DWI ARIYANTO
NRP. 0714040060
DOSEN PEMBIMBING
MOH. MIFTACHUL MUNIR, S.T., M.T
MOH. SYAIFUL AMRI S.ST., M.T
i
TUGAS AKHIR (607408A)
DWI ARIYANTO
NRP. 0714040060
DOSEN PEMBIMBING
MOH. MIFTACHUL MUNIR, S.T., M.T
MOH. SYAIFUL AMRI S.ST., M.T
DWI ARIYANTO
NRP. 0714040060
i
Halaman ini sengaja dikosongkan
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
iii
Halaman ini sengaja dikosongkan
iv
KATA PENGANTAR
v
10. Seluruh teman-teman B27 khususnya yang telah memberi semangat,
bantuan dan motivasi selama pengerjaan Tugas Akhir ini.
11. Seluruh teman-teman D4 Teknik Pengelasan angkatan 2014 khususnya
yang telah memberi semangat, bantuan dan motivasi selama pengerjaan
Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa pembuatan Tugas Akhir ini masih jauh
dari kesempurnaan, dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan yang dimiliki.
Oleh karena itu penulis berharap adanya kritik dan saran yang membangun
sehingga dapat memperbaiki kekurangan yang ada.
Demikian semoga buku Tugas Akhir ini dapat memberi manfaat serta dapat
digunakan sebagai salah satu referensi untuk pengembangan Tugas Akhir
selanjutnya di kemudian hari dan dapat menjadi nilai tambah khususnya bagi
penyusun dan umumnya bagi pembaca.
Penulis
vi
PENGARUH VARIASI TEMPER BEAD WELDING (TBW) UNTUK
MENGGANTIKAN PWHT PADA MATERIAL SA 335 P22 TERHADAP
SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO
ABSTRAK
Kata kunci : Temper Bead, PWHT, Half bead technique, Impact, Hardness
vii
(Halaman Ini Sengaja Di Kosongkan)
viii
THE EFFECT OF TEMPER BEAD WELDING VARIATION TO
SUBSTITUTE PWHT ON MATERIAL SA 335 P22 TOWARD
MECANICAL PROPERTIES AND MICROSTRUCTURE
ABSTRACT
ix
(Halaman Ini Sengaja dikosongkan)
x
DAFTAR ISI
ABSTRACT .......................................................................................................ix
xi
2.9 Macam-Macam Pengujian .............................................................. 15
xii
3.8.1 Pengujian kekerasan ......................................................................... 37
BAB 5 ............................................................................................................... 69
xiii
LAMPIRAN A ............................................................................................. 75
LAMPIRAN B ............................................................................................. 79
LAMPIRAN C ............................................................................................. 93
LAMPIRAN D ............................................................................................. 97
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Proses Las GTAW (Tim Fakultas Teknik UNY,2004) ..... 5
Gambar 2.2 Skema Pengelasan Shielded Metal Arc Welding ........................... 6
Gambar 2.3 Zona Distribusi Temperatur Weld Bead Pada Diagram Fasabesi-
Carbon ............................................................................................................... 13
Gambar 2.4 Efek Overlap Setiap Bead Terhadap Bead Sebelumnya ............. 14
Gambar 2.5 Aplikasi Half Bead Teqhnique..................................................... 14
Gambar 2.6 Identor Pengujian Kekerasan (Callister, 2007) ............................ 17
Gambar 2.7 Metode Kekerasan Vickers (Callister, 2007) ............................... 18
Gambar 2.8 Kurva Tegangan - Regangan Teknik ( David Roylance 2001) ... 20
Gambar 2.9 Pengujian Bending ....................................................................... 21
Gambar 2.10 Spesimen Charpy Untuk Pengujian Impact Test ....................... 22
Gambar 3.1 Flow Chart Metodologi Penelitian .............................................. 25
Gambar 3.2 Desain Joint ................................................................................ 29
Gambar 3.3 Desain Joint Controlled Deposite Technique ............................. 30
Gambar 3.4 Desain Metode Half Bead Technique dengan Penggeridaan ....... 31
Gambar 4.1 Grafik PWHT............................................................................... 41
Gambar 4.2 Welding Sequence untuk Pengelasan Controlled Deposite
Technique ......................................................................................................... 41
Gambar 4.3 Welding Sequence Untuk Pengelasan Half Bead Technique ....... 43
Gambar 4.4 Titik Mikro ................................................................................. 44
Gambar 4.5 Hasil Struktur Mikro pada Base Metal ........................................ 45
Gambar 4.6 Hasil Struktur Mikro pada Base Metal dan HAZ ........................ 46
Gambar 4.7 Strukture Mikro pada HAZ .......................................................... 47
Gambar 4.8 Strukre Mikro pada HAZ dan Weld Metal .................................. 48
Gambar 4.9 Struktur Mikro pada Weld Metal face ......................................... 49
Gambar 4.10 Struktur Mikro pada Weld Metal Middle ................................... 50
Gambar 4.12 Hasil Pengujian Makro .............................................................. 52
Gambar 4.13 Hasil Uji Bending dengan Proses PWHT .................................. 53
Gambar 4.14 Hasil Uji Bending dengan Proses TBW Metode Controlledled
Deposition Technique........................................................................................ 53
xv
Gambar 4.15 Hasil Uji Bending dengan Proses TBW Metode Half Bead
Technique ......................................................................................................... 54
Gambar 4.16 Grafik Hardness PWHT Speciment 1 dan 2 ............................ 56
Gambar 4.17 Grafik Hardness TBW Half Bead Technique Spesimen 1dan 258
Gambar 4.18 Diagram Hardness Controlled Deposite Technique 1 dan 2 .... 61
Gambar 4.19 Grafik Perbandingan Hardness pada Face ................................ 62
Gambar 4.20 Grafik Perbandingan Hardness Pada middle............................. 62
Gambar 4.21 Grafik Perbandingan Hardness pada Root ................................ 63
Gambar 4.22 Grafik Impact Test .................................................................... 65
xvi
DAFTAR TABEL
xvii
Tabel 4.13 Hasil Pengujian Hardness TBW Controlled Deposite Technique
spesiment 2 ....................................................................................................... 60
Tabel 4.14 Hasil Impact di HAZ pada Proses TBW Controlled Deposite
Technique ........................................................................................................ 63
Tabel 4.15 Hasil Impact di HAZ pada Proses PWHT..................................... 64
Tabel 4.16 Hasil impact di HAZ pada proses TBW Half Bead Technique ... 64
Tabel 4.17 Rata - Rata Hasil Perhitungan Impact ............................................ 64
Tabel 4.18 Hasil dari Pengujian Tarik ............................................................. 66
Tabel 4.19 Hasil Rata - Rata Ultimate Strength .............................................. 67
xviii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka didapatkan beberapa
permasalahan yang harus diselesaikan antara lain adalah :
1. Bagaimana pengaruh pengelasan dengan menggunakan metode TBW dan
PWHT terhadap sifat mekanik pada material SA 335 P22?
2. Bagaimana pengaruh pengelasan dengan menggunakan metode TBW dan
PWHT terhadap matalugrafi pada material SA 335 P22?
2
BAB 2
DASAR TEORI
3
2.2 Pengelasan GTAW
Berdasarkan tim fakultas teknik UNY (2004) Las gas tungsten (TIG) adalah
proses pengelasan dimana busur nyala listrik ditimbulkan oleh elektroda tungsten
(elektroda tak terumpan) dengan benda kerja logam. Daerah pengelasan dilindungi
oleh gas lindung (gas tidak aktif) agar tidak berkontaminasi dengan udara luar.
Kawat las dapat ditambahkan atau tidak tergantung dari bentuk sambungan dan
ketebalan benda kerja yang akan dilas. Perangkat yang dipakai dalam pengelasan
las gas tungsten adalah
1) Mesin las AC/ DC
2) Tabung gas lindung
3) Regulator gas lindung
4) Flowmeter untuk gas
5) Selang gas dan perlengkapan pengikatnya
6) Kabel elektroda dan selang
7) Stang las (welding torch)
8) Elektroda tungsten
9) Kawat las
Elektroda tungsten adalah elektroda tidak terumpan (non consumable
electode) yang berfungsi sebagai pencipta busurnyala saja yang digunakan untuk
mencairkan kawat las yang ditambahkan dari luar dan benda yang akan disambung
menjadi satukesatuan sambungan. Elektroda ini tidak berfungsi sebagai logam
pengisi sambungan sebagaimana yang biasa dipakai pada elektroda batang las busur
metal maupun elektroda gulungan pada las MIG yang di tujukan pada Gambar 2.1
Electrode tungsten disediakan dalam berbagai ukuran diameter dan panjang.
Untuk diameter dari mulai ukuran 0,254 mm sampai dengan 6,35mm. Untuk
panjang disediakan mulai dari 76,2 mm sampai dengan 609,6mm.
4
Gambar 2.1 Skema Proses Las GTAW (Tim Fakultas Teknik UNY,2004)
5
2.3 Proses Las SMAW
Proses pengelasan SMAW yang umumnya disebut las listrik adalah proses
pengelasan yang menggunakan panas untuk mencairkan material dasar dan
elektroda. Panas yang timbul pada busur listrik yang terjadi antara elektroda karena
lompatan ion listrik yang terjadi antara katoda dan anoda (ujung elektroda dan
permukaan plat yang akan dilas) dengan kata lain teknik pengelasan ini
memanfaatkan panas busur listrik yang timbul karena perbedaan tegangan antara
elektroda terbungkus dengan material yang akan disambung dengan benda kerja,
mencairkan ujung elektroda (kawat) las dan benda kerja setempat, kemudian
membentuk paduan, membeku menjadi lasan (weld metal) seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.2 Bungkus (coating electrode) yang berfungsi sebagai fluks akan terbakar
pada waktu proses berlangsung. Cairan pembungkus akan terapung dan membeku
pada permukaan las yang disebut slag yang kemudian dapat dibersihkan dengan
mudah.
6
2. Besar kuat arus las
3. Kecepatan pengelasan
4. Besarnya penembusan
a. Tegangan busur las
Tingginya tegangan busur tergantung pada panjang busur yang dikehendaki dari
jenis elektroda yang digunakan. Pada elektroda yang sejenis tingginya tegangan
busur diperlukan berbanding lurus dengan panjang busur. Panjang busur yang
dianggap baik kira-kira sama dengan diameter elektroda.
b. Besar kuat arus
Besarnya kuat arus pengelasan diperlukan tergantung dari bahan dan ukuran dari
lasan, geometri sambungan, posisi pengelasan, macam elektroda, diameter elektroda
itu sendiri dan lain-lain.
c. Kecepatan pengelasan
Kecepatan pengelasan tergantung pada jenis elektroda, diameter inti elektroda,
bahan yang akan dilas, geometri sambungan, dan lain sebagainya. Dalam hal
hubungannya dengan tegangan dari kuat arus, dapat dikatakan bahwa kecepatan
pengelasan hampir tidak ada hubungannya dengan tegangan las tetapi berbanding
lurus dengan kuat arus. Karena itu pengelasan yang cepat memerlukan kuat arus
yang tinggi.
Bila tegangan dari kuat arus dibuat konstan, sedangkan kecepatan las dinaikkan
maka jumlah deposit per satuan panjang las jadi menurun. Tetapi di samping itu
sampai pada suatu kecepatan tertentu, kenaikan kecepatan akan memperbesar
penembusan. Bila kecepatan pengelasan dinaikkan terus maka masukan panas per
satuan panjang juga akan lebih kecil, sehingga pendinginan akan terlalu cepat yang
mungkin dapat memperkeras daerah HAZ.
d. Besarnya penembusan
Untuk mendapatkan kekuatan sambungan yang tinggi diperlukan penembusan
atau penetrasi yang cukup. Sedangkan besarnya penembusan tergantung kepada
sifat-sifat fluks, polaritas, besarnya arus, lebar root gap, tinggi root face dan
kecepatan pengelasan. Pada dasarnya makin besar kuat arus makin besar daya
tembusnya. Sedangkan tegangan memberikan pengaruh yang sebaliknya yaitu
makin besar tegangan makin panjang busur yang terjadi dan makin tidak terpusat,
7
sehingga panasnya melebar dan menghasilkan penetrasi yang lebar dan dangkal
kecuali beberapa elektroda khusus untuk penembusan dalam yang memang
memerlukan tegangan tinggi.
3 Elongation % 18
8
2.5 Pemanasan Awal
Definisi preheat menurut AWS (American Welding Society) adalah panas
yang diberikan kepada logam yang akan dilas untuk mendapatkan dan memelihara
preheat temperature. Sedangkan preheat temperature sendiri definisinya adalah
suhu dari logam induk (base metal) disekitar area yang akan dilas, sebelum
pengelasan itu dimulai. Pada multipass weld definisi preheat temperature adalah
suhu sesaat sebelum pengelasan pada pass (celah) selanjutnya dimulai. Pada
multipass weld disebut juga sebagai interpass temperature (suhu antar pass (celah).
Preheating bisa saja menggunakan gas burner, oxy-gas flame, electric
blancket, pemanasan induksi, atau pemanasan di furnace. Pemanasan disekitar area
pengelasan diusahakan merata untuk mendapatkan hasil yang bagus. Pemanasan
yang berlebihan atau tidak merata dapat menyebabkan tegangan sisa yang tinggi,
distorsi, atau perubahan metalurgi yang tidak diinginkan pada logam induk.
Ketika preheat diperlukan maka semua sambungan pengelasan harus
dipanaskan sampai pada temperatur yang diinginkan (temperatur preheat bagian
luar dan dalam logam induk harus tercapai), jika memungkinkan panasi logam
induk pada salah satu sisi dan ukur temperatur logam sisi berlawanannya. Panas
yang terjadi akan dihantarkan dengan cara konduksi dan inspektor harus
meyakinkan suhu sisi yang berlawanan tersebut. Informasi mengenai batasan
interpass temperatur harus disertakan dalam WPS. Ketika multipass weld dilakukan
maka deposit yang terjadi setelah pengelasan sebelumnya harus di inspect sebelum
melakukan pengelasan lebih lanjut. Apabila suhu interpass terlalu tinggi dari yang
telah ditetapkan dalam WPS maka pengelasan harus dihentikan dan interpass perlu
didinginkan sampai di atas batasan interpass temperatur sebelum melanjutkan
pengelasan.
Berdasarkan sifat metalurgi dan atau sifat mekanis yang diinginkan dari
komponen pengelasan, preheat dan interpass temperature bisa dievalusi untuk
alasan yang berbeda. Prosedur (WPS) pengelasan untuk baja lunak (mild steel)
yang mempunyai kandungan karbon rendah, hardenability yang relatif rendah bisa
saja dipertimbangkan untuk tidak menggunakan preheat dan interpass temperature
tergantung dari ketebalan material. Prosedur (WPS) yang digunakan untuk
pengelasan heat-treatable low alloy steel dan Chromium-Molybdenum (cromoly)
9
steel akan memerlukan preheat dan interpass temperature minimum dan
maksimum. Material alloy tersebut bisa mempunyai hardenability yang tinggi dan
rentan terhadap hydrogen cracking. Apabila material tersebut didinginkan terlalu
cepat atau terjadi overheating maka dapat mengakibatkan efek yang serius terhadap
performance yang diinginkan. Sewaktu pengelasan nickel alloy perlu diperhatikan
heat input selama proses pengelasan. Heatinput dari proses pengelasan, dan preheat
serta interpass temperature dapat mnegakibatkan efek yang serius kepada metrial
tersebut. Heat input yang tinggi dapat mengakibatkan kelebihan leburan logam
induk, presipitasi karbida, dan fenomena metalurgi yang berbahaya lainnya.
Perubahan sifat metalurgikal tersebut dapat menyebabkan tumbuhnya cracking atau
kehilangan ketahanan terhadap korosi. Prosedur (WPS) untuk pengelasan
aluminum alloy seperti tipe heat-treatable 2xxx, 6xxx, dan 7xxx sangat
memperhatikan dengan pengurangan heat input keseluruhan. Untuk material jenis
ini suhu maksimum preheat dan interpass temperature dikontrol untuk
meminimalkan annealing dan pengaruh over-aging terhadap heat affected zone
(HAZ) dan hilang atau berkurangnya tensile strength.
Pada aplikasi-aplikasi yang kritis, preheat temperature harus dikontrol
dengan presisi. Pada situasi seperti ini sistem pemanasan yang bisa diatur sangat
dibutuhkan, thermocouple dipasang untuk memonitor bagian yang sedang
dipanaskan. Thermocouple memberikan sinyal untuk mengontrol unit yang bisa
mengatur kebutuhan sumber tenaga untuk memanaskan part tersebut. Dengan
menggunakan peralatan tipe tersebut part yang sedang dipanaskan bisa dikontrol
untuk toleransi yang sangat kecil. Beberapa alasan preheating antara lain :
1. Untuk mengurangi kelembaban dari area pengelasan. Biasanya dilakukan
dengan cara memanaskan permukaan material dengan suhu yang relatif tidak
terlalu tinggi, hanya sedikit diatas titik didih air. Hal tersebut akan
mengeringkan permukaan dan menghilangkan kontaminan yang tidak
diinginkan yang mungkin bisa menyebabkan porosity, hidrogen
embrittlement, atau cracking karena hidrogen selama proses pengelasan.
2. Untuk menurunkan gradient temperatur. Semua pengelasan
menggunakan sumber panas temperatur tinggi. Pada material yang dilas akan
terjadi perbedaan temperatur antara sumber panas lokal dan material induk
10
yang lebih dingin ketika pengelasan berlangsung. Perbedaan temperatur
tersebut menyebabkan perbedaan pemuaian panas dan kontraksi serta
tegangan yang tinggi disekitar area yang dilas. Preheating akan mengurangi
perbedaan temperatur dari material induk sehingga akan meminimalkan
masalah yang terjadi seperti distrosi dan tegangan sisa yang berlebih.
Apabila tidak dilakaukan preheating maka bisa terjadi perbedaan temperatur
yang besar antara area las-lasan dengan logam induk. Hal ini dapat
mengakibatkan pendinginan yang terlalu cepat sehingga menyebabkan
terbentuknya martensit dan pada beberapa material dengan hardenability
yang tinggi mungkin terjadi cracking.
11
Untuk mengembalikan kembali kepada sifat yang diinginkan terutama dalam
ketangguhan maka struktur yang berubah tadi dikembalikan lagi ke struktur semula
melalui pemanasan pada waktu tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula.
Tergantung dari jenis material dan ketebalan material.
12
adalah melakukan tempering pada bead sebelumnya dengan memanfaatkan zona
kondisi temperatur HAZ yang ada di bawah cairan logam las saat pengelasan.
Selama proses pengelasan terjadi 4 daerah di bawah weld bead, daerah tersebut juga
termasuk HAZ. Besarnya daerah tersebut tergantung dari parameter pengelasan,
distribusi temperatur, dan lamanya waktu pemanasan. 4 daerahtersebut adalah:
a. Sub-critical, pada temperatur 650-7230 C
b. Inter-critical, pada temperatur 723-9000 C
c. Fine grain, pada temperatur 900-10000 C
d. Coarse grain, pada temperatur 10000 C melting point
Daerah-daerah tersebut dapat terbentuk karena tranformasi dari baja itu Sendiri
akibat adanya pemanasan yang tinggi yang memungkinkan untuk mencapai kondisi
temperatur transformasi. Zona distribusi temperatur weld bead pada diagram fasa
besi carbon dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Zona Distribusi Temperatur Weld Bead Pada Diagram Fasabesi-Carbon
(Walker J Sperko, P.E. 2005)
Heat Affected Zone (HAZ) adalah daerah pada logam induk yang paling
dekat dengan weld pool yang temperaturnya melebih(Walker J Sperko, P.E. 2005)
temperatur cair material. Daerah HAZ ini tidak ikut mencair namun mengalami
temperatur austenit (di atas 723oC), oleh karena itu daerah yang menglami
temperatur seperti pada HAZ akan mengalami perubahan struktur dari strukturnya
semula. Struktur yang terbentuk tergantung dari laju pendinginan dan komposisi
kimia.
13
Teknik TBW adalah dengan cara menambahkan heat input pada layer
berikutnya, dan untuk mengoptimalkan tempering pada bead sebelumnya tidak
hanya dengan meletakkan overlap tepat di atas bead sebelumnya. Tempering akan
optimal jika overlap dilakukan antara 30-70% dari logam pengelasan sebelumnya.
Overlap tersebut akan dapat dibentuk dengan mudah bila dilakukan dengan tanpa
goyangan atau dengan sedikit goyangan, serta usahakan agar tebal pendepositan
tetap sama agar efek tempering benar-benar optimal. Hasil tempering akan lebih
optimal bila dilakukan overlap 50% seperti pada overlap bead kedua ke bead
kesatu, daripada overlap 10% seperti pada bead ketiga ke bead kedua. Gambar 2.4
menunjukkan perbedaan overlap antara bead ketiga kebead kedua dan dari bead
kedua kebead kesatu.
14
2.9 Macam-Macam Pengujian
Ada beberapa pengujian yang dilakukanpda penelitian ini. Diantaranya
sebagai berikut:
2.9.1 Uji metalografi
a . Makro
Pengujian makro (makroscope test) ialah proses pengujian bahan yang
menggunakan mata terbuka dengan tujuan dapat memeriksa celah dan
lubang dalam permukaan bahan. Angka kevalidan pengujian makro
berkisar antara 0,5 sampai 50 kali. Pengujian cara demikian biasanya
digunakan untuk bahan-bahan yang memiliki struktur kristal yang
tergolong besar atau kasar. Misalnya, logam hasil coran (tuangan) dan
bahan yang termasuk non-metal (bukan logam).
b. Mikro
Pengujian struktur mikro merupakan suatu metode untuk meneliti
struktur logam dengan menggunakan mikroskop optis dan mikroskop
elektron. Sedangkan struktur yang terlihat pada mikroskop tersebut
tersebut disebut mikro struktur. Pengamatan tersebut dilakukan terhadap
spesimen yang telah diproses sehingga bisa diamati dengan pembesaran
tertentu.
Penyelidikan mikrostruktur berkisar 10 cm (batas kemampuan elektron
mikroskop hingga 10 cm batas kemampuan mata manusia). Biasanya
objek pengamatan yang digunakan 10 cm atau pembesaran 5000 -30000
kali untuk mikroskop elektron dan 10 cm atau order pembesaran 100-1000
kali mikroskop optik. Agar permukaan logam dapat diamati secara
Metalografi, maka terlebih dahulu dilakukan persiapan sebagai berikut
(Modul DT NDT, 2000) :
1. Pemotongan spesimen
Pada tahap ini, diharapkan spesimen dalam keadaan datar, sehingga
memudahkan dalam pengamatan .
2. Mounting spesimen (bila diperlukan)
15
Tahap mounting ini, spesimen hanya dilakukan untuk material yang
kecil atau tipis saja. Sedangkan untuk material yang tebal, tidak
memerlukan proses mounting.
3. Grinding dan polishing
Tahap grinding dan polishing ini bertujuan untuk membentuk
permukaan spesimen agar benar-benar rata. Grinding dilakukan dengan
cara menggosok spesimen pada mesin hand grinding yang diberi kertas
gosok dengan ukuran grid yang paling kasar (grid 240) sampai yang
paling halus. Sedangkan polishing sendiri dilakukan dengan
menggosokkan spesimen diatas polishing machine yang dilengkapi
dengan kain wool yang diberi serbuk alumina dengan kehalusan 1-0,05
mikron. Panambahan serbuk alumina ini bertujuan untuk lebih
mengahaluskan permukaan spesimen sehinggan akan lebih mudah
melakukan Metalografi.
4. Etsa (Etching)
Proses etsa ini pada dasarnya adalah proses korosi atau mengorosikan
permukaan spesimen yang telah rata karena proses grinding dan
polishing menjadi tidak rata lagi. Ketidakrataan permukaan spesimen ini
dikarenakan mikrostruktur yang berbeda akan dilarutkan dengan
kecepatan yang berbeda, sehingga meninggalkan bekas permukaan dengan
orientasi sudut yang berbeda pula. Pada pelaksanaannya, proses etsa ini
dilakukan dengan cara mencelupkan spesimen pada cairan etsa dimana
tiap jenis logam mempunyai cairan etsa /etching reagent sendiri-sendiri.
Setelah permukaan spesimen di etsa, maka spesimen tersebut siap
untuk diamati di bawah mikroskop dan pengambilan foto metalografi.
Pengamatan metalografi pada dasarnya adalah melihat perbedaan
intensitas sinar pantul permukaan logam yang dimasukkan ke dalam
mikroskop sehingga terjadi gambar yang berbeda (gelap, agak terang,
terang). Dengan demikian apabila seberkas sinar di kenakan pada
permukaan spesimen maka sinar tersebut akan dipantulkan sesuai dengan
orientasi sudut permukaan bidang yang terkena sinar. Semakin tidak rata
permukaan, maka semakin sedikit intensitas sinar yang terpantul ke dalam
16
mikroskop. Akibatnya, warna yang tampak pada mikroskop adalah warna
hitam. Sedangkan permukaan yang sedikit terkorosi akan tampak
berwarna terang (putih)
2.9.2 Hardness test
Kekerasan suatu bahan adalah kemampuan sebuah material untuk menerima
beban tanpa mengalami deformasi plastis yaitu tahan terhadap identasi/penetrasi,
tahan terhadap penggoresan, tahan terhadap aus, tahan terhadap pengikisan
(abrasi). Kekerasan suatu bahan merupakan sifat mekanik yang paling penting,
karena kekerasan dapat digunakan untuk mengetahui sifat -sifat mekanik yang
lain, yaitu kekuatan (strength). Bahkan nilai kekuatan tarik yang dimiliki suatu
material dapat di konversi dari kekerasannya
Tujuan dari pengujian Hardness yaitu :
• Mengevaluasi ketahanan material terhadap penekanan permanen.
• Mengevaluasi pengaruh perlakuan panas terhadap kekerasan.
• Memperkirakan kuat tarik sebuah material.
Kekerasan sebuah material adalah kemampuan menahan penekanan
permukaan di bawah kondisi pengujian standard atau menerima beban tanpa
mengalami deformasi plastis yaitu tahan terhadap identasi, goresan, aus dan
abrasi. Identor uji kekerasan vickers bisa dilihat pada Gambar 2.6 berikut.
17
• Dapat di tumpu dengan baik dan permukaan horizontal
2. Identor yang di gunakan adalah intan yang berbentuk piramid yang beralas
bujur sangkar dengan sudut puncak antara dua sisi yang berhadapan adalah 136º
seperti yang di tunjukan pada Gambar 2.7
3. Pada dasarnya semua beban bisa digunakan, kecuali untuk plat yang tipia
harus digunakan beban yang ringan.
4. Pada pelaksanaanya, pengujian kekerasan ini dilakukan dengan menekan
identor pada permukaan spesimen selama 10 - 30 detik.
5. Nilai kekerasan pengujian ini dinyatakan dalam satuan DPH Vickers
(Diamond Pyramid Hardness) yang di hitung berdasarkan diagonal identasi
dengan persamaan sebagai berikut :
DPH = (2P sin (α/2))/d2
= 1,854 P/ d2
Untuk : α = 136º
Dimana : P = Gaya Tekan (kgf)
18
untuk mengetahui kekuatan sambungan logam hasil pengelasan, yang salah
satunya dapat dilakukan suatu uji tarik yang telah distandarisasi.
Kekuatan tarik sambungan las sangat dipengaruhi oleh sifat logam induk,
daerah HAZ, sifat logam las, dan geometri serta distribusi tegangan dalam
sambungan (Wiryosumarto, 1996). Untuk melaksanakan pengujian tarik
dibutuhkan batang tarik. Batang tarik, dengan ukuran-ukuran yang
dinormalisasikan, dibubut dari spesimen yang akan diuji. Uji tarik merupakan
salah satu dari beberapa pengujian yang umum digunakan untuk mengetahui sifat
mekanik dari satu material. Dalam bentuk yang sederhana, uji tarik dilakukan
dengan menjepit kedua ujung spesimen uji tarik pada rangka beban uji tarik. Gaya
tarik terhadap spesimen uji tarik diberikan oleh mesin uji tarik (Universal
Testing Machine) yang menyebabkan terjadinya pemanjangan spesimen uji dan
sampai terjadi patah. Dalam pengujian, spesimen uji dibebani dengan kenaikan
beban sedikit demi sedikit hingga spesimen uji tersebut patah, kemudian sifat-sifat
tarikannya dapat dihitung dengan persamaan :
F
Tegangan: σ = Ao (N/mm2) ………….……................ (2.1)
19
Gambar 2.8 Kurva Tegangan - Regangan Teknik
( David Roylance 2001)
Uji tarik suatu material dapat dilakukan dengan menggunakan universal
testingmachine. Benda uji dijepit pada mesin uji tarik, kemudian beban statik
dinaikkan secara bertahap sampai spesimen putus. Besarnya beban dan
pertambahan panjang dihubungkan langsung dengan plotter, sehingga diperoleh
grafik tegangan (Kgf/mm2) dan regangan (%) yang memberikan informasi data
berupa tegangan luluh (σ ys), tegangan ultimate (σult), modulus elastisitas
bahan (E), ketangguhan dan keuletan sambungan las yang di uji tarik.
2.9.4 Pengujian bending
Pengujian bending atau bending test adalah pengujian materil pengelasan
untuk mengetahui derajat kelengkungan yang mampu diterima sambungan daan
keuletan material las. Uji bending dibagi menjadi 3 yaitu root band, face band dan
side band, seperti ditunjukan pada Gambar 2.9 sebagai berikut.
20
Gambar 2.9 Pengujian Bending
Sumber: WWW.TWI-GLOBAL.COM
21
2. Methode Izod
Pada methode ini spesimen diletakkan di jepit pada salah satu ujung
dan agak tegak. Arah pemukulan dari depan takikan.
22
(Edo Dwi Variasi ANALISA VARIASI Hasil nilai impact dari pengujian nilai
impact terendah weld metal
Pangarso 2016) Ketebalan KETEBALAN
temparatre normal (25°C) yaitu 1,54
Material dan MATERIAL DAN J/mm2 pada material tebal 25 mm
interpass 100oc sedangkan tinggi
Interpast INTERPASS
pada material tebal 40 mm dengan
Temperature TEMPERATURE PADA interpass 50oC dengan l,68 J/mm2
daerah fusion line nilai terendah yaitu
Pada TBW TEMPERBAEAD
1.56J/mm2 pada material tebal 25 mm
WELDING TERHADAP interpass 100 ° C sedangkan tetinggi
pada material tebal 40 mm dengan
NILAI IMPACT DAN
interpass 100 ° C dengan 1.77j/mm2
STRUTURE MIKRO Untuk nilai rendah pada temperatur
rendah -20 ° C) yaitu 1,13 Jl/mm2
DAENGAN PROSES
pada material tebal 25mm interpass
LAS SMAW 100oc sedangkan tertinggi pada
material tebal 40mm dengan interpass
50o c dengan 1.26 j/mm2 sedangkan
pada fussionline nilai terendah yaitu
0,83J/mm2 juga pada material tebal
25mm interpass 100°C, sedangkan
material tebal 40mn pada dengan
interpass 100°C dengan 1,02 J / mm2.
Hasil dari impact tersebut juga
berbanding lurus dengan struktur
mikro dari spesimen ,
untuk struktur mikro yang paling
bagus pada material tebal 40 mm
dengan interpass 100oc sedang
struktur mikro yang kurang bagus
pada material tebal 25mm dengan
interpass 1000C
23
(Kemal Wira di PENGARUH REPAIR Hasil dari Hardness test menunjukan
bahwa nilai kekerasan yang
Jatmik 2016) MULTIPLE MENGGUNAKAN
dihasilkan dua teknik pengelasan
REPAIR PADA TEKNIK TEMPER temperbead, half bead dan
controlledled deposite rata-rata
MATERIAL SA BEAD WELDING DAN
memiliki nilai 221.3 HVN dan 231.1
516 GR 70 POST WELD HEAT HVN, pada pengelasan PWHT rata-
rata nilai memiliki nilai 151.1 HVN.
MENGGUNAK TREATMENT
Menurut uji ANOVA pengelasan
AN TEKNIK TBW jumlah dan metode repair tidak
berpengaruh sedangkan antara teknik
TEMPER
PWHT dan TBW jumlah dan metode
BEAD repair berpengaruh pada nilai
kekerasan. Pada pengujian mikro
WELDING
terbentuk struktur ferrite dan perlit
DAN POST pada setiap metode pengelasan tetepi
pada pengelasan PWHT memiliki
WELD HEAT
struktur yang halus dipandingkan
TREATMENT dengan dua teknik TBW. Pada hasil
impact test pada kedua metode repair
TERHADAP
temperbead welding repair dan
SIFAT PWHT repair yaitu dengan
mengunakan selisih nilai
MEKANIK
impact yang kecil. Itu dibuktikan
DAN dengan hasil impact pada suhu
ruangan. Terlihat sekali nilai impact
STRUKTUR
pada proses PWHT dan Temper Bead
MIKRO Tachnique (TBW) jika dibandingkan
dengan nilai impact yang paling jauh
yaitu antara PWHT 1x 2.04 J/mm2
dan controlledled deposite technique
2x 1,74 J/mm2 dengan selisih 0,32
J/mm2. Sedangkan untuk half bead
technique nilai impactnya rata-rata
diatas nilai controlledled deposite
technique sehingga keduanya bisa
mengantikan proses PWHT
24
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Mulai
Identifikasi Masalah
Studi Literatur
Pengelasan
Kesimpulan
Analisa
Selesai
25
masalah yang ada guna membantu dalam menyelesaikan masalah yang ada. Adapun
literatur yang digunakan yaitu berupa standart, code maupun handbook.
26
kimia dan mechanical properties dari filler berdasarkan ASME Sec IIC.seperti yang
di tunjukan pada Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 dan Tabel 3.5 sebagai berikut.
Tabel 3.2 Komposisi Kimia Filler ER90S-B3 5
C 0.07–0.12
Mn 0.40–0.70
Si 0.40–0.70
P 0.025
S 0.025
Ni 0.20
27
Tabel 3.4 Komposisi Kimia Filler E9016-B3 7
AWS Class E9016-B3
C 0.05–0.12
Mn 0.90
Si 0.60
P 0.03
S 0.03
Ni -
Cr 2.00–2.50
Kandungan unsur (%)
Mo 0.90–1.20
V -
Ti -
Zr -
Al -
Cu -
Other Element -
Sumber: American Society of Mechanical Engineering,2013
3.3.3 Peralatan
Untuk menunjang penelitian ini diperlukan beberapa perlatan yang
nantinya akan digunakan dalam proses pembuatan, pengujian, dan analisa.
Peralata yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Mesin las GTAW dan SMAW
2. Blander OAW
3. Gas pelindung
4. Thermo gun
5. Tang amper
6. Penggaris
7. Stopwacth
28
8. Cipping hummer
9. Dan lain-lain
3.3.4 Joint design
Dalam penelitian ini ukuran coupon test yang digunakan adalah pipa
dengan panjang 150 mm dan tebal 19.05 mm dengan menggunakan kampuh
V 60º . Pada Gambar 3.2 dapat dilihat ukuran dari design sambungan las.
29
menggunakan interpass temperatur 253ºC. Setelah proses las selesai dilakukan
PWHT dengan memasukkan ke furnace dan dilakukan pemanasan hingga mencapai
temperatur 700ºC dan dengan holding time selama 45 menit.
30
3.6.2 Half bead technique
Pada teknik ini juga digunakan dalam temper bead welding (TBW)
dengan metode Half bead technique lebih menekankan pada pengurangan
tebal layer pada pengelasan sehingga setiap pengelasan yang dilakukan harus
dilakukan penggerindaaan hingga setengah dari layer las sebelumnya.
Dengan menggunaan elekroda yaang semakin bertambah ukuran diameter
elektroda
Berikut ini tahapan half bead tecnique seperti yang di tunjukan pada Gambar
3.4 dan Tabel 3.7
Diameter
Bead Arus Tegangan Travel speed
Proses las Layer elektroda
(ampere) (voltage) (mm/menit)
(mm)
31
Tabel 3.7 Urutan Pengelasan Dengan Metode Metode Half Bead Technique (Lanjutan)
3.7 Pengujian
3.7.1 Pengujian metalografi
Pada penelitian ini tes metalografi dilakukan untuk melihat perubahan
mikro dan makro pada spesimen yang telah dilakukan proses pengelasan. Alat
dan bahan yang digunakan untuk tes metalografi adalah sebagai berikut :
32
4. Polishing spesimen dilakukan dengan menggunakan kain bludru.
Setelah itu dibersihkan dengan pasta gigi supaya permukaan
mengkilat sehingga tidak menghalangi hasil gambar structure
mikronya. Kecepatan mesin poles sekitar 200 rpm dengan tekanan
pada spesimen yang sedang.
5. Etching menggunakan larutan nital dengan komposisi 1:2 HNO3 dan
HCl. Dilakukan pada permukaan yang sudah bersih dan mengkilat
dengan cara dicelup beberapa detik sampai larutan benar-benar
bereaksi. Setelah itu dibasuh di bawah air bersih dan di beri alkohol
dengan semprotan lalu di dryer. Proses etching dilakukan untuk
menampilkan bagian-bagian dari daerah pengelasan.
6. Pengamatan hasil dengan mikroskop dengan meletakkan spesimen di
bawah lensa mikroskop dan mengatur pembesaran 100x, 200x, 500x.
Lebih memudahkan analisa maka nyalakan lampu yang ada di
mikroskop dan mengatur fokusnya. Jika sudah terlihat structure mikro
langkah selanjutnya mendokumentasi hasilnya dan mengevaluasi
hasil gambar
3.7.2 Uji kekerasan (Hardness test)
Pada penelitian ini Hardness test digunakan unutuk mengetahui
kekrasan yang terjadi akibat pengaruh pengelasan berulang. Untuk
pengujian memakai vickers test. Metode pengujian vickers menggunakan
indentor berbentuk piramida intan. Piramida pada ujung penekan
mempunyai bentuk dasar persegi dan pada ujungnya mempunyai sudut yang
saling berhadapan. Identor ditekan beberapa saat dengan beban tertentu.
Langkah-langkah pengerjaan sebagai berikut :
1. Pemotongan spesimen menggunakan gerinda potong sekitar 40 mm
dengan asumsi dapat mengcover daerah weld metal, HAZ, dan base
metal.
2. Proses milling dilakukan pada permukaan spesimen untuk
memastikan permukaan rata.
3. Pengamplasan spesimen bertujuan untuk mendapatkan permukaan
yang halus sehingga saat dilakukan micro etsa tidak terdapat goresan
33
yang terlihat dan menghindari pembcaaaan evaluasi yang salah karena
indikasi palsu. Pengamplasan dilakukan secara bertahap dengan
amplas yang kasar sampai dengan amplas yang halus dengan grit
berurutan 240, 500, 800, dan 1000.
4. Polishing spesimen dilakukan dengan menggunakan kain bludru.
Setelah itu dibersihkan dengan pasta gigi supaya permukaan
mengkilat sehingga tidak menghalangi hasil gambar structure
mikronya. Kecepatan mesin poles sekitar 200 rpm dengan tekanan
pada spesimen yang sedang.
5. Etching menggunakan larutan nital dengan komposisi 1:2 HNO3 dan
HCl. Dilakukan pada permukaan yang sudah bersih dan mengkilat
dengan cara dicelup beberapa detik sampai larutan benar-benar
bereaksi. Setelah itu dibasuh di bawah air bersih dan di beri alkohol
dengan semprotan lalu di dryer. Proses etching dilakukan untuk
menampilkan bagian-bagian dari daerah pengelasan.
6. Sebelum mengambil titik untuk pengujian, terlebih dahulu
menentukan pemetakan titik beserta dengan beban untuk pembebanan
dan lama pembebanan.
7. Hasil nilai kekrasan berupa diagonal bekas dari pembebanan dalam
satuan µm. Selanjutnya dihitung diagonal rata-rata, baru
dikonversikan pada rumus VHN.
3.7.3 Uji tarik
Pengujian tarik merupakan pengujian mekanik yang dilakukan untuk
mengetahui Nilai tegangan ultimate dan regangan yang dimiliki material
yang hasilnya kemudin akan muncul pada grafik tegangan(σ)–regangan
(ε).Prosedur pengujian tarik adalah sebagai berikut:
1. Spesimen uji tarik diambil dari tes kupon pengelasan kemudian
dilakukan machining sesuai ketentuan standart,
2. Beri stamping pada masing-masing spesi menuji tarik untuk lebih
mudah mengenali identitasnya. Berikan pula tanda dengan penitik
untuk pengukuran elongation jika diperlukan.
3. Ukur dimensi masing-masing spesimen uji tarik
34
4. Pengujian di mesin uji tarik.
5. Amati dan catat hasil nilai uji tarik dan hasil patahan spesimen uji
Untuk dapat lolos uji tarik, spesimen pengelasan harus memenuhi
persyaratan berikut:
1. Kuat tarik spesimen pengelasan tidak boleh kurang dari kuat tarik
base metal; atau
2. Kuat tarik spesimen pengelasan tidak boleh kurang dari kuat tarik
material yang terkecil nilai tariknya.
3. Jika spesimen patah dibase metal, diluar lasan atau weld interface,
masih dapat diterima asalkan hasil uji tarik tidak boleh kurang dari
95% kuat tarik base metal.
3.7.4 Pengujian tekuk
Pengujian tekuk atau bending test merupakan pengujian mekanik
yang dilakukan untuk mengetahui soundness dari hasil pengelasan.
Pengujian tekuk dibagi menjadi 3, yaitu side bend, root bend, dan face
bend. Untuk pengujian prosedur pengelesan untuk penelitian ini
digunakan side bend karena Ketebalannya cukup tebal, yaitu 19.05 mm.
Prosedur pengujian tekuk adalah sebagai berikut:
35
dengan besarnya energi yang diperlukan untuk mematahkan spesimen
dengan ayunan.
a. Peralatan yang digunakan
1. Mesin uji impact
2. Jangka sorong
3. Stamping/marker
4. Palu
5. Kikir
6. Amplas
b. Prosedur pengujian
1. Persiapan spesimen
- Mengambil spesimen dan jepit pada ragum.
- Mengambil kikir dan menghilangkan bekas – bekas machining
- pada spesimen yang memungkinkan menyebabkan kesalahan
- ukur.
- Mengulangi langkah diatas untuk seluruh spesimen.
2. Pengukuran dimensi
- Mengambil spesimen kemudian mengukur dimensinya.
- Catat kode spesimen dan data pengukurannya pada lembar kerja.
- Mengulangi langkah diatas untuk semua spesimen.
3. Pengujian pada mesin uji impact
- Mencatat data mesin pada lembar kerja, mesin uji impak
- Menempatkan bandul pada posisi awal untuk pengujian.
- Mengatur jarum penunjuk pada posisi 0.
- Mengambil spesimen dan diletakkan pada tempatnya secara
tepat
36
3.8.1 Pengujian kekerasan
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui kekerasan material di setiap
daerah seperti : base metal, HAZ dan weld metal.
3.8.2 Pengujian tarik
Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui sifat mekanik yaitu
kekuatan tarik dari material.
3.8.3 Pengujian tekuk
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan lasan apabila
ditekuk. Bila hasil lasan tersebut pecah atau retak dan melebihi dari yang
diijinkan oleh standar atau code maka hasil lasan tersebut tidak diterima.
3.8.4 Pengujian impact
Pengujian impak digunakan untuk mengetahui harga ketangguhan
material menerima beban.
3.8.5 Pengujian matalografi
Pengujian matalugrafi digunakan untuk melihat struktur mikro dan luara
area pengalasan pada material pada daerah HAZ, base metal, weld metal.
37
(halaman ini sengaja dikosongkan)
38
BAB 4
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab III, penelitian ini mempelajari
analisa pengaruh pengaruh pengelasan dengan menggunakan metode TBW dan
PWHT, terhadap sifat mekanik dan struktur mikro pada SA 335. Pengujian yang
dilakukan menggunakan pengujian, pengujian tarik, pengujian bending, pengujian
kekerasan, pengujian ketangguhan dan pengujian metalography untuk mengetahui
struktur mikronya.
39
Tabel 4.1 Record Setelah Dilakukan Pengelasan Dengan PWHT1 (Lanjutan)
3 SMAW 3,2 3 100 20 67,2 1785,7
4 SMAW 3,2 4 115 22 61,4 2472,3
5 SMAW 3,2 5 115 22 65,6 2314,0
666 6 SMAW 3,2 6 115 22 68,9 2203,1
7 SMAW 3,2 6 115 22 71,4 2126,1
40
Grafik Temperatur PWHT
800
700
600
500
temp0 C
400
300 suhu
200
100
0
0 50 75 100 135 150 200 250 300 350 400
waktu (menit)
41
Tabel 4.3 Record Setelah Dilakukan Pengelasan TBW Controlled Deposit Technique 114
Travel
Proses Diameter Arus Tegangan Heat input
Bead Layer speed (mm
las (mm) (ampere) (voltage) (J/mm)
/menit)
Tabel 4.4 Record Setelah Dilakukan Pengelasan TBW Controlled Deposit Technique 215
Travel
Proses Diameter Arus Tegangan Heat input
Bead Layer speed (mm
las (mm) (ampere) (voltage) (J/mm)
/menit)
42
4.1.3 Hasil pengelasan metode half bead technique
Dengan metode half bead technique yaitu dengan penggerindaan setengah
dari layer sebelum dilakukan pengelasan selanjutnya. Berikut ini adalah Gambar
4.3 dan Tabel 4.5, Tabel 4.6 urutan Pengelasan half bead technique
Tabel 4.5 Record setelah dilakukan pengelasan TBW Half Bead Technique 1161
Arus Tegangan Travel speed Diameter
Bead Proses las Layer elektroda
(ampere) (voltage) (mm/menit)
(mm)
Tabel 4.6 Record Setelah Dilakukan Pengelasan TBW Half Bead Technique 2 17
Diameter
Arus Tegangan Travel speed
Bead Proses las Layer elektroda
(ampere) (voltage) (mm/menit)
(mm)
43
Tabel 4.6 Record Setelah Dilakukan Pengelasan TBW Half Bead Technique (Lanjutan)
3 SMAW 2 90 21 89,3
4 SMAW 2 90 21 89,7
5 SMAW 2 90 21 57,4 2.6
6 SMAW 2 90 21 94,9
7 SMAW 2 90 21 106,7
8 SMAW 3 109 23 69,6
9 SMAW 3 109 23 62,9
10 SMAW 3 109 23 60,1
3,2
11 SMAW 4 115 24 53,9
12 SMAW 4 115 24 57,7
13 SMAW 4 115 24 58,2
Sumber : Dokumen Pribadi`
44
Pembesaran 200x Pembesaran 500x
PWHT
Deposite technique
Controlled
Technique
Half Bead
45
PWHT
Half Bead Technique Controlled Deposite Pembesaran 200x Pembesaran 500x
technique
Gambar 4.6 Hasil Struktur Mikro pada Base Metal dan HAZ 20
Dari pengujian struktur mikro didapatkan hasil bahwa bentuk grain size yang terjadi
pada material SA-335 P22 didaerah base metal dan HAZ dengan pembesaran 200x
dan 500x terlihat bentuk butiran mulai berubah lebih halus dan pertumbuhan perlit
lebih banyak dari pada ferit.
C) Pengujian struktur mikro HAZ
Setelah dilakukan uji metalografi struktur mikro pada spesimen PWHT,
controlled deposite technique dan half bead technique didapatkan hasil seperti pada
Gambar 4.7 sebagai berikut
46
Pembesaran 200x Pembesaran 500x
PWHT
Controlled Deposite
technique
Half Bead Technique
47
Pembesaran 200x Pembesaran 500x
PWHT
Controlled Deposite
technique
Half Bead Technique
Dari pengujian struktur mikro didapatkan hasil bahwa bentuk grain size yang
terjadi pada material SA-335 P22 didaerah base metal dan HAZ dengan
pembesaran 200x dan 500x terlihat bentuk butiran mulai berubah lebih halus dan
pada gambar TBW half bead technique dan controlled deposite technique terlihat
butir farit dan perlit menjadi lebih halus.
48
Pembesaran 200x Pembesaran 500x
PWHT
Controlled Deposite
technique
Half Bead Technique
49
Pembesaran 200x Pembesaran 500x
PWHT
Controlled Deposite
technique
Half Bead Technique
50
Pembesaran 200x Pembesaran 500x
PWHT
Controlled Deposite
technique
Technique
Half Bead
51
PWHT
52
4.3 Hasil dan Analisa Pengujian Bending
Pada pengujian bending atau tekuk juga terdapat 3 variabel yang berbeda.
Masing-masing kodefikasi spesimen disesuaikan dengan variabel yang tertera
sebagai berikut:
a. Variabel pengelasan menggunakan PWHT .
b. Variabel pengelasan Temper Bead Welding metode Controlledled
Deposition Technique.
c. Variabel pengelasan Temper Bead Welding metode Half Bead Technique.
Untuk detail hasil pengujian bending ditunjukkan oleh Gambar 4.13 Gambar 4.14
dan Gambar 4.15 dan untuk identifikasi pengujian bending ditunjukan pada Tabel
4.7
Gambar 4.14 Hasil Uji Bending dengan Proses TBW Metode Controlledled Deposition
Technique27
53
TBW Half Bead Technique
Gambar 4.15 Hasil Uji Bending dengan Proses TBW Metode Half Bead Technique 28
54
Data pengujian bending diatas dapat disimpulkan bahwa dari 24 spesimen uji
terdapat 2 spesimen yang tidak memenuhi syarat keberterimaan pengujian bending
seperti yang telah diatur di ASME Section IX 2015 pada QW-163 yaitu bahwa
spesimen yang telah diuji tidak boleh memiliki diskontinyuitas bukaan pada logam
las dan daerah yang terpengaruh panas melebihi 3 mm. Akan tetapi pada spesimen
TC1 D dan TH1 A memiliki cacat atau diskontinyuitas melebihi batas maksimum
panjang diskontinyuitas yang ditentukan.
Hardness
at middle - - 152,22 151,95 144,09 179,56 186,32 207,38 - - - -
(kgf/mm2)
Hardness
At root B - - - - 157,08 152,39 187,15 230,66 206,55 174,45 157,82 169,89
(kgf/mm2)
Sumber : Dokumen Pribadi
55
Tabel 4.9 Hasil pengujian Hardness PWHT spesiment 220 21
Beban 10 kgf
Distance
From
-24,5 -21 -17,5 -14 -10,5 -7 -3,5 0 top 3,5 7 10,5
Center
(mm)
Hardness
face A 148,36 150,31 152,61 148,41 171,75 239,03 233,39 228,09 237,75 - - -
(kgf/mm2)
Hardness
at middle - - 146,87 146,45 148,41 170,56 187,32 208,08 - - - -
(kgf/mm2)
Hardness
At Root B - - - 160,52 159,96 180,94 230,60 245,42 198,39 186,20 157,82 161,47
(Kgf/Mm2)
Sumber : Dokumen Pribadi
250
HVN (kgf/mm2)
200
Face A
150
Middle
100 Root B
50
0
-28 -24,5 -21 -17,5 -14 -10,5 -7 -3,5 0 3,5 7 10,5 14
200 Face A
150 Middle
100 Root B
HVN
50
0
-28 -24,5 -21 -17,5 -14 -10,5 -7 -3,5 0 3,5 7 10,5 14
56
Dari pengujian Hardness PWHT diatas dapat disimpulkan terjadi
peningkatan kekerasan pada weld metal sebesar 239,03 HVN pada spesiment 1
dan 239,03 HVN pada spesimen 2. Sedangkan pada daerah middle juga terjadi
peningkatan kekerasan pada weld metal sebesar 207,38 HVN spesimen 1 dan
208,08 HVN pada spesimen 2. Untuk daerah root nilai kekerasan yang terbesar
ada pada weld metal dengan nilai kekerasan 230,66 HVN pada spesimen 1 dan
230,60 pada spesimen 2.
Tabel 4.10 Hasil Pengujian Hardness TBW Half Bead Technique Spesimen 1 22
Beban 10 kgf
57
Tabel 4.11 Hasil Pengujian Hardness TBW Half Bead Technique Spesimen 2 L 23
Beban 10 kgf
300
HVN (kgf/mm2)
250
200 Face A
150 Middle
100 Root B
50
0
-28 -24,5 -21 -17,5 -14 -10,5 -7 -3,5 0 3,5 7 10,5 14
250
200 face A
150 middle
100 Root B
50
0
-28 -24,5 -21 -17,5 -14 -10,5 -7 -3,5 0 3,5 7 10,5 14
Gambar 4.17 Grafik Hardness TBW Half Bead Technique Spesimen 1dan 2 30
58
Dari pengujian Hardness TBW Half Bead Technique diatas dapat
disimpulkan terjadi peningkatan kekerasan pada weld metal sebesar 310,26 HVN
pada spesimen 1 dan 297,12 HVN pada spesimen 2. Sedangkan pada daerah middle
juga terjadi peningkatan kekerasan pada weld metal sebesar 313,98 HVN spesimen
1 dan 320,80 HVN pada spesimen 2. Untuk daerah root nilai kekerasan yang
terbesar ada pada weld metal dengan nilai kekerasan 233,22HVN pada spesimen 1
dan 230,60 pada spesimen 2.
4.4.3 Hasil pengujian hardnes TBW controlled deposite technique
Pada pengujian Hardness dengan pengelasan PWHT terdapat hasil
kekerasan yang berbeda-beda, dimana hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel
4.12 dan Tabel 4.13. setelah itu dibuat grafik yang di tunjukan pada Gambar 4.18
Tabel 4.12 Hasil Pengujian Hardness TBW Controlled Deposite Technique Spesiment 1 24
Beban 10 kgf
59
Tabel 4.13 Hasil Pengujian Hardness TBW Controlled Deposite Technique spesiment 2 25
Beban 10 kgf
Hardness
at middle - - - 178,81 167,29 217,74 265,81 258,81 - - - -
(kgf/mm2)
Hardness
At root B - - - 162,04 168,76 216,11 245,42 248,03 234,22 165,75 166,59
(kgf/mm2)
Sumber : Dokumen Pribadi
250
HVN (kgf/mm2)
200
Face A
150
Middle
100 Root B
50
0
-28 -24,5 -21 -17,5 -14 -10,5 -7 -3,5 0 3,5 7 10,5 14
60
Diagram Hardness PWHT 2
300
250
Face A
HVN (kgf/mm2) 200
Middle
150
Root B
100
50
0
-28 -24,5 -21 -17,5 -14 -10,5 -7 -3,5 0 3,5 7 10,5 14
Jika dibuat grafik perbandingan nilai kekerasan pada setiap bagian face,
middle, dan root diambil dari rata-rata maka bisa dilihat pada Gambar 4.19 Gambar
4.20 dan Gambar 4.21 dibawah ini:
61
Diagram Hardness Pada Face
350
300
250
HVN (kgf/mm2
200
TH
150 TC
100 PH
50
0
-28 -24,5 -21 -17,5 -14 -10,5 -7 -3,5 0 3,5 7 10,5 14
BM HAZ WM
300
250
HVN (kgf/mm2)
200
TH
150 PH
100 TC
50
0
-28 -24,5 -21 -17,5 -14 -10,5 -7 -3,5 0 3,5 7 10,5 14
BM HAZ WM
Dari grafik diatas dapat dilihat kekerasan rata-rata yang paling tinggi terjadi pada
daerah weld metal. Nilai kekerasan tertinggi terjadi pada variabel half bead
62
technique di titik 0 sebesar 317,39 HVN dan yang terendah pada base metal PWHT
dengan nilai kekerasan 146,25 HVN. Pada titik -10,5.
250
HVN (kgf/mm2)
200
150 TH
PH
100
TC
50
0
-28 -24,5 -21 -17,5 -14 -10,5 -7 -3,5 0 3,5 7 10,5 14
BM HAZ WM HAZ BM
Gambar 4.21 Grafik Perbandingan Hardness pada Root34
Dari grafik diatas dapat dilihat kekerasan yang paling tinggi terjadi pada
daerah weld metal. Nilai kekerasan tertinggi terjadi pada variabel half bead
technique di titik TOP sebesar 249,475 HVN dan yang terendah pada base
metal PWHT dengan nilai kekerasan 157,82 HVN. Pada titik 7.
Tabel 4.14 Hasil Impact di HAZ pada Proses TBW Controlled Deposite Technique 26
E E
Specimen Temp Angle Strengh Type of
NO impact Theory
Stamp (oc) β (o) (J/mm2) Fracture
(J) (J)
1 TC 32 15,5 147,2 144,8907 1,7999 Ductile
2 TC 32 10.2 148,8 146,8606 1,7662 Ductile
3 TC 32 9 149,0 147,1282 1,7526 Ductile
Sumber : Dokumen Pribadi
63
Tabel 4.15 Hasil Impact di HAZ pada Proses PWHT27
E E
Specimen Temp Angle Strengh Type of
NO impact Theory
Stamp (oc) β (o) (J/mm2) Fracture
(J) (J)
1 PH 32 5,6 149,5 147,7023 1,7973 Ductile
2 PH 32 7,5 149,2 147,4133 1,8008 Ductile
3 PH 32 6,5 149,4 147,5757 1,8003 Ductile
Sumber : Dokumen Pribadi
Tabel 4.16 Hasil impact di HAZ pada proses TBW Half Bead Technique 28
E E
Specimen Temp Angle Strengh Type of
NO impact Theory
Stamp (oc) β (o) (J/mm2) Fracture
(J) (J)
Dari data pengukuran tabel sebelumnya jika di rata-rata dan dibandingkan dengan
grafik hasilnya seperti pada Gambar 4.17 berikut ini.
TC 1,7999
TC 1,7662 1,772
TC 1,7526
PH 1,7973
PH 1,8008 1,799
PH 1,8003
TH 1,7887
TH 1,7944 1,793
TH 1,7971
Sumber : Dokumen Pribadi
dari hasil rata rata seperti tabel di atas dapat dihasilkan grafik seperti gambar Grafik
4.22 seperti di bawah ini :
64
GRAFIK IMPACT TEST
1,900
(J/mm2)
1,800
1,700
PH 1,799
TC 1,773
TH 1,793
65
Tabel 4.18 Hasil dari Pengujian Tarik30
Hasil Pengujian Tarik
Speciment Tegangan Tegangan
Regangan ɛ Location of
yield σy Ult. σu Remark
(%) failure
(MPa) (MPa)
PH1 A 31,51 426,41 532,12 BM Accepted
66
Tabel 4.19 Hasil Rata - Rata Ultimate Strength 31
Ultimate Tensile Strength Rata-Rata
Spesimen
(Mpa) (Mpa)
PH1 A 532,12
PH1 B 525,47
515,165
PH2 B 498,35
PH2 B 504,72
TC1 A 566,10
TC1 B 550,79
565,84
TC2 A 574,31
TC2 B 572,16
TH1 A 551,49
TH1 B 536,46
547,95
TH2 A 556,54
TH2 B 547,31
Sumber : Dokumen Pribadi`
Dari Tabel 4.19 diatas dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian tarik pada
spesimen PH, TC, dan TH Nilai rata-rata kekuatan tarik terbesar pada TWB
controlled deposite technique dan terendah pada spesimen PWHT. dari data
tersebut dapat di simpulkan bahwa pengelasan menggunakan menggunakan TBW
controlled deposite technique dan half bead technique tidak terlalu signifikan
dikarenakan patah di bagian base metal dan pada proses PWHT di dapatkan hasil
ultimate streng yang rendah di karenakan proses PWHT yang mengenai seluruh
bagian material.
67
(halaman ini sengaja dikosongkan)
68
BAB 5
KESIMULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari analisa diatas bahwa disimpulkan bagaimana pengaruh teknik Temper
Bead Welding dengan proses PWHT pada material SA-335 P22 bisa dilakukan
dengan penjabaran sebagai berikut:
1. Pengaruh teknik Temper Bead Welding terhadap mechanical properties
akan dijelaskan berdasarkan hasil dari masing-masing pengujian sebagai
berikut:
a. Hasil pengujian tarik
Hasil pengujian tarik menunjukkan bahwa nilai kekuatan tarik rata-rata
dari teknik Temper Bead Welding metode Controlledled Deposition
Technique adalah 547,95 MPa dan Half Beat Technique 565,84 MPa,
sedangkan nilai kekuatan tarik spesimen PWHT adalah 515,165 MPa.
Dan semua spesimen uji putus pada daerah base metal. Hal ini
menunjukkan bahwa proses TBW tidak mengalami perubahan yang tidak
signifikan karena patah pada base metal sedangkan pada proses PWHT
mengalami penurunan dikarenakan seluruh meterial terkena panas yang
menyeluruh termasuk pada base metal.
b. Hasil pengujian impact
Hasil pengujian impact menunjukan hasil yang tidak terlalu signifikan
yaitu untuk spesimen PWHT memiliki nilai impact yaitu 1,799 J/mm2
sedangkan nilai impact paling rendah terdapat pada spesiment controlled
deposite technique yaitu rata rata 1,772 J/mm2 sedangkan untuk half
bead technique yaitu sebesar 1,793 J/mm2 hal itu menunjukan bahwa
pada proses PWHT dan TBW menunjukan nilai yang tidak terlalu
signifikan.
c. Hasil pengujian hardnes
Berdasarkan nilai kekerasan pada beberapa daerah diatas proses
pengelasan Contolled Deposition Technique dan Half Bead Technique
signifikan pada daerah weld metal dengan proses PWHT, karena nilai
kekerasannya berbeda jauh. Di awali dengan hardnes yang paling keras
69
yaitu pada proses TBW half bead technique diikuti dengan TBW
controlled deosite technique lalu PWHT. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa dari hasil yang signifikan pada weld metal yang
menunjukan hasil yang terlalu jauh.
d. Hasil pengujian bending
Dari hasil pengujian bending terdapat dua spesimen yang tidak
memenuhi syararat, hal itu dikarenakan oleh porositi yang terdapat pada
spesimen tersebut. Spesimen yang terjadi porosi yaitu pada proses
TBW yaitu pada TH1 D yang memilik dimensi 1mm x 4mm dan pada
PH1 A yang berdimensi 1,5 mm x 5 mm
2. Pengaruh teknik Temper Bead Welding terhadap metalugrafi dengan hasil
dari menunjukkan sebagai berikut
a. Hasil pengujian struktur mikro
pada proses pengelasan metode Half Bead Teqchnique bentuk butir
yang paling kecil pada weld metal, dibandingkan metode TBW
Controlled Deposite Technique dan PWHT sehingga rata-rata
kekerasannya lebih tinggi dibandingkan kedua proses tersebut.
b. Hasil pengujian makro
dari hasil pengujian makro menunjukan dengan metode TBW
Controlled Deposite Technique di dapatkan lebar HAZ yang paling
besar di ikuti dengan TBW Half Bead Technique dan PWHT
5.2 Saran
Dalam pengerjaan tugas akhir ini masih terdapat beberapa kekurangan sehingga
nantinya dapat menjadi bahan evaluasi dan dapat dikembangkan lebih baik lagi.
Beberapa saran yang diperlukan untuk mencapai hasil yang lebih maksimal antara
lain:
1. Pada saat proses pengelasan teknik Temper Bead Welding metode Controlledled
Deposition Technique parameter pengelasan harus benar-benar dikontrol dengan
baik, karena pada metode ini harus ada kenaikan heat input sebesar 30% pada setiap
layer-nya.
70
2. Dalam proses pengelasan teknik Temper Bead Welding metode Controlledled
Deposition Technique ini harus diperhatikan juga pada saat capping dengan
heatinput.
yang besar maka semakin besar hidrogen yang akan terperangkap pada weld metal
sehingga akan menjadi porositi.
3. Saat proses TBW half bead technique pastikan batu gerida cukup untuk
persediaan selama proses pengelasan tersebut.
4. pada pengelasan TBW Controlled Deposite Technique saat layer terakhir
sebaiknya perlu penambahan 70% dari heatinput sebelumnya.
71
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
72
Daftar Pustaka
73
Welding Technology Institute of Australia.(2006).Temper Bead Welding,Australia
Yogi Andriansyah, (2013) Aplikasi Temper Bead Welding (TBW) untuk
Menggantikan Peoses Post-Wel Heat Treatment (PWHT) Pada
Sambungan Stub To Harp Nozzle Dengan Material SA335 P22 TO SA
106C DiPT. ALSTOM POWERESI–SURABAYA
74
LAMPIRAN A
Mill Certificate
75
(Halaman Ini Sengaja di Kosongkan)
76
Lampiran A. Mill Certificate
77
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
78
LAMPIRAN B
Hasil Pengujian Tarik
79
(Halaman Ini Sengaja di Kosongkan)
80
B.1 Hasil Pengujian Tarik PWHT 1 A
81
B.2 Hasil Pengujian Tarik PWHT 1 B
82
B.3 Hasil Pengujian Tarik PWHT 2 A
83
B.4 Hasil Pengujian Tarik PWHT 2 B
84
B.5 Hasil Pengujian Tarik TH1A
85
B.6 Hasil Pengujian Tarik TH1B
86
B.7 Hasil Pengujian Tarik TH2A
87
B.8 Hasil Pengujian Tarik TH2B
88
B.9 Hasil Pengujian Tarik TC 1A
89
B.10 Hasil Pengujian Tarik TC 1B
90
B.11 Hasil Pengujian Tarik TC 2A
91
B.12 Hasil Pengujian Tarik TC 2B
92
LAMPIRAN C
WPS PWHT
93
(Halaman Ini Sengaja Di Kosongkan)
94
Lampiran C. WPS PWHT
95
(Lampiran Sengaja Di Kosongkan)
96
LAMPIRAN D
PQR PWHT
97
(Halaman Sengaja Di Kosongkan)
98
Lampiran D PQR PWHT
99
Lampiran D 2 PQR Lanjutan
100
LAMPIRAN E
SERTIFIKAT FILLER
101
(Halaman Ini Sengaja Di Kosongkan)
102
Lampiran D Sertifikat Filler
103
Lampiran D 1 Sertifikat Filler
104
BIODATA PENULIS
DATA PRIBADI
Nama : Dwi Ariyanto
Tempat/Tanggal Lahir : Ngawi, 27 Januari 1995
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Alamat : JL Raya Ngawi Jogorogo RT 01 RW 01
Desa. Gelung, Kec. Paron, Kab Ngawi
Handphone : 083845717333
E-mail : dwiariy.254@gmail.com
105