NIM : 2013030435
Judul Tugas Akhir : Analisa sifat mekanik dan struktur mikro besi cor fc-25
setelah melalui proses heat treatment
Tugas Akhir ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia
ujian Tugas akhir pada:
Pada hari :
Tanggal :
Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
( ) ( )
Mengetahui :
i
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu
telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu
berharap. (QS. Al-Insyirah : 6-8).
Apa yang saya saksikan di alam adalah sebuah tatanan agung yang tidak
dapat kita pahami dengan sangat menyeluruh dan hal itu semestinya
menjadikan seseorang yang senantiasa berpikir dilingkupi perasaan rendah
hati. (Einstein).
Persembahan
1. Orang tuaku tercinta, Bapak Ricky Riadi Iskandar dan Ibu Karlemi yang
senantiasa memberikan do’a, dukungan dan kasih sayangnya.
2. Pembimbingku Bapak Mulyadi dan juga Bapak Sunardi yang selalu sabar
banyak membantu.
3. Adikku tersayang atas do’a dan dukungannya.
4. Anisa Ulfa yang selalu memberikan dukungan, do’a dan juga perhatiannya
kepadaku.
5. Sahabat-sahabat seperjuangan yang selalu senantiasa bersama-sama.
6. Teman-teman Pendidikan Pendidikan Teknik Mesin angkatan 2013
7. Almamaterku Universitas Pamulang.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan karunia-Nya, Sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
Proposal Tugas Akhir ini tepat pada waktunya. Shalawat beserta salam semoga
tetap tercurahkan limpahan kepada Nabi Muhammad SAW.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
dan bending) dan struktur mikro dengaan media quencing air dan oli. Temperatur
pemanasan yang digunakan sebesar 950oC dengan waktu penahanan selama satu
jam.
2
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bagian awal dari intisari tulisan tentang pokok-pokok
permsalahan yang dibahas sebelum mengantarkan pembaca pada
pemaparan materi yang lebih luas pembahasannya. Dalam bab 1 ini di
uraikan mulai dari hal melatar belakangi judul penulisan, tujuan
penelitian, batasan masalah, metode penelitian, serta sistematika
penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam bab 2 penulis memaparkan tentang teori-teori yang ada kaitannya
dengan masalah yang akan dibahas menyangkut heat treatment, media
pendinginan atau quencing, material besi cor dan kesimpulan. Yang
paling utama adalah menggiring pada kerangka analisa yang dikerjakan
dalam tugas akhir ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Berisi tentang langkah-langkah persiapan dalam analisa kekuatan besi
cor hasil heat treatment di susun dalam bentuk diagram alir.
BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang hasil analisan dan juga pembahasan penelitian yang telah di
lakukan.
BAB II
LANDASAN TEORI
3
2.1. Heat Treatment
Perlakuan panas (Heat Treatment) mempunyai tujuan untuk meningkatkan
keuletan, menghilangkan tegangan internal (internal stress), menghaluskan
ukuran butir kristal dan meningkatkan kekerasan atau tegangan tarik logam.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perlakuan panas, yaitu suhu
pemanasan, waktu yang diperlukan pada suhu pemanasan, laju pendinginan dan
lingkungan atmosfir Perlakuan panas adalah kombinasi anatara proses pemanasan
atau pendinginan dari suatu logam atau paduannya dalam keadaan padat untuk
mendapatkan sifat-sifat tertentu. Untuk mendapatkan hal ini maka kecepatan
pendinginan dan batas temperatur sangat menentukan.
Beberapa tujuan heat treatment menurut Rajan (1994) antara lain:
a. Meningkatkan keuletan,
b. Menghilangkan internal stress,
c. Penyempurnaan ukuran butir
d. Meningkatkan kekerasan atau kekuatan tarik dan mencapai perubahan
komposisi kimia dari permukaan logam seperti dalam kasus pengerasan
Keuntungan dari heat treatment menurut Rajan (1994) antara lain :
a. Meningkatan machineability,
b. Mengubah sifat magnetik, modifikasi konduktivitas listrik
c. Meningkatan ketangguhan dan mengembangkan struktur rekristalisasi
pada cold-worked metal
Faktor atau variabel yang dapat mempengaruhi proses heat treatment menurut
Rajan (1994) antara lain:
a. Temperatur heat treatment,
b. Holding time,
c. Laju pemanasan,
d. Proses pendinginan (quenching).
4
Hardening adalah proses pemanasan logam sampai temperatur di atas titik
kritis (daerah austenit), ditahan sejenak sesuai dengan waktu tahan yang
dibutuhkan agar seluruh benda kerja memiliki struktur austenit dan kemudian
didinginkan secara mendadak. Tujuan proses ini adalah untuk mendapatkan
struktur kristal martensit. Martensit adalah struktur yang harus dimiliki baja agar
memperoleh kenaikan kekerasan yang sangat besar. Martensit berstruktur jarum
karena jaringan atomnya berbentuk tetragonal.
2.2.2. Quenching
Quenching adalah suatu proses pengerasan baja dengan cara baja dipanaskan
hingga mencapai batas austenit dan kemudian diikuti dengan proses pendinginan
cepat melalui media pendingin air, oli, atau air garam, sehingga fasa autenit
bertransformasi secara parsial membentuk struktur martensit. Tujuan utama dari
proses quenching ini adalah untuk menghasilkan baja dengan sifat kekerasan
tinggi.
2.2.3. Tempering
Menurut Suroto dan Sudibyo (1983), menyebutkan tempering adalah proses
pemanasan kembali suatu logam yang telah dikeraskan melalui proses quenching
pada suhu di bawah suhu kritisnya selama waktu tertentu dan didinginkan secara
perlahan-lahan. Tujuan proses ini adalah untuk mengurangi internal stress,
mengubah susunan, mengurangi kekerasan dan menaikkan keuletan logam
sehingga didapatkan perpaduan yang tepat antara kekerasan dan keuletan logam
uji.
2.2.4. Full anneling
Merupakan proses memanaskan baja sampai temperatur tertentu kemudian
sehingga didinginkan secara lambat melewati temperatur transformasinya didalam
furnace. Tujuan proses ini untuk menghaluskan butir, melunakan, memperbaiki
sifat magnet dan sifat listrik.
2.2.5. Spherodizing
Merupakan proses pemanasan baja sedikit dibawah temperatur kritis
bawahnya sehingga menghasilkan karbida berbentuk bola-bola kecil (sphere)
5
dalam matric ferit. Tujuan proses ini adalah untuk memperbaiki sifat mampu
mesin (machinability) dari baja.
2.2.6. Stress-relief anneling
Merupakan proses pemanasan baja dibawah temperatur kritisnya sekitar
1000°F-1200°F.Tujuan dari proses ini adalah untuk menghilangi tegangan sisa
akibat pengerjaan dingin.
2.2.7. Normalizing
Merupakan proses pemanasan 100°F diatas temperatur kritis atas sekitar
temperatur 1000°F-1250°F. Tujuan proses ini adalah untuk menghasilkan baja
yang lebih kuat dan keras diibandingkan dengan baja hasil proses full anneling,
jadi aplikasi penerapan dari proses normalizing digunakan sebagai final treatment.
6
yakni 0ºC (32º F) – 100º C, air berwujud cair. Suhu 0º C merupakan titik beku
(freezing point) dan suhu 100ºC merupakan titik didih (boiling point) air.
Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai
penyimpan panas yang sangat baik. Sifat ini memungkinkan air tidak menjadi
panas atau dingin dalam seketika. Air memerlukan panas yang tinggi dalam
proses penguapan. Penguapan (evaporasi) adalah proses perubahan air menjadi
uap air. Proses ini memerlukan energi panas dalam jumlah yang besar. Oleh
karena itu dalam penelitian ini digunakan air dalam proses pendinginan setelah
proses Heat Treatment karena dapat mendinginkan logam yang telah dipanaskan
secara cepat.
2.3.2. Minyak atau Oli
Minyak yang digunakan sebagai fluida pendingin dalam perlakuan panas
benda kerja yang diolah terlebih dahulu. Selain minyak yang khusus digunakan
sebagai bahan pendingin pada proses perlakuan panas, dapat juga digunakan
oli,minyak bakar atau solar. Derajat kekentalan (viscosity) berpengaruh pada
Severity Of Quench. Minyak mineral banyak dipilih karena kapasitas
pendinginannya cukup baik. Pada umumnya minyak memiliki kapasitas
pendinginan tertinggi sekitar temperatur 600ºC, dan agak rendah pada temperatur
pembentukan martensit. Laju pendinginan minyak bisa dinaikkan dengan tiga cara
yaitu dengan agitasi, memanaskan minyak pada temperatur diatas temperatur
kamar dan mengemulsikan air (water soluable). Jenis minyak mineral yang sering
dipakai untuk aplikasi quenching pada industry yaitu oli khusus, oil quench.
2.3.3. Udara
Pendinginan udara dilakukan untuk perlakuan panas yang membutuhkan
pendinginan lambat. Untuk keperluan tersebut udara yang disirkulasikan ke dalam
ruangan pendingin dibuat dengan kecepatan yang rendah. Udara sebagai
pendingin akan memberikan kesempatan kepada logam untuk membentuk Kristal-
kristal dan kemungkinan mengikat unsur-unsur lain dari udara. Adapun
pendinginan pada udara terbuka akan memberikan oksidasi oksigen terhadap
proses pendinginan.
7
2.4. Pengertian Besi Cor
Besi cor merupakan salah satu jenis logam tertua dan murah yang pernah
ditemukan umat manusia di antara sekian banyak logam yang ada. Logam ini
memiliki banyak aplikasi, sekitar 80 persen mesin kendaraan terbuat dari besi cor.
Besi cor pada dasarnya merupakan paduan eutektik dari besi dan karbon.
Dengan demikian temperature lelehnya relative rendah, sekitar 1200 celcius.
Temperature leleh yang rendah sangat menguntungkan, karena mudah dicairkan,
sehingga pemakaian bahan bakar atau energy lebih hemat dan murah. Selain itu
dapur peleburan dapat di bangun dengan lebih sederhana.
Besi cor cair memiliki mampu tuang atau mampu cor yang tinggi, sehingga
memiliki kemampuan mengisi cetakan yang rumit sekalipun. Ditinjau dari desain
produk, besi cor merupakan bahan yang serba guna dan murah.
Besi cor umumnya mengandung unsur silikon antara 1 – 3 persen. Dengan
kandungan sebesar ini, silicon mampu meningkatkan kekuatan besi cor melalui
penguatan fasa ferit. Besi cor dengan kadar karbon antara 2 – 3 persen dan
dengan kandungan silicon tersebut memiliki tempertur leleh eutektik lebih rendah.
Kehadiran silicon dalam besi cor mengakibatkan terjadinya dekomposisi
karbida menjadi besi dan grafit:
Fe3C —-Si–> 3Fe + C (grafit)
Proses dekomposisi ini disebabkan oleh sifat Fe 3C yang metastabil.
Dekomposisi ini disebut grafitisasi yang menghasilkan grafit dalam besi cor.
8
Gambar 2.1 Struktur Mikro Besi Cor Kelabu
Salah satu Karekteristik dari besi cor ini adalah bidang patahannya. Patahan
terjadi dengan rambatan yang melintasi satu serpih ke serpih yang lainnya. Karena
sebagian besar permukaan patahan melintasi serpih-serpih grafit, maka
permukaannya berwarna kelabu. Untuk itu disebut besi cor kelabu, besi cor ini
memiliki kapasitas peredaman tinggi.
Perlakuan panas yang dialami oleh besi cor kelabu dapat mengahasilkan besi
cor dengan struktur yang berbasis pada fasa feritik, perlitik, atau martensitik.
Dengan sifat-sifat yang dimilikinya, besi cor ini lebih banyak digunakan sebagai
landasan mesin, poros penghubung, dan alat berat.
2.5.2. Besi Cor Nodular,(Nodular Cast Iron).
Besi cor nodular dibuat dengan menambahkan sedikit unsure magnesium
atau serium. Penambahan unsure ini menyebabkan bentuk grafit besi cor menjadi
nodular, atau bulat, atau speroid. Perubahan bentuk grafit ini diikuti dengan
perubahan keuletan. Keulutan besi cor naik. Maka dari itu, besi cor nodular
disebut besi cor ulet. Besi cor ini memiliki keuletan antara 10 – 20 persen.
9
Gambar 2.2 Struktur Mikro Besi Cor Nodular
Besi cor nodular memiliki kandungan karbon antara 3,0 – 4,0 persen,
kandungan silicon antara 1,8 – 2,8 persen dan mangan antara 0,1 – 1,0 persen.
Sedangkan kandungan fosfornya antara 0,01 – 0,1 persen, dan sulfur antara 0,01 –
0,03 persen.
Perlakukan panas yang diterapkan pada besi cor nodular akan menghasilkan
besi cor ferit, perlit atau martensit temper. Dengan sifat yang dimilikinya, besi cor
ini banyak digunakan untuk aplikasi poros engkol, pipa dan suku cadang khusus.
2.5.3. Besi Cor Putih ( White Cast Iron).
Besi cor putih dibuat dengan pendinginan yang sangat cepat. Pada laju
pendinginan yang cepat akan terbentuk karbida Fe3C yang metastabil dan karbon
tidak memiliki kesempatan untuk membentuk grafit. Karbida yang terbentuk
mencapai sekitar 30 persen volume.
Besi cor putih mengandung karbon antara 1,8 – 3,6 persen, dan kandungan
mangan antara 0,25 – 0,80 persen. Sedangkan kandungan fosfornya antara 0,06 –
0,2 persen, dan sulfur antara 0,06 – 0,2 persen.
Besi cor ini memiliki sifat yang getas, namun memiliki kekerasan yang
tinggi. Sifat yang dimilikinya menyebabkan besi cor ini lebih aplikatif untuk suku
cadang yang mensyaratkan ketahanan aus tinggi.
10
2.5.4. Besi Cor Mampu Tempa (Malleable Cast Iron).
Besi Cor mampu tempa dibuat dari besi cor putih dengan menerapkan suatu
perlakuan panas. Perlakuan panas yang diterapkan pada besi cor putih umumnya
adalah anil. Dengan perlakukan ini fasa-fasa karbida Fe3C akan terdekomposisi
menjadi besi dan grafit. Grafit yang terbentuk tidak serpih atau bulat, namun
berbentuk gumpalan grafit yang tidak memiliki tepi-tepi tajam.
Besi cor mampu tempa memiliki kandungan karbon antara 2,2 – 2,9 persen,
kandungan silicon antara 0,9 – 1,9 persen, dan mangan antara 0,15 – 1,2 persen.
Sedangkan kandungan fosfor nya antara 0,02 – 0,2 persen dan sulfur antara 0,02 –
0,2 persen.
Perlakuan panas yang dialaminya dapat membentuk besi cor berfasa feritik,
perlitik atau martensit temper. Perubahan struktur pada laku panas diikuti juga
dengan perubahan sifat mekaniknya. Besi cor ini memiliki keuletan yang tinggi
dan mampu tempa yang baik. Oleh kerena itu disebut Besi cor mampu tempa.
Besi cor ini umumnya digunakan untuk perkakas dan alat-alat kereta api,
Jenis dari ketiga besi cor tersebut sangat tergantung dari kandungan dan
komposisi antara C dan Si serta laju pendinginannya, dimana laju pendinginan
yang tinggi akan menghasilkan struktur besi cor putih sedangkan laju pendinginan
yang lambat akan menghasilkan pembekuan kelabu.
11
Didaerah ujung kiri sampel, karena pada bagian tersebut merupakan media
cetakan logam akan membeku secara cepat dan menghasilkan struktur ledeburit
yang keras, sedangkan didaerah ujung kanan yang menggunakan media cetak
pasir yang menghasilkan laju pembekuan lambat menghasilkan struktur kelabu.
Didaerah tengah yang merupakan daerah transisi keduanya terdapat struktur
meliert.
Paduan biner Besi-Karbon pada pendinginan normal akan membeku secara
metastabil sehingga pada pada komposisi hipoeutektik akan menghasilkan
struktur ledeburit (perlit + sementit sekunder), sedangkan pada komposisi
hipereutektik terdiri dari sementit primer dan ledeburit. Barulah pada laju
pendinginan yang amat sangat lambat, atau dengan kandungan Si yang cukup
tinggi, pembekuan akan berlangsung secara stabil, dimana sementit
(Fe3C/besikarbida) pada temperatur tinggi akan terurai sebagai berikut:
Fe3C –> 3Fe + C
Dalam hal ini C merupakan unsur elementer yang berkoloni membentuk
grafit (penggrafitan tak langsung), serta tidak menutup kemungkinan bahwa grafit
telah pula terbentuk langsung dari cairan (penggrafitan langsung). Dengan
demikian paduan tidak lagi menganut sistem Besi-Besikarbida, melainkan Besi-
Grafit.
Pada kenyataannya, dikarenakan oleh berbagai hal, kristalisasi dari besi cor
kelabu berlangsung tidak demikian, dan bagian-bagian dari struktur tidak dapat
dengan mudah dibatasi sebagaimana pada besi cor putih. Akibat dari terjadinya
undercooling, terdapat sebagian kecil dari karbon yang tertransformasi menjadi
besikarbid setelah sebagian besar dari cairan tertransformasi menjadi besi dan
grafit. Pembentukan grafit sangat tergantung dari jumlah inti-inti grafit.
Sementara itu grafit memiliki kecenderungan kuat untuk saling mengelompok
serta menjadi bentuk lembaran-lembaran grafit.
Peristiwa ini terjadi pada saat sisa cairan mencapai konsentrasi eutektiknya
yang diikuti dengan segregasi grafit, dimana pada stiap laju pendingainan yang
lebih rendah, maka pertumbuhan lembaran grafit tersebut akan semakin kasar,
bahkan hingga menjadi grafit batas butiran.
12
Gambar 2.5. Grafit eutektik pada besi cor kaya Si.
Non-etsa.
13
Gambar 2.7. Grafit Nester pada besi cor kaya P. Non-etsa.
14
Gambar 2.9. Standar sebaran grafit menurut VDG-Merkblatt P441.
Grafit A : Grafit eutektik lamelar (grafit lamelar yang tersebar secara merata
dan seragam).
Grafit B : Grafit mawar (Rosette).
Grafit C : Grafit kasar (grafit primer) yang tersebar diantara grafit-grafit
eutektik. Umumnya terdapat pada komposisi besi cor hipereutektik.
Grafit D : Grafit interdenditrik (grafit undercooling). Umumnya terjadi pada
komposisi besi cor hipoeutektik.
Grafit E : Grafit interdendritik yang terurai. Umumnya terjadi pada komposisi
besi cor hipoeutektik.
Sejak berhasilnya pembulatan grafit dalam besi cor, berbagai bentuk rafi
mulai diamati antara bentuk sepih dengan bentuk bulat, maka pada Kongres
Pengecoran Internasional pada tahun 1962, bentuk-bentuk grafit tersebut
diklasifikasikan seperti ditunjukan dalam Gb. 2.42. Bentuk I adalah grafit serpih
yang biasa, bentuk II bentuk grafit yang berujung runcing yang biasa terjadi kalau
kelebihan unsur pembulat, bentuk III untuk grafit yang berujung bulat yang biasa
terjadi bila unsur pembulat tidak cukup , ini disebut grafit serpih palsu grafit
berbentuk cacing. Bentuk IV untuk grafit gumpalan yang bbiasa terjadi pada besi
cor meleabel perapian hitam dan bentuk V adalah bentuk grafit nodular.
15
1. Besi cor putih (white cast iron) Besi cor putih mempunyai fasa
sementid+perlit sehingga mempunyai sifat keras dan getas.
2. Besi cor kelabu (grey cast iron) Unsur penyusun dari besi cor kelabu
yakni : Fe + C + Silikon (Si).dengan sifat : agak getas yang dikarenakan
ujung-ujung grafit berbentuk serpih tajam, akibatnya konsentrasi
tegangan tinggi sehingga mudah patah.
3. Besi cor bergrafit bulat (ductile cast iron atau noduler cast iron)
Unsur penyusun dari besi cor bergrafit bulat yakni : Fe + C + Si + Mg /
Ce.Penambahan Mg atau Ce bertujuan untuk “melunakan” grafit menjadi
bulat sehingga konsentrasi tegangan sedikit sekali (besi cor bersifat ulet).
4. Besi cor mampu tempa (malleable cast iron) Untuk membuat besi cor
mampu tempa dapat dibuat dengan memanaskan besi cor putih hingga
mencapai suhu 700 Derajat Celcius selama 30 Jam. Hal ini bertujuan
agar sementid terturai menjadi Fe (ferit) dan C (grafit). Grafit yang
dihasilkan berbentuk pipih.
2.8. Pengujian Logam
Proses pengujian logam adalah proses pemeriksaan bahan-bahan untuk
diketahui sifat dan karakteristiknya yang meliputi sifat mekanik, sifat fisik, bentuk
struktur, dan komposisi unsur-unsur yang terdapat didalamnya.
Metode pengujian dikelompokkan ke dalam tiga kelompok menurut proses
pengujiannya, yaitu:
1. Destructive Test (DT), yaitu proses pengujian logam yang dapat
menimbulkan kerusakan logam yang diuji.
2. Non Destructive Test (NDT), yaitu proses pengujian logam yang tidak
dapat menimbulkan kerusakan logam atau benda yang diuji.
3. Metallography, yaitu proses pemeriksaan logam tentang komposisi
kimianya, unsur-unsur yang terdapat didalamnya, dan bentuk strukturnya.
16
sedangkan bila materialnya getas kegagalannya adalah berupa patahan. Gambar
2.10. menunjukkan contoh mesin uji bending
17
kekerasan? Di dalam aplikasi manufaktur, material terutama semata diuji untuk
dua pertimbangan: yang manapun ke riset karakteristik suatu material baru dan
juga sebagai suatu cek mutu untuk memastikan bahwa contoh material tersebut
menemukan spesifikasi kualitas tertentu.
Tabel 2.1. macam-macam teknik pengujian kekerasan (Callister,2007)
18
Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien)
dari beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) dari indentor
(diagonalnya) (A) yang dikalikan dengan sin (136°/2). Rumus untuk menentukan
besarnya nilai kekerasan dengan metode vickers yaitu :
F = Beban (kg).
D = Diagonal (mm).
2.10.2. Rockwell
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor
berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material
uji tersebut.
19
Dibawah ini merupakan rumus yang digunakan untuk mencari besarnya
kekerasan dengan metode Rockwell.
HR = E – e … … … … … … … … … … …… … … … …... … … [2.3]
Dimana :
F0 = Beban Minor(Minor Load) (kg).
F1 = Beban Mayor(Major Load) (kg).
F = Total beban (kg).
E = Jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan 0.002 mm.
e = Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line
yang untuk tiap jenis indentor berbeda-beda.
HR =Besarnya nilai kekerasan Rockwell.
2.10.3. Brinnell
Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja
(identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (spesimen).
Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan untuk material yang memiliki
permukaan yang kasar dengan uji kekuatan berkisar 500-3000 kgf. Identor (Bola
baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida
Tungsten.
Uji kekerasan brinnel dirumuskan dengan :
20
Gambar 2.22. Pengujian brinnell
Dimana :
D = Diameter bola (mm)
d = Impression diameter (mm)
F = Load (beban) (kgf)
HB = Brinell result (HB)
21
2) Penekanan
Pengamplasan pada mesin amplas jangan terlalu ditekan. Apabila terlalu
ditekan maka arah dan posisi pemolesan dapat berubah dan kemungkinan terjadi
goresan-goresan yang tidak teratur.
2.11.4. Etching (Pengetsaan)
Hasil dari proses pemolesan akan berupa permukaan yang mengkilap
seperti cermin. Agar struktur terlihat jelas maka permukaan tersebut dietsa. Dalam
pengetsaan jangan terlalu kuat karena akan terjadi kegosongan pada benda uji.
2.11.5. Pemotretan
Pemotretan digunakan untuk mendapatkan gambar dari struktur mikro dari
spesimen uji setelah difokuskan dengan mikroskop. Pada gambar 2.5. B terlihat
contoh A melalui mikroskop.
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
23
c. Gerinda tangan
24
f. Alat uji bending
25
3.2.2. Bahan Penelitian
Berikut ini adalah bahan yang digunakan pada penelitian ini
a. Besi cor FC-25
R= 1,25 cm 5,5 cm
26
b. Persipakan tungku pembakaran.
c. Nyalakan tungku pembakaran, seting suhu pembakaran di 950oC dengan
waktu holding selama satu jam.
d. Masukan masing-masing 2 spesimen ukuran 5,5cm dan 1,5cm ke dalam
tungku pembakaran.
e. Tutup dan dan tekan tombol start pada mesin pembakaran.
f. Buka mesin pembakaran bila sudah selesai dan masukan ke media
pendingin oli dan air.
3.3.4. Pengujian bending
a. Persiapkan spesimen uji bending.
b. Mempersiapkan mesin uji bending dalam keadaan off.
c. Memasang spesien dengan menentukan titik tumpuan dan titik tengah dan
benda dan alat bending.
d. Lakukan penekanan dengan menaikan tekanan secara perlahan.
e. Setelah patah hentikan proses penekanan, catat pada pembebanan berapa
terjadi patahan.
3.3.5. Pengujian kekerasan
a. Dipersiapkan sepsimen yang sudah melalui proses heat treatment.
b. Dipersiapkan alat uji kekerasan vickers.
c. Meletakan spesimen pada alat uji.
d. Mengatur daerah spesimen yang akan di uji.
e. Melakukan pengujian terhadap spesimen sebanyak 2 titik.
f. Simpan hasil data ke komputer.
3.3.6. Pengujian struktur mikro
a. Mempersiapkan spesimen hasil heat treatment.
b. Meletakan spseimen di bawah lensa objektif mikroskop dan mengatur.
sedemikian rupa ketinggiannya sehingga terlihat jelas strukturnya.
c. Memfokuskan jarak antara lensa objektif dengan spesimen.
d. Simpan hasil perekaman ke komputer.
27
3.3. Diagram alir penelitian
MULAI
PENGUJIAN
PENGUMPULAN DATA
KESIMPULAN
SELESAI
28
BAB IV
R= 1,25 cm 5,5 cm
Gambar 4.2. spesimen hasil heat non heat treatment dan hasil spesimen dengan
media pendingin oli dan air
29
pengujian kekerasan dilakukan sebanyak dua titik pada masing-masing
spesimen, spesimen non heat treatment, spesimen heat treatment dengan quencing
oli, dan spesimen heat treatment dengan quencing air dengan waktu penahanan
12,5 detik dan beban 300 gm
1 Non heat
treatment
2 Quencing
oli
3 Quencing
air
Dari data pada tabel 4.1. kita dapat membuat perhitungan nilai rata rata
kekerasan masing masing spesimen
30
Tanpa penekanan penekanan
Heat Air Oli (gm) (detik)
treatment
Gambar 4.3. nilai kekerasan besi cor FC-25 non heat treatment, hasil heat
treatment quencing oli, dan air
Pada bagian ini spesimen setelah melalui proses heat treatment maka
dilakukan pengujian bending dengan panjang spesimen 5,5 cm dan diameter 2,5
cm. Berikut adalah foto spesimen hasil uji bending.
31
Tabel 4.3. hasil pengujian bending
Panjang Diameter
No. Spesimen F (N) spesimen spesimen
(cm) (cm)
Diketahui : F = 50 kg
L = 5,5 cm
R = 1,25 cm
Π = 3,14
Ditanya : 𝜎𝑏
Jawab : 𝜎𝑏 = FL / πR3
= 275 / 6,123
= 44,91 kgf/cm2
Diketahui : F = 70 kg
L = 5,5 cm
R = 1,25 cm
Π = 3,14
Ditanya : 𝜎𝑏
Jawab : 𝜎𝑏 = FL / πR3
32
= 70 x 5,5 / 3,14 (1,253)
= 385 / 6,123
= 62,88 kgf/cm2
Diketahui : F = 80 kg
L = 5,5 cm
R = 1,25 cm
Π = 3,14
Ditanya : 𝜎𝑏
Jawab : 𝜎𝑏 = FL / πR3
= 440 / 6,123
= 71,86 kgf/cm2
Dari hasil perhitungan dengan persamaan 2.1. kita bisa membuat tabel
seperti berikut
Tegangan
No Panjang Diameter bending
Spesimen F (N)
. spesimen (cm) spesimen (cm)
(kgf/cm2)
Non heat
1 50 5,5 2,5 44,91
treatment
Quencing
2 70 5,5 2,5 62,88
air
Quencing nilai
3 80 rata-rata
5,5 uji bending
2,5 71,86
oli
80
70
60
50
40 besi cor FC-25
30
20
10 33
0
non heat quencing air quencing oli
treatment
Gambar 4.5. grafik nilai rata-rata uji bending
Pengamatan struktur struktur mikro dalam penelitian ini yaitu, besi cor FC-25
tanpa heat treatment, dengan quencing air, dan dengan quencing oli. Berikut
adalah hasil foto mikro dari eksperimen yang telah dilakukan
Dari hasil pengujian stuktur mikro pada material baja cor FC-25 non heat
treatment didapatkan hasil sebagai berikut:
pearlite
ferrite
Gambar 4.6. hasil uji stuktur mikro beci cor FC-25 tanpa heat treatment
Dari hasil pengujian struktur miro pada besi cor tanpa heat treatment
didapatkan hasil bahwa kandungan ferrit sebesar 0,07% dan pearlite sebesar
99,93%
34
b. Hasil pengamatan pada besi cor FC-25 heat treatment quencing air
Dari hasil pengujian stuktur mikro pada material baja cor FC-25 heat
treatment quencing air didapatkan hasil sebagai berikut:
ferrit
pearlite
Gambar 4.7. hasil uji stuktur mikro beci cor FC-25 heat treatment dengan media
quencing air
Dari hasil pengujian struktur miro pada besi cor heat treatment dengan
quencing air didapatkan hasil bahwa kandungan ferrit sebesar 0,07% dan pearlite
sebesar 99,93%
c. Hasil pengamatan pada besi cor FC-25 heat treatment quencing oli
Dari hasil pengujian stuktur mikro pada material baja cor FC-25 heat
treatment quencing oli didapatkan hasil sebagai berikut:
pearlite
ferrit
Gambar 4.7. hasil uji stuktur mikro beci cor FC-25 heat treatment dengan media
quencing oli
Dari hasil pengujian struktur miro pada besi cor heat treatment dengan
quencing oli didapatkan hasil bahwa kandungan ferrit sebesar 0,07% dan pearlite
sebesar 99,93%.
35
Berdasarkan hasil uji struktur miro tersebut dapat digambarkan dengan
grafik sebagai berikut
100,00%
90,00%
80,00%
70,00%
60,00%
50,00% ferrite
40,00% pearlite
30,00%
20,00%
10,00%
0,00%
Non Heat Quencing Air Quencing oli
Treatment
Berdasarkan hasil dari seluruh penelitian uji struktur mikro terhadap tiga
spesimen besi cor FC-25 yang dilakukan, tidak ada perubahan struktur yang
terjadi pada ketiga spesimen. Ini berarti proses heat treatment yang dilakukan
tidak mempengaruhi struktur mikro besi cor FC-25
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
36
1. Terjadi perubahan kekuatan mekanik yang diterjadi dari hasil penelitian
terhadap besi cor FC-25, diamana:
a. Pada pengujian kekrasan vickers spesimen besi cor FC-25 hasil heat
treatment dengan media quencing oli memiliki nilai kekerasan rata-rata dari
pengujian dua titik sebesar 400,93 kg/cm2. Sedangkan nilai terendah
terdapat pada spesimen tanpa heat treatment dengan nilai kekerasan rata-rata
dari pengujian pada 2 titik sebesar 345,67 kg/cm2.
b. Pada pengujian bending, hasil pengujian dihitung kembali untuk mengetahui
berapa tegangan bending masing-masing spesimen. Setelah dilakukan
perhitungan didapatkan hasil dengan spesimen hasil heat treatment dengan
media quencing oli memiliki nilai tegangan bending tertinggi dengan 71,86
kgf/cm2. Sedangkan nilai kekuatan bending terendah didapatkan dari hasil
pengujian pada spesimen tanpa heat treatment dengan nilai tegangan
bending sebesar 44,91 kgf/cm2.
Dari hasil pengujian bending dan vickers, kita dapat menyimpulkan
bahwa proses heat treatment berpengaruh terhadap kekuatan mekanik spesimen
besi cor FC-25.
2. Setelah dilakukan pengujian dengan metode pengujian struktur mikro tidak
terjadi perubahan, baik terhadapa spesimen tanpa heat treatment, quencing air,
maupun quencing air. Ini terlihat dari pada hasil uji struktur mikro dimana
presentase nilai ferrit 0,07% dan pearlite 99,93% pada ketiga spesimen.
5.2. Saran
Setelah menganalisa hasil eksperimen terhadap kekuatan mekanik dan
struktur mikro dari spesimen FC-25 ada beberapa hal yang perlu disarankan guna
memperbaiki dan mengoptimalkan hasil penelitian ini. Hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah:
1. Pada pengujian bending, agar mendapatkan hasil yang maksimal disarankan
untuk melakukan pengujian sebanyak dua kali.
2. Bagi penelitian selanjutnya:
37
a. Guna memperoleh penelitian agar lebih baik hendaknya melakukan
eksperimen untuk mengetahui seberapa besar ketahanan aus akibat proses
heat treatment.
b. Memperhatikan jenis oli yang digunakan dan juga waktu quencing yang
tidak dibahas pada penelitian ini.
38