Anda di halaman 1dari 42

HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR

Nama : Dede Nur Rizky Gunardhi

NIM : 2013030435

Jurusan : Teknik Mesin

Judul Tugas Akhir : Analisa sifat mekanik dan struktur mikro besi cor fc-25
setelah melalui proses heat treatment

Tugas Akhir ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia
ujian Tugas akhir pada:

Pada hari :

Tanggal :

Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

( ) ( )

Mengetahui :

Ketua Program Studi Teknik Mesin

( Ir. Djuhana, M.Si )

i
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto
 Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu
telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu
berharap. (QS. Al-Insyirah : 6-8).
 Apa yang saya saksikan di alam adalah sebuah tatanan agung yang tidak
dapat kita pahami dengan sangat menyeluruh dan hal itu semestinya
menjadikan seseorang yang senantiasa berpikir dilingkupi perasaan rendah
hati. (Einstein).

Persembahan
1. Orang tuaku tercinta, Bapak Ricky Riadi Iskandar dan Ibu Karlemi yang
senantiasa memberikan do’a, dukungan dan kasih sayangnya.
2. Pembimbingku Bapak Mulyadi dan juga Bapak Sunardi yang selalu sabar
banyak membantu.
3. Adikku tersayang atas do’a dan dukungannya.
4. Anisa Ulfa yang selalu memberikan dukungan, do’a dan juga perhatiannya
kepadaku.
5. Sahabat-sahabat seperjuangan yang selalu senantiasa bersama-sama.
6. Teman-teman Pendidikan Pendidikan Teknik Mesin angkatan 2013
7. Almamaterku Universitas Pamulang.

ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan karunia-Nya, Sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
Proposal Tugas Akhir ini tepat pada waktunya. Shalawat beserta salam semoga
tetap tercurahkan limpahan kepada Nabi Muhammad SAW.

Disusunnya proposal tugas akhir ini diajukan untuk memenuhi syarat


pengajuan skripsi. Pendidikan program studi Teknik Mesin Fakultas Teknik di
Universitas Pamulang tahun akademik 2013/2017.

Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas akhir jauh dari kesempurnaan


dengan keterbatasan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, segala saran dan
koreksi yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya, penulis
berharap tugas askhir ini dapat diterima oleh semua pihak.

Tangerang, September 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL TUGAS AKHIR.................................i


KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar belakang...........................................................................................1
1.2. Tujuan Penelitian.......................................................................................1
1.3. Manfaat Penelitian.....................................................................................1
1.4. Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.5. Batasan Masalah........................................................................................2
1.6. Sistematika Penulisan................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI..................................................................................4
2.4. Pengertian Besi Cor...................................................................................8
2.5. Jenis-Jenis Besi Cor...................................................................................8
2.5.1. Besi Cor Kelabu,(Gray Cast Iron).................................................8
2.5.2. Besi Cor Nodular,(Nodular Cast Iron)..........................................9
2.5.3. Besi Cor Putih ( White Cast Iron)................................................10
2.5.4. Besi Cor Mampu Tempa (Malleable Cast Iron)...........................10
2.6. Struktur Besi Cor.....................................................................................14
2.7. Klasifikasi Besi Cor.................................................................................15
2.8. Uji Bending.............................................................................................15
2.8.1. Macam Macam Uji Bending........................................................16
2.9. Uji impact................................................................................................18
2.10. Scanning Electron Microscope (SEM)................................................20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..............................................................23
3.1. Tempat Penelitian....................................................................................23
3.2. Alat dan Bahan........................................................................................23
3.3. Diagram alir penelitian............................................................................24

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini membawa dampak
yang begitu besar bagi perkembangan teknologi, seiring dengan kemajuan dunia
industri, terutama pada industri di bidang otomotif dan permesinan. Berbagai
kebutuhan terhadap material yang beraneka ragam telah memaksa manusia untuk
berinovasi. Logam merupakan salah satu material yang paling banyak digunakan
dibidang industri, infrastruktur, dan transportasi salah satu nya adalah besi cor.
Besi cor merupakan salah satu logam tertua dan murah yang pernah
ditemukan manusia, besi cor bisa di aplikasikan pada mesin kendaraan salah
satunya adalah besi cor FC-25. Besi cor FC-25 adalah besi cor dengan kandungan
karbon antara 2,5 sampai dengan 4,0 persen. Besi cor ini mampu meredam getaran
dengan cukup baik, dengan kata lain besi cor ini memiliki kapasitas peredaman
tinggi oleh karena itu besi cor jenis ini biasa digunakan sebagai landasan mesin,
poros penghubung, dan alat berat.
Dengan besarnya kebutuhan terhadap logam dengan jenis besi cor, maka
penelitian memutuskan untuk mengambil permasalahan pengerasan pada besi cor
FC-25 karena besi tersebut biasa di gunakan di dunia otomotif dan permesinan.
Untuk memenuhi suatu produk yang menuntut keuletan, hal-hal yang dilakukan
biasanya melakukan perubahan sifat mekanik dan pemanasan pada struktur mikro
salah satunya adalah dengan pemanasan dan pendingian quencing.
Proses pengerasan dilakukan dengan proses heat treatment. Proses heat
treatment adalah memanaskan benda uji di dalam tungku sampai suhu tertentu
kemudian didinginkan atau biasa di sebut dengan proses quencing. Media
quencing yang umum digunakan adalah oli dan air. Hampir kebanyakan penelitian
dengan proses heat treatment menggunakan media quencing oli dan air tetapi
tidak jarang juga menggunakan air asin, minyak, atau udara sebagai media
pendigninan.
Pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan sifat mekanik
besi cor FC-25. Variabel yang akan diteliti adalah kekuatan mekanik (kekerasan

1
dan bending) dan struktur mikro dengaan media quencing air dan oli. Temperatur
pemanasan yang digunakan sebesar 950oC dengan waktu penahanan selama satu
jam.

1.2. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah
1. Melakukan proses heat treatment.
2. Melihat struktur mikro pada besi cor hasil heat treatment.
3. Mengetahui kekuatan mekanik besi cor.

1.3. Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini yaitu:
1. Diharapkan berguna sebagai bahan kajian serta penerapan pada
pengaplikasian bidang perteknikan.
2. Diharapkan dapat menjadi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan
program studi Strata 1 jurusan Teknik Mesin Universitas Pamulang.
3. Diharapkan mendapat hasil analisa yang baik dan juga dapat diaplikasikan.

1.4. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana teknik heat treatment besi cor.
2. Bagaimana karakteristik mikro struktur dari besi cor hasil heat treatment.
3. Bagaimana kekuatan besi hasil heat treatment

1.5. Batasan Masalah


Batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Material yang digunakan adalah besi cor.
2. Pengujian yang digunakan meliputi uji bending, uji kekerasan vicker dan
struktur mikro.
3. Suhu heat treatment 950ᵒc
4. Media quencing dengan media air tawar dan oli

1.6. Sistematika Penulisan


Dalam penulisan skripsi ini di bagi dalam 3 bab. Setiap bab mempunyai
pokok bahasan tertentu sebagai bagian dari tujuan pembahasan skripsi ini.

2
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bagian awal dari intisari tulisan tentang pokok-pokok
permsalahan yang dibahas sebelum mengantarkan pembaca pada
pemaparan materi yang lebih luas pembahasannya. Dalam bab 1 ini di
uraikan mulai dari hal melatar belakangi judul penulisan, tujuan
penelitian, batasan masalah, metode penelitian, serta sistematika
penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam bab 2 penulis memaparkan tentang teori-teori yang ada kaitannya
dengan masalah yang akan dibahas menyangkut heat treatment, media
pendinginan atau quencing, material besi cor dan kesimpulan. Yang
paling utama adalah menggiring pada kerangka analisa yang dikerjakan
dalam tugas akhir ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Berisi tentang langkah-langkah persiapan dalam analisa kekuatan besi
cor hasil heat treatment di susun dalam bentuk diagram alir.
BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang hasil analisan dan juga pembahasan penelitian yang telah di
lakukan.

BAB II
LANDASAN TEORI

3
2.1. Heat Treatment
Perlakuan panas (Heat Treatment) mempunyai tujuan untuk meningkatkan
keuletan, menghilangkan tegangan internal (internal stress), menghaluskan
ukuran butir kristal dan meningkatkan kekerasan atau tegangan tarik logam.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perlakuan panas, yaitu suhu
pemanasan, waktu yang diperlukan pada suhu pemanasan, laju pendinginan dan
lingkungan atmosfir Perlakuan panas adalah kombinasi anatara proses pemanasan
atau pendinginan dari suatu logam atau paduannya dalam keadaan padat untuk
mendapatkan sifat-sifat tertentu. Untuk mendapatkan hal ini maka kecepatan
pendinginan dan batas temperatur sangat menentukan.
Beberapa tujuan heat treatment menurut Rajan (1994) antara lain:
a. Meningkatkan keuletan,
b. Menghilangkan internal stress,
c. Penyempurnaan ukuran butir
d. Meningkatkan kekerasan atau kekuatan tarik dan mencapai perubahan
komposisi kimia dari permukaan logam seperti dalam kasus pengerasan
Keuntungan dari heat treatment menurut Rajan (1994) antara lain :
a. Meningkatan machineability,
b. Mengubah sifat magnetik, modifikasi konduktivitas listrik
c. Meningkatan ketangguhan dan mengembangkan struktur rekristalisasi
pada cold-worked metal
Faktor atau variabel yang dapat mempengaruhi proses heat treatment menurut
Rajan (1994) antara lain:
a. Temperatur heat treatment,
b. Holding time,
c. Laju pemanasan,
d. Proses pendinginan (quenching).

2.2. Jenis Perlakuan Panas (Heat Treatment)


Beberapa contoh proses perlakuan panas yaitu :
2.2.1. Hardening

4
Hardening adalah proses pemanasan logam sampai temperatur di atas titik
kritis (daerah austenit), ditahan sejenak sesuai dengan waktu tahan yang
dibutuhkan agar seluruh benda kerja memiliki struktur austenit dan kemudian
didinginkan secara mendadak. Tujuan proses ini adalah untuk mendapatkan
struktur kristal martensit. Martensit adalah struktur yang harus dimiliki baja agar
memperoleh kenaikan kekerasan yang sangat besar. Martensit berstruktur jarum
karena jaringan atomnya berbentuk tetragonal.
2.2.2. Quenching
Quenching adalah suatu proses pengerasan baja dengan cara baja dipanaskan
hingga mencapai batas austenit dan kemudian diikuti dengan proses pendinginan
cepat melalui media pendingin air, oli, atau air garam, sehingga fasa autenit
bertransformasi secara parsial membentuk struktur martensit. Tujuan utama dari
proses quenching ini adalah untuk menghasilkan baja dengan sifat kekerasan
tinggi.
2.2.3. Tempering
Menurut Suroto dan Sudibyo (1983), menyebutkan tempering adalah proses
pemanasan kembali suatu logam yang telah dikeraskan melalui proses quenching
pada suhu di bawah suhu kritisnya selama waktu tertentu dan didinginkan secara
perlahan-lahan. Tujuan proses ini adalah untuk mengurangi internal stress,
mengubah susunan, mengurangi kekerasan dan menaikkan keuletan logam
sehingga didapatkan perpaduan yang tepat antara kekerasan dan keuletan logam
uji.
2.2.4. Full anneling
Merupakan proses memanaskan baja sampai temperatur tertentu kemudian
sehingga didinginkan secara lambat melewati temperatur transformasinya didalam
furnace. Tujuan proses ini untuk menghaluskan butir, melunakan, memperbaiki
sifat magnet dan sifat listrik.

2.2.5. Spherodizing
Merupakan proses pemanasan baja sedikit dibawah temperatur kritis
bawahnya sehingga menghasilkan karbida berbentuk bola-bola kecil (sphere)

5
dalam matric ferit. Tujuan proses ini adalah untuk memperbaiki sifat mampu
mesin (machinability) dari baja.
2.2.6. Stress-relief anneling
Merupakan proses pemanasan baja dibawah temperatur kritisnya sekitar
1000°F-1200°F.Tujuan dari proses ini adalah untuk menghilangi tegangan sisa
akibat pengerjaan dingin.
2.2.7. Normalizing
Merupakan proses pemanasan 100°F diatas temperatur kritis atas sekitar
temperatur 1000°F-1250°F. Tujuan proses ini adalah untuk menghasilkan baja
yang lebih kuat dan keras diibandingkan dengan baja hasil proses full anneling,
jadi aplikasi penerapan dari proses normalizing digunakan sebagai final treatment.

2.3. Media Pendingin Quench


Proses quenching dilakukan pendinginan secara cepat dengan menggunakan
media udara, air sumur, oli dan larutan garam. Kemampuan suatu jenis media
dalam mendinginkan spesimen bisa berbeda-beda, perbedaan kemampuan media
pendingin di sebabkan oleh temperature , kekentalan, kadar larutan dan bahan
dasar media pendingin. Semakin cepat logam didinginkan maka akan semakin
keras sifat logam itu. Karbon yang dihasilkan dari pendinginan cepat lebih banyak
dari pendinginan lambat. Hal ini disebabkan karena atom karbon tidak sempat
berdifusi keluar, terjebak dalam struktur kristal dan membentuk struktur
tetragonal yang ruang kosong antar atomnya kecil, sehingga kekerasannya
meningkat. Media pendingin yang digunakan untuk mendinginkan besi cor hasil
heat treatment bermacam-macam. Berbagai bahan pendingin yang digunakan
dalam proses perlakuan panas antara lain :
2.3.1. Air
Pendinginan dengan menggunakan air akan memberikan daya pendinginan
yang cepat. Biasanya ke dalam air tersebut dilarutkan garam dapur sebagai usaha
mempercepat turunnya temperatur benda kerja dan mengakibatkan bahan menjadi
keras. Air memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh senyawa
kimia yang lain. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut (Dugan, 1972;
Hutchinson, 1975; Miller, 1992). Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan,

6
yakni 0ºC (32º F) – 100º C, air berwujud cair. Suhu 0º C merupakan titik beku
(freezing point) dan suhu 100ºC merupakan titik didih (boiling point) air.
Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai
penyimpan panas yang sangat baik. Sifat ini memungkinkan air tidak menjadi
panas atau dingin dalam seketika. Air memerlukan panas yang tinggi dalam
proses penguapan. Penguapan (evaporasi) adalah proses perubahan air menjadi
uap air. Proses ini memerlukan energi panas dalam jumlah yang besar. Oleh
karena itu dalam penelitian ini digunakan air dalam proses pendinginan setelah
proses Heat Treatment karena dapat mendinginkan logam yang telah dipanaskan
secara cepat.
2.3.2. Minyak atau Oli
Minyak yang digunakan sebagai fluida pendingin dalam perlakuan panas
benda kerja yang diolah terlebih dahulu. Selain minyak yang khusus digunakan
sebagai bahan pendingin pada proses perlakuan panas, dapat juga digunakan
oli,minyak bakar atau solar. Derajat kekentalan (viscosity) berpengaruh pada
Severity Of Quench. Minyak mineral banyak dipilih karena kapasitas
pendinginannya cukup baik. Pada umumnya minyak memiliki kapasitas
pendinginan tertinggi sekitar temperatur 600ºC, dan agak rendah pada temperatur
pembentukan martensit. Laju pendinginan minyak bisa dinaikkan dengan tiga cara
yaitu dengan agitasi, memanaskan minyak pada temperatur diatas temperatur
kamar dan mengemulsikan air (water soluable). Jenis minyak mineral yang sering
dipakai untuk aplikasi quenching pada industry yaitu oli khusus, oil quench.
2.3.3. Udara
Pendinginan udara dilakukan untuk perlakuan panas yang membutuhkan
pendinginan lambat. Untuk keperluan tersebut udara yang disirkulasikan ke dalam
ruangan pendingin dibuat dengan kecepatan yang rendah. Udara sebagai
pendingin akan memberikan kesempatan kepada logam untuk membentuk Kristal-
kristal dan kemungkinan mengikat unsur-unsur lain dari udara. Adapun
pendinginan pada udara terbuka akan memberikan oksidasi oksigen terhadap
proses pendinginan.

7
2.4. Pengertian Besi Cor
Besi cor merupakan salah satu jenis logam tertua dan murah yang pernah
ditemukan umat manusia di antara sekian banyak logam yang ada. Logam ini
memiliki banyak aplikasi, sekitar 80 persen mesin kendaraan terbuat dari besi cor.
Besi cor pada dasarnya merupakan paduan eutektik dari besi dan karbon.
Dengan demikian temperature lelehnya relative rendah, sekitar 1200 celcius.
Temperature leleh yang rendah sangat menguntungkan, karena mudah dicairkan,
sehingga pemakaian bahan bakar atau energy lebih hemat dan murah. Selain itu
dapur peleburan dapat di bangun dengan lebih sederhana.
Besi cor cair memiliki mampu tuang atau mampu cor yang tinggi, sehingga
memiliki kemampuan mengisi cetakan yang rumit sekalipun. Ditinjau dari desain
produk, besi cor merupakan bahan yang serba guna dan murah.
Besi cor umumnya mengandung unsur silikon antara 1 – 3 persen. Dengan
kandungan sebesar ini, silicon mampu meningkatkan kekuatan besi cor melalui
penguatan fasa ferit. Besi cor dengan  kadar karbon antara 2 – 3 persen dan
dengan kandungan silicon tersebut memiliki tempertur leleh eutektik lebih rendah.
Kehadiran silicon dalam besi cor mengakibatkan terjadinya dekomposisi
karbida menjadi besi dan grafit:
Fe3C —-Si–>  3Fe + C (grafit)
Proses dekomposisi ini disebabkan oleh sifat Fe 3C yang metastabil.
Dekomposisi ini disebut  grafitisasi yang menghasilkan grafit dalam besi cor.

2.5. Jenis-Jenis Besi Cor


Berikut ini adalah beberapa jenis besi cor
2.5.1. Besi Cor Kelabu,(Gray Cast Iron).
Besi cor kelabu memiliki kandungan silicon relative tinggi yaitu antara satu
sampai tiga persen. Dengan silicon sebesar ini, besi cor akan membentuk garfit
dengan mudah, sehingga fasa karbida Fe3C tidak terbentuk. Grafit serpih besi cor
ini terbentuk saat proses pembekuan.
Besi cor kelabu memiliki kandungan karbon antara 2,5 – 4,0 persen, dan
kandungan mangan antara  0,2 – 1,0 persen. Sedangkan kandungan fosfor  antara
0,002 – 1,0 persen, dan sulfur antara 0,02 – 0,025 persen.

8
Gambar 2.1 Struktur Mikro Besi Cor Kelabu
Salah satu Karekteristik dari besi cor ini adalah bidang patahannya. Patahan
terjadi dengan rambatan yang melintasi satu serpih ke serpih yang lainnya. Karena
sebagian besar permukaan patahan melintasi serpih-serpih grafit, maka
permukaannya berwarna kelabu. Untuk itu disebut besi cor kelabu, besi cor ini
memiliki kapasitas peredaman tinggi.
Perlakuan panas yang dialami oleh besi cor kelabu dapat mengahasilkan besi
cor dengan struktur yang berbasis pada fasa feritik, perlitik, atau martensitik.
Dengan sifat-sifat yang dimilikinya, besi cor ini lebih banyak digunakan sebagai
landasan mesin, poros penghubung, dan alat berat.
2.5.2. Besi Cor Nodular,(Nodular Cast Iron).
Besi cor nodular dibuat dengan menambahkan sedikit unsure magnesium
atau serium. Penambahan unsure ini menyebabkan bentuk grafit besi cor menjadi
nodular, atau bulat, atau speroid. Perubahan bentuk grafit ini diikuti dengan
perubahan keuletan. Keulutan besi cor naik.  Maka dari itu, besi cor nodular
disebut besi cor ulet. Besi cor ini memiliki keuletan antara 10 – 20 persen.

9
Gambar 2.2 Struktur Mikro Besi Cor Nodular
Besi cor nodular memiliki kandungan karbon antara 3,0 – 4,0 persen,
kandungan silicon antara 1,8 – 2,8 persen dan mangan antara 0,1 – 1,0 persen.
Sedangkan kandungan fosfornya antara 0,01 – 0,1 persen, dan sulfur antara 0,01 –
0,03 persen.
Perlakukan panas yang diterapkan pada besi cor nodular akan menghasilkan
besi cor ferit, perlit atau martensit temper. Dengan sifat yang dimilikinya, besi cor
ini banyak digunakan untuk aplikasi poros engkol, pipa dan suku cadang khusus.
2.5.3. Besi Cor Putih ( White Cast Iron).
Besi cor putih dibuat dengan pendinginan yang sangat cepat. Pada laju
pendinginan yang cepat akan terbentuk karbida Fe3C yang metastabil dan karbon
tidak memiliki kesempatan untuk membentuk grafit. Karbida yang terbentuk
mencapai sekitar 30 persen volume.

Gambar 2.3. Struktur Mikro Besi Cor Putih

Besi cor putih mengandung karbon antara 1,8 – 3,6 persen, dan kandungan
mangan antara 0,25 – 0,80 persen. Sedangkan kandungan fosfornya antara 0,06 –
0,2 persen, dan sulfur antara 0,06 – 0,2 persen.
Besi cor ini memiliki sifat yang getas, namun memiliki kekerasan yang
tinggi. Sifat yang dimilikinya menyebabkan besi cor ini lebih aplikatif untuk suku
cadang yang mensyaratkan ketahanan aus tinggi.

10
2.5.4. Besi Cor Mampu Tempa (Malleable Cast Iron).
Besi Cor mampu tempa dibuat dari besi cor putih dengan menerapkan suatu
perlakuan panas. Perlakuan panas yang diterapkan pada besi cor putih umumnya
adalah anil. Dengan perlakukan ini fasa-fasa karbida Fe3C akan terdekomposisi
menjadi besi dan grafit. Grafit yang terbentuk tidak serpih atau bulat, namun
berbentuk gumpalan grafit  yang tidak memiliki tepi-tepi tajam.

Gambar 2.4. Struktur Mikro Besi Cor Mampu Tempa

Besi cor mampu tempa memiliki kandungan karbon antara 2,2 – 2,9 persen,
kandungan silicon antara 0,9 – 1,9 persen, dan mangan antara 0,15 – 1,2 persen.
Sedangkan kandungan fosfor nya antara 0,02 – 0,2 persen dan sulfur antara 0,02 –
0,2 persen.
Perlakuan panas yang dialaminya dapat membentuk besi cor berfasa feritik,
perlitik atau martensit temper. Perubahan struktur pada laku panas diikuti juga
dengan perubahan sifat mekaniknya. Besi cor ini memiliki keuletan yang tinggi
dan mampu tempa yang  baik. Oleh kerena itu disebut Besi cor mampu tempa.
Besi cor ini umumnya digunakan untuk perkakas dan alat-alat kereta api,
Jenis dari ketiga besi cor tersebut sangat tergantung dari kandungan dan
komposisi antara C dan Si serta laju pendinginannya, dimana laju pendinginan
yang tinggi akan menghasilkan struktur besi cor putih sedangkan laju pendinginan
yang lambat akan menghasilkan pembekuan kelabu.

11
Didaerah ujung kiri sampel, karena pada bagian tersebut merupakan media
cetakan logam akan membeku secara cepat dan menghasilkan struktur ledeburit
yang keras, sedangkan didaerah ujung kanan yang menggunakan media cetak
pasir yang menghasilkan laju pembekuan lambat menghasilkan struktur kelabu.
Didaerah tengah yang merupakan daerah transisi keduanya terdapat struktur
meliert.
Paduan biner Besi-Karbon pada pendinginan normal akan membeku secara
metastabil sehingga pada pada komposisi hipoeutektik akan menghasilkan
struktur ledeburit (perlit + sementit sekunder), sedangkan pada komposisi
hipereutektik terdiri dari sementit primer dan ledeburit. Barulah pada laju
pendinginan yang amat sangat lambat, atau dengan kandungan Si yang cukup
tinggi, pembekuan akan berlangsung secara stabil, dimana sementit
(Fe3C/besikarbida) pada temperatur tinggi akan terurai sebagai berikut:
Fe3C –> 3Fe + C
Dalam hal ini C merupakan unsur elementer yang berkoloni membentuk
grafit (penggrafitan tak langsung), serta tidak menutup kemungkinan bahwa grafit
telah pula terbentuk langsung dari cairan (penggrafitan langsung). Dengan
demikian paduan tidak lagi menganut sistem Besi-Besikarbida, melainkan Besi-
Grafit.
Pada kenyataannya, dikarenakan oleh berbagai hal, kristalisasi dari besi cor
kelabu berlangsung tidak demikian, dan bagian-bagian dari struktur tidak dapat
dengan mudah dibatasi sebagaimana pada besi cor putih. Akibat dari terjadinya
undercooling, terdapat sebagian kecil dari karbon yang tertransformasi menjadi
besikarbid setelah sebagian besar dari cairan tertransformasi menjadi besi dan
grafit. Pembentukan grafit sangat tergantung dari jumlah inti-inti grafit.
Sementara itu grafit memiliki kecenderungan kuat untuk saling mengelompok
serta menjadi bentuk lembaran-lembaran grafit.
Peristiwa ini terjadi pada saat sisa cairan mencapai konsentrasi eutektiknya
yang diikuti dengan segregasi grafit, dimana pada stiap laju pendingainan yang
lebih rendah, maka pertumbuhan lembaran grafit tersebut akan semakin kasar,
bahkan hingga menjadi grafit batas butiran.

12
Gambar 2.5. Grafit eutektik pada besi cor kaya Si.
Non-etsa.

Gambar 2.6 Grafit batas butiran.


Non-etsa.
Grafit yang halus dapat dicapai pada besi cor dengan kandungan Si sangat
tinggi (lebih kurang 4%) dan melalui proses pendinginan yang cepat. Selain dari
itu, perlakuan-perlakuan peleburan maupun karena pengaruh dari terdapatnya
unsur-unsur lainnya dapat pula mempengaruhi pertumbuhan dari grafit. Suatu
penahanan yang lama pada temperatur diatas Tliq akan menyebabkan terjadinya
pengahalusan grafit sebagai akibat dari penghancuran kumpulan grafit.

13
Gambar 2.7. Grafit Nester pada besi cor kaya P. Non-etsa.

2.6. Struktur Besi Cor


Bentuk-bentuk grafit dinyatakan dengan angka romawi I sampai dengan VII
sebagaimana ditunjukkan pada gambar .

Gambar 2.8. Standar bentuk grafit menurut ASTM-Spezifikation A 247.

Sedangkan sebaran grafit khususnya untuk bentuk I dinyatakan dengan huruf


kapital A sampai E sebagaimana ditunjukkan pada gambar .

14
Gambar 2.9. Standar sebaran grafit menurut VDG-Merkblatt P441.

Grafit A : Grafit eutektik lamelar (grafit lamelar yang tersebar secara merata
dan seragam).
Grafit B : Grafit mawar (Rosette).
Grafit C : Grafit kasar (grafit primer) yang tersebar diantara grafit-grafit
eutektik. Umumnya terdapat pada komposisi besi cor hipereutektik.
Grafit D : Grafit interdenditrik (grafit undercooling). Umumnya terjadi pada
komposisi besi cor hipoeutektik.
Grafit E : Grafit interdendritik yang terurai. Umumnya terjadi pada komposisi
besi cor hipoeutektik.
Sejak berhasilnya pembulatan grafit dalam besi cor, berbagai bentuk rafi
mulai diamati antara bentuk sepih dengan bentuk bulat, maka pada Kongres
Pengecoran Internasional pada tahun 1962, bentuk-bentuk grafit tersebut
diklasifikasikan seperti ditunjukan dalam Gb. 2.42. Bentuk I adalah grafit serpih
yang biasa, bentuk II bentuk grafit yang berujung runcing yang biasa terjadi kalau
kelebihan unsur pembulat, bentuk III untuk grafit yang berujung bulat yang biasa
terjadi bila unsur pembulat tidak cukup , ini disebut grafit serpih palsu grafit
berbentuk cacing. Bentuk IV untuk grafit gumpalan yang bbiasa terjadi pada besi
cor meleabel perapian hitam dan bentuk V adalah bentuk grafit nodular.

2.7. Klasifikasi Besi Cor


Umumnya besi cor akan mengandung unsur Fe dan C [3,5% - 4,3%].
Besi cor, diklasifikasikan menjadi :

15
1. Besi cor putih (white cast iron) Besi cor putih mempunyai fasa
sementid+perlit sehingga mempunyai sifat keras dan getas.
2. Besi cor kelabu (grey cast iron) Unsur penyusun dari besi cor kelabu
yakni : Fe + C + Silikon (Si).dengan sifat : agak getas yang dikarenakan
ujung-ujung grafit berbentuk serpih tajam, akibatnya konsentrasi
tegangan tinggi sehingga mudah patah.
3. Besi cor bergrafit bulat (ductile cast iron atau noduler cast iron)
Unsur penyusun dari besi cor bergrafit bulat yakni : Fe + C + Si + Mg /
Ce.Penambahan Mg atau Ce bertujuan untuk “melunakan” grafit menjadi
bulat sehingga konsentrasi tegangan sedikit sekali (besi cor bersifat ulet).
4. Besi cor mampu tempa (malleable cast iron) Untuk membuat besi cor
mampu tempa dapat dibuat dengan memanaskan besi cor putih hingga
mencapai suhu 700 Derajat Celcius selama 30 Jam. Hal ini bertujuan
agar sementid terturai menjadi Fe (ferit) dan C (grafit). Grafit yang
dihasilkan berbentuk pipih.
2.8. Pengujian Logam
Proses pengujian logam adalah proses pemeriksaan bahan-bahan untuk
diketahui sifat dan karakteristiknya yang meliputi sifat mekanik, sifat fisik, bentuk
struktur, dan komposisi unsur-unsur yang terdapat didalamnya.
Metode pengujian dikelompokkan ke dalam tiga kelompok menurut proses
pengujiannya, yaitu:
1. Destructive Test (DT), yaitu proses pengujian logam yang dapat
menimbulkan kerusakan logam yang diuji.
2. Non Destructive Test (NDT), yaitu proses pengujian logam yang tidak
dapat menimbulkan kerusakan logam atau benda yang diuji.
3. Metallography, yaitu proses pemeriksaan logam tentang komposisi
kimianya, unsur-unsur yang terdapat didalamnya, dan bentuk strukturnya.

2.9. Uji Bending


Uji bending biasanya dilakukan untuk menentukan flexural strength
komponen. Pengujian ini dilakukan dengan menumpu batang dengan tumpuan
sederhana dan kemudianmembebani batang tersebut secara transversal pada
bagian tengahnya. Bila materialnya ulet, kegagalan yang terjadi berupa luluh

16
sedangkan bila materialnya getas kegagalannya adalah berupa patahan. Gambar
2.10. menunjukkan contoh mesin uji bending

Gambar 2.10. Mesin Uji Bending Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Modulus elastis bending dapat diketahui pada persamaan (2.1)

𝜎𝑏 = FL / πR3 ............................................................................. (2.1)


Dimana:
𝜎𝑏 = kekuatan bending (Mpa)
L = Panjang spesimen (cm)
b = Lebar Spesimen (cm)
F = Beban
d = Tebal spesimen

2.10. Pegujian Kekerasan


Pengujian Kekerasan adalah satu dari sekian banyak pengujian yang
dipakai, karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa kesukaran
mengenai spesifikasi.
Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanis (Mechanical
properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui
khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan
(frictional force) dan dinilai dari ukuran sifat mekanis material yang diperoleh
dari deformasi plastis (deformasi yang diberikan dan setelah dilepaskan, tidak
kembali ke bentuk semula akibat indentasi oleh suatu menda sebagai alat uji.
Dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah
Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy Engineering). Mengapa diperlukan pengujian

17
kekerasan? Di dalam aplikasi manufaktur, material terutama semata diuji untuk
dua pertimbangan: yang manapun ke riset karakteristik suatu material baru dan
juga sebagai suatu cek mutu untuk memastikan bahwa contoh material tersebut
menemukan spesifikasi kualitas tertentu.
Tabel 2.1. macam-macam teknik pengujian kekerasan (Callister,2007)

Penguian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekankan penekan


tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur ukuran
bekas penekanan yang terbentuk diatasnya, cara ini dinamakan cara kekerasan
dengan penekanan. Kekerasan juga didefinisikan sebagai kemampuan suatu
material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didunia
teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian
kekerasan, yakni:
1.Brinnel(HB/BHN)
2.Rockwell(HR/RHN)
3.Vikers(HV/VHN)
4. Micro Hardness

2.10.1. Uji Kekerasan Vickers


Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan
yang cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid seperti
ditunjukkan pada gambar 2.11. Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil
dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000 gram.

18
Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien)
dari beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) dari indentor
(diagonalnya) (A) yang dikalikan dengan sin (136°/2). Rumus untuk menentukan
besarnya nilai kekerasan dengan metode vickers yaitu :

Gambar 2.11. Pengujian Vickers dan Indentor Vickers

𝐻𝑉 =1,854 𝐹𝑑2 …………………..………………..............................……………………(2.2)


Dimana,

HV = Angka kekerasan Vickers.

F = Beban (kg).

D = Diagonal (mm).

2.10.2. Rockwell
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor
berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material
uji tersebut.

Gambar 2.21 Pengujian Rockwell

19
Dibawah ini merupakan rumus yang digunakan untuk mencari besarnya
kekerasan dengan metode Rockwell.
HR = E – e … … … … … … … … … … …… … … … …... … … [2.3]
Dimana :
F0 = Beban Minor(Minor Load) (kg).
F1 = Beban Mayor(Major Load) (kg).
F = Total beban (kg).
E = Jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan 0.002 mm.
e = Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line
yang untuk tiap jenis indentor berbeda-beda.
HR =Besarnya nilai kekerasan Rockwell.
2.10.3. Brinnell
Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja
(identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (spesimen).
Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan untuk material yang memiliki
permukaan yang kasar dengan uji kekuatan berkisar 500-3000 kgf. Identor (Bola
baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida
Tungsten.
Uji kekerasan brinnel dirumuskan dengan :

𝐻𝐵= ........................................................................ [2.4]

20
Gambar 2.22. Pengujian brinnell
Dimana :
D = Diameter bola (mm)
d = Impression diameter (mm)
F = Load (beban) (kgf)
HB = Brinell result (HB)

2.11. Pengamatan Struktur Mikro


Sifat-sifat fisis dan mekanik dari material tergantung dari struktur mikro
material tersebut. Struktur mikro dalam logam (paduan) di tunjukan dengan besar,
bentuk dan orientasi butirnya, jumlah fasa, proporsi dan kelakuan dimana mereka
tersusun atau terdistribusi. Struktur mikro dari paduan tergantung dari beberapa
faktor seperti, elemen paduan, konsentrasi dan perlakuan panas yang diberikan.
Pengujian struktur mikro atau mikrografi dilakukan dengan bantuan
mikroskop dengan koefisien pembesaran dan metode kerja yang bervariasi.
Adapun beberapa tahap yang perlu dilakukan sebelum melakukan pengujian
struktur mikro adalah:
2.11.1. Sectioning (Pemotongan)
Pemotongan ini dipilih sesuai dengan bagian yang akan diamati struktur
mikronya. Spesimen uji dipotong dengan ukuran seperlunya.
2.11.2. Grinding (Pengamplasan kasar)
Tahap ini untuk menghaluskan dan merataka permukaan spesimen uji
yang ditujukan untuk menghilangkan retak dan goresan. Grinding dilakukan
secara bertahap dari ukuran yang paling kecil hingga besar.
2.11.3. Polishing (Pemolesan)
Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan permukaan spesimen yang
mengkilap, tidak boleh ada goresan. Pada tahap ini dilakukan dengan
menggunakan kain yang telah diolesi autosol.
Hasil yang baik dapat diperoleh dengan memperhatikan beberapa hal sebagai
berikut:
1) Pemolesan
Pemolesan sebaiknya dilakukan dengan satu arah agar tidak terjadi
goresan.

21
2) Penekanan
Pengamplasan pada mesin amplas jangan terlalu ditekan. Apabila terlalu
ditekan maka arah dan posisi pemolesan dapat berubah dan kemungkinan terjadi
goresan-goresan yang tidak teratur.
2.11.4. Etching (Pengetsaan)
Hasil dari proses pemolesan akan berupa permukaan yang mengkilap
seperti cermin. Agar struktur terlihat jelas maka permukaan tersebut dietsa. Dalam
pengetsaan jangan terlalu kuat karena akan terjadi kegosongan pada benda uji.
2.11.5. Pemotretan
Pemotretan digunakan untuk mendapatkan gambar dari struktur mikro dari
spesimen uji setelah difokuskan dengan mikroskop. Pada gambar 2.5. B terlihat
contoh A melalui mikroskop.

Gambar 2.7. Pemeriksaan Benda Uji dengan Mikroskop Metalurgi

Keterangan: A contoh yang dietsa sedang diperiksa dengan mikroskop metalurgi,


B penampilan contoh melalui mikroskop.

22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


Waktu penelitian dimulai pada tanggal 11 april 2018, dengan
mengerjakan proses heat treatment di laboratorium teknik mesin unpam.
Kemudian penelitian dilanjutkan pada tanggal 13 april 2018 dilanjutkan di
LIPI-Fisika Tanggerang Selatan dengan menguji kekerasan besi hasil heat
treatment dengan metode vicker, kemudian uji bending, dan struktur mikro
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah:
3.2.1. Alat penelitian
a. Mesin potong besi

Gambar 3.1. Mesin Pemotong


b. Jangka sorong

Gambar 3.2. Jangka Sorong

23
c. Gerinda tangan

Gambar 3.3. gerinda tangan


d. Tungku pembakaran

Gambar 3.4. tungku pembakaran


e. Tang penjepit spesimen

Gambar 3.5. Tang penjepit spesimen

24
f. Alat uji bending

Gambar 3.6. alat uji bending


g. Alat uji kekerasan

Gambar 3.7. Alat Uji Kekerasan Vickers


h. Alat uji struktur mikro

Gambar 3.8. alat uji struktur mikro

25
3.2.2. Bahan Penelitian
Berikut ini adalah bahan yang digunakan pada penelitian ini
a. Besi cor FC-25

R= 1,25 cm 5,5 cm

Gambar 3.9. Spesimen Uji Bending


b. air dan oli
c. hampelas
3.3. Tahapan penelitian
ada beberapa tahapan pada penelitian ini, berikut adalah tahapannya
3.3.1. Pembuatan Spesimen
a. Persiapkan besi cor FC-25 berbentuk as.
b. Potong benda kerja menggunakan mesin pemotong dengan ukuran 1,5cm
sebanyak buah untuk pengujian struktur mikro dan uji kekerasan , dan
5,5cm untuk uji bending.
c. Haluskan bagian hasil pemotongan pada spesimen yang kasar dengan
gerinda.
d. Haluskan permukaan benda kerja dengan hamplas halus.
3.3.2. Proses Pemolesan, Resin dan Pengetsaan untuk Spesimen Foto Mikro
a. Spesimen yang sudah melalui proses heat treatment di poles dahulu agar
material halus dan rata.
b. Pemolesan dengan menggunakan ampelas grade 200 sampai 1500. Setelah
spesimen di ampelas dengan ukuran 1500 sampai halus.
c. Kemudian di masukan dalam cairan etsa dengan menggunakan campuran
larutan 2,5% HNO3 dan 97,5% alkohol dengan cara dicelupkan kemudian
dicuci pakai sabun dan dibilas dengan air secukupnya.
3.3.3. Heat Hreatment
a. Persiapkan spesimen.

26
b. Persipakan tungku pembakaran.
c. Nyalakan tungku pembakaran, seting suhu pembakaran di 950oC dengan
waktu holding selama satu jam.
d. Masukan masing-masing 2 spesimen ukuran 5,5cm dan 1,5cm ke dalam
tungku pembakaran.
e. Tutup dan dan tekan tombol start pada mesin pembakaran.
f. Buka mesin pembakaran bila sudah selesai dan masukan ke media
pendingin oli dan air.
3.3.4. Pengujian bending
a. Persiapkan spesimen uji bending.
b. Mempersiapkan mesin uji bending dalam keadaan off.
c. Memasang spesien dengan menentukan titik tumpuan dan titik tengah dan
benda dan alat bending.
d. Lakukan penekanan dengan menaikan tekanan secara perlahan.
e. Setelah patah hentikan proses penekanan, catat pada pembebanan berapa
terjadi patahan.
3.3.5. Pengujian kekerasan
a. Dipersiapkan sepsimen yang sudah melalui proses heat treatment.
b. Dipersiapkan alat uji kekerasan vickers.
c. Meletakan spesimen pada alat uji.
d. Mengatur daerah spesimen yang akan di uji.
e. Melakukan pengujian terhadap spesimen sebanyak 2 titik.
f. Simpan hasil data ke komputer.
3.3.6. Pengujian struktur mikro
a. Mempersiapkan spesimen hasil heat treatment.
b. Meletakan spseimen di bawah lensa objektif mikroskop dan mengatur.
sedemikian rupa ketinggiannya sehingga terlihat jelas strukturnya.
c. Memfokuskan jarak antara lensa objektif dengan spesimen.
d. Simpan hasil perekaman ke komputer.

27
3.3. Diagram alir penelitian

MULAI

ANALISA SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BESI


COR FC-25 SETELAH MELALUI PROSES HEAT TREATMENT

PERSIAPAN BESI COR

PROSES HEAT TREATMENT BESI COR NODULAR


SAMPAI SUHU 950ᵒC

PENGUJIAN

UJI BENDING UJI KEKERASAN MIKRO STRUKTUR

PENGUMPULAN DATA

ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

KESIMPULAN

SELESAI

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

28
BAB IV

HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

Sebelum dilakukan proses pengelasan maka dipersiapkan benda kerja yang


akan dilakukan heat treatment yaitu besi cor FC-25 berbentuk as, seperti pada
gambar 4.1.

R= 1,25 cm 5,5 cm

Gambar 4.1. spesimen pengujian

Pada gambar di tunjukan rancangan spesimen untuk pengujian, dimana


masing masing menggunakan 3 spesimen dengan ukuran 1,5 cm dan 5,5 cm.
Selanjutnya benda kerja di panaskan (heat treatment) dengan suhu 950 oC dengan
waktu penahanan satu jam dengan media pendinginan air dan oli. Adapun
spesimen hasil heta treatment dapat dilihat pada gambar 4.2. kemudian dilakukan
proses pengetsaan untuk spesimen uji struktur mikro.

Gambar 4.2. spesimen hasil heat non heat treatment dan hasil spesimen dengan
media pendingin oli dan air

4.1. Pengujian Kekerasan Dengan Metode Vickers

29
pengujian kekerasan dilakukan sebanyak dua titik pada masing-masing
spesimen, spesimen non heat treatment, spesimen heat treatment dengan quencing
oli, dan spesimen heat treatment dengan quencing air dengan waktu penahanan
12,5 detik dan beban 300 gm

tabel 4.1. foto hasil pengujian kekerasan

No. Bahan Hasil pengujian (2 titik)

1 Non heat
treatment

2 Quencing
oli

3 Quencing
air

Dari data pada tabel 4.1. kita dapat membuat perhitungan nilai rata rata
kekerasan masing masing spesimen

Tabel 4.2. hasil uji kekeasan besi cor FC-25

No. Nilai Kekerasan Gaya Waktu

30
Tanpa penekanan penekanan
Heat Air Oli (gm) (detik)
treatment

1 186,10 185,43 215,03 300 12,5

2 159,57 204,55 185,90 300 12,5

Rata-rata 345,67 389,98 400,93 300 12,5

Gambar 4.3. nilai kekerasan besi cor FC-25 non heat treatment, hasil heat
treatment quencing oli, dan air

Berdasarkan gambar 4.3. menunjukan hasil nilai rata-rata dari perhitungan


nilai kekerasan besi FC-25. Dimana nilai tertinggi didapatkan pada spesimen
heat treatment dengan media quencing oli dengan nilai rata-rata 400,93
kg/mm2.

4.2. Pengujian Bending

Pada bagian ini spesimen setelah melalui proses heat treatment maka
dilakukan pengujian bending dengan panjang spesimen 5,5 cm dan diameter 2,5
cm. Berikut adalah foto spesimen hasil uji bending.

Setelah dilakukan pengujian kemudian data yang diperoleh dibuat dalam


bentuk tabel.

31
Tabel 4.3. hasil pengujian bending

Panjang Diameter
No. Spesimen F (N) spesimen spesimen
(cm) (cm)

1 Non heat treatment 50 kg 5,5 2,5

2 Quencing air 70 kg 5,5 2,5

3 Quencing oli 80 kg 5,5 2,5

Tabel 4.3. menunjukan hasil pengujian bending pada spesimen FC-25.


setelah dibuat dalam bentuk tabel selanjutnya data hasil pengujian dianalisa dan
dihitung sesuai dengan persamaan 2.1. sebagai berikut:

1. Besi non heat treatment

Diketahui : F = 50 kg

L = 5,5 cm

R = 1,25 cm

Π = 3,14

Ditanya : 𝜎𝑏

Jawab : 𝜎𝑏 = FL / πR3

= 50 x 5,5 / 3,14 (1,253)

= 275 / 6,123

= 44,91 kgf/cm2

2. Besi heat treatment quencing air

Diketahui : F = 70 kg

L = 5,5 cm

R = 1,25 cm

Π = 3,14

Ditanya : 𝜎𝑏

Jawab : 𝜎𝑏 = FL / πR3

32
= 70 x 5,5 / 3,14 (1,253)

= 385 / 6,123

= 62,88 kgf/cm2

3. Besi heat treatment quencing oli

Diketahui : F = 80 kg

L = 5,5 cm

R = 1,25 cm

Π = 3,14

Ditanya : 𝜎𝑏

Jawab : 𝜎𝑏 = FL / πR3

= 80 x 5,5 / 3,14 (1,253)

= 440 / 6,123

= 71,86 kgf/cm2

Dari hasil perhitungan dengan persamaan 2.1. kita bisa membuat tabel
seperti berikut

Tabel 4.4. tabel hasil uji bending

Tegangan
No Panjang Diameter bending
Spesimen F (N)
. spesimen (cm) spesimen (cm)
(kgf/cm2)

Non heat
1 50 5,5 2,5 44,91
treatment

Quencing
2 70 5,5 2,5 62,88
air

Quencing nilai
3 80 rata-rata
5,5 uji bending
2,5 71,86
oli
80
70
60
50
40 besi cor FC-25
30
20
10 33
0
non heat quencing air quencing oli
treatment
Gambar 4.5. grafik nilai rata-rata uji bending

Dari hasil pengujian uji bending dan dilakukan perhitungan didapatkan


tegangan bending paling besar pada besi cor hesil heat treatment dengan quencing
oli yaitu sebesar 71,86 kgf/cm2 sedangkan nilai terkecil didapat pada besi cor non
heat treatment yaitu dengan nilai sebesar 44,91kgf/cm2

4.3. Pengujian struktur mikro

Pengamatan struktur struktur mikro dalam penelitian ini yaitu, besi cor FC-25
tanpa heat treatment, dengan quencing air, dan dengan quencing oli. Berikut
adalah hasil foto mikro dari eksperimen yang telah dilakukan

a. Hasil pengamatan pada besi cor FC-25 non heat treatment

Dari hasil pengujian stuktur mikro pada material baja cor FC-25 non heat
treatment didapatkan hasil sebagai berikut:

pearlite

ferrite

Gambar 4.6. hasil uji stuktur mikro beci cor FC-25 tanpa heat treatment

Dari hasil pengujian struktur miro pada besi cor tanpa heat treatment
didapatkan hasil bahwa kandungan ferrit sebesar 0,07% dan pearlite sebesar
99,93%

34
b. Hasil pengamatan pada besi cor FC-25 heat treatment quencing air

Dari hasil pengujian stuktur mikro pada material baja cor FC-25 heat
treatment quencing air didapatkan hasil sebagai berikut:

ferrit

pearlite

Gambar 4.7. hasil uji stuktur mikro beci cor FC-25 heat treatment dengan media
quencing air

Dari hasil pengujian struktur miro pada besi cor heat treatment dengan
quencing air didapatkan hasil bahwa kandungan ferrit sebesar 0,07% dan pearlite
sebesar 99,93%

c. Hasil pengamatan pada besi cor FC-25 heat treatment quencing oli

Dari hasil pengujian stuktur mikro pada material baja cor FC-25 heat
treatment quencing oli didapatkan hasil sebagai berikut:

pearlite

ferrit

Gambar 4.7. hasil uji stuktur mikro beci cor FC-25 heat treatment dengan media
quencing oli

Dari hasil pengujian struktur miro pada besi cor heat treatment dengan
quencing oli didapatkan hasil bahwa kandungan ferrit sebesar 0,07% dan pearlite
sebesar 99,93%.

35
Berdasarkan hasil uji struktur miro tersebut dapat digambarkan dengan
grafik sebagai berikut

100,00%
90,00%
80,00%
70,00%
60,00%
50,00% ferrite
40,00% pearlite
30,00%
20,00%
10,00%
0,00%
Non Heat Quencing Air Quencing oli
Treatment

Gambar 4.8. grafik hasil pengujian struktur mikro

Berdasarkan hasil dari seluruh penelitian uji struktur mikro terhadap tiga
spesimen besi cor FC-25 yang dilakukan, tidak ada perubahan struktur yang
terjadi pada ketiga spesimen. Ini berarti proses heat treatment yang dilakukan
tidak mempengaruhi struktur mikro besi cor FC-25

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan

36
1. Terjadi perubahan kekuatan mekanik yang diterjadi dari hasil penelitian
terhadap besi cor FC-25, diamana:
a. Pada pengujian kekrasan vickers spesimen besi cor FC-25 hasil heat
treatment dengan media quencing oli memiliki nilai kekerasan rata-rata dari
pengujian dua titik sebesar 400,93 kg/cm2. Sedangkan nilai terendah
terdapat pada spesimen tanpa heat treatment dengan nilai kekerasan rata-rata
dari pengujian pada 2 titik sebesar 345,67 kg/cm2.
b. Pada pengujian bending, hasil pengujian dihitung kembali untuk mengetahui
berapa tegangan bending masing-masing spesimen. Setelah dilakukan
perhitungan didapatkan hasil dengan spesimen hasil heat treatment dengan
media quencing oli memiliki nilai tegangan bending tertinggi dengan 71,86
kgf/cm2. Sedangkan nilai kekuatan bending terendah didapatkan dari hasil
pengujian pada spesimen tanpa heat treatment dengan nilai tegangan
bending sebesar 44,91 kgf/cm2.
Dari hasil pengujian bending dan vickers, kita dapat menyimpulkan
bahwa proses heat treatment berpengaruh terhadap kekuatan mekanik spesimen
besi cor FC-25.
2. Setelah dilakukan pengujian dengan metode pengujian struktur mikro tidak
terjadi perubahan, baik terhadapa spesimen tanpa heat treatment, quencing air,
maupun quencing air. Ini terlihat dari pada hasil uji struktur mikro dimana
presentase nilai ferrit 0,07% dan pearlite 99,93% pada ketiga spesimen.

5.2. Saran
Setelah menganalisa hasil eksperimen terhadap kekuatan mekanik dan
struktur mikro dari spesimen FC-25 ada beberapa hal yang perlu disarankan guna
memperbaiki dan mengoptimalkan hasil penelitian ini. Hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah:
1. Pada pengujian bending, agar mendapatkan hasil yang maksimal disarankan
untuk melakukan pengujian sebanyak dua kali.
2. Bagi penelitian selanjutnya:

37
a. Guna memperoleh penelitian agar lebih baik hendaknya melakukan
eksperimen untuk mengetahui seberapa besar ketahanan aus akibat proses
heat treatment.
b. Memperhatikan jenis oli yang digunakan dan juga waktu quencing yang
tidak dibahas pada penelitian ini.

38

Anda mungkin juga menyukai