Anda di halaman 1dari 22

TUGAS II

KARAKTERISASI MATERIAL

Nama : Raka Maulana Putera

NIM : 21050117130109

DEPARTEMEN S1 TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
1. Jurnal
Jurnal yang saya baca berjudul “KARAKTERISTIK SIFAT MEKANIS
DAN STRUKTUR MIKRO PROSES AUSTEMPER PADA BAJA KARBON S
45 C DAN S 60 C” dengan penulis Lim Richie Stifler, Sobron Y.L. dan Erwin
Siahaan. Pada jurnal ini, penulis ingin membuktikan teori bahwa proses perlakuan
panas yang diberikan kepada suatu material baja dapat meningkatkan kekuatannya
apabila dilakukan dengan proses yang tepat dan benar. Proses yang digunakan
disini ialah proses austempering. Proses austempering sendiri ialah proses
perlakuan panas pada baja yang bertujuan untuk meningkatkan sifat mekanis pada
baja S 45C dan S 60C. Pengujian yang dilakukan terdapat 3 jenis antara lain, uji
tarik yang menggunakan standar ASTM A370-12a, pengujian kekerasan Vickers,
dan pengamatan struktur mikro menggunakan mikroskop digital. Penulis mencoba
beberapa temperature, yakni 350 oC, 450oC, dan 550oC. Dari ketiga temperature
proses austempering memiliki peningkatan, akan tetapi peningkatan yang paling
optimal ialah pada temperature 350 oC. Penulis membandingkan 3 hasil pengujian
dari baja yang tidak mengalami proses austempering dan yang mengalami
austempering pada 350 oC. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:
- Uji Tarik
Terjadi peningkatan keuletan dan ketangguhan sebesar 14,6% pada baja
S45C dan 18,4% pada S60C.
- Uji kekerasan
Terjadi peningkatan kekrasa sebesar 44% pada baja S45C dan 46% pada
baja S60C.
- Uji metalografi
Struktur mikro bainit pada baja S45C dan S60C banyak ditemukan pada
proses austempering pada temperature 350 oC.

Pada jurnal ini, penulis tidak membahas tentang tata cara ataupun tahapan
dari setiap pengujian yang dilakukan. Penulis langsung memaparkan hasil
penelitian yang telah dilakukan. Penulis hanya mencantumkan dimensi specimen
uji tarik pada ASTM A370-12a.
Dari hasil pengujian yang diperoleh, dapat dilihat bahwa apa yang telah
dilakukan oleh penulis memiliki kemungkinan telah sesuai dengan kaidah ataupun
acuan yang digunakan. Selain itu, penulis juga hanya melakukan pengujian satu kali
untuk tiap temperature. Menurut saya, hasil penelitian akan lebih terpercaya apabila
telah dilakukan pengujian lebih dari satu kali.
2. Pengujian Tarik
Dari hasil uji tarik, kita akan memperoleh data nilai dan grafik dengan
format sebagai berikut.
Do Du
No (mm) Lo (mm) (mm) Lu (mm) Fmaks (N) Fyield (N)
1
2
3
mean

Dari data dan grafik yang diperoleh, kita dapat menentukan beberapa nilai
sifat mekanis dari sebuah material antara lain :
- Modulus of elasticity
- Yield strength
- Tensile strength
- Modulus of resilience
- Failure stress
- Ductility
- Toughness
- Strain hardening coefficient
- Strength constant

Untuk mendapatkan nilai K(konstanta kekuatan) dan n(koefisien


pengerasan regangan), kita dapat mencarinya dengan melakukan plotting pada
kurva tegangan-regangan sejati pada koordinat log. Dengan menganggap Log σ =
log K + n log ε. Jadi slope dari grafik koordinat log sama dengan n dan K adalah
intersep pada ε = 1.
Material yang getas dapat dilihat dari hasil uji tariknya langsung. Apabila
material getas, akan menghasilkan hasil uji tarik berupa gambar dan grafik sebagai
berikut.

Gambar Hasil Uji Tarik

Gambar Grafik hasil uji tarik


3. Uji Metalografi
Metalografi adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur mikroskopis
logam dan paduan menggunakan mikroskop optik, mikroskop elektron atau jenis
mikroskop lainnya. Kinerja dan sifat material terutama sifat mekanik logam
ditentukan oleh struktur mikro, dengan menganalisis struktur mikro material maka
kinerja dan keandalan saat digunakan dapat dipahami dengan lebih baik. Adapun
tahapan yang dilakukan saat proses uji metalografi antara lain :
a. Pemotongan (Sectioning)
Proses Pemotongan merupakan pemindahan material dari sampel yang
besar menjadi spesimen dengan ukuran yang kecil. Pemotongan yang salah akan
mengakibatkan struktur mikro yang tidak sebenarnya karena telah mengalami
perubahan. Kerusakan pada material pada saaat proses pemotongan tergantung
pada material yang dipotong, alat yang digunakan untuk memotong, kecepatan
potong dan kecepatan makan.
b. Pembingkaian ( Mounting)
Pembingkaian seringkali diperlukan pada persiapan spesimen metalografi,
meskipun pada beberapa spesimen dengan ukuran yang agak besar, hal ini tidaklah
mutlak. Akan tetapi untuk bentuk yang kecil atau tidak beraturan sebaiknya
dibingkai untuk memudahkan dalam memegang spesimen pada proses
pngamplasan dan pemolesan. Sebelum melakukan pembingkaian, pembersihan
spesimen haruslah dilakukan dan dibatasi hanya dengan perlakuan yang sederhana
detail yang ingin kita lihat tidak hilang. Sebuah perbedaan akan tampak antara
bentuk permukaan fisik dan kimia yang bersih. Pembersihan ini bertujuan agar hasil
pembingkaian tidak retak atau pecah akibat pengaruh kotoran yang ada.
c. Pengamplasan dan Pemolesan
Pengamplasan adalah proses untuk mereduksi suatu permukaan dengan
pergerakan permukaan abrasif yang bergerak relatif lambat sehingga panas yang
dihasilkan tidak terlalu signifikan.
Dari proses pengamplasan yang didapat adalah timbulnya suatu sistim yang
memiliki permukaan yang relatif lebih halus atau goresan yang seragam pada
permukaan spesimen. Pengamplasan juga menghasilkan deformasi plastis lapisan
permukaan spesimen yang cukup dalam.
Proses pemolesan menggunakan partikel abrasif yang tidak melekat kuat
pada suatu bidang tapi berada pada suatu cairan di dalam serat-serat kain.
Tujuannya adalah untuk menciptakan permukaan yang sangat halus sehingga bisa
sehalus kaca sehingga dapat memantulkan cahaya dengan baik. Pada pemolesan
biasanya digunakan pasta gigi, karena pasta gigi mengandung Zn dan Ca yang akan
dapat mengasilkan permukaan yang sangat halus. Proses untuk pemolesan hampir
sama dengan pengamplasan, tetapi pada proses pemolesan hanya menggunakan
gaya yang kecil pada abrasif, karena tekanan yang didapat diredam oleh serat-serat
kain yang menyangga partikel.
d. Pengetsaan (etching)
Etsa dilakukan dalam proses metalografi adalah untuk melihat struktur
mikro dari sebuah spesimen dengan menggunakan mikroskop optik. Spesimen yang
cocok untuk proses etsa harus mencakup daerah yang dipoles dengan hati-hati, yang
bebas dari deformasi plastis karena deformasi plastis akan mengubah struktur mikro
dari spesimen tersebut. Proses etsa untuk mendapatkan kontras dapat
diklasifikasikan atas proses etsa tidak merusak (non disctructive etching) dan
proses etsa merusak (disctructive etching).

4. Ductile to Brittle Transition Temperature (DBTT)


Ductile to brittle transition temperature adalah temperatur tertentu yang
lebih rendah dimana logam berubah menjadi getas. Temperatur transisi ini hanya
dapat diperoleh jika pengujian impact dilakukan pada temperatur yang bervariasi.
Ada 5 kriteria dalam penentuan temperatur transisi.
Gambar Grafik Temperatur transisi
1. Kriteria 1, yaitu T1 pada temperatur ini pola patahan adalah 100% fibrous.
FTP (Fracture Trasnsition Plastic), kriteria ini sangat konservatif karena
pada suhu ini spesimen patah ulet telah dianggap mengalami transisi.
2. Kriteria 2, yaitu T2 FATT (fracture Apperance Transition Temperature)
Temperatur pada saat menghasilkan pola patahan 50% cleavage fracture &
50% ductile fracture.
3. Kriteria 3, yaitu T3 rata-rata energi tertinggi dengan energi terendah yang
diserap, besarnya seringkali mirip dengan T2.
4. Kriteria 4, yaitu T4 temperatur yang dapat menghasilkan energi sebesar 20
joule (15 ft lb).
5. Kriteria 5, yaitu T5 temperatur yang menghasilkan pola patahan 100%
cleavage fracture disebut NDT (Nil Ductility Temperature).

Untuk memperoleh nilai DBTT, dapat dilakukan pengujian impak. Secara


umum pengujian impak dilakukan untuk mengetahui ketangguhan baja. Pengujian
tersebut dapat dilakukan dengan dua metode sesuai standar ASTM E23, yaitu
metode Izod dan metode Charpy, sebagai berikut.
Metode Izod
Pengujian dengan metode Izod, spesimen berfungsi sebagai batang
cantilever. Pengujian dengan metode Izod hanya dapat dilakukan pada suhu kamar.
Umumnya metode ini digunakan di Eropa.

Gambar Spesimen Metode Izod

Gambar Peletakan Spesimen Metode Izod


Metode Charpy
Pengujian dengan metode Charpy, spesimen berfungsi sebagai batang
tumpuan sederhana (simple beam). Pengujian dengan metode Charpy dapat
dilakukan pada suhu yang bervariasi dari suhu rendah (kriogenik) hingga suhu
tinggi. Oleh karena itu, metode ini dapat digunakan untuk mengetahui perubahan
sifat mekanik material dari ulet menjadi getas akibat turunnya temperatur operasi,
disebut Ductile-to-Brittle Transition.

Gambar Spesimen Metode Charpy


Gambar Peletakan Spesimen Metode Charpy

5. Sifat Mekanis Material


Sifat mekanik suatu material adalah sifat yang mempengaruhi kekuatan
mekanik dan kemampuan suatu material ketika diberikan perlakuan mekanis pada
material tersebut. Beberapa sifat mekanik suatu material yaitu :
Strength (Kekuatan)
Strength adalah kemampuan material untuk menahan beban sebelum terjadi
deformasi atau kerusakan material ketika diberikan beban eksternal (fracture). Pada
proses pemilihan material dan beberapa aplikasi tertentu, material yang dipilih
harus memiliki kekuatan mekanik (Strength) yang baik agar dapat bekerja pada
kekuatan mekanik atau beban kerja yang diberikan.
Toughness (Ketangguhan)
Toughness adalah kemampuan material untuk menyerap energi dan
mendapatkan defromasi plastis tanpa terjadi cacat (fracture). Besarnya toughnes
ditentukan oleh jumlah energi per satuan volume (Joule/m3). Nilai ketangguhan
suatu material dapat ditentukan oleh karakteristik tegangan-regangan material
tersebut. Untuk memiliki sifat ketangguhan yang baik, material harus memiliki
kekuatan dan keuletan yang baik.
Misalnya material yang getas, memiliki kekuatan yang baik namun
memiliki keuletan yang buruk sehingga tidak cukup tangguh. Begitu pula, material
yang memiliki keuletan yang baik tetapi memiliki kekuatan yang buruk juga
menyebabkan material tidak cukup tangguh. Oleh karena itu, agar memiliki sifat
tangguh (Toughness), material harus mampu menahan tekanan dan regangan yang
tinggi.
Hardness (Kekerasan)
Hardness (Kekerasan) adalah kemampuan material untuk melawan
perubahan bentuk secara permanen karena tekanan eksternal yag terjadi. Terdapat
berbagai jenis nilai kekerasan yaitu, Scratch Hardness, Indentation Hardness dan
Rebound Hardness.
Brittleness (Kerapuhan/Getas)
Brittleness atau Kerapuhan menunjukkan seberapa mudah suatu material
mengalami retak ketika diberikan gaya atau beban. Ketika material yang rapuh
mengalami tegangan, sangat sedikit energi yang dapat diterima dan akan
mengalami patahan tanpa terjadi tegangan yang berarti.
Brittleness atau Kerapuhan adalah kebalikan dari sifat ulet pada material.
Kerapuhan material umumnya bergantung pada kondisi suhu. Contohnya pada
beberapa jenis logam yang bersifat ulet pada suhu normal menjadi getas atau rapuh
pada suhu yang rendah.
Malleability (Sifat lunak)
Malleability adalah sifat material padat yang menunjukkan seberapa mudah
suatu material mengalami perubahan bentuk ketika diberi tekanan. Sifat mekanis
Malleability merupakan sifat plastisitas material. Kelenturan atau Malleability
suatu material bergantung pada kondisi suhu. Pada suhu yang tinggi, kelenturan
material cenderung meningkat.
Malleability sering digunakan sebagai parameter sifat material pada proses
metal forming yang dibentuk dalam bentuk lembaran.
Ductility (Keuletan)
Ductility adalah sifat material padat yang menunjukkan seberapa mudah
suatu material mengalami deformasi ketika diberi tegangan tarik. Sifat Ductility
pada material merupakan salah satu aspek plastisitas material yang dipengaruhi
oleh kondisi suhu.
Creep dan Slip
Creep adalah sifat material yang menunjukkan kecenderungan untuk
bergerak lambat dan mengalami berubah bentuk secara permanen ketika diberi
tekanan mekanis dari luar. Creep akan terjadi lebih parah pada material yang
mengalami pemanasan dalam waktu lama. Slip adalah bidang dengan kerapatan
atom yang tinggi.
Resilience
Resilience adalah kemampuan material untuk menyerap energi ketika
mengalami deformasi elastis dengan memberikan tegangan kemudian melepaskan
energi ketika tegangan dihilangkan.
Resilience atau ketahanan suatu material dinyatakan sebagai energi
maksimum yang dapat diserap tanpa terjadi deformasi plastis atau permanen.
Modulus Resilience dinyatakan sebagai energi maksimum yang mampu diserap
oleh material per satuan volume tanpa terjadi deformasi plastis. Hal tersebut dapat
ditentukan dengan mengintegrasikan kurva tegangan-regangan dari nol hingga
batas elastisitas dengan satuannya adalah joule/m3.
Fatigue (Kelelahan)
Fatigue adalah melemahnya material yang terjadi karena material menerima
beban yang berulang secara terus menerus.
Ketika suatu material mengalami pembebanan cyclic (siklus) dangan beban
yang diterima lebih besar dari batas ijin tertentu tetapi masih berada di bawah
kekuatan material (batas kekuatan tarik ultimate atau batas tegangan luluh), yang
menyebabkan terjadinya retakan mikroskopis yang mulai terbentuk pada batas butir
dan antarmuka hingga retakan tersebut mencapai titik kritis. Retakan tersebut
merambat secara tiba-tiba dan strukturnya menjadi retak.
Bentuk struktur sangat mempengaruhi fatigue atau kelelahan pada material.
Lubang-lubang persegi dan sudut-sudut tajam dapat menghasilkan tekanan yang
tinggi dan menyebabkan retakan kelelahan (fatigue crack).

6. Sifat Fisis Material


Sifat fisis material merupakan kemampuan suatau material yang dapat
dilihat atau tampak langsung dari suatu material yang cenderung tidak dapat
dirubah. Adapun sifat fisis material antara lain :
a. Warna
b. Konduktivitas Listrik
c. Kepadatan (density)
d. Sifat magnetic.

7. Sifat Termal Material


Sifat termal pada bahan adalah tanggapan suatu bahan ketika diberi panas.
Ketika suatu bahan menyerap energi (panas) maka temperaturnya akan meningkat
dan dimensinya bertambah. Sifat termal suatu bahan meliputi kapasitas panas,
ekspansi termal, mekanisme konduksi termal, dan tegangan termal.
a. Kapasitas panas
Suatu bahan padat ketika diberi panas maka temperaturnya akan naik yang
disebabkan adanya energi yang diserap oleh material tersebut. Kapasitas panas
adalah jumlah panas yang diperlukan untuk meningkatkan temperatur padatan
sebesar satu derajat Kelvin. Yang apabila ditulis secara matematika adalah sebagai
berikut:

dengan,
C = kapasitas panas
Q = energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan dT
dT = perubahan temperatur

Selain dengan persamaan di atas, panas spesifik (dilambangkan dengan c)


kadang digunakan, yang merupakan kapasitas panas per satuan massa per derajat
K. Terdapat dua cara untuk mengukur kapasitas panas berdasarkan kondisi
lingkungan dan panas yang dialirkan, yaitu kapasitas panas pada volume konstan
(Cv) dan kapasitas panas pada tekanan konstan (Cp). Yang dapat ditulis dengan,
dengan,
C = kapasitas panas
E = energi internal padatan yaitu total energi yang ada dalam padatan
H = enthalpi
dT = perubahan temperature

b. Ekspansi Termal
Ekspansi termal adalah perubahan dimensi yang terjadi akibat adanya
perubahan temperature. Perhitungan untuk mendapatkan koefisien ekspansi termal
dilakukan dengan mengamati perubahan panjang akibat kenaikan temperature yang
terjadi. Besarnya koefisien ekspansi termal dipengaruhi oleh pori pada suatu
material. Kehadiran pori akan mereduksi massa material. Semakin banyak pori
akan memperkecil daya hantar panas sehingga koefisien ekspansi termalnya
menjadi lebih kecil.
Pada suhu normal, atom dalam benda padat berosilasi di sekitar posisi
keseimbangannya dengan amplitudo sekitar 10-11 m dan frekuensi sekitar 1013 Hz.
Rata-rata jarak antara atom adalah sekitar 10-10 m. Ketika suhu benda padat
meningkat, atom berosilasi dengan amplitudo yang lebih besar, sebagai akibatnya,
pemisahan rata-rata antara mereka meningkat. Akibatnya, objek mengembang.
Koefisien ekspansi termal adalah fraksi peningkatan volume zat per derajat
peningkatan suhu. Hokum Charles memperlihatkan bahwa koefisien ini sama untuk
gas dan besarnya yaitu 1/273,15 (0C)-1 pada 00C. dengan demikian peningkatan
suhu sebesar 10C menyebabkan gas berekspansi sebesar 1/273,15 atau 0,366 % dari
volume asalnya pada 00C, salkan tekanannya tetap. Sedangkan koefisien ekspansi
padatan dan cairan jauh lebih kecil. Koefisien ekspansi termal padatan umumnya
kurang dari 0,02 % per derajat celcius.
c. Konduktivitas Termal
Konduksi termal merupakan fenomena dimana panas yang dihantarkan dari
daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu rendah pada suatu zat. Sifat
yang mencirikan kemampuan suatu material untuk mentransfer panas disebut
konduktivitas termal. Hal tersebut dapat diekspresikan pada persamaan berikut

Dimana q adalah fluks panas, atau aliran panas per satuan waktu atau per
satuan luas (W/m2), k adalah konduktivitas termal (W/mK).
Panas dihantarkan pada material padat oleh kedua gelombang getaran kisi
(fonon) dan elektron bebas. Konduktivitas termal dikaitkan dengan masing-masing
mekanisme tersebut, dan konduktivitas total adalah penjumlahan dari dua
mekanisme, atau

Dimana k1 dan ke direpresentasikan sebagai konduktivitas getaran kisi dan


konduktivitas elektron termal, biasanya satu dari keduanya ada yang menonjol.
Energi termal yang berkaitan dengan fonon atau gelombang kisi dihantarkan pada
arah dari pergerakan kedua konduktivitas.
d. Tegangan Termal
Tegangan termal merupakan tegangan yang diinduksikan pada tubuh
material akibat terjadinya perubahan temperature. Tegangan termal dapat
menyebabkan deformasi plastis yang tidak diinginkan berdasarkan asal-usul serta
sifat tegangan termal tersebut.

Pengujian sifat termal material :

- Kapasitas Panas :

- Ekspansi Termal :

- Konduktivitas Termal : Metode Pengujian yang dilakukan melalui


pengukuran resistasi aliran panas material dengan ketebalan tertentu. (ASTM
E1530-99)

- Tegangan Termal :
8. Kekakuan Material
Kekakuan merupakan kemampuan material untuk menahan terjadinya
deformasi. Kekakuan suatu material dapat ditentukan berdasarkan nilai E atau
modulus elasitisitasnya. Apabila sebuah material memiliki luas penampang yang
sama namun bentuk luas penampangnya berbeda, maka material tersebut akan
memiliki nilai kekakuan yang berbeda pula. Selain itu, inersia dari bentuk material
juga mempengaruhi nilai kekauannya. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa
kekakuan merupakan sifat dari sebuah struktur, bukan sifat material.
Untuk cara menguji kekakuan material, dapat dilakukan uji tarik dengan
menggunakan ASTM E8 sebagai acuannya. Setelah menesuaikan dimensi dari
setiap bentuk yang terdapat pada ASTM E8, lakukan pengujian dengan langkah
sebagai berikut :
– Catat data mesin pada lembar kerja.
– Ambil kertas milimeter dan pasang pada tempatnya.
– Ambil spesimen dan letakkan pada tempatnya secara tepat.
– Setting beban dan pencatat grafik pada mesin tarik.
– Berikan beban secara kontinyu sampai spesimen patah.
– Catat besarnya beban pada saat yield, ultimate dan ketika patah yang
nilainya tampak pada monitor beban.
– Setelah patah, ambil spesimen dan ukur panjang dan luasan penampang
yang patah .
Setelah melakukan pengujian, akan memperoleh grafik seperti pada gambar
dibawah.
Dari grafik yang telah ada, kita dapat menentukan nilai E materialnya.
Setelah itu kita dapat menghitung inersia dari spesimen berdasarkan bentuk
penampangnya. Untuk memudahkan hal tersebut, kita dapat mengisi tabel berikut.
Bentuk Material Properties
No
Penampang Modulus Elastisitas Inersia Panjang
1
2
3
Untuk nilai kekakuan dapat ditentukan menggunakan rumus atau persamaan
sebagai berikut :

Dimana,
K : Kekakuan
F : Gaya beban
Δ : elongasi
E : Modulus elastisitas
I : Inersia
L : Panjang
9. Soal
Calculate the 0,2% offset yield strength
Jawab :
Dengan menggunakan persamaan,

Dan persamaan,

Dari data yang ada pada soal, akan diperoleh data sebagai berikut :

F (lb) (in) A0 (In2) l (in) S (Psi) e


0 0 0,2003 2 0 0
3000 0,00167 0,2003 2 14977,5337 0,000835
6000 0,00333 0,2003 2 29955,0674 0,001665
7500 0,00417 0,2003 2 37443,83425 0,002085
9000 0,009 0,2003 2 44932,6011 0,0045
10500 0,04 0,2003 2 52421,36795 0,02
12000 0,26 0,2003 2 59910,1348 0,13
12400 0,5 0,2003 2 61907,13929 0,25
11400 1,02 0,2003 2 56914,62806 0,51

Dari data S dan e yang telah diperoleh dapat dibentuk grafik seperti dibawah ini.
Dari grafik diatas, hitung 0,2% offset yield strength nya.

Dari grafik diatas, dapat disimpulkan nilai 0,2% offset yield strengthnya
ialah 44932,6011 Psi.

a. Tensile Strength

Nilai tensile strengthnya ialah 61907,13 Psi


b. Modulus of elasticity
Modulus of elasticity dapat diperoleh dengan persamaan,

Nilai modulus elastisitasnya ialah 17,9 Kpsi

c. %elongation
%elongation dapat ditentukan dengan persamaan,

Nilai %elongationnya ialah 50,7%

d. %reduction in area
Untuk menghitung %reduction in area, gunakan persamaan

Nilai %reduction in area nya ialah 45,15%


e. engineering stress at fracture
engineering stress at fracture dapat ditentukan dari grafik dibawah

56914,6281 Psi

Nilai engineering stress at fracture ialah 56914,6281 Psi

f. true stress at fracture


nilai trues stress at fracture dapat dihitung dengan persamaan
𝜎 = 𝑠(1 + 𝑒)
𝜎 = 56914,6281(1 + 0,51)
𝜎 = 85941,08837 𝑝𝑠𝑖
Maka nilai stress at true fracture adalah 85941,08837 psi

g. modulus of resilience
modulus of resilience dapat ditentukan apabila kita mengetahui yielding
strength dan strain at yielding nya. Untuk menentukan kedua nilai tersebut, kita
harus melihat pada grafik dibawah
Dari grafik, yield strengthnya ialah sekitar 37443,8342 psi dan nilai
strainnya sekitar 0,002085. Dari situ gunakan persamaan

Nilai modulus of resiliencenya ialah 39,035 psi

h. strain hardening exponent and strength coefficient.


Untuk mencari strain hardening exponent dan strength coefficient dapat kita
harus melakukan plotting menggunakan log 𝜎 dan log ε. Sebelum itu kita harus
menentukan nilai 𝜎 dan ε. Dari nilai S dan e yang diperoleh diawal, kita dapat
menentukannya dengan menggunakan persamaan sebagai berikut
  s( 1  e)

ε  ln ( 1  e)

Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel dibawah.


𝜎 ε log 𝜎
0 0 0
14990,03994 0,000834652 4,175803
30004,94259 0,001663615 4,477193
37521,90464 0,002082829 4,574285
45134,7978 0,004489905 4,654512
53469,79531 0,019802627 4,728109
67698,45232 0,122217633 4,830579
77383,92411 0,223143551 4,888651
85941,08837 0,412109651 4,934201

Nilai k dapat ditentukan apabila ε =1 . Oleh karena itu, kita membutuhkan nilai 𝜎
saat ε =1. Lalu menggunakan persamaan

  k n

Untuk mencari nilai 𝜎 saat ε =1 dapat digunakan metode ekstrapolasi.


𝑥 − 𝑥1 𝑦 − 𝑦1
=
𝑥2 − 𝑥1 𝑦2 − 𝑦1
𝑥 − 77383,92411 1 − 0,223143551
=
85941,08837 − 77383,92411 0,412109651 − 0,223143551

𝑥 − 77383,92411 = 35179,26364
𝑥 = 112563,1877
Nilai 𝜎 saat ε =1 ialah 112563,1877 psi
Lalu, untuk nilai n ialah slope dari grafik log 𝜎 vs ε. Maka nilai n adalah
𝑦2 − 𝑦1 4,934201 − 4,888651
=
𝑥2 − 𝑥1 0,412109651 − 0,223143551
𝒏 = 𝟎, 𝟐𝟒𝟏
Maka nilai n = 0,241
Hitung nilai k dengan persamaan

  k n

112563,1877 psi = 𝑘. 10,241


𝒌 = 𝟏𝟏𝟐𝟓𝟔𝟑, 𝟏𝟖𝟕𝟕 𝐩𝐬𝐢

Anda mungkin juga menyukai