Anda di halaman 1dari 39

ILMU BAHAN

NAMA : Diah Febriana (194308054)


Nur Mustofa ( 194308073)

KELAS : TKA 4D
Metalografi

 Metalografi adalah perpaduan ilmu dan seni yang mempelajari


tentang struktur mikroskopis logam dan paduan menggunakan
mikroskop optik, mikroskop elektron atau jenis mikroskop
lainnya. Kinerja dan sifat material terutama sifat mekanik
logam ditentukan oleh struktur mikro, dengan menganalisis
struktur mikro material maka kinerja dan keandalan saat
digunakan dapat dipahami dengan lebih baik.
Uji Metalografi :

Metalografi digunakan dibidang pengembangan bahan, inspeksi, produksi,


manufaktur, dan untuk analisis kegagalan. Analisis metalografi atau
mikrostruktur mencakup, tetapi tidak terbatas pada, jenis analisis berikut;
1. Grain size (ASTM E112, E930, E1181).
2. Analisis fasa (ASTM E566).
3. Intergranular corrosion attack.
4. Coating thickness (ASTM B487).
5. Inclusion size, shape and distribution (ASTM E454).
6. Weld and Heat Affected Zone.
7. Carburizing, Nitriding thickness.
8. Decarburization (ASTM E1077).
9. Micro crack and porosity
Uji Metalografi :

 Untuk material logam dan keramik grain size adalah yang


paling sering dianalisis saat melakukan metalografi karena
secara langsung berhubungan dengan sifat mekanik logam.
Pengukuran grain size dapat dinyatakan dengan jumlah grain
per unit area/volume dan average diameter atau grain size
number. Penentuan grain size number dapat dihitung atau
dibandingkan dengan standarized grain size chart. Standard
ISO 17639 ada 2 istilah pengujian, yaitu macroscopic
examination dan microscopic examination. Macroscopic
examination didefinisikan sebagai pengujian dengan mata
telanjang atau dengan pembesaran rendah biasanya kurang dari
x 50 dengan atau tanpa proses etsa.
Uji Metalografi :

 Microscopic examination didefinisikan sebagai pengujian menggunakan mikroskop


dengan pembesaran x 50 sampai dengan x 500 dengan atau tanpa proses etsa.
Perbedaan antara uji macro dan micro secara detail dapat dilihat pada Tabel 1 dan
Gambar 1 di bawah ini :
Uji Metalografi :

Etching tujuan dari etsa ini adalah untuk meningkatkan visibilitas optik
dari stuktur mikro material logam sehingga mudah untuk menentukan
grain size dan identifikasi fasa. Larutan etsa dipilih berdasarkan
komposisi, stress, atau struktur kristal. Teknik etsa yang banyak
digunakan adalah chemical etching, teknik lain yang juga dapat
digunakan seperti molten salt, electrolytic, serta thermal, plasma dan
magnetic etching juga telah digunakan untuk aplikasi khusus. Chemical
etching, yaitu menggunakan larutan kimia yang bersifat asam atau basa
dengan oxidizing atau reducing agents. Dapat dilakukan dengan cara
immersion atau swabbing
Prosedur :

 Electrolytic etching, menggunakan larutan kimia yang bersifat asam atau


basa dengan alat tambahan yaitu electrochemical potential dengan
memvariasikan tengangan dan arus AC maupun DC. Digunakan untuk
material yang sulit dietsa/dikorosikan dengan teknik chemical etching.
Material harus dapat menghantarkan arus listrik untuk dapat di etsa dengan
teknik ini.
Molten Salt Etching, adalah kombinasi antara teknik thermal dan chemical
etching, digunakan untuk mengetsa material keramik.
Thermal etching, digunakan untuk etsa keramik, dilakukan dengan cara
dipanaskan dan di tahan pada temperatur di bawah temperatur sintering.
Prosedur :
Prosedur :
Penentuan grain size:

 Ukuran butir suatu logam memilki korelasi dengan sifat mekanik seperti
kekerasan, ketangguhan dan kekuatannya. Ukuran butir yang kecil akan
membuat material menjadi tangguh, keras dan kekuatan tarik meningkat.
Ukuran butir dapat ditentukan dengan persamaan:
Perhitungan Grain Size dengan Prosedur Intercept (ASTM E
112)

 Dari foto mikro yang didapatkan dari mikroskop optik, dibuat lingkaran
dengan diameter tertentu. Setelah itu dihitung jumlah titik yaitu
perpotongan garis lingkaran dengan batas butir. Untuk menentukan ukuran
butir bisa dilakukan sesuai dengan Rumus empiris dibawah ini:
Contoh Perhitungan Grain Size:

 Ukuran grain size ASTM dari hasil foto mikro di bawah


adalah sebagai berikut:
Impact Test (Uji Impact)

 Ada dua teknik uji impak yang standar yaitu charpy dan izod. Pengujian ini
bertujuan untuk menguji kecenderungan logam untuk patah getas dan untuk
mengukur energi impak atau istilah lainnya disebut notch toughness (mengukur
ketangguhan logam terhadap adanya takik) Teknik charpy V-noch (CVN) adalah
teknik yang paling banyak digunakan.
 Pada uji impak digunakan spesimen uji bertakik yang dipukul dengan sebuah
pendulum, pada teknik izod, spesimen dijepit pada satu ujung hingga takik berada
didekat penjepit. Pendulum diayunkan dari ketinggian tertentu akan memukul ujung
spesimen yang tidak dijepit dari depan takik. Pada charpy spesimen uji diletakkan
mendatar kedua ujungnya ditahan, pendulum akan memukul batang uji dari
belakang takik.
Impact Test (Uji Impact)

 Uji impak berguna untuk melihat efek-efek yang ditimbulkan oleh adanya takikan, bentuk takikan,
temperatur, dan faktor-faktor lainnya. Uji impak dapat juga disebut sebagai suatu pengujian material untuk
mengetahui kemampuan suatu material/bahan dalam menerima beban tumbuk dengan diukur besarnya
energi yang diperlukan untuk mematahkan spesimen material/bahan dengan ayunan seperti ditunjukkan
pada gambar dibawah ini:
Impact Test (Uji Impact)

 Bandul dengan ketinggian tertentu berayun dan memukul spesimen. Energi


potensial dari bandul berkurang sebelum dan sesudah memukul spesimen
merupakan energi yang diserap oleh spesimen.
Impact Test (Uji Impact)

 Nilai besarnya energi impact (joule) dapat dilihat pada skala mesin penguji. Sedangkan
besarnya energi impact secara teoritis dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Impact Test (Uji Impact)

 Apabila ingin mengetahui kekuatan impact strength (Is)


maka energi impact tersebut harus dibagi dengan luas
penampang efektif spesimen (A) sehingga :
Impact Test (Uji Impact)

 Penampang spesimen uji standarnya adalah 10 mm x 10 mm dengan panjang 55 mm


untuk teknik charpy (spesimen tipe A,B dan C) dan panjang 75 mm untuk teknik
izod (spesimen tipe D). Bentuk takik spesimen uji ada tiga bentuk; V notch, U notch
dan Key hole notch. Ukuran spesimen dan bentuk takik sebagaimana ditunjukkan
pada Gambar di bawah ini:
Impact Test (Uji Impact)

 Uji impak juga digunakan untuk mempelajari pola patahan spesimen uji, apakah getas (brittle
fracture) atau patah ulet (ductile fracture) atau kombinasi keduanya. Granular fracture atau
cleavage fracture adalah Permukaan patah getas berkilat dan berbutir sedangkan patah ulet
tampak lebih buram dan berserabut disebut juga fibrous fracture atau shear fracture. Perbedaan
permukaan kedua jenis patahan sebagaimana ditunjukkan pada gambar dibawah ini :
Prosedure Impact Test :
Metode Pengujian Impak
Terdapat 2 macam pengujian impact yaitu Metode Charpy dan Metode Izod :

 Metode Charpy.
Pada metode sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1, spesimen diletakkan
mendatar dan kedua ujung spesimen ditumpu pada suatu landasan. Letak dari
takikan (notch) berada pada tepat ditengah arah pemukulan dari belakang takikan.
Biasanya metode ini digunakan di Amerika dan banyak negara yang lain termasuk
Indonesia.
 Metode Izod.
Pada metode ini sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1 spesimen dijepit pada
salah satu ujungnya dan diletakkan tegak. Arah pemukulan dari depan takikan.
Biasanya metode ini digunakan di Negara Inggris.
Prosedure Impact Test :
Temperatur Transisi
Pengujian impak juga dapat digunakan untuk menentukan ductile to brittle transition
temperature yaitu temperatur tertentu yang lebih rendah dimana logam berubah menjadi
getas. Temperatur transisi ini hanya dapat diperoleh jika pengujian impact dilakukan pada
temperatur yang bervariasi. Ada 5 kriteria dalam penentuan temperatur transisi seperti
yang ditunjukkan oleh Gambar 4.
 Kriteria 1, yaitu T1 pada temperatur ini pola patahan adalah 100% fibrous. FTP
(Fracture Trasnsition Plastic), kriteria ini sangat konservatif karena pada suhu ini
spesimen patah ulet telah dianggap mengalami transisi.
 Kriteria 2, yaitu T2 FATT (fracture Apperance Transition Temperature) Temperatur pada
saat menghasilkan pola patahan 50% cleavage fracture & 50% ductile fracture.
 Kriteria 3, yaitu T3 rata-rata energi tertinggi dengan energi terendah yang diserap,
besarnya seringkali mirip dengan T2.
 Kriteria 4, yaitu T4 temperatur yang dapat menghasilkan energi sebesar 20 joule (15 ft
lb).
 Kriteria 5, yaitu T5 temperatur yang menghasilkan pola patahan 100% cleavage fracture
disebut NDT (Nil Ductility Temperature).
Prosedure Impact Test :
Acceptance Criteria Uji Impak :

 Hasil uji impak tidak dapat digunakan untuk keperluan perhitungan suatu
desain, namun hanya dapat digunakan untuk membandingkan sifat
ketangguhan suatu bahan dengan bahan lain. Hal ini dikaerenakan banyak
faktor yang mempengaruhi impact strength hingga tidak dapat dicari
korelasinya antara kondisi pengujian dengan kondisi pemakaian, misalnya
pada saat pengujian kecepatan pembebanan sudah tertentu sedangkan pada
pemakaian bisa bervariasi.

 Demikian juga dengan kondisi tegangan triaxial yang dipengaruhi bentuk


dan ukuran takik, ini akan menyebabkan impact strength berbeda bila faktor
tersebut berbeda. Oleh karena itu pada uji impak ini bentuk dan ukuran
spesimen dan notch nya harus sama baru hasil pengujian dapat
dibandingkan.
Bending Test
Bending Test

Pengertian Uji tekuk (bending test) merupakan salah satu bentuk pengujian
untuk menentukan mutu suatu material secara visual. Proses pembebanan
menggunakan mandrel atau pendorong yang dimensinya telah ditentukan
untuk memaksa bagian tengah bahan uji atau spesimen tertekuk diantara dua
penyangga yang dipisahkan oleh jarak yang telah ditentukan.
Selanjutnya bahan akan mengalami deformasi dengan dua buah gaya yang
berlawanan bekerja pada saat yang bersamaan. Dalam pemberian beban dan
penentuan dimensi mandrel ada beberapa faktor yang harus diperhatikan,
yaitu:
 Kekuatan tarik ( Tensile Strength ).
 Komposisi kimia dan struktur mikro terutama kandungan Mn dan C pada
material.
 Tegangan luluh ( Yield Stress ).
Bending Test
Bending Test

 Setelah menekuk, permukaan spesimen yang berbentuk


cembung harus diperiksa dari kemungkinan adanya retak atau
cacat permukaan yang lain. Apabila spesimen mengalami patah
(fracture) setelah ditekuk, maka spesimen dinyatakan gagal uji
(rejected). Namun jika tidak patah maka kriteria keberterimaan
seperti jumlah retak, dimensi retak atau cacat permukaan lain
yang terlihat pada permukaan harus disesuaikan dengan
standar yang diacu. Adanya retak pada sisi ketebalan atau
sudut-sudut spesimen tidak dinyatakan sebagai kegagalan
pengujian. Kecuali dimensinya melebihi ukuran yang
ditentukan oleh standar.
Bending Test

Berdasarkan posisi pengambilan spesimen, uji tekuk bending dibedakan menjadi 2, yaitu
transversal bending dan longitudinal bending. Apabila kedua jenis pengujian tersebut digunakan
pada benda hasil pengelasan, maka pemotongan area pengelasan harus disesuaikan dengan jenis
pengujiannya. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui kualitas hasil pengelasan secara visual
setelah benda ditekuk.
 1. Pengujian Tekuk Melintang (Transversal Bending).
Pada transversal bending, saat pengambilan specimen harus tegak lurus dengan arah
pengelasan. Menurut arah pembebanan dan lokasi pengamatan, Uji Tekuk Melintang( transversal
bending) dibagi menjadi tiga:
a. Face Bend (Bending di permukaan las).
Dikatakan face bend jika permukaan las mengalami tegangan tarik dan akar las mengalami
tegangan tekan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Pengamatan dilaksanakan pada
permukaan las yang mengalami tegangan tarik, apakah muncul retak atau tidak. Jika muncul retak
dimanakah letaknya, apakah di weld metal, HAZ atau fusion line (garis perbatasan WM dan
HAZ).
Bending Test
Bending Test

b. Root Bend ( Bending di akar las ).


Root bend adala akar las mengalami tegangan tarik dan permukaan las mengalami tegangan
tekan, seperti yang ditunjukkan Gambar 3 Pengamatan dilakukan di akar las yang mengalami
tegangan tarik, lalu diamati apakah muncul retak atau tidak. Jika muncul retak dimanakah
letaknya, apakah di weld metal. HAZ atau fusion line (yaitu garis perbatasan WM dan HAZ)
Bending Test

 c. Side Bend ( Bending di sisi las ).


 Pengujian ini dilaksanakan apabila ketebalan material yang di las lebih
besar dari 3/8 inchi. Pengamatan dilakukan pada sisi las tersebut, apakah
timbul retak atau tidak, seperti yang di tunjukkan Gambar 4. Jika muncul
retak amati dimanakah letaknya, apakah di weld metal, HAZ atau di fusion
line (garis perbatasan WM dan HAZ).
Bending Test

2. Pengujian Tekuk Memanjang (Longitudinal Bending)


Pada pengujian jenis ini, spesimen diambil searah dengan arah pengelasan berdasarkan arah
pembebanan dan lokasi pengamatan. Pengujian longitudinal bending dibagi menjadi dua :
a. Face Bend (Bending pada permukaan las)
Dikatakan face bend jika permukaan las mengalami tegangan tarik dan akar las mengalami
tegangan tekan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. Pengamatan dilakukan di permukaan las
yang mengalami tegangan tarik, diamati apakah timbul retak atau tidak. Jika timbul retak
dimanakah letaknya, apakah di weld metal, HAZ atau fusion line (garis perbatasan WM dan
HAZ).
Bending Test

b. Root Bend (Bending pada akar las)


Root bend adalah bending yang dilakukan sehingga akar las mengalami tegangan tarik dan dasar
las mengalami tegangan tekan, seperti yang ditunjukkan Gambar 6 Pengamatan dilakukan di akar
las, amati apakah muncul retak atau tidak. Jika muncul retak dimanakah letaknya, apakah di Weld
metal, HAZ atau di fusion line (yaitu garis perbatasan WM dan HAZ).
Prosedure Pengujian Bending :
Dalam pemberian beban dan penentuan dimensi mandril ada beberapa faktor yang
harus diperhatikan, yaitu :
a) P-No. dari material yang diuji.
b) Elongation dari material yang diuji.
c) Kekuatan luluh ( yield strength) dari material yang diuji.

Berdasarkan standard and code ASME sec. IX, ukuran diameter mandril ditentukan
berdasarkan P-No. dari material yang diuji. Namun jika P-No. material tidak
ditemukan pada referensi di standar tersebut, maka dapat digunakan data elongation
material uji untuk mencari diameter mandril atau penekan.
Berbeda dengan standard and code ASME sec. IX yang menggunkan P-No. dan data
elongation material, pada standar yang lain yaitu AWS D1.1 justru menggunakan data
kekuatan luluh ( yield strength) dari material yang diuji untuk menentukan diameter
mandril atau penekan. Pada Gambar 7 dapat dilihat cara penentuan diameter mandril /
penekan berdasarkan standard and code ASME sec. IX.
Acceptance Criteria Bending Test :

Kriteria Keberterimaan Pengujian Tekuk (Acceptance Criteria Bending Test).

a. Syarat Keberterimaan Berdasarkan ASME sec. IX.


Untuk dapat lulus dari uji tekuk (bending) berdasarkan standard and code
ASME sec. IX maka hasil pengujian harus memenuhi kriteria berikut ini :

1. Keretakan pada weld metal atau HAZ maksimal 3 mm diukur dari segala
arah pada permukaan cembung yang telah ditekuk.
2. Retak pada pojok permukaan yang telah ditekuk tidak diperhitungkan.
Kecuali yang disebabkan oleh slag inclusión , lack of fusion , atau cacat
lainnya.
3. Pada pengelasan overlay cladding tidak boleh terdapat retak terbuka
melebihi 1.5 mm dihitung dari segala arah. Pada interface tidak boleh
terdapat retak terbuka melebihi 3 mm.
Acceptance Criteria Bending Test :

b. Syarat Keberterimaan Berdasarkan AWS D1.1.


Untuk dapat lulus dari uji tekuk (bending) berdasarkan standard and code
AWS D1.1 maka hasil pengujian harus memenuhi kriteria berikut ini :

1. Keretakan maksimal 3 mm diukur dari segala arah pada permukaan


cembung yang telah ditekuk.
2. Jumlah cacat terbesar tidak boleh melebihi 10 mm pada cacat yang
ukurannya antara 1 mm sampai 3 mm.
3. Retak pada pojok permukaan maksimal 6 mm, kecuali yang disebabkan
oleh slag inclusión atau cacat fusi yang lainnya maka maksimal dimensi
yang diperbolehkan adalah 3 mm.

Anda mungkin juga menyukai