjudul Studi Tentang
Friction Stir Welding AA 2024 dan AA 6061 Logam Berbeda. Penyambungan plat
alumunium AA2024 dan AA6061 dengan ketebalan 5 mm dilakukan dengan friction
stir welding (FSW) teknik. Parameter proses optimal diperoleh untuk sambungan
menggunakan pendekatan statistik. Lima desain alat yang berbeda telah dibuat
digunakan untuk menganalisis pengaruh kecepatan putar dan kecepatan lintasan
terhadap sifat mikrostruktur dan tarik. Dalam teknik FSW, proses pengelasan bahan
dasar, jauh di bawah suhu lelehnya, telah membuka tren baru dalam produksi yang
efisien sendi yang berbeda. Pengaruh kecepatan las terhadap struktur mikro, distribusi
kekerasan dan sifat tarik sambungan las diselidiki. Dengan memvariasikan parameter
proses, dihasilkan sambungan las yang bebas cacat dan efisiensi tinggi. Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pelat AA 2024-T4 (paduan Al-Cu) setebal 5mm
dan pelat AA 6061-T4 (Al-Mg-Si paduan), dan komposisi kimia untuk 2024 dan 6061
ditunjukkan pada tabel 1. Plat yang digulung dipotong menjadi sampel persegi panjang
100 × 50 mm dan pengelasan dilakukan menggunakan mesin penggilingan vertikal.
Alat las yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja perkakas AISI H13 yang
memiliki ketahanan tinggi terhadap kelelahan termal. Dari pekerjaan penelitian ini,
disimpulkan bahwa kecepatan rotasi 710 rpm, kecepatan lintasan 28 mm/menit dan
rasio D/hari 3, untuk pin silinder, dianggap paling efisien. Selanjutnya, sifat mekanik
yang lebih baik diamati dengan pin kuadrat 6 mm, kecepatan putaran 1000 rpm dan
kecepatan lintasan 40mm/menit.

P. Podržaj, B. Jerman, D. Klobčar (2016) melakukan penelitian yang berjudul Cacat


Pengelasan Pada Friction Stir Welding. Fsw ditemukan dan dibuktikan secara
eksperimental pada tahun 1991 oleh sebuah lembaga pengelasan di Inggris, yang juga

5
6

memegang hak paten terkait. Dibandingkan dengan metode pengelasan konvensional,


FSW mengkonsumsi lebih sedikit energi, tidak menghasilkan asap beracun, tidak
memerlukan gas pelindung atau logam pengisi dan oleh karena itu dianggap sebagai
proses penyambungan material yang hemat energi dan ramah lingkungan. Sejak
penemuannya FSW telah sering diterapkan di berbagai industri seperti dirgantara,
otomotif, kereta api, dan maritim. Karena sangat cocok untuk pengelasan cepat dan
berkualitas tinggi 2XXX dan 7XXX paduan aluminium, yang secara tradisional
dianggap tidak dapat dilas, semakin banyak digunakan dalam aplikasi, di mana karena
pengurangan beratnya, aluminium adalah bahan pilihan. Tingkat pemanasan yang tidak
tepat dapat mengakibatkan terbentuknya cacat FSW seperti kurangnya penetrasi,
kurangnya fusi, terowongan, rongga, alur permukaan, flashing berlebihan, goresan
permukaan, keruntuhan nugget, dan kissing bond. Cacat ini terkadang dibagi menjadi
cacat volumetrik dan cacat garis las. Kemungkinan yang lebih umum adalah
pembagian cacat berdasarkan masukan energi. Karena sangat ditentukan oleh
parameter utama FSW yaitu kecepatan putaran pahat (TR), kecepatan translasi adalah
kecepatan las (WS), dan sudut kemiringan. cacat yang paling umum di FSW yang
terjadi karena kombinasi parameter pengelasan yang tidak tepat (terutama kecepatan
translasi/pengelasan dan kecepatan putar). Ini menghasilkan input panas yang
berlebihan atau tidak mencukupi. Bahkan jika parameter ini dipilih dengan benar, cacat
dapat terjadi karena sudut kemiringan yang tidak tepat, geometri pahat yang tidak tepat,
atau algoritme kontrol yang tidak sesuai.

Akshansh Mishra (2018) melakukan penelitian yang berjudul Friction Stir Welding
of Dissimilar Metal: A Review. Friction Stir Welding (FSW) adalah proses pengelasan
solid state yang menghasilkan lasan akibat kontak gaya tekan benda kerja yang berputar
atau bergerak relatif satu sama lain. Panas yang dibutuhkan untuk menggabungkan
spesimen yang berbeda dihasilkan oleh pemanasan akibat gesekan pada antarmuka.
Penerapan Friction Stir Welding dalam industri kedirgantaraan sangat luas. Rolls-
Royce sekarang menggunakan proses pengelasan gesekan untuk mesin Trent aero
7

modernnya yang menggerakkan Airbus A380 dan Boeing 787. Belakangan ini,
fokusnya adalah pada pengembangan proses yang cepat dan efisien yang ramah
lingkungan untuk menggabungkan dua bahan yang berbeda. Sorotan telah dinyalakan
Friction stir welding sebagai teknologi penyambungan yang mampu memberikan hasil
las yang tidak memiliki cacat yang biasanya diasosiasikan dengan proses las fusi.
Friction stir welding (FSW) adalah teknik yang cukup baru yang memanfaatkan alat
las berputar yang tidak dapat dikonsumsi untuk menghasilkan panas gesekan dan
deformasi plastik di lokasi pengelasan, sehingga mempengaruhi pembentukan
sambungan saat material dalam keadaan padat. Desain fixture memainkan peran
penting dalam proses Friction Stir Welding (FSW). Perancangan perlengkapan yang
tepat adalah salah satu solusi utama untuk masalah yang timbul selama proses FSW.
Kecepatan pengelasan berpengaruh nyata terhadap struktur mikro dan sifat mekanik
sambungan. Panas yang dihasilkan selama Friction Stir Processing disebabkan oleh
beban mekanis. Tidak ada sumber panas eksternal digunakan. Saat suhu meningkat,
material melunak dan koefisien gesekan menurun. Koefisien gesekan yang bergantung
pada suhu (0,4 hingga 0,2) membantu mencegah suhu maksimum melebihi titik leleh
material. Manfaat FSW sangat besar dalam bidang proses pengelasan. FSW tidak
memerlukan persiapan gabungan antara dua pelat hanya diperlukan degreasing. Ini
menawarkan kualitas pengelasan yang tinggi dengan kekuatan tarik yang meningkat,
sifat kelelahan yang luar biasa dan ketahanan korosi dari oksidasi dan aksi kimia. Ini
adalah metode pengelasan yang ekonomis dengan biaya operasi yang rendah tidak
memiliki konsumsi dengan biaya energi lebih sedikit tidak seperti konsumsi elektroda
dalam proses las busur.

Poppy Puspitasari (2022) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Friction


stir welding terhadap sifat mekanik dan laju korosi paduan aluminium AA6061.
Friction Stir Welding (FSW) adalah metode pengelasan solid-state yang memiliki
difusi dan logam yang berbeda struktur dapat berbaur dengan baik. Penelitian ini untuk
mengetahui sifat mekanik dan laju korosi Double side friction stir welding aluminium
8

6061 dengan variasi kecepatan putaran dan sumbu atas dan bawah peralatan. Hasil uji
radiografi ini dapat dilihat bahwa spesimen 4 dilas dengan variasi dalam kecepatan dan
posisi alat memiliki cacat berupa fusi tidak sempurna (IF). Hasil pengamatan struktur
mikro menunjukkan bahwa panas yang ditimbulkan dari proses pengelasan
mengakibatkan rekristalisasi berupa butiran halus pada daerah pengadukan dan tidak
terjadi perubahan fasa. Nilai kekerasan tertinggi pada daerah pengelasan adalah benda
uji B. Nilai bending terbesar pada posisi pengelasan 1G adalah benda uji D yaitu
sebesar 41,86 MPa dengan nilai regangan sebesar 13,23%, sedangkan nilai terkecil
pada posisi pengelasan 4G adalah benda uji A, yaitu 38,18 MPa dengan nilai regangan
sebesar 5,03%. Permukaan patahan dan retakan menunjukkan bahwa inisiasi retakan,
perambatan dan kegagalan pengadukan material terjadi pada semua benda uji,
meskipun benda uji tumbukan terpotong pada area kecil Incomplete Fusion, namun
hasil pengujian menunjukkan bahwa masih ada permukaan logam induk yang belum
diaduk. Metode uji korosi menggunakan tiga sel elektroda dengan media korosi sebagai
pengganti air laut dengan salinitas NaCl 3,5%, hasil uji korosi adalah spesimen B pada
posisi pengelasan 1G memiliki nilai laju korosi tertinggi 0,63856 mm/tahun dan
spesimen An pada posisi pengelasan 1G memiliki laju korosi paling rendah yaitu
0,058567 mm/tahun.

2.2 Landasan Teori


Untuk mendukung penelitian ini diperlukan beberapa teori yang menjadi
landasan penelitian. Beberapa teori yang akan digunakan untuk penyelesaian masalah
dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut di bawah ini:

2.2.1 Pengertian Friction Stir Welding (FSW)


Friction Stir Welding (FSW) yang terdapat di gambar 2.1 adalah suatu
teknologi pengelasan yang merupakan proses solid-state joining yang bisa
digunakan untuk menyambungkan material aluminium dengan mampu las yang
rendah. Pada proses (FSW), material yang dilas tidak benar-benar mencair pada
9

saat proses berlangsung (temperatur kerjanya tidak melewati titik lebur benda
kerja) sehingga fws termasuk unconsumable solid-state joining process.

Gambar 2. 1 Friction Stir Welding


(https://megastir.com/)

Gambar 2.1 menunjukkan shoulder dan probe. Shoulder dan probe


merupakan komponen atau bagian dari tool. Shoulder berfungsi untuk menggesek
benda kerja supaya menjadi panas dan memaksa logam yang sudah menjadi plastis
untuk mengalir disekitar probe. Probe dirancang dengan bentuk yang khusus.
Probe digunakan untuk mengaduk logam secara mekanis sepanjang permukaan
ujung (butt).

2.2.2 Prinsip Kerja Friction Stir Welding


Friction stir welding merupakan pengelasan yang jarang dipakai atau
digunakan, tool atau probe berputar untuk menciptakan panas secara lokal agar
dapat melelehkan kedua material sehingga menghasilkan lasan solid state
kontinyu. Biasanya desain alat memiliki bentuk batang dengan area cekung (bahu)
dengan pin (atau probe) yang koaksial dengan sumbu rotasi. Benda kerja di jepit
dengan kuat dan di topang dengan pelat belakang atau landasan agar mampu
menahan beban dari alat serta mengurangi deformasi benda kerja di bagian
belakang. dalam beberapa kasus, pin dirancang sedikit lebih pendek dari ketebalan
sambungan las untuk mencegah kontak dengan backing plat dan untuk menjaga
penetrasi lengkap tanpa cacat. (sumber: AWS welding hand book, ninth edition,
volume 3)
10

Dalam fsw, pada probe berputar dan bergerak dengan kecepatan konstan
sepanjang jalur sambungan antara dua material yang dilas. Benda kerja harus
dicekam dengan kuat pada fixture atau ragum untuk mempertahankan posisinya
akibat gaya yang terjadi pada waktu pengelasan. Panjang dari probe harus lebih
10 pendek daripada tebal benda kerja dan shoulder dari tool harus besentuhan
dengan permukaan benda kerja.
Gesekan panas (frictional heat) pada fsw dihasilkan oleh gesekan antara
probe dan shoulder dari welding tool dengan material benda kerja. Panas ini
bersamaan dengan panas yang dihasilkan dari proses pengadukan mekanik
(mechanical mixing) akan menyebabkan material yang diaduk akan melunak tanpa
melewati titik leburnya (melting point), hal inilah yang memungkinkan tool
pengelasan bisa bergerak sepanjang jalur pengelasan. Ketika pin welding tool
bergerak sepanjang jalur pengelasan, permukaan depan pin akan memberikan gaya
dorong plastis terhadap material kearah belakang pin sambil memberikan gaya
tempa yang kuat untuk mengkonsolidasikan logam las seperti gambar 2.2.

Gambar 2. 2 Skematik Proses FSW


( Tarmizi & Prayoga, 2016 )
2.2.3 Feedrate
Pada pengelasan jenis Friction Stir Welding, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi hasil dan kekuatan las, diantaranya adalah Spindle rpm (Putaran
spindel) , Feedrate (Kecepatan pemakanan/ gerak), Tool angle (Sudut probe),
Plunge Depth (Kedalaman pemakanan) dan Joint Design. Feedrate adalah
kecepatan pemakanan probe yang terhubung pada mesin (CNC) Friction stir
11

welding, Feedrate ini yang mengakibatkan tool dan benda kerja bergesekkan
sehingga terjadi kenaikan suhu namun tidak sampai pada titik leleh, sehingga
kedua benda kerja dapat tersambung dengan baik, feedrate harus selalu konstan
dari titik awal hingga titik akhir agar tidak terjadi kegagalan las pada titik tertentu
seperti gambar 2.3. (Sumber: AWS welding hand book, Ninth edition, Volume 3)

Gambar 2. 3 Spindle Tool


( https://www.caranddriver.com)

2.2.4 Sambungan Butt (Butt Joint) Pada Proses FSW


Sambungan Butt (Butt Joint) adalah sambungan yang sering digunakan
dalam konstruksi pesawat terbang, dimana sambungan tersebut terjadi karena dua
benda kerja yang dilas pada posisi pertemuan ruas antara bidang yang bersentuhan,
dicekam rigid pada fixture atau ragum. Fixture mencegah benda kerja berputar dan
atau terangkat ketika proses las berlangsung. Tool pengelasan yang terdiri dari
shank, shoulder dan probe berputar dengan kecepatan dan kemiringan yang telah
ditentukan. Tool secara perlahan turun dan masuk ke dalam ruas pertemuan benda
kerja sampai shoulder dari tool menyentuh permukaan benda kerja dan ujung pin
sedekat mungkin dengan backplate. Dwell time yang singkat dapat
membangkitkan panas untuk preheating dan pelunakan material sepanjang garis
sambungan. Sampai di akhir pengelasan, tool ditarik/diangkat ketika tool masih
dalam kondisi berputar. Seperti pin yang ditarik, tool akan meninggalkan lubang
(keyhole) di ujung pengelasan. Toolshoulder yang bersentuhan dengan benda kerja
pun meninggalkan bekas semicircular ripple di jalur pengelasan seperti gambar
2.4.
12

Gambar 2. 4 Butt Joint Friction Stir Welding


( Rajiv Sharan Mishra, Partha Sarathi De, & Nilesh Kumar, 2014)
Tool FSW yang berputar bergerak searah dengan alur pengelasan,
permukaan depan dari probe tool, (dibantu oleh feature pada probe jika ada),
memaksa plasticed material dari kedua sisi material yang akan dilas ke arah
belakang probe. Akibatnya material dipindahkan dari permukaan depan tool ke
belakang probe tool (ketika material sedang diaduk) dan ditempa oleh permukaan
shoulder yang bersentuhan dengan bidang benda kerja. Beberapa engineer percaya
bahwa gerakan berputar (stirring) bisa memecah oksigen pada permukaan faying,
sehingga ikatan antar sambungan menghasilkan permukaan yang bersih. Perlu
dicatat bahwa untuk menghasilkan sambungan yang penuh (closure of root) maka
pin harus sedekat mungkin dengan backplate dan shoulder harus menyentuh
permukaan benda kerja. Open root (kurangnya penetrasi) berpotensi besar untuk
mengalami kegalalan pada sambungan. Pada gambar di atas bisa dilihat bahwa
sumbu dari spindle dan benda kerja tidak benar-benar tegak lurus 90° , ada
kemiringan sekitar 3° - 10° , kemiringan ini bisa didapat dengan cara memiringkan
spindle mesin atau memiringkan benda kerja. Hal ini dapat membantu pemadatan
material pada bagian belakang tool, tetapi juga mempunyai kelemahan yaitu
berkurangnya kemampuan (ability) untuk eksekusi proses pengelasan non-linear
dan juga bisa mengurangi kecepatan pengelasan (travel speed weld).
Konsekuensi dari metode FSW adalah adanya lubang (key hole) yang terjadi
diakhir pengelasan. Terlebih lagi untuk pengelasan baja dan material alloy lainnya,
13

pelubangan awal (pre-drill) berdiameter kecil diperlukan di area butt line yang
bertujuan untuk mengurangi gaya yang terjadi ketika tool berpenetrasi ke dalam
benda kerja. Sangat disarankan adanya finishing dari benda kerja
(pemotongan/milling) pada awal dan akhir sambungan karena strength pada posisi
ini memiliki nilai yang paling rendah dibanding posisi lain. Proses finishing bisa
lakukan dengan menghilangkan benda kerja kira-kira setebal benda kerja atau
lebih.

2.2.5 Aluminium 2024-T3


Setiap paduan mengandung persentase tertentu dari elemen paduan yang
mengilhami aluminium dasar dengan kualitas menguntungkan tertentu. Pada
tahun 2024 paduan aluminium, persentase unsur ini adalah 4,4% Cu, 1,5% Mg,
dan 0,6% Mn, secara nominal. Kerusakan ini menjelaskan mengapa aluminium
2024 dikenal karena kekuatannya yang tinggi karena tembaga, magnesium, dan
mangan sangat meningkatkan kekuatan paduan aluminium. Namun, kekuatan ini
datang pada posisi yang kurang menguntungkan; Persentase tembaga yang tinggi
pada tahun 2024 sangat mengurangi ketahanannya terhadap korosi. Biasanya ada
sejumlah elemen pengotor (silikon, besi, seng, titanium, dll.), Tetapi ini hanya
sengaja diberi toleransi sesuai permintaan pembeli. Kepadatannya adalah 2,77g /
cm3 (0,100 lb / in3), yang sedikit lebih tinggi dari aluminium murni (2,7g / cm3,
0,098 lb / in3). Aluminium 2024 dilengkapi dengan sangat mudah dan memiliki
kemampuan kerja yang layak, memungkinkannya dipotong dan diekstrusi jika
perlu. (https://id.yzpipes.com)

Tabel 2. 1 Composition Al 2024-T3


Component Wt. % Component Wt. % Component Wt.%
Al 90,7-94,7 Mg 1,2-1,8 Si Max 0,5
Cr Max 0,1 Mn 0,3-0,9 Ti Max 0,15
Cu 3,8-4,9 Other, each Max 0,05 Zn Max 0,25
14

Fe Max 0,5 Other, total Max 0,15

Tabel 2. 2 Mechanical properties Al 2024-T3

Hardness Brinel 120 120 AA Typical, 500g, 10 mm ball


Hardness Vickers 150 150 Convert from brinel hardness value
Ultimate tensile 483 MPa 70.000 psi AA, Typical
strength
Tensile yield strength 345 MPa 50.000 psi AA, Typical
Elongation at break 18% 18%
Modulus of elasticity 73,1 GPa 10.600 ksi
Fatigue strength 138 MPa 20.000 psi
Machinability 70% 70%
( ASM Aerospace Specification Metals inc.)

Aluminium mirip dengan baja sebagai salah satu logam yang paling banyak
tersedia dan sering dipilih untuk berbagai aplikasi komersial dan industri. Apakah
aplikasinya melibatkan konstruksi pesawat komersial atau pembuatan sejumlah
produk konsumen, 2024 adalah paduan aluminium yang sering dipilih. Paduan ini
memiliki kekuatan yang sangat baik dan ketahanan yang luar biasa terhadap
kelelahan. Akibatnya, sangat ideal untuk digunakan dalam berbagai aplikasi ruang
angkasa. Ini adalah pilihan sempurna untuk aplikasi yang membutuhkan logam
dengan rasio kekuatan-terhadap-berat yang optimal.
Dirgantara dan Aplikasi Lainnya Paduan 2024 diperkenalkan oleh Alcoa
pada tahun 1931. Itu adalah paduan Al-Cu-Mg pertama yang memiliki kekuatan
luluh mendekati 50.000-psi dan umumnya menggantikan 2017-T4 sebagai paduan
pesawat seri 2XXX yang dominan. Ketahanan lelah yang kuat menjadikan Alloy
2024 sebagai spesifikasi berkelanjutan untuk banyak aplikasi ruang angkasa dan
struktural. Kemampuan mesin serta kemampuan kerja T351 2024 dan 2024 juga
menjadikannya sempurna untuk produksi suku cadang otomotif.
Aplikasi berikut memanfaatkan paduan aluminium 2024 secara umum:
15

 Elemen struktur pesawat seperti badan pesawat dan struktur sayap yang
membawa gaya Tarik
 Perlengkapan pesawat
 Roda truk
 Perangkat keras dari berbagai jenis
 Manifold Hidraulik
 komponen kendaraan transportasi lainnya
(https://www-howardprecision-com.)

2.2.6 Aluminium 7075-T6


Paduan plat aluminium 7075 merupakan salah satu varian dari paduan
aluminium seri 7xxx yang memang dikembangkan untuk aplikasi struktur pesawat
terbang. Paduan ini tergolong dalam kelompok paduan dengan kekuatan paling
tinggi. Mekanisme utama yang berperan dalam peningkatan kekuatan paduan ini
adalah pengerasan presipitat sebagai hasil perlakuan panas penuaan. Plat
Aluminium 7075 T6751 juga merupakan bahan paduan aluminium aerospace yang
memiliki sifat mekanik yang baik dan reaksi anodik. Dengan keunggulannya
itulah, material aluminium 7075 T651 biasanya dipergunakan untuk pembuatan
struktur pesawat terbang.

Tabel 2. 3 Composition Al 7075 –T6


(https://asm.matweb.com/search/SpecificMaterial.asp?bassnum=ma7075t6)
16

Element Symbol Composition % (wt) in Al 7075


Zinc Zn 5.1 – 6.1
Magnesium Mg 2.1 – 2.9
Copper Cu 1.2 – 2.0
Ferrite Fe 0.50 (max)
Chromium Cr 0.18 – 0.28
Mangenese Mn 0.3 (max)

Silicon Si 0.4 (max)


Titanium Ti 0.2 (max)
Alumunium Al Remaining

Tabel 2. 4Mechanical properties Al 7075 –T6


Properties Value
Density 2.81 g/cc
Hardness, Brinell 150
Ultimate Tensile Stranght 572 MPa
Tensile yield strangth 503 MPa
Elongation at break 11 %
Poisson’s ratio 0.33
Fatigue strength 159 MPa
Shear strangth 331 MPa
Specific heat capacity 0.96 J/g-°C
Thermal conductivity 130 W/m-°C
Melting point 477 – 635 °C
Anealing temperature 413°C
Aging temperature 121°C

Plat Aluminium 7075 T651 terbuat dari paduan aluminium-seng dengan 1%


-8% seng, sejumlah kecil magnesium, sedikit tembaga dan kromium. Paduan
bahan-bahan merupakan presipitasi yang mengeras sampai level kekuatan yang
17

sangat tinggi. Kekerasannya bahkan jauh lebih baik daripada baja ringan. Paduan
plat aluminium 7075 merupakan salah satu varian dari paduan aluminium seri
7xxx yang memang dikembangkan untuk aplikasi struktur pesawat terbang.
Paduan ini tergolong dalam kelompok paduan dengan kekuatan paling tinggi.
Mekanisme utama yang berperan dalam peningkatan kekuatan paduan ini adalah
pengerasan presipitat sebagai hasil perlakuan panas penuaan. Plat Aluminium
7075 T6751 juga merupakan bahan paduan aluminium aerospace yang memiliki
sifat mekanik yang baik dan reaksi anodik. Dengan keunggulannya itulah, material
aluminium 7075 T651 biasanya dipergunakan untuk pembuatan struktur pesawat
terbang. Dengan kekuatan dan ketahanan korosi yang kuat, Pelat Aluminium 7075
juga lazim dipakai untuk komponen struktural tekanan tinggi lainnya, seperti panel
sayap bawah, penyangga dan rangka pesawat.
(Sumber: https://www.suryalogam.com/plat-aluminium-7075-t651/)

2.2.7 Pengujian Tarik


Untuk mengetahui sifat mekanik, sifat fisik dari suatu material, maka akan
dilakukan pengujian terhadap material tersebut dengan pungujian tarik. Pengujian
tarik yaitu pengujian yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang sifat dan
keadaan dari suatu bahan atau material. Pengujian tarik dilakukan dengan
penambahan beban secara perlahan kemudian terjadi pertambahan panjang yang
sebanding dengan gaya yang bekerja. Kesebandingan ini terus berlanjut sampai
ketitik proportionality limit. Setelah itu pertambahan panjang yang terjadi sebagai
akibat pertambahan beban yang tidak lagi berbanding lurus, pertambahan beban
yang sama akan menghasilkan pertambahan panjang yang lebih besar dan akan
terjadi pertambahan panjang tanpa ada pertambahan beban, kenaikan beban ini akan
berlangsung sampai mencapai maksimum, untuk batang yang ulet, beban mesin uji
tarik akan turun lagi sampai akhirnya putus. Pada saat beban mencapai maksimum,
batang uji mengalami pengecilan penampang setempat (local necting) dan
pertambahan panjang terjadi hanya disekitar necking tersebut yang dapat dilihat
18

pada gambar 2.5. (Callister, 2007)

Gambar 2. 5 Kurva Tegangan Regangan


( Callister, 2007)
Tegangan adalah sebuah benda elastis ditarik oleh suatu gaya, benda
tersebut akan bertambah panjang sampai ukuran tertentu sebanding dengan gaya
tersebut, yang berarti ada sejumlah gaya yang bekerja pada setiap satuan panjang
benda. Gaya yang bekerja sebanding dengan panjang benda dan berbanding
terbalikdengan luas penampang. Besarnya gaya yang bekerja dibagi dengan luas
penampang. (Callister, 2007)
𝐹
𝜎=
𝐴
Keterangan:
σ = Tegangan (N/m² atau Pascal)
F = Besar gaya tekan atau tarik (N)
A = Luas penampang (mm²)

Regangan didefinisikan sebagai hasil bagi antara pertambahan panjang


dengan panjang awal. Contohnya benda yang menggantung pada tali
menimbulkangaya tarik pada tali, sehingga tali memberikan perlawanan berupa
gaya dalam yang sebanding dengan berat beban yang dipikulnya (gaya aksi =
reaksi). Responperlawanan dari tali terhadap beban yang bekerja padanya akan
mengakibatkan tali menegang sekaligus juga meregang sebagai efek terjadinya
pergeseran internal di tingkat atom pada partikel – partikel yang menyusun tali,
19

sehingga tali mengalamipertambahan panjang (Callister, 2007).


∆𝐿
𝜀=
𝐿𝑜
Keterangan:
ε = Regangan (tanpa satuan)
∆L = Pertambahan panjang (mm)
𝐿𝑜 = Panjang mula – mula (mm)

Modulus elastisitas atau modulus young adalah besarnya tegangan


berbanding lurus dengan regangan. Sebuah material dikatakan elastis bila semua
deformasi (strain) kembali saat tegangan yang diberikan dilepaskan. Hukum Hooke
diaplikasikan pada luasan material. Hukum Hooke yaitu beban atau gaya yang
diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang sebuah bahan ataupun
material, dengan kata lain rasio tegangan dan regangan adalah konstan. (Callister,
2007).

2.2.8 Korosi
Korosi adalah kerusakan material akibat reaksi kimia atau elektrokimia
dengan lingkungan yang korosif. Dalam hal ini korosi erat kaitannya dengan
logam. Melalui peristiwa degradasi atau penurunan mutu, korosi terjadi secara
alami yang prosesnya tidak dikehendaki. Dalam penurunan mutu logam tidak
hanya melibakan reaksi kimia namun juga reaksi elektrokimia, dimana
elemenelemen yang bersangkutan mengalami perpindahan elektron. Karena
elektron adalah sesuatu yang bermuatan negatif, maka pengangkutannya
menimbulkan arus listrik, sehingga reaksinya dipengaruhi oleh potensial listrik.
Sedangkan lingkungan adalah semua unsur di sekitar logam terkorosi pada saat
reaksi berlangsung. (Kenneth R.Trethewey, 1991)

2.2.9 Jenis Korosi


Terdapat beberapa jenis korosi yang sering terjadi pada logam, yaitu:
20

1. Korosi Sumuran (Pitting Corrosion) Korosi Sumuran adalah korosi yang


terjadi akibat cacat pada permukaan material seperti lubang kecil. Korosi
sumuran salah satu bentuk korosi yang paling merusak dan paling kuat. Ini
dapat terjadi pada logam apa saja tetapi paling umum pada logam yang
membentuk film oksida pelindung, seperti aluminium dan magnesium alloy.
Ini pertama kali terlihat sebagai deposit bubuk putih atau abu-abu, mirip
dengan debu, yang menutupi permukaan. Ketika deposit dibersihkan, sumuran
atau lubang kecil dapat terlihat di permukaan. Lubang kecil ini dapat
menembus jauh ke dalam struktural dan menyebabkan kerusakan sepenuhnya,
tidak proporsional dengan penampilan permukaannya seperti pada gambar 2.6.

Gambar 2. 6 Pitting Corrosion


(Serangan Korosi Sumuran Hadi Sunandrio, Sutarjo)

2. Korosi Serbuk (Filiform Corrosion)


Korosi serbuk ditemukan pada lapisan campuran alumunium dimana titik yang
berkarat masuk ke dalam lapisan alumunium. Jenis korosi ini sering berawal
dari rivet kemudian berlanjut sepanjang bagian bawah permukaan cat material.
Korosi ini juga terjadi di daerah sekitar rivet dapat dilihat pada gambar 2.7.
21

Gambar 2. 7 Filiform Corrosion


( Pierre R. Rober, 2008)

3. Korosi Celah (Crevice Corrosion)


Korosi ini terjadi disebabkan oleh dua material yang saling bersinggungan.
Bahan kedua material tersebut bisa sama atau tidak sama, namun pada
beberapa kasus, salah satu material terbuat dari non logam. Korosi celahan
menghasilkan area yang tertutup yang berisi bahan korosi berkonsentrasi
tinggi yang mendorong terjadinya korosi. Korosi celah sering terjadi pada
sambungan paku dapat dilihat pada gambar 2.8.

Gambar 2. 8 Korosi Celah


(Christian Vargel, 2004)

4. Korosi pengelupasan (Exfoliation Corrosion)


Korosi ini merupakan jenis korosi pengelupasan yang terjadi ketika serbuk-
serbuk permukaan logam menguap sebagai akibat dari korosi yang terjadi
pada batas serbuk di bawah permukaan. Jenis korosi ini banyak terjadi pada
bagian-bagian bagian bersiku yang kelembabannya lebih kecil dari udara
22

normal seperti gambar 2.9.

Gambar 2. 9 Korosi Pengelupasan pada Pesawat Fuji FA-200


(Civil Aviation Authority, 2017)

5. Korosi Fretting (Fretting Corrosion)


Korosi Fretting merupakan hasil pergerakan kecil antara dua permukaan
bertekanan tinggi. Tekanan tersebut menghancurkan segala pelindung alami
logam untuk selanjutnya menghilangkan partikel logam pada permukaan.
Gejala korosi fretting diawali dengan perubahan warna pada permukaan. Pada
tingkat yang sudah parah, korosi fretting dapat menyebabkan retakan (crack)
dapat dilihat pada gambar 2.10.

Gambar 2. 10 Fretting Corrosion


(Civil Aviation Authority, 2017)
6. Korosi Intergranular (Intergranular Corrosion)
Intergranular corrosion (IGC) adalah korosi yang menyerang batas butir-butir
logam sehingga butir–butir logam akan hilang atau kekuatan mekanik dari
logam akan berkurang, korosi ini disebabkan adanya kotoran (impurity) batas
butir, adanya unsur yang berlebih pada sistem perpaduan atau penghilangan
23

salah satu unsur pada daerah batas butir seperti gambar 2.11. intergranular
corrosion juga dikenal sebagai intergranular attack (IGA).

Gambar 2. 11 Korosi Intergranular pada plat aluminium

7. Korosi Tegangan (Stress Corrosion)


Korosi tegangan merupakan pengembangan dari korosi intergranular. Jenis
korosi ini pada umumnya terlihat berupa retakan memanjang. Tegangan ini
disebabkan pada temperatur dan deformasi yang berbeda serta terjadinya
tegangan tarik yang mengakibatkan terjadinya retak. Berikut retak serta bentuk
penjalarannya yang diakibatkan oleh korosi tegangan dapat dilihat pada
gambar 2.12.

Gambar 2. 12 Stress Corrosion


( Branko N. Popov, 2015)

2.2.10 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Korosi

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi laju korosi, yaitu:


1. Oksigen dan Air
24

Korosi pada permukaan logam merupakan proses yang mengandung


reaksi redoks yang terjadi apabila terdapat oksigen (O2) dan air (H2O).
Oksigen dari udara yang larut dalam air akan tereduksi, sedangkan air
sendiri berfungsi sebagai media tempat berlangsungnya reaksi redoks
pada peristiwa korosi.

2. Temperatur
Penambahan temperatur umumnya menambah laju korosi walaupun
kenyataannya kelarutan oksigen berkurang dengan meningkatnya
temperatur. Apabila metal pada temperatur yang tidak sama, maka akan
besar kemungkinan terbentuk korosi.
3. Power of Hydrogen (pH)
pH adalah kepanjangan dari power of hydrogen atau pangkat hydrogen.
pH merupakan ukuran konsentrasi ion hydrogen yang menunjukkan
keasaman atau kebasaan suatu zat. pH netral adalah 7, sedangkan ph < 7
bersifat asam dan korosif, sedangkan untuk pH > 7 bersifat basa juga
korosif. Tetapi untuk besi, laju korosi rendah pada pH antara 7 sampai
14. Laju korosi akan meningkat pada pH < 7 dan pada pH > 14.

4. Faktor Bakteri Pereduksi atau Sulfat Reducing Bacteria (SRB)


Adanya bakteri pereduksi sulfat akan mereduksi ion sulfat menjadi gas
H2S, yang mana jika gas tersebut kontak dengan besi akan menyebabkan
terjadinya korosi. Permukaan logam umumnya mengalami oksidasi
ketika berada di udara pada temperatur ruang dan membentuk lapisan
oksida sangat tipis (lapisan kusam). Korosi kering ini sangat terbatas, dan
hanya merusak sebagian kecil permukaan subtrat metalik. Namun pada
temperatur tinggi, hampir semua logam dan paduan bereaksi dengan
lingkungan sekitarnya dengan laju yang cukup berarti dan membentuk
lapisan oksida tebal (kerak) yang tidak bersifat melindungi. Di lapisan
kerak ini dapat terbentuk fasa cair yang berbahaya karena dapat
25

menimbulkan difusi dua arah dari zat yang bereaksi antara fasa gas dan
subtract metalik. Pada korosi basah atau korosi berair, terjadi serangan
elektrokimia karena adanya air dan dapat merusak permukaan metalik
serta menjadi penyebab berbagai permasalahan di semua cabang industri.
(Jalaluddin, Ishak, dan Rosmayuni, 2015)

2.2.11 Laju Korosi


Laju korosi pada logam dikendalikan oleh proses yang paling lambat dalam
sel, dengan menghubungkan kecepatan arus dalam sebuah persamaan. Laju korosi
dengan rata-rata perusakan per satuan luas dinyatakan sebagai kedalaman korosi
rata-rata untuk luas tertentu pada waktu tertentu (Trethewey, 1991).
Perhitungan laju korosi dapat dilakukan dengan menggunakan metode
kehilangan berat (weight loss). Dimana pada metode ini dilakukan dengan
merendam sampel logam pada media korosif tertentu. Perhitungan didapatkan dari
selisih hasil penimbangan berat awal dan penimbangan berat akhir sampel logam.
W = WO – WA
Keterangan :
W = Kehilangan berat (gram)
WO = Berat awal sebelum uji (gram)
WA = Berat akhir setelah uji (gram)
Perhitungan laju korosi dengan menggunakan metode kehilangan berat
(weight loss) mengacu pada standar ASTM G1, yang perhitungannya dapat
dilakukan dengan persamaan sebagai berikut:
K.W
CR (corrosion rate ) =
A.T.D

CR = Laju korosi (mpy)


K = Konstanta laju korosi
W = Kehilangan berat (gram)
A = Luas permukaan logam (cm 2 )
T = Waktu (jam)
26

D = Densitas logam (gr/cm 3 )

Tabel 2. 5 Konstanta Laju Korosi

Satuan Laju Korosi Konstanta (K)


Mils per year (mpy) 3,45 x 106
Inches per year (ipy) 3,45 x 103
Inches per month (ipm) 2,87 x 102
Milimeters per year (mm/y) 8,76 x 104
Micrometers per year (µm/y) 8,76 x 107
Picometers per second (pm/s) 2,78 x 106
Grams per square meter per hour (g/m2.h) 1,00 x 104 x D
Miligrams per square decimeter per day (mdd) 2,40 x 106 x D
Micrograms per square meter per second (µg/m2.s) 2,78 x 106 x D
( Sumber : ASTM G1)

2.2.12 Salinitas Air Laut


Air laut adalah air murni yang di dalamnya terlarut berbagai zat padat dan
gas. Suatu contoh air laut sebesar 1.000 gram berisi kurang lebih 35 gram
senyawa-senyawa terlarut yang secara kolektif disebut garam. Dengan kata lain,
96,5% air laut berupa air murni dan dan 3,5% zat terlarut. Zat-zat terlarut meliputi
garam-garam anorganik, senyawa-senyawa organik yang berasal dari organisme
hidup, dan gas-gas terlarut. Fraksi terbesar dari bahan terlarut terdiri dari
garamgaram anorganik yang berwujud ion-ion. Enam ion membentuk 99,28%
berat. Ion-ion ini adalah klorin, natrium, belerang (sebagai sulfat), magnesium,
kalsium, dan kalium.
Salinitas (kadar garam) adalah banyaknya garam yang terdapat pada air
laut. Kadar garam biasanya dinyatakan dengan permil (‰) atau perseribu yang
menunjukkan berapa gram kandungan mineral dalam setiap 1000 gram air laut.
Misalnya, salinitas laut Jawa 3,2%, hal ini berarti bahwa dalam setiap 1.000 gram
27

air laut Jawa terlarut kadar garam sebanyak 32 ‰ atau 32 gram di dalam satu
kilogram air laut. Salinitas rata-rata lautan ialah sekitar 3,5% sebanding dengan
35‰ atau 35 gram di dalam satu kilogram air laut. Tinggi rendahnya salinitas
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, penguapan, curah hujan dan banyak
20 sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut. (Sulistyo Weni, Henki W.
Ashadi, dan Andri Krisnadi Wicaksono, 2010)
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Pengumpulan Data


Dalam menyusun laporan tugas akhir ini penulis menggunakan beberapa metode
diantaranya:
1. Studi Literatur Metode ini dilakukan dengan cara membaca buku-buku di
perpustakaan ataupun e-book dari internet yang berkaitan dengan tema skripsi.
Selain itu dokumentasi didapat dari literatur-literatur tertulis dari internet yang
berhubungan dengan pengujian tarik dan friction stir welding.
2. Eksperimen Metode ini dilakukan dengan menggunakan ekperimental, yaitu
dengan melakukan pengelasan serta membuat spesimen sesuai ASTM
E8/E8M09 pada material Al 2024-T3 dan Al 7075-T6 yang bertujuan untuk
mengetahui kekuatan sambungan friction stir welding yang menggunakan tool
stainless steel.

3.2 Waktu dan Tempat


Waktu penelitian direncanakan satu bulan yang dimulai dari bulan Juni 2023,
tempat dilaksanakan penelitian adalah :
1. Laboratorium Pusat Institut Sains dan Teknologi Akprind Jalan Prau,
Kotabaru, Gondokusuman, Yogyakarta. Tempat proses pembuatan Spesimen
friction stir welding.
2. Laboratorium Teknik Gedung Nurtanio Institud Teknologi Dirgantara
Adisutjipto, Jalan Janti, Blok – R Lanud Adisutjipto, Yogyakarta sebagai
tempat pembuatan spesimen uji tarik dan pengujian tarik spesimen uji tarik
sambungan friction stir welding, serta pengujian ketahanan korosi.

3.3 Diagram Alir Peneliti


Ada bab ini memuat tentang langkah-langkah dalam melakukan penelitian.
Penelitian dilakukan sesuai dengan urutan diagram alir penelitian gambar 3.1.

28
29

Mulai

Studi Literatur

Persiapan Alat dan Bahan

Pengelasan Friction Stir Welding

Hasil pengelasan rapat Tidak


dan tercampur secara
merata
Ya
Pembuatan Spesimen

Pengujian tarik

Pengujian ketahanan korosi

Hasil Pengujian Dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran


tur

selesai

Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian


30

3.4 Alat dan Bahan


Pada penelitian ini membutuhkan peralatan dan bahan yang digunakan untuk
melakukan penelitian Analisa kekuatan tarik dan ketahanan korosi sambungan friction stir
welding model aluminium 2024 dan aluminium 7075, sebagai berikut:

3.4.1 Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Mesin Bubut dapat dilihat pada gambar 3.2 digunakan untuk membentuk
tool sebagai proses friction stir welding.

Gambar 3. 2 Mesin Bubut


2. Ragun (Bench Vise) dapat dilihat pada gambar 3.3 digunakan untuk
menjepit benda kerja saat proses pemotongan.

Gambar 3. 3 Ragum
3. Gerinda Tangan dapat dilihat pada gambar 3.4 digunakan untuk
memotong bahan aluminium menjadi spesimen uji tarik dan objek
pengelasan.
31

Gambar 3. 4 Gerinda Tangan


4. Jangka Sorong (Vernier Caliper) dapat dilihat pada gambar 3.5 berfungsi
untuk mengukur dimensi spesimen uji tarik.

Gambar 3. 5 Jangka Sorong


5. Kikir (File) digunakan untuk memperhalus bagian permukaan benda
kerja setelah dipotong yang dapat dilihat pada gambar 3.6.

Gambar 3. 6 Kikir

6. Mesin Milling dapat dilihat pada gambar 3.7 digunakan untuk melakukan
proses friction stir welding
32

Gambar 3. 7 Mesin Miling


7. Tool friction stir welding dapat dilihat pada gambar 3.8 digunakan untuk
membuat gesekan pada material selama proses pengelasan.

Gambar 3. 8 Tool Stailess Steel


8. Backing Plate dapat dilihat pada gambar 3.9 digunakan sebagai alas
selama proses pengelasan.
33

Gambar 3. 9 Backing Plate


9. Mesin Uji Tarik dapat dilihat pada gambar 3.10 digunakan untuk uji tarik
spesimen penelitian

Gambar 3. 10 Mesin Uji Tarik


10. Gelas ukur seperti gambar 3.11 digunakan untuk mengukur volume air
garam sebelum melakukan perendaman spesimen.

Gambar 3. 11 Gelas Ukur


34

3.4.2 Bahan Penelitian


Bahan yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Spesimen pengujian
Spesimen yang akan digunakan untuk melakukan penelitian adalah
Aluminium 2024-T3 dan Aluminium 7075-T6 dengan ukuran sebagai
berikut:
Panjang : 100 mm. Lebar : 150 mm. Tebal : 50 mm.

Gambar 3. 12 Aluminium 2024-T3 dan Aluminium 7075-T6


2. Air Laut
Sampel air laut yang digunakan sebagai media korosif pada saat
pengujian.

Gambar 3. 13 Sempel Air Laut

3.5 Pelaksanaan Penelitian


pada penelitian kali ini yang difokuskan adalah pengaruh Feedrate terhadap
kekuatan mekanik hasil las. Proses penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:
persiapan spesimen, melakukan pengelasan friction stir welding pada spesimen,
35

pengujian tarik, pengujian korosi.


3.5.1 Persiapan Spesimen Uji
Spesimen yang dipakai untuk pengujian ini adalah aluminium 2024-T3 dan
aluminium 7075-T6 berbentuk plat, material dipotong sesuai bentuk yang akan
digunakan untuk pengelasan dengan dimensi panjang 10 mm, lebar 7,5 mm, dan
tebal 3.2 mm sebanyak 4 plat.

3.5.2 Proses Friction Stir Welding


Spesimen yang telah dibagi menjadi 4 bagian kemudian tiap – tiap dua
bagian disambung dengan metode FSW menggunakan variasi feedrate berbeda-
beda tiap sambungan yaitu 30 mm/menit dan 40 mm/menit, seluruh spesimen
memiliki ketebalan yang sama yaitu 5 mm. Selanjutnya melakukan langkah-
langkah seperti berikut:
1. Memasang clamp devices dan meletakan backing plate berbahan baja di
bagian tengah lintasan pengelasan
2. Memasang tool stainless steel pada chuck mesin milling

Gambar 3. 14 Tool Pada Mesin Miling


3. Meletakan spesimen friction stir welding atau benda kerja di atas
backing plate meja kerja dan mengecangkan clamp devices agar benda
kerja tidak berubah posisi pada saat pengelasan serta selalu dalam
kondisi rata dan sejajar
36

Gambar 3. 15 Clamp Devices pada Benda Kerja


4. Mengatur putaran mesin pada 2280 rpm serta mengatur sudut
kemiringan spindle pengelasan 2°
5. Mengatur feedrate 40 dan 30 mm/menit.
6. Menghidupkan mesin frais
7. Melakukan proses pengelasan.
a. Memposisikan tool pada titik pertemuan kedua material yang akan
disambung.
b. Menurunkan tool hingga pin masuk dan shoulder bersentuhan
dengan material yang akan disambung.
c. Hand wheel sumbu x diputar secara perlahan dan continue untuk
melelehkan material secara perlahan.
d. Mengangkat tool dari material apabila telah mencapai ujung sisi
material lainnya dalam keadaan tool masih berputar.
8. Mematikan mesin milling.
9. Melepaskan material dari clamp devices setelah suhu material kembali
normal.
10. Melakukan penelitian selanjutnya untuk mendapatkan data yang
dibutuhkan

3.5.3 Pembuatan Spesimen Kontrol Uji Tarik


Spesimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah aluminium 2024-
37

T3 dan aluminium 7075-T6. Pembuatan spesimen dilakukan secara manual


menggunakan alat potong gergaji besi.

Gambar 3. 16 Dimensi Spesimen


(Sumber: ASTM E8/E8M-09)
Berikut adalah langkah-langkah pembuatan spesimen uji tarik:
1. Menyiapkan material aluminium 2024-T3 dan aluminium 7075-T6
yang sudah dilakukan proses friction stir welding yang dapat dilihat
pada gambar 3.16.

Gambar 3. 17 Material Friction Stir Welding


2. Memotong material friction stir welding menjadi ukuran panjang 200
mm dan lebar 20 mm dengan gergaji besi seperti gambar 3.17.
38

Gambar 3. 18 Pemotongan Material Friction Stir Welding


3. Membentuk dimensi ukuran spesimen uji tarik sesuai dengan ASTM
E8/E8M-09.
4. Memotong material yang telah diukur sesuai ASTM E8/E8M-09 dengan
menggunakan kikir yang dapat dilihat pada gambar 3.18.

Gambar 3. 19 Pemotongan Spesimen Uji Tarik

3.5.4 Pengujian Tarik Spesimen Friction Stir Welding


Beberapa langkah dalam pengujian tarik spesimen friction stir welding:
39

1. Menyalakan mesin uji tarik serta komputer untuk penginputan data


spesimen.
2. Memasang spesimen friction stir welding pada mesin uji tarik yang
dapat dilihat pada gambar 3.20.

Gambar 3. 20 Pemasangan Spesimen Uji Tarik


3. Menginput data dimensi ukuran spesimen pada aplikasi yang ada di
komputer.
4. Melakukan penarikan oleh mesin uji tarik secara otomatis sampai
spesimen uji patah.
5. Mencetak grafik uji tarik setelah benda uji patah.
6. Melepaskan spesimen uji yang terpasang di mesin uji tarik dan
lakukan langkah 2 – 6 untuk spesimen selanjutnya.

3.5.5 Pengujian Korosi


Laju korosi digunakan untuk mengetahui kecepatan rambatan atau
kecepatan penurunan kualitas suatu material terhadap waktu, pengujian ini
dilakukan untuk mengetahui laju korosi dari material yang diperlakukan
pengelasan friction stir welding dengan menggunakan variasi feedrate pada saat
proses pengelasan. Pengujian korosi dilakukan dengan menggunakan metode
perendaman (immersion) yang mengacu pada standar ASTM G31–72 dengan
40

dimasukkan kedalam media korosif air laut dan perhitungan laju korosi
menggunakan metode kehilangan berat (weight loss) mengacu pada standar
ASTM G1. Berikut adalah langkah-langkah pengujian korosi:
1. Spesimen dipotong berdasarkan ukuran standar ASTM G31–72 dengan
dimensi 200x15x5 mm.
2. Spesimen harus dalam keadaan bersih tidak ada minyak/ kotoran yang
menempel, apabila ada harus dibersihkan dahulu.
3. Mengambil sampel air laut di Pantai parangtritis, Bantul, Yogyakarta dengan
pemilihan air laut yang bersih.
4. Simpan air laut kedalam gelas pengujian sebagai wadah untuk pengujian.
Wadah uji harus terbuat dari nonmetalik seperti plastik untuk mencegah
terjadinya pembentukan galvanik sel korosi.
5. Spesimen uji diberi nama A, dan B sesuai variasi feedrate dan ditag/tanda agar
setiap spesimen tidak tertukar, spesimen A menggunakan feedrate 40
mm/detik, spesimen B menggunakan feedrate 30 mm/detik.
6. Timbang massa awal, ukur dimensi masing-masing spesimen uji.
7. Spesimen uji yang telah ditimbang dimasukkan kedalam wadah gelas uji dan
diberi tanda/tag.
8. Masukkan air laut kedalam masing-masing gelas uji sesuai standar ASTM
G31–72, yaitu minimal volume air laut 120 ml.
9. Masukan spesimen yang telah diberi tanda ke masing-masing gelas uji.
10. Spesimen uji direndam penuh selama 336 jam (14 hari) dengan kondisi suhu
ruangan 29°C.
11. Penimbangan selanjutnya dilakukan setelah uji perendaman selesai.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengelasan Dengan Feedrate 60 mm/menit


Pengelasan dengan feedrate 60 mm/menit dengan sudut 2° RPM 2280
menggunakan disain pin panjang 4 mm dan diameter pin 5 mm. Dari hasil pengelasan
yang diperoleh kurang baik dikarenakan feedrate terlalu cepat sehingga panas yang
dihasilkan kurang maksimal, maka proses pengadukan yang tidak tercampur secara
merata. Seperti gambar 4.1

Gambar 4. 2 hasil pengelasan Gambar 4. 1 pin tool


Gambar diatas adalah hasil pengelasan dan pin dengan feedrate 60 mm/menit,
adapun dari hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya terdapat hasil yang kurang
maksimal, karena hasil dari pengelasan kurang rapat sehingga menggingalkan bekas
lubang serta retakan pada hasil pengelasan seperti gambar diatas. Maka peneliti
menurunkan feedrate menjadi 40 dan 30 mm/menit untuk RPM 2280 dengan sudut 2°,
serta merubah bentuk pin menjadi panjang pin 3 mm diamter pin 3,5 mm. Dari hasil
pengelasan yang peneliti lakukan terdapat hasil pengelasan terbaik dengan feedrate 30

41
42

mm/menit, dimana pengelasan dengan dua bahan yang berbeda semakin rendah
feedrate maka semakin bangus dan rapih hasil pengelasannya.

4.1.1 Proses Penyambungan Dissimilar Metal dengan Friction Stir Welding


Dalam proses penyambungan dua bahan aluminium yang berbeda, kecepatan
feedrate sangat harus diperhatikan supaya mendapatkan hasil pengelasan yang bangus
dan maksimal, untuk feedrate pada pengelasan kali ini menggunkan 30 mm/menit dan
40 mm/menit dan didapatkan hasil yang lebih bangus yaitu feedrate 30 mm/menit.
Untuk langkah-langkah pengelasan dengan dua bahan yang berbeda adalah sebagai
berikut:
1. Memasang clamp devices dan meletakan backing plate berbahan baja di
bagian tengah lintasan pengelasan
2. Memasang tool stainless steel pada chuck mesin milling

Gambar 4. 3 Tool pada Mesin Milling

3. Meletakan spesimen friction stir welding atau benda kerja di atas backing plate
meja kerja dan mengecangkan clamp devices agar benda kerja tidak berubah
posisi pada saat pengelasan serta selalu dalam kondisi rata dan sejajar

Gambar 4. 4 Clamp Devices pada Benda Kerja


43

4. Mengatur putaran mesin pada 2280 rpm serta mengatur sudut kemiringan
spindle pengelasan 2°
5. Mengatur feedrate 40 dan 30 mm/menit.
6. Menghidupkan mesin frais
7. Melakukan proses pengelasan.
a. Memposisikan tool pada titik pertemuan kedua material yang akan
disambung.
b. Menurunkan tool hingga pin masuk dan shoulder bersentuhan dengan
material yang akan disambung.
c. Hand wheel sumbu x diputar secara perlahan dan continue untuk
melelehkan material secara perlahan.
d. Mengangkat tool dari material apabila telah mencapai ujung sisi material
lainnya dalam keadaan tool masih berputar.
8. Mematikan mesin milling.
9. Melepaskan material dari clamp devices setelah suhu material kembali
normal.
10. Melakukan penelitian selanjutnya untuk mendapatkan data yang dibutuhkan

4.2 Hasil Pengelasan


Pengelasan dengan metode friction stir welding merupakan pengelasan yang
terjadi pada kondisi padat (solid state joining) dengan memanfaatkan gesekan dari
benda kerja yang berputar dengan benda kerja lain yang diam sehingga mampu meleleh
kan benda kerja yang diam tersebut dan akhirnya tersambung menjadi satu. Hasil
pengelasan menggunakan metode friction stir welding ditunjukkan pada gambar 4.5 di
bawah ini.
44

Fsw 30 mm/menit Fsw 40 mm/menit

7075 T6 7075 T6

2024 T3
2024 T3

Gambar 4. 5 Hasil pengelasan Friction Stir Welding

4.2.1 Hasil Pengujian Tarik


Pengujian hasil pengelasan friction stir welding dengan memakai plat
aluminium 2024-T3 dan aluminium7075-T6 dengan tebal 5 mm, menggunakan
variasi feedrate 30 mm/menit, dan 40 mm/menit, pada putaran spindle 2280 rpm,
dan untuk tool yang digunakan dengan diameter shoulder 12,7 mm, diameter pin
3,5 mm, dan panjang pin 3 mm.
A. Pengujian Tarik Dengan Feedrate 30 mm/menit

Untuk mengetahui kekuatan material Al 2024-T3 dan Al 7075-T6 terlebih


dahulu dilakukan pengujian tarik spesimen kontrol. Material tersebut dipotong
sesuai ukuran spesimen uji tarik yang berdasarkan pada ASTM E8/E8M-9 Sampel
hasil perhitungan kekuatan tarik sebagai berikut:
 Spesimen A1 (30 mm/menit)
Fmax = 581.850 Kgf 1 Kgf = 9,807 N
∆L = 3.950 mm
L₀ = 200 mm
A = 59.780 mm²
 Perhitungan Kekuatan tarik (σ)
45

σ = Fmax / A
581.850 kgf
=
59.780 mm²
= 9.733 kgf/ mm²
= 95.453 MPa
 Perhitungan Regangan (ε)
ε = (∆L / L₀ )
3,950 𝑚𝑚
=
200 𝑚𝑚
= 0.020
 Spesimen A2 (30 mm/menit)
Fmax = 569.101 Kgf 1 Kgf = 9,807 N
∆L = 3.700 mm
L₀ = 200 mm
A = 54.560 mm²
 Perhitungan Kekuatan tarik (σ)
σ = Fmax / A
569.101 kgf
=
54.560 mm²
= 10.431 kgf/ mm²
= 102.294 MPa
 Perhitungan Regangan (ε)
ε = (∆L / L₀ )
3.700 mm
=
200 mm
= 0.019
 Spesimen A3 (30 mm/menit)
Fmax = 570.950 Kgf 1 Kgf = 9,807 N
∆L = 3.475 mm
46

L₀ = 200 mm
A = 65.500 mm²
 Perhitungan Kekuatan tarik (σ)
σ = Fmax / A
570.950 kgf
=
65.500 mm²
= 8.717 kgf/ mm²
= 85.486 MPa
 Perhitungan Regangan (ε)
ε = (∆L / L₀ )
3.475 mm
=
200 mm
= 0.017
B. Grafik Nilai Tegangan Dengan Feedrate 30 mm/menit
105 102,294
Tegangan (MPa)

100 95,453 94,411


95
90 85,486
85
80
75
Category 1
A1 95,453
A2 102,294
A3 85,486
rata-rata 94,411
feedrate 30 mm/menit

A1 A2 A3 rata-rata

Gambar 4. 6 Grafik nilai tegangan dan nilai rata-rata dengan feedrate 30 mm/menit
47

C. Grafik Nilai Regangan Dengan Feedrate 30 mm/menit


0,021 0,020
0,020
0,020 0,019 0,019
Regangan (%)

0,019
0,019
0,018
0,018 0,017
0,017
0,017
0,016
0,016
Category 1
A1 0,020
A2 0,019
A3 0,017
Rata-rata 0,019
feedrate 30 mm/menit

A1 A2 A3 Rata-rata

Gambar 4. 7 Grafik nilai regangan dan nilai rata-rata dengan feedrate 30 mm/menit

D. Pengujian Tarik Dengan Feedrate 40 mm/menit


Sampel hasil perhitungan kekuatan tarik sebagai berikut:
 Spesimen B1 (40 mm/menit)
Fmax = 291.277 Kgf 1 Kgf = 9,807 N
∆L = 1.579 mm
L₀ = 200 mm
A = 62.920 mm²
 Perhitungan Kekuatan tarik (σ)
σ = Fmax / A
291.277 kgf
=
62.920 mm²
= 4.629 kgf/ mm²
= 45.400 Mpa
48

 Perhitungan Regangan (ε)


ε = (∆L / L₀ )
1.579 mm
=
200 mm
= 0.008
 Spesimen B2 (40 mm/menit)
Fmax = 473.359 Kgf 1 Kgf = 9,807 N
∆L = 1.563 mm
L₀ = 200 mm
A = 61.500 mm²
 Perhitungan Kekuatan tarik (σ)
σ = Fmax / A
473.359 kgf
=
61.500 mm²
= 7.697 kgf/ mm²
= 75.483 Mpa
 Perhitungan Regangan (ε)
ε = (∆L / L₀ )
1.563 mm
=
200 mm
= 0.008
 Spesimen B3 (40 mm/menit)
Fmax = 130.906 Kgf 1 Kgf = 9,807 N
∆L = 0.375 mm
L₀ = 200 mm
A = 60.960 mm²
 Perhitungan Kekuatan tarik (σ)
σ = Fmax / A
130.960 kgf
=
60.690 mm²
49

= 2.147 kgf/ mm²


= 21.060 Mpa
 Perhitungan Regangan (ε)
ε = (∆L / L₀ )
0.375 mm
=
200 mm
= 0.002
E. Grafik Nilai Tegangan Dengan Feedrate 40 mm/menit

80,000 75,483
70,000
60,000
Tegangan (MPa)

45,400 47,314
50,000
40,000
30,000 21,060
20,000
10,000
0,000
B1 45,400
B2 75,483
B3 21,060
Rata-rata 47,314
feedrate 40 mm/menit

B1 B2 B3 Rata-rata

Gambar 4. 8 Grafik nilai tegangan dan nilai rata-rata dengan feedrate 40 mm/menit
50

F. Grafik Nilai Regangan Dengan Feedrate 40 mm/menit


0,009 0,008 0,008
0,008
0,007 0,006
Regangan (%)

0,006
0,005
0,004
0,003 0,002
0,002
0,001
0
Category 1
B1 0,008
B2 0,008
B3 0,002
rata-rata 0,006
feedrate 40 mm/menit

B1 B2 B3 rata-rata

Gambar 4. 9 Grafik nilai regangan dan nilai rata-rata dengan feedrate 40 mm/menit

4. 3 Hasil Pengujian Korosi


Pada penelitian ini dilakukan pengujian korosi pada aluminium 2024-T3 dan
aluminium 7075-T6 dengan metode pengelasan friction stir welding menggunakan
metode immersion test dengan media korosif air laut. Semua hasil uji korosi pada
spesimen friction stir welding mengalami korosi pada daerah pengelasan dan
mengalami perubahan warna menjadi lebih gelap seperti gambar 4.2.

2024

7075

Gambar 4. 10 Spesimen sebelum dan sesudah dilakukan perendaman


51

4.3.1 Perhitungan Laju Korosi


A. Spesimen 30 mm/menit
Perhitungan luas permukaan :
Panjang : 200 mm
Lebar : 15 mm
Tebal : 5 mm
A = 2 ( p x l + p x t + l x t)
A = 2 ( 200 x 15 + 200 x 5 + 15 x 5)
A = 8150 mm2 = 815 cm2

Perhitungan laju korosi


Wo = 36,9 gr
WA = 36,7 gr
W = 0,2 gr
A = 8150 cm2
T = 336 jam
D = 2,78 gr/cm3
K = 3,45 x 106
K.W
CR (corrosion rate ) = A.T.D

3,45 x 106 x 0,2 gr


CR (corrosion rate ) = 𝑔𝑟 = 0,009 mpy
8150cm2 x 336 x 2,78𝑐𝑚3

B. Spesimen 40 mm/menit
Perhitungan luas permukaan :
Panjang : 200 mm
Lebar : 15 mm
Tebal : 5 mm
A = 2 ( p x l + p x t + l x t)
A = 2 ( 200 x 15 + 200 x 5 + 15 x 5)
A = 8150 mm2 = 815 cm2
52

Perhitungan laju korosi


W0 = 39,0 gr
WA = 38,9 gr
W = 0,1 gr
A = 8150 cm2
T = 336 jam
D = 2,78 gr/cm3
K = 3,45 x 106
K.W
CR (corrosion rate ) = A.T.D

3,45 x 106 x 0,1 gr


CR (corrosion rate ) = 𝑔𝑟 = 0,004 mpy
8150cm2 x 336 x 2,78
𝑐𝑚3

4.3.2 Hasil Uji Foto Mikro


Pengamatan struktur mikro dilakukan pada masing-masing variasi pengelasan
FSW yaitu pada feedrate 30 mm/menit, dan 40 mm/menit, pengujian ini bertujuan
untuk mengetahui perubahan struktur mikro yang terjadi akibat adanya proses
pengelasan dengan metode friction stir welding, yaitu di daerah Nugget, HAZ, dan
base metal.
A. Feedrate 30 mm/menit

HAZ Nugget Base metal

Gambar 4. 11 Struktur mikro FSW 30 mm/menit pada masing-masing area


53

B. Feedrate 40 mm/menit

HAZ Nugget Base metal

Gambar 4. 12 Struktur mikro FSW 40 mm/menit pada masing-masing area

Pada gambar 4.11 dan 4.12 dapat dilihat area HAZ (Heat Afected Zone)
terlihat masih ada goresan-goresan akibat proses pengadukan dan menimbulkan
warna hitam akibat proses pemanasan yang menghilangkan komposisi struktur
mikro. Untuk area Nugget Zone terlihat warnanya terlihat sangat gelap dikarenakan
Nugget Zone adalah jalur pengelasan dan terlihat banyak goresan akibat proses
pengadukan dari proses pengelasan Friction Stir Welding. Untuk area base metal
terlihat sangat terang, dan sedikit goresan karena bagian base metal tidak mengalami
gesekan, hanya terpapar panas akibat proses pengelasan, dari gambar base metal
terlihat ada sedikit goresan itu disebabkan dari proses foto makro.

4.3.3 Kadar Garam Pada Air Laut


Kadar garam yang terdapat pada air laut yang digunakan pada penelitian ini
adalah SG (Specific Gravity) 1.040 dan Salinity 53 ppm (Part Permillion). Maka
salinity 53 ‰ adalah 53 gram garam dalam 1 liter air laut.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan pada Analisa kekuatan tarik dan
ketahanan korosi sambungan friction stir welding model aluminium 2024 dan
aluminium 7075, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dalam proses penyambungan dissimilar metal didapatkan pengelasan yang
terbaik yaitu dengan rpm 2280 dengan feedrate 30 mm/menit dengan sudut 2°,
semakin rendah feedrate semakin bagus hasilnya.
2. Hasil kekuatan tarik yang didapatkan dari friction stir welding dissimilar metal
dengan feedrate 30 mm/menit adalah 95,453 MPa, 102,294 MPa, dan 85,486
MPa, dengan nilai rata-rata sebesar 94,411 MPa. Spesimen dengan feedrate 40
mm/menit adalah 45,400 MPa, 75,483 MPa, dan 21,060 MPa, dengan nilai rata-
rata adalah 47,314 MPa.
3. Korosi yang terbentuk pada spesimen yang telah dilakukan pengelasan dan
perendaman air laut merupakan korosi fret atau fretting corrosion dan korosi
ini menyebabkan terjadinya crack.

5.2 Saran
Saran penelitian ini kiranya bisa membantu mahasiswa yang lain yang ingin
mengambil topik yang sama, antara lain :
1. Melakukan uji kekerasan pada sambungan friction stir welding dissimilar metal
untuk melihat kekerasan pada sambungan sekaligus membuktikan sambungan
lebih keras dibandingkan dengan sambungan friction stir welding lainnya.
2. Untuk yang ingin melanjutkan penelitan ini, bisa mengambil topik tentang
pemilihan parameter RPM dan kecepatan feedrate dan sudut keiringa tool.
3. Melakukan pemilihan atau penentuan parameter RPM pengelasan yang tepat
supaya waktu pengelasan lebih cepat tetapi memperoleh hasil yang tetap baik

54
DAFTAR PUSTAKA

Sadeesh palanisamy, 2013, Studies on friction stir welding of AA 2024 and AA 6061
dissimilar metals, School of Mechanical and Building Sciences, VIT
University, Vellore, 632014, India.
P. Podržaj, B. Jerman, D. Klobčar, 2014, Welding Defects At Friction Stir Welding,
Faculty of Mechanical Engineering, University of Ljubljana,
Ljubljana, Slovenia
Poppy Puspitasari, 2022, Double side friction stir welding effect on mechanical
properties and corrosion rate of aluminum alloy AA6061, Department
of Mechanical Engineering, Universitas Sebelas Maret, Indonesia.
Akshansh Mishra, 2018, Friction Stir Welding of Dissimilar Metal: A Review,
Department of Mechanical Engineering SRM Institute of Science and
Technology, Kattangulathur, Chennai – 603203
American Welding Society.Welding Handbook Ninth Edition Vol 3, Welding
processes, Part 2.
https://asm.matweb.com/search/SpecificMaterial.asp?bassnum=ma2024t3
https://asm.matweb.com/search/SpecificMaterial.asp?bassnum=ma7075t6
Callister, William D., Jr. 2007. Materials Science and Engineering an Introduction 7 th
ed. Book. John Wiley & Sons, Inc. USA.
Trethewey, Kenneth R., dan Chamberliain, John. 1991. Korosi untuk Mahasiswa Sains dan
Rekayasa. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
ASTM G1. 1999. Standard Practice For Preparing, Cleaning, And Evaluating
Corrosion Test Spesimen
Sulistyoweni., Ashadi, Henki W., Wicaksono, Andri Krisnadi. 2010. Pengaruh Unsur
– Unsur Kimia Korosif Terhadap Laju Korosi Tulangan Beton : I. di
Dalam Air Rawa. Universitas Indonesia. Depok
ASTM E8/E8M-09 https://id.scribd.com/document/372422891/E8-E8M-09-Traccion-
Metales-Nueva-en-Id
LAMPIRAN
Lampiran 1 ASTM E8/E8M-09
Lampiran 2 Hasil uji tarik
Lampiran 3 Pin tool friction stir welding
Lampiran 4 Hasil pengelasan

Feedrate 30 mm/menit Feedrate 40 mm/menit

Anda mungkin juga menyukai