SKRIPSI
Disusun Oleh:
MARWAN KESUMA
NIM: 19050022
SKRIPSI
Disusun Oleh:
MARWAN KESUMA
NIM: 19050022
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
iii
LEMBAR PENGESAHAN
iv
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
vi
ANALISIS KEKUATAN TARIK DAN KETAHANAN KOROSI
SAMBUNGAN FRICTION STIR WELDING MODEL
ALUMINIUM 2024-T3 DAN ALUMINIUM 7075-T6
MARWAN KESUMA
NIM: 19050022
marwankesuma16@gmail.com
ABSTRAK
Friction stir welding (FSW) salah satu metode pengelasan yang tergolong dalam
pengelasan gesek yang pada prosesnya tidak memerlukan bahan tambahan lain. Panas
yang digunakan untuk mencairkan logam kerja dihasilkan dari gesekan antara benda
yang berputar (pin) dengan benda yang diam (benda kerja). Secara keseluruhan,
friction stir welding adalah proses pengelasan yang memanfaatkan panas yang
disebabkan oleh gesekan antara tool dan base metal. Metode penyambungan material
dilakukan dengan proses friction stir welding yang menggunakan tool stainless steel
dengan material aluminium 2024 T3 dan aluminium 7075 T6 menggunakan variasi
kecepatan feedrate 30 mm/menit dan 40 mm/menit. Kemudian dilakukan proses
pengujian tarik, pengujian ketahanan korosi dan pengambilan foto struktur makro.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil pengelasan yang terbaik yaitu feedrate 30
mm/menit dengan RPM 2280, hasil kekuatan tarik yang didapatkan dari friction stir
welding dissimilar metal dengan feedrate 30 mm/menit adalah 95,4 MPa, 102,2 MPa,
dan 85,4 MPa, dengan nilai rata-rata sebesar 94,4 MPa. Spesimen dengan feedrate 40
mm/menit adalah 45,4 MPa, 75,4 MPa, dan 21,0 MPa, dengan nilai rata-rata adalah
47,3 MPa. Korosi yang terbentuk pada spesimen yang telah dilakukan pengelasan dan
perendaman air laut merupakan korosi fret atau fretting corrosion dan korosi ini
menyebabkan terjadinya crack.
Kata kunci: friction stir welding, aluminium 2024 T3, aluminium 7075 T6,
dissimilar metal, pengujian tarik, ketahanan korosi.
vii
ANALYSIS OF TENSILE STRENGTH AND CORROSION
RESISTANCE OF FRICTION STIR WELDING JOINTS
ALUMINUM MODEL 2024-T3 AND ALUMINUM 7075-T6
MARWAN KESUMA
NIM: 19050022
marwankesuma16@gmail.com
ABSTRACT
Friction stir welding (FSW) is one of the welding methods classified as friction
welding which in the process does not require other additional materials. The heat
used to melt the working metal is generated from friction between a rotating object
(pin) and a stationary object (workpiece). Overall, friction stir welding is a welding
process that utilizes heat caused by friction between the tool and the base metal. The
material connection method is carried out by a friction stir welding process using a
stainless steel tool with aluminum 2024 T3 and aluminum 7075 T6 using feedrate
speed variations of 30 mm / minute and 40 mm / min. Then the process of tensile
testing, corrosion resistance testing and macro structure photography is carried out.
The results showed that the best welding results were feedrate 30 mm / minute with
RPM 2280, the tensile strength results obtained from friction stir welding dissimilar
metal with feedrate 30 mm / minute were 95.4 MPa, 102.2 MPa, and 85.4 MPa, with
an average value of 94.4 MPa. Specimens with feedrates of 40 mm/min were 45,4
MPa, 75,4 MPa, and 21,0 MPa, with average values being 47,3 MPa. Corrosion
formed on specimens that have been welded and immersion of seawater is fret
corrosion or fretting corrosion and this corrosion causes cracking.
Keywords: friction stir welding, aluminum 2024 T3, aluminum 7075 T6, dissimilar
metal, tensile testing, corrosion resistance.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis diberikan kesempatan, kemudahan dan
kelancaran dalam menyelesaikan Tugas akhir yang menjadi salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana dengan judul skripsi “Analisis kekuatan tarik dan ketahanan
korosi sambungan friction stir welding model aluminium 2024-T3 dan aluminim 7075-
T6”.
Dalam menyelesaikan tugas akhir ini penulis sangat bersyukur telah diberikan
kesempatan untuk dapat menggali ilmu serta menerapkan ilmu yang telah penulis
pelajari semasa dibangku perkuliahan. Maksud dan tujuan penulis membuat dan
menyusun laporan ini agar dapat mengetahui bagaimana proses pengelasan dengan
mengunakan metode friction stir welding. Skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk lulus mata kuliah tugas akhir dan mendapatkan gelar Sarjana Teknik pada
program studi Teknik Dirgantara di Institut Teknologi Dirgantara Adisutjipto (ITD
Adisutjipto) Yogyakarta.
Dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan
banyak sekali bantuan dan masukan yang membangun dari lingkungan penulis. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan rahmat-Nya serta di berikan
kesehatan badan, kesehatan fikiran sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan tiada masalah apapun.
2. Orang tua penulis Bapak Rahman dan Ibu Supiatik, adik Anggara saputra dan
Fahri rahmadhan. yang telah memberikan suport secara material maupun
dukungan motivasi kepada penulis.
3. Bapak Marsekal Pertama TNI Dr. Ir. Arwin Datumaya Wahyudi Sumari, S.T.,
M.T., IPU, ASEAN Eng., ACPE. Selaku Rektor ITD Adisutjipto.
4. Bapak Bangga Dirgantara Adiputra., S.T., M.T., selaku Ketua Program Studi
Teknik Dirgantara, ITD Adisutjipto.
ix
x
Akhirnya terimakasih kepada semua orang yang telah ikut mebantu dalam
menyelesaikan tugas akhir ini, dan dengan menyadari masih begitu banyak kekurangan
penulis dalam membuat skripsi ini dan besar harapan penulis dapat
menyempurnakannya pada masa yang akan datang. Semoga apa yang penulis sajikan
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
xi
xii
xiv
xv
xvi
DAFTAR SINGKATAN
Al Aluminium
FSW Friction Stir Welding
ASTM American Society For Testing And Material
N Neton
MPa Mega Pascal
mm2 Milimeters Per Square
RPM Rotasion Per Minute
mm/menit Milimeters Per Minute
HAZ Heat Afected Zone
BM Base Metal
NZ Nugget Zone
mpy Mils per year
CR Corrosion rate
xvii
DAFTAR NOTASI
Notasi Keterangan Satuan
A Luas Permukaan cm2
CR Corrosion Rate mdd
D Densitas gr/cm3
L Lebar mm
p Panjang mm
t Tebal mm
T Waktu jam
W Kehilangan Berat gram
WO Berat Awal Sebelum Pengujian gram
WA Berat Akhir Setelah Pengujian gram
F Gaya N
A Luas Permukaan mm2
𝜎 Tegangan MPa
𝜀 Regangan %
∆L Perubahan Panjang mm
𝐿𝑜 Panjang Awal mm
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 ASTM E8/E8M-09 .................................................................................. 57
Lampiran 2 Hasil uji tarik ........................................................................................... 61
Lampiran 3 Pin tool friction stir welding.................................................................... 67
Lampiran 4 Hasil pengelasan ...................................................................................... 68
xix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Friction stir welding (FSW) salah satu metode pengelasan yang tergolong
dalam pengelasan gesek yang pada prosesnya tidak memerlukan bahan tambahan lain.
Panas yang digunakan untuk mencairkan logam kerja dihasilkan dari gesekan antara
benda yang berputar (pin) dengan benda yang diam (benda kerja). Secara keseluruhan,
friction stir welding adalah proses pengelasan yang memanfaatkan panas yang
disebabkan oleh gesekan antara tool dan base metal, dan deformasi plastik dari base
metal yang disebabkan oleh pengadukan tool
Aluminium adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan, dan dapat ditempa
dengan penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga abu-abu, tergantung
kekasaran permukaannya. Aluminium memiliki berat sekitar satu pertiga baja, mudah
ditekuk, diperlakukan dengan mesin, dicor, ditarik (drawing), dan diekstrusi.
Menggabungkan dua bahan yang sebanding adalah hal yang rutin dan
sederhana dengan menggunakan berbagai prosedur pengelasan, namun
menggabungkan dua bahan berbeda sangatlah sulit. Pengelasan logam yang
berbeda memiliki potensi untuk memainkan peran penting dalam berbagai industri
karena memungkinkan kebebasan desain yang lebih besar sekaligus menurunkan biaya
material. Aluminum alloy banyak digunakan pada industri manufaktur dirgantara
sebagai material struktur pesawat terbang karena memiliki sifat yang ringan namun
kuat. Aluminum alloy 2024 sering digunakan pada skin pesawat. Aluminium 7075-
T6, Memiliki kekuatan lebih tinggi dari 2024. Aluminium 7075-T6 banyak
diaplikasikan pada pembuatan komponen pesawat terbang seperti wing panel,
stabilizer, frame, dan bagian-bagian yang membutuhkan kekuatan yang tinggi. Untuk
pengaplikasian aluminium 2024-T3 dan aluminim 7075-T6 ketika disambung bisa
diaplikasikan dibulkhead karena aluminium 2024 dan aluminium 7075 memiliki
ketahanan yang tinggi, kuat namun ringan. Oleh sebabitu pengelasan kaliini bertujuan
untuk mengetahui proses penyambungan dua bahan aluminium berbeda dengan
1
2
menggunakan metode Friction stir welding sekaligus melihat berapakah hasil nilai
kekuatan yang dapat ditahan ketika dilakukan pengujian tarik. Berdasarkan dengan
uraian di atas, penulis ingin melakukan penelitian tentang “Analisis kekuatan tarik
dan ketahanan korosi sambungan friction stir welding model aluminium 2024-T3
dan aluminium 7075-T6”.
Bab ini berisikan tentang teori dasar yang akan menjadi landasan dalam menjelaskan
masalah dalam penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang metode yang dipakai dalam penelitian yaitu tantang
subjek dan objek penelitian, metode pengumpulan data, alat dan bahan, diagram alir
penelitian, proses manufaktur dan metode pengujian yang digunakan pada penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini penulis membahas hasil pengelasan, pengujian tarik friction stir welding serta
hasil pengujian ketehanan korosi setelah dilkukan pengelasan.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari penelitian yang telah dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
Sadeesh Palanisamy (2013) melakukan penelitian yang berjudul Studi Tentang
Friction Stir Welding AA 2024 dan AA 6061 Logam Berbeda. Penyambungan plat
alumunium AA2024 dan AA6061 dengan ketebalan 5 mm dilakukan dengan friction
stir welding (FSW) teknik. Parameter proses optimal diperoleh untuk sambungan
menggunakan pendekatan statistik. Lima desain alat yang berbeda telah dibuat
digunakan untuk menganalisis pengaruh kecepatan putar dan kecepatan lintasan
terhadap sifat mikrostruktur dan tarik. Dalam teknik FSW, proses pengelasan bahan
dasar, jauh di bawah suhu lelehnya, telah membuka tren baru dalam produksi yang
efisien sendi yang berbeda. Pengaruh kecepatan las terhadap struktur mikro, distribusi
kekerasan dan sifat tarik sambungan las diselidiki. Dengan memvariasikan parameter
proses, dihasilkan sambungan las yang bebas cacat dan efisiensi tinggi. Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pelat AA 2024-T4 (paduan Al-Cu) setebal 5mm
dan pelat AA 6061-T4 (Al-Mg-Si paduan), dan komposisi kimia untuk 2024 dan 6061
ditunjukkan pada tabel 1. Plat yang digulung dipotong menjadi sampel persegi panjang
100 × 50 mm dan pengelasan dilakukan menggunakan mesin penggilingan vertikal.
Alat las yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja perkakas AISI H13 yang
memiliki ketahanan tinggi terhadap kelelahan termal. Dari pekerjaan penelitian ini,
disimpulkan bahwa kecepatan rotasi 710 rpm, kecepatan lintasan 28 mm/menit dan
rasio D/hari 3, untuk pin silinder, dianggap paling efisien. Selanjutnya, sifat mekanik
yang lebih baik diamati dengan pin kuadrat 6 mm, kecepatan putaran 1000 rpm dan
kecepatan lintasan 40mm/menit.
5
6
Akshansh Mishra (2018) melakukan penelitian yang berjudul Friction Stir Welding
of Dissimilar Metal: A Review. Friction Stir Welding (FSW) adalah proses pengelasan
solid state yang menghasilkan lasan akibat kontak gaya tekan benda kerja yang berputar
atau bergerak relatif satu sama lain. Panas yang dibutuhkan untuk menggabungkan
spesimen yang berbeda dihasilkan oleh pemanasan akibat gesekan pada antarmuka.
Penerapan Friction Stir Welding dalam industri kedirgantaraan sangat luas. Rolls-
Royce sekarang menggunakan proses pengelasan gesekan untuk mesin Trent aero
7
modernnya yang menggerakkan Airbus A380 dan Boeing 787. Belakangan ini,
fokusnya adalah pada pengembangan proses yang cepat dan efisien yang ramah
lingkungan untuk menggabungkan dua bahan yang berbeda. Sorotan telah dinyalakan
Friction stir welding sebagai teknologi penyambungan yang mampu memberikan hasil
las yang tidak memiliki cacat yang biasanya diasosiasikan dengan proses las fusi.
Friction stir welding (FSW) adalah teknik yang cukup baru yang memanfaatkan alat
las berputar yang tidak dapat dikonsumsi untuk menghasilkan panas gesekan dan
deformasi plastik di lokasi pengelasan, sehingga mempengaruhi pembentukan
sambungan saat material dalam keadaan padat. Desain fixture memainkan peran
penting dalam proses Friction Stir Welding (FSW). Perancangan perlengkapan yang
tepat adalah salah satu solusi utama untuk masalah yang timbul selama proses FSW.
Kecepatan pengelasan berpengaruh nyata terhadap struktur mikro dan sifat mekanik
sambungan. Panas yang dihasilkan selama Friction Stir Processing disebabkan oleh
beban mekanis. Tidak ada sumber panas eksternal digunakan. Saat suhu meningkat,
material melunak dan koefisien gesekan menurun. Koefisien gesekan yang bergantung
pada suhu (0,4 hingga 0,2) membantu mencegah suhu maksimum melebihi titik leleh
material. Manfaat FSW sangat besar dalam bidang proses pengelasan. FSW tidak
memerlukan persiapan gabungan antara dua pelat hanya diperlukan degreasing. Ini
menawarkan kualitas pengelasan yang tinggi dengan kekuatan tarik yang meningkat,
sifat kelelahan yang luar biasa dan ketahanan korosi dari oksidasi dan aksi kimia. Ini
adalah metode pengelasan yang ekonomis dengan biaya operasi yang rendah tidak
memiliki konsumsi dengan biaya energi lebih sedikit tidak seperti konsumsi elektroda
dalam proses las busur.
6061 dengan variasi kecepatan putaran dan sumbu atas dan bawah peralatan. Hasil uji
radiografi ini dapat dilihat bahwa spesimen 4 dilas dengan variasi dalam kecepatan dan
posisi alat memiliki cacat berupa fusi tidak sempurna (IF). Hasil pengamatan struktur
mikro menunjukkan bahwa panas yang ditimbulkan dari proses pengelasan
mengakibatkan rekristalisasi berupa butiran halus pada daerah pengadukan dan tidak
terjadi perubahan fasa. Nilai kekerasan tertinggi pada daerah pengelasan adalah benda
uji B. Nilai bending terbesar pada posisi pengelasan 1G adalah benda uji D yaitu
sebesar 41,86 MPa dengan nilai regangan sebesar 13,23%, sedangkan nilai terkecil
pada posisi pengelasan 4G adalah benda uji A, yaitu 38,18 MPa dengan nilai regangan
sebesar 5,03%. Permukaan patahan dan retakan menunjukkan bahwa inisiasi retakan,
perambatan dan kegagalan pengadukan material terjadi pada semua benda uji,
meskipun benda uji tumbukan terpotong pada area kecil Incomplete Fusion, namun
hasil pengujian menunjukkan bahwa masih ada permukaan logam induk yang belum
diaduk. Metode uji korosi menggunakan tiga sel elektroda dengan media korosi sebagai
pengganti air laut dengan salinitas NaCl 3,5%, hasil uji korosi adalah spesimen B pada
posisi pengelasan 1G memiliki nilai laju korosi tertinggi 0,63856 mm/tahun dan
spesimen An pada posisi pengelasan 1G memiliki laju korosi paling rendah yaitu
0,058567 mm/tahun.
saat proses berlangsung (temperatur kerjanya tidak melewati titik lebur benda
kerja) sehingga fws termasuk unconsumable solid-state joining process.
Dalam fsw, pada probe berputar dan bergerak dengan kecepatan konstan
sepanjang jalur sambungan antara dua material yang dilas. Benda kerja harus
dicekam dengan kuat pada fixture atau ragum untuk mempertahankan posisinya
akibat gaya yang terjadi pada waktu pengelasan. Panjang dari probe harus lebih
10 pendek daripada tebal benda kerja dan shoulder dari tool harus besentuhan
dengan permukaan benda kerja.
Gesekan panas (frictional heat) pada fsw dihasilkan oleh gesekan antara
probe dan shoulder dari welding tool dengan material benda kerja. Panas ini
bersamaan dengan panas yang dihasilkan dari proses pengadukan mekanik
(mechanical mixing) akan menyebabkan material yang diaduk akan melunak tanpa
melewati titik leburnya (melting point), hal inilah yang memungkinkan tool
pengelasan bisa bergerak sepanjang jalur pengelasan. Ketika pin welding tool
bergerak sepanjang jalur pengelasan, permukaan depan pin akan memberikan gaya
dorong plastis terhadap material kearah belakang pin sambil memberikan gaya
tempa yang kuat untuk mengkonsolidasikan logam las seperti gambar 2.2.
welding, Feedrate ini yang mengakibatkan tool dan benda kerja bergesekkan
sehingga terjadi kenaikan suhu namun tidak sampai pada titik leleh, sehingga
kedua benda kerja dapat tersambung dengan baik, feedrate harus selalu konstan
dari titik awal hingga titik akhir agar tidak terjadi kegagalan las pada titik tertentu
seperti gambar 2.3. (Sumber: AWS welding hand book, Ninth edition, Volume 3)
pelubangan awal (pre-drill) berdiameter kecil diperlukan di area butt line yang
bertujuan untuk mengurangi gaya yang terjadi ketika tool berpenetrasi ke dalam
benda kerja. Sangat disarankan adanya finishing dari benda kerja
(pemotongan/milling) pada awal dan akhir sambungan karena strength pada posisi
ini memiliki nilai yang paling rendah dibanding posisi lain. Proses finishing bisa
lakukan dengan menghilangkan benda kerja kira-kira setebal benda kerja atau
lebih.
Aluminium mirip dengan baja sebagai salah satu logam yang paling banyak
tersedia dan sering dipilih untuk berbagai aplikasi komersial dan industri. Apakah
aplikasinya melibatkan konstruksi pesawat komersial atau pembuatan sejumlah
produk konsumen, 2024 adalah paduan aluminium yang sering dipilih. Paduan ini
memiliki kekuatan yang sangat baik dan ketahanan yang luar biasa terhadap
kelelahan. Akibatnya, sangat ideal untuk digunakan dalam berbagai aplikasi ruang
angkasa. Ini adalah pilihan sempurna untuk aplikasi yang membutuhkan logam
dengan rasio kekuatan-terhadap-berat yang optimal.
Dirgantara dan Aplikasi Lainnya Paduan 2024 diperkenalkan oleh Alcoa
pada tahun 1931. Itu adalah paduan Al-Cu-Mg pertama yang memiliki kekuatan
luluh mendekati 50.000-psi dan umumnya menggantikan 2017-T4 sebagai paduan
pesawat seri 2XXX yang dominan. Ketahanan lelah yang kuat menjadikan Alloy
2024 sebagai spesifikasi berkelanjutan untuk banyak aplikasi ruang angkasa dan
struktural. Kemampuan mesin serta kemampuan kerja T351 2024 dan 2024 juga
menjadikannya sempurna untuk produksi suku cadang otomotif.
Aplikasi berikut memanfaatkan paduan aluminium 2024 secara umum:
15
Elemen struktur pesawat seperti badan pesawat dan struktur sayap yang
membawa gaya Tarik
Perlengkapan pesawat
Roda truk
Perangkat keras dari berbagai jenis
Manifold Hidraulik
komponen kendaraan transportasi lainnya
(https://www-howardprecision-com.)
sangat tinggi. Kekerasannya bahkan jauh lebih baik daripada baja ringan. Paduan
plat aluminium 7075 merupakan salah satu varian dari paduan aluminium seri
7xxx yang memang dikembangkan untuk aplikasi struktur pesawat terbang.
Paduan ini tergolong dalam kelompok paduan dengan kekuatan paling tinggi.
Mekanisme utama yang berperan dalam peningkatan kekuatan paduan ini adalah
pengerasan presipitat sebagai hasil perlakuan panas penuaan. Plat Aluminium
7075 T6751 juga merupakan bahan paduan aluminium aerospace yang memiliki
sifat mekanik yang baik dan reaksi anodik. Dengan keunggulannya itulah, material
aluminium 7075 T651 biasanya dipergunakan untuk pembuatan struktur pesawat
terbang. Dengan kekuatan dan ketahanan korosi yang kuat, Pelat Aluminium 7075
juga lazim dipakai untuk komponen struktural tekanan tinggi lainnya, seperti panel
sayap bawah, penyangga dan rangka pesawat.
(Sumber: https://www.suryalogam.com/plat-aluminium-7075-t651/)
2.2.8 Korosi
Korosi adalah kerusakan material akibat reaksi kimia atau elektrokimia
dengan lingkungan yang korosif. Dalam hal ini korosi erat kaitannya dengan
logam. Melalui peristiwa degradasi atau penurunan mutu, korosi terjadi secara
alami yang prosesnya tidak dikehendaki. Dalam penurunan mutu logam tidak
hanya melibakan reaksi kimia namun juga reaksi elektrokimia, dimana
elemenelemen yang bersangkutan mengalami perpindahan elektron. Karena
elektron adalah sesuatu yang bermuatan negatif, maka pengangkutannya
menimbulkan arus listrik, sehingga reaksinya dipengaruhi oleh potensial listrik.
Sedangkan lingkungan adalah semua unsur di sekitar logam terkorosi pada saat
reaksi berlangsung. (Kenneth R.Trethewey, 1991)
salah satu unsur pada daerah batas butir seperti gambar 2.11. intergranular
corrosion juga dikenal sebagai intergranular attack (IGA).
2. Temperatur
Penambahan temperatur umumnya menambah laju korosi walaupun
kenyataannya kelarutan oksigen berkurang dengan meningkatnya
temperatur. Apabila metal pada temperatur yang tidak sama, maka akan
besar kemungkinan terbentuk korosi.
3. Power of Hydrogen (pH)
pH adalah kepanjangan dari power of hydrogen atau pangkat hydrogen.
pH merupakan ukuran konsentrasi ion hydrogen yang menunjukkan
keasaman atau kebasaan suatu zat. pH netral adalah 7, sedangkan ph < 7
bersifat asam dan korosif, sedangkan untuk pH > 7 bersifat basa juga
korosif. Tetapi untuk besi, laju korosi rendah pada pH antara 7 sampai
14. Laju korosi akan meningkat pada pH < 7 dan pada pH > 14.
menimbulkan difusi dua arah dari zat yang bereaksi antara fasa gas dan
subtract metalik. Pada korosi basah atau korosi berair, terjadi serangan
elektrokimia karena adanya air dan dapat merusak permukaan metalik
serta menjadi penyebab berbagai permasalahan di semua cabang industri.
(Jalaluddin, Ishak, dan Rosmayuni, 2015)
air laut Jawa terlarut kadar garam sebanyak 32 ‰ atau 32 gram di dalam satu
kilogram air laut. Salinitas rata-rata lautan ialah sekitar 3,5% sebanding dengan
35‰ atau 35 gram di dalam satu kilogram air laut. Tinggi rendahnya salinitas
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, penguapan, curah hujan dan banyak
20 sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut. (Sulistyo Weni, Henki W.
Ashadi, dan Andri Krisnadi Wicaksono, 2010)
BAB III
METODE PENELITIAN
28
29
Mulai
Studi Literatur
Pengujian tarik
selesai
3.4.1 Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Mesin Bubut dapat dilihat pada gambar 3.2 digunakan untuk membentuk
tool sebagai proses friction stir welding.
Gambar 3. 3 Ragum
3. Gerinda Tangan dapat dilihat pada gambar 3.4 digunakan untuk
memotong bahan aluminium menjadi spesimen uji tarik dan objek
pengelasan.
31
Gambar 3. 6 Kikir
6. Mesin Milling dapat dilihat pada gambar 3.7 digunakan untuk melakukan
proses friction stir welding
32
dimasukkan kedalam media korosif air laut dan perhitungan laju korosi
menggunakan metode kehilangan berat (weight loss) mengacu pada standar
ASTM G1. Berikut adalah langkah-langkah pengujian korosi:
1. Spesimen dipotong berdasarkan ukuran standar ASTM G31–72 dengan
dimensi 200x15x5 mm.
2. Spesimen harus dalam keadaan bersih tidak ada minyak/ kotoran yang
menempel, apabila ada harus dibersihkan dahulu.
3. Mengambil sampel air laut di Pantai parangtritis, Bantul, Yogyakarta dengan
pemilihan air laut yang bersih.
4. Simpan air laut kedalam gelas pengujian sebagai wadah untuk pengujian.
Wadah uji harus terbuat dari nonmetalik seperti plastik untuk mencegah
terjadinya pembentukan galvanik sel korosi.
5. Spesimen uji diberi nama A, dan B sesuai variasi feedrate dan ditag/tanda agar
setiap spesimen tidak tertukar, spesimen A menggunakan feedrate 40
mm/detik, spesimen B menggunakan feedrate 30 mm/detik.
6. Timbang massa awal, ukur dimensi masing-masing spesimen uji.
7. Spesimen uji yang telah ditimbang dimasukkan kedalam wadah gelas uji dan
diberi tanda/tag.
8. Masukkan air laut kedalam masing-masing gelas uji sesuai standar ASTM
G31–72, yaitu minimal volume air laut 120 ml.
9. Masukan spesimen yang telah diberi tanda ke masing-masing gelas uji.
10. Spesimen uji direndam penuh selama 336 jam (14 hari) dengan kondisi suhu
ruangan 29°C.
11. Penimbangan selanjutnya dilakukan setelah uji perendaman selesai.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
41
42
mm/menit, dimana pengelasan dengan dua bahan yang berbeda semakin rendah
feedrate maka semakin bangus dan rapih hasil pengelasannya.
3. Meletakan spesimen friction stir welding atau benda kerja di atas backing plate
meja kerja dan mengecangkan clamp devices agar benda kerja tidak berubah
posisi pada saat pengelasan serta selalu dalam kondisi rata dan sejajar
4. Mengatur putaran mesin pada 2280 rpm serta mengatur sudut kemiringan
spindle pengelasan 2°
5. Mengatur feedrate 40 dan 30 mm/menit.
6. Menghidupkan mesin frais
7. Melakukan proses pengelasan.
a. Memposisikan tool pada titik pertemuan kedua material yang akan
disambung.
b. Menurunkan tool hingga pin masuk dan shoulder bersentuhan dengan
material yang akan disambung.
c. Hand wheel sumbu x diputar secara perlahan dan continue untuk
melelehkan material secara perlahan.
d. Mengangkat tool dari material apabila telah mencapai ujung sisi material
lainnya dalam keadaan tool masih berputar.
8. Mematikan mesin milling.
9. Melepaskan material dari clamp devices setelah suhu material kembali
normal.
10. Melakukan penelitian selanjutnya untuk mendapatkan data yang dibutuhkan
7075 T6 7075 T6
2024 T3
2024 T3
σ = Fmax / A
581.850 kgf
=
59.780 mm²
= 9.733 kgf/ mm²
= 95.453 MPa
Perhitungan Regangan (ε)
ε = (∆L / L₀ )
3,950 𝑚𝑚
=
200 𝑚𝑚
= 0.020
Spesimen A2 (30 mm/menit)
Fmax = 569.101 Kgf 1 Kgf = 9,807 N
∆L = 3.700 mm
L₀ = 200 mm
A = 54.560 mm²
Perhitungan Kekuatan tarik (σ)
σ = Fmax / A
569.101 kgf
=
54.560 mm²
= 10.431 kgf/ mm²
= 102.294 MPa
Perhitungan Regangan (ε)
ε = (∆L / L₀ )
3.700 mm
=
200 mm
= 0.019
Spesimen A3 (30 mm/menit)
Fmax = 570.950 Kgf 1 Kgf = 9,807 N
∆L = 3.475 mm
46
L₀ = 200 mm
A = 65.500 mm²
Perhitungan Kekuatan tarik (σ)
σ = Fmax / A
570.950 kgf
=
65.500 mm²
= 8.717 kgf/ mm²
= 85.486 MPa
Perhitungan Regangan (ε)
ε = (∆L / L₀ )
3.475 mm
=
200 mm
= 0.017
B. Grafik Nilai Tegangan Dengan Feedrate 30 mm/menit
105 102,294
Tegangan (MPa)
A1 A2 A3 rata-rata
Gambar 4. 6 Grafik nilai tegangan dan nilai rata-rata dengan feedrate 30 mm/menit
47
0,019
0,019
0,018
0,018 0,017
0,017
0,017
0,016
0,016
Category 1
A1 0,020
A2 0,019
A3 0,017
Rata-rata 0,019
feedrate 30 mm/menit
A1 A2 A3 Rata-rata
Gambar 4. 7 Grafik nilai regangan dan nilai rata-rata dengan feedrate 30 mm/menit
80,000 75,483
70,000
60,000
Tegangan (MPa)
45,400 47,314
50,000
40,000
30,000 21,060
20,000
10,000
0,000
B1 45,400
B2 75,483
B3 21,060
Rata-rata 47,314
feedrate 40 mm/menit
B1 B2 B3 Rata-rata
Gambar 4. 8 Grafik nilai tegangan dan nilai rata-rata dengan feedrate 40 mm/menit
50
0,006
0,005
0,004
0,003 0,002
0,002
0,001
0
Category 1
B1 0,008
B2 0,008
B3 0,002
rata-rata 0,006
feedrate 40 mm/menit
B1 B2 B3 rata-rata
Gambar 4. 9 Grafik nilai regangan dan nilai rata-rata dengan feedrate 40 mm/menit
2024
7075
B. Spesimen 40 mm/menit
Perhitungan luas permukaan :
Panjang : 200 mm
Lebar : 15 mm
Tebal : 5 mm
A = 2 ( p x l + p x t + l x t)
A = 2 ( 200 x 15 + 200 x 5 + 15 x 5)
A = 8150 mm2 = 815 cm2
52
B. Feedrate 40 mm/menit
Pada gambar 4.11 dan 4.12 dapat dilihat area HAZ (Heat Afected Zone)
terlihat masih ada goresan-goresan akibat proses pengadukan dan menimbulkan
warna hitam akibat proses pemanasan yang menghilangkan komposisi struktur
mikro. Untuk area Nugget Zone terlihat warnanya terlihat sangat gelap dikarenakan
Nugget Zone adalah jalur pengelasan dan terlihat banyak goresan akibat proses
pengadukan dari proses pengelasan Friction Stir Welding. Untuk area base metal
terlihat sangat terang, dan sedikit goresan karena bagian base metal tidak mengalami
gesekan, hanya terpapar panas akibat proses pengelasan, dari gambar base metal
terlihat ada sedikit goresan itu disebabkan dari proses foto makro.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan pada Analisa kekuatan tarik dan
ketahanan korosi sambungan friction stir welding model aluminium 2024 dan
aluminium 7075, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dalam proses penyambungan dissimilar metal didapatkan pengelasan yang
terbaik yaitu dengan rpm 2280 dengan feedrate 30 mm/menit dengan sudut 2°,
semakin rendah feedrate semakin bagus hasilnya.
2. Hasil kekuatan tarik yang didapatkan dari friction stir welding dissimilar metal
dengan feedrate 30 mm/menit adalah 95,453 MPa, 102,294 MPa, dan 85,486
MPa, dengan nilai rata-rata sebesar 94,411 MPa. Spesimen dengan feedrate 40
mm/menit adalah 45,400 MPa, 75,483 MPa, dan 21,060 MPa, dengan nilai rata-
rata adalah 47,314 MPa.
3. Korosi yang terbentuk pada spesimen yang telah dilakukan pengelasan dan
perendaman air laut merupakan korosi fret atau fretting corrosion dan korosi
ini menyebabkan terjadinya crack.
5.2 Saran
Saran penelitian ini kiranya bisa membantu mahasiswa yang lain yang ingin
mengambil topik yang sama, antara lain :
1. Melakukan uji kekerasan pada sambungan friction stir welding dissimilar metal
untuk melihat kekerasan pada sambungan sekaligus membuktikan sambungan
lebih keras dibandingkan dengan sambungan friction stir welding lainnya.
2. Untuk yang ingin melanjutkan penelitan ini, bisa mengambil topik tentang
pemilihan parameter RPM dan kecepatan feedrate dan sudut keiringa tool.
3. Melakukan pemilihan atau penentuan parameter RPM pengelasan yang tepat
supaya waktu pengelasan lebih cepat tetapi memperoleh hasil yang tetap baik
54
DAFTAR PUSTAKA
Sadeesh palanisamy, 2013, Studies on friction stir welding of AA 2024 and AA 6061
dissimilar metals, School of Mechanical and Building Sciences, VIT
University, Vellore, 632014, India.
P. Podržaj, B. Jerman, D. Klobčar, 2014, Welding Defects At Friction Stir Welding,
Faculty of Mechanical Engineering, University of Ljubljana,
Ljubljana, Slovenia
Poppy Puspitasari, 2022, Double side friction stir welding effect on mechanical
properties and corrosion rate of aluminum alloy AA6061, Department
of Mechanical Engineering, Universitas Sebelas Maret, Indonesia.
Akshansh Mishra, 2018, Friction Stir Welding of Dissimilar Metal: A Review,
Department of Mechanical Engineering SRM Institute of Science and
Technology, Kattangulathur, Chennai – 603203
American Welding Society.Welding Handbook Ninth Edition Vol 3, Welding
processes, Part 2.
https://asm.matweb.com/search/SpecificMaterial.asp?bassnum=ma2024t3
https://asm.matweb.com/search/SpecificMaterial.asp?bassnum=ma7075t6
Callister, William D., Jr. 2007. Materials Science and Engineering an Introduction 7 th
ed. Book. John Wiley & Sons, Inc. USA.
Trethewey, Kenneth R., dan Chamberliain, John. 1991. Korosi untuk Mahasiswa Sains dan
Rekayasa. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
ASTM G1. 1999. Standard Practice For Preparing, Cleaning, And Evaluating
Corrosion Test Spesimen
Sulistyoweni., Ashadi, Henki W., Wicaksono, Andri Krisnadi. 2010. Pengaruh Unsur
– Unsur Kimia Korosif Terhadap Laju Korosi Tulangan Beton : I. di
Dalam Air Rawa. Universitas Indonesia. Depok
ASTM E8/E8M-09 https://id.scribd.com/document/372422891/E8-E8M-09-Traccion-
Metales-Nueva-en-Id
LAMPIRAN
Lampiran 1 ASTM E8/E8M-09
Lampiran 2 Hasil uji tarik
Lampiran 3 Pin tool friction stir welding
Lampiran 4 Hasil pengelasan