Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN AKHIR PRAKTEK DT/NDT

(TENSILE TEST)

Kelompok 7:

1. Riyan Ardiarta (0720040060)


2. Mahfud Rojulul M. (0720040061)
3. Rafi Dzahin Z. (0720040063)

D4 TEKNIK PENGELASAN

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI


SURABAYA 2022
0720040060 Riyan Ardiarta

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pada proses pengelasan dalam sistem produksi, sering sekali dijumpai


kecacatan pada material. Kecacatan tersebut terjadi bukan karena kebetulan,
tetapi disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu sumber daya
manusia yang kurang ahli, sarana dan prasarana yang kurang mendukung,
dan kualitas elektroda yang buruk. Untuk mengetahui kecacatan yang terjadi
pada material tersebut,maka metode yang sering digunakan adalah DT
(Destructive Test ). DT sendiri merupakan pengujian material dengan
merusak material tersebut agar bisa mengetahui sifat mekanik yang ada
dalam material.

Dalam apikasinya, DT menggunakan bermacam-macam metode yang


sekarang ini terus berkembang dengan pesat untuk memperoleh cara yang
lebih baik. Ada beberapa metode dalam Destructive Testing antara lain,
Impact Test (Uji Tarik), Hardness Test (Uji Kekerasan), Bending Test (Uji
Lengkung), dan Tensile Test (Uji Tarik)

Dalam laporan ini, akan dibahas penggunaan metode Tensile Test (Uji
Tarik) Uji tarik merupakan salah satu pengujian mekanik yang paling luas
digunakan di industri dan di dunia pendidikan karena kemudahan dalam
menganalisa data yang didapatkan dan memperoleh informasi mengenai sifat
mekanik suatu material sehingga dapat dilihat kekurangan dan kelebihan sifat
mekanik material tersebut.
0720040060 Riyan Ardiarta

1.2. TUJUAN PRAKTIKUM

Setelah melakukan praktikum uji tarik, praktikan diharapkan mampu.

1. Untuk mengetahui standar prosedur uji tarik dengan benar


2. Dapat mengidentifikasi jenis, karakteristik, dan fungsi alat ukur
3. Dapat menjelaskan, menganalisa sifat-sifat mekanik material yang
terdiri dari kekuatan tarik maksimum, kekuatan tarik luluh, reduction
of area, elongation dan modulus elastisitas.
0720040060 Riyan Ardiarta

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Pengertian Uji Tarik

Pengujian tarik banyak dilakukan untuk melengkapi informasi


rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi
spesifikasi bahan. Kekuatan (strength) menyatakan kemampuan bahan untuk
menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan menjadi patah. Kekuatan ini
ada beberapa macam, tergantung pada jenis beban yang bekerja, yaitu
kekuatan tarik, kekuatan geser, kekuatan tekan kekuatan torsi dan kekuatan
lengkung. Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji
kekuatan (tensile strength) suatu bahan/material dengan cara memberikan
beban (gaya statis) yang sesumbu dan diberikan secara lambat ataupun
cepat. Didapatkan hasil sifat mekanik dari pengujian ini berupa kekuatan dan
elastisitas dari material. Nilai kekuatan dan elastisitas dari material uji dapat
dilihat dari kurva hasil uji tarik. Selain kekuatan dan elastisitas, sifat lain yang
dapat diketahui adalah sebagai berikut :

1. Kekuatan luluh dari material


2. Keuletan dari material
3. Kelentingan dari suatu material

Adapun beberapa standar baku yang digunakan dalam pengujian tarik


seperti ASTM (American Society of Testing Material), JIS (Japan Industrial
Standart), DIN (Deutches Institut for Nurmunge) dan standar serta code yang
lain. Terdapat beberapa bentuk spesimen pada pengujian tarik. Adapun
bentuk dari spesimen tersebut adalah sebagai berikut :
0720040060 Riyan Ardiarta

a. Spesimen Bentuk Pelat (Plate Form)

Dalam ASTM E8 (Standard Test Methods for Tension Testing of


Metallic Materials) telah diatur mengenai bentuk spesimen uji tarik yang baku.
Dalam standar tersebut, sebuah spesimen uji tarik harus memiliki spesifikasi
tertentu meliputi Gage Length (G), Width (W), Thickness (T), Radius (R),
Over all length (L), Length of Reduced (A), Length of Grip Section (B), dan
Width of Grip Section (C).

b. Spesimen Bentuk Silinder (Round Bar Form)

Jika batang uji berupa round bar maka ditentukan gage length nya
berdasarkan ASTM E8 (Standard Test Methods for Tension Testing of
Metallic Materials) adalah 2 in. (50.8 mm). Disertai pembentukan diameter
spesimen uji sebesar 0.5 in. (12.7 mm) , radius of fillet 3 /8 in. dan Length of
reduced section (A) sebesar 2 ¼ in. Pada Gambar 2 berikut ini, ditunjukkan
bentuk spesimen uji round bar sesuai dengan ASTM E8.
0720040060 Riyan Ardiarta

c. Spesimen Bentuk Besi Beton Ulir (Deformed Bars Form)

Besi beton diproduksi secara umum terdiri dari 2 jenis yaitu besi beton
permukaan polos (round bar) dan besi beton ulir (deformed bar). Perbedaan
dua jenis besi tersebut adalah terletak pada bagian permukaannya. Besi
polos memiliki penampang bundar dengan permukaan tidak bersirip,
sedangkan besi ulir memiliki berbentuk sirip melintang (sirip ikan). Batang uji
berupa deformed diratakan dulu ujung-ujungnya supaya dapat diperoleh
pengukuran panjang yang lebih presisi. Ujung batang dapat diratakan dengan
cara dikikir maupun dipotong dengan alat pemotong logam. Dalam
menghitung diameter batang uji deformed tidak bisa dilakukan seperti beton
polos karena permukaan bidang deformed memiliki bentuk sirip melintang.
Melalui Persamaan 1 dan Persamaan 2, penentuan diameter awal (Do) dan
gage length (Lo) dapat dilakukan. Besi beton ulir diukur massanya di
timbangan digital, untuk menghitung diameter awal beton ulir. Selanjutnya
diukur panjang total dari batang uji dengan menggunakan jangka sorong.
Batang uji diukur pada penampang panjang yang paling rata agar didapatkan
nilai hasil uji yang akurat. Langkah berikutnya yakni dengan memasukkan
massa jenis dari bahan baja ke Persamaan 1 berikut ini. Persamaan tersebut
didasarkan pada perhitungan massa, massa jenis dan panjang total dari
batang uji.

Do = √ (1)

Dengan

Do = diameter awal besi beton ulir (mm)

m = massa besi beton ulir (g)

𝜌 = massa jenis besi beton ulir (7.85 g/cm3)

L = panjang total besi beton ulir (mm)


0720040060 Riyan Ardiarta

Setelah diketahui diameter awal besi beton ulir dilanjutkan menghitung gage

length (Lo) dengan Persamaan 2 di bawah ini.

L o = 8 x Do (2)

Dengan

Lo = panjang gage length besi beton ulir (mm)

Do = diameter awal besi beton ulir (mm)

Pada pengujian tarik spesimen diberi beban uji aksial yang semakin besar
secara kontinyu. Sebagai akibat pembebanan aksial tersebut, spesimen
mengalami perubahan panjang. Perubahan beban (P) dan perubahan
panjang (∆L) tercatat pada mesin uji tarik berupa grafik, yang merupakan
fungsi beban dan pertambahan panjang dan disebut sebagai grafik P - ∆L
dan kemudian dijadikan grafik Stress-Strain (Grafik - ) yang menggambarkan
sifat bahan secara umum

Gambar 3 Grafik P- hasil pengujian tarik

Keterangan :

A = Titik propolsionalitas
0720040060 Riyan Ardiarta

B = Titik elastis

C = Titik yield

D = Titik maksimum

E = Titik patah

2.2 Sifat Mekanik yang didapat dari Uji Tarik:

1. Tegangan Tarik Luluh/ Yield

2. Tegangan Tarik Maksimum/ Ultimate\

3. Regangan

4. Modulus Elastisitas

5. Reduksi Penampang/ Reduction of Area

Selain sifat mekanik di atas kenaikan beban lebih lanjut akan


menyebabkan deformasi yang akan semakin besar pada keseluruhan volume
spesimen. Beban maksimum ditunjukkan dengan puncak kurva (titik D). Pada
beban maksimum ini, deformasi yang terjadi masih homogen sepanjang
spesimen. Pada material yang ulet (ductile), setelahnya beban maksimum
akan terjadi pengecilan penampang setempat (necking), selanjutnya beban
turun dan akhirnya specimen patah. Sedangkan pada material yang getas
(brittle), spesimen akan patah setelah tercapai beban maksimum
0720040060 Riyan Ardiarta

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN


Peralatan
1. Mesin Uji Tarik
2. Kikir Kasar
3. Jangka Sorong
4. Penitik
5. Palu
6. Ragum
Bahan
1. Spesimen uji tarik plat
2. Spesimen uji tarik round bar
3. Spesimen uji tarik beton ulir

3.2. LANGKAH KERJA


a. Persiapan Spesimen
Kikir/gerinda sudut-sudut batang uji untuk menghilangkan sisa-
sisa proses pemesinan yang dapat mengganggu, atau sisa manik
las yang belum rata yang memungkinkan menyebabkan proses
pengukuran menjadi kurang akurat.

b. Pengukuran Dimensi dan Pembuatan Gage Length (L0)


Setelah proses pembersihan selesai lanjutkan dengan
mengukur dimensi spesimen uji pelat, round bar dan besi beton ulir
(deformed bars) meliputi lebar reduced section, tebal batang uji dan
diameternya jika benda berbentuk silinder. Catat data
pengukurannya pada lembar kerja yang disediakan. Khusus untuk
spesimen besi beton ulir (deformed bars), lakukan pengukuran
massa pada timbangan digital untuk menghitung diameter batang uji
0720040060 Riyan Ardiarta

yang digunakan dalam penentuan panjang gage length-nya. Ambil


penitik serta palu untuk menandai spesimen dengan dua titikan
pada jarak sesuai dengan jenis spesimen. Untuk material pelat dan
roundbar, panjang gage length dibuat 2 in. atau 50 mm. Sedangkan
untuk besi beton ulir (deformed bars) sebesar 8 x diameter.

Gambar 4 Proses Penandaan Gage Length pada Spesimen Uji

c. Pengujian Tarik pada Mesin Uji


Pastikan penjepit/grip pada mesin Universal Testing Machine
sesuai dengan bentuk penampang batang uji. Jika belum sesuai,
gantilah dengan bentuk grip yang cocok dengan batang uji. Pastikan
batang uji tidak selip atau bergeser ketika proses pengujian
berlangsung dengan cara mengencangkan handle pengunci grip.
Setelah kencang, lakukan penarikan hingga batang uji patah atau
putus.
0720040060 Riyan Ardiarta

Gambar 5 Pengujian benda Uji pada Mesin Universal Testing


Machine
Saat proses pengujian berlangsung, mesin uji tarik memberikan
beban secara kontinyu pada batang uji hingga patah. Mesin uji juga
merekam proses tersebut dan disajikan dalam bentuk grafik. Grafik
yang dihasilkan adalah grafik beban berbanding dengan
pertambahan panjang (Grafik P- 𝛥ℓ)
0720040060 Riyan Ardiarta

Gambar 6 Perekaman Grafik P- 𝛥ℓ pada Mesin Uji Tarik

d. Pengukuran Dimensi Setelah Patah


Setelah batang uji patah/putus, lepaskan batang uji dari
penjepitnya. Ukur dimensi akhirnya meliputi panjang gage length
dan luasan penampang yang paling kecil dari patahan. Catat data
dan masukkan ke lembar kerja yang disediakan.

Gambar 7 Pengukuran Panjang Gage Length setelah patah


0720040060 Riyan Ardiarta

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. DATA HASIL PRAKTIKUM


0720040060 Riyan Ardiarta
0720040060 Riyan Ardiarta

4.2. PEMBAHASAN

Pada praktikum uji tarik. Pada praktikum ini tedapat 3 benda uji yaitu plat
baja, round bar dan beton ulir. Prinsip pengujian kali ini adalah meletakkan
sampel pada mesin dengan posisi vertikal. Lalu beban tarik akan diberikan,
mekanisme yang terjadi adalah sampel akan mengalami bebarap fase dari
fase elastis sampai fase plastis. Saat mencapai daerah plastis perubahan
yang terjadi adalah pertambahan panjang dari material dan pada akhirnya
akan mencapai patah/putus. Dapat dilihat pada grafik bahwa pada saat
berada di puncak adalah batas maksimum dari kekuatan material yang diuji.
Sehingga dapat ditentukan berapa besar elongasi, yield stress, dan ultimate
stress setelah melalui perhitungan menggunakan rumus.
0720040060 Riyan Ardiarta

BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan yang telah saya dapatkan setelah melakukan praktikum


DT/NDT yaitu Tensile Test dapat disimpulkan bahwa :

Definisi pengujian tarik ialah pengujian untuk mengetahui respon suatu


material terhadap beban tarik yang diberikan.

 Dalam pengujian tarik yang telah dilakukan, ada beberapa besaran


yang didapat. Yaitu: Tegangan Luluh (Yield Strength), Tegangan Tarik
Maksimum, Kekuatan Patah (Fracture Strength), Elongasi, Modulus
Elastisitas, dan Kontraksi.
 Besaran berupa data diatas tidak dapat secara langsung diukur oleh
mesin,ada beberapa besaran yang perlu dihitung secara manual
menggunakan rumus.
 Didalam proses uji tarik, terjadi peristiwa “necking”, dimana terjadinya
pengecilan diameter spesimen hingga akhirnya putus.
0720040060 Riyan Ardiarta

DAFTAR PUSTAKA

Modul Praktek (JOBSHEET) DT/NDT


0720040060 Riyan Ardiarta

LAPORAN AKHIR PRAKTEK DT/NDT


(HARDNESS TEST)

Kelompok 7:

1. Riyan Ardiarta (0720040060)


2. Mahfud Rojulul M. (0720040061)
3. Rafi Dzahin Z. (0720040063)

D4 TEKNIK PENGELASAN

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI


SURABAYA 2022
0720040060 Riyan Ardiarta

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Destructive Test (DT) adalah pengujian yang dilakukan terhadap suatu


material atau spesimen sampai material tersebut mengalami kerusakan.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui performa pada material yang
bersangkutan, salah satunya bila material tersebut dikenai kerja dari luar
dengan besar gaya yang berbeda – beda. . Pada dasarnya, tes ini dilakukan
untuk menjamin bahwa material yang kita gunakan memiliki kualitas yang
baik sesuai dengan standar yang berlaku.

Dalam apikasinya, DT menggunakan bermacam-macam metode yang


sekarang ini terus berkembang dengan pesat untuk memperoleh cara yang
lebih baik. Ada beberapa metode dalam Destructive Testing antara lain,
Impact Test (Uji Tarik), Hardness Test (Uji Kekerasan), Bending Test (Uji
Lengkung), dan Tensile Test (Uji Tarik)

Dalam laporan ini, akan dibahas penggunaan metode Hardness Test


(Uji Kekerasan) merupakan pengujian yang paling efektif karena dengan
pengujian ini, kita dapat dengan mudah mengetahui gambaran sifat mekanis
suatu material. Meskipun pengukuran hanya dilakukan pada suatu titik, atau
daerah tertentu saja, nilai kekerasan cukup valid untuk menyatakan kekuatan
suatu material.. Uji keras juga dapat digunakan sebagai salah satu metode
untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas atau dingin terhadap material.
Material yang telah mengalami cold working, hot working, dan dapat diketahui
gambaran perubahan kekuatannya, dengan mengukur kekerasan
permuakaan suatu material. Oleh sebab itu, dengan uji kekerasan kita dapat
dengan mudah melakukan quality control terhadap material untuk
0720040060 Riyan Ardiarta

mengetahui kualitas dari material yang diuji sehingga dapat digunakan atau
dipakai pada benda sesuai dengan kapasitasnya.

1.2 TUJUAN PRAKTIKUM

Setelah melakukan praktikum uji kekerasan, praktikan diharapkan


mampu.

1. Untuk mengetahui nilai kekerasan suatu spesimen material yang


diuji.
2. Untuk mengetahui macam-macam metode pengujian kekerasan
material serta aplikasinya.
3. Untuk mengetahui prosedur dan standar pengujian keras.'
4. Untuk mengetahui sistem kerja dan bagian dari mesin uji kekerasan.
5. Untuk mengetahui alat-alat yang digunakan pada saat melakukan
pengujian uji kekerasan.
0720040060 Riyan Ardiarta

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Pengertian Uji Kekerasan

Kekerasan merupakan istilah yang sulit didefinisikan secara tepat,


setiap bidang ilmu dapat memberikan definisinya sendiri-sendiri sesuai
dengan persepsi dan keperluannya. Oleh karena itu pengujian kekerasan ada
bermacam-macam tergantung konsep yang dianut. Dalam engineeering yang
menyangkut logam kekerasan dinyatakan sebagai kemampuan untuk
menahan indentasi/penetrasi/abrasi atau dengan definisi lain adalah
ketahanan logam terhadap deformasi plastis. Ada beberapa cara pengujian
kekerasan yang standar untuk menguji kekerasan logam yaitu; pengujian
Brinell, Rockwell, Vickers, dll. Pada dasarnya pengujian kekerasan dilakukan
dengan menekankan sebuah indenter yang lebih keras sifatnya dari bahan uji
dengan beban dan jangka waktu tertentu (10-15 detik), bekas tapak tekan
pada permukaan benda uji diukur untuk menentukan nilai kekerasan dengan
cara gaya tekan dibagi luas tapak tekan. Ada pengujian yang nilai kekerasan
langsung dapat dilihat pada dial indicator

Ada beberapa metode pengujian kekerasan yang digunakan untuk


menguji
kekerasan logam, yaitu :
1.Metode Pengujian Kekerasan Brinell
2.Metode Pengujian Kekerasan Rockwell
3.Metode Pengujian Kekerasan Vickers
0720040060 Riyan Ardiarta

2.2 Pengujian Kekerasan Brinell

Pengujian Brinell merupakan pengujian kekerasan dengan cara


menusuk atau menekan spesimen menggunakan indenter berbentuk bola
yang terbuat dari baja yang sudah dikeraskan atau karbida tungsten. Indenter
bola baja digunakan untuk material yang memiliki kekerasan Brinell hingga
450 BHN. Indenter bola karbida tungsten harus digunakan apabila material
yang di uji memiliki kekerasan Brinell antara 451-650 BHN. Pengujian yang
standar dilakukan dengan menggunakan diameter 10 mm bola baja atau
karbida tungsten dengan beban 3000 kgf untuk logam keras, beban 1500 kgf
untuk logam pertengahan, dan beban 500 kgf serta lebih rendah untuk
material lunak.

2.3 Pengujian Kekerasan Rockwell

Pengujian kekerasan Rockwell berbeda dengan Brinell dan Vickers.


Pada uji kekerasan Rockwell tidak melakukan pengukuran tapak tekan
secara manual, pengukuran langsung dilakukan oleh mesin dan langsung
menunjukkan nilai kekerasan dari bahan yang diuji, nilai ini dapat dilihat pada
dial indicator. Nilai kekerasan yang diperoleh berhubungan terbalik dengan
kedalaman identasi. Indenter yang digunakan adalah bola baja yang
diperkeras berukuran 1/16 in dan 1/8 in serta kerucut intan bersudut 120°
dengan ujung bulat diberi nama brale.

2.4 Pengujian kekerasan Vickers

Prinsip dasar pengujian vickers sama dengan uji brinell, perbedaannya


penggunaan indenter intan yang berbentuk piramid beralas bujur sangkar
dan sudut puncak antara dua sisi yang berhadapan 136°. Pengukuran
diagonal segi empat lebih akurat dibandingkan pengukuran pada lingkaran.
Pengujian ini dapat dilakukan untuk spesimen tipis hingga 0,006 inci. Nilai
kekerasan yang diperoleh akurat hingga nilai 1300 (setara dengan Brinell
850). Indenter relatif tidak menjadi rata seperti pada Brinell. Beban yang
0720040060 Riyan Ardiarta

digunakan pada uji vickers antara 1 hingga 120 kgf. Perubahan beban relatif
tidak mempengaruhi hasil pengujian, penggunaan beban yang berbeda akan
tetap menghasilkan nilai kekerasan yang sama untuk material yang sama.
Nilai kekerasan Vickers dapat dihitung dengan persamaan

Dimana:

HV = Hardness Vickers

P = Beban (kgf)

α = sudut 2 sisi yang berhadapan pada indentor

d = diagonal indentasi rata-rata (mm)

Gambar 1 Prinsip kerja uji Vickers

Penulisan nilai kekerasan vickers harus diikuti akhiran yang


menunjukkan gaya yang digunakan dan durasi pembebanan jika waktu yang
digunakan diluar 10-15 detik. Contoh penulisan nilai kekerasan vickers;

440 HV 30 artinya nilai kekerasan 440 dengan beban 30 kgf dan durasi
pembebanan 10-15 detik

440 HV 30/20 artinya nilai kekerasan 440 dengan beban 30 kgf dan durasi
pembebanan 20 detik
0720040060 Riyan Ardiarta

2.5 Perbandingan metode uji Brinell, Vickers dan Rockwell

• Ketebalan spesimen minim 6 mm untuk brinell standar dan 1,5 mm


untuk rockwell dan vickers.
• Brinell standar mengakibatkan bekas indentasi cukup besar sehingga
tidak digunakan untuk finished product, Rockwell dan vickers
meninggalkan bekas yang kecil.
• Rockwell indentasinya kecil tidak baik digunakan pada bahan yang
tidak homogen misal besi cor kelabu, karena ada bagian yang keras
dan lunak.
• Brinell tidak menuntut kehalusan permukaan yang tinggi, cukup dengan
gerinda kasar.
• Brinell dan Vickers pengukuran dilakukan manual, memungkinkan
terjadinya kesalahan ukur
• Vickers dapat digunakan untuk material lunak hingga keras, namun
sensitif terhadap kekasaran permukaan.
• Brinell terbatas pada logam dengan kekerasan maksimal 650 BHN

Semua metode uji kekerasan mengharuskan permukaan benda uji


yang paralel dan dapat ditumpu dengan baik pada anvil atau tumpuan. Jarak
minimal antar indentasi pada permukaan benda uji minimal 3 x diameter atau
diagonal tapak tekan, sedangkan jarak minimum indentasi dengan tepi benda
uji adalah 2,5 kali diameter atau diagonal tapak tekan.
0720040060 Riyan Ardiarta

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat

1. Vickers hardness tester


2. Mesin poles
3. Mesin pengering material

3.2 Bahan
1. Kertas gosok
2. Alkohol
3. HNO3
4. HCL
5. HF
6. H2O

3.3 Langkah Kerja Pengujian Kekerasan Vickers

1. Identifikasi benda uji


2. Ratakan permukaan benda uji dan poles permukaan hingga halus
menggunakan mesin poles

Gambar 2 Proses pemolesan material

3. Jika benda uji berupa sambungan las, lakukan proses esta untuk
menampilkan daerah las, HAZ dan base metal
0720040060 Riyan Ardiarta

Gambar 3 Proses etsa pada material

4. Pada mesin uji universal, pasang indenter yang sesuai untuk metode
tertentu, pada mesin uji yang khusus untuk metode tertentu indenter
sudah terpasang permanen (Pada uji Vickers menggunakan indenter
piramid).
5. Pada mesin uji universal pilih mode uji yang diinginkan, brinell vickers
atau rockwell (Pilih Vickers)
6. Pilih beban yang akan digunakan sesuai metode uji !
7. atur durasi waktu pembebanan pada menu, jika menggunakan mesin
universal manual durasi waktu pakai stopwatch.
8. Letakkan benda uji di atas anvil/landasan/ragum penjepit benda !
9. Naikkan anvil hingga permukaan benda uji menyentuh ujung indenter !
10. Lepaskan tuas beban selama waktu yang sudah ditentukan (10-15
detik)
0720040060 Riyan Ardiarta

Gambar 4 Proses Pengujian Vickers berlangsung

11. Tarik tuas beban ke posisi awal dan turunkan anvil


12. Ganti posisi indenter dengan lensa untuk melihat dan mengukur bekas
tapak tekan !
13. Hitung nilai kekerasan !
14. Isilah lembar kerja yang telah disediakan !
15. Bersihkan semua peralatan setelah digunakan !
0720040060 Riyan Ardiarta

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. DATA HASIL PRAKTIKUM


0720040060 Riyan Ardiarta

4.2. PEMBAHASAN
Pada praktikum uji kekerasan. Pada praktikum ini pengujian dilakukan
hasil pengelasan (SMAW) pada pelat menggunakan metode uji kekerasan
vickers. Pada metode ini menggunakan indentor intan piramid dan diberi
beban seberat 5 kgf selama 15 detik. Sebelum melakukan pengujian
material terlebih dahulu dipoles agar pemukaan benda yang diuji halus
dan rata kemudian dilakukan etsa agar terlihat daerah seperti HAZ.
Setelah itu pengujian dilakukan pada 9 titik di 3 lokasi berbeda yaitu pada
Weld Metal (WM), Heat Affected Zone (HAZ), dan Base Metal (BM)
dengan nilai kekerasan yang berbeda beda.
Didapatkan bahwa pada Hardness Test dengan menggunakan metode
vickers bahwa nilai kekerasan didaerah BM paling rendah daripada nilai
kekerasan di daerah WM dan HAZ. Sedangkan nilai kekerasan didaerah
WM lebih besar daripada nilai kekerasan yang ada pada daerah BM. Hal
tersebut dikarenakan pada saat dilakukannya proses pengelasan terjadi
perubahan struktur pada material uji tersebut yang mana setelah
pengelasan tersebut selesai dilakukan banyak terdapat struktur Martensit
pada material uji tersebut. Apabila pada Hardness Test tersebut
didapatkan nilai kekerasan di daerah BM yang lebih besar dari pada nilai
kekerasan pada daerah WM maupun HAZ maka material uji tersebut
dinyatakan tidak lulus uji kekerasan. HAZ memiliki nilai kekerasan lebih
rendah daripada daerah WM dikarenakan pada saat proses pengelasan
selesai di daerah HAZ lebih lambat pendinginannya daripada WM
sehingga kekerasan di daerah WM lebih keras daripada HAZ.
0720040060 Riyan Ardiarta

BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan yang telah saya dapatkan setelah melakukan praktikum


DT/NDT yaitu Hardness Test dapat disimpulkan bahwa:
Dalam melakukan Hardness Test harus sesuai dengan prosedur kerja
yang ada agar dapat diperoleh hasil indentasi yang baik pada material uji
yang berpengaruh terhadap hasil pengamatan bekas hasil indentasi pada
material uji yang tampak pada layar mesin Hardness Test.
Dan dari nilai kekerasan yang diperoleh bahwa di daerah BM memiliki
nilai kekerasan paling rendah karena apabila pada Hardness Test
tersebut didapatkan nilai kekerasan di daerah BM yang lebih besar dari
pada nilai kekerasan pada daerah WM maupun HAZ maka material uji
tersebut dinyatakan tidak lulus uji kekerasan. Hal itu dikarenakan
pengelasan pada suatu material tidak hanya ditujukan untuk
menyambung 2 material uji tetapi juga ditujukan untuk memperbaiki sifat
mekanik dari material uji tersebut.
0720040060 Riyan Ardiarta

DAFTAR PUSTAKA

Modul Praktek (JOBSHEET) DT/NDT

Anda mungkin juga menyukai