Anda di halaman 1dari 33

DAFTAR ISI

Daftar Isi ........................................................................................................ 1


Daftar Gambar ............................................................................................... 2
Daftar Tabel ....................................................................................................................... 2

PENDAHULUAN
Latar Belakang............................................................................................... ..

Tujuan.................... .. . ..

Rumusan Masalah ......................................................................................... ..

PEMBAHASAN
Pembahasan Soal 1. ........................................................................... .

Pembahasan Soal 2 ........................................................................................ .

10

Pembahasan Soal 3............... ......................................................................... .

15

Pembahasan Soal 4 . .......................................................................... .

19

Pembahasan Soal 5 ........................................................................................ .

21

Pembahasan Soal 6............... ......................................................................... .

15

Pembahasan Soal 7 ....................................................................................... .

19

Pembahasan Soal 8 ........................................................................................ .

21

PENUTUP
Kesimpulan .................................................................................................... .

30

Daftar Pustaka ............................................................................................... .

31

DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Bioremediasi In Situ......................

12

Gambar 3.2. Prinsip Utama Metabolisme Mikroorganisme .

13

Gambar 3.3. Bioremediasi pada Pengolahan Air Limbah ....

14

Gambar 3.4 Ilustrasi Perbanyakan Bakteri untuk Bioremediasi

14

Gambar 4.1. Metabolisme mikrobial dalam bioremediasi ...

16

Gambar 7.1. Contoh proses bioremediasi tanah yang telah dioptimalkan..

28

Gambar 8.1: Deep water horizon....................

28

Gambar 8.2. Komposisi PRP......

29
1

DAFTAR TABEL
Tabel

5.1.

Jenis-jenis

Mikroba

Berdasarkan

beberapa

faktor

untuk

kebutuhan

pertumbuhan..............................................................................................................................18
Tabel 5.2. Elemen Makronutrien yang diperlukan oleh mikroba.............................................19
Tabel 5.3. Nutrisi Mikro: sumber serta fungsinya dalam sel bakteri.........20
Tabel 5.4. Peran yang dimainkan oleh unsur-unsur ringan pada metabolisma...21
Tabel

5.5.

Pengelompokan

mikroba

berdasarkan

sumber

energi,

karbon,

dan

elektron..........21
Tabel 6.1. Baku mutu udara untuk kriteria polutan....23
Tabel 6.2. Standar statistic ECE klasifikasi freshwater quality untuk maintenance kehidupan
akuatik...24
Tabel 6.3. Tingkat pencemaran perairan berdasarkan nilai DO den BOD.......26
Tabel 6.4. Standar kontaminan tanah golongan senyawa organik....26
Tabel 6.5. Standar kontaminan tanah golongan senyawa anorganik....27

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan pembangunan di Indonesia khususnya bidang industri, senantiasa
meningkatkan kemakmuran dan dapat menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat kita.
Namun di lain pihak, perkembangan industri memiliki dampak terhadap meningkatnya
kuantitas dan kualitas limbah yang dihasilkan termasuk di dalamnya adalah limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3). Bila tidak ditangani dengan baik dan benar, limbah B3 akan
menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan.
Pencemaran atau polusi bukanlah merupakan hal baru, bahkan tidak sedikit dari kita yang
sudah memahami pengaruh yang ditimbulkan oleh pencemaran atau polusi lingkungan terhadap
kelangsungan dan keseimbangan ekosistem. Polusi dapat didefinisikan sebagai kontaminasi
lingkungan oleh bahan-bahan yang dapat mengganggu kesehatan manusia, kualitas kehidupan,
dan juga fungsi alami dari ekosistem. Walaupun pencemaran lingkungan dapat disebabkan oleh
proses alami, aktivitas manusia yang notabenenya sebagai pengguna lingkungan adalah sangat
dominan sebagai penyebabnya, baik yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak.
Berdasarkan kemampuan terdegradasinya di lingkungan, polutan digolongkan atas dua
golongan:
1. Polutan yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan seperti sampah
yang mudah terdegradasi di lingkungan. Jenis polutan ini akan menimbulkan masalah
lingkungan bila kecepatan produksinya lebih cepat dari kecepatan degradasinya.
2. Polutan yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi (nondegradable
pollutant), dapat menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius.
Untuk mengatasi limbah (khususnya limbah B3) dapat digunakan metode biologis
sebagai alternatif yang aman, karena polutan yang mudah terdegradasi dapat diuraikan oleh
mikroorganisme menjadi bahan yang tidak berbahaya seperti CO2 dan H2O.
Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan
memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran dan cukup menarik. Selain
hemat biaya, dapat juga dilakukan secara in situ langsung di tempat dan prosesnya alamiah
(Erman, 2006). Laju degradasi mikroba terhadap logam berat tergantung pada beberapa faktor,
yaitu aktivitas mikroba, nutrisi, derajat keasaman dan faktor lingkungan (Donlon, 2006).
Teknologi bioremediasi ada dua jenis, yaitu ex-situ dan in situ. Ex-situ adalah pengelolaan yang
meliputi pemindahan secara fisik bahan-bahan yang terkontaminasi ke suatu lokasi untuk
3

penanganan lebih lanjut (Vidali, 2001). Penggunaan bioreaktor, pengolahan lahan


(landfarming), pengkomposan dan beberapa bentuk perlakuan fase padat lainnya adalah contoh
dari teknologi ex-situ, sedangkan teknologi in situ adalah perlakuan yang langsung diterapkan
pada bahan-bahan kontaminan di lokasi tercemar (Vidali, 2001).
1.2. Tujuan Penulisan
2. Menjelaskan interaksi microbial di alam
3. Dapat mengetahui cara menggambar secara matematis hubungan interaksi microbial
di alam
4. Menjelaskan pengertian, jenis-jenis, dan proses bioremediasi
5. Mampu menjelaskan peranan mikroorganisme dalam Bioremediasi dan cara
mengoptimalkan proses bioremediasi.
6. Mampu mengukur keefektifan suatu proses bioremediasi
7. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi proses bioremediasi
8. Dapat menganalisa penanganan suatu kasus limbah dengan metode bioremediasi
1.3

Rumusan Masalah
1. Apa yang bisa Anda jelaskan tentang interaksi microbial di alam?
2. Bagaimana Anda menggambarkan secara matematis sederhana, hubungan interaksi
microbial di alam (kultur campuran)?
3. Apa yang anda ketahui tentang Bioremediasi? Bagaimana proses ini dilakukan?
4. Bagaimana peranan mikroorganisme dalam Bioremediasi ?
5. Hal-hal penting apakah yang harus diperhatikan dalam proses Bioremediasi ?
6. Bagaimana mengukur keefektifan proses bioremediasi di lapangan?
7. Bagaimana mengoptimalkan proses bioremediasi?
8. Berikan contoh proses bioremedaisi di lingkungan! (pilih salah satu kasus di
lapangan)

BAB II
PEMBAHASAN
1.

Dalam upaya pengendalian pencemaran secara hayati, tidak akan lepas dari peran
penting

mikroorganisme

dalam

prosesnya.

Dalam

alam,

keberadaan

mikroorganisme ini tidak pernah berada dalam kondisi tunggal, namun senantiasa
berada dalam satu koloni atau komunitas beragam. Apa yang bisa Anda jelaskan
tentang interaksi microbial di alam?
Jawab:
Madigan et al. (2009) menyatakan bahwa mikroorganisme di alam berinteraksi dengan
organisme dan lingkungannya. Hubungan mengenai timbal balik antara mikrobia dan
lingkungan hidupnya dipelajari dalam ekologi mikrobia. Satuan dasar ekologi adalah ekosistem
yang meliputi komponen-komponen biotik maupun abiotik (Willey et al., 2008). Komponen
biotik merupakan kehidupan organisme atau biozonose sedang komponen abiotik adalah faktor
tak hidup yang meliputi faktor fisik dan kimia. Ekosistem dalam ekologi mikrobia dapat berupa
sistem mikro dan sistem makro. Secara umum setiap sistem memiliki ciri-ciri yaitu adanya
dinamika

populasi,

keanekaragaman,

mekanisme

adaptasi

dan

adanya

hubungan

antarorganisme yang ada di dalam sistem tersebut. Di dalam ekosistem tertentu suatu
mikroorganisme pada umumya mempunyai satu habitat saja. Tetapi suatu mikroorganisme
dapat mempunyai beberapa habitat, masing-masing habitat di dalam ekosistem yang berlainan.
Sebagai contoh Rhizobium tumbuh baik di dalam tanah maupun di dalam tumbuhan, bakteri
metanogen mempunyai habitat di sedimen danau dan dalam rumen hewan memamah biak (
Willey et al., 2008). Fungsi dan aktifitas esensial yang mendukung kehidupan di bumi yang
banyak dimiliki oleh mikrobia, hal ini merupakan alasan pentingnya mempelajari interaksi
mikrobia serta berbagai peranan mikrobia dalam ekosistem secara global.
Mikrobia merupakan bagian yang penting dari suatu ekosistem karena jumlahnya yang
sangat melimpah di alam dan berperan penting dalam siklus biogeokimiawi. Interaksi
mikroorganisme dengan lingkungannya yang terjadi di alam akan mempengaruhi aktivitas
organisme dan ekosistem karena mikroorganisme bersifat sintetik dan degradatif. Mikrobia
sebagai organisme sintetik artinya sebagai produser bermacam senyawa kimia seperti hormon,
nutrien dan anti biotik yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan hewan sedangkan
mikrobia sebagai organisme degradatif artinya mikrobia sebagai produser enzim yang
mendegradasi bermacam senyawa organik dan anorganik yang terakumulasi di lingkungannya.
(Suharni, Nastiti dan Soetarto. 2008).

Di lingkungan alam mikrobia tidak hanya berinteraksi dengan lingkungan tetapi juga
berinteraksi dengan organisme lainnya seperti tumbuhan dan hewan. Interaksi utama antara
dua organisme dalam kultur campuran yaitu competition, neutralism, mutualism,
commensalism, amensalism dan prey-predator interaction.
Competition adalah hubungan interaksi tidak langsung antara dua populasi yang
memiliki efek negatif untuk keduanya. Dalam competition, setiap populasi saling bersaing
untuk memperebutkan substrat yang sama. Dua populasi mikroorganisme dengan kebutuhan
nutrisi yang mirip biasanya akan saling bersaing untuk jumlah nutrisi yang dibutuhkan untuk
tumbuh. Hasil dari kompetisi antara dua spesies untuk grow-limiting substrat yang sama dalam
sistem terbuka (misal chemostat) akan ditetapkan oleh laju pertumbuhan spesifik yang dibatasi
oleh substrat.
Neutralism adalah interaksi dimana tidak ada populasi yang terpengaruh oleh
keberadaan dari populasi lainnya. Tidak ada perubahan dalam laju pertumbuhan dari kedua
microbial tersebut. Neutralism termasuk jarang/langka. Slah satu contoh dari neutralism, yaitu
laju pertumbuhan dari yogurt stater strain dari Steptococus dan Lactobasillus dalam sebuah
chemostat.
Mutualism dan protocooperation lebih sering dijumpai dibandingkan neutralism dan
banyak terlibat dalam berbagai mekanisme. Dalam kedua jenis interaksi ini, keberadaan
masing-masing populasi lain memiliki dampak positif bagi yang lainnya. Pada interaksi
mutualisme, interaksi keduanya penting untuk keselamatan dari kedua spesies. Pada interaksi
protocooperation, interaksinya tidak begitu penting. Salah satu contoh dari interaksi
mutualisme yaitu saling tukar substrat yang dibutuhkan atau penghapusan produk beracun.
Comensalism adalah interaksi dimana salah satu populasi memperoleh keuntungan dari
keberadaan populasi lainnya. Namun, populasi yang lain tidak terpengaruh oleh
keberadaan/kehadiran populasi yang lain (populasi pertama). Contoh dari commensalism tipe
kedua yaitu

penghapusan lactic acid oleh fungi Geotrichium candidum, sehingga

Steeptococcus lactis dapat tumbuh.


Amensalism adalah interaksi yang bersifat kebalikan dari commensalism. Pada
Amensalism, populasi pertama dirugikan oleh keberadaan populasi kedua. Sementara, populasi
kedua tidak terpengaruh oleh keberadaan dari populasi pertama. Macam-macam mekanisme
reaksi yang umum terjadi, yaitu:
Populasi kedua memproduksi senyawa racun yang menghalangi pertumbuhan
populasi Satu
Populasi kedua, menghilangkan nutrisi esensial dari media sehingga membuat
populasi satu menjadi sulit tumbuh
6

Contoh dari interaksi amensalism jenis pertama yaitu pembentukan antibiotic oleh
cetakan tertentu, untuk menghambat pertumbuhan kita.
Predation dan parasitism adalah interaksi dimana salah satu pihak diuntungkan dengan
jumlah pihak lainya. Kedua reaksi ini dibedakan berdasarkan ukuran relatif dari organismenya
dan mekanisme yang terlibat. Predation melibatkan adanya proses menelan mangsa oleh
predator. Salah satu contoh dari predation adalah proses penyelamatan bakteri oleh protozoa.
Interaksi ini lebih sering terjadi pada pengolahan limbah pada reaktor secara aerobic.
Pada parasitism, inangnya (umumnya organisme yang lebih besar) rusak oleh parasit.
Parasit untung dari segi pemenuhan kebutuhan nutrisinya. Slah satu contoh dari interaksi
parasitism ini adalah pengrusakan mikroorganisme oleh microphages.
2. Bagaimana Anda menggambarkan secara matematis sederhana, hubungan interaksi
microbial di alam (kultur campuran)?
Dalam setiap kasus, keseimbangan untuk setiap spesies harus ditulis (organisme, ratelimiting substate atau produk) dan keseimbangan ini akan sama seperti keseimbangan semula.
Model populasi masih terstruktur dalam arti bahwa seluruh biomassa dibagi menjadi subpopulasi yang berbeda.
Persamaan matematis sederhana untuk interaksi kompetisi antara dua spesies dengan
growth-rate-limiting substate yang sama dengan mengikuti aturan Monod yaitu
(2-1)

(2-2)

(2-3)

Jika populasi pertama dana kedua hidup bersama, maka dibutuhkan persamaan
(2-4)

Persamaan diatas dapat diselesaikan untuk yield


(2-5)

Persamaan diatas dapat berarti apabila S 0. Dengan mempertimbangkan dua kasus


yang dapat terjadi untuk persamaan 2-1, yaitu
7

sehingga S selalu kurang dari 0 dan kehadirannya


menjadi impossible.

Nilai S dapat diperoleh dari persamaan 2-5, sehingga populasi dapat hadir. D yang
sesuai untuk titik crossover yaitu Dc.
Persamaan untuk interaksi mutualisme dalam chemostat. Dalam kasus ini, terdapat

dua populasi, yaitu A dan B. A menghasilkan produk PA dan B menghasilkan produk PB.
Organisme B membutuhkan PA untuk tumbuh sementara A membutuhkan PB. Masukkan
dalam chemostat mengandung semua nutrisi yang dibutuhkan kecuali P A dan PB.
Untuk kasus ini, deskripsi umunya menjadi
(2-6)
(2-7)

(2-8)

(2-9)

Jika pertumbuhan A dan B dibatasi oleh S, maka perlu dipertimbangkan pula


(2-10)

Catatan:
adalah yield biomass dari B menggunakan PA sebagai substrat.
adalah jumlah PA yang dibuat per unit massa A
Mengangga kondisi yang berlangsung yaitu mutualisme, dan mengabaikan persamaan 210.
sehingga laju produksi PA dan PB harus lebih besar yang yang
dikonsumsi
(2-11)

(2-12)
dan

(2-13)

Kemudian diikuti oleh


(2-14)

atau

Maka
Untuk interaksi antara protozoa (predator) dan bakteri (prey) dalam chemostat,
keseimbangan berikut dapat ditulis untuk substrat, prey dan predator.

(2-15)

Substrat:

(2-16)

Prey :
(2-17)

Predator:
Dengan

dan

adalah koefisien yield untuk pertumbuhan prey pada substrat

dan pertumbuhan predator pada prey.


Model Lotka-Volterra menganggap pertumbuhan eksponensial dari spesies mangsa
dengan menganggap tidak adanya predator dan mengabaikan pemanfaatan substrat oleh
spesies mangsa menurut bentuk Monod. The Lotka-Volterra osilasi tergantung pada
kondisi awal dan mengubah amplitudo dan frekuensi mereka ketika terdapat sebuah
gangguan eksternal. Jenis osilasi ini disebut soft osilasi. Model lainnya berdasarkan
ekspresi tingkat Monod menjelaskan osilasi yang lebih stabil dan berkelanjutan di alam,
yang independen dari kondisi awal (yaitu, hard osilasi).

3. Apa yang anda ketahui tentang Bioremediasi? Bagaimana proses ini dilakukan?
Jawab:
Bioremediasi berasal dari dua kata yaitu bio dan remediasi yang dapat diartikan sebagai
proses dalam menyelesaikan masalah. Bio yang dimaksud adalah organisme hidup, terutama
mikroorganisme yang digunakan dalam pemanfaatan pemecahan atau degradasi bahan
pencemar lingkungan menjadi bentuk yang lebih sederhana dan aman bagi lingkungan tersebut.
9

Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan


memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran atau polutan. Yang termasuk
dalam polutan antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa
organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, dan lain-lain. Bioremediasi mempunyai
potensi menjadi salah satu teknologi lingkungan yang bersih, alami, dan paling murah untuk
mengantisipasi masalah-masalah lingkungan.
Menurut Ciroreksoko (1996), bioremediasi diartikan sebagai proses pendegradasian
bahan organik berbahaya secara biologis menjadi senyawa lain seperti karbondioksida (CO2),
metan, dan air. Sedangkan menurut Craword (1996), bioremediasi merujuk pada penggunaan
secara produktif proses biodegradatif untuk menghilangkan atau mendetoksi polutan (biasanya
kontaminan tanah, air dan sedimen) yang mencemari lingkungan dan mengancam kesehatan
masyarakat. Jadi bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi masalah
lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud
adalah khamir, fungi (mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri yang berfungsi sebagai agen
bioremediator. Selain dengan memanfaatkan mikroorganisme, bioremediasi juga dapat pula
memanfaatkan tanaman air. Tanaman air memiliki kemampuan secara umum untuk
menetralisir komponen-komponen tertentu di dalam perairan dan sangat bermanfaat dalam
proses pengolahan limbah cair (misalnya menyingkirkan kelebihan nutrien, logam dan bakteri
patogen). Penggunaan tumbuhan ini biasa dikenal dengan istilah fitoremediasi.
Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu :
a. Biostimulasi
Biostimulasi adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang
sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang
diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada dalam
jumlah sedikit, maka harus ditambahkan mikroba dalam konsentrasi yang tinggi sehingga
bioproses dapat terjadi. Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya
diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium
di perbanyak dan dikembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses. Namun
sebaliknya, jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan
lambat atau mati. Secara umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area
yang tercemar.
b.

Bioaugmentasi
Bioaugmentasi merupakan penambahan produk mikroba komersial ke dalam limbah

cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi. Cara ini paling
sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Hambatan
10

mekanisme ini yaitu sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroba dapat
berkembang dengan optimal. Selain itu mikroba perlu beradaptasi dengan lingkungan
tersebut. Menurut Munir (2006), dalam beberapa hal, teknik bioaugmentasi juga diikuti
dengan penambahan nutrien tertentu.
Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam
bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing kemungkinan
sulit untuk beradaptasi.
c. Bioremediasi Intrinsik
Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.
Bioremediasi berdasarkan lokasi terdapat 2 macam yaitu:
a. In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses bioremediasi
yang digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut). Proses bioremadiasi in
situ pada lapisan surface juga ditentukan oleh faktor bio-kimiawi dan hidrogeologi.

Gambar 3.1. Bioremediasi In Situ


Sumber: http://www.chickadeeusa.com/site%20remediation_files/image022.jpg
b. Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut lalu
ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal. Lalu diberi
perlakuan khusus dengan memakai mikroba. Bioremediasi ini bisa lebih cepat dan
mudah dikontrol dibanding in-situ, ia pun mampu me-remediasi jenis kontaminan dan
jenis tanah yang lebih beragam.

Proses utama pada bioremediasi adalah biodegradasi, biotransformasi dan biokatalis.


Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi
polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut. Enzim mempercepat proses
11

tersebut dengan cara menurunkan energi aktivasi, yaitu energi yang dibutuhkan untuk memulai
suatu reaksi. Pada proses ini terjadi biotransformasi atau biodetoksifikasi senyawa toksik
menjadi senyawa yang kurang toksik atau tidak toksik. Pada banyak kasus, biotransformasi
berujung pada biodegradasi. Degradasi senyawa kimia oleh mikroba di lingkungan merupakan
proses yang sangat penting untuk mengurangi kadar bahan-bahan berbahaya di lingkungan,
yang berlangsung melalui suatu seri reaksi kimia yang cukup kompleks dan akhirnya menjadi
metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Misalnya mengubah bahan kimia menjadi
air dan gas yang tidak berbahaya misalnya CO2.
Dalam proses degradasinya, mikroba menggunakan senyawa kimia tersebut untuk
pertumbuhan dan reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi. Enzim yang dihasilkan juga
berperan untuk mengkatalis reaksi degradasi, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama
untuk mencapai keseimbangan. Lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya
dapat dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami seperti
hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya, terutama tahap
akhir metabolisme umumnya berlangsung melalui proses yang sama.

Gambar 3.2. Prinsip Utama Metabolisme Mikroorganisme (sumber: Cookson, 1995)


Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada pengolahan air limbah yang mengandung
senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi dan biasanya dihubungkan dengan
kegiatan industri, antara lain logam berat.
Prinsip dasar dalam pengolahan air tercemar secara biologi pada dasarnya adalah
meniru proses alami self purification di sungai dalam mendegradasi polutan melalui peranan
mikroorganisme. Peranan mikroorganisme pada proses self purification ini pada prinsipnya ada
dua yaitu, pertumbuhan mikroorganisme menempel dan tersuspensi. Mikroorganisme yang
menempel biasanya pada suatu permukaan seperti pada batuan atau tanaman air, kemudian
diaplikasikan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) misalnya dengan sistem trickling
filter. Sedangkan mikroorganisme yang tersuspensi dalam air yang tercemar diaplikasikan pada
12

IPAL dengan sistem lumpur aktif konvensional menggunakan bak aerasi maupun sistem SBR
(Sequence Batch Reactor).

Gambar 3.3. Bioremediasi pada Pengolahan Air Limbah (sumber: Priadie, 2012)
Peniruan proses alami self purification di sungai dalam mendegradasi polutan untuk
bioremediasi air tercemar memerlukan beberapa tahapan lain. Tahapan tersebut meliputi isolasi
bakteri, pengujian bakteri dalam mendegradasi zat pencemar, identifikasi, dan perbanyakan
bakteri.

Gambar 3.4 Ilustrasi Perbanyakan Bakteri untuk Bioremediasi (sumber: Priadie, 2012)
Tujuan mengisolasi bakteri adalah untuk mendapatkan bakteri yang diinginkan dengan cara
mengambil sampel mikroba dari lingkungan yang ingin diteliti. Sampel kemudian dikultur/
dibiakkan dengan menggunakan media universal atau media selektif, setelah itu media yang
mengandung mikroorganisme diinkubasi selama beberapa hari. Dari hasil inkubasi tersebut
diperoleh koloni-koloni bakteri untuk selanjutnya akan diambil koloni yang dominan untuk
diamati dan dibuat subkultur murninya untuk digunakan dalam penurunan zat pencemar
4. Bagaimana peranan mikroorganisme dalam Bioremediasi ?
Jawab:
Tujuan utama dalam bioremediasi adalah untuk menstimulasi mikroorganisme dengan
nutrisi-nutrisi dan zat kimia lainnya yang dapat membuat mikroorganisme menghancurkan
13

kontaminan. Pengaplikasian bioremediasi saat ini masih bergantung terhadap mikroba asal
yang ada ditempat terjadinya pencemaran, membiakan mereka dengan cara menyuplai mereka
dengan tingkatan nutrisi dan zat kimia lain yang optimum untuk metabolisme mikroorganisme.
Pada akhirnya, saat ini sistem bioremediasi masih terbatas dengan kemampuan dari mikroba
asal( native). Sehingga pada saat ini para peneliti sedang mencari solusi untuk menambahkan
mikroba yang bukan berasal dari tempat asal terjadinya peristiwa kontaminasi. Hal ini sangat
mungkin karena mengingan proses bioaugmentasi dapat memperbesar cakupan dari sistem
bioremediasi.
Pemanfaatan reaksi mikrobiologis bagi kepentingan manusia adalah pengkomposan
sampah organik. Kemampuan mikroba dalam menguraikan pencemar organik terurai
(biodegradable organics) juga diterapkan dalam upaya pengurangan konsentrasi pencemar
organik di dalam tanah, air dan lumpur yang selanjutnya menjadi definisi dari bioremediasi.
Reaksi metabolisme mikrobiologis untuk menguraikan senyawa organik merupakan
suatu reaksi redoks (reduksi-oksidasi) yang dilakukan oleh mikroba. Sebagai suatu reaksi
redoks, reaktan yang ada berperan sebagai:

Donor Elektron: atau reaktan yang memiliki kelebihan elektron sehingga mampu
memberikan elektronnya ke reaktan lain. Bahan organik dalam pencemar merupakan
contoh donor elektron yang disebut juga sebagai substrat (makanan) atau sumber
energi.

Akseptor elektron; atau reaktan yang menerima kelebihan elektron dari reaktan lain.
Oksigen merupakan contoh akseptor elektron dalam proses bioremediasi dalam
kondisi aerobik yang juga disebut sebagai oksidator.
Bioremediasi berlangsung akibat aktivitas enzim yang di suplai oleh mikroorganisme

untuk mengkatalis pemusnahan bahan-bahan kontaminan. Reaksi kimia tersebut merupakan


reaksi oksidasi-reduksi yang penting untuk menghasilkan energi bagi mikroorganisme.
Bioremediasi membutuhkan kehadiran sumber energi yang sesuai, sistem donor-akseptor
elektron, dan nutrien. Prinsip metabolisme mikrobial pada bioremediasi ditunjukkan oleh
Gambar 1. Metabolisme mikrobial dalam bioremediasi dapat berlangsung pada kondisi aerobik
maupun anaerobik. Mikroorganisme aerobik dan reaksi aerobik membutuhkan kehadiran
oksigen molekular yang berperan sebagai akseptor elektron (respirasi). Reaksi anaerobik
berlangsung tanpa kehadiran oksigen molekular. Reaksi ini terbagi menjadi respirasi anaerobik,
fermentasi, dan fermentasi metana.

14

Gambar 4.1. Metabolisme mikrobial dalam bioremediasi


Sumber : http://www.nap.edu/read/2131/chapter/4#18
Mikroba mendegradasi kontaminan karena dalam prosesnya mereka mendapatkan
energi yang bisa membuat mereka tumbuh dan bereproduksi. Mikroba mendapatkan energi dari
kontaminan dengan memutuskan ikatan kimia dan mentransfer elektron dari kontaminan ke
sebuah akseptor elektron, sebagai contoh oksigen. Mereka menginvestasikan energi bersamaan
dengan elektron dan karbon dari kontaminan untuk memproduksi sel yang lebih banyak.
Dalam bioremediasi, sistem aerobik lebih banyak digunakan karena lebih efisien
daripada sistem anaerobik. Efisiensi bioremediasi dipengaruhi oleh lingkungan, fisik, dan kimia
(Eweis, 1998). Lingkungan memberikan pengaruh yang besar dalam proses bioremediasi.
Kondisi lingkungan yang optimal bagi pertumbuhan mikroba sebagai pelaku utama
pendegradasi pencemar sangat diperlukan. Mikroorganisme sangat sensifit terhadap perubahan
temperatur, pH, ketersediaan nutrien, oksigen, dan kelembaban. Faktor fisik yang penting bagi
mikroba adalah ketersediaan zat pencemar sebagai sumber energi, air, dan aseptor elektron.
Air dibutuhkan karena mikroba mendapatkan karbon organik, nutrien inorganik, dan
aseptor elektron untuk pertumbuhannya dalam kondisi terlarut. Aseptor elektron untuk
pertumbuhannya dalam kondisi terlarut. Aseptor elektron terakhir yang paling banyak
digunakan oleh mikroba dalam sistem respirasinya adalah oksigen.
Ketersediaan oksigen terbatas, mikroba dapat menggunakan aseptor elektron yang lain
diantaranya NO3-, NO2-, SO42- dan CO2. Sedangkan faktor kimia yang penting dalam
bioremediasi adalah struktur molekul zat pencemar.

5. Hal-hal penting apakah yang harus diperhatikan dalam proses Bioremediasi ?


Jawab:
Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim. Dengan
demikian mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi hidrokarbon
15

perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan kondisi dan penambahan suplemen yang
sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi proses
bioremediasi, yang meliputi kondisi tanah, temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia.
1) Lingkungan/Tanah
Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung kelancaran aliran
nutrient, enzim-enzim mikrobial dan air. Terhentinya aliran tersebut akan mengakibatkan
terbentuknya kondisi anaerob sehingga proses biodegradasi aerobik menjadi tidak efektif.
Kelembaban tanah juga penting untuk menjamin kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di
dalam tanah.
2) Temperatur
Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokarbon adalah 30-40C. Pada temperatur
yang rendah, viskositas minyak akan meningkat mengakibatkan volatilitas alkana rantai pendek
yang bersifat toksik menurun dan kelarutannya di air akan meningkat sehingga proses
biodegradasi akan terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap lokasi tempat dilaksanakannya
bioremediasi
3) Oksigen
Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun kapang adalah
oksidasi substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan demikian tersedianya oksigen
merupakan syarat keberhasilan degradasi hidrokarbon minyak. Ketersediaan oksigen di tanah
tergantung pada (a) kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme tanah, (b) tipe tanah dan (c)
kehadiran substrat lain yang juga bereaksi dengan oksigen. Terbatasnya oksigen, merupakan
salah satu faktor pembatas dalam biodegradasi hidrokarbon minyak
4) pH.
Pada tanah umumnya merupakan lingkungan asam, alkali sangat jarang namun ada yang
melaporkan pada pH 11. Penyesuaian pH dari 4,5 menjadi 7,4 dengan penambahan kapur
meningkatkan penguraian minyak menjadi dua kali. Penyesuaian pH dapat merubah kelarutan,
bioavailabilitas, bentuk senyawa kimia polutan, dan makro & mikro nutrien. Ketersediaan Ca,
Mg, Na, K, NH4+, N dan P akan turun, sedangkan penurunan pH menurunkan ketersediaan
NO3- dan Cl- . Cendawan yang lebih dikenal tahan terhadap asam akan lebih berperan
dibandingkan bakteri asam.
5) Kadar H2O dan karakter geologi.
Kadar air dan bentuk poros tanah berpengaruh pada bioremediasi. Nilai aktivitas air
dibutuhkan utk pertumbuhan mikroba berkisar 0.9 - 1.0, umumnya kadar air 50-60%.
Bioremediasi lebih berhasil pada tanah yang poros.
Tabel 5.1. Jenis-jenis Mikroba Berdasarkan beberapa faktor untuk kebutuhan pertumbuhan

16

6) Keberadaan zat nutrisi.


Untuk hidrokarbon ditambah nitrogen & fosfor, dapat pula dengan makro & mikro nutrisi
yang lain. Mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon, energy dan
keseimbangan metabolisme sel sehingga proses degradasi oleh mikroorganisme berlangsung
lebih cepat dan pertumbuhannya meningkat.
7)

Interaksi antar Polusi.


Fenomena lain yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam mengoptimalkan aktivitas

mikroorganisme untuk bioremediasi adalah interaksi antara beberapa galur mikroorganisme di


lingkungannya. Salah satu bentuknya adalah kometabolisme. Kometabolisme merupakan
proses transformasi senyawa secara tidak langsung sehingga tidak ada energy yang dihasilkan.
Jenis jenis Nutrisi yang Dibutuhkan Mikroba
1) Makronutrien
Makronutrien atau yang sering disebut juga dengan unsur makro ini diperlukan dalam
jumlah besar, terdiri lebih dari 1% berat sel kering.
Table 5.2. Elemen Makronutrien yang diperlukan oleh mikroba [disarikan dari Warne, 2014]
Unsur
Karbon

% berat
kering
50

Oksigen

20

Nitrogen

14

Sumber

Fungsi

Senyawa organik
atau CO2
H2O, Senyawa
organik, CO2, dan
O2

Penyusun utama material sel

NH3, NO3,
senyawa-senyawa
organik, N2

Penyusun material sel dan air sel;


O2 adalah penadah elektron
(electron acceptor) pada respirasi
aerobik
Penyusun asam amino, asam
nukleat, nukleotida, dan koenzim

17

Hidrogen

H2O, senyawasenyawa organik,


H2

Phosphorus

phosphates (PO4)
anorganik

Penyusun senyawa-senyawa
organik dan air sel. Penting juga
dalam pembangkitan energi
sebagai proton.
Penyusun asam nukleat,
nukleotida, phospholipida, LPS,
asam teikoat

Unsur dan molekul pembentuk mikroorganisme bervariasi, umumnya didominasi oleh air
yang berjumlah sekitar 70% dan protein yang jumlahnya sekitar 15%. Unsur lain pembentuk
mikroorganisme adalah karbon (C), oksigen (O), hidrogen (H), nitrogen (N), fosfor (P), dan
sulfur (S). Elemen-elemen tersebut sangat diperlukan untuk membentuk membran, protein,
asam nukleat dan struktur-struktur lainnya.
2) Mikronutrien
Unsur mikro ini diperlukan oleh mikroba untuk menyusun komponen selulernya.
Terdiri dari 1% atau kurang berat sel kering.
Tabel 5.3. Nutrisi Mikro: sumber serta fungsinya dalam sel bakteri [disarikan dari Warne,
2014]
Nutrisi
Sumber
Fungsi
mikro
Sulfur

SO4, H2S, S, senyawaan


sulfur organic

Penyusun cystein, methionin, glutathion,


beberapa co-enzym

Kalium

Garam-garam kalium

Sumber katio dan co-factor bagi enzim


tertentu

Magnesium 0.5 Garam-garam Magnesium

Kation sel, co-factor bagi reaksi-reaksi


enzimatik tertentu

Kalsium

0.5

Garam-garam Kalsium

Kation sel, co-factor bagi enzim-enzim


tertentu dan penyusun endospora

Besi

0.2

Garam-garam besi

Penyusun cytokrom dan protein lainnya,


serta co-factor bagi beberapa reaksi-reaksi
enzimatik

*Ditimbang dari pertumbuhan sel E. coli pada fasa pertumbuhan eksponensial


3) Unsur-unsur ringan (Trace element)
Selain nutrisi mikro, ada sejumlah Unsur-unsur ringan, yaitu senyawaan yang
diperlukan dalam jumlah kecil untuk menyusun komponen seluler. Unsur ringan atau nutrisi
mikro ini diperlukan dalam jumlah kurang dari 0,1% dan jumlah pastinya hampir mustahil
diukur.
18

Tabel 5.4. Peran yang dimainkan oleh unsur-unsur ringan pada metabolisma.
Elemen

Contoh Fungsi

Kobalt

Bagian dari vitamin B12, yang digunakan untuk membawa gugus methyl.

Seng

Peran struktural pada beragam enzim termasuk DNA polimerase.

Mo

Reaksi-reaksi tertentu yang melibatkan asimilasi nitrogen. Dijumpai pada


reduktase nitrat dan nitrogenase.

Cu

Peran katalisis pada beragam enzim yang bereaksi dengan oksigen. Sebagai
contoh: cytochrome oxidase.

Mn

Diperlukan oleh sejumlah enzim pada situd katalitik. Enzim-enzim


photosintetis tertentu menggunakan mangan (Mn) untuk memecah air
menjadi oksigen dan proton.

Ni

Beberapa enzim-enzim yang berbeda, termasuk yang terlibat dalam


metabolisma karbon monoksida, metabolisma urea dan methanogenesis.

Table 5.5. Pengelompokan mikroba berdasarkan sumber energi, karbon, dan elektron [Warne,
2014]
Sumber
Sumber
Sumber
Tipe Nutrisional
Contoh
Energi
Karbon
Elektron
Senyawa
Cyanobakteri
Fotoautotrofik
anorganik
Cahaya
CO2
oscillatoria
litotrof
(H2O /
Anabaena
H2S)
Fotoheterotrofik
Senyawa Senyawa
Cahaya
Rhodobacter sphaeroides
organotrof
organik
organik
Kimiawi
Kemoautotrofik
Senyawa
(H2, NH3,
CO2
Nitrosomonas europaea
litotrof
anorganik
H2S)
Kemoheterotrofik Senyawa Senyawa Senyawa
Escherichia coli
organotrof
organik
organik
organik

6. Bagaimana mengukur keefektifan proses bioremediasi di lapangan?


Keefektifan bioremediasi sangat ditentukan oleh konsentrasi mikrob pendegradasi
cemaran, konsen trasi cemaran, faktor fisik seperti suhu dan pH optimum, dan faktor kimia
seperti ketersediaan oksigen dan nutrien Bouwer, 1992. Menurut Madigan et al. 1997 status
nutrien tanah merupakan faktor utama yang mempengaruhi aktivitas mikrob, dan daerah
yang paling tinggi aktivitasnya terdapat di lapisan alas tanah terutarna di rizosfer. Jumlah
dan aktivitas mikrob bergantung pada jumlah kandungan dan keseimbangan nutrien yang
ada, kelembaban, temperatur, bahan-bahan toksin, kekuatan agregat dan agen biologis.

19

Keefektifan lingkungan dapat diukur dari menurunnya kadar zat yang menjadi
tujuan utama bioremediasi dalam jangka waktu yang ditentukan. Jika penurunan lebih
cepat dari waktu yang diberikan maka bisa dikatakan bioremediasi tersebut lebih efektif.
Satu kali siklus bioremediasi yang efektif memerlukan waktu maksimal 8 bulan
sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 128/2003. Jenis dan
jumlah materi yang akan dibersihkan, konsentrasi paparan rata-rata, kondisi cuaca selama
pengolahan dan pilihan tempat pengolahan menentukan waktu dan keberhasilan
bioremediasi.
Prospek bioremediasi yang berhasil juga sebaiknya melakukan pengendalian
terhadap transport kontaminan, misalnya dengan membuat penutup untuk
mengumpulkan materi volatil atau membuat sumur monitor untuk mendeteksi
migrasi kontaminan. Pada saat yang sama, diperlukan bukti bahwa biodegradasi telah
terjadi. Bukti tersebut dapat berupa kenaikan aktivitas mikrorganisme, kenaikan
pelepasan karbondioksida, kenaikan pengambilan oksigen, atau kehadiran produkproduk metabolit.
Kemampuan lingkungan sering diistilahkan dengan daya dukung lingkungan, daya
toleransi daan daya tenggang, atau istilah asingnya disebut carrying capacity. Sehubungan
dengan baku mutu lingkungan, ada istilah nilai ambang batas yang merupakan batas-batas
daya dukung, daya tenggang dan daya toleransi atau kemampuan lingkungan. Nilai ambang
batas tertinggi dan terendah dari kandungan zat-zat, makhluk hidup atau komponenkomponen lain dalam setiap interaksi yang berkenaan dengan lingkungan khususnya yang
mempengaruhi mutu lingkungan. Jadi jika terjadi kondisi lingkungan yang telah melebihi
nilai ambang batas (batas maksimum dan minimum) yang telah ditetapkan berdasarkan
baku mutu lingkungan maka dapat dikatakan bahwa lingkungan tersebut telah tercemar.
Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,
atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia
sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. (Menurut UURI
No. 32 Th 2009 ttg Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)
Bioremediasi merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip proses biologi untuk
mengolah perairan, tanah dan udara yang terkontaminasi zat-zat kimia berbahaya.
Keberhasilan bioremediasi seringkali diukur dari persen reduksi konsentrasi
20

kontaminan hingga kurang atau minimal sama dengan baku mutu lingkungan hidup
yang sudah ditentukan.
a) Baku mutu udara
Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang
berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan
mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya.
Mutu udara ambien adalah kadar zat, energi, dan/atau komponen lain yang ada di udara
bebas. Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau
komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam udara ambien.
Tabel 6.1. Baku mutu udara untuk kriteria polutan

Sumber: EPA, 2012


b) Baku Mutu Air
i.

Standar Kontaminan Air

Konsentrasi zat berbahaya pada kelas I dan II berada di bawah limit deteksi. Pada kelas
III keberadaan zat tersebut sudah bisa dideteksi tetapi konsentrasinya masih di bawah nilai
kronis dan akut. Dan untuk kelas IV merupakan baku mutu air untuk kehidupan akuatik.
Kelas V mengindikasikan air sudah tercemar dan dapat membahayakan kehidupan akuatik.

21

Tabel 6.2. Standar statistic ECE klasifikasi freshwater quality untuk maintenance
kehidupan akuatik

Sumber: UNECE, 1994

ii. Perhitungan Kadar Oksigen


Bahan pencemar adalah jumlah berat zat pencemar dalam satuan waktu tertentu
yang merupakan hasil perkal ian dari kadar pencemar dengan debit limbah cair
22

(SK Gub. No.61 tahun 1999). Parameter yang juga dapat digunakan untuk
mengukur kadar bahan pencemar antara lain :

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO)


Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad
hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang
kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan.
Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik
dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu
perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis
organisme yang hidup dalam perairan tersebut (SALMIN, 2000). Kandungan
oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak
tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen terlarut
minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme (SWINGLE,
1968).

BOD (Biochemical Oxygent Demand)


Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen
yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada
kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini
digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh
dari proses oksidasi (PESCOD,1973).

COD (Chemical Oxygent Demand)

TSS (Total Suspended Solid)

Tabel 6.3. Tingkat pencemaran perairan berdasarkan nilai DO den BOD

c) Baku Mutu Tanah


Baku mutu tanah dapat ditentukan dengan beberapa kriteria antara lain:
i. Dengan standar kontaminan tanah

23

Tabel 6.4. Standar kontaminan tanah golongan senyawa organik

Sumber: Ministry for the Environment. 2012


Tabel 6.5. Standar kontaminan tanah golongan senyawa anorganik

Sumber: Ministry for the Environment. 2012

ii. Uji Pytotoxic


Evaluasi toksiksitas pada kompos dilakukan dengan tes biologi. Analisa phytotoxic
menggunakan metode seed germination index (Mitelut dan Popa, 2011). Uji phytotoxic
digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan benih (cm panjang akar) menggunakan
berbagai variasi konsentrasi ekstrak kompos. Benih yang digunakan adalah Lactuca
sativa. Perhitungan nilai germination index adalah sebagai berikut
(6.1)

24

Keterangan:
Gi

: germination index

: jumlah benih yang tumbuh pada ekstrak kompos Go


: jumlah benih yang tumbuh pada blanko

: panjang akar pada ekstrak kompos Lo


: panjang akar pada blanko
Germination index (GI) adalah parameter yang sangat sensitive yang digunakan untuk

mengevaluasi toksisitas suatu tanaman terhadap bahan tertentu. GI dihitung dengan cara
mengombinasikan kecambahan biji relatif dengan perpanjangan akar relatif. Menurut
Zucconi et al., 1981 dalam Gao et al., 2010 menyatakan jika Germination index di atas 80%
maka tanah dapat dikatakan bebas dari senyawa yang bersifat toksik bagi tanaman.
iii. Studi aliran massa
Studi aliran massa C organik dilakukan dengan menghitung kesetimbangan C
selama siklus hidup material. C organik selama siklus hidup material adalah C organik
pada proses degradasi anaerob. Aliran massa C organik pada proses degradasi anaerob
yaitu:
% C input = % C output
% C input + % C udara input = % C kompos yang tertahan + % C udara emisi+ %C tidak
teridentifikasi
% C udara = % C gas CO2 + % C gas CH4
Keseimbangan massa (input/output aliran massa) dari proses degradasi anaerob bermanfaat
untuk memahami kesetimbangan karbon dan nutrisi; mengukur hasil biodegradasi dan
efisiensi proses; mengevaluasi kontribusi dari proses degradasi anaerob pada siklus unsur
terutama ketika hasil degradasi anaerob diterapkan untuk lahan pertanian (Schievano dkk.,
2011). Kesetimbangan karbon organik merupakan jumlah karbon organik pada awal proses
sama dengan karbon organik pada akhir proses.
Jika proses degradasi berlangsung sempurna maka nilai seluruh karbon organik yang
terdegradasikan sama dengan gas yang diemisikan (CO2 dan CH4). Karbon yang tidak
teridentifikasi adalah karbon yang hilang / tidak diketahui dalam proses. Nilainya adalah
selisih antara karbon yang didegradasi dengan karbon yang diemisikan. Nilai karbon yang
tidak teridentifikasi dibandingkan dengan karbon yang seharusnya diemisikan disebut galat.
Semakin besar nilai karbon yang tidak teridentifikasi maka semakin besar nilai galatnya

25

7. Bagaimana mengoptimalkan proses bioremediasi?


Jawab:
Kunci utama bioremediasi adalah pada tahap degradasi mikroorganisme. Supaya proses
tersebut dapat berlangsung optimal, diperlukan kondisi lingkungan yang sesuai dengan
kebutuhan pertumbuhan dan perkembangangbiakan mikroorganisme. Tidak terciptanya kondisi
yang optimum akan mengakibatkan aktivitas degradasi biokimia mikroorganisme tidak dapat
berlangsung dengan baik, sehingga senyawa-senyawa beracun menjadi persisten di lingkungan.
Agar tujuan tersebut tercapai diperlukan pemahaman akan prinsip-prinsip biologis tentang
degradasi senyawa-senyawa beracun, pengaruh kondisi lingkungan terhadap mikroorganisme
yang terkait dan reaksi-reaksi yang dikatalisnya. Salah satu cara untuk meningkatkan
bioremediasi adalah melalui teknologi genetik. Teknologi genetik molekular sangat penting
untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi.
Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang
bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.
Pengelolaan yang efektif dan efisien dalam program bioremediasi dapat mempercepat proses
dan menghasilkan tanah yang bersih dan aman dalam siklus 3- 4 bulan. Lokasi pengolahan dan
kapasitasnya didisain dan dibangun secara terencana untuk mampu menampung dan mengolah
volume tanah yang mungkin terpapar dalam periode mendatang.

Gambar 7.1. Contoh proses bioremediasi tanah yang telah dioptimalkan


Sumber: Kepmen Lingkungan Hidup 128/2003

26

Pendekatan umum yang dilakukan untuk meningkatkan kecepatan biotransformasi ataupun


biodegradasi adalah dengan cara :

Seeding, atau mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indigenous (bioremediasi


instrinsik) dan/atau penambahan mikroorganisme exogenous (bioaugmentasi.

Feeding, atau dengan memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi


(biostimulasi) dan aerasi (bioventing).

8. Berikan contoh proses bioremedaisi di lingkungan! (pilih salah satu kasus di


lapangan)
Jawab:

Gambar 8.1: Deep water horizon


Sumber: http://www.natureworldnews.com/articles/8491/20140811/oil-eaters-deepwaterhorizon-spill-nature-cleans-up.htm
Deep water horizon oil spill merupakan salah satu kasus bocornya tumpahan minyak
sepanjang sejarah.Peristiwa ini terjadi pada 20 April 2010 di Teluk Meksiko. Kurang lebih
780.000.000 barel mnyak mentah bocor ke laut. Tumpahan minyak tersebut bertahan selama 3
bulan.
Peristiwa ini terjadi saat terjadi ledakan setelah mencoba mengebor sumur baru, tekanan
yang tinggi tiba-tiba keluar dan tidak dpaat dikontrol. Gas methane yang berasal dari dasar
sumur segera melesat menuju atas melewati kolom pengeboran, lalu menuju platform, dan
kemudian meledak.
Peristiwa ini memiliki akibat yang sangat fatal terhadap lingkungan. Untuk sementara,
teluk Meksiko tercemar oleh tumpahan minyaak. Tumpahan minyak ini memiliki efek yang
sangat buruk terhadap ekosistem di Teluk Meksiko. Minyak yang tumpah dapat menyebar di
bagian permukaan laut, atau bergumpal membentul bola-bola minyak yang tentunya beracun
dan dapat mengakibatkan kematian biota laut.
Tumpahan minyak dapat memengaruhi hewan melalui paparan (kontak langsung);
penelanan; dan penghirupan. Pada peristiwa deep water horizon oil spill ini, terdapat 6000
pernyu laut yang terkena dampak tumpahan minyak. Hal ini terjadi karena saat peristiwa ini
27

terjadi, sedang musim penetasan telur. Selain penyu, lumba-lumba juga menjadi korban dalam
peristiwa ini beserta biota laut lainnya.
Proses pembersihan tumpahan minyak telah dilakukan, berikut adalah usaha
pembersihan tumpahan minyak dengan bantuan alam/naturally:
a. Oil dispersion & Evaporation
24% dari total tumpahan minyak telah di evaporaiskan
b. Photolisis

UV

Hydrocarbon

water soluble compounds (toxic!)

Reaksi fotolisis dapat dirumuskan dalam reaksi di atas. Namun, hasil photolisis ini
meskipun dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi tumpahan minyak,
ternyata malah menyebabkan masalah lain yaitu berupa senyawa berbahaya.
c. Biodegradasi
Mikroba digunakan untuk mendegradasi hidrokarbon sebagai sumber energi
mereka. Semakin banyak jumlah mikroba maka semakin banyak minyak yang dapat
didegradasi.
d. Settling
Dengan cara menempatkan tumpahan minyak untuk terkumpul di dasar samudra.
Selain itu, usaha lainnya berupa booms dengan mengumpulkan minyak di permukaan
pada tempat-tenpat tertentu; menggunakan skimmer untuk memvacuum bagian atas lapisan
minyak; sorbent untuk menyerap minyak; In situ burning; chemical dispersant untuk memecahmecah hidrokarbon menjadi lebih kecil lagi sehingga mudah didegradasi oleh mikroba. Usahausaha tersebut memiliki kekurangan amsing-maisng seperti kurang efisien serta menambah
masalah baru.
Solusi lain untuk mengatasi masalah ini adalah dengan melakukan bioremediasi.
Bioremediasi yang dimaksud disini adalah penggunaan mikroorganisme untuk mendegradasi
polutan kimia dalam hal ini hidrokarbon. Bioremediasi memiliki efek ke lingkungan paling baik
di banding yang lain juga memiliki efisiensi yang tinggi.
Langkah bioremediasi yang pertama adalah dengan menggunakan mikroba asli teluk
meksiko. Mikroba yang secara alamiah memakan minyak ditemukan di Teluk Meksiko.
Mikroba tersebut memang sudah beradaptasi dengan baik dengan lingkungan tumpahan
minyak/hidrokarbon karena mereka menggunakan hirokarbon sebagai sumber energi mereka.
Sehingga mikroba pemakan minyak digunakan sebagai langkah bioremediasi di Teluk
Meksiko. Namun, beberapa tantangan dihadapi apabila menggunakan langkah ini diantranya
waktu untuk mendegradasi yang relatif lama sehingga kurang efisien. Hal ini dapat diakali
dengan menggunakan genetically modified mikroba namun juga memngalami hambatan seperti
mikroba buatan manusia ini mungkin saja kurang bisa beradaptasi dengan baik pada lingkungan
ekosistem yang kompleks dibanding mikroba alami; dan penggunaan chemical dispersant untuk
memecah-mecah hidrokarbon sehingga kemudia mudah untuk didegradasi oleh mikroba,
28

namun penggunaan chemical idspersant emmiliki efek racun terhadap lingkungan. Tantangan
yang kedua adalah kemungkinan terjadinya kekurangan oksigen, akibat bertambahanya jumlah
mikroba karena terdapat banyak hidrokarbon sebagai makanan mereka, padahal di sisi lain
untuk proses memakan dibutuhkan oksigen, sehingga akan menyebabkan banyak oksigen yang
terserap. Apabila hal ini terjadi, dapat menyebabkan kematian biota laut lain akibat kekurangan
oksigen. Tantntangan yang ketiga adalah jutrisi, untuk mempercepat proses degardasi,
dibutuhkan jumlah mikroba yang banyak sehingga dibutuhkan nutrisi yang banyak. Hal ini
diakali dengan melakukan penyebaran nitrogen yang merupakan sumber nutrisi mikroba ke laut
seperti yang dilakukan di Teluk Meksiko.
Langkah bioremediasi lain pada penyelesaian kasus Deep water horizon oil spill adalah
dengan menggunakan arch microbes. Penggunaan mikroba ini terbukti 99,7% efektif untuk
membersihkan oil spill di Louisiana. Arch microbes bekerja di dalam permukaan airdan mampu
untuk mengembalikan dead zone karena kemampuannya menghasilkan oksigen. Strain ini juga
mampu mengonsumsi minyak.
Langkah bioremediasi lain adalah dengan menggunakan PRP. PRP merupakan standar
metode umum yang dilakukan apabila terjadi tumpahan minyak. PRP sendiri terbuat dari
beeswax dan megnadung nitogen, fosfor, dan potassium yang merupakan nutrisi bagi mikroba.
PRP ini akan menyerap hirokarbon seperti cara kerja magnet. Jumlah hidrokarbon yang diserap
bisa sampai 20x berat aslinya.Selanjutnya, mikroba akan datang untuk memcah-mecah
hidrokarbon sekaligus memakan nutrisinya.

Gambar 8.2. Komposisi PRP


Sumber: http://www.slideshare.net/kerin93/bioremediation-on-deep-horizon-oil-spill
Nutrisi pada PRP menyebabkan mirkoba untuk terus memakan hidrokarbon sampai
nutrisi di PRP habis. Mikroba yang menempel pada PRP hanya memiliki waktu hidup yang
singkat karena keterbatasan jumlah nutrisi yang dikandungnya. Sehinga hal ini tidak
menyebabkan blooming population dari mikroba tersebut.
Langkah bioremediasi lain adalah penggunaan kapas. Digunakannya kapas dikarenakan
alasan kapas memiliki kemampuan untuk menyerap dan menahan minyak, selain itu kapas
secara alamiah emngandung mikroba yang mengonsumsi minyak dari lingkungan laut. Selain
itu, kapas dapat terdegradasi secara alamiah sehinga tidak mencemari lingkungan.
29

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
a. Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan
mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau
mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun
(karbon dioksida dan air).
b. Jenis-jenis bioremediasi meliputi :
Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu :
1) Biostimulasi, yaitu memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang
sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan
yang diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen.
2) Bioaugmentasi, yaitu penambahan produk mikroba komersial ke dalam limbah cair
untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi.
3) Bioremediasi Intrinsik, terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.
Bioremediasi berdasarkan lokasi, meliputi :
1) In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses
bioremediasi yang digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut).
2) Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut lalu
ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal.
c. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi proses bioremediasi meliputi kondisi
tanah, temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia.
d. Keefektifan lingkungan dapat diukur dari menurunnya kadar zat yang menjadi tujuan
utama bioremediasi dalam jangka waktu yang ditentukan
e. Keberhasilan bioremediasi seringkali diukur dari persen reduksi konsentrasi kontaminan
hingga kurang atau minimal sama dengan baku mutu lingkungan hidup yang sudah
ditentukan
f. Kunci utama bioremediasi adalah pada tahap degradasi mikroorganisme. Supaya proses
tersebut dapat berlangsung optimal, diperlukan kondisi lingkungan yang sesuai dengan
kebutuhan pertumbuhan dan perkembangangbiakan mikroorganisme.

30

DAFTAR PUSTAKA
BAPPEDA TK. I Jawa Timur. (1995). Panduan Pelatihan Manajemen Laboratorium. Surabaya.
Biello, David. 2010. Slick Solution: How Microbes Will Clean Up teh Deep Wtaer Horizon Oil
Spill.

http://www.scientificamerican.com/article/how-microbes-clean-up-oil-spills/.

[Diakses pada 25 April 2016]


Brooker et al. (2008). Biology. McGraw-Hill.
Citroeksoko, P. 1996. Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan. Cibinong : Bumi
Aksara
Cookson, J.T. 1995. Bioremediation Engineering : Design and Application. McGraw-Hill, Inc.
Toronto.
Craword, Ronald L dan Craword, Don L. 2005. Bioremediation: Principles and
Applications. Cambridge University Press
Environmental Protection Agency. 2012. EPA Criteria Air Pollutants. Concord, New
Hampshire
Eweis, Ergas, Chans dan Schoeder (1998) Bioremediation Principles. Mc.Graw-hill, Boston.
Heldal, M., Norland, S., Erichsen, E. S., Sandaa, R. A., Larsen, A., Thingstad, F., & Bratbak,
G. (2011). Mg2+ as an indicator of nutritional status in marine bacteria. The ISME
journal, 6(3), 524-530.
Kepmen Lingkungan Hidup 128/2003
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 61Tahun 1999 tentang Baku
Mutu Air Limbah Rumah Sakit di Jawa Timur
Madigan, M.T., J.M. Martinko & J. Parker. 1997. Brock's Biology of Microorganisms. Ed. ke8. Englewood Cliffs: Prentice Hall. Dalam jurnal Agus Irianto dan Syamsul Komar. 2000.
Purwokert
Ministry for the Environment. 2012. Users Guide: National Environmental Standard for
Assessing and Managing Contaminants in Soil to Protect Human Health. Wellington:
Ministry for the Environment.
Mitelut, A.C. dan Popa, M.E. 2011. Seed Germination Bioassay for Toxicity Evaluation of
Different Composting Biodegradable Materials. Romanian Biotechnological Letters, Vol.
16, No. 1 Supplement
Munir Erman. 2006. Pemafaatan Mikroba Dalam Bioremediasi: Suatu Teknologi Alternative
Untuk Pelestarian Lingkungan. Universitas Sumatra Utara. Pidato pengukuhan guru besar.
Priadie, bambang. 2012. Teknik Bioremediasi Sebagai Alternatif dalam Upaya Pengendalian
Pencemaran Air. Jurnal ilmu lingkungan.
31

Schievano,A, DImporzano, G, Salati, S, Adani,F. 2011. On-Field Study of Anaerobic


Digestion Full-Scale Plants (Part I): An On-Field Methodology to Determine Mass, Carbon
and Nutrients Balance. Elsevier Bioresource Technology 102 page 77377744
Schuler, Michael L. Kargi, Fikret. 2002. Bioprocess Enginering Basic Concepts Second
Edition. United State of America: Prentice-Hall, Inc.
Sharma, Shilpi. 2012. Bioremediation: Features, Strategies,and Application. Asian Journal of
Pharmacy and Life Science Vol. 2 (2), April-June, 2012.
Stallard, Bryan. 2014. Oil Eaters: How Ntaure Cleans Up teh Deep Wtaer Horizon
Spill.http://www.natureworldnews.com/articles/8491/20140811/oil-eaters-deepwaterhorizon-spill-nature-cleans-up.htm. [Diakses pada 25 April 2016]
Suharni ,T.T , Nastiti, S.J , dan Soetarto A.E.S .2008. Mikrobiologi umum. Yogyakarta :
Penerbit Universitas Atmajaya.
UNECE 1994 Standard Statistical Classification of Surface Freshwater Quality for the
Maintenance of Aquatic Life. In: Readings in International Environment Statistics, United
Nations Economic Commission for Europe, United Nations, New York and Geneva.
Walter, M. V. 1997. Bioaugmentation. Ch. 82 in Manual of Environmental Microbiology.
Christon J. Hurst (Ed). ASM Press. Washington DC.
Warne, R. W. (2014). The micro and macro of nutrients across biological scales.
Integrative and comparative biology, icu071.
Watanabe, Kazuya. 2001. Microorganisms relevant to bioremediation. Journal environmental
biotechnology vol 12 halaman 237 241.
Willey, J. M., L. M. Sherwood, & C. J. Woolverton. 2008. Prescott, Harley, & Kleins
Microbiology 7th Ed. USA : Mc Graw-Hill Pub

32

33

Anda mungkin juga menyukai