Anda di halaman 1dari 18

Mata kuliah : Epidemologi Kesehatan Lingkungan

Dosen : Ikes Dwiastuti, SKM., M.Epid

“Perubahan Iklim Dan Kesehatan”

OLEH :

KELOMPOK 1

Ade Pratiwi Umar M.15.02.001

Amalia Tusara M.15.02.002

Asi Sundari M.15.02.003

Delvi Wulandari M.15.02.004

Desriyanti Roya M.15.02.005

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES )

MEGA BUANA PALOPO

TAHUN AJARAN 2017/2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan pertolonganya kami dapat meyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Perubahan Iklim dan Kesehatan”. Meskipun banyak rintangan dan hambatan
yang kami alami dalam proses pengerjaan, tapi kami berhasil menyelesaikannya
dengan baik.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa


yang juga sudah memberi kotribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam
pembuatan makalah ini.

Akhir kata kami mengucapkan terima kasih, dan tentunya ada hal-hal yang
ingin kami berikan kepada teman-teman dari hasil makalah ini. Karena itu kami
berharap semonga makalah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita
bersama.

Palopo, 23 Mei 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................. ii

Daftar Isi ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Perubahan Iklim ................................................................ 3


B. Pengertian Kesehatan .......................................................................... 6
C. Perubahan Iklim sebagai Variabel Perancu ........................................ 6
D. Dampak Kesehatan dari Perubahan Iklim ........................................... 7
E. Water-borne Diseases ......................................................................... 9
F. Foodborne-Diseases ............................................................................ 10
G. Vector borne-Diseases ........................................................................ 11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 14
B. Saran ..................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang
Kemajuan teknologi dalam beberapa dasawarsa terakhir telah
mengubah wajah dunia. Transportasi antar negara menjadi sangat mudah,
dan relatif murah. Kenyamanan ini tidak gratis, selalu ada harga yang
harus dibayar.
Dunia mengalami perubahan dramatis sejak tahun 1951, pada saat
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) pertama kali mengeluarkan
peraturan internasional yang mengikat negara-negara anggotanya dengan
tujuan mencegah penyebaran penyakit (Chan, 2007). Pada waktu itu
perhatian hanya ditujukan pada enam penyakit yang harus dikarantina,
yaitu: cholera, pes, demam bolak-balik (recurrent fever), cacar, tipus dan
demam kuning (yellow fever) (Chan, 2007). Pada saat itu orang bepergian
dengan kapal laut atau jalan darat, dan mengirim kabar antar benua dengan
telegram, sekarang zaman telah berubah pesat. Tahun 2007 perusahaan
penerbangan mengangkut 2 miliar penumpang, oleh karena itu peraturan
internasional di bidang kesehatan juga mengalami perubahan sejak tahun
2005 dengan memberikan perhatian di samping penyakit menular, juga
penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia. Semua negara
anggota diharapkan dapat menyelesaikan peraturannya sendiri pada tahun
2012 (Chan, 2007).
Kegiatan manusia, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup maupun
untuk kesenangan dirinya, menggunakan energi yang berasal dari alam.
Seringkali penggunaan energi ini menimbulkan “sampah” yang dapat
membahayakan lingkungan sekitar manusia, bahkan dapat mengancam
kelangsungan hidup manusia di planet bumi (KLH, 2008).
Pada tahun 1989, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO)
membentuk Kelompok Kerja yang melibatkan para ahli dari berbagai
bidang, dan dibantu oleh Intergovermental Panel on Climate Change

1
(IPCC), menerbitkan laporan berjudul : Potential health effects of
climatic change (WHO, 1990).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari perubahan iklim ?
2. Apa pengertian dari kesehatan ?
3. Mnegapa perubahan iklim sebagai variabel perancu ?
4. Apa-apa saja dampak perubahan iklim terhadap kesehatan ?
5. Apa yang dimaksud dengan water-borne diseases ?
6. Apa yang dimaksud dengan foodborne-diseases ?
7. Apa yang dimaksud dengan vector borne-diseases ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian perubahan iklim
2. Untuk mengetahui pengertian kesehatan
3. Untuk mengetahui perubahan iklim sebagai variabel perancu
4. Untuk mengetahui dampak perubahan iklim terhadap kesehatan
5. Untuk mengetahui water-borne diseases
6. Untuk mengetahui foodborne-diseases
7. Untuk mengetahui vector borne-diseases

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perubahan Iklim


Pada umumnya orang sering menyatakan kondisi iklim sama saja
dengan kondisi cuaca, padahal kedua istilah tersebut adalah suatu kondisi
yang tidak sama.
Beberapa definisi cuaca adalah:
1. Keadaan atmosfer secara keseluruhan pada suatu saat termasuk
perubahan, perkembangan dan menghilangnya suatu fenomena (World
Climate Conference, 1979).
2. Keadaan variable atmosfer secara keseluruhan disuatu tempat dalam
selang waktu yang pendek (Glen T. Trewartha, 1980).
3. Keadaan atmosfer yang dinyatakan dengan nilai berbagai parameter,
antara lain suhu, tekanan, angin, kelembaban dan berbagai fenomena
hujan, disuatu tempat atau wilayah selama kurun waktu yang pendek
(menit, jam, hari, bulan, musim, tahun) (Gibbs, 1987).
Sedangkan iklim didefinisikan sebagai berikut :
1. Sintesis kejadian cuaca selama kurun waktu yang panjang, yang secara
statistik cukup dapat dipakai untuk menunjukkan nilai statistik yang
berbeda dengan keadaan pada setiap saatnya (World Climate
Conference, 1979).
2. Konsep abstrak yang menyatakan kebiasaan cuaca dan unsur-unsur
atmosfer disuatu daerah selama kurun waktu yang panjang (Glenn T.
Trewartha, 1980).
3. Peluang statistik berbagai keadaan atmosfer, antara lain suhu, tekanan,
angin kelembaban, yang terjadi disuatu daerah selama kurun waktu
yang panjang (Gibbs,1987).
Adapun definisi perubahan iklim adalah berubahnya kondisi fisik
atmosfer bumi antara lain suhu dan distribusi curah hujan yang membawa

3
dampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan manusia (Kementerian
Lingkungan Hidup, 2001).
Perubahan fisik ini tidak terjadi hanya sesaat tetapi dalam kurun
waktu yang panjang. LAPAN mendefinisikan perubahan iklim adalah
perubahan rata-rata salah satu atau lebih elemen cuaca pada suatu daerah
tertentu. Sedangkan istilah perubahan iklim skala global adalah perubahan
iklim dengan acuan wilayah bumi secara keseluruhan.
IPCC menyatakan bahwa perubahan iklim merujuk pada variasi
rata-rata kondisi iklim suatu tempat atau pada variabilitasnya yang nyata
secara statistik untuk jangka waktu yang panjang (biasanya dekade atau
lebih). Selain itu juga diperjelas bahwa perubahan iklim mungkin karena
proses alam internal maupun ada kekuatan eksternal, atau ulah manusia
yang terus menerus merubah komposisi atmosfer dan tata guna lahan.
Istilah perubahan iklim sering digunakan secara tertukar dengan
istilah ’pemanasan global’, padahal fenomena pemanasan global hanya
merupakan bagian dari perubahan iklim, karena parameter iklim tidak
hanya temperatur saja, melainkan ada parameter lain yang terkait seperti
presipitasi, kondisi awan, angin, maupun radiasi matahari. Pemanasan
global merupakan peningkatan rata-rata temperatur atmosfer yang dekat
dengan permukaan bumi dan di troposfer, yang dapat berkontribusi pada
perubahan pola iklim global.
Pemanasan global terjadi sebagai akibat meningkatnya jumlah
emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer. Naiknya intensitas efek rumah
kaca yang terjadi karena adanya gas dalam atmosfer yang menyerap sinar
panas yaitu sinar infra merah yang dipancarkan oleh bumi menjadikan
perubahan iklim global. Meskipun pemanasan global hanya merupakan
satu bagian dalam fenomena perubahan iklim, namun pemanasan global
menjadi hal yang penting untuk dikaji. Hal tersebut karena perubahan
temperatur akan memberikan dampak yang signifikan terhadap aktivitas
manusia. Perubahan temperatur bumi dapat mengubah kondisi lingkungan
yang pada tahap selanjutkan akan berdampak pada tempat dimana kita

4
dapat hidup, apa tumbuhan yang kita makan dapat tumbuh, bagaimana dan
dimana kita dapat menanam bahan makanan, dan organisme apa yang
dapat mengancam. Ini artinya bahwa pemanasan global akan mengancam
kehidupan manusia secara menyeluruh.
Studi perubahan iklim melibatkan analisis iklim masa lalu, kondisi
iklim saat ini, dan estimasi kemungkinan iklim di masa yang akan datang
(beberapa dekade atau abad ke depan). Hal ini tidak terlepas juga dari
interaksi dinamis antara sejumlah komponen sistem iklim seperti atmosfer,
hidrofer (terutama lautan dan sungai), kriosfer, terestrial dan biosfer, dan
pedosfer. Dengan demikian, dalam studi-studi mengenai perubahan iklim
dibutuhkan penilaian yang terintegrasi terhadap sistem iklim atau sistem
bumi.
Laporan terakhir The Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC) menyatakan bahwa pengetahuan ilmiah saat ini tentang bagaimana
iklim akan berubah memberikan gambaran emisi gas rumah kaca dimasa
mendatang. Laporan tersebut juga mengestimasi perubahan temperatur
global antara 1,4oC dan 5,8oC pada akhir tahun 2100. Pembuat
kebijaksanaan internasional bertujuan menjaga peningkatan temperatur
global pada kisaran dibawah 2oC. Penemuan IPCC selanjutnya
menyarankan bahwa efek pemanasan global akan menyebabkan
peningkatan permukaan air laut, dan peningkatan dalam kejadian cuaca
ekstrim, seperi ringkasan sebagai berikut (IPCC, 2001-a).
a. Temperatur permukaan bumi diproyeksikan meningkat antara 1,4oC
sampai 5,8oC sebagai kisaran rata-rata global dari tahun 1990 sampai
tahun 2010;
b. Pemanasan (ekspansi thermal) dari lautan, bersamaan dengan
pelelehan gletser dan es di daratan, akan menyebabkan peningkatan
permukaan air laut seluruh dunia, yang berarti permukaan air laut
diproyeksikan naik 0,09 sampai 0,88 meter antara tahun 1990 sampai
tahun 2010, hal ini akan berlangsung terus bahkan setelah konsentrasi
gas rumah kaca di atmosfer menjadi stabil;

5
c. Kejadian cuaca ekstrim seperti gelombang panas, kekeringan, dan
banjir diprediksi akan terus meningkat, demikian juga temperatur
minimal yang lebih tinggi dan semakin sedikit hari-hari yang dingin;
d. Gletser dan puncak es yang meleleh diproyeksikan akan terus semakin
meluas selama abad XXI, dengan ancaman gletser tropis dan subtropis
dan beberapa kasus akan menghilang.

B. Pengertian Kesehatan
Menurut UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan, pengertian
kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomis.
Defenisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu
keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya
bebas dari penyakit atau kecacatan.
Menurut Perkins, kesehatan merupakan suatu keadaan yang
seimbang dan dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh juga berbagai faktor
yang mempengaruhinya.

C. Perubahan Iklim Sebagai Variabel Perancu


Gangguan kesehatan akibat perubahan iklim merupakan variabel
dependen atau tergantung. Agen merupakan variabel independen atau
bebas. Berdasarkan pertimbangan tersebut, gangguan kesehatan berupa
kumpulan penyakit, misalnya vector-borne diseases, antara lain penyakit
demam berdarah, sebagai variabel dependen (tergantung), sementara
variabel bebasnya adalah virus Dengue. Perubahan iklim termasuk
variabel perancu (confounding variabel), sebab dapat berhubungan dengan
variabel independen dan variabel dependen. Perubahan iklim dapat
memengaruhi kehidupan virus Dengue, dan pula perubahan iklim dapat
berhubungan dengan kejadian penyakit demam berdarah, misal sebagai

6
faktor dalam menurunkan imunitas, sehingga kekuatan serangan virus
semakin potensial.
Di beberapa negara dunia, kejadian perubahan iklim sudah
dinyatakan sebagai variabel atau faktor perancu dalam aspek tinjauan
epidemiologi maupun entomologi. Jelas sekali bahwa perubahan iklim
sebagai variabel perancu memiliki peran yang sangat signifikan dalam
menentukan terjadinya gangguan kesehatan. Dengan mengetahui bahwa
perubahan iklim sebagai variabel perancu, segala upaya bisa dilakukan,
sehingga bisa mengantisipasi dan mengurangi akibat yang ditimbulkan
oleh perubahan iklim tersebut.

D. Dampak Kesehatan Dari Perubahan Iklim


Perubahan iklim dapat mengubah kualitas air, udara, makanan;
ekologi vektor; ekosistem, pertanian, industri, dan perumahan. Semua
aspek tersebut memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan
kualitas hidup manusia. Perubahan iklim telah menciptakan suatu
rangkainan kausalitas kompleks yang berujung pada dampak kesehatan.
Misalnya saja, kualitas dan suplai makanan. Variabel ini sangat
dipengaruhi oleh iklim. Bagaimana keteraturan iklim telah membuat
petani tahu kapan waktu yang tepat untuk menebarkan benih, memupuk,
dan memanen lahannya. Saat iklim berubah, cuaca juga berubah.
Kekeringan dan banjir dapat datang sewaktu-waktu. Mungkin petani
masih bisa memanfaatkan air tanah. Akan tetapi, seperti telah disebutkan
dalam penjelasan sebelumnya, aktivitas antropogenik manusia telah
merubah wajah vegetasi bumi. Kualitas dan kuantitas air tanah dan
permukaan kini juga berada dalam ancaman. Perubahan cuaca,
kelembaban, suhu udara, arah dan kekuatan angin juga mempengaruhi
perilaku hama.
Dampak kesehatan dari perubahan iklim dapat bersifat langsung
maupun tidak langsung. Dampak langsung berupa peningkatan cedera
terkait dengan peristiwa cuaca ekstrim, dan dampak tidak langsung seperti:

7
Meningkatnya penyakit bawaan vektor, yaitu : malaria, dengue,
filariasis, penyakit tidur, penyakit bawaan tungau. Meningkatnya suhu
bumi, maka masa inkubasi agent dalam nyamuk dan vektor lain menjadi
lebih pendek, siklus hidup lebih pendek, rnasa transmisi lebih panjang,
kepadatan geografis lebih tinggi, luas area geografis lebih besar, dan
aktivitas menggigit korban lebih tinggi. Kematian dan kesakitan penyakit
bawaan vektor telah meningkat, juga daerah geografis yang terserang lebih
luas.
Meningkatnya penyakit bawaan air (diare, kolera, tifes,
leptospirosis) akibat penurunan kualitas air dan pasokan air serta banjir
dan kekeringan.
Meningkatnya kasus gizi buruk terkait dengan produksi pangan
dan pergeseran penggunaan lahan Meningkatnya penyakit kardio vaskuler
serebral, hipertensi, dan gangguan mental yang berhubungan dengan stres
perkotaan, gaya hidup, pemindahan dan konflik.
Meningkatnya influenza (ISPA) dan penyakit pernafasan (asma,
pneumonia) akibat peningkatan polusi udara bebas serta dalam gedung.
Meningkatnya penyakit bawaan makanan akibat kontaminasi,
penanganan makanan, dan kemiskinan. Semua dampak kesehatan
dirasakan sangat akut, karena perubahan iklim
menghilangkan/mematahkan semua kebutuhan dasar bagi hidup sehat.
Perubahan iklim mempengaruhi tingkah laku manusia, yang pada
gilirannya berakibat pada pola penyebaran penyakit (Slamet, 2000). Di
Eropa pada musim dingin orang lebih suka tinggal di dalam rumah,
sebaliknya pada musim panas banyak kegiatan di luar rumah. Tingkah
laku manusia sangat menentukan penyebaran penyakit. Iklim berpengaruh
langsung maupun tidak langsung terhadap bibit penyakit. Bakteri, virus
dan parasit hanya dapat tumbuh pada suhu lingkungan tertentu.
Peningkatan suhu akan memperpendek waktu yang diperlukan bibit
penyakit untuk berkembang biak. Peningkatan suhu lingkungan
menyebabkan nyamuk memproduksi telur lebih banyak dan membutuhkan

8
darah manusia lebih banyak. Curah hujan juga mempengaruhi populasi
nyamuk.
Beberapa contoh sistem peringatan dini dengan menggunakan
perubahan iklim untuk meramalkan epidemi penyakit telah dimulai sejak
lama. Pada tahun 1923, Gill (dikutip dalam WHO, 2005) mengembangkan
system peringatan dini untuk malaria di India berdasarkan curah hujan.
Rogers (dikutip dalam WHO, 2005) juga di India pada tahun yang sama
menggunakan variable iklim seperti suhu, curah hujan, kelembaban, dan
angina untuk meramalkan penyakit radang paru-paru, cacar, lepra dan
TBC (tuberculosis). Data yang mereka kumpulkan dapat dipakai untuk
meramalkan epidemi di masa mendatang, dan untuk membuat suatu
system peringatan dini (early warning system).
Di Indonesia penyakit menular oleh vektor yang perlu diwaspadai
adalah malaria dan demam berdarah. Peningkatan suhu lingkungan
menyebabkan nyamuk Anopheles sundaicus (menularkan malaria) dan
Aedes aegypti (menularkan demam berdarah) lebih mudah berkembang
biak. Disamping itu migrasi penduduk dari desa ke kota, antar-kota dan
antar-pulau juga memungkinkan malaria berpindah dari daerah endemis ke
tempat yang baru. Pengendalian vektor yang memadai dapat mencegah
penularan malaria dan demam berdarah. Masalahnya, banyak nyamuk
kebal terhadap insektisida dan pemerintah kekurangan biaya untuk
memantapkan system pengendalian vektor, karena biaya yang tersedia
harus digunakan untuk keperluan yang lebih mendesak, misalnya
penanggulangan bencana alam, kurang gizi dan penyakit infeksi lainnya.

E. Water-borne Diseases
Water-Borne diseases adalah penyakit pada individu atau
kelompok penduduk yang peka, disebabkan oleh kuman patogen yang
berada di media air dengan pola penularan melalui saluran pencernaan,
pernapasan, absorbsi kulit dari mikroba atau alga yang beracun. Semuanya
disebabkan oleh buruknya kualitas air.

9
Variabilitas iklim di suatu daerah mengakibatkan adanya variasi
suhu udara, kelembaban, curah hujan, serta limpasan air. Hal ini
berpotensi sebagai media perkembangan kehidupan agen-agen mikrobial,
antara lain bakteri patogen, virus, dan protozoa.
Paparan waterborne diseases relatif sama dengan foodborne
diseases, dapat terjadi melalui air minum (terutama yang tercemar kotoran
manusia), ikan laut (kontaminasi toksin, mikroba, atau karena buangan air
kotor), atau dari sumber air olahan (bahan baku air irigasi dan air yang ter-
cemar). Khusus untuk water-borne diseases, adanya pengaruh variabilitas
iklim dapat menyebabkan limpasan air hujan, beban air kotor kota,
rembesan septic tank, sistem olahan air kotor (kombinasi antara saluran
irigasi dan saluran air hujan) menjadi berat, berpotensi sebagai media
mikroba. Di sisi lain gelombang laut dapat membawa sampah, termasuk
hewan mati, kotoran manusia dan juga air kotor yang tak terolah, sehingga
memperburuk kondisi sanitasi.

F. Foodborne-diseases
Food borne diseases (penyakit yang ditularkan melalui makanan)
tidak hanya terjadi di negara yang sedang berkembang, tetapi juga di
negara maju. Penyakit ini menjangkiti 76 juta penduduk di Amerika
Serikat. Dari keseluruhan kasus tersebut, 325.000 kasus diantaranya
memerlukan rawat inap dan 5.000 orang meninggal per tahun. Food borne
diseases sangat signifikan dalam permasalahan kesehatan masyarakat,
bukan saja karena jumlah kasus yang banyak, tetapi juga terkait dengan
biaya ekonomi yang tinggi, dan banyak ditemukan organisme tipe baru,
seperti bakteri E. coli. Penyebaran kuman ini secara potensial dimediasi
oleh makanan karena kurang sempurnanya dalam memasak, khususnya
pada daging. Permasalahan ini terjadi di Amerika Serikat terjadi sejak
tahun 1980-an.
Di Amerika Serikat, food borne diseases terutama terjadi akibat
mengkonsumsi makanan laut (ikan dan kerang) yang tercemar. Salah satu

10
kuman penyebabnya adalah V.cholerae yang juga sebagai penyebab water
borne diseases. Kuman ini adalah kuman patogen penyebab wabah di
dunia. Kuman ini sangat banyak ditemukan di plankton dan air pantai di
daerah pandemi.
Terdapat korelasi antara salinitas dan konsentasi bakteri pada
makanan. Dalam monitoring di Florida, Amerika Serikat, ditemukan
adanya korelasi tingkat penyebaran dengan suhu, serta curah hujan.
Kejadian food borne diseases ternyata sangat dipengaruhi oleh kondisi air
dan makanan, terutama oleh adanya perubahan dan variabilitas iklim,
utamanya oleh karena faktor suhu udara.

G. Vector borne-diseases
Vector borne-diseases merupakan salah satu kontributor terbanyak
dalam menyebabkan beban penyakit pada masa global saat ini karena
sangat peka dengan kondisi iklim. Kondisi ini akan secara langsung
memengaruhi kehidupan vektor dan secara tidak langsung juga terhadap
kasus kejadian vector borne-diseases.
Adanya dampak secara biologik dari vektor akibat perubahan iklim
dikatagorikan dalam ke dalam empat pola, yakni
1. efek fisiologik, yakni adanya laju perkembangan atau metabolik dari
hewan, mapun proses di tumbuhan;
2. efek dalam distribusi, yakni adanya respon dari kondisi rata-rata suhu
dan curah hujan;
3. efek fenologik, yakni adanya waktu kejadian siklus hudup seperti
penempatan telur; dan
4. adaptasi, di mana beberapa spesies dengan generasi yang pendek dan
laju pertumbuhan yang cepat mengalami beberapa mikro evolusi.
Beberapa vektor berpotensi merespon terhadap perubahan iklim
(tabel 1). Dalam tabel 1 tersebut tampak bahwa nyamuk merupakan vektor
yang banyak mengakibatkan penyakit di Indonesia, terutama malaria,
filariasis, dan dengue fever (spe-sifiknya Dengue Hemorrhagic Fever atau

11
demam berdarah). Memang secara geografis, sosial ekonomi dan budaya,
sangat memungkinkan beberapa pe-nyakit tersebut berada di Indonesia.
Tabel 1.
Beberapa vektor yang mempunyai responsitas tinggi terhadap
perubahan ikim
Vektor Jenis Penyakit Penyebaran Aktif Penyebaran Pasif
Nyamuk Malaria, filariasis, Dapat menyebar luas Bisa meluas dan sering melalui
dengue fever, dan bereproduksi transportasi manusia, termasuk
yellow fever relatif cepat terumata antar benua seperti Aedes
daerah baru yang albopictus yang dapat melalui
cocok roda karet dalam mobil
Lalat pasir Leishmaniasis Jarak terbang Bertelur, istirahat, dan pergi
(sandflies) terbatas dari habitat manusia
Tritomines Penyakit Chagas Dapat terbang Biasa menyebar luas, sering
dengan jarak tertentu melalui bagasi yang dibawa
manusia
Kutu Isodes Penyakit Lyme, Kekuatan Bisa meluas, dengan waktu
encephalitis penyebaran aktif lama karena menempel di
karena tick-borne terbatas burung dan mamalia besar
Lalat tse tse Tripanosomiasis Dapat terbang Jarang menyebar pasif, terjadi
orang Afrika dengan jarak tertentu pada lalat dewasa yang terbawa
pada suatu barang/vehicle
Lalat hitam Onchocerciasis Dapat menempuh Bertelur, istirahat, dan pergi
(blackflies) perjalanan jauh dari habitat manusia
ratusan
kilometerterbawa
angin; habitas baru
dikolonisasi oleh
blackflies ini

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. perubahan iklim adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara
lain suhu dan distribusi curah hujan yang membawa dampak luas
terhadap berbagai sektor kehidupan manusia (Kementerian
Lingkungan Hidup, 2001).
Perubahan fisik ini tidak terjadi hanya sesaat tetapi dalam kurun waktu
yang panjang. LAPAN (2002) mendefinisikan perubahan iklim adalah
perubahan rata-rata salah satu atau lebih elemen cuaca pada suatu
daerah tertentu. Sedangkan istilah perubahan iklim skala global adalah
perubahan iklim dengan acuan wilayah bumi secara keseluruhan.
2. Defenisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan
sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas
dari penyakit atau kecacatan.
3. Perubahan iklim termasuk variabel perancu (confounding variabel),
sebab dapat berhubungan dengan variabel independen dan variabel
dependen. Perubahan iklim dapat memengaruhi kehidupan virus
Dengue, dan pula perubahan iklim dapat berhubungan dengan kejadian
penyakit demam berdarah, misal sebagai faktor dalam menurunkan
imunitas, sehingga kekuatan serangan virus semakin potensial.
4. Dampak kesehatan dari perubahan iklim dapat bersifat langsung
maupun tidak langsung. Dampak langsung berupa peningkatan cedera
terkait dengan peristiwa cuaca ekstrim, dan dampak tidak langsung
seperti: Meningkatnya penyakit bawaan vektor, yaitu : malaria,
dengue, filariasis, penyakit tidur, penyakit bawaan tungau.
Meningkatnya suhu bumi, maka masa inkubasi agent dalam nyamuk
dan vektor lain menjadi lebih pendek, siklus hidup lebih pendek, rnasa
transmisi lebih panjang, kepadatan geografis lebih tinggi, luas area
geografis lebih besar, dan aktivitas menggigit korban lebih tinggi.

13
Kematian dan kesakitan penyakit bawaan vektor telah meningkat, juga
daerah geografis yang terserang lebih luas.
5. Water-Borne diseases adalah penyakit pada individu atau kelompok
penduduk yang peka, disebabkan oleh kuman patogen yang berada di
media air dengan pola penularan melalui saluran pencernaan,
pernapasan, absorbsi kulit dari mikroba atau alga yang beracun.
Semuanya disebabkan oleh buruknya kualitas air.
6. Food borne diseases sangat signifikan dalam permasalahan kesehatan
masyarakat, bukan saja karena jumlah kasus yang banyak, tetapi juga
terkait dengan biaya ekonomi yang tinggi, dan banyak ditemukan
organisme tipe baru, seperti bakteri E. Coli.
7. Vector borne-diseases merupakan salah satu kontributor terbanyak
dalam menyebabkan beban penyakit pada masa global saat ini karena
sangat peka dengan kondisi iklim. Kondisi ini akan secara langsung
memengaruhi kehidupan vektor dan secara tidak langsung juga
terhadap kasus kejadian vector borne-diseases.

B. Saran
Diharapkan kepada tenaga kesehatan agar lebih melakukan
pendekatan terhadap masyarakat. Sehingga mengerti apa masalah yang
sedang dialami oleh masyarakat dan bermusyawarah dengan masyarakat
untuk menaggulangi masalah tersebut sehingga masayarakat benar-benar
paham tentang pentingnya kesehatan yang berpengaruh dari perubahan
iklim.

14
DAFTAR PUSTAKA

Haryanto, Budi. 2008. "Climate Change and Public Health Adaptation in


Indonesia". Department of Environmental Health, University of
Indonesia.
Slamet, J.S. 2000. Kesehatan Lingkungan. Cetakan keempat. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Soemirat, Juli. 2008. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada
Univ.press.
K. Soedjajadi. 2007. Perubahan Iklim Global Kesehatan Manusia. Jurnal
Kesehatan Lingkungan, VOL.3 NO.2: 195 - 204

15

Anda mungkin juga menyukai