Anda di halaman 1dari 30

BIODIVERSITAS DAN KERUSAKAN

LINGKUNGAN
Lingkungan dan Kesehatan Global

Oleh :

KELOMPOK 2

1. Lia Arsyina NPM. 1806168235


2. Enka Nur Ishmatika NPM. 1806167964
3. Essi Guspaneza NPM. 1806167996
4. Fitri Pebrianti NPM. 1806168033
5. Hanifah Ishkia Dilla NPM. 1806168052
6. Kiki Ratna Gumilar F. NPM. 1806168216
7. Licensia Triani Dameria S. NPM. 1806168254

PROGRAM PASCASARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini dilakukan dalam
rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Lingkungan dan Kesehatan Global Program
Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada: (1) Dr. R. Budi Haryanto, SKM,
M.Kes,M.Sc. selaku dosen pengampu Mata Kuliah Lingkungan dan Kesehatan Global yang
telah mengarahkan kami dalam penyusunan makalah ini; (2) Anggota kelompok 2 yang telah
saling berkontribusi dan mencurahkan kemampuannya dalam penyelesaian makalah ini.
Akhir kata, kami berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga makalah ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu kesehatan masyarakat.

Depok, 20 September 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………………………….. i
Daftar Isi ……………………………………………………………………………………… ii
Daftar Gambar ……………………………………………………………………………….. iii
BAB I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………. 1
1.2 Tujuan ………………………………………………………………………….. 2
1.3 Manfaat …………………………………………………………………………. 2
1.4 Batasan Masalah ………………………………………………………………... 3

BAB II. Tinjauan Pustaka


2.1 Pengertian Biodiversitas ………………………………………………………… 4
2.2 Pengertian Ekosistem ……………………………………………………………. 4
2.3 Keseimbangan Ekosistem ……………………………………………………….. 4

BAB III. Pembahasan


3.1 Hubungan Biodiversitas dengan Keseimbangan Ekosistem …………………… 6
3.2 Pengaruh Kerusakan Lingkungan terhadap Biodiversitas dan
Kecenderungannya …………………………………………………………………. 7
3.3 Pengaruh Kerusakan Lingkungan dan Biodiversitas terhadap Kesehatan
Masyarakat ………………………………………………………………………….. 9
3.3.1 Pengaruh Biodiversitas terhadap Kesehatan ………………………… 9
3.3.2 Biodiversitas sebagai Sumber Penyakit Menular …………………… 12
3.3.3 Hilangnya Biodiversitas dan Munculnya Penyakit Menular................ 13
3.3.4 Hilangnya Biodiversitas dan Penyakit Tidak Menular dan Penyakit
Kronik ……………………………………………………………………... 14
3.3.5 Biodiversitas dalam Penemuan Biomedis, Farmasi, dan Pengobatan
Tradisional…………………………………………………………………. 15
3.3.6 Dukungan Biodiversitas dalam Hal Gizi dan Ketahanan Pangan…… 18
3.4 Kasus-Kasus Kerusakan Lingkungan ………………………………………….... 19
3.5 Upaya untuk Mengatasi Masalah Biodiversitas dan Kerusakan Lingkungan……. 21

BAB IV. Penutup


4.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………… 25
4.2 Saran …………………………………………………………………………….. 25

Daftar Pustaka …………………………………………………………..…………………… 26

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Tipologi interaksi biodiversitas dan kesehatan ………………………………… 10


Gambar 3.2 Hilangnya tutupan hutan di Kalimantan ……………………………………….. 19
Gambar 3.3 Stakeholder dalam upaya konservasi biodiversitas …………………………….. 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara tropis di Tenggara Asia yang memiliki
keanekaragaman hayati yang berlimpah, atau yang biasa disebut biodiversitas. Kata ini
merupakan singkatan dari Biologi Diversitas yaitu istilah yang digunakan untuk
menggambarkan berbagai kehidupan di bumi, termasuk hewan, tumbuhan dan spesies
mikroba. Diperkirakan ada sekitar 8,7 juta spesies eukariotik di bumi, di mana sekitar 25%
(2,2 juta) adalah yang hidup di laut, dan sebagian besar dari mereka belum ditemukan (Mora
et al. 2011 dalam Romanelli, 2015).
Setiap ekosistem terdiri dari makhluk hidup yang berinteraksi satu sama lain dan
dengan udara, air dan tanah di sekitar mereka. Hubungan satu dan lainnya ini membentuk
suatu rantai kehidupan dimana manusia merupakan bagian integral dan sangat bergantung
dengan keberlangsungan ekosistem di sekitarnya. Biodiversitas memiliki keterkaitan yang
erat dengan kesehatan manusia karena keanekaragaman hayati merupakan jantung dan
kelangsungan seluruh kehidupan pada ekosistemnya masing-masing. Sumber daya hayati
bumi tidak hanya dibentuk oleh proses evolusi alami tetapi juga semakin digantikan oleh
aktivitas antropogenik, tekanan populasi, dan kecenderungan globalisasi (Romanelli et al,
2015).
Ketika manusia memiliki banyak tujuan demi kelangsungan hidupnya dan
mengganggu aktivitas ekosistem di sekitarnya maka berpotensi menimbulkan risiko bagi
jutaan makhluk hidup pada berbagai aspek kehidupan. Hal ini cukup berkaitan dengan isu
globalisasi. Tantangan kesehatan global yang semakin kompleks seperti kemiskinan,
kekurangan gizi, penyakit menular dan meningkatnya beban penyakit tidak menular, lebih
erat terkait dengan interaksi kompleks antara ekosistem, manusia dan proses sosial ekonomi.
Beberapa aktivitas manusia dapat mengubah keanekaragaman kehidupan di Bumi
dan sebagian besar mewakili hilangnya keanekanragaman hayati. Eksploitasi berlebihan ikan
laut di seluruh dunia, dan daging liar di banyak daerah tropis, telah menyebabkan
berkurangnya ketersediaan protein hewani dengan konsekuensi serius pada kesehatan di
banyak Negara. Penularan penyakit menular juga berkaitan dengan pemeliharaan
keanekaragaman hayati di ekosistem alami. Hilangnya hutan awan dan penghancuran DAS
mengurangi kualitas dan ketersediaan air yang dipasok untuk penggunaan rumah tangga dan

1
pertanian. Sehingga mempengaruhi ketersediaan air minum bersih di sejumlah kota-kota
besar di dunia (Millennium Ecosystem Assessment, 2005).
Dari beberapa ulasan di atas, maka penting dilakukan studi mendalam terkait
dengan biodiversitas dan kerusakan lingkungan serta keterkaitannya dalam berbagai aspek
kehidupan, terutama aspek kesehatan dengan tujuan peningkatan pengetahuan sehingga
berdampak pada peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari hasil diskusi ini yaitu :
1. Mengetahui biodiversitas dan kaitannya dengan ekosistem
2. Mengetahui dampak dari kerusakan lingkungan dan contoh kasusnya
3. Mengetahui kaitan biodiversitas dengan kesehatan masyarakat
4. Mengetahui peran biodivesitas sebagai sumber dari pernyakit menular
5. Mengetahui dampak kerusakan biodivesitas dan munculnya penyakit menular
6. Mengetahui kaitan biodiversitas dengan penyakit tidak menular serta penyakit kronis
7. Mengetahui manfaat biodiversitas pada penemuan biomedis, farmasi, dan
pengobatan tradisional
8. Mengetahui dukungan biodiversitas dalam hal gizi dan ketahanan pangan
9. Mengetahui biodiversitas sebagai isu globalisasi
10. Mengetahui upaya penanganan dari masalah-masalah biodiversitas baik pada tingkat
global, regional maupun local

1.3 Manfaat
Manfaat yang didapatkan dalam diskusi ini yaitu :
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami segala hal berkaitan dengan
biodiversitas dan kerusakan lingkungan dari aspek kesehatan dan upaya penanganan
yang dapat dilakukan
2. Hasil diskusi ini dapat menjadi sumber referensi dalam pembelajaran dan membuat
studi pustaka

2
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam makalah ini yaitu :
1. Pengertian biodiversitas dan kaitannya dengan kesehatan masyarakat
2. Dampak penurunan biodiversitas dan kerusakan lingkungan terhadap munculnya
penyakit
3. Peran biodiversitas dalam hal penemuan biomedis, farmasi, dan pengobatan
tradisional serta dalam hal gizi dan ketahanan pangan
4. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kerusakan lingkungan

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Biodiversitas

Menurut WHO (2015) Biodiversity atau Keanekaragaman hayati adalah variabilitas di


antara organisme hidup yang berasal dari dari semua sumber, termasuk ekosistem darat, laut,
dan perairan lainnya serta kompleks ekologi yang menjadi bagiannya, ini termasuk
keragaman dalam spesies, antar spesies, dan ekosistem.

Biodiversitas merupakan singkatan dari Biologi Diversitas yaitu istilah yang


digunakan untuk menggambarkan berbagai kehidupan di bumi, termasuk hewan, tumbuhan
dan spesies mikroba. Diperkirakan ada sekitar 8,7 juta spesies eukariotik di bumi, di mana
sekitar 25% (2,2 juta) adalah yang hidup di laut, dan sebagian besar dari mereka belum
ditemukan (Mora et al. 2011).

2.2 Pengertian Ekosistem

Menurut Achmadi (2014) ekosistem adalah sebuah tatanan yang terdiri dari baik
benda-benda hidup maupun benda-benda tidak bernyawa pada suatu wilayah yang
menggambarkan adanya saling ketergantungan terutama dalam hal aliran energi dan materi
genetik antara benda ataupun makhluk hidup yang satu dengan yang lainnya. Wilayah
ekosistem adalah tatanan yang memiliki kesamaan karakteristik dalam hal saling
ketergantungan. Ekosistem dibentuk oleh komponen-komponen makhluk hidup (biotik) dan
makhluk tidak hidup (abiotik). Keanekaragaman hayati merupakan bagian penting dari sistem
alam yang dinamis ini baik dari segi struktur dan fungsi. Memahami ekosistem membutuhkan
pendekatan interdisipliner, dengan penekanan holistik, karena ini adalah sistem alam yang
kompleks.

2.3 Keseimbangan Ekosistem

Keseimbangan ekosistem adalah suatu kondisi dimana interaksi antara komponen-


komponen di dalamnya berlangsung secara harmonis dan seimbang. Keseimbangan
ekosistem tersebut berdampak signifikan pada keselerasan serta kesejahteraan hidup manusia
dan mahluk hidup lainnya. Ekosistem akan stabil bila tidak ada gangguan, meskipun
hubungan antarkomponen dalam sebuah ekosistem bias terjadi secara dinamik. Ekosistem

4
dengan berbagai mekanisme alamiah yang ada akan tetap menjaga keseimbangannya.
Apabila terjadi hal-hal luar biasa, maka ekosistem akan rusak dalam jangka waktu tertentu.
Gangguan keseimbangan, bsa juga berasal dari ekosistem lain atau eksternal.
ketidakseimbangan ekosistem sering muncul dalam kehidupan modern. (Achmadi, 2014).

5
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Hubungan Biodiversitas dengan Keseimbangan Ekosistem

Keanekaragaman hayati adalah dasar dari ekosistem yang sangat erat kaitannya
dengan kesejahteraan manusia. Tidak ada fitur Bumi yang lebih kompleks, dinamis, dan
bervariasi daripada lapisan organisme hidup yang menempati permukaannya dan lautnya, dan
tidak ada fitur yang mengalami perubahan yang lebih dramatis di tangan manusia daripada
fitur luar biasa dan unik dari Bumi ini.

Keanekaragaman hayati mewakili fondasi ekosistem, melalui layanan yang mereka


sediakan, yang dapat mempengaruhi kesejahteraan manusia. Ini termasuk layanan penyediaan
seperti makanan, air, kayu, dan serat; mengatur layanan seperti pengaturan iklim, banjir,
penyakit, limbah, dan kualitas air; jasa budaya seperti rekreasi, kenikmatan estetika, dan
pemenuhan spiritual; dan layanan pendukung seperti pembentukan tanah, fotosintesis, dan
siklus nutrisi. Kesejahteraan manusia terdiri dari lima komponen utama: kebutuhan bahan
dasar untuk kehidupan yang baik, kesehatan, hubungan sosial yang baik, keamanan, dan
kebebasan memilih dan bertindak. Kesejahteraan manusia adalah hasil dari banyak faktor,
banyak yang secara langsung atau tidak langsung terkait dengan keanekaragaman hayati dan
layanan ekosistem sementara yang lain tidak bergantung pada hal ini.

Hilangnya berbagai komponen keanekaragaman hayati, terutama keragaman fungsi


dan ekosistem, akan menyebabkan stabilitas ekosistem yang lebih rendah. Meskipun
stabilitas suatu ekosistem sangat bergantung pada karakteristik spesies dominan (seperti
rentang kehidupan, laju pertumbuhan, atau strategi regenerasi), spesies yang kurang
berlimpah juga berkontribusi pada pelestarian fungsi ekosistem jangka panjang. Ada bukti
bahwa sejumlah besar spesies penduduk, termasuk yang langka, dapat bertindak sebagai
"jaminan" yang menyangga proses ekosistem dalam menghadapi perubahan dalam
lingkungan fisik dan biologis (seperti perubahan curah hujan, suhu, patogen).

Ada bukti kuat tentang hubungan antara keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem
dan dalam beberapa kasus, kita dapat langsung menghubungkan ini dengan ekosistem yang
diperlukan untuk mempertahankan kesehatan manusia. Hubungan biodiversitas dengan
keseimbangan ekosistem dapat berupa terjadinya proses biologi yang melibatkan keseluruhan

6
makhluk yang beranekaragam dapat menjamin tersedianya oksigen di udara dalam jumlah
konstan. Selain itu, ekosistem alami pun merupakan salah satu perangkat penataan air, karena
daur air dapat melewati makhluk yang terdapat dalam ekosistem itu. Dengan adanya
beranekaragam ekosistem, maka terdapat pula keanekaragaman flora dan fauna. Hal ini juga
akan menjamin semakin tinggi pula pembauran genetik yang akan memperkaya
keanekaragaman hayati dan mempertinggi ketahanan ekosistem terhadap pengaruh-pengaruh
dari luar.

3.2 Pengaruh Kerusakan Lingkungan terhadap Biodiversitas dan Kecenderungannya

Kerusakan lingkungan akan mengganggu berbagai aspek kehidupan manusia,


diantaranya adalah terganggunya biodiversitas yang meliputi flora dan fauna. Dewasa ini
tercatat berbagai jenis satwa liar di Indonesia yang kondisinya sangat mengkhawatirkan
karena kerusakan habitat satwa dan adanya perburuan liar.
Indonesia merupakan salah satu dari 17 negara yang disebutkan sebagai negara-
negara megabiodiversitas. Hutan tropis di Indonesia juga merupakan wilayah dengan
keanekaragaman spesies darat tertinggi di dunia. Berdasarkan penelitian Darlington (2010)
dalam Sutarno (2015), kerusakan alam dan hilangnya habitat telah menyebabkan puluhan
ribu spesies terancam punah. Dari 20 negara di dunia yang jenis-jenis alamiahnya terancam,
Indonesia menduduki posisi ke-5, dimana terdapat 1126 spesies yang terancam punah. Terdiri
dari mamalia, burung, reptil, amfibia, ikan, dan moluska.
Penyebab langsung hilangnya biodiversitas meliputi perubahan penggunaan lahan,
hilangnya habitat, eksploitasi berlebihan, polusi, spesies invasif dan perubahan iklim. Banyak
dari dampak ini mempengaruhi kesehatan manusia secara langsung dan juga berdampak pada
biodiversitas. Penurunan berkelanjutan biodiversitas, termasuk kehilangan atau degradasi
ekosistem, mengurangi kemampuan biodiversitas dan ekosistem untuk menyediakan layanan
penunjang kehidupan yang penting dan dalam banyak kasus, mengarah pada hasil negatif
untuk kesehatan dan kesejahteraan. Degradasi ekosistem dapat menyebabkan hilangnya
biodiversitas dan peningkatan risiko dari penyakit menular.
Penyebab tidak langsung hilangnya biodiversitas adalah perubahan demografis dan
sosial berskala besar dan proses ekonomi. Perubahan sosial dan tren perkembangan (seperti
urbanisasi), kemiskinan dan gender juga mempengaruhi penggerak perubahan ini. Kebijakan
dan struktur ekonomi makro dan kebijakan publik yang memberikan insentif yang buruk atau
gagal untuk memasukkan nilai biodiversitas sering mencampurkan ancaman ganda terhadap
biodiversitas dan kesehatan masyarakat (Romanelli, 2015).

7
Salah satu fauna yang hampir punah adalah Banteng Jawa (Bos javanicus), kendati
satwa ini telah dilindungi undang-undang di Indonesia, berdasarkan peraturan perlindungan
binatang liar 1931, namun nasib kelangsungan satwa ini belum dapat dijamin. Kerusakan
habitat asli Banteng Jawa terjadi di Hutan Pangandaran, Jawa Barat, dan terus berlangsung
dibeberapa tempat lain sehingga fauna ini hampir tidak memilki habitatnya lagi. Jenis
mamalia langka lainnya, yaitu Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) mengalami nasib
yang serupa. Hal ini diakibatkan oleh maraknya aksi pembabatan hutan, pemasangan
perangkap berat, dan pemburuan diam-diam yang terjadi di wilayah hutan Sumatera Barat.
Sehingga hal ini sangat mengancam terhadap keselamatan satwa langka yang telah dilindungi
undang-undang itu.
Jenis-jenis burung di alam juga tak luput dari gangguan manusia. Sebut saja
misalnya Jalak Putih Bali, jenis-jenis burung Cendrawasih dan Gelatik Jawa. Jalak putih
Bali (Leucopsar rothschildi) yang merupakan burung endemik di Bali Barat dan telah
dilindungi undang-undang di Indonesia, nasibnya terus terancam akibat gangguan yang
cukup serius dan tak henti dari ulah manusia, yaitu adanya perburuan liar dan perusakan
habitat sebagai tempat tinggalnya di daerah-daerah hutan. Perburuan liar banyak dilakukan
oleh penduduk, karena jenis burung itu laku dijual mahal di pasar-pasar burung di kota
sehingga para pemburu liar ini mendapat penghasilan yang cukup besar dari
memperdagangkan burung itu. Gangguan populasi burung tersebut juga diperberat lagi oleh
perusakan habitat melalui penebangan kayu secara liar yang dilakukan penduduk untuk
kebutuhan kayu bakar rumah tangganya atau untuk dijual.
Nasib serupa juga menimpa berbagai jenis burung Cendrawasih di Irian Jaya
(Papua) yang kini terancam punah akibat kerusakan hutan yang merupakan habitat burung
tersebut. Penyebab lainnya adalah perburuan liar secara besar-besaran oleh orang yang tidak
bertanggung jawab, yang menjerat burung malang tersebut dengan menggunakan jaring di
udara. Jaring-jaring biasanya dipasang dengan diikatkan pada ranting-ranting kayu persis
pada wilayah lalu lintas burung di udara. Sehingga ribuan ekor jenis-jenis burung
cendrawasih, kakatua hitam, kakatua putih dan nuri dapat ditangkap dan kemudian
diselundupkan ke kota-kota untuk diperjualbelikan. Uraian di atas menunjukkan betapa besar
dan luasnya kerusakan lingkungan yang mengancam pemanfaatan biodiversitas secara
berkelanjutan.
Selain fauna Indonesia yang mulai punah akibat kerusakan lingkungan,
biodiversitas lain yang terganggu adalah flora asli Indonesia. Banyak spesies pohon yang di
tebang untuk keperluan pembangunan dan digunakan sebagai keperluan rumah tangga,
8
contohnya seperti Pelalar atau Meranti Jawa (Dipterocarpus littoralis) yang telah punah,
dulunya tanaman ini merupakan tanaman endemik Nusakambangan. Tanaman tersebut
dieksploitasi besar-besaran untuk keperluan kontruksi pembangunan dan diperjual
belikan dipasaran sehingga dapat berakibat pula pada kepunahan tanaman. Akibat dari
penebangan liar ini lingkungan alam yang awalnya seimbang menjadi tidak seimbang bahkan
banyak warga Indonesia yang tidak mengetahui lagi tanaman Meranti Jawa (Saputra, 2012).

3.3 Pengaruh Kerusakan Lingkungan dan Biodiversitas terhadap Kesehatan


Masyarakat
3.3.1 Pengaruh Biodiversitas terhadap Kesehatan
Hubungan antara biodiversitas dan kesehatan dimanifestasikan pada berbagai skala
spasial dan temporal. Pada skala planet, ekosistem dan biodiversitas memainkan peran
penting dalam menentukan keadaan sistem bumi, mengatur aliran material dan energinya
serta responsnya terhadap perubahan mendadak dan bertahap. Pada tingkat yang lebih intim,
mikrobiota manusia - komunitas mikroba simbiosis hadir di usus kita, kulit, saluran
pernapasan dan saluran urino-genital, berkontribusi pada nutrisi kita, dapat membantu
mengatur sistem kekebalan tubuh kita, dan mencegah infeksi.
Biodiversitas dan kesehatan manusia, dan kebijakan dan kegiatan masing-masing,
saling terkait dalam berbagai cara. Pertama, biodiversitas menimbulkan manfaat kesehatan.
Sebagai contoh, berbagai spesies dan genotipe menyediakan nutrisi dan obat-obatan.
Biodiversitas juga mendukung fungsi ekosistem yang menyediakan layanan seperti
pemurnian air dan udara, pengendalian hama dan penyakit dan penyerbukan. Namun, itu juga
bisa menjadi sumber patogen yang mengarah ke hasil kesehatan yang negatif. Jenis interaksi
kedua muncul dari pemicu perubahan yang mempengaruhi biodiversitas dan kesehatan secara
paralel. Misalnya, polusi udara dan air dapat menyebabkan hilangnya biodiversitas dan
berdampak langsung pada kesehatan. Jenis interaksi ketiga muncul dari dampak intervensi
sektor kesehatan terhadap biodiversitas dan intervensi terkait biodiversitas pada kesehatan
manusia. Misalnya, penggunaan obat-obatan dapat menyebabkan pelepasan bahan aktif di
lingkungan dan merusak spesies dan ekosistem, yang pada gilirannya mungkin memiliki efek
negatif pada kesehatan manusia. Kawasan lindung atau larangan berburu dapat menolak
akses masyarakat lokal ke daging liar dan makanan liar lainnya dari makanan dan obat-
obatan dengan dampak negatif pada kesehatan. Interaksi positif dari tipe ini juga
dimungkinkan; misalnya pembentukan kawasan lindung dapat melindungi persediaan air
dengan manfaat kesehatan yang positif.
9
Biodiversitas dan kesehatan manusia terkait dalam banyak hal dan cakupan yang luas.
Menurut Mace (2012) dalam Romanelli (2015), kami melihat "biodiversitas" dalam arti luas,
termasuk tidak hanya kekayaan spesies dan keragaman genetik dalam spesies ("biodiversitas,
arti sempit") tetapi juga komponen biodiversitas (spesies dan genotipe) , dan habitat dan
ekosistem. Dengan demikian, distribusi dan kelimpahan spesies, dan tingkat habitat alami,
relevan, di samping keragaman. Selain itu, kami mempertimbangkan tidak hanya efek
langsung dari biodiversitas atau komponennya pada kesehatan manusia, tetapi juga efek
(tidak langsung) yang disebabkan oleh peran biodiversitas dalam mendukung proses dan
fungsi ekosistem. Lebih lanjut, kami memeriksa pengerak perubahan yang umum, baik
terhadap hilangnya biodiversitas (atau perubahan) dan status kesehatan. Akhirnya, kami juga
prihatin dengan dampak dari intervensi yang dilakukan di sektor kesehatan pada biodiversitas
dan sebaliknya. Dengan demikian, State of Knowledge Review ini menghasilkan jaring yang
lebih luas daripada ulasan terbaru lainnya (Romanelli, 2015).
Menurut Sandifer dkk dalam Romanelli (2015), kami mempertimbangkan berbagai
jalur di mana biodiversitas dapat memberikan manfaat kesehatan dan kesejahteraan bagi
manusia: psikologis (misalnya ruang hijau dan satwa liar), fisiologis (langsung melalui
mikrobioma manusia, dan secara tidak langsung melalui latihan di ruang hijau), pengaturan
transmisi dan prevalensi beberapa penyakit menular, penyediaan makanan dan gizi yang baik,
udara dan air bersih, penyediaan obat tradisional dan modern dan dampak beberapa obat-
obatan terhadap lingkungan.

Gambar 3.1. Tipologi interaksi biodiversitas dan kesehatan (Romanelli, 2015)

10
(1) Interaksi tipe pertama adalah di mana biodiversitas menimbulkan manfaat kesehatan
(biodiversitas → kesehatan)
Misalnya, spesies berbeda (serta varietas tanaman dan keturunan ternak) menyediakan
nutrisi dan obat-obatan. Biodiversitas juga mendukung fungsi ekosistem, yang
menyediakan layanan seperti pemurnian air dan udara, pengendalian hama dan
penyakit, dan penyerbukan. Biodiversitas juga bisa menjadi sumber patogen dan
dengan demikian berdampak negatif pada kesehatan. Perubahan dalam biodiversitas
akan menyebabkan perubahan dalam manfaat kesehatan. Pengatur perubahan seperti
memperpanjang perubahan kausal hulu (Pengatur perubahan → Kehilangan
biodiversitas → Penurunan manfaat kesehatan).
(2) Interaksi tipe kedua, meningkat dari pemicu perubahan yang mempengaruhi
biodiversitas dan kesehatan secara paralel. (Pengatur perubahan → Berdampak pada
kesehatan dan biodiversitas)
Misalnya, polusi udara dan air dapat menyebabkan hilangnya biodiversitas dan
berdampak langsung pada kesehatan. Deforestasi (atau perubahan penggunaan lahan
atau gangguan ekosistem lainnya) dapat menyebabkan hilangnya spesies dan habitat,
dan juga meningkatkan risiko penyakit bagi manusia. Sebaliknya, konsumsi daging
yang dimoderasi dapat mengurangi tekanan pada biodiversitas (lebih sedikit
perubahan penggunaan lahan; emisi gas rumah kaca yang lebih rendah) dan juga
memiliki manfaat kesehatan bagi individu. Selain efek paralel pengatur terhadap
biodiversitas dan kesehatan, mungkin ada dampak tambahan perubahan dalam
biodiversitas terhadap kesehatan. Sebagai contoh, pencemaran air, selain merugikan
kesehatan meskipun kehilangan kualitas air minum, dapat menyebabkan runtuhnya
suatu ekosistem akuatik melalui eutrofikasi yang menyebabkan kematian dan efek
negatif pada nutrisi.
(3) Interaksi tipe ketiga, muncul dari dampak intervensi sektor kesehatan terhadap
biodiversitas (intervensi Kesehatan → Biodiversitas) dan intervensi terkait
biodiversitas pada kesehatan (Intervensi biodiversitas → Kesehatan).
Misalnya, penggunaan obat-obatan dapat menyebabkan pelepasan bahan aktif di
lingkungan dan merusak spesies dan ekosistem. Sekali lagi, ini mungkin memiliki
efek negatif pada kesehatan manusia. Di sisi lain, kawasan lindung atau larangan
berburu dapat menolak akses masyarakat lokal ke daging hewan liar dan makanan liar
lainnya, dengan dampak gizi negatif. Interaksi positif dari tipe ini juga dimungkinkan.

11
Misalnya, pembentukan kawasan lindung dapat melindungi pasokan air, dengan
manfaat kesehatan yang positif

Interaksi antara biodiversitas dan kesehatan dimanifestasikan pada berbagai skala dari
individu, melalui komunitas dan lanskap ke skala planet (Gambar 1). Pada skala individu,
mikrobiota manusia - komunitas mikroba komensal hadir di usus kita, di saluran pernafasan,
oropharyngeal dan urogenital dan pada kulit kita - berkontribusi pada nutrisi kita, membantu
mengatur sistem kekebalan tubuh kita, dan mencegah infeksi. Interaksi di antara anggota
keluarga dan lingkungan yang lebih luas mungkin penting dalam pemeliharaan dan
perputaran keanekaragaman ini. Di tingkat komunitas (seperti pertanian), banyak aspek
biodiversitas - di antara tanaman dan ternak, penyerbuk terkait dan organisme pengendali
hama dan di tanah - mendukung produksi pertanian. Layanan ekosistem dalam lanskap
biodiversitas yang lebih luas mendukung sejumlah layanan ekosistem, termasuk penyediaan
air dan pengendalian erosi. Fungsi dan integritas biosfer pada skala planet (yaitu tingkat
global) juga dipahami tergantung pada biodiversitas (Romanelli, 2015).

3.3.2 Biodiversitas Sebagai Sumber Penyakit Menular


Pembangunan, deforestasi, dan pola cuaca yang berfluktuasi meningkatkan risiko
kemunculan patogen baru terutama karena hal itu makin mendekatkan masyarakat dengan
inang patogen. Satwa liar dapat bertindak sebagai reservoir penyakit, yang dapat menyebar ke
manusia saat manusia berburu kelelawar atau kera untuk dijadikan makanan, misalnya.
Serangga seperti nyamuk juga dapat bertindak sebagai vektor penyakit. Menurut Angelina
Galang, Direktur Environmental Institute of Miriam College di Filipina pada bulan Maret
2014, padat situs web berita ilmiah SciDev.net bahwa negara yang memiliki spesies burung
dan mamalia yang sangat beragam juga kemungkinan menyimpan banyak vektor dan
reservoir, yang merupakan elemen penting untuk menyebarkan penyakit menular.

Di saat yang sama, cepatnya pertumbuhan penduduk yang menginvasi habitat liar
yang dahulu masih perawan dan hilangnya keragaman hayati melalui pembangunan dan
perdagangan dapat berkontribusi pada penyebaran penyakit menular yang sebelumnya belum
ditemukan, ungkap penelitian. Kini peneliti telah mengaitkan wabah penyakit baru dan
berulang di Indo Asia Pasifik ke “Erosi yang cepat dan ekstensif dari keragaman tersebut”
demikian menurut sebuah kajian pada bulan Februari 2014 dalam jurnal ilmiah PLOS One.
Peneliti masih berupaya mengungkap interaksi kompleks di balik korelasi tersebut.

12
Hilangnya keragaman genetik dalam populasi hewan dapat menyebabkan inang lebih rentan
terhadap virus. Selain itu, pertumbuhan penduduk perkotaan dan pembangunan juga
meningkatkan risiko penyebaran infeksi secara lebih cepat. Populasi yang sangat berpindah-
pindah, wisatawan dan pelancong bisnis, misalnya, dapat terkena patogen mematikan,
kemudian pulang dan menyebarkan penyakit tersebut di kota-kota yang penuh sesak.
Salah satu wabah paling mematikan di dunia dalam beberapa tahun terakhir tidak
terjadi di kawasan Indo-Asia-Pasifik, tetapi muncul kembali di Afrika Barat. Virus Ebola,
yang disebarkan melalui kelelawar pemakan buah, menginfeksi lebih dari 15.900 orang dan
menyebabkan sekitar 5.600 orang meninggal dunia antara Maret dan Desember 2014,
menurut data dari Pusat Pengendalian Penyakit. Virus yang mengerikan itu menyebabkan
muntah, diare, dan pendarahan tak terkendali dan pertama kali dikenali pada tahun 1976 di
Republik Demokratik Kongo, mencapai lebih dari U.S. $1 miliar dan menunjukkan
pentingnya kerja sama multilateral untuk mencegah agar Ebola tidak berubah menjadi
pandemi global (CDC, 2014).

Mengutip dari perkataan dalam Artikel Ilmiah bersumber Prosiding National


Academy of Science oleh Dr. David Civitello, seorang peneliti postdoctoral di Departement
of Ingrative Biology, USF, 2015 yang mengatakan bahwa penelitiannya telah menemukan
bukti secara luas bahwa ekosistem yang kaya spesies memiliki tingkat penyakit menular yang
rendah. Dr. David menambahkan bahwa analisa hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
mempertahankan keanekaragaman hayati di alam dapat mengurangi kelimpahan banyak
parasit dan satwa liar. Sebaliknya, jika terjadi penurunan keanekaragaman, maka akan
meningkatnya penyakit menular dan satwa liar.

3.3.3 Hilangnya Biodiversitas dan Munculnya Penyakit Menular


Dalam Jurnal Ilmiah berjudul Exploring Connections among Nature, Biodiversity,
Ecosystem Service and Human Health and Well-Being: Opportunities to Enhance Health and
Biodiversity Conservation yang dibuat oleh Paul A, Ariana, Bethney pada tahun 2014, Hough
(2014) mengemukakan bahwa efek kesehatan manusia dari hilangnya biodiversitas dapat
menyebabkan efek kepada kesehatan. Termasuk hilangnya dari perubahan dalam fungsi
ekosistem, pengaturan penyakit dan paparan langsung dan tidak langsung ke lingkungan.
Hilangnya biodiversitas secara cepat di seluruh dunia dapat turut menyebabkan kepunahan
total pada kesehatan bahkan sampai dengan kesejahteraan manusia. Karena hal tersebut juga
dapat membuat meningkatnya penyebaran alergi, asma, dan peradangan kronis lainnya.
(Hanski et al, 2012 dalam David, 2015).

13
Sebuah penelitian membuktikan bahwa alergi mungkin diakibatkan oleh kurangnya
paparan terhadap mikroba, khusunya pada saat masa berkembang (kanak-kanak), yang
mengakibatkan mereka tidak belajar dalam mengatasi bioparticles (alergi) (Haahtela et al.,
2013 dalam David, 2015). Karena, lingkungan yang kaya akan mikroba ternyata dapat
memberikan perlindungan dari alergi dan penyakit autoimun, khususnya untuk anak-anak dan
remaja.

3.3.4 Hilangnya Biodiversitas dan Penyakit Tidak Menular dan Penyakit Kronik

Salah satu kerusakan lingkungan yang sering terjadi di Indonesia dan seluruh dunia
adalah deforestasi dan konversi lahan. Dimana terjadi penurunan luas hutan yang berdampak
bagi kehidupan ekosistem didalamnya dan berdampak buruk bagi kesehatan manusia.
Diketahui bahwa hutan merupakan paru-paru dunia, yang mengasilkan oksigen untuk
keperluah hidup manusia dan menjadi penyaring polusi udara secara alami. Salah satu
penyebab penyakit tidak menular yang meningkat akibat kerusakan lingkungan dan
penurunan biodiversitas adalah polusi udara.
Polusi udara merupakan masalah di dunia. Hal tersebut berpengaruh terhadap status
kesehatan yang berhubungan dengan polusi udara dan dapat menimbulkan penyakit, yaitu
pulmonary disease (chronic obstructive pulmonary disease (COPD), Asma, peradangan paru,
dan gangguan paru lainnya), cardiovascular disease, kanker, gangguan telinga mata, hidung
dan tenggorokan (ex. katarak dan sinusitis) serta gangguan sistem syaraf. Penelitian
menyebutkan kematian tiba-tiba ataupun tidak secara global dapat disebebakan oleh polusi
udara.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa lebih dari 4 juta orang
meninggal secara dini akibat penyakit yang disebabkan polusi udara rumah tangga dari
memasak dengan padat bahan bakar. Lebih dari 50% kematian dini pada anak-anak di bawah
usia 5 tahun adalah karena pneumonia disebabkan oleh materi partikulat (jelaga) yang dihirup
dari polusi udara rumah tangga. Diperkirakan 3,8 juta kematian dini setiap tahun dikarenakan
penyakit tidak menular (termasuk stroke, penyakit jantung iskemik, kanker paru-paru dan
COPD) disebabkan oleh paparan udara rumah tangga polusi.
Berkurangnya biodiversitas mikroba usus sering ditemukan dan berkaitan dengan
kontrol peradangan yang buruk. Keterbatasan diversitas mikroba usus juga merupakan dari
peradangan manusia yang berhubungan dengan kondisi penyakit obesitas dan radang usus.
Demikian pula berkurangnya mikrobiota keanekaragaman hayati pada orang lanjut usia yang
berkolerasi dengan kesehatan yang menurun dan tanda-tnda inflamasi diperifer seperti

14
peranya sebagai interleukin (adalah sebutan bagi beberapa polipeptida sitokina IL-1α, IL-
1ß dan IL-1Ra, yang memainkan peran penting dalam regulasi sistem kekebalan dan
respon peradangan) yang semakin berkurang. Hal yang sama mungkin terjadi pada gangguan
kulit seperti pada eksim, dimana ada mikrobiota abnormal didalamnya dana akan kembali
membaik setelah dilakukan pengobatan yang efektif. Hal serupa terjadi pada penyakit
psoriasis.
Beberapa pernyataan diatas dapat dinyatakan bahwa mikrobiota memainkan dan
berperan pada hampir semua aspek manusia selain untuk sistem kekebalan tubuh dan jalur
immunoregulatory. Mikrobiota mempengaruhi perkembangan otak hipotalamus-hipofisis-
adrenal (HPA), usus, tulang, dan lain-lain. Mikrobiota juga mempengaruhi pengambilan
energy dari sumber makanan yang memungkinkan terjadinya obesitas, penyakit
kardiovasikular, sindrom metabolic dan diabetes tipe 2.

3.3.5 Biodiversitas dalam Penemuan Biomedis, Farmasi, dan Pengobatan Tradisional

Keanekaragaman kehidupan di bumi telah menjadi mesin penemuan biomedis


dan kesehatan manusia yang berkelanjutan selama ribuan tahun. Keanekaragaman hayati
memberikan kontribusi bagi kemajuan medis yang tak terhitung jumlahnya. Ironisnya dalam
banyak contoh organisme yang telah memberi manusia wawasan penting ke dalam penyakit
manusia atau sumber obat terancam punah karena tindakan manusia.

1. Biodiversitas dalam Penemuan Biomedis


Banyak penyakit yang menimpa atau membunuh banyak orang saat ini dapat
disembuhkan atau dicegah. Penerapan metode ilmiah untuk penelitian medis tentu
berkontribusi pada perkembangan tersebut. Namun kurangnya kekuatan ilmiah, penelitian,
atau faktor lain yang bisa mencukupi untuk mengurangi penderitaan manusia karena banyak
dari perkembangan ini bergantung seluruhnya atau sebagian pada keanekaragaman biologis.
Sebagai contoh antibiotik merupakan terobosan paling signifikan yang telah
meningkatkan derajat kesehatan manusia di abad kedua puluh. Kematian akibat pneumonia
sangat umum pada awal abad ke-20 namun dengan kedatangan penisilin dan turunannya,
tingkat kematian akibat pneumonia merosot. Penisilin yang digunakan berasal dari
mikroorganisme.
Spesies yang beragam seperti Conus geographus, Penicillium citrinum dan Taxus
brevifolia - siput laut pemakan daging, jamur beras dan konifer boreal - menghasilkan
molekul yang pada manusia dapat mengurangi rasa sakit, mengurangi kolesterol, dan

15
mengobati kanker payudara, ovarium, paru-paru dan kanker lainnya yang dikarenakan
organisme. Penggunaan antibiotik, selain dari potensinya untuk menumbuhkan resistensi juga
membawa potensi untuk mengganggu hubungan antara penghuni dan mikroba simbiotik
mereka.
2. Biodiversitas dalam Farmasi
Keberadaan obat-obatan adalah masalah yang telah menerima banyak perhatian
ilmiah sejak tahun 1990-an dan banyak penelitian kini telah dilakukan dan bertujuan untuk
menilai dan memahami kejadian lingkungan mereka (yaitu bagaimana dan sejauh mana
senyawa-senyawa ini memasuki lingkungan ), takdir (apa yang terjadi pada senyawa ini
setelah rilis), dan efek (terutama dampak ekologi dan ekologi). Ada semakin banyak bukti
bahwa obat-obatan di lingkungan dapat memiliki efek buruk pada keanekaragaman hayati
dan layanan ekosistem yang mungkin tidak di sengaja. Dimana efek terhadap ekosistem dapat
menyebabkan efek hilir pada kesehatan masyarakat.
Masalah farmasi berada di bawah pengawasan badan Badan Pengawasan Obat dan
Makanan. Ini juga sangat menarik bagi industri farmasi, dengan banyak perusahaan obat
besar yang terlibat dengan ahli kimia dan regulator lingkungan untuk memahami dan
mengatasi masalah ini (Taylor 2010). Dengan demikian, masalah farmasi di lingkungan
mengilustrasikan peluang penting untuk kolaborasi antara ilmuwan kesehatan dan lingkungan
serta regulator dan sektor swasta untuk mengatasi masalah yang kritis dan bersinggungan.
API (bahan farmasi aktif) dikembangkan dan digunakan karena aktivitas biologis
mereka. Sementara dalam banyak kasus mode aksi API telah ditetapkan dengan baik untuk
banyak obat, mekanisme intervensi tersebut tidak dipahami secara khusus. Sebagian besar
obat-obatan dirancang untuk berinteraksi dengan target (seperti reseptor spesifik, enzim atau
proses biologis) pada manusia dan hewan untuk memberikan efek terapeutik yang diinginkan.
Obat-obatan juga dapat menyebabkan efek samping pada manusia.
Kekayaan keanekaragaman hayati merupakan potensi besar yang dapat dimanfaatkan
sebagai “modal” di bidang kesehatan. LIPI dalam penelitiannya berhasil menemukan molekul
baru dari daun sukun yang terbukti sangat ampuh untuk pengobatan penyakit kardovaskuler
dan berbagai penyakit yang berhubungan dengan pembuluh darah. Tumbuhan pegagan
(Centella aciatica) juga diketahui mempunyai senyawa kimia yang sangat bermanfaat untuk
penyembuhan penyakit menular, yakni hepatitis. Tumbuhan rimpang dlingo juga ternyata
dapat dimanfaatkan sebagai anti-diabetes (Penelitian LIPI, 2008).

16
3. Biodiversitas dalam Pengobatan Tradisional
Kontribusi layanan keanekaragaman hayati dan ekosistem sangat signifikan, baik
untuk pengembangan obat-obatan modern maupun pengobatan tradisional. Jauh sebelum
munculnya pembangunan farmasi, masyarakat telah menggunakan pengetahuan tradisional
mereka, keterampilan dan praktik adat, menggunakan berbagai sumber daya yang diberikan
kepada mereka secara alami untuk mencegah, mendiagnosa dan mengobati masalah
kesehatan. Saat ini, praktik-praktik ini terus menginformasikan pemberian layanan kesehatan
di tingkat komunitas lokal di banyak tempat di seluruh dunia.
Pengetahuan tradisional dalam perawatan kesehatan dapat berkisar dari pemahaman
tingkat rumah tentang nutrisi, manajemen penyakit sederhana atau praktik kesehatan
reproduksi yang digunakan untuk mengobati penyakit kronis yang serius atau memenuhi
persyaratan kesehatan masyarakat. Di komunitas lokal, praktisi kesehatan yang terlatih dalam
sistem pengobatan tradisional dan non-formal sering memainkan peran instrumental dalam
menghubungkan pengetahuan yang berhubungan dengan kesehatan dengan penyediaan
layanan kesehatan yang terjangkau. Ada juga praktisi yang diakui secara resmi oleh sistem
medis tradisional yaitu disebut sebagai pelengkap dan pengobatan alternatif. Ini telah
mengarah pada evolusi dan standardisasi farmakope lokal yang menangkap keunikan
keanekaragaman hayati dan praktik budaya daerah sosioekologi tertentu dan memiliki basis
epistemologis yang terorganisir dan spesifik.

Tanaman yang digunakan dalam pengobatan tradisional tidak hanya penting untuk
praktik kesehatan setempat tetapi juga untuk perdagangan internasional berdasarkan
penggunaan dan nilai komersial yang lebih luas. Fauna dan produknya juga banyak
digunakan dalam pengobatan tradisional. Berbagai bagian tubuh hewan dan sekresi termasuk
dalam farmakope obat tradisional. Secara keseluruhan pada kenyataannya seringkali tidak
ada garis yang jelas antara konsumsi untuk makanan atau obat-obatan. Permintaan akan obat-
obatan herbal meningkat secara drastis hal ini didorong oleh faktor-faktor seperti cost-
efficacy dan persepsi keamanan yang lebih tinggi. Sementara pendekatan konservasi in-situ
dan ex-situ diadopsi untuk mengatasi hilangnya sumber daya obat.

Sistem budaya, termasuk praktik perawatan kesehatan tradisional secara bersamaan


terkikis. Akibatnya meskipun kekayaan pengetahuan tradisional masih ada namun praktek
pengobatan tradisional menurun. Sebagian besar pengetahuan medis tradisional adalah

17
berdasarkan pengalaman yang kemudian dilanjutkan melalui tradisi lisan dan pengetahuan
seperti itu tidak mudah diterapkan dalam pembelajaran berbasis kelas.
Akses perawatan kesehatan modern yang esensial terus menjadi tantangan utama di
banyak bagian dunia. Penyakit menular (seperti HIV, malaria, tuberkulosis, pneumonia,
penyakit diare dan beberapa kondisi terabaikan lainnya) ditambah dengan penyakit tidak
menular kronis (seperti diabetes dan penyakit jantung iskemik) terus-menerus mempengaruhi
kehidupan. Tantangan yang kuat seperti kematian ibu dan anak yang tinggi dan penyakit yang
terus bermunculan (menular, kronis, dan terkait gaya hidup) adalah kendala dalam
kesejahteraan. Untuk itu peran praktisi perawatan kesehatan tradisional dalam kesehatan
masyarakat dipahami dapat mengisi celah dalam akses ke perawatan kesehatan modern.
Sampai saat ini, ada beberapa upaya bersama di internasional untuk mempromosikan
konservasi sumber daya hayati serta pengetahuan tradisional.

3.3.6 Dukungan Biodiversitas dalam Hal Gizi dan Keamanan Pangan

Menurut WHO, aspek dasar dari kesehatan adalah pemenuhan asupan gizi.
Biodiversitas adalah sumber dari diversitas makanan dan menyediakan kekayaan nutrisi, baik
makronutrien maupun mikronutrien. Maka dapat dikatakan bahwa untuk memadai tingkat
rata-rata asupan nutrisi, maka diperlukan pemeliharaan tingkat keragaman hayati atau
biodiversitas.

Dalam UU No.7 tahun 1996 tentang pangan, pengertian ketahanan pangan adalah
kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan yang
cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Gizi dan biodiversitas
dapat menuntun kearah ketahanan pangan dan pembangunan berkelanjutan. Biodiversitas
memainkan peran kunci dalam penjamin kecukupan makanan (FAO,2013).

Biodiversitas dan gizi merupakan salah satu tujuan langsung pada MDG’s, hal ini
berarti bahwa masalah biodiversitas merupakan salah satu masalah prioritas yang harus
segera diselesaikan. Estimasi WHO, pada tahun 2050 penduduk dunia akan mencapai 9
milyar, dunia dihadapkan dengan keharusan untuk mengamankan pangan dengan
ketersediaan yang sehat, aman, berkualitas, dan bernutrisi tinggi. Kita juga dihadapkan pada
masalah penggantian sumber makanan dari sumber makanan yang banyak dijual dipasar
modern dimana lebih banyak mengandung energy dan lemak daripada kandungan nutrisi
pentingnya.hal ini daoat menyebabkan double burden of malnutrisi dan “hidden hunger”.

18
Biodiversitas sangatlah penting dalam menunjang perbaikan gizi dan menjamin
ketahanan pangan. Biodiversitas memiliki peran penting untuk menghindari masyarakat dari
kelaparan dan meningkatkan kualitas hidup. Apabila biodiversitas berkurang, maka dapat
mempengaruhi pemenuhan gizi masyarakat yang dikhawatirkan sumber pangan juga akan
terus berkurang sehingga produksi pangan pun akan menurun. Kondisi ini dapat
menyebabkan masalah yang lebih besar yaitu rawan pangan.

3.4 Kasus-kasus Kerusankan Lingkungan

Beberapa kasus kerusakan lingkungan yang berdampak pada biodiversitas

1. Deforestasi di Kalimantan : dari illegal logging ke perkebunan kelapa sawit

Dalam kurun waktu 50 tahun terakhir, pulau Kalimantan kehilangan sekitar 2/3
tutupan hutannya. Sejumlah besar hutan telah diubah menjadi lahan kelapa sawit. Proses
produksi minyak sawit cenderung mengurangi air tawar dan kualitas air tanah, dan
mempengaruhi masyarakat setempat yang bergantung pada produk-produk ekosistem (seperti
makanan dan obat-obatan) dan jasa ekosistem ( seperti regulasi hidrologi siklus dan tanah
perlindungan) yang disediakan oleh hutan. Dari sudut pandang ekologi, bududaya
monokultur kelapa sawit bias menjadi hambatan terhadap migrasi spesies dan menyebabkan
kerentanan lebih besar terhadap penyakit tanaman. Konversi hutan alam meningkatkan
fragmentasi habitat dan hilangnya keanekaragaman hayati. Efek tepi abiotik meliputi
kerentanan terhadap angin, pengeringan, dan terjadinya kebakaran (Sutarno,2015).

Gambar 3.2. Hilangnya tutupan hutan di Kalimantan [(Ahlenius,2007) dalam Sutarno


(2015)]

19
2. Illegal fishing di Laut Arafura

Indonesia adalah sumber pangan laut dunia, dimana Laut Arafura menjadi pusat
produksi ikan tuna, dan berbagai pangan laut lainnya. Menurut Rahardjo (2013) dalam
Sutarno (2015), penangkapan ikan secara illegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (Ilegal
Unreported Unregulated fishing) merupakan ancaman utama kelestarian sumberdaya pangan
dari laut.

Kegiatan IUU Fishing di Indonesia telah mengakibatkan kerugian yang besar bagi
Indonesia. Overfishing, overcapacity, ancaman terhadap kelestarian sumberdaya ikan, iklim
usaha perikanan yang tidak kondusif, melamahnya daya saing perusahaan dan
termarjinalkannya nelayan merupakan dampak nyata dari kegiatan IUU fishing (Sutarno,
2015).

3. Kasus PTFI (PT Freeport Indonesia)

Dampak buruk dari penambangan PTFI di Papua, bukanlah hal yang baru ditemukan.
Masalah ini sudah lama menjadi perbincangan public, namun seakan tidak ada upaya
penyelesaian masalah. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas penerapan
kontrak karya PTFI tahun anggaran 2013-2015, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK
menemukan dua pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh PTFI. Pertama, penggunaan
kawasan hutan lindung dalam kegiatan operasionalnya tanpa izin. Kedua, pencemaran limbah
operasional penambangan di sungai, hutan, muara, dan telah mencapai kawasan laut.
Akibatnya, potensi kerugian Negara akibat kerusakan itu mencapai RP 185 Triliun.
Berdasarkan data dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), dapat
terlihat luasan wilayah terdampak limbah semakin besar.

Menurut Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), produksi 1 gram emas menghasilkan


2,1 ton material sisa dan 5,8 kg emisi beracun berupa logam berat, timbal, arsen, merkuri, dan
sianida. PTFI memiliki kolam penampungan limbah (Modified Ajkwa Deposition Area /
ModADA), namun kolam penampungan ini sudah tidak mampu menampung sedimen pasir
sisa tambang. Akhirnya limbah tersebut mencemari Sungai Ajkwa di Mimika, namun diduga
pencemaran juga terjadi pada 5 sungai lainnya yaitu Sungai Aghawagon, Sungai Otomona,
Sungai Minajerwi, Sungai Ajmoe, dan Sungai Tipuka (CNN Indonesia, 2018).

20
3.5 Biodiversitas dan Kerusakan Lingkungan sebagai Isu Global dalam Bidang
Kesehatan Masyarakat

Kehidupan di alam ikut mempengaruhi kesehatan dalam berbagai cara. Kehidupan di


alam merupakan sumber dari dua hal, yaitu diet yang seimbang dan kemunculan banyak
penyakit baru, seperti SARS dan Ebola. Alam juga menyediakan berbagai jenis pengobatan.
Lebih dari setengahnya biasanya adalah obat-obatan – senilai 10 milyar dolar – diperoleh dari
hasil-hasil alam. Dan sekitar 60 % manusia di negara berkembang masih percaya kepada
pengobatan tradisional – kebanyakan yang berasal dari tumbuhan – demi perlindungan
kesehatan mereka. Tetapi beberapa spesies mulai punah sebelum potensinya dalam
mengobati penyakit dapat diketahui.
Hal penting lainnya yang mempengaruhi kesehatan adalah makanan yang kita makan,
yang kebanyakan darinya berasal dari spesies yang menjadi bagian dari berbagai ekosistem
fungsional yang kompleks, baik di alam atau lahan pertanian. Ancaman bagi biodiversitas
dengan pengaruh potensialnya yang bisa merugikan nutrisi manusia termasuk serangan
penyakit populasi dari serangga penyerbuk, dan penurunan jumlah benih buah-buahan oleh
kelelawar, burung dan primata sebagai hasil dari perburuan dan pengrusakan habitat.
Sementara itu, keanekaragaman dari hasil tanaman panen telah berkurang di banyak
wilayah yang dijadikan sebagai industri monokultur yang menggantikan pertanian tradisional.
Jika kecenderungan ini terus berlanjut dan perubahan iklim terus terjadi, ada sebuah bahaya
bagi manusia yang akan memperoleh lebih sedikit makanan dan juga lebih sedikitnya pilihan
hidup mereka. Manusia juga bisa menggunakan bio-diversitas untuk mengatasi dampak dari
perubahan iklim, seperti penggunaan keanekaragaman tanaman untuk memilih varietas yang
lebih baik yang cocok untuk kondisi yang berubah.

3.6 Upaya untuk Mengatasi Masalah Biodiversitas dan Kerusakan Lingkungan


Indonesia telah mengatur mengenai biodiverstas atau keanekaragaman hayati dalam
UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati. Konservasi merupakan
salah satu cara untuk menyelamatkan biodiversitas. Konservasi pada hakikatnya merupakan
upaya untuk mengelola sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara
bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Dalam pelaksanaannya, tentu
diperlukan stakeholder, yaitu :

21
Gambar 3.3 Stakeholder dalam upaya konservasi biodiversitas (FAO,2013)
Berikut beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kerusakan
lingkungan dan biodiversitas:
1. Menerapkan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan pada pengelolaan sumber
daya alam baik yang dapat maupun yang tidak dapat diperbaharui dengan
memperhatikan daya dukung dan daya tampungnya.
2. Untuk menghindari terjadinya pencemaran lingkungan dan kerusakan sumber daya alam
maka diperlukan penegakan hukum secara adil dan konsisten.
3. Memberikan kewenangan dan tanggung jawab secara bertahap terhadap pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup.
4. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara bertahap dapat dilakukan
dengan cara membudayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi.
5. Untuk mengetahui keberhasilan dari pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup dengan penggunaan indikator harus diterapkan secara efektif.
6. Penetapan konservasi yang baru dengan memelihara keragaman konservasi yang sudah
ada sebelumnya.
7. Mengikutsertakan masyarakat dalam rangka menanggulangi permasalahan lingkungan
global.
8. Pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan :
a. Menjaga kawasan tangkapan hujan seperti kawasan pegunungan yang harus
selalu hijau karena daerah pegunungan merupakan sumber bagi perairan di darat.

22
b. Untuk mengurangi aliran permukaan serta untuk meningkatkan resapan air
sebagia air tanah, maka diperlukan pembuatan lahan dan sumur resapan.
c. Reboisasi di daerah pegunungan, dimana daerah tersebut berfungsi sebagai
reservoir air, tata air, peresapan air, dan keseimbangan lingkungan.
d. Adanya pengaturan terhadap penggunaan air bersih oleh pemerintah.
e. Sebelum melakukan pengolahan diperlukan adanya pencegahan terhadap
pembuangan air limbah yang banyak dibuang secara langsung ke sungai.
f. Adanya kegiatan penghijauan di setiap tepi jalan raya, pemukiman penduduk,
perkantoran, dan pusat-pusat kegiatan lain.
g. Adanya pengendalian terhadap kendaraan bermotor yang memiliki tingkat
pencemaran tinggi sehingga menimbulkan polusi.
h. Memperbanyak penggunaan pupuk kandang dan organik dibandingkan dengan
penggunaan pupuk buatan sehinnga tidak terjadi kerusakan pada tanah.
i. Melakukan reboisasi terhadap lahan yang kritis sebagai suatu bentuk usaha
pengendalian agar memiliki nilai yang ekonomis.
j. Pembuatan sengkedan, guludan, dan sasag yang betujuan untuk mengurangi laju
erosi.
k. Adanya pengendalian terhadap penggunan sumber daya alam secara berlebihan.
l. Untuk menambah nilai ekonomis maka penggunaan bahan mentah perlu
dikurangi karena dianggap kurang efisien.
m. Reklamasi lahan pada daerah yang sebelumnya dijadikan sebagai daerah
penggalian.

9. Pengelolaan daur ulang sumber daya alam


Tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan dapat dikurangi dengan cara
melakukan pengembangan usaha seperti mendaur ulang bahan-bahan yang sebagian besar
orang menganggap sampah, sebenarnya dapat dijadikan barang lain yang bisa bermanfaat
dan tentunya dengan pengolahan yang baik. Pengelolaan limbah sangat efisien dalam
upaya untuk mengatasi masalah lingkungan. Langkah-langkah yang dapat dilakukan
dalam pengelolaan limbah dengan menggunakan konsep daur ulang adalah sebagai
berikut:
a. Melakukan pengelompokan dan pemisahan limbah terlebih dahulu.
b. Pengelolaan limbah menjadi barang yang bermanfaat serta memilki nilai ekonomis.
c. Dalam pengolahan limbah juga harus mengembangkan penggunaan teknologi.

23
10. Pelestarian flora dan fauna
Untuk menjaga kelestarian flora dan fauna, upaya yang dapat dilakukan adalah
mendirikan tempat atau daerah dengan memberikan perlindungan khusus yaitu sebagai
berikut:
a. Hutan Suaka Alam merupakan daerah khusus yang diperuntukan untuk melindungi
alam hayati.
b. Suaka Marga Satwa merupakan salah satu dari daerah hutan suaka alam yang
tujuannya sebagai tempat perlindungan untuk hewan-hewan langka agar tidak punah.
c. Taman Nasional yaitu daerah yang cukup luas yang tujuannya sebagai tempat
perlindungan alam dan bukan sebagai tempat tinggal melainkan sebagai tempat
rekreasi.
d. Cagar alam merupakan daerah dari hutan suaka alam yang dijadikan sebagai tempat
perlindungan untuk keadaan alam yang mempunyai ciri khusus termasuk di dalamnya
meliputi flora dan fauna serta lingkungan abiotiknya yang berfungsi untuk kepentingn
kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

24
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Biodiversitas atau keanekaragaman hayati adalah variabilitas di antara organisme
hidup yang berasal dari dari semua sumber. Indonesia termasuk salah satu negara
megabiodiversitas, akan tetapi juga menduduki posisi ke-5 yang jenis-jenis alamiahnya
terancam punah. Penurunan biodiversitas merupakan salah satu dampak dari kerusakan
lingkungan, dimana dapat menyebabkan kestidakeimbangan ekosistem dan mengakibatkan
dampak-dampak buruk lainnya pada kehidupan manusia. Salah satu dampak buruk yang
ditimbulkan adalah pada kesehatan, dimana munculnya penyakit menular dan tidak menular.
Penelitian telah membuktikan bahwa, ekosistem yang kaya spesies memiliki tingkat penyakit
menular yang rendah. Penurunan biodiversitas dan kerusakan lingkungan dapat
meningkatkan jumlah polusi udara yang mengakibatkan bebagai penyakit tidak menular dan
penyakit kronik pada manusia, seperti COPD, kanker, dll.
Biodiversitas harusnya dijaga, mengingat perannya sebagi penompang kehidupan
manusia. Penemuan biomedis, farmasi, dan pengobatan tradisional tidak lepas dari peran
biodiversitas. Dalam hal gizi dan ketahanan pangan, biodiversitas memegang peran kunci
sebagai penyedia sumber nutrisi untuk memenuhi kebutuhan dan menjamin ketersediaan
pangan untuk kelanjutan hidup manusia. Beberapa kasus kerusakan lingkungan yang
berdampak pada biodiversitas di Indonesia, yaitu deforestasi di Kalimantan, IUU fishing di
Laut Arafura, dan Penambangan oleh PTFI di Papua yang mengakibatkan pencemaran
lingkungan. Dampak besarnya dari kerusakan lingkungan tersebut adalah rusaknya ekosistem
yang ada dan menyebabkan penurunan biodiversitas. Dari dampak buruk yang ditimbulkan,
biodiversitas dan kerusakan lingkungan telah menjadi isu global yang harus segera
diselesaikan. Salah satu upaya yang sedang dilakukan baik pada tingkat lokal, regional,
maupun internasional adalah konservasi biodiversitas.

4.2 Saran
Kerusakan lingkungan dan penurunan biodiversitas merupakan masalah serius yang
harus segera diselesaikan. Dalam upaya mengatasi masalah ini, peran stakeholder sangatlah
penting, dimana bukan hanya pemerintah tetapi berbagai aspek masyarakat bahkan individu
juga harus ikut berpartisipasi dalam menyelesakan masalah kerusakan lingkungan dan
biodiversitas ini.

25
Daftar Pustaka

Abbas, Maike. Ebeling, Anne et al. 2013. Biodiversity Effect. PLOS ONE. Diakses pada
Minggu, 16 September 2018 [melalui https://journals.plos.org].

Achmadi, Umar Fahmi. 2014. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta : PT


Rajagrafindo Persada.

Achmadi, Umar Fahmi. 2014. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta : PT


Rajagrafindo Persada.

Civitello, David J. 2015. Keanekaragaman Menghambat Parasit : Bukti Luas untuk Efek
Dilusi. Prosiding National Academy of Sciences DOI: 10,1073 / pnas.1506279112.
Diakses pada Minggu, 16 September 2018 [melalui https://scidev.net ].

FAO. 2013. Genetic Resource for Food and Agriculture. Diakses pada Minggu, 16
September 2018 [melalui http://www.fao.org/nr/cgrfa/en/].

FAO and CBD. 2013. The Youth Guide to Biodiversity. Diakses pada Minggu, 16 September
2018 [melalui www.fao.org].

Millennium Ecosystem Assessment. 2005. Ecosystems and Human Well-being: Biodiversity


Synthesis. World Resources Institute, Washington, DC.

Romanelli, Cristina,dkk. 2015. Connecting Global Priorities: Biodiversity and Human


Health, a State of Knowledge Review. WHO.

Sandifer, Paul A., dkk. 2014. Exploring Connection Among Nature, Biodiversity, Ecosystem
Service and Human Health and Well-Being: Opportunities to Enchane Health and
Biodiversity Conservation. Diakses pada Minggu, 16 September 2018 [melalui
www.ScienceDirect.com] .

Saputra, Bayu Gusti. 2012. Kerusakan Lingkungan dan Dampaknya terhadap Biodiversitas.
Jember: Universitas Jember.

Sukara, Endang, dkk. 2008. Industri Berbasis Keanekaragaman Hayati Masa Depan
Indonesia. VIS VITALIS, Vol. 1 (2). Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Sutarno, Setyawan. 2015. Biodiversitas Indonesia : Penurunan dan Upaya Pengelolaan


untuk Menjamin Kemandirian Bangsa. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon, Volume 1
(1).

26

Anda mungkin juga menyukai