Anda di halaman 1dari 91

TUGAS AKHIR (602502A)

STUDY KECEPATAN ANGIN TERHADAP MATERIAL


ALUMINIUM 5083 PADA PENGELASAN MIG

ARIF EFFENDI
0215030022

DOSEN PEMBIMBING :
IMAM KHOIRUL ROHMAT, S.ST.,MT.

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK BANGUNAN KAPAL


JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2018
TUGAS AKHIR (602502A)

STUDY KECEPATAN ANGIN TERHADAP MATERIAL


ALUMINIUM 5083 PADA PENGELASAN MIG

ARIF EFFENDI
0215030022

DOSEN PEMBIMBING :
IMAM KHOIRUL ROHMAT, S.ST.,MT.

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK BANGUNAN KAPAL


JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2018
Halaman ini sengaja dikosongkan.

ii
LEMBAR PENGESAHAN

iii
Halaman ini sengaja dikosongkan.

iv
PERNYATAAN BEBAS PLAGI

v
Halaman ini sengaja dikosongkan.

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT dan juga Shalawat dan
juga salam selalu kita limpahkan untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
karena rahmat dan karunia Nya-lah penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas
akhir ini tepat pada waktunya dengan judul:
“STUDY KECEPATAN ANGIN TERHADAP MATERIAL

ALUMINIUM 5083 PADA PENGELASAN MIG”


Laporan Tugas Akhir ini bertujuan untuk memenuhi syarat memperoleh
gelar Ahli Madya (AmD) dan juga salah satu kurikulum yang ada di Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya.
Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis mendapatkan dukungan,
bantuan, bimbingan, pengalaman, dukungan dan kerja sama yang baik dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Eko Julianto, M.Sc., MRINA selaku Direktur Politeknik Perkapalan
Negeri Surabaya.
2. Bapak Aang Wahidin, ST. MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Bangunan
Kapal Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
3. Bapak Ir. Hariyanto Soeroso, M.T., selaku Ketua Prodi Teknik Bangunan
Kapal Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
4. Bapak Imam Khoirul Rohmat, S.ST., MT., selaku dosen pembimbing yang
telah banyak membantu dan memberi nasehat dalam penyelesaian Tugas
Akhir saya.
5. Bapak Denny Oktavina Radianto, S.Pd., M.Pd., selaku Koordinator Tugas
Akhir.
6. Bapak dan Ibu Dosen Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya yang tidak dapat
penulis sebutkan satu-persatu.
7. Kedua orang tua dan kakak saya yang selalu memberikan semangat, doa dan
dukungannya.
8. Bapak Koco, Bapak Nanang, Kak Irfan selaku pembimbing OJT yang selalu
memberi arahan, ilmu dan masukan.

vii
9. Christien Adeliasavitri yang selalu memberi semangat dan inspirasi untuk
mengerjakan Tugas Akhir ini.
10. Teman-teman SB 2015 yang selalu menyemangati dan menemani.
11. Serta pihak – pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini, penulis berusaha


semaksimal mungkin mengerjakan sebaik-baiknya. Namun penulis menyadari
bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Untuk itu penulis
memohon saran dan kritik yang membangun diterima dengan senang hati guna
kesempurnaan laporan ini.
Akhirnya penulis senantiasa berharap bahwa apa yang ada dalam laporan
ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri, dan bagi pembaca pada
umumnya.

Surabaya, 08 Mei 2018

Penulis

viii
STUDY KECEPATAN ANGIN TERHADAP MATERIAL ALUMINIUM
5083 PADA PENGELASAN MIG

ABSTRAK

Pengelasan untuk saat ini adalah cara yang terbaik untuk penyambungan
material aluminium dilihat dari segi kekuatan. Salah satu pengelasan yang
digunakan untuk material aluminium adalah pengelasan MIG. Dalam pengelasan
MIG digunakan blower untuk menghilangkan asap saat proses pengelasan
sehingga akan terindikasi terjadinya cacat permukaan pada area pengelasan. Hal
ini tersebut akan menimbulkan cacat retak akibat tidak stabilnya semburan dari
gas pelindung (Ar). Proses pengelasan yang dilakukan dengan 4 variasi yang
berbeda, yaitu variasi kecepatan angin hembusan blower 1.6 m/s, variasi
kecepatan angin hembusan blower 1.1 m/s, variasi kecepatan angin hisap blower
0.7 m/s, dan variasi kecepatan angin hisap blower tidak terdeteksi. Pengelasan
dilakukan pada material aluminium 5083 ketebalan 5 mm dengan posisi
pengelasan 1G. Prosedur pengujian penetran mangacu pada ASME V article VI
dan kriteria kelulusan berdasarkan ASME SEC VIII DI. Jadi dapat disimpulkan
pada penelitian ini variasi kecepatan angin blower hembusan yang dapat
memenuhi kriteria kelulusan uji menurut ASME SEC VIII DI yaitu blower
hembusan jarak minimal 7 meter dengan kecepatan angin 1.1 m/s, sedangkan
untuk kecepatan blower hisap yang dapat memenuhi kriteria kelulusan uji
menurut ASME SEC VIII DI yaitu blower hisap pada jarak minimal 1 meter
dengan kecepatan 0.0 m/s (tidak terdeteksi).

Kata kunci: Aluminium 5083, Kecepatan angin, MIG (Metal Inert Gas).

ix
Halaman ini sengaja dikosongkan.

x
STUDY OF WIND SPEED ON ALUMINIUM 5083 MATERIALS
ON MIG WELDING

ABSTRACT

Welding for now is the best way to connect aluminum material in terms
of strength. One of the welding used for aluminum material is MIG welding. In
MIG welding used blower to remove smoke during the welding process so that it
will be indicated the occurrence of surface defects in the welding area. This will
cause a cracking defect due to the unstable bursts of protective gas (Ar). The
welding process is carried out with 4 different variations, namely 1.6 m / s blow
wind blowing variation, blow wind speed variation 1.1 m / s, wind speed suction
blower variation 0.7 m / s, and wind speed variation of suction blower not
detected. Welding is done on aluminum material 5083 thickness 5 mm with 1G
welding position. The penetration testing procedure refers to ASME V article VI
and graduation criteria based on ASME SEC VIII DI. So, it can be concluded in
this study that variations in wind blower wind speed that can meet the criteria for
passing the test according to ASME SEC VIII DI namely blowing blower distance
of at least 7 meters with wind speed of 1.1 m / s, while for suction blower speeds
that can meet the test graduation criteria according to ASME SEC VIII DI is a
suction blower at a minimum distance of 1 meter with a speed of 0.0 m / s (not
detected)

Keywords: aluminium 5083, MIG (Metal Inert Gas), Wind speed

xi
Halaman ini sengaja dikosongkan.

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i


LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT .................................................................... v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
ABSTRACT ............................................................................................................ xi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3. Tujuan ........................................................................................................... 2
1.4. Manfaat ......................................................................................................... 3
1.5. Batasan Masalah ........................................................................................... 3
BAB 2 DASAR TEORI ......................................................................................... 5
2.1 Pengertian Angin ........................................................................................ 5
2.2 Cacat Las (Defect) ...................................................................................... 6
2.2.1 Cacat las bagian luar .............................................................................. 6
2.2.2 Cacat las bagian dalam .......................................................................... 9
2.3 Aluminium .................................................................................................... 9
2.3.1 Aluminium 5083 .................................................................................. 11
2.4 Pengelasan ................................................................................................... 11
2.5 Las MAG (Metal Actif Gas)........................................................................ 13
2.6 Las MIG (Metal Inert Gas) ......................................................................... 13
2.6.1 Tahap Proses Pengelasan MIG (Metal Inert Gas) ............................... 14
2.6.2 Peralatan Utama Las MIG (Metal Inert Gas) ...................................... 16
2.6.3 Peralatan Bantu Las MIG (Metal Inert Gas) ....................................... 22
2.7 Jenis – Jenis Gas Pelindung Untuk Las MIG .............................................. 24

xiii
2.8 Jenis Sambungan dan Posisi Pengelasan 1G .............................................. 26
2.8.1 Jenis Sambungan ................................................................................. 26
2.8.2 Posisi Pengelasan 1G .......................................................................... 27
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 29
3.1 Identifikasi Masalah ................................................................................. 30
3.2 Studi Literatur .......................................................................................... 30
3.3 Pengamatan .............................................................................................. 30
3.4 Persiapan Material .................................................................................... 31
3.5 Metode Pengelasan Material .................................................................... 32
3.5.1 Peralatan Yang Digunakan Untuk Proses Pengelasan ........................ 32
3.6 Proses Pengelasan ..................................................................................... 35
3.6.1 Pengelasan Dengan Kecepatan Hembusan Angin .............................. 36
3.6.2 Pengelasan Dengan Kecepatan Angin Hisap ...................................... 38
3.7 Melihat Defect Visual Pengelasan MIG Dengan Proses Uji Penetran ..... 40
3.7.1 Persiapan Alat ..................................................................................... 40
3.7.2 Proses Melihat Defect Visual Dengan Uji Penetran ........................... 40
3.8 Analisa Data dan Kesimpulan .................................................................. 41
BAB 4 ANALISA DATA .................................................................................... 43
4.1 Analisa Hasil Uji Penetran (penetrant test) .............................................. 43
4.1.1 Analisa Hasil Uji Penetran Variasi A............................................... 44
4.1.2 Analisa Hasil Uji Penetran Variasi B ............................................... 46
4.1.3 Analisa Hasil Uji Penetran Variasi C ............................................... 49
4.1.4 Analisa Hasil Uji Penetran Variasi D............................................... 51
4.2 Perbandingan Hasil Uji Penetran (penetrant test) .................................... 53
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 55
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 55
5.2 Saran .......................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 57
LAMPIRAN ......................................................................................................... 59

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Anemometer ...................................................................................... 5

Gambar 2.2 Undercut ............................................................................................. 6

Gambar 2.3 Porosity .............................................................................................. 7

Gambar 2.4 Porosity .............................................................................................. 7

Gambar 2.5 Kurang pencairan ............................................................................... 8

Gambar 2.6 Tercemar tungsten .............................................................................. 8

Gambar 2.7 Incomplete fusion ............................................................................... 8

Gambar 2.8 Bagan alur Las GMAW / Las MIG .................................................. 14

Gambar 2.9 Proses pengelasn MIG (Metal Inert Gas) ........................................ 15

Gambar 2.10 Proses pemindahan sembur pada las MIG ..................................... 15

Gambar 2.11 Rangkaian mesin las MIG .............................................................. 16

Gambar 2.12 Mesin Las MIG ( Metal Inert Gas) ................................................ 17

Gambar 2.13 Bagian - bagian utama wire feeder ................................................ 19

Gambar 2.14 Wire feeder jenis Tarik ................................................................... 19

Gambar 2.15 Welding gun las MIG (Metal Inert Gas) ....................................... 20

Gambar 2.16 Cylinder dan regulator gas pelindung ............................................ 21

Gambar 2.17 Bentuk - bentuk pipa kontak ......................................................... 22

Gambar 2.18 Nozzle gas pelindung ...................................................................... 22

Gambar 2.19 Sikat Baja ....................................................................................... 23

Gambar 2.20 Smith tang ...................................................................................... 23

Gambar 2.21 Tang pemotong kawat .................................................................... 24

Gambar 2.22 Palu las ........................................................................................... 24

xv
Gambar 2.23 Berbagai Jenis Sambungan Las ...................................................... 26

Gambar 2. 24 Weld joints and welding positions ................................................ 28

Gambar 3.1 Flow chart pengerjaan Tugas Akhir. ............................................... 29

Gambar 3.2 Pemotongan material ....................................................................... 31

Gambar 3.3 Penggerindaan material ................................................................... 32

Gambar 3.4 Mesin las MIG ................................................................................. 33

Gambar 3.5 Aluminium weding wire .................................................................. 33

Gambar 3.6 Topeng las ........................................................................................ 34

Gambar 3.7 Kipas blower .................................................................................... 35

Gambar 3.8 Proses pengelasan material Aluminium 5083 ................................. 35

Gambar 3.9 Flow Argon 15 bar ........................................................................... 36

Gambar 3. 10 Anemometer ................................................................................. 36

Gambar 3.11 Proses pengelasan .......................................................................... 37

Gambar 3.12 Anemometer .................................................................................. 37

Gambar 3.13 Proses pengelasan .......................................................................... 38

Gambar 3.14 Anemometer .................................................................................. 38

Gambar 3.15 Proses pengelasan .......................................................................... 39

Gambar 3.16 Proses pengelasan .......................................................................... 39

Gambar 3.17 Cairan uji penetran ......................................................................... 40

Gambar 4.1 Hasil uji penetran variasi blower dihembuskan jarak 6 m ............... 44

Gambar 4.2 Hasil uji penetran variasi blower dihembuskan jarak 7 m ............... 47

Gambar 4.3 Hasil uji penetran variasi blower hisap jarak 30 cm ........................ 49

Gambar 4.4 Hasil uji penetran variasi blower hisap jarak 1 m............................ 51

Gambar 4.5 Grafik perbandingan hasil uji penetran............................................ 53

xvi
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil uji penetran variasi blower dihembuskan jarak 6 m .................... 45

Tabel 4.2 Hasil uji penetran variasi blower dihembuskan jarak 7 m .................... 48

Tabel 4.3 Hasil uji penetran variasi blower hisap jarak 30 cm ............................. 50

Tabel 4.4 Hasil uji penetran variasi blower hisap jarak 1 m ................................. 52

xvii
xviii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Di Indonesia khususnya Jawa Timur sudah berdiri beberapa
galangan kapal yang digunakan untuk pembangunan dan reparasi kapal. Hal
itu mendukung Indonesia dalam segi transportasi laut. Salah satunya adalah
PT. Surabaya Marine yang terletak di Jl. Raya Buduran Sidoarjo yang
bergerak dibidang pembangunan dan reparasi kapal aluminium.
Pada proses pembangunan kapal aluminium tidak lepas dari
material aluminium dan logam paduan aluminium yang merupakan material
utama dalam pembuatan kapal aluminium. Dalam proses pembangunan
kapal aluminium tentunya tidak lepas dari proses pengelasan sebagai cara
penyambungan material aluminium dan kebutuhan akan pengelasan sangat
tinggi dan teknologi pengelasan semakin berkembang. Pengelasan tidak
hanya digunakan dalam pembangunan kapal baru, tetapi juga digunkan
dalam reparasi kapal aluminium. Material aluminium yang digunakan dalam
pembuatan kapal adalah aluminium 5083 yang termasuk dalam material
bersertifikat marine use. Pengelasan yang digunakan di PT. Surabaya
Marine dalam proses penyambungan material aluminium 5083 adalah
pengelasan MIG dan TIG. Kapal yang akan dibuat akan melalui beberapa
proses untuk mendapatkan hasil pengelasan sesuai standar.
Pada proses penyambungan kapal aluminium menggunakan
pengelasan MIG terdapat permasalah yang terjadi dilapangan, karena
banyak faktor yang menyebabkan permasalah tersebut. Sebelum melakukan
pengelasan harus diperhitungkan untuk mendapatkan pengelasan yang baik
seperti sifat mekanik, sifat fisik, komposisi dan dimensi. Dengan prosedur
pengelasan yang benar akan mendapatkan hasil yang optimal dan mencegah
terjadinya cacat.

1
Selama proses pengelasan aluminium dengan pengelasan MIG di
PT. Surabaya Marine digunakan blower untuk menghilangkan asap yang
timbul selama proses pengelasan. Blower dengan dihembuskan dan dihisap
tentunya memiliki kecepatan angin untuk menghilangkan asap selama
proses pengelesan. Hal tersebut menimbulkan permasalahan yang terjadi
seperti tidak stabilnya gas pelindung argon (Ar) yang menyebabkan tidak
sempurnanya perlindungan yang diberikan. Akibat dari perlindungan yang
tidak sempurna akan menyebabkan cacat las.
Dalam hal tersebut diatas dilakukan beberapa cara untuk
menghindari beberapa cacat las salah satunya menghindari defect. Dengan
mengatur jarak dari blower akan mengurangi kecepatan angin untuk
menghindari ketidakstabilan gas pelindung argon (Ar). Hal tersebut yang
melandasi penulis untuk melakukan study tentang “Study Kecepatan Angin
Terhadap Material Aluminium 5083 Pada Pengelasan MIG”. Karena untuk
mencapai kualitas hasil pengelasan kapal aluminium yang terbaik.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari proposal tugas akhir ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh kecepatan angin blower hembusan terhadap defect
yang terjadi pada material aluminium 5083 pada proses pengelasan
MIG?
2. Bagaimana pengaruh kecepatan angin blower hisap terhadap defect yang
terjadi pada material aluminium 5083 pada proses pengelasan MIG?

1.3. Tujuan
Tujuan dari proposal tugas akhir ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh kecepatan angin blower hembusan terhadap defect
yang terjadi pada material aluminium 5083 pada proses pengelasan
MIG.
2. Mengetahui pengaruh kecepatan angin blower hisap terhadap defect
yang terjadi pada material aluminium 5083 pada proses pengelasan
MIG.

2
1.4. Manfaat
Penelitian ini bermanfaat untuk :
1. Bagi peneliti
Peneliti mampu mencari solusi yang tepat dalam menyelesaikan masalah
defect material aluminium 5083 dengan pengelasan MIG dalam
pembangunan kapal aluminium.

2. Bagi pembaca
Pembaca dapat menggunakan penelitian ini sebagai referensi untuk
mengembangkan penelitian yang berkaitan tentang pengelasan
alumunium. Serta dapat menambah wawasan menegani pengaruh
kecepatan angin blower hembus dan hisap terhadap defect material
aluminium dalam proses pengelasan MIG.
3. Bagi perusahaan
Dapat digunakan sebagai evaluasi perusahaan tentang masalah kualitas
hasil pengelasan aluminium dengan pengelasan MIG. Dimana kecepatan
angin blower dapat mempengaruhi defect terhadap material aluminium
5083 selama proses pengelasan.

1.5. Batasan Masalah


Batasan masalah dari proposal tugas akhir ini adalah :
1. Kecepatan angin berasal dari blower.
2. Bentuk sambungan adalah jenis sambungan tumpul (butt joint).
3. Pengelasan yang digunakan dalam pembahasan ini adalah MIG.
4. Posisi pengelasan 1G.
5. Menggunakan flow standart (15 bar).
6. Material yang digunakan adalah Aluminium Alloy MTL greed 5083
dengan tebal material 5 mm.
7. Prosedur pengelasan berdasarkan WPS dari PT. Surabaya Marine.
8. Pengujian yang dilakukan penetrant test.

3
Halaman ini sengaja dikosongkan.

4
BAB 2

DASAR TEORI

2.1 Pengertian Angin


Menurut Wikipedia (2016), Angin adalah aliran udara dalam
jumlah yang besar diakibatkan oleh rotasi bumi dan juga adanya tekanan
udara di sekitarnya. Angin bergerak dari tempat bertekanan tinggi ke
bertekanan udara rendah. Atau dengan kata lain angin adalah udara yang
berhembus dengan kecepatan tertentu. Kecepatan angin dapat ditingkatkan
dengan alat bantu berupa blower/fan, kecepatan angin bisa diatur sesuai
dengan keinginan kita dengan cara mengatur kecepatan putaran dan jarak
dari blower/fan. Dalam pengelasan, angin digunakan untuk menghilangkan
asap selama proses pengelasan. Alat yang digunakan untuk mengukur
kecepatan angin adalah anemometer.

Gambar 2. 1 Anemometer (Dokumentasi Pribadi)

5
2.2 Cacat Las (Defect)

Cacat las adalah hasil pengelasan yang tidak memenuhi syarat


keberterimaan yang sudah dituliskan di standart (ASME, AWS, API, ASTM).
Penyebab cacat las dapat dikarenakan adanya prosedur pengelasan yang salah,
persiapan yag kurang dan juga dapat disebabkan oleh peralatan serta
consumable yang tidak sesuai standar. Ada bermacam macam cacat las yang
ditimbulkan oleh pengelasan. Cacat las tersebut meliputi:

2.2.1 Cacat las bagian luar


a) Undercut
Undercut adalah sebuah cacat las yang berada di bagian
permukaan atau akar, bentuk cacat ini seperti cerukan yang terjadi
pada base metal atau logam induk. Jenis cacat pengelasan ini dapat
terjad pada semua sambungan las, baik fillet, butt, lap, corner dan
edge joint. (Achmadi, 2012).

Gambar 2.2 Undercut (Pengelasan.net)

b) Penumpukkan logam las (overlap)


Yaitu bentuk logam las yang menumpuk pada sisi jalur
las. Ciri – ciriya adalah pada sisi jalur las tidak terjadi pencairan
yang sempurna sehingga, logam las hanya menempel pada logam
dasarnya. (UNY)

6
c) Porosity
Adalah lubang diakibatkan oleh gelembung gas yang
ditemukan didalam weld bead yang telah membeku. Penyebab
utama dari porositi adalah kontaminasi atmosfir, oksidasi yang
tinggi pada permukaan benda kerja, kurangnya paduan oksidasi
pada elektroda. Kontaminasi atmosfir dapat diakibatkan oleh
kurangnya aliran gas pelindung, aliran gas pelindung yang
berlebihan, adanya kerusakan pada peralatan gas plindung, dan
adanya angin pada tempat kerja. (UNY).

Gambar 2.3 Porosity (staff.uny.ac.id/sites/default/files/MIG.pdf.)

Gambar 2.4 Porosity (Pengelasan.net)

7
d) Kurang pencairan (lack of fusion)

Gambar 2.5 Kurang pencairan (staff.uny.ac.id/sites/default/files/MIG.pdf.)

e) Tercemar tungsten (tungsten inclusion)

Gambar 2.6 Tercemar tungsten (staff.uny.ac.id/sites/default/files/MIG.pdf.)

f) Fusi tidak sempurna (incomplete fusion)

Gambar 2.7 Incomplete fusion (Pengelasan.net)

8
2.2.2 Cacat las bagian dalam
Cacat las bagian dalam hasil pengelasan MIG (Metal Inert
Gas) tidak bisa diamati secara visual, harus dideteksi dengan
menggunakan alat khusus seperti dengan ultrasonictracing. Macam-
macam cacat las bagian dalam diantaranya yaitu:
a) Slag unclusion
b) Retak (cracking)
c) Penetrasi tidak sempurna (incomplet penetration)
d) Terbakar tembus (melt through / burn through)
e) Retak pada zona terimbas panas (HAZ)

2.3 Aluminium
Menurut Zuriah (dalam Ferraris Stefano, D. 2005) bahwa
aluminium dikenal sebagai logam yang ringan dan memiliki kekuatan
yang tinggi, mudah dibentuk, dan sebagai konduktor listrik yang baik.
Kemajuan akhir-akhir ini dalam teknik pengelasan busur listrik dengan
gas mulia menyebabkan pengelasan aluminium dan paduanya menjadi
berkembang.
Aluminium secara umum diklasifikasikan menjadi dua kategori
yaitu: heat treatable alloy jenis paduan dapat ditingkatkan kekuatanya
dengan cara perlakuan panas misalnya: dengan cara pengerasan
presipitasi (preciptation hardening). Jenis non heat treatable alloy akan
mengalami peningkatan kekuatan apabila paduan itu dikenai deformasi
plastis atau pengerjaan dingin (cold working).
Berat jenis aluminium hanya 2,7 ton/m3 sehingga walaupun
kekuatanya rendah tetapi strength to weight ratio masih lebih tinggi dari
pada baja, karena banyak digunakan pada konstruksi yang harus ringan
seperti alat transportasi, pesawat terbang, kapal perang, dll. Sifat tahan
korosi pada aluminium diperoleh karena terbentuknya lapisan oksida
aluminium pada permukaan. Lapisan oksida ini melekat pada permukaan
dengan kuat dan rapat serta sangat stabil (tidak bereaksi dengan
lingkungannya) sehingga melindungi bagian sebelah dalam.

9
Dalam sistem penomoran aluminium sebagai contoh tipe 1xxx
berarti aluminium tersebut mempunyai kemurnian 99,0% atau lebih.
Sedangkan tipe 2xxx sampai 8xxx adalah grup paduan aluminium dengan
kandungan elemen paduan yang besar.
Secara singkat klasifikasi aluminium adalah sebagai berikut:
a. 1xxx – aluminium dengan kemurnian 99%
b. 2xxx – aluminium copper
c. 3xxx – aluminium mangan
d. 4xxx – aluminium silikon
e. 5xxx – aluminium magnesium
f. 6xxx – aluminium magnesium dan silikon
g. 7xxx – aluminium zinc
h. 8xxx – aluminium elemen lain
Pada grup 1xxx kemurnian aluminium paling sedikit 99,0% dan
paling besar tergantung kepada dua angka terakhir yang terdapat pada grup
paduan itu.
Angka kedua menyatakan varian elemen lain dalam batas – batas
ketidakmurnian. Apabila angka kedua nol (0) menyatakan bahwa tidak
memerlukan kontrol khusus terhadap sifat khusus elemen lainya. Angka
satu (1) sampai sembilan (9) memerlukan kontrol khusus terhadap satu atau
beberapa elemen lainnya. Paduan 1030 menyatakan kadar aluminium
paduan 1075, 1175, dan 1275 kadar aluminiumnya 99,75%.
Pada grup paduan 2xxx sampai 8xxx, kedua angka terakhir tidak
mempunyai arti, hanya menunjukan perbedaan identitas dari paduan itu
dalam perdagangan. Bila ada paduan baru dimodifikasi maka kedua angka
terakhir mulai xx01 sampai xx09, angka kedua pada grup paduan
menyatakan modifikasi paduan. Jika angka kedua dari paduan angka nol
(0) berarti paduan itu paduan utama. Angka modifikasi itu dari angka 1
sampai 9. Sebagai contoh 2017 adalah paduan copper, dan 2117 adalah
modifikasi dari pada paduan aluminium copper itu. Begitu tipe 5356 dan
5456 adalah modifikasi dari paduan 5056. Keuntungan penggunaan

10
aluminium adalah hemat, konduktor panas yang baik, daya angkut mudah
dan mudah dibentuk.

2.3.1 Aluminium 5083


Menurut Zuriah (dalam Ferraris Stefano, D. 2005) bahwa
aluminium seri 5083 banyak digunakan untuk pengaplikasian di
daerah yang berhubungan dengan laut. Paduan tempa ini menawarkan
kekuatan tertinggi diantara paduan non heat treatable lain karena rata
– rata mengandung 4.5% Mg, 07% Mn, dan 0.13% Cr. Aluminium
tipe 5083 dikenal karena kinerja yang luar biasa dilingkungan yang
ekstrim. Aluminium 5083 tahan terhadap serangan baik lingkungan air
laut atau lingkungan indsutri. Aluminium tipe 5083 juga
mempertahankan kekuatan yang luar biasa setelah proses pengelasan.

Aluminium seri 5083 adalah aluminium dengan paduan


magnesim yang mana ini bersifat sebagai ketahanan korosi yang
baik. Aluminium ini termasuk aluminium yang tidak dapat
diperlakukan panas atau nonheat-treatable. Aluminium jenis ini
sudah dilakukan proses tempering dalam proses pembuatanya. Dan
juga memiliki kekuatan yang baik dan dapat dilakukan
pembentukan karena memiliki keuletan atau keuletan yang baik.
(Sufa, 2016)

2.4 Pengelasan

Pengelasan adalah proses penyambungan bahan yang


menghasilkan peleburan bahan dengan memanasinya dengan suhu yang
tepat dengan atau tanpa pemberian tekanan dan dengan atau tanpa
pemakaian bahan pengisi. Pengelasan adalah suatu proses penggabungan
logam dimana logam menjadi satu akibat panas las, dengan atau tanpa
pengaruh tekanan, dan dengan atau tanpa logam pengisi. (UNY)

Prosedur pengelasan kelihatannya sangat sepele dan sederhana,


namun sebenarnya didalamnya banyak masalah - masalah yang harus diatasi
dimana pemecahannya memerlukan bermacam - macam pengetahuan.

11
Karena itu dalam pengelasan, pengetahuan harus turut serta mendampingi
praktek. Secara lebih terperinci dapat dikatakan bahwa dalam perancangan
konstruksi bangunan dan mesin dengan sambungan las, harus direncanakan
pula tentang cara pengelasan, cara pemeriksaan, bahan las dan jenis las yang
akan dipergunakan berdasarkan fungsi dari bagian-bagian bangunan atau
mesin yang dirancang. Definisi las berdasarkan DIN (Deutche Industrie
Normen) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam
panduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Secara umum
pengelasan dapat didefinisikan sebagai penyambungan dari beberapa batang
logam dengan memanfaatkan energi panas. Pengelasan secara umum adalah
suatu proses penyambungan logam menjadi satu akibat panas dengan atau
tanpa pengaruh tekanan atau dapat juga didefinisikan sebagai ikatan
metalurgi yang ditimbulkan oleh gaya tarik menarik antara atom. Menurut
“Welding Handbook” pengelasan adalah proses penyambungan bahan yang
menghasilkan peleburan bahan dengan memanasinya dengan suhu yang
tepat dengan atau tanpa pemberian tekanan dan dengan atau tanpa
pemakaian bahan pengisi. Pengelasan adalah suatu proses penggabungan
logam dimana logam menjadi satu akibat panas las, dengan atau tanpa
pengaruh tekanan, dan dengan atau tanpa logam pengisi. (Irfani, 2015)
Proses pengelasan pada saat ini sudah banyak jenisnya, semakin
berkembang teknologi dan penyambungan banyak macam material
membuat pengelasan berkembang pesat, dikarenakan antara material satu
dengan yang lain memiliki komposisi dan karakteristik berbeda sehingga
perlu memilih proses pengelasan yang tepat. Macam - macam pengelasan
diantaranya:
1) SMAW (Shielded Metal Arc Welding)
2) OAW (Oxygen Acetylene Welding)
3) SAW (Submerged Arc Welding)
4) GMAW (Gas Metal Arc Welding)
- MIG (Metal Inert Gas)
- MAG (Metal Active Gas)
5) GTAW (Gas Tungsten Arc Welding)

12
6) FCAW (Flux Cored Arc Welding)
7) PAW (Plasma Arc Welding)
Pada intinya semua proses pengelasan tersebut memiliki tujuan
yang sama yaitu untuk penyambungan material antara satu dengan material
yang lain.

2.5 Las MAG (Metal Actif Gas)

Las GMAW (Gas Metal Arc Welding) mempunyai dua tipe gas
pelindung yaitu inert gas dan actif gas yang kemudian sering dikenal dengan
sebutan las MIG (Metal Inert Gas) dan las MAG (Metal Actif Gas).
Pengelasan ini memiliki sistem yang sama dengan pengelasan MIG (Metal
Inert Actif Gas) namun yang menjadi pembedanya hanyalah penggunaan
gas pelindungnya. Sesuai namanya pada pengelasan ini digunakan gas aktif
yaitu CO2. Gas CO2 yang bersifat oksidator cocok digunakan untuk
pengelasan konstruksi selain itu biaya operasional pengelasan ini lebih
murah dibandingkan dengan MIG (Metal Inert Gas) yang menggunakan gas
pelindung berupa Argon (Ar) dan Helium (He). Dalam penggunaan gas CO2
sebagai gas pelindung berpengaruh pada pemindahan logam cair dari
elektroda ke material induk berbentuk bola yang relatif besar. Hal ini terjadi
karena logam mencari tetap melekat pada ujung elektroda karena bususr
kurang bagus, pada proses pengelasan ini juga sering terjadi spatter tetapi
ini dapat dikurangi dengan mendekatkan jarak busur las sehingga ujung
elektroda seperti logam yang mencair.

2.6 Las MIG (Metal Inert Gas)

Las MIG (Metal Inert Gas) yaitu merupakan proses penyambungan


dua material logam atau lebih menjadi satu melalui proses pencairan
setempat, dengan menggunakan elektroda gulungan (filler metal) yang sama
dengan logam dasarnya (base metal) dan menggunakan gas pelindung (inert
gas). Las MIG (Metal Inert Gas) merupakan las busur gas yang
menggunakan kawat las sekaligus sebagai elektroda. Elektroda tersebut
berupa gulungan kawat (rol) yang gerakannya diatur oleh motor listrik.

13
Pengelasan MIG (Metal Inert Gas) adalah pengelasan yang menggunakan
shielding gas. Shielding gas berfungsi sebagai pelindung logam las saat
proses pengelasan berlangsung agar tidak terkontaminasi dari udara
lingkungan sekitar logam lasan, karena logam lasan sangat rentan terhadap
difusi hidrogen yang dapat menyebabkan cacat porosity. Pengelasan MIG
(Metal Inert Gas) dapat menggunakan gas Argon (Ar) dan Helium (He).
(Sanjaya, 2015)

Gambar 2.8 Bagan alur las GMAW / las MIG (staff.uny.ac.id/sites/default/files/MIG.pdf.).

2.6.1 Tahap Proses Pengelasan MIG (Metal Inert Gas)


Proses pengelasan MIG (Metal Inert Gas), panas dari proses
pengelasan ini dihasilkan oleh busur las yang terbentuk diantara
elektroda kawat (wire elektroda) dengan benda kerja. Selama proses
las MIG, elektroda akan meleleh kemudian menjadi deposit logam las
dan membentuk butiran las (weld beads). Gas pelindung digunakan
untuk mencegah terjadinya oksidasi dan melindungi hasil las selama
masa pembekuan (solidification).
Proses pengelasan MIG beroperasi menggunakan arus searah
(DC), biasanya menggunakan elektroda kawat positif. Ini dikenal
sebagai polaritas terbalik (reserve polarity). Polaritas searah jarang
digunakan karena transfer logam yang kurang baik dari elektroda

14
kawat kebenda kerja. Hal ini karena pada polaritas searah panas
terletak pada elektroda. Proses pengelasan MIG menggunakan arus
sekitar 50 A hingga mencapai 600 A biasanya digunakan untuk
tegangan las 15 Volt hingga mencapai 32 Volt. Adapun proses las
MIG dilihat pada gambar di bawah ini. (Sanjaya, 2015)

Gambar 2.9 Proses pengelasn MIG (staff.uny.ac.id/sites/default/files/MIG.pdf.)

Gambar 2.10 Proses pemindahan sembur pada las MIG


(staff.uny.ac.id/sites/default/files/MIG.pdf.)

15
2.6.2 Peralatan Utama Las MIG (Metal Inert Gas)
Peralatan utama adalah peralatan yang berhubungan langsung
dengan proses pengelasan, yakni minimum terdiri dari:

1) Mesin Las

Sistem pembangkit tenaga pada mesin MIG (Metal Inert


Gas) pada prinsipnya adalah sama dengan mesin SMAW yang dibagi
dalam 2 golongan, yaitu : Mesin las arus bolak balik (Alternating
Current / AC Welding Machine) dan Mesin las arus searah (Direct
Current/DC Welding Machine), namun sesuai dengan tuntutan
pekerjaan dan jenis bahan yang di las yang kebanyakan adalah jenis
baja, maka secara luas proses pengelasan dengan MIG ( metal inert
gas ) adalah menggunakan mesin las DC. Adapun gambar rangkaian
perlengkapan mesin las adalah sebagai berikut:

Gambar 2.11 Rangkaian mesin las MIG


(staff.uny.ac.id/sites/default/files/MIG.pdf.)

Mesin las MIG merupakan mesin las DC, umumnya


berkemampuan sampai 250 amper. Dilengkapi dengan sistem kontrol,
penggulung kawat gas pelindung, sistem pendingin dan rangkaian
lain. Sumber tenaga untuk Las MIG (Metal Inert Gas) merupakan

16
mesin las bertegangan konstan. Tenaga yang dikeluarkan dapat
berubah-ubah sendiri sesuai dengan panjang busur. Panjang busur
adalah jarak antara ujung elektroda ke benda kerja. Panjang busur ini
bisa distel. Bila busur berubah menjadi lebih pendek dari setelan
semula, maka arus bertambah dan kecepatan kawat berkurang.
Sehingga panjang busur kembali semula. Sebaliknya bila busur
berubah menjadi lebih panjang, arus berkurang, kecepatan kawat
elektroda bertambah. Dengan sistem otomatis seperti ini, yaitu mesin
yang mengatur sendiri, maka panjang busur akan konstan dan hasil
pengelasan akan tetap baik. Adapun contoh gambar mesin las mig
sesuai keterangan diatas adalah sebagai berikut:

Gambar 2.12 Mesin Las MIG (staff.uny.ac.id/sites/default/files/MIG.pdf.)

Umumnya mesin las arus searah (DC) mendapatkan sumber


tenaga listrik dari trafo las (AC) yang kemudian diubah menjadi arus
searah dengan voltage yang konstan (constant-voltage). Pemasangan
kabel-kabel las (pengkutuban) pada mesin las arus searah dapat
diatur/dibolak-balik sesuai dengan keperluan pengelasan, ialah dengan
cara:

17
a) Pengkutuban langsung (Direct Current Straight
Polarity/DCSP/DCEN) Dengan pengkutuban langsung berarti
kutub positif (+) mesin las dihubungkan dengan benda kerja dan
kutub negatif (-) dihubungkan dengan kabel elektroda. Dengan
hubungan seperti ini panas pengelasan yang terjadi 1/3 bagian
panas memanaskan elektroda sedangkan 2/3 bagian memanaskan
benda kerja.
b) Pengkutuban terbalik (Direct Current Reverce Polarity /DCRP/
DCEP) Pada pengkutuban terbalik, kutub negatif (-) mesin las
dihubungkan dengan benda kerja, dan kutub positif (+)
dihubungkan dengan elektroda. Pada hubungan semacam ini panas
pengelasan yang terjadi 1/3 bagian panas memanaskan benda kerja
dan 2/3 bagian memanaskan elektroda. (UNY)
2) Unit pengonntrol kawat elektroda (wire feeder)

Fungsi Alat pengontrol kawat elektroda (wire feeder unit)


adalah alat/perlengkapan utama pada pengelasan dengan MIG
(Metal Inert Gas ). Alat ini biasanya tidak menyatu dengan mesin
las, tapi merupakan bagian yang terpisah dan ditempatkan
berdekatan dengan pengelasan fungsinya adalah sebagai berikut:
a) Menempatkan kawat las elektroda
b) Menempatkan kabel las (termasuk welding gun dan nozzle) dan
sistem saluran gas pelindung.
c) Mengatur pemakaian kawat elektroda (sebagian tipe mesin, unit
pengontrolnya terpisah dengan wire feeder unit)
d) Mempermudah proses/penanganan pengelasan, dimana wire
feeder tersebut dapat dipindah – pindah sesuai kebutuhan.

18
Gambar 2.13 Bagian - bagian utama wire feeder
(staff.uny.ac.id/sites/default/files/MIG.pdf.)

Pada dasarnya terdapat tigas jenis wire feeder, yaitu jenis


dorong, jenis tarik, jenis dorong – tarik. Perbedaannya adalah dari
cara menggerakan elektroda dari spool ke tourch. Kecepatan dari
wire feeder dapat diatur mulai dari 1 hingga 22 m/menit pada
mesin las MIG (Metal Inert Gas) performa tinggi, kecepatanya
dapat mencapai 30 m/menit. Adapun contoh gambar wire feeder
dapat dilihat dalam gambar dibawah ini.

Gambar 2.14 Wire feeder jenis Tarik


(staff.uny.ac.id/sites/default/files/MIG.pdf.)

Untuk jenis rolnya wirefeeder dibagi dalam dua jenis yaitu


sistem 2 (dua) rol dan sistem 4 (empat) rol. Sedangkan menurut

19
bidang kontaknya rol dari wirefeeder dapat dibagi menjadi jenis
trapesium halus, jenis setengah lingkaran halus, dan jenis setengah
lingkaran kasar. (UNY)
3) Welding Gun

Gambar 2.15 Welding gun las MIG (staff.uny.ac.id/sites/default/files/MIG.pdf.)

4) Kabel Las dan Kabel Kontrol


Pada mesin las terdapat kabel primer (primary
powercable) dan kabel sekunder atau kabel las (welding cable).
Kabel primer ialah kabel yang menghubungkan antara sumber
tenaga dengan mesin las. Jumlah kawat inti pada kabel primer
disesuaikan dengan jumlah phasa mesin las ditambah satu kawat
sebagai hubungan pentanahan dari mesin las. Kabel sekunder ialah
kabel-kabel yang dipakai untuk keperluan mengelas, terdiri dari
kabel yang dihubungkan dengan tang las dan benda kerja serta
kabel - kabel kontrol.
Inti Penggunaan kabel pada mesin las hendaknya
disesuaikan dengan kapasitas arus maksimum dari pada mesin las.
Makin kecil diameter kabel atau makin panjang ukuran kabel,
maka tahanan/hambatan kabel akan naik, sebaliknya makin besar
diameter kabel dan makin pendek maka hambatan akan rendah.
Pada ujung kabel las biasanya dipasang sepatu kabel untuk

20
pengikatan kabel pada terminal mesin las dan pada penjepit
elektroda maupun pada penjepit masa. (UNY)
5) Regulator Gas Pelindung
Fungsi utama dari regulator adalah untuk mengatur
pemakaian gas. Untuk pemakaian gas pelindung dalam waktu yang
relatif lama, terutama gas CO2 diperlukan pemanas (heater-
vaporizer) yang dipasang antara silinder gas dan regulator. Hal ini
diperlukan agar gas pelindung tersebut tidak membeku yang
berakibat terganggunya aliran gas. (UNY)

Gambar 2.16 Cylinder dan regulator gas pelindung


(staff.uny.ac.id/sites/default/files/MIG.pdf.)

6) Pipa Kontak
Pipa pengarah elektroda biasa juga disebut pipa kontak. Pipa
kontak terbuat dari tembaga, dan berfungsi untuk membawa arus
listrik ke elektroda yang bergerak dan mengarahkan elektroda tersebut
ke daerah kerja pengelasan. Torch dihubungkan dengan sumber listrik
pada mesin las dengan menggunakan kabel. Karena elektroda harus
dapat bergerak dengan bebas dan melakukan kontak listrik dengan
baik, maka besarnya diameter lubang dari pipa kontak sangat
berpengaruh. Adapun gambar dari pipa kontak dapat dilihat dalam
gambar dibawah ini. (UNY)

21
Gambar 2.17 Bentuk - bentuk pipa kontak
(staff.uny.ac.id/sites/default/files/MIG.pdf.)

7) Nozzle Gas Pelindung


Nozzle gas pelindung akan mengarahkan jaket gas
pelindung kepada daerah las. Nozzle yang besar digunakan untuk
proses pengelasan dengan arus listrik yan tinggi. Nozzle yang lebih
kecil digunakan untuk pengelasan dengan arus listrik yan lebih
kecil. Adapun gambar dari pipa kontak dapat dilihat dalam gambar
dibawah ini. (UNY)

Gambar 2.18 Nozzle gas pelindung (staff.uny.ac.id/sites/default/files/MIG.pdf.)

2.6.3 Peralatan Bantu Las MIG (Metal Inert Gas)


Berikut beberapa alat bantu las MIG:

1) Sikat baja

22
Untuk membersihkan hasil las, yaitu pengaruh oksidasi
udara luar sehingga rigi - rigi las benar - benar dari kotoran, selain
itu digunakan untuk membersihkan bidang benda kerja sebelum
dilas.

Gambar 2.19 Sikat Baja (staff.uny.ac.id/sites/default/files/MIG.pdf.)

2) Smith Tang/tang panas


Untuk memegang benda kerja yang panas dipergunakan
smith tang atau tang panas penjepit dengan macam-macam bentuk,
seperti bentuk moncong rata, moncong ulat, moncong serigala dan
moncong kombinasi. (UNY)

Gambar 2.20 Smith tang (staff.uny.ac.id/sites/default/files/MIG.pdf.)

3) Tang pemotong kawat


Pada kondisi tertentu, terutama setiap akan memulai
pengelasan kawat elektroda perlu dipotong untuk memperoleh

23
panjang yang ideal. Untuk itu diperlukan tang pemotong kawat.
(UNY)

Gambar 2.21 Tang pemotong kawat


(staff.uny.ac.id/sites/default/files/MIG.pdf.)

4) Palu
Setelah proses pengelasan biasanya benda kerja
mengalami kerusakan atau cacat pengelasan. Untuk itu dugunakan
palu untuk membantu proses pembersihan benda kerja akibat cacat
las. (UNY)

Gambar 2.22 Palu las (staff.uny.ac.id/sites/default/files/MIG.pdf.)

2.7 Jenis – Jenis Gas Pelindung Untuk Las MIG

Gas-gas pelindung untuk MIG (Metal Inert Gas) adalah pelindung


untuk mempertahankan atau menjaga stabilitas busur dan perlindungan

24
cairan logam las dari kontaminasi selama pengelasan, terutama dari atmosfir
dan pengotoran daerah las. Fungsi utama gas pelindung adalah untuk
membentuk sekeliling daerah pengelasan dengan media pelindung yang
tidak bereaksi dengan daerah las tersebut. Sedangkan fungsi utama dari gas
lindung adalah mengusir udara di sekitar busur dan kolam las agar tidak
bersinggungan dengan cairan metal untuk mencegah terjadinya proses
oksidasi metal tersebut oleh oksigen dalam udara. Berikut jenis – jenis gas
pelindung:
1) Gas Argon
Argon adalah jenis gas pelindung yang digunakan secara sendiri
atau dicampur dengan gas lainnya untuk mencapai karakteristik busur
yang diinginkan pada pross pengelasan logam fero maupun non-fero.
Hampir semua proses pengelasan MIG dapat menggunakan gas argon
atau campuran gas argon untuk mendapatkan mampu las, properti
mekanik, karakteristik busur dan produktifitas yang baik. Gas argon
digunakan secara sendiri tanpa campuran untuk proses pengelasan logam
non-fero, seperti aluminium, paduan nikel, paduan tembaga, dan lainnya.
Gas argon dapat menghasilkan stabilitas busur yang baik pada
pengelasan busur spray, dan menghasilkan penetrasi serta bentuk bead
weld yang baik. Ketika menggunakan logam fero, gas argon biasanya
dicampur dengan gas lainnya sperti oksigen, dan helium. Potensi ionisasi
yang rendah dari gas argon, menghasilkan kestabilan busur yang
superior. (UNY)
2) Gas Helium
Gas helium adalah gas pelindung yang digunakan untuk aplikasi
pengelasan yang membutuhkan masukan panas (heat input) yang lebih
besar untuk meingkatkan penetrasi yang dalam dan kecepatan pengelasan
yang lebih cepat. Gas ini lebih mahal dibandingkan gas argon sehingga
jarang digunakan pada pengelasan industri. (Sufa, 2016)
3) Gas Karbondioksida (CO2)

25
Gas karbondioksida (CO2) adalah gas yang umunya digunakan
untuk pengelasan logam ferro. Kelebihan gas ini adalah kecepatan
pengelasan yang lebih cepat dan penetrasi yang dalam. (Sufa, 2016)

2.8 Jenis Sambungan dan Posisi Pengelasan 1G

2.8.1 Jenis Sambungan


Penyambungan dalam pengelasan diperlukan untuk
meneruskan beban dan tegangan diantara bagian – bagian yang
disambung. Karena meneruskan beban, maka bagian sambungan juga
akan menerima beban. Oleh karenanya, bagian sambungan paling
tidak memiliki kekuatan yang sama dengan bagian yang disambung.
(Sonawan, 2004)

Gambar 2.23 Berbagai jenis sambungan las (Althouse, A.D., dkk; Modern Welding
ed. 11)

26
Untuk dapat menyambung dua komponen logam diperlukan
berbagai jenis sambungan. Pada sambungan inilah nantinya logam
tambahan diberikan, sehingga terdapat kesatuan antara komponen –
komponen yang disambung. Jenis sambungan yang dimaksud adalah:
1) Sambungan Temu (Butt Joint)
Butt joint digunakan ketika bagian – bagian bergabung
dengan tepi ke tepi. Contoh umum butt joint adalah pelat deck
pada pipa-pipa minyak kapal. Keduanya dirakit dari ujung ke
ujung. Ada berbagai konfigurasi butt joint, tergantung bagaimana
ujung potongan yang disatukan dipersiapkan. Untuk kualitas
lasan yang akan dihasilkan tepi logam dasar sering memerlukan
persiapan khusus sebelum mengelas. (Althouse, 2013: 45)
2) Sambungan T (Tee Joint / Fillet Joint)
3) Sambungan Sudut (Corner Joint)
4) Sambungan Saling Tumpang (Lap Joint)
5) Sambungan Sisi (Edge Joint)
Pemilihan jenis sambungan terutama didasarkan pada
ketebalan pelat yang dilas. Dalam pengelasan, ada yang disebut
pelat tipis dan pelat tebal. Menurut AWS Code (American
Welding Society) disebut tipis apabila ketebalnya kurang dari 1 in
(= 25,4 mm) dan disebut tebal jika ketenalnya lebih dari 1 in.
Seperti telah disebutkan diatas, pemilihan jenis sambungan
terutama didasarkan pada ketebalan pelat yang akan dilas.
Mungkin saja dalam pemilihan sambungan ini terdapat lebih dari
dua sambungan yang memenuhi persyaratan ketebalan pelat. Jika
hal itu terjadi maka harus dipilih kembali salah satu dari jenis
sambungan yang ada. (Sonawan, 2004)

2.8.2 Posisi Pengelasan 1G


Untuk posisi pengelasan ada beberapa macam. Untuk
sambungan groove pada pelat antara lain flat (1G), horizontal (2G),
vertical (3G), dan overhead (4G). Sedangkan untuk sambungan

27
groove pada pipa yaitu 1G (diputar), 2G, 5G, 6G (sudut 45o). Untuk
sambungan fillet (T- joint) sendiri antara lain 1F, 2F, 3F, dan 4F.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini. (Sufa,
2016)

Gambar 2. 24 Weld joints and welding positions (Althouse, A.D., dkk; Modern
Welding ed. 11)

Pengelasan 1G merupakan pengelasan yang paling mudah


dilakukan dengan tingkat kesulitan yang rendah. Dengan posisi
pengelasan 1G akan lebih cepat proses pengelasanya. Posisi
pengelasan 1G menunjukan untuk pengelasan tumpul (Butt Joint).
Posisi benda kerja berada dibidang datar dengan proses pengelasan
dibawah tangan.

28
BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Proses pengerjaan Tugas Akhir ini dapat di gambarkan seperti pada


flowchart berikut:

Mulai

Identifikasi Masalah

Studi Literatur

Pengamatan

Persiapan Material

Proses pengelasan dengan Proses pengelasan dengan


blower hembus blower hisap

Uji Penetran

Analisa data dan Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.1 Flow chart pengerjaan tugas akhir.

29
3.1 Identifikasi Masalah
Pada tahap ini dilakukan identifikasi beberapa permasalahan yang
di dapat saat melakukan pengamatan dan pemikiran sehingga bisa dilakukan
sebuah penelitian. Di tahap ini juga dilakukan penetapan tujuan tentang apa
yang ingin dicapai dan manfaat bagi pihak terkait serta bagi penelitian
selanjutnya. Tahap – tahap ini merupakan dasar apa yang dilakukan selama
penelitian.

Pada proses penyusunan penelitian ini menggunakan metode


eksperimen, penelitian ini diperlukan langkah – langkah sistematis dan
untuk mecari hubungan sebab akibat di antara dua faktor yang berpengaruh
dan terarah sehingga menghasilkan penelitian yang tepat sasaran sesuai
dengan rumusan masalah, dan tujuan penelitian.

3.2 Studi Literatur


Studi literatur meliputi pengumpulan sumber – sumber referensi
dan data yang dijadikan dasar untuk pembuatan spesimen, pengujian serta
penyelesain laporan tugas akhir, laporan penelitian, beberapa referensi yang
berhubungan dengan objek yang akan dibahas serta sumber – sumber
lainnya.

3.3 Pengamatan
Setelah melakukan studi literatur, langkah selanjutnya adalah
pengamatan – pengamatan yang dimaksud adalah pengamatan tentang
material aluminium yang akan di las menggunakan las MIG (Metal Inert
Gas) untuk mengetahui defect pengelasan dengan cara uji material dengan
uji penetran, tipe material yang digunakan yaitu aluminium 5083. Sehingga
dalam pengamatan ini dapat mempermudah proses pengalasan GMAW
(Gas Metal Arc Welding) yang dilakukan beberapa variasi pengelasan.
Kecepatan angin yang didapat berasal dari blower dengan variasi angin
hembus dan angin hisap.

30
3.4 Persiapan Material
Didalam proses penelitian ini, langkah awal yang harus dilalui
adalah proses mempersiapkan material dan pemotongan material pelat
aluminium 5083 agar sesuai ukuran yang direncanakan.

Gambar 3.2 Pemotongan material (Dokumentasi pribadi)

Untuk asal material pelat aluminium 5083 ini didapat dari PT.
Surabaya Marine. Dari pelat utama ini, dilakukan pemotongan oleh PT.
Surabaya Marine ukuran panjang, lebar, dan tebal adalah 300 mm x 150 mm
x 5 mm. Karena proses pemotongan material yang didapat dari PT.
Surabaya Marine dilakukan dengan mesin Plasma cutting. Peralatan yang
digunakan sebagai berikut:

1) Sketchmath
2) Meteran
3) Plasma Cutting

Setelah melakukan pemotongan maka bisa dilanjutkan dengan


penggerindaan permukaan material untuk menghilangkan lapisan oksida
pada permukaan material aluminium 5083. Jenis batu gerinda yang

31
digunakan untuk penggerindaan permukaan material aluminium 5083 yaitu
flap disk.

Gambar 3.3 Penggerindaan material (Dokuementasi pribadi)

Selanjutnya adalah proses beveling menurut WPS, untuk pelat


Aluminium 5083 dengan ketebalan 5 mm harus diberi bevel (kampuh las)
sebelum dilas dengan sudut 300. Proses beveling menggunakan gerinda.

3.5 Metode Pengelasan Material


Pengelasan harus terlebih dahulu dibuat suatu prosesdur
pengelasan. Prosedur pengelasan ini biasa disebut WPS (Welding Procedure
Specification). WPS memuat hal - hal umum menganai data, dimensi, dan
parameter las agar welder mempunyai pedoman dan rambu – rambu
sehingga las dapat memenuhi standar yang berlaku baik antara teori dan
lapangan dan proses pengelasan merupakan proses yang paling penting yang
menentukan variable parameter – parameter yang dimasukkan.

3.5.1 Peralatan Yang Digunakan Untuk Proses Pengelasan


1) Mesin Las GMAW (Gas Metal Arc Welding)

32
Gambar 3.4 Mesin las MIG (Dokumentasi pribadi)

2) Meja kerja las untuk menaruh dan memproses benda kerja material.
3) Aluminium welding wire MIG; NOVO5183; BATCH; 52674
dengan ukuran diameter 1,2 mm.

Gambar 3.5 Aluminium weding wire (Dokumentasi pribadi)

33
4) Tang penjepit untuk memegang material saat dilas
5) Sikat baja dan gerinda listrik dengan tebal mata gerinda 3 mm dan
mata gerinda berupa flap disc untuk membersihkan kotoran atau
kerak hasil las maupun percikan las.
6) Sarung tangan untuk melindungi tangan dari panas dan percikan
api.
7) Topeng las untuk melindungi mata dari percikan api dan silau
cahaya.

Gambar 3.6 Topeng las (Dokumentasi pribadi)

8) Kipas blower untuk menghilangkan asap hasil pengelasan agar


tidak terhirup.

34
Gambar 3.7 Kipas blower (Dokumentasi pribadi)

9) Baju kerja las untuk melindungi tubuh dari percikan api las.
10) Masker koken agar asap las tidak terhirup welder.

3.6 Proses Pengelasan


Merupakan proses yang menentukan variable parameter –
parameter yang dimasukkan. Untuk parameter ini dilaksanakan dengan tetap
mengacu pada standar yang telah dibuat dalam WPS yang ada. Pengelasan
yang di lakukan ialah menggunakan flow standart (15 bar) dan pengelasan
yang di lakukan sebagai berikut.

Gambar 3.8 Proses pengelasan material Aluminium 5083 (Dokumentasi pribadi)

35
3.6.1 Pengelasan Dengan Kecepatan Hembusan Angin
Pengelasan ini dilakukan pada kecepatan hembusan udara
blower dengan pengelasan MIG (Metal Inert Gas). Dengan mengatur
jarak blower untuk memperoleh variasi kecepatan hembusan udara
blower. Pengelasan ini menggunakan flow argon standart 15 bar.

Gambar 3.9 Flow Argon 15 bar (Dokumentasi pribadi)

1) Variasi jarak blower 6 m


Dengan jarak blower terhadap area pengelasan 6 m maka
kecepatan angin yang ditimbulkan sebesar 1.6 m/s.

Gambar 3. 10 Anemometer (Dokumentasi pribadi)

36
Gambar 3.11 Proses pengelasan (Dokumentasi pribadi)

2) Variasi jarak blower 7 m


Dengan jarak blower terhadap area pengelasan 7 m maka
kecepatan angin yang ditimbulkan sebesar 1.1 m/s.

Gambar 3.12 Anemometer (Dokumentasi pribadi)

37
Gambar 3.13 Proses pengelasan (Dokumentasi pribadi)

3.6.2 Pengelasan Dengan Kecepatan Angin Hisap


Pengelasan Ini dilakukan pada kecepatan hembusan angin
blower dengan pengelasan MIG (Metal Inert Gas). Dengan mengatur
jarak blower untuk memeperoleh variasi kecepatan hisapan angin
blower.

1) Variasi jarak blower 30 cm


Dengan jarak blower terhadap area pengelasan 30 cm
maka kecepatan angin yang ditimbulkan sebesar 0.7 m/s.

Gambar 3.14 Anemometer (Dokumentasi pribadi).

38
Gambar 3.15 Proses pengelasan (Dokumentasi pribadi)

2) Variasi jarak blower 1 m


Dengan jarak blower terhadap area pengelasan 1 m maka
kecepatan angin yang ditimbulkan tidak terdeksi oleh anemometer.

Gambar 3.16 Proses pengelasan (Dokumentasi pribadi)

Setelah pengelasan selesai, dilakukan pembersihan


percikan las (spetter) yang mengenai permukaan material dengan
menggunakan flap disc. Pemilihan flap disc dari gerinda adalah
agar pelat tidak mengalami luka atau cacat dan hasil yang dicapai
dapat lebih halus.

39
3.7 Melihat Defect Visual Pengelasan MIG Dengan Proses Uji Penetran
Selanjutnya pada tahap ini dilakukan pengecekan dengan
menggunakan uji penetran, diharapkan agar pada potongan sepesimen uji
yang ditentukan tidak terdapat defect pengelasan yang dapat mempengaruhi
kekuatan dari pengujian spesimen tersebut. Berikut ini adalah alat – alat uji
penetran:

3.7.1 Persiapan Alat


1) 1 Kaleng cairan Cleaner.
2) 1 Kaleng cairan Developer.
Mempersiapkan Liquid Developer (cairan pengembang) yang
berfungsi sebagai cairan penarik pada cacat.
3) 1 kaleng Liquid Penetrant
Mempersiapkan Liquid Penetrant yang berfungsi sebagai cairan
penembus cacat.

Gambar 3.17 Cairan uji penetran (Dokumentasi pribadi)

4) Light meter, untuk mengetahui intesitas cahaya minimal 100fc


5) Kain lap / majun

3.7.2 Proses Melihat Defect Visual Dengan Uji Penetran


1) Pembersihan awal (Precleaning)

40
Permukaan bahan uji harus bersih dari cat, kotoran, kerak,
pernis, minyak, tambalan, pelumas, oskida, lilin, karat, cairan
pemesinan, dan sisa dari inspeksi penetran sebelumnya.
2) Penggunaan cairan penetran
Setelah permukaan telah dibersihkan dengan cleaner lalu
dikeringkan dan kemudian bahan penetran disemprotkan dibagian
yang sama. Setelah penggunaan penetran, maka dibutuhkan waktu
beberapa saat agar cairan penetran benar-benar meresap ke dalam
cacat. Waktu yang dibutuhkan ± 15 menit agar dapat meresap ke
pori-pori logam las yang cacat.
3) Menghilangkan sisa penetran
Kelebihan sisa penetran yang ada dipermukaan benda uji
haruslah dihilangkan sampai sekecil mungkin dengan
menggunakan lap kain, dengan dilembabkan dengan cairan cleaner
kemudian dilap dengan menggunakan cleaner lagi sampai bersih
dalam pengelapan 1 arah.
4) Penggunaan zat pengembang (developer)
Untuk menarik cairan penetran agar muncul ke permukaan
digunakan cairan pengembang. Yaitu semprotkan cairan developer
dipermukaan plat yang sama dengan merata, tunggu ± 15 menit
sampai permukaan plat yang disemprotkan kering maka jika pada
permukaan pengelasan terdapat defect visual akan terlihat titik
merah yang berasal dari cairan penetran yang mengendap sesuai
dengan diameter lubangnya.

3.8 Analisa Data dan Kesimpulan


Analisa hasil dan penarikan kesimpulan dilakukan untuk
membahas hasil dari pengolahan data yaitu berupa hasil dari perbandingan
jarak blower dengan tempat pengelasan untuk mengetahui defect pengelasan
yang timbul pada material aluminium 5083.

41
Halaman ini sengaja di kosongkan.

42
BAB 4

ANALISA DATA

4.1 Analisa Hasil Uji Penetran (penetrant test)


Proses pengujian penetran NDT (NonDestructive Test) adalah
salah satu teknik pengujian material tanpa harus merusak material yang
akan diuji. Pengujian dapat mendeteksi cacat - cacat dini seperti surface
crack (crack yang terjadi pada permukaan) tanpa menunggu material cacat
terlebih dahulu.
Berdasarkan prinsip kapilaritas cairan penetran akan masuk
kedalam diskontinuitas di permukaan. Cairan yang tertinggal didalam
diskontinuitas akan ditarik oleh developer. Penetran dapat diterapkan dalam
berbagai cara dengan cara dicelupkan, disemprotkan atau disiram. Setelah
penetran diterpakan maka didiamkan terlebih dahulu, biarkan penetran
merembes, setelah waktu penetrasi yang cukup, sisa penetran dapat
dibersihkan dengan kain majun dan cairan cleaner dengan cara dilap,
kemudian mengaplikasikan cairan developer. Developer berfungsi sebagai
penarik cairan penetran dari dalam cacat indikasi pada permukaan. Analisa
hasil uji penetran pada berbagai variasi kecepatan udara blower (Kecepatan
angin blower dengan dihembuskan dan kecepatan udara blower dengan
dihisap) yang telah diujii.
Tahap analisa dan kesimpulan merupakan tahap untuk menganalisa
data – data yag didapatkan dari kegiatan – kegiatan dan pengujian yang
sudah dilakukan. Data yang sudah dianalisa dapat ditarik kesimpulan untuk
kemudian digunakan sebagai penyususan laporan. Pada tahap ini analisa
dan kesimpulan berdasarkan kriteria penerimaan pengujian menurut standart
ASME SEC VIII DI dengan pengukuran tiap titik pada cacat yang ada.
Menurut ASME SEC VIII DI, indikasi linear adalah indikasi-
indikasi yang memiliki panjang lebih besar dari tiga kali lebarnya (P > 3L)

43
sedangkan indikasi rounded adalah indikasi-indikasi yang bentuknya bundar
atau elips dengan panjang kurang dari atau sama dengan tiga kali lebarnya
(P ≤ 3L). Spesimen uji dikatakan accepted dimana hasil pengujian penetran
harus terbebas dari hal-hal berikut:
1. Linear indication yang relevan. (>1.6 mm). Indikasi relevan adalah
indikasi yang diakibatkan oleh diskontinuitas yang membuka ke
permukaan yang ukuran terbesarnya > 1.6 mm.
2. Rounded indication memiliki panjang lebih besar dari 4.8 mm.
3. Memiliki empat atau lebih lubang dengan jarak 1.6 mm.
Pada kriteria ASME SEC VIII DIV I diatas, ketentuan kelulusan diukur
setiap cacat yang ada, apabila salah satu cacat memiliki ukuran diluar
kriteria maka dikatakan rejected.

4.1.1 Analisa Hasil Uji Penetran Variasi A


Variasi ini dilakukan proses pengelasan MIG pada posisi
1G dengan jarak hembusan blower 6 m pada kecepatan 1.6 m/s,
sehingga didapatkan hasil uji penetran seperti Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Hasil uji penetran variasi blower dihembuskan jarak 6 m


(Dokumentasi pribadi)

44
Dari hasil uji penetran tersebut, didapatkan hasil pengujian
dengan mengacu pada ASME SEC VIII DI, pengukuran dilakukan
tiap titik pada cacat yang ada. Hasil uji penetran variasi kecepatan
angin hembusan 1.6 m/s tertera seperti pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil uji penetran variasi blower dihembuskan jarak 6 m.

Ukuran cacat
Area of Type of Result
No. (mm)
interest Defect
Panjang Lebar Accepted Reject

1. Weld part 1 1 Rounded ✓

2. Weld part 1 1 Rounded ✓

3. Weld part 3.1 1 Linear ✓

4. Weld part 2.2 2 Rounded ✓

5. Weld part 2 2 Rounded ✓

6. Weld part 1.5 1.5 Rounded ✓

7. Weld part 1 1 Rounded ✓

8. Weld part 1 1 Rounded ✓

9. Weld part 1.2 1.2 Rounded ✓

10. Weld part 1.1 1.1 Rounded ✓

11. Weld part 2 1 Rounded ✓

12. Weld part 1 1 Rounded ✓

13. Weld part 1 1 Rounded ✓

14. Weld part 1 1 Rounded ✓

15. Weld part 3.2 1 Linear ✓

16. Weld part 1.5 1.2 Rounded ✓

45
17. Weld part 1.5 1.2 Rounded ✓

18. Weld part 1.5 1.2 Rounded ✓

19. Weld part 2 2 Rounded ✓

20. Weld part 2 1 Rounded ✓

21. Weld part 3 1.5 Rounded ✓

22. Weld part 1 1.2 Rounded ✓

23 Weld part 1 1.2 Rounded ✓

24. Weld part 4 1 Linear ✓

25. Weld part 4 3 Rounded ✓

Rata - rata 1.79 1.29 - - -

Pada variasi kecepatan angin hembusan 1.6 m/s setelah


dilakukan uji penetran terdapat 22 cacat rounded accepted dan 3
cacat linear rejected, dengan ukuran cacat rounded terkecil 1 mm
(panjang) x 1 mm (lebar) dan ukuran cacat rounded terbesar 4 mm
(panjang) x 3 mm (lebar) sedangkan untuk ukuran cacat linear
terkecil 3.1 mm (panjang) x 1 mm (lebar) dan ukuran cacat linear
terbesar 4 mm (panjang) x 1 mm (lebar). Jadi dapat dilihat dari
hasil uji penetran pada tabel 4.1 bahwa pada variasi kecepatan
angin hembusan 1.6 m/s tidak memenuhi kriteria uji kelulusan
karena terdapat 3 indikasi cacat linear rejected dengan ukuran
diluar kriteria kelulusan menurut ASME SEC VIII DI.

4.1.2 Analisa Hasil Uji Penetran Variasi B


Pada variasi ini dilakukan proses pengelasan MIG dengan
posisi pengelasan 1G, jarak hembusan blower 7 m pada kecepatan
1.1 m/s, sehingga didapatkan hasil uji penetran seperti Gambar 4.2.

46
Gambar 4.2 Hasil uji penetran variasi blower dihembuskan jarak 7 m
(Dokumentasi pribadi)

Dari hasil uji penetran tersebut, didapatkan hasil pengujian


dengan mengacu pada ASME SEC VIII DI, pengukuran dilakukan
tiap titik pada cacat yang ada. Berikut hasil uji penetran variasi
kecepatan angin hembusan 1.1 m/s seperti pada Tabel 4.2.

47
Tabel 4.2 Hasil uji penetran variasi blower dihembuskan jarak 7 m.

Ukuran cacat
Area of Type of Result
No (mm)
interest Defect
Panjang Lebar Accepted Reject

1. Weld part 2 2 Rounded ✓

2. Weld part 1.5 1.5 Rounded ✓

3. Weld part 2 1.5 Rounded ✓

4. Weld part 3 2 Rounded ✓

5. Weld part 1 1.2 Rounded ✓

6. Weld part 2 2 Rounded ✓

7. Weld part 1.2 1 Rounded ✓

8. Weld part 1 1 Rounded ✓

9. Weld part 1 1 Rounded ✓

10. Weld part 2 2.5 Rounded ✓

11. Weld part 2 1 Rounded ✓

12. Weld part 1 1 Rounded ✓

13. Weld part 1 1 Rounded ✓

14 Weld part 1 1 Rounded ✓

15 Weld part 1 1 Rounded ✓

16 Weld part 1 1 Rounded ✓

Rata - rata 1.48 1.36 - - -

Pada variasi kecepatan angin hembusan 1.1 m/s setelah


dilakukan uji penetran terdapat 16 cacat rounded accepted dengan
ukuran cacat rounded terkecil 1 mm (panjang) x 1 mm (lebar) dan

48
ukuran cacat rounded terbesar 3 mm (panjang) x 2 mm (lebar).
Jadi dapat dilihat dari hasil uji penetran pada tabel 4.2 bahwa pada
varias kecepatan angin hembusan 1.1 m/s memenuhi kriteria karena
cacat rounded yang ada masih memenuhi kriteria ukuran menurut
ASME SEC VIII DI.

4.1.3 Analisa Hasil Uji Penetran Variasi C


Pada variasi ini dilakukan proses pengelasan MIG dengan
posisi pengelasan 1G, jarak hisapan blower 30 cm pada kecepatan
0.7 m/s, sehingga didapatkan hasil uji penetran seperti Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Hasil uji penetran variasi blower hisap jarak 30 cm (Dokumentasi
pribadi)

Dari hasil uji penetran tersebut, didapatkan hasil pengujian


dengan mengacu pada ASME SEC VIII DI dengan pengukuran tiap
titik pada cacat yang ada. Berikut hasil uji penetran variasi
kecepatan angin hembusan 0.7 m/s seperti pada Tabel 4.3.

49
Tabel 4.3 Hasil uji penetran variasi blower hisap jarak 30 cm.

Ukuran cacat
Area of Type of Result
No. (mm)
interest Defect
Panjang Lebar Accepted Reject

1. Weld part 3 2 Rounded ✓

2. Weld part 1 1 Rounded ✓

3. Weld part 1.1 1.2 Rounded ✓

4. Weld part 1.1 1.2 Rounded ✓

5. Weld part 8 2 Linear ✓

6. Weld part 1 1 Rounded ✓

7. Weld part 2 1.5 Rounded ✓

8. Weld part 2 1.5 Rounded ✓

9. Weld part 1 1 Rounded ✓

10. Weld part 1 1 Rounded ✓

11. Weld part 1 1 Rounded ✓

12. Weld part 2 2.2 Rounded ✓

13. Weld part 2 2.2 Rounded ✓

Rata - rata 2.02 1.45 - - -

Pada variasi kecepatan angin hisap 0.7 m/s setelah


dilakukan uji penetran terdapat 12 cacat rounded accepted dan 1
cacat linear rejected, dengan ukuran cacat rounded terkecil 1 mm
(panjang) x 1 mm (lebar) dan ukuran cacat rounded terbesar 3 mm
(panjang) x 3 mm (lebar) sedangkan untuk ukuran cacat linear 8
mm (panjang) x 2 mm (lebar). Jadi dapat dilihat dari hasil uji
penetran pada tabel 4.3 bahwa pada variasi kecepatan angin hisap
0.7 m/s tidak memenuhi kriteria uji kelulusan karena terdapat 1

50
indikasi cacat linear rejected dengan ukuran diluar kriteria
kelulusan menurut ASME SEC VIII DI.

4.1.4 Analisa Hasil Uji Penetran Variasi D


Pada variasi ini dilakukan proses pengelasan MIG dengan
posisi pengelasan 1G, jarak hisapan blower 1 m pada kecepatan 0.0
m/s atau tidak terdeteksi oleh anemometer, sehingga didapatkan
hasil uji penetran seperti Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Hasil uji penetran variasi blower hisap jarak 1 m (Dokumentasi
pribadi)

Dari hasil uji penetran tersebut, didapatkan hasil pengujian


dengan mengacu pada ASME SEC VIII DI dengan pengukuran tiap
titik pada cacat yang ada. Berikut hasil uji penetran variasi
kecepatan angin hisap 0.0 m/s atau tidak terdeteksi oleh
anemometer seperti pada Tabel 4.4.

51
Tabel 4.4 Hasil uji penetran variasi blower hisap jarak 1 m.

Ukuran cacat
Area of Type of Result
No. (mm)
interest Defect
Panjang Lebar Accepted Reject

1. Weld part 1 1 Rounded ✓

2. Weld part 3 2 Rounded ✓

3. Weld part 1.5 1.5 Rounded ✓

4. Weld part 3.5 2.5 Rounded ✓

5. Weld part 2 1.5 Rounded ✓

6. Weld part 2 1.5 Rounded ✓

7. Weld part 1.2 1.2 Rounded ✓

8. Weld part 3 1.5 Rounded ✓

9. Weld part 1.2 1.5 Rounded ✓

Rata - rata 2.04 1.58

Pada variasi kecepatan angin hisap 0.0 m/s setelah


dilakukan uji penetran terdapat 9 cacat rounded accepted dengan
ukuran cacat rounded terkecil 1 mm (panjang) x 1 mm (lebar) dan
ukuran cacat rounded terbesar 3.5 mm (panjang) x 25 mm (lebar).
Jadi dapat dilihat dari hasil uji penetran pada tabel 4.4 bahwa pada
varias kecepatan angin hisap 0.0 m/s memenuhi kriteria karena
cacat rounded yang ada masih memenuhi kriteria ukuran menurut
ASME SEC VIII DI.

52
4.2 Perbandingan Hasil Uji Penetran (penetrant test)
Setelah dilakukan pengujian penetran dapat dilihat perbandingan
jumlah indikasi cacat pada masing – masing variasi seperti terlihat pada
Grafik 4.1. sehingga akan terlihat perbedaan jumlah cacat pada masing –
masing variasi.

Jumlah cacat rounded accepted Jumlah cacat linear rejected

25

20

15

10

0
Variasi A kecepatan Variasi B kecepatan Variasi C kecepatan Variasi D kecepatan
angin blower hembus angin blower hembus angin blower hisap angin blower hisap
1.6 m/s 1.1 m/s 0.7 m/s 0.0 m/s atau tidak
terdeteksi

Gambar 4. 5 Grafik perbandingan hasil uji penetran

Dari data grafik diatas dapat dilihat, variasi kecepatan angin blower
hembus 1.6 m/s memiliki cacat terbanyak dari variasi lainya yaitu 22 cacat
rounded accepted dan 3 cacat linear rejected. Sementara pada variasi
kecepatan angin blower hembus 1.1 m/s terdapat lebih sedikit cacat daripada
variasi kecepatan angin blower hembus 1.6 m/s yaitu 16 cacat rounded
accepted dan tidak terdapat cacat linear.

Kemudian pada variasi kecepatan angin blower hisap 0.7 m/s


terdapat 12 cacat rounded accepted dan 1 cacat linear rejected. Sedangkan
pada variasi kecepatan blower hisap paling kecil yaitu 0.0 m/s atau tidak
terdeteksi oleh anemometer terdapat 9 cacat rounded accepted.

53
Jadi dapat dilihat dari data hasil pengujian penetran diatas yang
memenuhi kriteria uji kelulusan menurut ASME SEC VIII DI yaitu variasi
kecepatan angin blower hembus 1.1 m/s dan variasi kecepatan angin blower
hisap 0.0 m/s atau tidak terdeteksi oleh anemometer karena tidak terdapat
cacat yang rejected, sedangkan pada variasi kecepatan angin blower hembus
1.6 m/s dan variasi kecepatan angin blower hisap 0.7 m/s tidak memenuhi
kriteria uji kelulusan karena pada variasi kecepatan angin blower hembus
1.6 m/s terdapat 3 cacat linear rejected dan pada variasi kecepatan angin
blower hisap 0.7 m/s terdapat 1 cacat linear rejected. Sehingga dapat
disimpulkan semakin tinggi kecepatan angin blower hembus maupun
blower hisap akan menimbulkan cacat las permukaan yang semakin banyak
karena shielding gas yang tidak stabil.

54
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data penelitian yang telah dilakukan pada material
pelat Aluminium 5083 dengan tebal 5 mm yang telah dilakukan proses
pengelasan dengan beberapa variasi yaitu variasi kecepatan angin hembus
dan kecepatan angin hisap blower dapat disimpulkan bahwa berdasarkan
pengujian penetran pada acceptance criteria ASME V article VI yang telah
dilakukan diketahui bahwa kecepatan angin mempunyai pengaruh terhadap
hasil dari pengujian penetran. Berikut hasil uji penetran dari ke empat
variasi percobaan.
➢ Pada variasi kecepatan angin hembusan 1.6 m/s dengan jarak blower 6
meter, yaitu tidak memenuhi kriteria kelulusan uji penetran menurut
ASME SEC VIII DI karena memiliki 22 indikasi cacat rounded
accepted dan 3 indikasi cacat linear rejected. Dengan ukuran cacat
rounded terkecil 1 mm (panjang) x 1 mm (lebar) dan ukuran cacat
rounded terbesar 4 mm (panjang) x 3 mm (lebar) sedangkan untuk
ukuran cacat linear terkecil 3.1 mm (panjang) x 1 mm (lebar) dan
ukuran cacat linear terbesar 4 mm (panjang) x 1 mm (lebar).
➢ Apabila dengan variasi kecepatan angin hembusan 1.1 m/s pada jarak
blower 7 meter maka memenuhi kriteria kelulusan uji penetran menurut
ASME SEC VIII DI karena terdapat 16 indikasi cacat rounded accepted.
Dengan ukuran cacat rounded terkecil 1 mm (panjang) x 1 mm (lebar)
dan ukuran cacat rounded terbesar 3 mm (panjang) x 2 mm (lebar).
Jadi pada variasi blower hembusan, jarak minimal agar memenuhi
kriteria uji penetran menurut ASME SEC VIII DI yaitu blower
hembusan dengan jarak minimal 7 meter pada kecepatan 1.1 m/s.

55
➢ Kemudian pada variasi kecepatan angin hisap 0.7 m/s pada jarak blower
30 cm, yaitu tidak memenuhi kriteria kelulusan uji menurut ASME SEC
VIII DI penetran karena terdapat 12 indikasi cacat rounded accepted dan
1 indikasi cacat linear rejected. Dengan ukuran cacat rounded terkecil 1
mm (panjang) x 1 mm (lebar) dan ukuran cacat rounded terbesar 3 mm
(panjang) x 3 mm (lebar) sedangkan untuk ukuran cacat linear 8 mm
(panjang) x 2 mm (lebar).
➢ Tetapi pada variasi kecepatan angin hisap 0.0 m/s (tidak terdeteksi)
dengan jarak blower 1 meter, yaitu memenuhi kriteria kelulusan uji
penetran menurut ASME SEC VIII DI karena terdapat 9 indikasi cacat
rounded accepted. Dengan ukuran cacat rounded terkecil 1 mm
(panjang) x 1 mm (lebar) dan ukuran cacat rounded terbesar 3.5 mm
(panjang) x 25 mm (lebar).
Jadi pada variasi blower hisap, jarak minimal agar memenuhi kriteria uji
penetran menurut ASME SEC VIII DI yaitu blower hisap dengan jarak
minimal 1 meter pada kecepatan 0.0 m/s (tidak terdeteksi).

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka penulis
merekomendasikan berupa saran-saran sebagai berikut:
1. Pada proses pengelasan berbagai variasi ini harus diperhatikan lebih baik
lagi kedepanya. Baik dari kecepatan angin maupun dari segi pengeluaran
gas pelindung. Sehingga pengelasan berbagai variasi yang dicapai lebih
baik dan memenuhi acceptance criteria.
2. Pemilihan alat pengukur kecepatan angin (anemometer) yang memiliki
spesifikasi lebih baik supaya ketika melakukan pengukuran kecepatan
angin bisa lebih akurat.

56
DAFTAR PUSTAKA

ASME.(1998). Mandatory Appendices. URL:


http://www.irss.ca/development/documents.pdf (diunduh tanggal 23 Juli
2018, 16.00 WIB)
Achmadi. (2016). Macam - macam Cacat Las dan Penyebabnya Serta Cara
Mengatasinya. URL: http://www.pengelasan.net/cacat-las/ (diakses
tanggal 16 Maret 2018, 20.32 WIB)
Althouse, A.D, dkk. (2013). Modern Welding. (ed. 11). The Goodheart-Willcox
Company, Inc., Tinley Park, IL.
Irfani, A. (2015). Study Proses Pengelasan MIG Dengan Menggunakan Welding
Squence Terhadap Pengaruh Deformasi. Tugas Akhir. Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya.
Sonawan H, dan Suratman R (2004). Pengantar untuk memahami Proses
Pengelasan Logam. Bandung : Alfabeta
Sanjaya, A.B. (2012). Study Pengaruh Kecepatan Udara Sekitar Pada Material
Aluminium 5083 Pada Pengelasan MIG. Tugas Akhir. Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya.
Sufa, A.A. (2016). Analisa Pengelasan Aluminium 5083 Menggunakan Mode
Superpuls Pada Proses Pengelasan GMAW (Gas Metal Arc Welding)
Terhadap Sifat Mekanik. Tugas Akhir. Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya, Surabaya.

UNY. Diktat Las MIG Teknik Pengelasan. URL:


staff.uny.ac.id/sites/default/files/MIG.pdf (diunduh tanggal 16 Maret 2018,
20.00 WIB)
Wiryosumarto H, dan Okumura T. (2000). Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta :
Pradya Paramita.
Wikipedia. (2016). Angin. URL: https://id.wikipedia.org/wiki/Angin (diakses
tanggal 16 Maret 2018, 20.00 WIB)

Zuriah, AL. (2017) Analisa Pengaruh Temperatur, Kadar Garam dan Kecepatan
Air Laut Terhadap Ketahanan Korosi Butt Joint MIG Weld di Konstruksi
Lambung Crew Boat Aluminium 5083. Tugas Akhir. Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya.

57
Halaman ini sengaja dikosongkan.

58
LAMPIRAN

59
Halaman ini sengaja dikosongkan.

60
61
Halaman ini sengaja dikosongkan.

62
63
Halaman ini sengaja dikosongkan

64
65
Halaman ini sengaja dikosongkan.

66
67
Halaman ini sengaja dikosongkan.

68
69
Halaman ini sengaja dikosongkan.

70
BIODATA PENULIS

Nama : Arif Effendi


Tempat/Tgl Lahir : Banyuwangi, 02 Januari 1997
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : RT 01/RW 01 Dsn. Sumbersuko, Kesilir,
Siliragung, Banyuwangi, Jawa Timur
Telepon : 082216362249
E-mail : arif.effendi97.ae@gmail.com

Riwayat Pendidikan:

2000 – 2003 TK Khodijah 82


2003 – 2009 SDN 2 Kesilir
2009 – 2012 SMPN 1 Siliragung
2012 – 2015 SMAN 1 Genteng
2015 – 2018 D3 Teknik Bangunan Kapal PPNS

71

Anda mungkin juga menyukai