ARIF EFFENDI
0215030022
DOSEN PEMBIMBING :
IMAM KHOIRUL ROHMAT, S.ST.,MT.
ARIF EFFENDI
0215030022
DOSEN PEMBIMBING :
IMAM KHOIRUL ROHMAT, S.ST.,MT.
ii
LEMBAR PENGESAHAN
iii
Halaman ini sengaja dikosongkan.
iv
PERNYATAAN BEBAS PLAGI
v
Halaman ini sengaja dikosongkan.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT dan juga Shalawat dan
juga salam selalu kita limpahkan untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
karena rahmat dan karunia Nya-lah penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas
akhir ini tepat pada waktunya dengan judul:
“STUDY KECEPATAN ANGIN TERHADAP MATERIAL
vii
9. Christien Adeliasavitri yang selalu memberi semangat dan inspirasi untuk
mengerjakan Tugas Akhir ini.
10. Teman-teman SB 2015 yang selalu menyemangati dan menemani.
11. Serta pihak – pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis
viii
STUDY KECEPATAN ANGIN TERHADAP MATERIAL ALUMINIUM
5083 PADA PENGELASAN MIG
ABSTRAK
Pengelasan untuk saat ini adalah cara yang terbaik untuk penyambungan
material aluminium dilihat dari segi kekuatan. Salah satu pengelasan yang
digunakan untuk material aluminium adalah pengelasan MIG. Dalam pengelasan
MIG digunakan blower untuk menghilangkan asap saat proses pengelasan
sehingga akan terindikasi terjadinya cacat permukaan pada area pengelasan. Hal
ini tersebut akan menimbulkan cacat retak akibat tidak stabilnya semburan dari
gas pelindung (Ar). Proses pengelasan yang dilakukan dengan 4 variasi yang
berbeda, yaitu variasi kecepatan angin hembusan blower 1.6 m/s, variasi
kecepatan angin hembusan blower 1.1 m/s, variasi kecepatan angin hisap blower
0.7 m/s, dan variasi kecepatan angin hisap blower tidak terdeteksi. Pengelasan
dilakukan pada material aluminium 5083 ketebalan 5 mm dengan posisi
pengelasan 1G. Prosedur pengujian penetran mangacu pada ASME V article VI
dan kriteria kelulusan berdasarkan ASME SEC VIII DI. Jadi dapat disimpulkan
pada penelitian ini variasi kecepatan angin blower hembusan yang dapat
memenuhi kriteria kelulusan uji menurut ASME SEC VIII DI yaitu blower
hembusan jarak minimal 7 meter dengan kecepatan angin 1.1 m/s, sedangkan
untuk kecepatan blower hisap yang dapat memenuhi kriteria kelulusan uji
menurut ASME SEC VIII DI yaitu blower hisap pada jarak minimal 1 meter
dengan kecepatan 0.0 m/s (tidak terdeteksi).
Kata kunci: Aluminium 5083, Kecepatan angin, MIG (Metal Inert Gas).
ix
Halaman ini sengaja dikosongkan.
x
STUDY OF WIND SPEED ON ALUMINIUM 5083 MATERIALS
ON MIG WELDING
ABSTRACT
Welding for now is the best way to connect aluminum material in terms
of strength. One of the welding used for aluminum material is MIG welding. In
MIG welding used blower to remove smoke during the welding process so that it
will be indicated the occurrence of surface defects in the welding area. This will
cause a cracking defect due to the unstable bursts of protective gas (Ar). The
welding process is carried out with 4 different variations, namely 1.6 m / s blow
wind blowing variation, blow wind speed variation 1.1 m / s, wind speed suction
blower variation 0.7 m / s, and wind speed variation of suction blower not
detected. Welding is done on aluminum material 5083 thickness 5 mm with 1G
welding position. The penetration testing procedure refers to ASME V article VI
and graduation criteria based on ASME SEC VIII DI. So, it can be concluded in
this study that variations in wind blower wind speed that can meet the criteria for
passing the test according to ASME SEC VIII DI namely blowing blower distance
of at least 7 meters with wind speed of 1.1 m / s, while for suction blower speeds
that can meet the test graduation criteria according to ASME SEC VIII DI is a
suction blower at a minimum distance of 1 meter with a speed of 0.0 m / s (not
detected)
xi
Halaman ini sengaja dikosongkan.
xii
DAFTAR ISI
xiii
2.8 Jenis Sambungan dan Posisi Pengelasan 1G .............................................. 26
2.8.1 Jenis Sambungan ................................................................................. 26
2.8.2 Posisi Pengelasan 1G .......................................................................... 27
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 29
3.1 Identifikasi Masalah ................................................................................. 30
3.2 Studi Literatur .......................................................................................... 30
3.3 Pengamatan .............................................................................................. 30
3.4 Persiapan Material .................................................................................... 31
3.5 Metode Pengelasan Material .................................................................... 32
3.5.1 Peralatan Yang Digunakan Untuk Proses Pengelasan ........................ 32
3.6 Proses Pengelasan ..................................................................................... 35
3.6.1 Pengelasan Dengan Kecepatan Hembusan Angin .............................. 36
3.6.2 Pengelasan Dengan Kecepatan Angin Hisap ...................................... 38
3.7 Melihat Defect Visual Pengelasan MIG Dengan Proses Uji Penetran ..... 40
3.7.1 Persiapan Alat ..................................................................................... 40
3.7.2 Proses Melihat Defect Visual Dengan Uji Penetran ........................... 40
3.8 Analisa Data dan Kesimpulan .................................................................. 41
BAB 4 ANALISA DATA .................................................................................... 43
4.1 Analisa Hasil Uji Penetran (penetrant test) .............................................. 43
4.1.1 Analisa Hasil Uji Penetran Variasi A............................................... 44
4.1.2 Analisa Hasil Uji Penetran Variasi B ............................................... 46
4.1.3 Analisa Hasil Uji Penetran Variasi C ............................................... 49
4.1.4 Analisa Hasil Uji Penetran Variasi D............................................... 51
4.2 Perbandingan Hasil Uji Penetran (penetrant test) .................................... 53
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 55
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 55
5.2 Saran .......................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 57
LAMPIRAN ......................................................................................................... 59
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.15 Welding gun las MIG (Metal Inert Gas) ....................................... 20
xv
Gambar 2.23 Berbagai Jenis Sambungan Las ...................................................... 26
Gambar 4.1 Hasil uji penetran variasi blower dihembuskan jarak 6 m ............... 44
Gambar 4.2 Hasil uji penetran variasi blower dihembuskan jarak 7 m ............... 47
Gambar 4.3 Hasil uji penetran variasi blower hisap jarak 30 cm ........................ 49
Gambar 4.4 Hasil uji penetran variasi blower hisap jarak 1 m............................ 51
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil uji penetran variasi blower dihembuskan jarak 6 m .................... 45
Tabel 4.2 Hasil uji penetran variasi blower dihembuskan jarak 7 m .................... 48
Tabel 4.3 Hasil uji penetran variasi blower hisap jarak 30 cm ............................. 50
Tabel 4.4 Hasil uji penetran variasi blower hisap jarak 1 m ................................. 52
xvii
xviii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Selama proses pengelasan aluminium dengan pengelasan MIG di
PT. Surabaya Marine digunakan blower untuk menghilangkan asap yang
timbul selama proses pengelasan. Blower dengan dihembuskan dan dihisap
tentunya memiliki kecepatan angin untuk menghilangkan asap selama
proses pengelesan. Hal tersebut menimbulkan permasalahan yang terjadi
seperti tidak stabilnya gas pelindung argon (Ar) yang menyebabkan tidak
sempurnanya perlindungan yang diberikan. Akibat dari perlindungan yang
tidak sempurna akan menyebabkan cacat las.
Dalam hal tersebut diatas dilakukan beberapa cara untuk
menghindari beberapa cacat las salah satunya menghindari defect. Dengan
mengatur jarak dari blower akan mengurangi kecepatan angin untuk
menghindari ketidakstabilan gas pelindung argon (Ar). Hal tersebut yang
melandasi penulis untuk melakukan study tentang “Study Kecepatan Angin
Terhadap Material Aluminium 5083 Pada Pengelasan MIG”. Karena untuk
mencapai kualitas hasil pengelasan kapal aluminium yang terbaik.
1.3. Tujuan
Tujuan dari proposal tugas akhir ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh kecepatan angin blower hembusan terhadap defect
yang terjadi pada material aluminium 5083 pada proses pengelasan
MIG.
2. Mengetahui pengaruh kecepatan angin blower hisap terhadap defect
yang terjadi pada material aluminium 5083 pada proses pengelasan
MIG.
2
1.4. Manfaat
Penelitian ini bermanfaat untuk :
1. Bagi peneliti
Peneliti mampu mencari solusi yang tepat dalam menyelesaikan masalah
defect material aluminium 5083 dengan pengelasan MIG dalam
pembangunan kapal aluminium.
2. Bagi pembaca
Pembaca dapat menggunakan penelitian ini sebagai referensi untuk
mengembangkan penelitian yang berkaitan tentang pengelasan
alumunium. Serta dapat menambah wawasan menegani pengaruh
kecepatan angin blower hembus dan hisap terhadap defect material
aluminium dalam proses pengelasan MIG.
3. Bagi perusahaan
Dapat digunakan sebagai evaluasi perusahaan tentang masalah kualitas
hasil pengelasan aluminium dengan pengelasan MIG. Dimana kecepatan
angin blower dapat mempengaruhi defect terhadap material aluminium
5083 selama proses pengelasan.
3
Halaman ini sengaja dikosongkan.
4
BAB 2
DASAR TEORI
5
2.2 Cacat Las (Defect)
6
c) Porosity
Adalah lubang diakibatkan oleh gelembung gas yang
ditemukan didalam weld bead yang telah membeku. Penyebab
utama dari porositi adalah kontaminasi atmosfir, oksidasi yang
tinggi pada permukaan benda kerja, kurangnya paduan oksidasi
pada elektroda. Kontaminasi atmosfir dapat diakibatkan oleh
kurangnya aliran gas pelindung, aliran gas pelindung yang
berlebihan, adanya kerusakan pada peralatan gas plindung, dan
adanya angin pada tempat kerja. (UNY).
7
d) Kurang pencairan (lack of fusion)
8
2.2.2 Cacat las bagian dalam
Cacat las bagian dalam hasil pengelasan MIG (Metal Inert
Gas) tidak bisa diamati secara visual, harus dideteksi dengan
menggunakan alat khusus seperti dengan ultrasonictracing. Macam-
macam cacat las bagian dalam diantaranya yaitu:
a) Slag unclusion
b) Retak (cracking)
c) Penetrasi tidak sempurna (incomplet penetration)
d) Terbakar tembus (melt through / burn through)
e) Retak pada zona terimbas panas (HAZ)
2.3 Aluminium
Menurut Zuriah (dalam Ferraris Stefano, D. 2005) bahwa
aluminium dikenal sebagai logam yang ringan dan memiliki kekuatan
yang tinggi, mudah dibentuk, dan sebagai konduktor listrik yang baik.
Kemajuan akhir-akhir ini dalam teknik pengelasan busur listrik dengan
gas mulia menyebabkan pengelasan aluminium dan paduanya menjadi
berkembang.
Aluminium secara umum diklasifikasikan menjadi dua kategori
yaitu: heat treatable alloy jenis paduan dapat ditingkatkan kekuatanya
dengan cara perlakuan panas misalnya: dengan cara pengerasan
presipitasi (preciptation hardening). Jenis non heat treatable alloy akan
mengalami peningkatan kekuatan apabila paduan itu dikenai deformasi
plastis atau pengerjaan dingin (cold working).
Berat jenis aluminium hanya 2,7 ton/m3 sehingga walaupun
kekuatanya rendah tetapi strength to weight ratio masih lebih tinggi dari
pada baja, karena banyak digunakan pada konstruksi yang harus ringan
seperti alat transportasi, pesawat terbang, kapal perang, dll. Sifat tahan
korosi pada aluminium diperoleh karena terbentuknya lapisan oksida
aluminium pada permukaan. Lapisan oksida ini melekat pada permukaan
dengan kuat dan rapat serta sangat stabil (tidak bereaksi dengan
lingkungannya) sehingga melindungi bagian sebelah dalam.
9
Dalam sistem penomoran aluminium sebagai contoh tipe 1xxx
berarti aluminium tersebut mempunyai kemurnian 99,0% atau lebih.
Sedangkan tipe 2xxx sampai 8xxx adalah grup paduan aluminium dengan
kandungan elemen paduan yang besar.
Secara singkat klasifikasi aluminium adalah sebagai berikut:
a. 1xxx – aluminium dengan kemurnian 99%
b. 2xxx – aluminium copper
c. 3xxx – aluminium mangan
d. 4xxx – aluminium silikon
e. 5xxx – aluminium magnesium
f. 6xxx – aluminium magnesium dan silikon
g. 7xxx – aluminium zinc
h. 8xxx – aluminium elemen lain
Pada grup 1xxx kemurnian aluminium paling sedikit 99,0% dan
paling besar tergantung kepada dua angka terakhir yang terdapat pada grup
paduan itu.
Angka kedua menyatakan varian elemen lain dalam batas – batas
ketidakmurnian. Apabila angka kedua nol (0) menyatakan bahwa tidak
memerlukan kontrol khusus terhadap sifat khusus elemen lainya. Angka
satu (1) sampai sembilan (9) memerlukan kontrol khusus terhadap satu atau
beberapa elemen lainnya. Paduan 1030 menyatakan kadar aluminium
paduan 1075, 1175, dan 1275 kadar aluminiumnya 99,75%.
Pada grup paduan 2xxx sampai 8xxx, kedua angka terakhir tidak
mempunyai arti, hanya menunjukan perbedaan identitas dari paduan itu
dalam perdagangan. Bila ada paduan baru dimodifikasi maka kedua angka
terakhir mulai xx01 sampai xx09, angka kedua pada grup paduan
menyatakan modifikasi paduan. Jika angka kedua dari paduan angka nol
(0) berarti paduan itu paduan utama. Angka modifikasi itu dari angka 1
sampai 9. Sebagai contoh 2017 adalah paduan copper, dan 2117 adalah
modifikasi dari pada paduan aluminium copper itu. Begitu tipe 5356 dan
5456 adalah modifikasi dari paduan 5056. Keuntungan penggunaan
10
aluminium adalah hemat, konduktor panas yang baik, daya angkut mudah
dan mudah dibentuk.
2.4 Pengelasan
11
Karena itu dalam pengelasan, pengetahuan harus turut serta mendampingi
praktek. Secara lebih terperinci dapat dikatakan bahwa dalam perancangan
konstruksi bangunan dan mesin dengan sambungan las, harus direncanakan
pula tentang cara pengelasan, cara pemeriksaan, bahan las dan jenis las yang
akan dipergunakan berdasarkan fungsi dari bagian-bagian bangunan atau
mesin yang dirancang. Definisi las berdasarkan DIN (Deutche Industrie
Normen) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam
panduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Secara umum
pengelasan dapat didefinisikan sebagai penyambungan dari beberapa batang
logam dengan memanfaatkan energi panas. Pengelasan secara umum adalah
suatu proses penyambungan logam menjadi satu akibat panas dengan atau
tanpa pengaruh tekanan atau dapat juga didefinisikan sebagai ikatan
metalurgi yang ditimbulkan oleh gaya tarik menarik antara atom. Menurut
“Welding Handbook” pengelasan adalah proses penyambungan bahan yang
menghasilkan peleburan bahan dengan memanasinya dengan suhu yang
tepat dengan atau tanpa pemberian tekanan dan dengan atau tanpa
pemakaian bahan pengisi. Pengelasan adalah suatu proses penggabungan
logam dimana logam menjadi satu akibat panas las, dengan atau tanpa
pengaruh tekanan, dan dengan atau tanpa logam pengisi. (Irfani, 2015)
Proses pengelasan pada saat ini sudah banyak jenisnya, semakin
berkembang teknologi dan penyambungan banyak macam material
membuat pengelasan berkembang pesat, dikarenakan antara material satu
dengan yang lain memiliki komposisi dan karakteristik berbeda sehingga
perlu memilih proses pengelasan yang tepat. Macam - macam pengelasan
diantaranya:
1) SMAW (Shielded Metal Arc Welding)
2) OAW (Oxygen Acetylene Welding)
3) SAW (Submerged Arc Welding)
4) GMAW (Gas Metal Arc Welding)
- MIG (Metal Inert Gas)
- MAG (Metal Active Gas)
5) GTAW (Gas Tungsten Arc Welding)
12
6) FCAW (Flux Cored Arc Welding)
7) PAW (Plasma Arc Welding)
Pada intinya semua proses pengelasan tersebut memiliki tujuan
yang sama yaitu untuk penyambungan material antara satu dengan material
yang lain.
Las GMAW (Gas Metal Arc Welding) mempunyai dua tipe gas
pelindung yaitu inert gas dan actif gas yang kemudian sering dikenal dengan
sebutan las MIG (Metal Inert Gas) dan las MAG (Metal Actif Gas).
Pengelasan ini memiliki sistem yang sama dengan pengelasan MIG (Metal
Inert Actif Gas) namun yang menjadi pembedanya hanyalah penggunaan
gas pelindungnya. Sesuai namanya pada pengelasan ini digunakan gas aktif
yaitu CO2. Gas CO2 yang bersifat oksidator cocok digunakan untuk
pengelasan konstruksi selain itu biaya operasional pengelasan ini lebih
murah dibandingkan dengan MIG (Metal Inert Gas) yang menggunakan gas
pelindung berupa Argon (Ar) dan Helium (He). Dalam penggunaan gas CO2
sebagai gas pelindung berpengaruh pada pemindahan logam cair dari
elektroda ke material induk berbentuk bola yang relatif besar. Hal ini terjadi
karena logam mencari tetap melekat pada ujung elektroda karena bususr
kurang bagus, pada proses pengelasan ini juga sering terjadi spatter tetapi
ini dapat dikurangi dengan mendekatkan jarak busur las sehingga ujung
elektroda seperti logam yang mencair.
13
Pengelasan MIG (Metal Inert Gas) adalah pengelasan yang menggunakan
shielding gas. Shielding gas berfungsi sebagai pelindung logam las saat
proses pengelasan berlangsung agar tidak terkontaminasi dari udara
lingkungan sekitar logam lasan, karena logam lasan sangat rentan terhadap
difusi hidrogen yang dapat menyebabkan cacat porosity. Pengelasan MIG
(Metal Inert Gas) dapat menggunakan gas Argon (Ar) dan Helium (He).
(Sanjaya, 2015)
14
kawat kebenda kerja. Hal ini karena pada polaritas searah panas
terletak pada elektroda. Proses pengelasan MIG menggunakan arus
sekitar 50 A hingga mencapai 600 A biasanya digunakan untuk
tegangan las 15 Volt hingga mencapai 32 Volt. Adapun proses las
MIG dilihat pada gambar di bawah ini. (Sanjaya, 2015)
15
2.6.2 Peralatan Utama Las MIG (Metal Inert Gas)
Peralatan utama adalah peralatan yang berhubungan langsung
dengan proses pengelasan, yakni minimum terdiri dari:
1) Mesin Las
16
mesin las bertegangan konstan. Tenaga yang dikeluarkan dapat
berubah-ubah sendiri sesuai dengan panjang busur. Panjang busur
adalah jarak antara ujung elektroda ke benda kerja. Panjang busur ini
bisa distel. Bila busur berubah menjadi lebih pendek dari setelan
semula, maka arus bertambah dan kecepatan kawat berkurang.
Sehingga panjang busur kembali semula. Sebaliknya bila busur
berubah menjadi lebih panjang, arus berkurang, kecepatan kawat
elektroda bertambah. Dengan sistem otomatis seperti ini, yaitu mesin
yang mengatur sendiri, maka panjang busur akan konstan dan hasil
pengelasan akan tetap baik. Adapun contoh gambar mesin las mig
sesuai keterangan diatas adalah sebagai berikut:
17
a) Pengkutuban langsung (Direct Current Straight
Polarity/DCSP/DCEN) Dengan pengkutuban langsung berarti
kutub positif (+) mesin las dihubungkan dengan benda kerja dan
kutub negatif (-) dihubungkan dengan kabel elektroda. Dengan
hubungan seperti ini panas pengelasan yang terjadi 1/3 bagian
panas memanaskan elektroda sedangkan 2/3 bagian memanaskan
benda kerja.
b) Pengkutuban terbalik (Direct Current Reverce Polarity /DCRP/
DCEP) Pada pengkutuban terbalik, kutub negatif (-) mesin las
dihubungkan dengan benda kerja, dan kutub positif (+)
dihubungkan dengan elektroda. Pada hubungan semacam ini panas
pengelasan yang terjadi 1/3 bagian panas memanaskan benda kerja
dan 2/3 bagian memanaskan elektroda. (UNY)
2) Unit pengonntrol kawat elektroda (wire feeder)
18
Gambar 2.13 Bagian - bagian utama wire feeder
(staff.uny.ac.id/sites/default/files/MIG.pdf.)
19
bidang kontaknya rol dari wirefeeder dapat dibagi menjadi jenis
trapesium halus, jenis setengah lingkaran halus, dan jenis setengah
lingkaran kasar. (UNY)
3) Welding Gun
20
pengikatan kabel pada terminal mesin las dan pada penjepit
elektroda maupun pada penjepit masa. (UNY)
5) Regulator Gas Pelindung
Fungsi utama dari regulator adalah untuk mengatur
pemakaian gas. Untuk pemakaian gas pelindung dalam waktu yang
relatif lama, terutama gas CO2 diperlukan pemanas (heater-
vaporizer) yang dipasang antara silinder gas dan regulator. Hal ini
diperlukan agar gas pelindung tersebut tidak membeku yang
berakibat terganggunya aliran gas. (UNY)
6) Pipa Kontak
Pipa pengarah elektroda biasa juga disebut pipa kontak. Pipa
kontak terbuat dari tembaga, dan berfungsi untuk membawa arus
listrik ke elektroda yang bergerak dan mengarahkan elektroda tersebut
ke daerah kerja pengelasan. Torch dihubungkan dengan sumber listrik
pada mesin las dengan menggunakan kabel. Karena elektroda harus
dapat bergerak dengan bebas dan melakukan kontak listrik dengan
baik, maka besarnya diameter lubang dari pipa kontak sangat
berpengaruh. Adapun gambar dari pipa kontak dapat dilihat dalam
gambar dibawah ini. (UNY)
21
Gambar 2.17 Bentuk - bentuk pipa kontak
(staff.uny.ac.id/sites/default/files/MIG.pdf.)
1) Sikat baja
22
Untuk membersihkan hasil las, yaitu pengaruh oksidasi
udara luar sehingga rigi - rigi las benar - benar dari kotoran, selain
itu digunakan untuk membersihkan bidang benda kerja sebelum
dilas.
23
panjang yang ideal. Untuk itu diperlukan tang pemotong kawat.
(UNY)
4) Palu
Setelah proses pengelasan biasanya benda kerja
mengalami kerusakan atau cacat pengelasan. Untuk itu dugunakan
palu untuk membantu proses pembersihan benda kerja akibat cacat
las. (UNY)
24
cairan logam las dari kontaminasi selama pengelasan, terutama dari atmosfir
dan pengotoran daerah las. Fungsi utama gas pelindung adalah untuk
membentuk sekeliling daerah pengelasan dengan media pelindung yang
tidak bereaksi dengan daerah las tersebut. Sedangkan fungsi utama dari gas
lindung adalah mengusir udara di sekitar busur dan kolam las agar tidak
bersinggungan dengan cairan metal untuk mencegah terjadinya proses
oksidasi metal tersebut oleh oksigen dalam udara. Berikut jenis – jenis gas
pelindung:
1) Gas Argon
Argon adalah jenis gas pelindung yang digunakan secara sendiri
atau dicampur dengan gas lainnya untuk mencapai karakteristik busur
yang diinginkan pada pross pengelasan logam fero maupun non-fero.
Hampir semua proses pengelasan MIG dapat menggunakan gas argon
atau campuran gas argon untuk mendapatkan mampu las, properti
mekanik, karakteristik busur dan produktifitas yang baik. Gas argon
digunakan secara sendiri tanpa campuran untuk proses pengelasan logam
non-fero, seperti aluminium, paduan nikel, paduan tembaga, dan lainnya.
Gas argon dapat menghasilkan stabilitas busur yang baik pada
pengelasan busur spray, dan menghasilkan penetrasi serta bentuk bead
weld yang baik. Ketika menggunakan logam fero, gas argon biasanya
dicampur dengan gas lainnya sperti oksigen, dan helium. Potensi ionisasi
yang rendah dari gas argon, menghasilkan kestabilan busur yang
superior. (UNY)
2) Gas Helium
Gas helium adalah gas pelindung yang digunakan untuk aplikasi
pengelasan yang membutuhkan masukan panas (heat input) yang lebih
besar untuk meingkatkan penetrasi yang dalam dan kecepatan pengelasan
yang lebih cepat. Gas ini lebih mahal dibandingkan gas argon sehingga
jarang digunakan pada pengelasan industri. (Sufa, 2016)
3) Gas Karbondioksida (CO2)
25
Gas karbondioksida (CO2) adalah gas yang umunya digunakan
untuk pengelasan logam ferro. Kelebihan gas ini adalah kecepatan
pengelasan yang lebih cepat dan penetrasi yang dalam. (Sufa, 2016)
Gambar 2.23 Berbagai jenis sambungan las (Althouse, A.D., dkk; Modern Welding
ed. 11)
26
Untuk dapat menyambung dua komponen logam diperlukan
berbagai jenis sambungan. Pada sambungan inilah nantinya logam
tambahan diberikan, sehingga terdapat kesatuan antara komponen –
komponen yang disambung. Jenis sambungan yang dimaksud adalah:
1) Sambungan Temu (Butt Joint)
Butt joint digunakan ketika bagian – bagian bergabung
dengan tepi ke tepi. Contoh umum butt joint adalah pelat deck
pada pipa-pipa minyak kapal. Keduanya dirakit dari ujung ke
ujung. Ada berbagai konfigurasi butt joint, tergantung bagaimana
ujung potongan yang disatukan dipersiapkan. Untuk kualitas
lasan yang akan dihasilkan tepi logam dasar sering memerlukan
persiapan khusus sebelum mengelas. (Althouse, 2013: 45)
2) Sambungan T (Tee Joint / Fillet Joint)
3) Sambungan Sudut (Corner Joint)
4) Sambungan Saling Tumpang (Lap Joint)
5) Sambungan Sisi (Edge Joint)
Pemilihan jenis sambungan terutama didasarkan pada
ketebalan pelat yang dilas. Dalam pengelasan, ada yang disebut
pelat tipis dan pelat tebal. Menurut AWS Code (American
Welding Society) disebut tipis apabila ketebalnya kurang dari 1 in
(= 25,4 mm) dan disebut tebal jika ketenalnya lebih dari 1 in.
Seperti telah disebutkan diatas, pemilihan jenis sambungan
terutama didasarkan pada ketebalan pelat yang akan dilas.
Mungkin saja dalam pemilihan sambungan ini terdapat lebih dari
dua sambungan yang memenuhi persyaratan ketebalan pelat. Jika
hal itu terjadi maka harus dipilih kembali salah satu dari jenis
sambungan yang ada. (Sonawan, 2004)
27
groove pada pipa yaitu 1G (diputar), 2G, 5G, 6G (sudut 45o). Untuk
sambungan fillet (T- joint) sendiri antara lain 1F, 2F, 3F, dan 4F.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini. (Sufa,
2016)
Gambar 2. 24 Weld joints and welding positions (Althouse, A.D., dkk; Modern
Welding ed. 11)
28
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Mulai
Identifikasi Masalah
Studi Literatur
Pengamatan
Persiapan Material
Uji Penetran
Selesai
29
3.1 Identifikasi Masalah
Pada tahap ini dilakukan identifikasi beberapa permasalahan yang
di dapat saat melakukan pengamatan dan pemikiran sehingga bisa dilakukan
sebuah penelitian. Di tahap ini juga dilakukan penetapan tujuan tentang apa
yang ingin dicapai dan manfaat bagi pihak terkait serta bagi penelitian
selanjutnya. Tahap – tahap ini merupakan dasar apa yang dilakukan selama
penelitian.
3.3 Pengamatan
Setelah melakukan studi literatur, langkah selanjutnya adalah
pengamatan – pengamatan yang dimaksud adalah pengamatan tentang
material aluminium yang akan di las menggunakan las MIG (Metal Inert
Gas) untuk mengetahui defect pengelasan dengan cara uji material dengan
uji penetran, tipe material yang digunakan yaitu aluminium 5083. Sehingga
dalam pengamatan ini dapat mempermudah proses pengalasan GMAW
(Gas Metal Arc Welding) yang dilakukan beberapa variasi pengelasan.
Kecepatan angin yang didapat berasal dari blower dengan variasi angin
hembus dan angin hisap.
30
3.4 Persiapan Material
Didalam proses penelitian ini, langkah awal yang harus dilalui
adalah proses mempersiapkan material dan pemotongan material pelat
aluminium 5083 agar sesuai ukuran yang direncanakan.
Untuk asal material pelat aluminium 5083 ini didapat dari PT.
Surabaya Marine. Dari pelat utama ini, dilakukan pemotongan oleh PT.
Surabaya Marine ukuran panjang, lebar, dan tebal adalah 300 mm x 150 mm
x 5 mm. Karena proses pemotongan material yang didapat dari PT.
Surabaya Marine dilakukan dengan mesin Plasma cutting. Peralatan yang
digunakan sebagai berikut:
1) Sketchmath
2) Meteran
3) Plasma Cutting
31
digunakan untuk penggerindaan permukaan material aluminium 5083 yaitu
flap disk.
32
Gambar 3.4 Mesin las MIG (Dokumentasi pribadi)
2) Meja kerja las untuk menaruh dan memproses benda kerja material.
3) Aluminium welding wire MIG; NOVO5183; BATCH; 52674
dengan ukuran diameter 1,2 mm.
33
4) Tang penjepit untuk memegang material saat dilas
5) Sikat baja dan gerinda listrik dengan tebal mata gerinda 3 mm dan
mata gerinda berupa flap disc untuk membersihkan kotoran atau
kerak hasil las maupun percikan las.
6) Sarung tangan untuk melindungi tangan dari panas dan percikan
api.
7) Topeng las untuk melindungi mata dari percikan api dan silau
cahaya.
34
Gambar 3.7 Kipas blower (Dokumentasi pribadi)
9) Baju kerja las untuk melindungi tubuh dari percikan api las.
10) Masker koken agar asap las tidak terhirup welder.
35
3.6.1 Pengelasan Dengan Kecepatan Hembusan Angin
Pengelasan ini dilakukan pada kecepatan hembusan udara
blower dengan pengelasan MIG (Metal Inert Gas). Dengan mengatur
jarak blower untuk memperoleh variasi kecepatan hembusan udara
blower. Pengelasan ini menggunakan flow argon standart 15 bar.
36
Gambar 3.11 Proses pengelasan (Dokumentasi pribadi)
37
Gambar 3.13 Proses pengelasan (Dokumentasi pribadi)
38
Gambar 3.15 Proses pengelasan (Dokumentasi pribadi)
39
3.7 Melihat Defect Visual Pengelasan MIG Dengan Proses Uji Penetran
Selanjutnya pada tahap ini dilakukan pengecekan dengan
menggunakan uji penetran, diharapkan agar pada potongan sepesimen uji
yang ditentukan tidak terdapat defect pengelasan yang dapat mempengaruhi
kekuatan dari pengujian spesimen tersebut. Berikut ini adalah alat – alat uji
penetran:
40
Permukaan bahan uji harus bersih dari cat, kotoran, kerak,
pernis, minyak, tambalan, pelumas, oskida, lilin, karat, cairan
pemesinan, dan sisa dari inspeksi penetran sebelumnya.
2) Penggunaan cairan penetran
Setelah permukaan telah dibersihkan dengan cleaner lalu
dikeringkan dan kemudian bahan penetran disemprotkan dibagian
yang sama. Setelah penggunaan penetran, maka dibutuhkan waktu
beberapa saat agar cairan penetran benar-benar meresap ke dalam
cacat. Waktu yang dibutuhkan ± 15 menit agar dapat meresap ke
pori-pori logam las yang cacat.
3) Menghilangkan sisa penetran
Kelebihan sisa penetran yang ada dipermukaan benda uji
haruslah dihilangkan sampai sekecil mungkin dengan
menggunakan lap kain, dengan dilembabkan dengan cairan cleaner
kemudian dilap dengan menggunakan cleaner lagi sampai bersih
dalam pengelapan 1 arah.
4) Penggunaan zat pengembang (developer)
Untuk menarik cairan penetran agar muncul ke permukaan
digunakan cairan pengembang. Yaitu semprotkan cairan developer
dipermukaan plat yang sama dengan merata, tunggu ± 15 menit
sampai permukaan plat yang disemprotkan kering maka jika pada
permukaan pengelasan terdapat defect visual akan terlihat titik
merah yang berasal dari cairan penetran yang mengendap sesuai
dengan diameter lubangnya.
41
Halaman ini sengaja di kosongkan.
42
BAB 4
ANALISA DATA
43
sedangkan indikasi rounded adalah indikasi-indikasi yang bentuknya bundar
atau elips dengan panjang kurang dari atau sama dengan tiga kali lebarnya
(P ≤ 3L). Spesimen uji dikatakan accepted dimana hasil pengujian penetran
harus terbebas dari hal-hal berikut:
1. Linear indication yang relevan. (>1.6 mm). Indikasi relevan adalah
indikasi yang diakibatkan oleh diskontinuitas yang membuka ke
permukaan yang ukuran terbesarnya > 1.6 mm.
2. Rounded indication memiliki panjang lebih besar dari 4.8 mm.
3. Memiliki empat atau lebih lubang dengan jarak 1.6 mm.
Pada kriteria ASME SEC VIII DIV I diatas, ketentuan kelulusan diukur
setiap cacat yang ada, apabila salah satu cacat memiliki ukuran diluar
kriteria maka dikatakan rejected.
44
Dari hasil uji penetran tersebut, didapatkan hasil pengujian
dengan mengacu pada ASME SEC VIII DI, pengukuran dilakukan
tiap titik pada cacat yang ada. Hasil uji penetran variasi kecepatan
angin hembusan 1.6 m/s tertera seperti pada Tabel 4.1.
Ukuran cacat
Area of Type of Result
No. (mm)
interest Defect
Panjang Lebar Accepted Reject
45
17. Weld part 1.5 1.2 Rounded ✓
46
Gambar 4.2 Hasil uji penetran variasi blower dihembuskan jarak 7 m
(Dokumentasi pribadi)
47
Tabel 4.2 Hasil uji penetran variasi blower dihembuskan jarak 7 m.
Ukuran cacat
Area of Type of Result
No (mm)
interest Defect
Panjang Lebar Accepted Reject
48
ukuran cacat rounded terbesar 3 mm (panjang) x 2 mm (lebar).
Jadi dapat dilihat dari hasil uji penetran pada tabel 4.2 bahwa pada
varias kecepatan angin hembusan 1.1 m/s memenuhi kriteria karena
cacat rounded yang ada masih memenuhi kriteria ukuran menurut
ASME SEC VIII DI.
Gambar 4.3 Hasil uji penetran variasi blower hisap jarak 30 cm (Dokumentasi
pribadi)
49
Tabel 4.3 Hasil uji penetran variasi blower hisap jarak 30 cm.
Ukuran cacat
Area of Type of Result
No. (mm)
interest Defect
Panjang Lebar Accepted Reject
50
indikasi cacat linear rejected dengan ukuran diluar kriteria
kelulusan menurut ASME SEC VIII DI.
Gambar 4.4 Hasil uji penetran variasi blower hisap jarak 1 m (Dokumentasi
pribadi)
51
Tabel 4.4 Hasil uji penetran variasi blower hisap jarak 1 m.
Ukuran cacat
Area of Type of Result
No. (mm)
interest Defect
Panjang Lebar Accepted Reject
52
4.2 Perbandingan Hasil Uji Penetran (penetrant test)
Setelah dilakukan pengujian penetran dapat dilihat perbandingan
jumlah indikasi cacat pada masing – masing variasi seperti terlihat pada
Grafik 4.1. sehingga akan terlihat perbedaan jumlah cacat pada masing –
masing variasi.
25
20
15
10
0
Variasi A kecepatan Variasi B kecepatan Variasi C kecepatan Variasi D kecepatan
angin blower hembus angin blower hembus angin blower hisap angin blower hisap
1.6 m/s 1.1 m/s 0.7 m/s 0.0 m/s atau tidak
terdeteksi
Dari data grafik diatas dapat dilihat, variasi kecepatan angin blower
hembus 1.6 m/s memiliki cacat terbanyak dari variasi lainya yaitu 22 cacat
rounded accepted dan 3 cacat linear rejected. Sementara pada variasi
kecepatan angin blower hembus 1.1 m/s terdapat lebih sedikit cacat daripada
variasi kecepatan angin blower hembus 1.6 m/s yaitu 16 cacat rounded
accepted dan tidak terdapat cacat linear.
53
Jadi dapat dilihat dari data hasil pengujian penetran diatas yang
memenuhi kriteria uji kelulusan menurut ASME SEC VIII DI yaitu variasi
kecepatan angin blower hembus 1.1 m/s dan variasi kecepatan angin blower
hisap 0.0 m/s atau tidak terdeteksi oleh anemometer karena tidak terdapat
cacat yang rejected, sedangkan pada variasi kecepatan angin blower hembus
1.6 m/s dan variasi kecepatan angin blower hisap 0.7 m/s tidak memenuhi
kriteria uji kelulusan karena pada variasi kecepatan angin blower hembus
1.6 m/s terdapat 3 cacat linear rejected dan pada variasi kecepatan angin
blower hisap 0.7 m/s terdapat 1 cacat linear rejected. Sehingga dapat
disimpulkan semakin tinggi kecepatan angin blower hembus maupun
blower hisap akan menimbulkan cacat las permukaan yang semakin banyak
karena shielding gas yang tidak stabil.
54
BAB 5
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data penelitian yang telah dilakukan pada material
pelat Aluminium 5083 dengan tebal 5 mm yang telah dilakukan proses
pengelasan dengan beberapa variasi yaitu variasi kecepatan angin hembus
dan kecepatan angin hisap blower dapat disimpulkan bahwa berdasarkan
pengujian penetran pada acceptance criteria ASME V article VI yang telah
dilakukan diketahui bahwa kecepatan angin mempunyai pengaruh terhadap
hasil dari pengujian penetran. Berikut hasil uji penetran dari ke empat
variasi percobaan.
➢ Pada variasi kecepatan angin hembusan 1.6 m/s dengan jarak blower 6
meter, yaitu tidak memenuhi kriteria kelulusan uji penetran menurut
ASME SEC VIII DI karena memiliki 22 indikasi cacat rounded
accepted dan 3 indikasi cacat linear rejected. Dengan ukuran cacat
rounded terkecil 1 mm (panjang) x 1 mm (lebar) dan ukuran cacat
rounded terbesar 4 mm (panjang) x 3 mm (lebar) sedangkan untuk
ukuran cacat linear terkecil 3.1 mm (panjang) x 1 mm (lebar) dan
ukuran cacat linear terbesar 4 mm (panjang) x 1 mm (lebar).
➢ Apabila dengan variasi kecepatan angin hembusan 1.1 m/s pada jarak
blower 7 meter maka memenuhi kriteria kelulusan uji penetran menurut
ASME SEC VIII DI karena terdapat 16 indikasi cacat rounded accepted.
Dengan ukuran cacat rounded terkecil 1 mm (panjang) x 1 mm (lebar)
dan ukuran cacat rounded terbesar 3 mm (panjang) x 2 mm (lebar).
Jadi pada variasi blower hembusan, jarak minimal agar memenuhi
kriteria uji penetran menurut ASME SEC VIII DI yaitu blower
hembusan dengan jarak minimal 7 meter pada kecepatan 1.1 m/s.
55
➢ Kemudian pada variasi kecepatan angin hisap 0.7 m/s pada jarak blower
30 cm, yaitu tidak memenuhi kriteria kelulusan uji menurut ASME SEC
VIII DI penetran karena terdapat 12 indikasi cacat rounded accepted dan
1 indikasi cacat linear rejected. Dengan ukuran cacat rounded terkecil 1
mm (panjang) x 1 mm (lebar) dan ukuran cacat rounded terbesar 3 mm
(panjang) x 3 mm (lebar) sedangkan untuk ukuran cacat linear 8 mm
(panjang) x 2 mm (lebar).
➢ Tetapi pada variasi kecepatan angin hisap 0.0 m/s (tidak terdeteksi)
dengan jarak blower 1 meter, yaitu memenuhi kriteria kelulusan uji
penetran menurut ASME SEC VIII DI karena terdapat 9 indikasi cacat
rounded accepted. Dengan ukuran cacat rounded terkecil 1 mm
(panjang) x 1 mm (lebar) dan ukuran cacat rounded terbesar 3.5 mm
(panjang) x 25 mm (lebar).
Jadi pada variasi blower hisap, jarak minimal agar memenuhi kriteria uji
penetran menurut ASME SEC VIII DI yaitu blower hisap dengan jarak
minimal 1 meter pada kecepatan 0.0 m/s (tidak terdeteksi).
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka penulis
merekomendasikan berupa saran-saran sebagai berikut:
1. Pada proses pengelasan berbagai variasi ini harus diperhatikan lebih baik
lagi kedepanya. Baik dari kecepatan angin maupun dari segi pengeluaran
gas pelindung. Sehingga pengelasan berbagai variasi yang dicapai lebih
baik dan memenuhi acceptance criteria.
2. Pemilihan alat pengukur kecepatan angin (anemometer) yang memiliki
spesifikasi lebih baik supaya ketika melakukan pengukuran kecepatan
angin bisa lebih akurat.
56
DAFTAR PUSTAKA
Zuriah, AL. (2017) Analisa Pengaruh Temperatur, Kadar Garam dan Kecepatan
Air Laut Terhadap Ketahanan Korosi Butt Joint MIG Weld di Konstruksi
Lambung Crew Boat Aluminium 5083. Tugas Akhir. Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya.
57
Halaman ini sengaja dikosongkan.
58
LAMPIRAN
59
Halaman ini sengaja dikosongkan.
60
61
Halaman ini sengaja dikosongkan.
62
63
Halaman ini sengaja dikosongkan
64
65
Halaman ini sengaja dikosongkan.
66
67
Halaman ini sengaja dikosongkan.
68
69
Halaman ini sengaja dikosongkan.
70
BIODATA PENULIS
Riwayat Pendidikan:
71