Anda di halaman 1dari 62

PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP SIFAT

MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA API 5L X-52

TUGAS AKHIR

SAFRUDIN

123.14.019

PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI

FAKULTAS TEKNIK DAN DESAIN

INSTITUT TEKNOLOGI DAN SAINS BANDUNG

2019
PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP SIFAT
MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA API 5L X-52

TUGAS AKHIR

SAFRUDIN
123.14.019

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Teknik
Pada Program Studi Teknik Metalurgi dan Material

PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI


FAKULTAS TEKNIK DAN DESAIN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN SAINS BANDUNG
2019

ii Institut Teknologi dan Sains Bandung


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tugas Akhir ini adalah hasil karya Saya sendiri, dan semua sumber baik yang
dikutip atau dirujuk telah Saya nyatakan dengan benar.

Nama : Safrudin

NIM : 123.14.019

Tanda Tangan :

Tanggal :

iii Institut Teknologi dan Sains Bandung


PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP SIFAT
MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA API 5L X-52

TUGAS AKHIR

SAFRUDIN
123.14.019

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Teknik
Pada Program Studi Teknik Metalurgi dan Material

Menyetujui,
Kota Deltamas, … Agustus 2019

Dosen Pembimbing :

Prof. Ir. Syoni Soepriyanto M.Sc., Ph.D


NIP: 195203181976031001

Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Metalurgi

Dr.Eng Akhmad Ardian Korda ST.MT.


NIP: 19741204200801101

iv Institut Teknologi dan Sains Bandung


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Dia yang Maha Suci dan
Maha Tinggi, yang telah memberikan Iman, kesehatan, petunjuk dan karunia-Nya
sehingga penulis bisa menyelesaikan laporan tugas akhir ini dengan judul
“Pengaruh Post Weld Heat Treatment Terhadap Sifat Mekanik dan Struktur Mikro
pada Baja API 5L X-52”. Laporan ini diajukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Teknik Metalurgi dan Material,
Fakultas Teknik dan Desain, Institut Teknologi dan Sains Bandung.

1. Dr. Eng. Akhmad Ardian Korda, S.T., M.T selaku ketua program studi Teknik
Metalurgi dan Material ITSB yang telah memberikan saran dan masukan
kepada penulis.
2. Prof.Ir. Syoni Soepriyanto, M.Sc.,Ph.D., selaku dosen pembimbing dan dosen
wali yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan
saya dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
3. Dosen-dosen Pengajar Teknik Metalugi dan Material ITSB yang selama ini
telah berkenan meluangkan waktunya untuk memberi ilmu kepada kami.
4. Dosen dan segenap aktivitas akademika kampus ITSB yang telah memberikan
ilmu pengetahuan, pengalaman, dan bantuan selama masa perkuliahan
penulis.
5. Orang tua, kakak dan keluarga saya yang telah memberikan do`a dan
bantuannya baik material maupun moral selama perkuliahan dan penulisan
Tugas Akhir.
6. Teman-teman TMM ITSB 2014 yang telah memberikan banyak cerita selama
masa perkuliahan serta do`a dan dukungannya selama penulisan Tugas Akhir.
7. Kepada Deny Putra Hutama, yang telah memberikan ilmu seputar kuliah yang
membuat penulis dapat mengikuti perkuliahan dengan baik hingga semester
akhir ini

8. Kepada Crew 13 Alfy, Vino, Adip, Delvi, Bagas, Emil, Dimas, Willy sahabat
seperjuangan yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis. Terima

v Institut Teknologi dan Sains Bandung


kasih atas segala kesenangan, kesedihan, canda gurau, dan segala kenangan
yang tak bisa dilupakan.
9. Semua pihak yang telah membatu saya dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Tugas Akhir ini membawa
manfaat bagi kita semua.

Kota Deltamas, Agustus 2019

Penulis

vi Institut Teknologi dan Sains Bandung


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai civitas akademik Institut Teknologi dan Sains Bandung, saya yang
bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Safrudin

NIM : 123.14.019

Program Studi : Teknik Metalurgi

Fakultas : Teknik dan Desain

Jenis Karya : Tugas Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Institut Teknologi dan Sains Bandung Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-
exclusive Royalti-Free Right) atas karya ilmiah yang berjudul:

“Pengaruh Post Weld Heat Treatment Terhadap Sifat Mekanik dan


Struktur Mikro pada Baja API 5L X-52”

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Insitut Teknologi dan Sains Bandung berhak menyimpan,
mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Kota Deltamas

Pada Tanggal :

Yang Menyatakan,

Safrudin

vii Institut Teknologi dan Sains Bandung


ABSTRAK

Pipa baja API 5L X-52 adalah salah satu pipa yang termasuk ke dalam kelompok
baja paduan rendah kekuatan tinggi (HSLA) yang sering digunakan untuk
penyaluran minyak dan gas. Adanya siklus termal dengan pemanasan dan
pendinginan yang cepat pada pengelasan baja mengakibatkan struktur mikro dan
sifat mekanik menjadi tidak seragam. Laku panas adalah cara untuk meningkatkan
ketahanan terhadap patah getas pasca pengelasan dengan cara menghomogenkan
kekerasan pada daerah logam las, HAZ, logam dasar dan mengurangi tegangan sisa.

Dalam percobaan ini, dilakukan perbandingan sampel asweld dengan sampel yang
dilakukan laku panas pada temperatur 550oC, 650oC dan 750oC selama 60 menit.
Material yang digunakan adalah daerah lasan pipa baja API 5L X-52. Pengujian
yang dilakukan adalah uji visual, uji komposisi kimia, uji keras, uji tarik dan uji
impak. Dilakukan pula metalografi untuk melihat pengaruh fasa – fasa yang ada
terhadap distribusi kekerasan pada sampel.

Berdasarkan percobaan, sampel dalam keadaan baik untuk dilakukan laku panas,
karena tidak terdapat inklusi slag, Lack of Fusion (LOF), Lack of Penetration
(LOP), undercut, overuct, memiliki mampu las yang baik serta tahan terhadap retak
dingin. Peningkatan temperatur laku panas akan menyebabkan distribusi kekerasan
menurun sampai pada temperatur laku panas 750oC. Hal ini disebabkan semakin
besarnya ukuran butiran saat kenaikan temperatur. Distribusi kekerasan rata – rata
meningkat dari logam induk ke logam las. Laku panas menghasilkan fasa ferit dan
karbida pada logam induk, ferit dan acicular ferit pada HAZ, ferit dan acicular ferit
pada logam las. Selain itu tidak ditemukan fasa martensit pada sampel. Berdasarkan
uji tarik daerah lasan pada temperatur 650oC dan 750oC didapatkan nilai UTS
sebesar 516,14 MPa dan 464,02 MPa dan masih dalam rentang standard kuat tarik
API. Dari hasil percobaan didapat pula bahwa peningkatan temperatur laku panas
dapat meningkatkan nilai impak.

Kata kunci: Baja API 5L X-52, PWHT, Metalografi, Uji Mekanik

viii Institut Teknologi dan Sains Bandung


DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iii


KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................... vii
ABSTRAK....................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
1.2. Maksud dan Tujuan Penelitian ........................................................... 2
1.3. Ruang Lingkup Masalah ..................................................................... 3
3.4. Metodologi Penelitian .......................................................................... 3
3.5. Sistematika Penulisan .......................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 5
2.1. Klasifikasi Baja Api 5L X52 ................................................................ 5
2.2. Klasifikasi Pipa API (American petroleum Institute) .......................... 7
2.2.1. Teknologi Pembuatan Baja pipa ERW ........................................... 9
2.2.2. Karakteristik Lasan Pipa ................................................................. 9
2.3. Post Weld Heat Treatment ................................................................ 11
2.4. Kriteria Standard Lasan API ............................................................ 13
2.5. Heyn Lineal Intercept Method .......................................................... 16
BAB III PROSEDUR DAN HASIL................................................................. 18
3.1. Diagram Alir Percobaan.................................................................... 18
3.2. Alat dan Bahan .................................................................................. 19
3.3. Prosedur Percobaan........................................................................... 20
3.3.1. Persiapan Sampel ....................................................................... 20
3.3.2. Uji Kekerasan ............................................................................. 21
3.3.3. Uji Tarik ...................................................................................... 21
3.3.4. Uji Impak .................................................................................... 22
3.3.5. Laku panas (Heat treatment) sampel .......................................... 22

ix Institut Teknologi dan Sains Bandung


3.4. Hasil Percobaan ................................................................................. 23
3.4.1. Uji lasan ...................................................................................... 23
3.4.2. Uji kekerasan .............................................................................. 24
3.4.3. Uji Tarik ...................................................................................... 26
3.4.4. Uji Impak .................................................................................... 27
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................. 29
4.1. Struktur Visual Lasan ....................................................................... 29
4.2. Hubungan Temperatur laku panas terhadap distribusi kekerasan 30
4.3. Hubungan Struktur mikro terhadap distribusi kekerasan .............. 32
4.4. Hubungan temperatur terhadap kekuatan Tarik dan Impak ......... 39
4.6. Perbandingan kekuatan lasan dengan standard API PWHT .......... 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 42
5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 42
5.2. Saran .................................................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 44
LAMPIRAN ..................................................................................................... 45

x Institut Teknologi dan Sains Bandung


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Metodologi Penelitian .................................................................... 4


Gambar 2. 1 Skematik proses electric resistance welding .................................... 9
Gambar 2. 2 Profil penampang lasan .................................................................. 9
Gambar 2. 3 Struktur mikro HAZ baja karbon rendah ....................................... 10
Gambar 2. 4 Struktur mikro logam las baja karbon rendah ................................ 11
Gambar 3. 1 Diagram Alir Percobaan ............................................................... 18
Gambar 3. 2 Sampel uji keras dan fotomikro .................................................... 21
Gambar 3. 3 Sampel uji tarik ............................................................................ 21
Gambar 3. 4 Sampel uji impak.......................................................................... 22
Gambar 3. 5 Skematik uji laku panas ................................................................ 22
Gambar 3. 6 Standard sampel uji tarik ASTM E8 – 13a .................................... 21
Gambar 3. 7 Grafik tegangan – regangan sampel 650oC. .................................. 28
Gambar 3. 8 Grafik tegangan – regangan sampel 750oC ................................... 28
Gambar 4. 1 Fotomakro Sampel Baja API 5L X - 52 ........................................ 30
Gambar 4. 2 Grafik rata – rata distribusi kekerasan pada 3 zona dari variasi
temperatur.......................................................................................................... 30
Gambar 4. 3 Grafik distribusi kekerasan terhadap pusat lasan dari variasi
temperatur.......................................................................................................... 31
Gambar 4. 4 Ukuran butiran 3 zona .................................................................. 33
Gambar 4. 5 Grafik distribusi kekerasan pada zona logam induk dari variasi
temperatu34
Gambar 4. 6 Fotomikro zona logam induk temperatur 5500C perbesaran 1000x 35
Gambar 4. 7 Grafik distribusi kekerasan pada zona logam induk dari variasi
temperatu35
Gambar 4. 8 Fotomikro zona HAZ temperatur 5500C perbesaran 1000x ........... 36
Gambar 4. 9 Grafik distribusi kekerasan pada zona logam las dari variasi
temperatur.......................................................................................................... 37
Gambar 4. 10 Fotomikro zona logam las temperatur 5500C perbesaran 1000x . 38
Gambar 4. 11 Grafik pengaruh temperatur terhadap kuat impak ....................... 40

xi Institut Teknologi dan Sains Bandung


DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Kekuatan luluh tarik dan luluh standard API ....................................... 7


Tabel 2. 2 Persen berat maksimum komposisi kimia standard API....................... 8
Tabel 2. 3 Toleransi Ukuran Offset of Plates ..................................................... 14
Tabel 2. 4 Persyaratan komposisi kimia ............................................................. 15
Tabel 3. 1 Perhitungan kriteria lasan.................................................................. 23
Tabel 3. 2 Kriteria komposisi kimia ................................................................... 24
Tabel 3. 3 Hasil pengujian keras 4 sampel dan jarak dari pusat lasan ................. 25
Tabel 3. 4 Hasil rata – rata kekerasan per zona dari 4 sampel............................. 26
Tabel 3. 5 Data standard sampel uji tarik ASTM E8 – 13a ................................. 26
Tabel 3. 6 Hasil uji tarik .................................................................................... 27
Tabel 3. 7 Hasil uji impak 4 sampel ................................................................... 27

xii Institut Teknologi dan Sains Bandung


DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A 1 KOMPOSISI KIMA BAJA API 5L X – 52 ........................ 45


LAMPIRAN A 2 STRUKTUR MIKRO ......................................................... 46
LAMPIRAN A 3 DIAGRAM FASA Fe-Fe3C ................................................. 48
LAMPIRAN A 4 KOMPARASI UJI TARIK 2 SAMPEL ............................. 49

xiii Institut Teknologi dan Sains Bandung


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia, sebagai negara yang kaya sumber daya alam, telah melakukan
eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi di beberapa wilayah demi kesejahteraan
rakyat dan pasokan kebutuhan energi di tanah air. Eksplorasi ini dilakukan oleh
salah satu Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), Kondur Petroleum S.A.,
kontraktor BPMIGAS yang memiliki hak untuk melakukan kegiatan eksplorasi,
eksploitasi dan pemasaran minyak dan gas bumi di Indonesia. Dalam industri
minyak dan gas, salah satu faktor yang berperan penting adalah distribusi dan
transmisi fluida hasil pengeboran untuk diproses pada tahap selanjutnya. Media
transmisi dan distribusi yang digunakan adalah pipa baja karbon dalam bentuk
instalasi pipeline.

Penggunaan baja karbon untuk pipeline di industri perminyakan didasarkan


pada alasan kekuatan mekanik dan ekonomis. Keberhasilan penggunaan pipeline
baja karbon bergantung pada pendekatan desain yang sesuai dan kontrol korosi
yang dilakukan. Pipeline baja karbon yang digunakan dalam produksi dan transmisi
minyak dan gas alam dimanufaktur berdasarkan standar API (American Petroleum
Institute) 5L, dimana dalam standar itu tidak memiliki komposisi unsur kimia dan
struktur mikro yang sangat spesifik[1]. Tujuan dari standar ini adalah untuk
menyediakan standard pipa yang cocok untuk menyalurkan gas, air, dan minyak
pada industri perminyakan dan industri gas alam. Konsekuensinya, dilakukan
fabrikasi dengan mengatur persyaratan mekanik seperti kuat luluh, kuat tarik, dan
ketangguhan retak. Hal ini dapat menjadikan variasi yang signifikan terhadap
komposisi kimia dan struktur mikro, yang nantinya dapat mempengaruhi performa
korosi.

Meskipun spesifikasi menekankan pada kekuatan material dan


ketangguhan, batas konsentrasi beberapa unsur seperti karbon, mangan, fosfor dan

1 Instiut Teknologi dan Sains Bandung


2

sulfur harus diperhitungkan untuk memastikan mampu las, mampu bentuk, dan
ketahanan korosi. Bagaimanapun, kadar unsur pemadu seperti nikel, krom dan
niobium yang ditambahkan kedalam baja tidak spesifik. Untuk kadar karbon,
mangan, fosfor dan sulfur yang ditambahkan pada baja adalah spesifik untuk setiap
grade yang berbeda untuk baja seamless, baja las, dan pipa cold worked. Dengan
cara yang sama, komposisi dan sifat struktur mikro bisa bervariasi secara signifikan
antara pipa yang memiliki grade yang sama namun berbeda pemanufaktur, dan
variasi ini berpotensi menghasilkan perbedaan ketahanan korosi baja pipeline[2].

Post weld heat treatment (PWHT) adalah proses pengurangan tegangan sisa
dan peningkatan sifat mekanik setelah proses pengelasan. Prosesnya bergantung
pada banyak parameter seperti tipe material, ketebalan material, temperatur PWHT,
waktu pencelupan, laju pemanasan dan pendinginan dll. PWHT dapat
menghasilkan pengaruh yang merugikan pada kekuatan luluh, kekuatan tarik,
ketangguhan impak, kekerasan dan elongasi apabila proses perlakuan panas
dilakukan dengan prosedur yang tidak benar, dimana tegangan sisa pada material
bergabung dengan beban luar yang dapat melebihi batas desain material. Dalam
studi tugas akhir ini, dilakukan proses PWHT yang diharapkan dapat mengurangi
tegangan sisa lasan serta meningkatkan sifat mekanik lasan.

1.2. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perngaruh post weld
heat treatment terhadap struktur mikro dan sifat mekanik Baja API 5L X52. Adapun
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menentukan temperatur optimum perlakuan panas yang dilakukan pada


proses post weld heat treatment.
2. Menganalisis hubungan sifat mekanik dan struktur mikro dari masing –
masing zona lasan
3. Menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi peningkatan sifat
mekanik pada proses post weld heat treatment.

Instiut Teknologi dan Sains Bandung


3

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Adapun ruang lingkup masalah adalah sebagai berikut:

1. Sampel baja yang digunakan adalah sambungan lasan baja spiral API
5L X52.

2. Perlakuan sampel adalah as weld dan pwht dengan temperatur laku


panas adalah 550oC, 650oC dan 750oC.

3. Waktu holding time adalah 60 menit.

1.4. Metodologi Penelitian

Adapun metodolgi penulisan Tugas Akhir pada Gambar 1.1 dibawah.

1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibagi menjadi lima bab dengan topik tertentu.
Pembahasan dibuat secara berturut sehingga tiap bahasan dapat saling berkaitan.
Bab 1. Pendahuluan berisi latar belakang permasalahan, tujuan percobaan, batas
masalah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2. Tinjauan pustaka
membahas teori – teori pendukung yang digunakan untuk mengerjakan tugas akhir
ini. Bab 3. Prosedur dan pengolahan data berisi tentang data – data yang dibutuhkan
dan tahap – tahap yang digunakan. Bab 4. Pembahasan yaitu membahas tentang
hasil yang diperoleh dari tugas akhir ini. Bab 5. Kesimpulan dan saran membahas
tentang kesimpulan yang diambil dari pembahasan serta perbaikan untuk penelitian
lebih lanjut.

Institut Teknologi dan Sains Bandung


4

FAKTA
1. Baja API 5L banyak diaplikasikan pada transmisi pipa industry perminyakan
2. PWHT pada baja API 5L X52 dapat meningkatkan sifat fisik mekanik, mengubah
miktostruktur dan menurunkan tegangan sisa lasan.

RUMUSAN MASALAH
PWHT meningkakan sifat mekanik Baja API 5L X52

PERUMUSAN KONDISI PERCOBAAN


1. Harga kekerasan micro Vickers 1. Variabel peubah :
VHN = [2 P Sin (𝜃/2)] / L2 = 1,845P/L2 Temperatur PWHT:550,
650, 750° C
2. Mampu Las
𝑆𝑖 𝑀𝑛 + 𝐶𝑢 + 𝐶𝑟 𝑁𝑖 𝑀𝑜 𝑉
2. Variabel tetap : Waktu
𝐶𝑒𝑘 = 𝐶 + + + + + holding 60 menit
30 20 60 15 10
+ 5𝐵(%) 3. Data-data lab : Uji keras,
3. Kriteria retak getas Uji tarik, Uji impak,
𝑆𝑖 𝑀𝑛 𝐶𝑢 𝑁𝑖 𝐶𝑟 𝑉 Fotomikro
𝑃𝐶𝑀 = 𝐶 + + + + + + + 5𝑃(%)
30 20 20 60 20 10

ANALISIS DATA
1. Ploting hasil uji keras sampel Asweld dan variasi temperature PWHT
2. Ploting hasil uji tarik sampel variasi temperature PWHT
3. Ploting hasil uji impak sampel Asweld dan variasi temperature PWHT
4. Pengamatan struktur mikro sampel Asweld dam variasi temperature PWHT
dari zona weld, Zone HAZ, dan base metal

KRITERIA
σUTS = 455 – 758 Mpa
σYS = 359 – 531 MPa

RINGKASAN
1. Peningkatan temperatur laku panas dapat menurunkan nilai kekerasan dan kekuatan
Tarik
2. Peningkatan temperatur laku panas dapat meningkatkan kekuatan impak
3. Peningkatan temperatur laku panas dapat mengubah struktur mikro logam las

KESIMPULAN
1. PWHT meningkatkan sifat mekanik baja API 5L X-52

Gambar 1. 1 Metodologi Penelitian

Institut Teknologi dan Sains Bandung


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Baja Api 5L X52

HSLA merupakan baja dengan kekuatan luluh (yield strength) dan sifat mampu
bentuk (formabilty) yang relatif lebih baik dibandingkan baja karbon lunak (mild
plan carbon steel). HSLA memiliki kuat luluh minimal 275 MPa. HSLA (High
Strength Low alloy) merupakan baja dengan kandungan < 0,2% C dan < 2%
paduan[3]. Unsur pemadu yang biasa di tambahkan berupa Nb, Ti, Mo, Cu, Ni dan
Cr dengan komposisi di bawah 0,1% wt.Unsur Nb berperan dalam grain boundary
strengthening. Unsur V dan Ti berperan dalam precipitation hardenung. Unsur Cu
dan Ni berperan dalam solid solution strengthening. Selain dengan pengaturam
komposisi paduan, sifat mekanik baja HSLA dapat di modifikasi dengan cara laku
panas dan deformasi mekanis atau di sebut perlakuan panas mekanik
(Thermomechanical Treatment).

Tujuan utama proses pembuatan baja HSLA adalah untuk menghasilkan butiran
ferrit yang halus dan homogen. Proses ini menghasilkan sifat mekaanis yang
superior seperti kekuatan tinggi, ketangguhan dan keuletan serta kemampulasan
yang baik. Sifat mekanis di capai dengan pengontrolan pada proses termomekanis
yang di sebut High Temperatur Processing (HTP).

Proses ini telat lama dikenal pada pembuatan HRC yang bertujuan untuk
meningkatkan ketangguhan terhadap beban impak pada temyperatur rendah, yang
dilakukan dengan mengkombinasikan paduan Nb dan Ti, Serta proses pencanaian
pada temperatur tinggi. Dengan proses ini, yaitu dengan temperatur finishing sedikit
diatas 800oC, Nb berfungsi untuk meningkatkan Non-recystalization Temperatur
(Tnr) yang pada akhirnya akan memperhalus ukuran butir ferit sehingga dapat pula
meningkatkan ketangguhan. Selain itu, Nb juga memberikan kontribusi sifat
mekanikme presipitasi. Pada proses pencanaian ini terdapat pula peranan Nidalam
menurunkan temperatur temperatur tinggi. Contoh beberapa tipe baja ini ialah baja

5 Instiut Teknologi dan Sains Bandung


6

HSLA mampu las (weldable HSLA Steel), baja HSLA perilitik (HSLA pearlitic
Steel) dan baja HSLA fasa ganda (HSLA Dual-Phasa Steel).

1. Baja HSLA Mampu Las

Untuk jenis baja HSLA mampu las ini umumnya mempunyai komposisi karbon
maksimum 0.2% dan digunakan sebagai bahan kontruksi baja. Baja-baja tersebut
dipasarkan dalam kondisi setelah proses normalisasi, hasil proses controlling
rolling, dan mempunyai struktur feritik. Bila kadar karbon 0.2% maka, akan
menurunkan menurunkan mampu las dan kekuatan impaknya.

Proses normalisasi berperan untuk ketahan impaknya. Pada proses controlled


rolling, terjadinya deformasiakhir dijaga pada suhu tidak lebih dari 900 o, Sehingga
γ-Fe yang terdeformasi hanya sempat membentuk butir poligon, dan selanjutnya
dengan mengontrol laju pendinginan sampai sampai temperatur 500oC-600oC
didapat baja dengan karakteristik seimbang antar kekuatan tarik maksimum dengan
sifat keuletannya.

2. Baja HSLA perlitik (HSLA Pearlite Steel)

Baja Jenis ini merupakan kadar karbon yang lebih tinggi di bandingkan jenis baja
HSLA mampu las, umumnya antara 0.4-0.6 wt %C. seperti jenis baja HSLA
lainnya, unsur Cr, V, Al merupakan unsur yang ditambahkan untuk menghambat
pertumbuh butiran sealama proses deformasi panas. Ini disebabkan olek struktur
mikro yang terbentuk perlit maka,kekuatannya lebih tinggi di bandingkan baja
HSLA mampu las dengan konsekuensi sifat keuletannya lebih rendah. Namun,
dengan adanya unsur paduan dalam jumlah sedikit ini, baja jenis ini mempunyai
ketangguhan yang lebih baik dibandingkan baja karbon konvesional, hal ini di
sebabkan stuktur butirnya yang lebih halus.

Umumnya baja perlitik ini digunakan sebagai komponen mesin/otomotif seperti


crankshaft dan connecting rods serta di produksi dengan cara penempaan pada
temperatur 1200oC yang diikuti dengan control pendingan. Dengan penambahan
sejumlah unsur vanadium maka, akan terbentuk endapan (precipitation) vanadium
nitrida/vanadium karbon nitrida yang meningkatkan kekuatan luluh dari baja
tersebut.

Instiut Teknologi dan Sains Bandung


7

3. Baja HSLA Fasa Ganda (HSLA Dual-Phase Steel)

Baja HSLA ini merupakan baja yang memililiki kekuatan luluh tinggi dan keuletan
mampu bentuk yang lebih baik dibanding baja karbon lunak. Secara prinsip, baja
ini diperoleh dengan cara perlakuan panas pada daerah temperatur interkritis diikuti
proses pendinginan cepat (quenching) pembentukan martensit.

2.2. Klasifikasi Pipa API (American petroleum Institute)

Dalam melakukan suatu desain, instalasi sampai operasi onshore pipeline.


Sebenarnya secara tidak langsung selalu berhubungan dengan perilaku elastis dan
plastis logam. Oleh karena itu pemahaman menganai konsep elastis dan plastis
sangatlah penting. Semua bahan padat atau logam termasuk pipa akan berubah
bentuknya apabila mengalami pembebanan dari luar. Kemudian sampai dengan
batas beban tertentu, benda padat akan memperoleh kembali ukuran aslinya apabila
beban di tiadakan. Perolehan kembali ukuran asli benda yang berubah bentuknya
apabila beban tiadakan dikenal sebagai perilaku elastik. Sedangkan batas dimana
bahan tidak lagi berperilaku elastik di sebut batas elastik. Sedangkan batas dimana
bahan tidak lagi berperilaku elastik di sebut batas elastik.

Jika batas elastik ini dilampui, benda padat akan mengalami regangan permanen
atau deformasi apabila beban ditiadakan . Benda yang mengalami regangan
permanen atau deformasi dikatakan mengalami deformasi plastis. Kemudian,
ketika benda telah mengalami deformasi plastis dan melibihi UTS (Ultimate
Tensile Strength), maka benda tersebut akan patah. Tabel 2.1 berikut memberikan
data kekuatan tarik dan luluh sesuai standard API:

Tabel 2. 1 Kekuatan luluh tarik dan luluh standard API [1]

Institut Teknologi dan Sains Bandung


8

Pipa baja lasan spiral telah berhasil digunakan sebagai pipa pengaliran bertekanan
tinggi dan telah berhasil dioperasikan secara aman selama bertahun – tahun.
Tekanan yang tinggi diperlukan agar penyaluran minyak dan gas bumi untuk
melewati jarak yang jauh dapat lebih ekonomis. Untuk itu diperlukan pipa baja
bertekanan tinggi dan tebal logam dasar sesuai standard API. Penguatan pipa baja
ini dilakukan dengan penghalusan ukuran butiran ferit bukan oleh pengendapan.
Kekuatan baja yang tinggi dihasilkan dengan menggunakan kandungan paduan
yang rendah (kadar karbon <0,1% dengan penambahan Vanadium dalam jumlah
sedikit) dan dipadukan dengan teknologi pembuatan baja dihasilkan baja dengan
butiran kecil sehingga baja tersebut tebal tetapi memiliki kekuatan dan ketangguhan
yang tinggi serta diharapkan baja memiliki sifat mampu las yang baik.

Sifat mekanik pada lasan yang perlu diperhatikan adalah ketangguhan dari lasan
tersebut karena biasanya hasil lasan memiliki ketangguhan yang rendah. Fasa
acicular ferit diperoleh dengan mengatur input panas sehingga pendinginan
mengarah ke pembentukan fasa acicular ferit atau dengan penambahan unsur
paduan. Unsur paduan yang biasa ditambahkan adalah molibdenum, kromium,
titanium, tembaga atau nikel yang dapat juga ditambahkan melalui elektroda lasan
atau dilusi dari baja.Pada pengelasan dengan baja tebal input panas terjadi sangat
besar sehingga pengaturan input panas untuk mengarahkan pertumbuhan fasa
acicular ferit akan sangat sulit untuk dilakukan. Penambahan unsur dari elektroda
lasan ataupun adanya dilusi dari baja diharapkan secara optimum mempromosikan
pertumbuhan fasa acicular ferit. Dilusi makin tinggi maka makin banyak bagian
logam induk yang mencair. Adapun berat maksimum komposisi kimia sesuai
standard API tercantum dalam tabel 2.2 berikut:

Tabel 2. 2 Persen berat maksimum komposisi kimia standard API [1]

Institut Teknologi dan Sains Bandung


9

2.2.1. Teknologi Pembuatan Baja pipa ERW

Pembuatan pipa baja lasan dapat dilakukan salah satunya dengan metode Electric
Resistance Welding (ERW). Pipa ERW diproduksi dengan proses pengerolan –
pembentukan kontinyu (continuously roll – forming) dari lembaran material panas
menjadi bentukan pipa kemudian dilakukan penggabungan sambungan lasan
setelah memanaskan atau melelehkan sisi lembaran menggunakan panas dari arus
yang melewati lembaran. Pada daerah sambungan lasan, serpihan lasan pada
permukaan dalam dan luar dihilangkan dengan proses penggerindaan diikuti
dengan proses laku panas untuk memperbaiki struktur mikro lasan. Gambar

Gambar 2. 1 Skematik proses electric resistance welding[4]

2.2.2. Karakteristik Lasan Pipa


Pengelasan merupakan penyambung dua material yang berbeda yaitu logam dasar
dan logam las, dimana saat pengelasan berlangsung ada bagian antara logam dasar
dan logam las yang berpengaruh panas yang di sebut HAZ. Pengelasan selalu
menghasilkan 3 daerah yaitu[5]:

Gambar 2. 2 Profil penampang lasan[5]

Institut Teknologi dan Sains Bandung


10

 Logam induk

Dari hasil pengamatan struktur mikro bagian-bagian pipa baja tebal spiral API 5L
X52 pada sebelumnya terlihat bahwa bagian logam induk sebagian besar fasanya
di dominasi oleh ferit (warna putih). Pada bagian logam induk ini ukuran butirnya
relatif lebih kecil di banding zona yang lain.

 Heat Affected Zone (HAZ)

Jika dibandingkan dengan bagian ukuran butiran pada daerah heat affected zone
(HAZ) Relatif lebih besar. Itu disebabkan karena pengaruh pemanasan pada saat
pengelasan berlangsung, hal tersebut dapat di jelaskan bahwa heat affected zone
(HAZ) terdiri dari daerah pertumbuhan butiran dan daerah penghalusan butiran.
Daerah pertama temperatur puncaknya jauh di atas temperatur A3 dimana terjadi
pelarutan karbida-karbida sehingga butiran austenit akan tumbuh dan arena
jaraknya yang paling dekat dekat dengan logam las maka, pendinginannya akan
lebih lambat dari daerah kedua yang menyebabkan karbida akan mengendap
kembali bahkan lebih banyak dari daerah kedua saat pendiginan sehinggan
strukturnya lebih kasar dan kekerasannya lebih tinggi. Daera kedua, temperatur
puncaknya sedikit diatas A3 dan strukturnya lebih halus dan kekerasannya lebih
rendah dari daerah pertama. Daerah kedua inipun memiliki selang yang lebar
karena efek karbon nitrida yang mencegah pertumbuhan butiran. Fasa – fasa yang
biasanya terbentuk pada HAZ untuk baja karbon rendah antara lain A: Karbida
bulat, B: bainit dan martensit, seperti pada gambar 2.3 berikut [5]:

Gambar 2. 3 Struktur mikro HAZ baja karbon rendah[5]

Institut Teknologi dan Sains Bandung


11

 Logam las

Pada logam las, fasa – fasa yang biasanya terbentuk antara lain grain boundary ferit,
polygonal ferit, widmanstaten ferit, acicular ferit, upper bainit, lower bainit dan
martensit. Pada logam las, struktur dominan yang terbentuk adalah acicular ferit
yaitu struktur dimana karbida – karbida yang sangat halus tersebar dalam matriks
ferit. Terbentuknya fasa ferit disepanjang batas butir austenit karena ferit menginti
pada batas butir austenit pada selang temperatur antara A1 dengan A3 dan karena
kelarutan karbon dalam ferit sangat kecil maka karbon banyak terdapat dalam
matriks austenit yang kemudian bertransformasi menjadi ferit acicular. Kebutuhan
input panas yang tinggi untuk pengelasan baja yang tebal akan sulit untuk
mengarahkan pada pembentukan fasa acicular ferit. Namun karena adanya unsur –
unsur paduan dari elektroda lasan, maka akan mempromosikan adanya fasa acicular
ferit dan keberadaan unsur – unsur pembentuk karbida akan menekan pembentukan
fasa ferit. Fasa yang ada pada logam las antara lain A: grain boundary ferit, B:
acicular ferit, C: bainite dan D: sideplate ferite sesuai gambar 2.4 berikut ini[5]:

Gambar 2. 4 Struktur mikro logam las baja karbon rendah[5]

2.3. Post Weld Heat Treatment

Berdasarkan definisi American Welding Society (AWS), pengelasan adalah suatu


proses penyambungan satu atau lebih jenis material yang menghasilkan perpaduan

Institut Teknologi dan Sains Bandung


12

material – material tersebut dengan cara memanaskannya pada temperatur


pengelasan dengan atau tanpa penggunaan logam pengisi. Yang dimaksud
perpaduan adalah tumbuh bersama atau tumbuh menjadi satu kesatuan material –
material yang dilas[6].

Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen (DIN), pengelasan adalah


ikatan metalurgi pada sambungan material yang dilakukan dalam keadaan lumer.
Dari definisi ini dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat
beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas[6].

Perlakuan panas dilakukan untuk merubah karakteristik tertentu dari logam dan
paduan sehingga lebih sesuai dengan penggunaannya di lapangan. Secara umum
perlakuan panas adalah siklus yang terdiri dari pemanasan dan pendinginan yang
terkontrol pada suatu logam atau paduan logam dalam keadaan padatan dengan
tujuan untuk memodifikasi struktur mikro sehingga diperoleh perubahan –
perubahan struktur sifat mekanik seperti kekerasan, keuletan, kekuatan,
ketangguhan dll. Definisi perlakuan panas dari International Federation for Heat
Treatment of Materials (IFHT) adalah sebuah proses pada keseluruhan objek atau
sebagian objek material dengan cara memberinya siklus termal dan jika diperlukan
pula aksi fisika atau kimia dengan tujuan untuk mendapatkan struktur dan sifat yang
diinginkan. Pengertian siklus termal itu sendiri adalah perubahan temperatur
temperatur terhadap waktu selama proses perlakuan panas.

PWHT (Post Weld Heat Treatment) adalah proses perlakuan panas setelah
pengelasan. Dalam proses pembuatan baja, dual hal yang sering dilakukan adalah
untuk post heating dan pengurangan tegangan sisa. Secara umum tujuan PWHT
adalah meningkatkan ketahanan terhadap patah getas dan mengurangi tegangan
sisa. Hasil lainnya yang diharapkan termasuk pengurangan kekerasan dan
peningkatan keulatan material. PWHT menurunkan kekerasan pada baja, yang
berpengaruh pada SSC (Sulfide Stress Cracking) jika kekerasannya > 248 VHN.
Pembebasan tegangan digunakan untuk mereduksi tegangan yang tertahan dalam
struktur akibat proses manufaktur.

Pemanasan yang seragam pada temperatur yang cukup tinggi tetapi dibawah
rentang temperatur transformasi kemudian didinginkan secara seragam dapat

Institut Teknologi dan Sains Bandung


13

melepaskan tegangan sisa. Baja karbon adalah tipikal baja dengan laku pemanasan
pada 600oC – 675oC untuk 1 jam tiap tebal 1 inch atau 2,5 mm. Untuk baja HSLA
biasanya dilakukan PWHT pada temperatur 500oC – 585oC diikuti dengan
pendinginan udara. Kenyataan dilapangan PWHT hanya dilakukan pada temperatur
200oC. PWHT dilakukan saat ingin meningkatkan ketahanan terhadap patah getas
dan melepaskan tegangan sisa. Post Heating diperlukan jika ada potensi keretakan
hidrogen akibat kepekaan struktur mikro, batas hidrogen dan tegangan tinggi[7].

Pembebasan tegangan adalah operasi PWHT untuk menurunkan tegangan tetap


yang terkunci didalam struktur sebagai konsekuensi proses manufaktur. Perlakuan
panas dilakukan dengan pemanasan secara seragam yang cukup tinggi. Namun
masih dibawah rentang temperatur transformasi dan mendinginkannya secara
seragam dapat melepaskan tegangan sisa. Pembebasan tegangan dapat menurunkan
potensi korosi retak tegang serta memperbaiki struktur metalurgis. Baja setelah
pembebasan tegangan menjadi lebih lunak dan ulet. Dengan pembebasan tegangan
kesempatan untuk masuknya hidrogen dapat diturunkan. Pada temperatur tinggi,
seringkali hidrogen berpindah ke HAZ. Hydrogen induced cracking dapat
diminimalkan dengan pemanasan pada temperatur lebih rendah dari pada
temperatur pembebasan tegangan sehingga biaya PWHT lebih rendah. Untuk
konstruksi – konstruksi yang besar PWHT biasanya dilakukan pada temperatur 150
– 200oC diikuti dengan pendinginan air tetapi pengurangannya terhadap tegangan
sisa rendah.

Adapun fungsi PWHT lainnya adalah untuk memperbaiki sturktur mikro sehingga
meningkatkan ketangguhan retak HAZ dari suatu baja dengan melihat fasa – fasa
yang terbentuk yaitu menjarum atau membulat serta pengaruhnya pada baja akibat
pemanasan PWHT dibawah temperatur eutectoid dan pengaruhnya terhadap
ketahanan mekanik.

2.4. Kriteria Standard Lasan API

Ada banyak kriteria standard lasan API yang berguna untuk menentukan kelayakan
suatu lasan dari segi material, cara pengelasan sampai dengan hasil pengelasan.
Berikut beberapa kriteria standard lasan API[3]:

Institut Teknologi dan Sains Bandung


14

a. Offset of Plates

Batas toleransi ukuran maksimum pada tebal plat baja atau logam induk:

Tabel 2. 3 Toleransi Ukuran Offset of Plates


Jenis Pipa / Lasan Tebal dinding Radial Offset, Maksimum
Lasan dengan
≤ 12,7 mm 1,59 mm
logam pengisi
Lasan dengan 0,125 x tebal dinding atau 3,18
> 12,7 mm
logam pengisi mm yang mana yang lebih kecil
Pipa las listrik - Offset + tonjolan kampuh 2mm
Pipa las laser - Offset + tonjolan kampuh 2mm

b. Inklusi slag

Inklusi slag terjadi ketika adanya oksida yang terperangkap masuk ke permukaan
logam sewaktu pengelasan. Iklusi slag dapat terlihat secara kasat mata, biasanya
berwarna hitam pada logam las.

c. Lack of Fusion (LOF) dan Lack of Penetration (LOP)

Lack of Fusion adalah kondisi dimana fusion tidak menyatu dengan baik. Lack of
Penetration adalah kondisi dimana penetrasi sambungan tidak sempurna.

d. Geometric Weld Discontinuities

Geometric Weld Discontinuities adalah ukuran yang tidak pas pada hasil
pengelasan atau kontur yang tidak sesuai dengan standard.

e. Mampu las (Weldability)

𝑀𝑛 𝐶𝑟+𝑀𝑜+𝑉 𝐶𝑢+𝑁𝑖
𝐶𝑒𝑘 = 𝐶 + + + (2. 1)
6 5 15

Cek yang disyaratkan yaitu Cek < 0,45%. Artinya plat ini bisa dilas tanpa perlakuan
khusus seperti pemanasan awal, pemanasan akhir dan penggunaan elektroda
hidrogen rendah untuk mereduksi keretakan.

Institut Teknologi dan Sains Bandung


15

f. Cacat retak

Retak bisa terjadi pada permukaan luar lasan, permukaan dalam lasan dan pada
logam dasar. Retak las terjadi didasarkan pada tiga faktor yang mempengaruhinya
yaitu pengelasan daerah Heat Affected Zone (HAZ) yang tergantung pada
komposisi kimia dari baja, hidrogen difusi pada daerah HAZ dan tegangan pada
sambungan. Dengan PCM sebagai parameter retak las relatif fungsi dari komposisi
kimia:

𝑆𝑖 𝑀𝑛 𝐶𝑢 𝑁𝑖 𝐶𝑟 𝑉
𝑃𝐶𝑀 = 𝐶 + 30 + + 20 + 60 + 20 + 10 + 5𝑃(%)
20
(2. 2)
Retak dingin terjadi dengan syarat kandungan maksimum unsur C dalam baja API
5L X – 52 adalah 0,08420% yang termasuk Low Carbon Steel (0,07% - 0,22%).

Besarnya Cek menurut Ito dan Bessyo untuk Low Carbon Steel adalah

𝑆𝑖 𝑀𝑛+𝐶𝑢+𝐶𝑟 𝑁𝑖 𝑀𝑜 𝑉
𝐶𝑒𝑘 = 𝐶 + 30 + + 60 + + 10 + 5𝐵(%)
20 15

(2.3)

Cek > 0,35 sampai 0,4 menunjukkan bahwa baja dengan komposisi yang diberikan
peka terhadap retak dingin pada HAZ kecuali diambil langkah untuk menurunkan
jumlah kontaminasi hidrogen yang masuk dalam weld pool.

g. Persyaratan komposisi kimia

Unsur – unsur kimia memegang peranan penting dalam membentuk sifat mekanis
dari baja karena ada standard maksimum untuk setiap unsur yang akan dicampurkan
dalam paduan untuk membuat baja.

Tabel 2. 4 Persyaratan komposisi kimia


Unsur (Max) Standard API X52 (wt%)
C 0,26
Mn 1,4
P 0,03
S 0,03
Nb + V + Ti ≤0,15

Institut Teknologi dan Sains Bandung


16

h. Kriteria Ultimate Tensile Strength

Setiap baja memiliki σ UTS yaitu tegangan maksimum yang dapat diterima oleh suatu
material yang diperlukan sebagai acuan untuk menentukan salah satu kriteria uji
mekanik yaitu uji tarik. Standard API 5L – X52 mempunyai σUTS minimum 455
MPa dan σUTS maksimum 758 MPa.

i. Pengamatan metalografi

Kriteria penerimaan struktur mikro adalah

1. Seluruh daerah lasan dan daerah HAZ mengalami laku panas


2. Tidak terdapat fasa untempered martensite

2.5. Heyn Lineal Intercept Method

Ada beberapa metode untuk menentukan ukuran butir yang termuat dalam ASTM
E12, salah satunya adalah metode intercept linear Heyn. Diasumsikan ukuran butir
rata – rata dengan cara menghitung jumlah butir yang terintercept oleh satu atau
lebih garis lurus yang mampu mencakup minimal 50 intercept. Disarankan untuk
memilih kombinasi dari perbesaran dan panjang garis uji yang dapat mencakup
jumlah intercept yang dibutuhkan. Setidaknya pengujian akan memberikan estimasi
secara nominal pada ukuran butir ASTM terdekat pada lokasi yang diuji. Garis
tambahan pada arah yang telah ditentukan, harus dihitung untuk mendapatkan
ketepatan yang dibutuhkan. Ketepatan estimasi ukuran butir dengan metode
intercept adalah sebuah fungsi dari angka butir intercept yang telah dihitung. Oleh
karena pada akhir garis lurus uji biasanya akan melewati dalam butir, ketepatan
akan berkurang jika rata – rata penghitungan per garis uji rendah. Apabila
memungkinkan menggunakan garis uji yang lebih panjang atau perbesaran yang
lebih rendah.

Untuk menghitung ASTM grain size number memerlukan persamaan sebagai


berikut:

̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
̅̅̅ 𝑃𝑖
𝑃𝐿 = 𝐿/𝑀

1
𝑙̅ = 𝑃𝐿

Institut Teknologi dan Sains Bandung


17

𝐺 = (−6,643856𝑙𝑜𝑔𝑙 )̅ − 3,288

Dimana,

̅̅̅
𝑃𝐿 adalah jumlah intercept batas butir per unit panjang garis uji

𝑃𝑖 adalah jumlah intercept batas butir dalam garis uji

𝐿 adalah panjang total garis uji

𝑀 adalah perbesaran yang digunakan

𝑙 ̅ adalah panjang intercept linear rata - rata

𝐺 adalah ASTM Grain Size Number

Institut Teknologi dan Sains Bandung


18

BAB III

PROSEDUR DAN HASIL PERCOBAAN

Percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui


pengaruh laku panas pada temperatur 550ºC, 650ºC,750ºC terhadap distribusi
kekerasan dan struktur mikro daerah lasan API 5L-X52. Pengujian visual dan
dimensional dilakukan sebagai syarat untuk laku panas dapat dilakukan pada
sample. Dari percobaan ini didapatkan juga kurva distribusi kekerasan terhadap
jarak identor masing-masing daerah lasan yaitu zona logam induk (Base Metal),
zona terpengaruh panas (Heat Affected Zone) dan zona logam las (Weld Metal).
Selain dari pada itu didapat kurva tegangan - regangan hasil percobaan uji tarik dan
kurva hasil uji impak.

3.1. Diagram Alir Percobaan

Pada diagram dibawah ini ditunjukkan diagram alir percobaan secara keseluruhan

Sampel Baja API 5L – X52

As Weld Laku Panas T= 5500C,


6500C, 7500C. t=60 menit

Spektroskopi Uji Uji Fotomakro Uji Metalografi


Tarik Impak Keras

Data Foto
Kurva Kurva Distribusi Struktur
komposisi makro
tegangan - uji harga mikro 3
kimia zona
regangan impak kekerasan 3 zona
lasan
zona

Analisis Data

Kesimpulan

Gambar 3. 1 Diagram Alir Percobaan

18 Instiut Teknologi dan Sains Bandung


19

3.2. Alat dan Bahan


Alat dan bahan digunakan untuk membantu jalannya percobaan. Adapun alat dan
bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu:

1. Muffle furnace

Sebelum dilakukan perlakuan panas, maka temperatur tanur terlebih dahulu di


setting pada temperatur yang di tuju. Pada temperatur yang dipakai 550 oC, 650oC
dan 750oC. Temperatur di dalam tanur di perhatikan agar tidak melwati batas yang
diinginkan. Pada penelitian ini, tanur yang digunakan adalah Muffle furnace di Lab
Solid Oxide System Teknik Metalurgi ITB.

2. Mikrohardness Vickers

Uji keras pada percobaan ini mernggunakan alat Micro-hardness Vickers yang
terdapat di laboratorium Metalurgi ITB. Beban yang digunakan adalah sebesar 500
gram.

3. Mikroskop Optik

Pemeriksaan struktur mikro dilakukan dengan menggunakan miskroskop optik.


Gambar yang didapat dari mikroskop optik diambil, dan kemudian di simpan. Pada
penelitin ini dilakukan proses pengambilan gambar foto mikro di lab Solid Oxide
system Teknik Metalurgi ITB.

4. Ampelas

Digunakan amplas mulai dari grade 120, 400, 800, 1000, 1500 sampai 2000.
Digunakan untuk mengabrasi permukaan baja. Baja diamplas dengan dialiri air
tujuannya adalah untuk menghaluskan permukaan spesimen dan tidak mengubah
struktur mikro baja

5. Baja Pipa API 5L-X52

Baja pipa yang digunakan untuk sampel adalah daerah lasan API 5L-X52. Untuk
uji tarik sampel berdimensi mm x mm x mm sebanyak 2 sampel. Untuk uji keras
sampel berdimensi mm x mm x mm sebanyak 4 sampel. Untuk uji impak sampel
berdimensi mm x mm x mm sebanyak 2 sampel.

Instiut Teknologi dan Sains Bandung


20

3.3. Prosedur Percobaan

Prosedur percobaan adalah langkah sestematis yang harus dijalankan untuk


melakukan sesuatu uji tertentu sesuai dengan dengan standar masing-masing uji
yang akan dilakukan. Prosedur percobaan sangat penting untuk di perlihatkan untuk
kelancaran dan ketepatan hasil percobaan.

3.3.1. Persiapan Sampel

Hal pertama yang dilakukan adalah pemotongan sampel terutama didaerah lasan
dengan dimensi mm x mm x mm sebanyak 4 sampel termasuk sampel as weld
(Sampel foto mikro menggunakan sampel uji keras). Untuk sampel foto makro,
dilakukan proses grinding dengan amplas grade 1000 sampai sedikit halus
kemudian dietsa menggunakan larutan Nital 3%. Untuk sampel fotomikro,
dilakukan preparasi terlebih dahulu dengan urutan sebagai berikut:

1. Pengamplasan. Masing-masing paduan diampelas dengan kertas amplas


yang mengandung silicon carbide dari grade 120, 400, 800, 1000, 1500
sampai 2000. Saat mengamplas, spesimen diputar 900 dan diganti ke grade
yang lebih tinggi setiap 5 menit sekali. Hasil ampelas harus baik dan rata
karena apabila tidak rata akan berpengaruh pada kualitas gambar struktur
mikro yang dihasilkan saat pemotretan di alat foto mikro.
2. Polishing. Setelah tahap pengamplasan sampai grade 2000 (sampel dapat
digunakan untuk bercermin), dilakukan tahap polishing dengan mesin
polishing di Lab SOS Teknik Metalurgi ITB. Hal ini bertujuan untuk
menghilangkan goresan – goresan pada permukaan spesimen hasil
amplasan. Digunakan Pasta gigi karena mengandung Senyawa Alumina
(Al2O3) dicampur air. Serbuk alumina ini akan mengabrasi setiap goresan
sampai hilang, membuat permukaan spesimen semakin mengkilap. Kualitas
kain polish yang digunakan juga sangat menentukan hasil polish.
Digunakan kain blurdru pada proses polishing.
3. Etching. Dilakukan etching dengan reagen etsa untuk Baja API 5L yaitu
Nital 3% (Asam nitrat dan Alkohol 97%). Etching dilakukan untuk
mengkorosikan permukaan logam. Sampel dicelupkan dalam larutan etsa
selama 5 detik lalu disiram air. Jangan terlalu lama mencelupkan sampel

Institut Teknologi dan Sains Bandung


21

karena dapat menyebabkan overetch. Ethcing yang benar menentukan hasil


metalografi yang baik.

3.3.2. Uji Kekerasan

Uji kekerasan menggunakan alat Microhardness vickers yang terdapat di


Labarotarium SOS Teknik Metalurgi ITB dengan pengujian 1 line ke kanan dari
pusat lasan (0 mm) sesuai Gambar 3.2 berikut.

1 2 3 4 5 6 7 (Base
Metal)
0

Gambar 3. 2 Sampel uji keras dan fotomikro

3.3.3. Uji Tarik

Uji tarik menggunakan alat Uji Tarik yang terdapat di Laboratorium Logam Teknik
Metalurgi Unjani.

Gambar 3. 3 Sampel uji tarik


Gambar 3.3 diatas dirujuk sesuai standard ASTM E8M – 13a dengan opsi subsize
speciment menyesuaikan ukuran tanu, sesuai gambar 3.4 dibawah.

Gambar 3. 4 Standard sampel uji tarik ASTM E8 – 13a

Institut Teknologi dan Sains Bandung


22

3.3.4. Uji Impak

Uji impak menggunakan alat Uji Impak yang terdapat di Labarotarium Pengujian
Mekanik Teknik Metalurgi ITB.

Gambar 3. 5 Sampel uji impak

3.3.5. Laku panas (Heat treatment) sampel

Delapan buah sampel baja API 5L – X52 dimana tiap sampel dipanaskan dalam
tanur pada temperatur 5500C, 6500C dan 7500C selama 60 menit sesuai matriks
percobaan. Dengan mengambil asusmsi bahwa baja karbon dengan ketebalan 1 inch
memerlukan laku panas selama 30 menit, maka sampel baja API 5L – X52 dengan
ketebalan 25 mm memerlukan laku panas selama 60 menit. Proses laku panas
dilakukan di Laboratorium SOS Teknik Metalurgi ITB menggunakan muffle
furnace. Pada setiap akhir pemanasan paduan baja tersebut dilakukan pendinginan
udara.

T(0C)

60
750

60

650
60

550 Pendinginan
Udara

Gambar 3. 6 Skematik uji laku panas t (menit)

Institut Teknologi dan Sains Bandung


23

3.4. Hasil Percobaan

3.4.1. Uji lasan

Ada beberapa uji lasan yang dapat diukur dan dihitung, sebagai salah satu
persyaratan bahwa sampel dalam keadaan baik. Adapun uji lasan yang dilakukan
adalah

a. Perhitungan kriteria lasan

Dari persamaan mampu las, didapatkan nilai kriteria mampus las adalah

𝑀𝑛 𝐶𝑟+𝑀𝑜+𝑉 𝐶𝑢+𝑁𝑖
𝐶𝑒𝑘 = 𝐶 + + +
6 5 15

0,979 0,021+0,0044+0,0045 0,0083+0,0042


= 0,061 + + +
6 5 15

𝐶𝑒𝑘 = 0,231

𝑆𝑖 𝑀𝑛 𝐶𝑢 𝑁𝑖 𝐶𝑟 𝑉
𝑃𝐶𝑀 = 𝐶 + 30 + + 20 + 60 + 20 + 10 + 5𝑃(%)
20

0,214 0,979 0,0083 0,0042 0,021 0,0045 5𝑥0,012


=𝐶+ + + + + + +
30 20 20 60 20 10 100

𝑃𝐶𝑀 = 0,121

Tabel 3. 1 Perhitungan kriteria lasan

Kriteria lasan Nilai Standard API

Cek (%) 0,231 < 0,45%

PCM / Retak 0,121 < 0,35%


dingin (%)

Dari tabel 3.1 diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai Cek dan PCM memenuhi kriteria
standard API sehingga sampel mudah dilas dan tidak rentan terhadap retak dingin.

Institut Teknologi dan Sains Bandung


24

b. Perhitungan kriteria komposisi kimia

Dari tabel dibawah, didapat bahwa unsur – unsur kimia masih dalam rentang
standard API. Hal ini membuktikan bahwa sampel memenuhi kriteria komposisi
kimia Baja API 5L – X52.

Tabel 3. 2 Kriteria komposisi kimia


Unsur (Max) Sampel Percobaan (%) Standard API (%)

C 0,061 0,26

Mn 0,979 1,4

P 0,012 0,03

S 0,0053 0,03

Nb + V + Ti 0,0451 ≤0,15

3.4.2. Uji kekerasan

Uji kekerasan dilakukan untuk melihat distribusi kekerasan pada masing – masing
sampel. Pada tiap zona baik logam las, HAZ dan logam induk dilakukan uji
kekerasan 2 kali titik indentor. Pengujian dilakukan dengan menganggap bahwa
titik pusat lasan adalah 0 mm. Dari titik 0 dimulai pengujian ke kanan sebanyak 12
titik dengan jarak indentor uji kekerasan antar titik 2 mm. Dari pengujian itu
diperoleh grafik – grafik untuk mengetahui pembagian 3 zona lasan yaitu logam
las, HAZ, dan logam induk. Zona HAZ dapat dilihat dari tren grafik yang
mengalami kenaikan drastis dan mencapai titik tertinggi.

Dari grafik dapat dilihat zona logam las terletak sebelum zona HAZ dan zona logam
induk terletak setelah zona HAZ. Setelah mengetahui distribusi kekerasan dan
pembagian 3 zona, dilakukan plotting grafik untuk mengetahui pola tren antara
logam las, HAZ, dan logam induk. Berikut adalah tabel hasil pengujian keras dari
4 sampel beserta jarak dari pusat lasan.

Institut Teknologi dan Sains Bandung


25

Tabel 3. 3 Hasil pengujian kekeras 4 sampel dan jarak dari pusat lasan

Jarak dari
Temperatur
Pusat Lasan VHN
PWHT ⁰C
(mm)
0 261,80
1 235,60
2 272,80
3 249,90
Asweld
4 247,20
5 236,10
6 227,20
7 236,90
0 224,40
1 219,70
2 226,30
3 220,10
550
4 222,10
5 222,50
6 217,40
7 222,10
0 213,80
1 209,60
2 218,00
3 213,00
650
4 211,00
5 209,90
6 210,00
7 214,00
0 207,4
1 198,80
2 205,50
3 202,40
750
4 190,40
5 185,60
6 180,00
7 186,80

Dari nilai kekerasan tersebut, diambil rata – rata dari setiap daerah dari tiap titik
pengujian kekerasan, sehingga didapat nilai kekerasan seperti pada gambar. Berikut
adalah tabel hasil rata – rata harga kekerasan per zona.

Institut Teknologi dan Sains Bandung


26

Tabel 3. 4 Hasil rata – rata kekerasan per zona dari 4 sampel

Temperatur
Zona Lasan VHN
PWHT ⁰C
Weld Metal 248,70
Asweld HAZ 261,35
Base Metal 236,85
Weld Metal 222,05
550 HAZ 223,20
Base Metal 221,03
Weld Metal 211,70
650 HAZ 215,50
Base Metal 211,23
Weld Metal 203,10
750 HAZ 203,95
Base Metal 185,70

3.4.3. Uji Tarik

Uji tarik dilakukan didaerah lasan pipa Baja API 5L – X52 untuk melihat kekuatan
tarik daerah lasan. Dilakukan uji tarik 2 sampel pada temperatur 5500C dan 6500C
untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap kekuatan tarik baja. Berikut
adalah data uji tarik menurut standard ASTM E8 – 13a sesuai gambar berikut.

Tabel 3. 5 Data standard sampel uji tarik ASTM E8 – 13a

Data Nilai (mm)


G - Gauge Length 25
W - Width 6
T – Thickness
R - Radius of fillet 6
L - Overall length 100
A - Length of reduced section 32
B – Length of grip section 30
C – Width of grip section 10

Institut Teknologi dan Sains Bandung


27

Setelah dilakukan uji tarik, didapatkan grafik tegangan – regangan dan hasilnya
ditampilkan dalam tabel berikut:

Tabel 3. 6 Hasil uji tarik

Sampel
Data Sampel 650oC
750oC
Panjang awal (mm) 25 25
Beban maksimum (Nf) 25646 22890
Beban luluh (Nf) 24031,80 22889,58
Panjang akhir (mm) 33,90 37,83
Kekuatan tarik
516,14 464,02
(Nf/mm2)
Kekuatan luluh
483,66 464,02
(Nf/mm2)
Perpanjangan (%) 36,61 51,33

Dari tabel diatas, dilakukan plotting kurva tegangan – regangan sampel 650oC dan
750oC.

3.4.4. Uji Impak

Uji impak dilakukan didaerah lasan pipa Baja API 5L – X52 untuk melihat
ketangguhan daerah lasan. Dilakukan uji impak 4 sampel pada temperatur 5500C,
6500C, 7500C dan asweld untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap
ketangguhan baja. Berikut adalah tabel hasil pengujian impak.

Tabel 3. 7 Hasil uji impak 4 sampel

Temperatur PWHT ⁰C Nilai Impak (J/mm2)


Asweld 1,6
550 1,8
650 1,9
750 2

Institut Teknologi dan Sains Bandung


28

600

500

400
MPa

300

200

100

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
%

Gambar 3. 7 Grafik tegangan – regangan sampel 650oC.

500
450
400
350
300
MPa

250
200
150
100
50
0
0 10 20 30 40 50 60
%

Gambar 3. 8 Grafik tegangan – regangan sampel 750oC

Institut Teknologi dan Sains Bandung


BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini dilakukan pengolahan data dan analisis terhadap data hasil percobaan.
Pengolahan data akan ditampilkan dalam bentuk grafik yang menggambarkan
berbagai macam pengaruh dari beberapa variabel percobaan yaitu distribusi
kekerasan, temperatur laku panas, diameter rata – rata butiran, tegangan – regangan,
dan ketangguhan daerah lasan pada pipa Baja API 5L – X52.

Pada bagian awal analisis membahas mengenai struktur visual lasan. Selanjutnya
dilakukan analisis yang membahas pengaruh temperatur laku panas terhadap
distribusi kekerasan, kekuatan tarik, ketangguhan dan struktur mikro. Pada subbab
akhir akan dibandingkan sifat mekanik hasil percobaan dengan standard API 5L –
X52.

4.1. Struktur Visual Lasan

Struktur visual lasan yang baik sangat penting sebagai syarat laku panas dapat
dilakukan. Gambar 4.1 berikut adalah contoh struktur visual lasan. Dalam sampel
percobaan, tidak terdapat inklusi slag yang biasanya berwarna hitam pada
permukaan lasan. Inklusi slag terjadi ketika adanya oksida yang terperangkap
masuk kedalam permukaan logam sewaktu pengelasan dilakukan. Oksida pada
pengelasan dapat menyebabkan sifat getas saat pipa terkena beban. Pada
pengamatan sampel uji, tidak terdapat Lack of Penetration (LOP) dan Lack of
Fusion (LOF) yang sangat berpotensi menurunkan kekuatan dari baja pipa, yang
dapat menginisiasi retak. Pada penampang sampel tidak terdapat undercut dan
overlap yang menyebabkan sampel tidak dapat digunakan. Undercut ini dapat
menyebabkan tegangan baru karena membentuk seperti takikan yang menyebabkan
retak. Dari pengamatan sampel tidak terdapat seperti tonjolan las, permukaan lasan
rata dengan permukaan logam induk sehingga tidak memerlukan proses gerinda.

29 Instiut Teknologi dan Sains Bandung


30

Gambar 4. 1 Fotomakro Sampel Baja API 5L X – 52

4.2. Hubungan Temperatur laku panas terhadap distribusi kekerasan

Laku panas setelah pengelasan adalah proses yang ditujukan untuk menurunkan
tegangan sisa, meningkatkan keuletan, dan meningkatkan ketahanan terhadap patah
getas. Laku panas setelah pengelasan biasanya menurunkan distribusi angka
kekerasan. Dari grafik gambar 4.2 dan 4.3, dapat dilihat bahwa nilai kekerasan
material sebelum PWHT (As weld) memiliki nilai kekerasan paling tinggi, baik di
daerah lasan (248.7 VHN), HAZ (261.35 VHN) dan logam induk (236,85 VHN).
Untuk sampel yang telah mengalami PWHT mengalami penurunan nilai kekerasan
yang cukup besar, khususnya HAZ. Misal diambil pada nilai yang tinggi yaitu pada
temperatur 5500C, kekerasan di daerah lasan (222,05 VHN), HAZ (223,20 VHN)
dan logam induk (221,03 VHN).

Grafik rata - rata nilai kekerasan


300,00

250,00

200,00
VHN

150,00 Weld Metal


HAZ
100,00
Base Metal
50,00

0,00
Asweld 550 650 750
SAMPEL

Gambar 4. 2 Grafik rata – rata distribusi kekerasan pada 3 zona dari variasi
temperatur

Institut Teknologi dan Sains Bandung


31

Dapat dilihat juga nilai kekerasan material yang telah di PWHT mempunyai nilai
kekerasan yang hampir sama. Seiring kenaikan temperatur maka nilai kekerasan
semakin menurun sampai 7500C. Hal ini disebabkan adanya perubahan struktur
mikro yang akan dijelaskan pada sub bab 4.3. Hal lain yang mempengaruhi adalah
pengaruh unsur – unsur yang terkandung dalam pipa baja API 5L – X52 yaitu unsur
Cr, Mo dan V yang secara efektif dapat memperlambat laju pelunakan selama laku
panas. Tanpa unsur – unsur tersebut baja karbon rendah akan melunak seiring
kenaikan temperatur. Chromium dalam sampel percobaan sebanyak 0.021%
terlarut dalam ferit, dengan karbon akan membentuk karbida. Senyawa ini dapat
meningkatkan kekuatan baja dan ketahanan baja dari korosi. Penambahan
Molibdenum sebanyak 0.0044% dapat meningkatkan sifat mampu las baja
(weldability), sebagai unsur pembentuk karbida yang dapat menghalangi
pertumbuhan butiran dan menghasilkan butiran yang halus. Penambahan Vanadium
sebanyak 0.0045% akan mendorong terbentuknya karbida dan adanya karbida ini
akan meningkatkan ketahanan terhadap aus abrasi. Penambahan vanadium juga
mengakibatkan pengecilan ukuran butir. Jadi tanpa unsur – unsur Cr, Mo, dan V
baja akan melunak dengan cepat seiring kenaikan temperatur yang akan berdampak
pada penurunan nilai kekerasan baja.

Gambar 4. 3 Grafik distribusi kekerasan terhadap pusat lasan dari variasi


temperatur

Institut Teknologi dan Sains Bandung


32

Laku panas dilakukan pada temperatur 5500C, 6500C dan 7500C dengan waktu
penahanan selama 60 menit dan pendinginan udara yang berpengaruh terhadap
distribusi kekerasan baja. Baja Pipa API 5L – X52 yang digunakan sebagai
transportasi fludia harus dipertimbangkan kepekaan terhadap retak. Angka rata –
rata keseluruhan tidak boleh lebih dari 250 VHN. Struktur mikro HAZ dengan
kekerasan > 248 VHN peka terhadap korosi retak tegang (Stress Corrosion
Cracking) saat pengelasan dilakukan pada pipeline yang digunakan untuk
transportasi gas. Pada percobaan ini, sampel asweld memiliki nilai kekerasan 272,8
VHN, yang artinya sangat rentan terhadap terjadinya proses SCC. Hal ini yang
membuat perlu dilakukan laku panas. Pertimbangan lain dilakukannya laku panas
adalah keinginan untuk mendapatkan distribusi kekerasan yang seragam (homogen)
dari logam induk, HAZ dan logam las. Laku panas memiliki peranan yang
signifikan dalam mempertangguh baja hasil proses pengelasan. PWHT dapat
dilakukan di pabrik pembuatan baja atau pada lokasi pemasangan pipa. Walaupun
diperlukan, pada pabrik pembuatan baja, khususnya di Indonesia, PWHT tidak
sepenuhnya mutlak dilakukan karena biaya dan energi yang cukup besar. Pabrik
hanya melihat besarnya Specific Minimum Yield Strength (SMYS) untuk setiap
produk baja, apakah SMYS produk baja masih dalam rentang API 5L – X52 atau
tidak. Oleh karena itu PWHT biasanya dilakukan di lokasi pemasangan pipa saat
akan digunakan.

Pada Grafik 4.3, standard deviasi yang didapatkan adalah 15.25, 2.79, 2.88 dan
10.23 masing – masing untuk sampel asweld, PWHT temperatur 550OC, 650OC dan
750OC. Untuk nilai rata – rata linearnya adalah 245.94, 221.83, 212.41 dan 194.61
VHN masing – masing untuk sampel asweld, PWHT temperatur 550OC, 650OC dan
750OC. Dari data tersebut, sampel PWHT temperatur 550 OC memiliki nilai
kekerasan yang cukup tinggi yaitu 221.83 VHN dan standard deviasi terkecil yang
berarti regresi sampel tersebut cukup baik.

4.3. Hubungan Struktur mikro terhadap distribusi kekerasan

Dari kriteria penerimaan pada pemeriksaan metalografi perlakuan panas Baja API,
baik pada logam induk, HAZ dan logam las tidak boleh ada fasa untempered
martensite. Hal ini dibuktikan pada pengamatan struktur mikro percobaan bahwa

Institut Teknologi dan Sains Bandung


33

tidak ada fasa martensit yang terbentuk, hanya fasa ferit yang teridentifikasi ada.
Syarat lain adalah panas dari tanur harus masuk ke seluruh sampel dan waktu tahan
selama 60 menit sangat cukup untuk panas dari tanur masuk ke seluruh tanur.
Struktur mikro yang terdapat di sampel adalah ferit yang berwarna terang. Ferit
memiliki struktur kristal BCC yang bersifat ulet, titik mulur yang baik, dan
kelarutan padat terbatas. Ferit dipengaruhi oleh unsur C, dimana didalam sampel
kandungan C dibatasi 0.061%.

Gambar 4. 4 Ukuran butiran 3 zona

Grafik 4.4 diatas memeperlihatkan bahwa seiring kenaikan temperatur maka


semakin rendah ukuran butiran. Sampel asweld memiliki ukuran butiran yang
paling kecil dibanding sampel yang telah dilakukan PWHT, sesuai dengan ukuran
nilai kekerasannya. Grafik 4.3 menunjukkan bahwa seiring kenaikan temperatur
maka semakin rendah nilai kekerasannya. Dari 2 grafik tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa kenaikan temperatur akan memperbesar ukuran butiran dan
besarnya ukuran butiran akan menyebabkan distribusi kekerasan menjadi semakin
rendah. Hal ini disebabkan butiran yang besar akan menyebabkan slip mudah
terjadi (dislokasi dapat bergerak dengan cepat).

Mudahnya pergerakan dislokasi menyebabkan logam menjadi semakin lunak, sifat


mekanik logam menurun termasuk nilai kekerasan yang juga menurun. Komposisi
kimia dan proses pengelasan menjadi faktor yang sangat penting dalam menentukan

Institut Teknologi dan Sains Bandung


34

tren distribusi kekerasan pada logam las, HAZ dan logam induk. Tren kekerasan
tiap – tiap zona berbeda satu dengan yang lainnya. Berikut adalah tren kekerasan
pada tiap zona:

a. Hubungan struktur mikro terhadap distribusi kekerasan zona logam induk

Grafik 4.4 memiliki tren linear negatif yang berarti semaki jauh dari pusat lasan
atau semakin keujung logam induk, nilai kekerasannya semakin menurun. Pada
grafik 4.4 tersebut juga memperlihatkan bahwa seiring kenaikan temperatur
semakin menurun pula nilai kekerasannya. Hal ini dapat dijelaskan melalui struktur
mikro pada gambar 4.5. Ukuran butir pada zona logam induk lebih besar dari pada
zona HAZ dan logam las yang berarti semakin ke jauh dari pusat lasan nilai
kekerasannya semakin menurun. Namun dari ada titik dimana nilai kekerasan pada
grafik 4.4 mengamali titik balik kenaikan yaitu pada jarak 6 ke 7 mm dari pusat
lasan. Pada jarak 7 mm inilah sudah murni logam induk sedangkan dari jarak 3 – 6
mm terjadi transisi dari HAZ ke logam induk. Pada jarak 7 mm ini fasa yang ada
adalah ferit yang dikelilingi karbida seperti pada gambar 4.5.

Gambar 4. 5 Grafik distribusi kekerasan pada zona logam induk dari variasi
temperatur

Institut Teknologi dan Sains Bandung


35

Gambar 4. 6 Fotomikro zona logam induk temperatur 5500C perbesaran 1000x

b. Hubungan struktur mikro terhadap distribusi kekerasan zona HAZ

Gambar 4. 7 Grafik distribusi kekerasan pada zona logam induk dari variasi

temperatur

Institut Teknologi dan Sains Bandung


36

HAZ terbentuk karena perilaku pembekuan dimana perilaku pembekuan


bergantung pada kecepatan pengelasan. Laju pendinginan yang tinggi bisa
meningkatkan pembentukan struktur mikro HAZ dengan nilai kekerasan yang
tinggi dimana hal ini akan membuat lasan rentan terhadap retak dingin yang
disebabkan oleh difusi hidrogen, kerentanan struktur mikro dan tegangan sisa tarik.
Temperatur laku panas masih dibawah garis A3 pada diagram Fasa Fe – Fe3C.
Ukuran butiran semakin mendekati logam las cenderung lebih kasar dibandingkan
ukuran butiran mendekati logam induk. Dari grafik gambar diatas, tren distribusi
kekerasan HAZ seperti gambar segitiga dimana kekerasan naik pada daerah butiran
kasar lalu kekerasan menurun kembali pada butiran halus.

Fasa – fasa yang terdapat dalam struktur mikro HAZ diatas adalah ferit dan acicular
ferit, tidak terdapat fasa martensite. Ukuran butiran dalam struktur mikro HAZ lebih
kecil dibandingkan ukuran butiran dalam struktur mikro logam induk yang berarti
nilai kekerasannya HAZ lebih tinggi dibandingkan logam induk, sesuai dengan
hasil percobaan bahwa dari grafik 4.4 nilai kekerasan logam induk sebesar 240
VHN dan pada grafik 4.6 nilai kekerasan HAZ tertinggi adalah 270 VHN. Grafik
4.4 memiliki tren naik kemudian turun kembali. Hal ini dapat terjadi karena HAZ
terbagi menjadi 2 daerah yaitu daerah dekat logam las dan daerah dekat logam
induk.

Gambar 4. 8 Fotomikro zona HAZ temperatur 5500C perbesaran 1000x

Institut Teknologi dan Sains Bandung


37

Daerah dekat logam las memiliki butir yang kasar. Daerah butir kasar temperatur
puncaknya jauh diatas garis A3 pada diagram fasa Fe – Fe3C, terjadi pelarutan
karbida – karbida sehingga fasa γ akan tumbuh dan karena jarak daerah kasar dekat
dengan logam las maka pendinginannya akan lebih cepat dibandingkan daerah yang
jauh dari logam las. Hal ini menyebabkan karbida akan mengendap kembali bahkan
lebih banyak dari karbida awal yang larut sehingga struktur mikronya lebih kasar
dan hasilnya memiliki nilai kekerasan yang tinggi. Daerah jauh dari logam las
memiliki butir yang halus. Temperatur puncaknya sedikit diatas garis A3, karbida –
karbida yang larut menjadi fasa γ sedikit dan karena jaraknya jauh dari logam las
maka pendinginannya lambat, tidak secepat daerah yang dekat dengan logam las.
Hal ini menyebabkan sedikit atau bahkan tidak ada karbida yang mengendap
kembali sehingga struktur mikronya halus dan memiliki nilai kekerasan yang lebih
rendah.

c. Hubungan struktur mikro terhadap distribusi kekerasan zona logam las

Tren distribusi kekerasan API 5L – X52 pada daerah logam las seperti huruf U.
Grafik diatas memperlihatkan bahwa daerah logam las memiliki nilai kekerasan
yang sedikit lebih rendah dari daerah HAZ. Hal ini diluar teori pada umumnya
dimana daerah logam las memiliki nilai kekerasan yang paling tinggi. Teori tersebut
dapat terjadi karena tingginya kekerasan logam las dihasilkan dari kandungan
karbon logam pengisi yang lebih tinggi dari pada logam induk.

Gambar 4. 9 Grafik distribusi kekerasan pada zona logam las dari variasi

temperatur

Institut Teknologi dan Sains Bandung


38

Untuk percobaan ini metode pengelasan yang dilakukan adalah Electric Resistance
Welding dimana tidak ada logam pengisi yang ditambahkan sehingga keseragaman
nilai kekerasannya akan didapatkan. Faktor yang mempengaruhi nilai kekerasannya
adalah laju pendinginan pengelasan. Nilai kekerasan logam las lebih rendah
daripada HAZ disebabkan jumlah acicular ferrit di daerah logam las lebih sedikit
dibandingkan di daerah HAZ. Dalam acicular ferit terdapat karbida – karbida yang
tersebar merata. Karbida inilah yang menjadikan nilai kekerasan menjadi tinggi.
Karena jumlah karbida dalam daerah logam las lebih sedikit dibandingkan daerah
HAZ, maka nilai kekerasan di daerah logam las lebih rendah dibandingkan HAZ.

Melihat fotomakro dan mikro logam las, terdapat serat – serat yang menuju satu
titik dimana titik tersebut merupakan pusat sumber panas dan arah serat tersebut
menuju satu titik yang menunjukkan arah pertumbuhan kristal. Fasa – fasa yang
terdapat dalam logam las adalah acicular ferit dan ferit, tidak ada fasa martensit.
Ukuran butiran dalam struktur mikro logam las lebih besar dibanding ukuran
butiran HAZ tetapi lebih kecil dibanding ukuran butiran logam induk sesuai hasil
percobaan. Dari grafik 4.4, grafik 4.6 dan grafik 4.8, nilai kekerasan logam las,
HAZ dan logam induk berturut – turut adalah 260 VHN, 270 VHN, 240 VHN.

Gambar 4. 10 Fotomikro zona logam las temperatur 5500C perbesaran 1000x

Institut Teknologi dan Sains Bandung


39

4.4. Hubungan temperatur terhadap kekuatan Tarik dan Impak

Pada subbab ini, akan dilakukan pembahasan mengenai hubungan temperatur


terhadap kekuatan tarik dan impak logam las. Untuk uji tarik dilakukan terhadap 2
variabel temperatur yaitu pada temperatur 650oC dan 750oC. Dari kurva tegangan
– regangan didapatkan nilai kuat luluh, kuat tarik dan persen elongasi yang
kemudian dilakukan plotting hasil tersebut terhadap variasi temperatur.

Dari grafik 4.10 memperlihatkan bahwa kenaikan temperatur akan menurunkan


kekuatan tarik dan kekuatan luluh logam las dengan rincian sebagai berikut. Pada
temperatur PWHT 650oC memiliki kuat tarik 516,14 MPa dan kuat luluh 483,66
MPa. Pada temperatur PWHT 750oC memiliki kuat tarik dan kuat luluh 464,02 MPa
Hal ini sesuai dengan pembahasan pada sub bab 4.3. bahwa kenaikan temperatur
akan menurunkan nilai kekerasan logam las. Kekuatan logam baik kekuatan tarik
maupun kekuatan luluh berbanding lurus dengan kekerasan sehingga penjelasan
hubungan temperatur PWHT terhadap kekuatan tarik dapat diambil dari penjelasan
hubungan temperatur PWHT terhadap kekerasan. Kenaikan temperatur PWHT
akan menyebabkan penurunan nilai kekuatan tarik karena terjadi peningkatan
ukuran butiran – butiran yang mana naiknya ukuran butiran akan menurunkan nilai
kekuatan tarik logam itu sendiri.

Tabel 4. 1 Hasil uji tarik UTS, kuat luluh dan elongasi

Kode Sampel (⁰C) UTS (Mpa) Kuat luluh (Mpa) %EL


650 516,14 483,66 35,61
750 464,02 464,02 51,33

Pada temperatur 650oC didapatkan nilai UTS sebesar 516 MPa dimana nilai
tersebut cukup besar untuk pipa baja menahan beban impak dan tegangan melingkar
yang disebabkan fludia yang mengalir pada pipa. Berbeda dengan grafik 4.10,
grafik 4.11 menunjukkan keselarasan hubungan kenaikan temperatur terhadap
persen elongasi. Hal ini wajar karena kuat tarik berbanding terbalik dengan persen
elongasi. Pada temperatur 650oC yang memiliki kuat tarik yang cukup tinggi yaitu
516 MPa, pada titik itu juga memiliki persen elongasi yang cukup tinggi juga yaitu
35%. Pada temperatur 750oC kuat tariknya hanya sebesar 480 MPa, namun
memiliki persen elongasi yang tinggi sebesar 51%. Kedua perbedaan ini bergantung

Institut Teknologi dan Sains Bandung


40

pada spesifikasi pemakaian produk namun secara umum komposisi terbaik adalah
saat pada temperatur 650oC karena kuat tariknya tinggi dan persen elongasi juga
tidak terlalu rendah.

Grafik pengaruh temperatur terhadap kuat impak


2,1

1,9
J/mm2

1,8

1,7

1,6

1,5
400 Asweld
450 500 550 600 650 700 750 800
Sampel

Gambar 4. 11 Grafik pengaruh temperatur terhadap kuat impak

Hasil pengujian impak pada sampel pipa Baja API 5L – X52 asweld dan yang telah
mengalami PWHT 550oC, 650oC dan 750oC dapat dilihat pada grafik 4.12. Nilai
ketangguhan atau impak adalah nilai energi yang dapat diserap sampel dibagi
dengan luas penampangnya. Energi terserap adalah energi yang digunakan untuk
mematahkan bendan kerja dengan cara mengalikan nilai gaya dan jarak.
Penampang patah didapat dari daerah terjadi pepatahan, pada pengujian ini
perpatahan terjadi pada daerah yang diberi takikan (V – notch).

Grafik 4.12 memperlihatkan sampel yang tidak dilakukan PWHT (asweld)


memiliki nilai impak sebesar 1,6 J/mm2. Sampel yang mengalami PWHT memiliki
nilai impak yang terus meningkat seiring dengan peningkatan temperatur PWHT
yaitu pada temperatur 550oC memiliki nilai ketangguhan 1,8 J/mm2, temperatur
650oC memiliki nilai ketangguhan 1,9 J/mm2, temperatur 750 oC memiliki nilai
ketangguhan 2 J/mm2. Dari grafik sampel yang memiliki ketangguhan terbesar
adalah sampel pada temperatur PWHT 750oC. Hasil pengujian impak ini
berhubungan dengan hasil pengamatan struktur mikro dimana pada daerah logam

Institut Teknologi dan Sains Bandung


41

las seiring dengan kenaikan temperatur, struktur mikro ferit kasar yang bersifat
getas berubah menjadi ferit halus yang bersifat ulet dan tangguh.

4.6. Perbandingan kekuatan lasan dengan standard API PWHT

Laku panas HSLA biasanya dilakukan pada temperatur 500oC. Standard API
memiliki nilai kuat tarik dan kuat luluh untuk pipa logam las yang telah mengalami
PWHT yaitu UTS = 455 – 758 MPa dan σYS = 359 – 531 MPa[1]. Pada grafik 4.10,
kurva hasil tegangan – regangan terhadap temperatur pada logam las hasil
percobaan memiliki kuat tarik 516,14 MPa pada temperatur PWHT 650oC dan
464,02 MPa pada temperatur 750oC, yang berarti masuk dalam rentang standard
kuat tarik API. Sedangkan untuk kuat luluh memiliki nilai 483,66 MPa pada
temperatur 650oC dan 464,02 MPa pada temperatur PWHT 750oC. Nilai kuat luluh
ini juga masuk dalam rentang kuat luluh standard API.

Institut Teknologi dan Sains Bandung


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan hal – hal sebagai berikut:

1. Sampel pipa Baja API 5L – X52 dalam keadaan baik untuk dilakukan laku
panas, tidak terdapat inklusi slag, lack of penetration, lack of fusion, overcut
dan undercut.
2. Peningkatan temperatur laku panas pada pipa Baja API 5L – X52 akan
menurunkan nilai distribusi kekerasan dari asweld sampai pada temperatur
750oC.
3. Distribusi kekerasan pada tiap zona memiliki tren yang berbeda – beda
yaitu:
a. Zona kekerasan logam induk memiliki tren linear negatif yang berarti
semakin jauh dari pusat lasan semakin rendah nilai kekerasaannya. Fasa
pada logam induk adalah ferit dan karbida.
b. Zona kekerasan HAZ seperti huruf U terbalik dimana ada transisi daerah
butir halus, kasar dan halus kembali. Fasa yang ada pada HAZ adalah
ferit dan acicular ferit.
c. Zona kekerasan logam las memiliki tren huruf U dimana titik awal
adalah titik pusat lasan yang memiliki nilai tertinggi dibanding titik lain
yang masih pada logam las. Fasa yang ada pada logam las adalah
acicular ferit dan ferit.
4. Peningkatan temperatur laku panas pada pipa Baja API 5L – X52 akan
menurunkan nilai kekuatan tarik (UTS) dan kekuatan luluh (σYS) logam las.
5. Peningkatan temperatur laku panas pada pipa Baja API 5L – X52 akan
meningkatkan nilai kekuatan impak logam las.
6. Hasil percobaan terbaik adalah sampel PWHT temperatur 550 OC dengan
nilai rata – rata kekerasan 221.83 VHN dan standard deviasi 2.79.

42 Instiut Teknologi dan Sains Bandung


43

5.2. Saran

Adapun saran kedepan untuk penelitian ini adalah

1. Memperlebar temperatur laku panas yaitu dibawah 550oC untuk melihat


pola hubungan sifat mekanik dan temperatur pada rentang temperatur
dibawah 550oC.
2. Melakukan perhitungan tegangan sisa untuk setiap temperatur laku panas.

Institut Teknologi dan Sains Bandung


44

DAFTAR PUSTAKA

1. (API), A. P. (2004). API 5L : Specification for Line Pipe. Washington DC:


API Publishing Services.

2. ASM Handbook Vol 1: Properties and Selection: Irons Steels and High
Performance Alloy. (1993). United States of America: ASM International.

3. ASM Handbook Vol 6: Welding, brazing and soldering. (1993). United


states of America: ASM International.

4. D, C., & all, e. (2005). The Influence of microstructure on the corrosion rate
of various carbon steels. Perth, Australia: Journal of Applied
Electrochemistry.

5. Gunawan , D. H., Rifky, I., & Mahmuda , H. (Juli 2017). Pengaruh Post
Weld Heat Treatment (Pwht) dengan Pemanas Induksi Terhadap Sifat
Mekanik dan Struktur Mikro Sambungan Las Shield Metal Arc Welding
(Smaw) pada Pipa API 5l X52 . Jurnal Teknik Mesin (ROTASI), 117 - 124.

6. Inoue, T., Suzuki, M., & Okabe, T. (March 2013). Development of


Advanced Electric Resistance Welding (ERW) Linepipe “Mighty
SeamTM” with High Quality Weld Seam Suitable for Extra-Low
Temperature Services. JFE Technical Report, 18-22.

7. International, A. (2010). Standard Test Method for Determining Average


Grain Size. ASTM E112 - 10, 10.

8. Scott, F. R. (1998). Post Weld Heat Treatment. Welding Innovation, Vol


XV No.2.

9. Yatna, M. (Maret 2005). Metalurgi Pengelasan : Rancangan Pengelasan


dan Pemilihan Proses.

Instiut Teknologi dan Sains Bandung


45

LAMPIRAN

LAMPIRAN A 1 KOMPOSISI KIMA BAJA API 5L X – 52

UNSUR KOMPOSISI (%)


C 0,061
Si 0,214
Mn 0,979
P 0,012
S 0,0053
Cr 0,021
Mo 0,0044
Ni 0,0042
Cu 0,0083
Al 0,029
As 0,0020
B 0,00038
Ca 0,0030
Nb 0,038
Pb 0,0096
Sb 0,0100
Sn 0,0065
Ti 0,0026
V 0,0045
Bi 0,004
N <0,0010
Fe 98,58

Instiut Teknologi dan Sains Bandung


46

LAMPIRAN A 2 STRUKTUR MIKRO

Asweld. Logam Induk Perbesaran PWHT 550oC. Logam Induk


1000x Perbesaran 1000x

Asweld. HAZ Perbesaran 1000x PWHT 550oC. HAZ Perbesaran


1000x

Asweld. Logam las Perbesaran 1000x PWHT 550oc. Logam las Perbesaran
1000x

Institut Teknologi dan Sains Bandung


47

PWHT 650oc. Logam Induk PWHT 750oc. Logam Induk


Perbesaran 1000x Perbesaran 1000x

PWHT 650oc. HAZ Perbesaran 1000x PWHT 750oc. HAZ Perbesaran 1000x

PWHT 650oc. Logam las Perbesaran PWHT 750oc. Logam las Perbesaran
1000x 1000x

Institut Teknologi dan Sains Bandung


48

LAMPIRAN A 3 DIAGRAM FASA Fe-Fe3C

Institut Teknologi dan Sains Bandung


49

LAMPIRAN A 4 KOMPARASI UJI TARIK 2 SAMPEL

Institut Teknologi dan Sains Bandung

Anda mungkin juga menyukai