Anda di halaman 1dari 105

PERBANDINGAN UMUR STRUKTUR KAKI JACKET AKIBAT BEBAN

AKSIAL DAN BEBAN GELOMBANG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Meraih Gelar

Sarjana pada Departemen Teknik Kelautan Fakultas Teknik

Universitas Hasanuddin

Gowa

OLEH :

AKMAL AFANDI
D321 13 006

DEPARTEMEN TEKNIK KELAUTAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
GOWA
2017
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DEPARTEMEN TEKNIK KELAUTAN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN
Jln. Poros Malino Km. 6, Gowa, 92119, Sulawesi Selatan
Tlp./Fax : +62411-585637, Email:Kapal9uh@indosat.net; kapal@ft.unhas.ac.id

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi

PERBANDINGAN UMUR STRUKTUR KAKI JACKET AKIBAT BEBAN


AKSIAL DAN BEBAN GELOMBANG

Oleh:
AKMAL AFANDI
D321 13 006

Telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Pembimbing Pada :

Tanggal :
Di :

ii
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DEPARTEMEN TEKNIK KELAUTAN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN
Jln. Poros Malino Km. 6, Gowa, 92119, Sulawesi Selatan
Tlp./Fax : +62411-585637, Email:Kapal9uh@indosat.net; kapal@ft.unhas.ac.id

HALAMAN PENGESAHAN KOMISI PENGUJI

Judul Skripsi

PERBANDINGAN UMUR STRUKTUR KAKI JACKET AKIBAT BEBAN


AKSIAL DAN BEBAN GELOMBANG

Disusun dan diajukan oleh:

AKMAL AFANDI
D321 13 006

Telah diuji dan dipertahankan didepan panitia ujian skripsi

Pada tanggal 27 November 2017

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dengan susunan kepanitiaan sebagai berikut:

Ketua : Ashury, ST., MT.

Sekertaris : Muhammad Zubair Muis Alie, ST., MT., Ph.D.

Anggota : 1. Dr. Taufiqur Rachman, ST., MT.

2. Daeng Paroka, ST., MT., Ph.D.

3. Ir. H. Juswan, MT.

iii
ABSTRAK

Akmal Afandi, Perbandingan Umur Struktur Kaki Jacket Akibat


Beban Aksial Dan Beban Gelombang (Dibawah Bimbingan Bapak
Ashury Dan Bapak Muhammad Zubair Muis Alie).

Di Indonesia, explorasi minyak lepas pantai banyak dilakukan di


perairan dangkal dan menengah sehingga tipe yang paling banyak
digunakan adalah fixed offshore platform. Khusus di perairan
menengah, tipe fixed offshore platform yang digunakan adalah tipe
template atau jacket. Struktur offshore termasuk tipe jacket akan
menerima beban struktur dan beban gelombang secara siklik dan
acak sehingga berdasarkan perilaku beban gelombang maka salah
satu penyebab kegagalan pada tipe jacket ini yang perlu
diperhatikan juga adalah fatigue. Penelitian ini membandingkan
umur kelelahan (fatigue life) jacket offshore struktur dengan
mengunakan pembebanan yang berbeda yaitu beban struktur atau
geladak dan beban gelombang. Dari hasil analisa dengan
menggunakan bantu software SACS dan metode nonlinear finite
element analysis (NLFEA) serta formulasi fatigue S-N Curves
American Petroleum Institute Recommended Practice 2A-Working
Stress Design (API RP 2A-WSD) untuk menganalisa umur
kelelahan struktur bangunan lepas pantai akibat tegangan kerja
yang dialami. Diperoleh kesimpulan yaitu bahwa pembebanan
akibat beban struktur jauh lebih lama dibandingkan dengan umur
struktur yang diperoleh akibat pembebanan beban gelombang
dengan nilai siklus yang didapat sebesar 2731254826 atau 2,73 x
109 maka umur kelelahan struktur yang di peroleh akibat beban
geladak adalah 185 tahun, sedangakan nilai siklus yang diperoleh
akibat bebang gelombang sebesar 1125346413 atau 1,12 x 109
maka umur kelelahan struktur yang diperoleh akibat beban
gelombang adalah 108 tahun.

Kata Kunci: Offshore, Jacket, Fatique Life.

iv
ABSTRACT

Akmal Afandi, The Age Comparison of Jacket Leg Structure Due


To Axial Burden And Wave Burden (Under the Guidance of Mr.
Ashury And Mr. Muhammad Zubair Muis Alie).

In Indonesia, offshore oil exploration is mostly done in shallow


waters and medium so that the type of the most widely in use is
fixed offshore platform. Particularly in medium water, offshore fixed-
platform type is used is a template or jacket type. Offshore structure
including jacket type will receives structural loads and cyclic and
random wave loads so that based on the wave load behavior then
one of the causes of failure on this type of jacket that need to be
considered also is fatigue. This research compare the fatigue life of
the jacket offshore structure with using different loadings ie
structural or deck loads wave load. From result of analysis by using
SACS software aid and nonlinear finite element analysis (NLFEA)
methods and S-N fatigue formulations Curves American Petroleum
Institute Recommended Practice 2A-Working Stress Design (API
RP 2A-WSD) to analyze the building fatigue life offshore due to the
working stress experienced. The conclusion is that loading due to
structural load is much longer than the age structure obtained due
to loading of wave load with cycle value which obtained for
2731254826 or 2,73 x 109 then the fatigue life of the structure
obtained by deck load is 185 years, while the cycle value is
obtained due to wave load of 1125346413 or 1,12 x 109 then age
the structure fatigue obtained by the wave load is 108 years.

Keywords: Offshore, Jacket, and Fatique Life.

v
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Atas ke-hadirat Allah SWT yang telah
memberikan berkah dan rahmat-Nya serta tak lupa sholawat dan salam
kepada Baginda Rasulallah SAW, sehingga skripsi yang berjudul
‘‘Perbandingan Umur Struktur Kaki Jacket Akibat Beban Aksial
Dengan Dan Gelombang” dapat terselesaikan dengan baik yang
merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam
memperoleh gelar Sarjana pada Departemen Teknik Kelautan Fakultas
Teknik Universitas Hasanuddin.

Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-


besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan
motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini, terutama kepada :

1. Allah SWT yang selalu memberikan apa yang dibutuhkan hamba-


hambanya yang beriman dalam menuntutu ilmu dan segala nikmat-
Nya yang tak terhingga.
2. Keluwarga saya tercinta, terkhusus kepada kedua orang tua,
Ayahanda Bahar dan Umi Mariani tercinta yang selalu
mendoakan dan memberikan dukungan dalam setiap langkah
penulis, tanpa mereka penulis tidak akan berada pada titik ini. Kak
Hja. Rosmiati S.Pd, dan Kak Sade Lahade, S.Pd terimakasih atas
motivasi dan dukungan dalam proses penyelesaian tugas akhir ini,
adik saya Wandi Saputra terimakasih atas segala limpahan cinta,
doa dan kasih sayang yang tak pernah pupus oleh ruang waktu
yang berbeda. Penghargaan kami atas segala do’a dan upaya
dalam mendukung langkah penulis selama ini.
3. Bapak Ashury, ST., MT., selaku Pembimbing I, Terima kasih untuk
semua saran serta dukungan yang berarti kepada penulis selama

vi
penyusunan skripsi, sehingga dengan bantuan, arahan dan
nasehatnya penulis menjadi lebih mengerti.
4. Bapak Muh. Zubair Muis Alie, ST., MT., Ph.D., selaku
Pembimbing II, Terima kasih atas saran dan semua arahannya
yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Ir. Juswan, MT., selaku penguji. Terima kasih atas saran,
nasehat dan arahan yang telah bapak berikan kepada penulis.
6. Bapak Dr. Taufiqur Rachman, ST., MT., selaku penguji. Terima
kasih atas saran, nasehat dan arahan yang telah bapak berikan
kepada penulis.
7. Bapak Daeng Paroka, ST., MT., Ph.D., selaku penguji. Terima
kasih atas saran, nasehat dan arahan yang telah bapak berikan
kepada penulis.
8. Kepada kanda Samuel, ST., MT, Jamaluddin, ST dan Sukri, ST
yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini, terimakasih atas arahan dan motivasi selama penulis ada dalam
dunia kampus.
9. Seluruh Dosen dan Staf Departemen Teknik Kelautan Fakultas
Teknik Universitas Hasanuddin terkhusus kepada Ibu Marwah, Pak
Isran dan Pak Rio. Terima kasih atas segala bentuk bantuannya.
10. Rekan-rekan Mahasiswa Departemen Teknik Kelautan terkhusus
untuk kanda Jamaluddin, ST dan satu perjuangan angkatan 2013
(Andi Nurul Iftitah, Muqrimah Ishaq, Juniati Laela, Tsumiratin
Rizkiani, Zatil HIdayah, Dian Ramasari, Putri Ayu Puspita Lestari,
Grace, Nur Amri Yazid M.A, Astrian Gusman, Awaluddin,
Irwansyah, Sandi Putra, Faisal, Nur Ichlas Arman, Guswandi,
Gunawan, Fredy, Yafet Rombe, Yizhar Aldy Tandi, Yusuf, Aswan,
Rian, Fari Pebrian, Wira Wigraha, Iqbal, dan teman2 seperjuangan)
yang tidak sempat saya tulis namanya dan penulis mengucapkan
terimakasih atas inspirasi dan dukungan dalam proses
penyelesaian tugas akhir ini.

vii
11. Rekan-rekan Asisten di Laboratorium Fisika dan Lains Plan
kebersamaan dengan kalian tidak akan terlupakan.
12. Teman-teman KKN Gelombang 95 Kabupaten Bantaeng
Universitas Hasanuddin, terima kasih atas kebersamaannya dan
kerjasamanya selama ini terutama di posko Induk terkhusus
kepada Saudara Aksi Hasdir Rawin penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar – besarnya atas bantuannya selama ini
pada penulis dalam proses penyusunan tugas akhir.
13. Terimakasih kepada Pondok Biru/Pondok Qur’an (Nur Amri Yazid
MA, Sofyan Asshiddiq, Suardi Hasjum, Awaluddin, dinda Ihsan,
dinda Hasrullah, dinda Rio, dan Dinda Mardi) atas segala hal dalam
membantu penulis dalam proses penyusunan tugas akhir ini.
14. Terimakasih kepada Lembaga Dakwah GKM AL-Muhanddis atas
segala hal dalam membantu penulis dalam proses penyusunan
tugas akhir ini.
15. Terimasih penulis berikan kepada saudara Jusriadil seperjuangan
penulis waktu menuntut pendidikan di SMAN 6 Bulukumba, atas
support dan motivasinya selama penulis dalam proses
penyelesaian tugas akhir.
16. Serta seluruh pihak yang telah membantu terselesainya tugas akhir
ini yang tidak dapat ditulis dan disebutkan namanya satu per satu.

Demikian tugas akhir ini penulis buat, semoga tugas akhir ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca, khususnya mahasiswa Departemen
Teknik Kelautan. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih memiliki
banyak kekurangan didalamnya. Oleh karena itu saran dan kritik yang
sifatnya membangun dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
kesempurnaan kedepannya.
Gowa, 14 Nopember 2017

Penulis

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN KOMISI PENGUJI ........................................ iii

ABSTRAK ................................................................................................ iv

ABSTRACT .............................................................................................. v

KATA PENGANTAR ................................................................................ vi

DAFTAR ISI .............................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xv

DAFTAR TABEL .................................................................................... xvii

DAFTAR NOTASI ................................................................................... xix

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1


1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 3
1.4. Batasan Masalah ............................................................................ 3
1.5. Manfaat Penelitian .......................................................................... 4
1.6. Sistematika Penulisan ................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 6
2.1. Pengertian Jacket Platform ............................................................... 6
2.2. Bangunan Lepas Pantai (offshore) ......................................... 6
2.3. Sistem Bangunan Lepas Pantai ............................................ 7
2.3.1. Jacket atau Template .................................................. 7
2.3.2. Tower .......................................................................... 8
2.3.3. Caissons ...................................................................... 8
2.4. Pembebanan Struktur ........................................................... 9
2.4.1. Bobot Hidup (Life) ................................................................ 9
2.4.2. Bobot Mati (Dead) ...................................................... 10
2.4.3. Beban Lingkungan .................................................... 10

ix
2.4.4. Beban Konstruksi ...................................................... 10

2.4.5. Removal dan Reinstalation Load .............................. 10

2.4.6. Beban Dinamik .......................................................... 11


2.5. Beban Gelombang .............................................................. 13
2.5.1. Penentuan Karakteristik Gelombang ......................... 13

2.5.2. Penentuan Teori Gelombang yang Sesuai ................ 14

2.5.3. Teori Gelombang Airy ............................................... 16

2.5.4. Teori Gaya Gelombang ................................................... 17


2.6. Respon Struktur .................................................................. 19
2.6.1. Tegangan yang Bekerja pada Struktur ....................... 19

2.6.1.1. Tegangan Aksial .......................................... 19

2.6.1.2. Tegangan Lentur (Bending Stress)............... 19

2.6.1.3. Tegangan Geser (Shear Stress)................... 20

2.6.2. Tegangan Luluh ......................................................... 21


2.6.3. Tegangan Izin ............................................................ 21
1. Tegangan Izin Aksial (allowable axial
compressive stress).............................................. 21
2. Tegangan Izin Lentur (allowable bending stress) .. 21

3. Tegangan Izin Geser (allowable shear stress) .. 21

2.6.4. Regangan ................................................................. 22


2.6.5. Interaction Ratio ........................................................ 23
2.6.6. Kurva Tegangan Regangan ..................................... 23
2.7. Analisa Kelelahan ................................................................ 26
2.7.1. Pengertian Kelelahan (Fatigue) ................................ 26

2.7.2. Terminologi beban siklis ........................................... 29

2.8. Metode NLFEA .................................................................... 30

2.8.1. Tipe Metode NLFEA ................................................. 31

2.8.2. Algoritma Iterative Solution ...................................... 31

2.8.3. Proses Peningkatan Beban ...................................... 32


x
2.8.4. Pembebanan dan Kondisi Syarat Batas ................... 32

2.8.5. Ketidaksempurnaan Geometrik ................................ 32

2.8.6. Spesifikasi Material ................................................. 33

2.9. Analisis Umur Struktur ......................................................... 33

2.10. Gambaran Umum SACS .................................................... 34


BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 36

3.1. Jenis Penelitian ................................................................... 36


3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................... 36
3.2.1. Lokasi Penelitian ...................................................... 36
3.2.2. Waktu Penelitian ...................................................... 36
3.3. Metode Pengambilan Data .................................................. 36
3.3.1. Data Struktur Jacket type Fixed Offshore Platform .. 36
3.3.2. Data Lingkungan Struktur Jacket type Fixed
Offshore Platform .................................................... 40
3.4. Alur Penelitian ...................................................................... 40
3.5. Kerangka Penelitian ............................................................ 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 43

4.1. Pemodelan Struktur Jacket Pada SACS ............................. 43


4.2. Hasil Run Analysis Jacket type Platform Pada Software
SACS .................................................................................. 49

4.2.1. Unity Check (Interaction Ratio) Struktur ..................... 50


4.2.1.1 Unity Check Akibat Beban Geladak ............... 50
4.2.1.2 Unity Check Akibat Beban Gelombang ......... 52
4.2.1.3 Unity Check Akibat Beban Geladak dan
Beban Gelombang......................................... 54

4.2.2. Distribusi Tegangan Yang Bekerja Pada Struktur ..... 55


4.2.2.1 Distribusi Tegangan Bending Y Akibat Beban
Geladak ......................................................... 56

4.2.2.2 Distribusi Tegangan Bending Z Akibat Beban


Geladak ........................................................ 56
4.2.2.3 Distribusi Tegangan Bending Y Akibat Beban
Gelombang .................................................... 58

xi
4.2.2.4 Distribusi Tegangan Bending Z Akibat Beban
Gelombang .................................................... 59

4.2.2.5 Distribusi Tegangan Bending Y Akibat Beban


Geladak dan Beban Gelombang ................... 61

4.2.2.6 Distribusi Tegangan Bending Z Akibat Beban


Geladak dan Beban Gelombang ................... 61

4.3. Analisa Hubungan Tegangan Regangan Yang Bekerja


Pada Struktur ....................................................................... 63
4.3.1. Hubungan Tegangan Aksial dengan Regangan
Akibat Beban Geladak .............................................. 63

4.3.2. Hubungan Tegangan Bending Y dengan Regangan


Akibat Beban Geladak ............................................... 65

4.3.3. Hubungan Tegangan Bending Z dengan Regangan


Akibat Beban Geladak ............................................... 66

4.3.4. Hubungan Tegangan Aksial dengan Regangan


Akibat Beban Gelombang ......................................... 68

4.3.5. Hubungan Tegangan Bending Y dengan Regangan


Akibat Beban Gelombang.......................................... 69

4.3.6. Hubungan Tegangan Bending Z dengan Regangan


Akibat Beban Gelombang.......................................... 71

4.3.7. Hubungan Tegangan Aksial dengan Regangan


Akibat Beban Geladak dan Beban Gelombang ........ 72

4.3.8. Hubungan Tegangan Bending Y dengan Regangan


Akibat Beban Geladak dan Beban Gelombang ......... 74

4.3.9. Hubungan Tegangan Bending Z dengan Regangan


Akibat Beban Geladak dan Beban Gelombang ......... 76

4.4. Analisa Kelelahan Umur Struktur ....................................... 77

BAB V PENUTUP ................................................................................... 82

5.1. Kesimpulan .......................................................................... 82


5.2. Saran .................................................................................... 82

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 84

xii
LAMPIRAN ............................................................................................. 86

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Bangunan Lepas Pantai ...................................................... 1


Gambar 2.1. Struktur Jacket Type Platform ............................................. 6
Gambar 2.2. Jacket atau Template .......................................................... 7
Gambar 2.3. Compliant Tower ................................................................. 8
Gambar 2.4. Caissons ............................................................................. 8
Gambar 2.5. Beban – Beban yang bekerja pada struktur anjugan
lepas pantai (Sumber: S1-7173 Perencanaan Bangu –
nan Lepas Pantai .............................................................. 11
Gambar 2.6. Frofil Gelombang ............................................................... 14
Gambar 2.7. Grafik Hubungan H/λ dengan h/λ ...................................... 15
Gambar 2.8. Distribusi Gaya Gelombang (Dawson, 1983) .................... 18
Gambar 2.9.Kurva Tegangan-Regangan Baja Struktural (Salmon
C.G., dan Jhon E.J., 1986) ................................................. 24
Gambar 2.10. Contoh sambungan yang sensitif terhadap fatigue
(Sumber :DNV-RP-C203: Fatigue Design Of Offshore
Steel Structures) ............................................................. 27
Gambar 2.11. Kurva S-N (Struktur baja, Salmon dan Jhonson, 1986) .. 28
Gambar 2.12. Software SACS ............................................................... 34
Gambar 3.1. Bentuk dan Dimensi Ketinggian Struktur Jacket (PT.
Total E & P Indonesie) ...................................................... 37
Gambar 3.2. Pengecekan hasil running analysis model SACS
(Hasil Olahan 2017) .......................................................... 41
Gambar 3.3. Kerangka Alur Penelitian ................................................... 42
Gambar 4.1. Tampilan Awal Software SACS (Hasil Olahan 2017) ........ 43
Gambar 4.2. Tampilan Awal Prescede Software SACS (Hasil
Olahan 2017) .................................................................... 44
Gambar 4.3. Pengimputan Nilai Koordinat Pada Software SACS
(Hasil Olahan 2017) .......................................................... 44
Gambar 4.4. Hasil Penghubungan Member antar Joint Pada
Software SACS (Hasil Olahan 2017) ................................ 45
Gambar 4.5. Submenu Member Section Pada Software SACS
(Hasil Olahan 2017) .......................................................... 45
Gambar 4.6. Submenu Member Group group Pada Software SACS
(Hasil Olahan 2017) .......................................................... 46
xiv
Gambar 4.7. Tampilan 3D Struktur Jacket pada Software SACS
(Hasil Olahan 2017) ........................................................... 46
Gambar 4.8. Distribusi Load pada Software SACS (Hasil Olahan
2017) ................................................................................ 47
Gambar 4.9. Distribusi Environment Load pada Software SACS
(Hasil Olahan 2017) ......................................................... 47
Gambar 4.10. Joint Fixities Leg pada Software SACS (Hasil
Olahan 2017) .................................................................. 48
Gambar 4.11. Tampilan Model Jacket dengan Menginput Beban
Geladak (Hasil Olahan 2017) .......................................... 48
Gambar 4.12. Tampilan Model Jacket dengan Menginput Beban
Gelombang (Hasil Olahan 2017) ..................................... 49
Gambar 4.13. Tampilan Unity Check (interaction ratio) Akibat Beban
Geladak Atau Struktur (Hasil Olahan 2017) .................... 50
Gambar 4.14. Tampilan Unity Check (interaction ratio) Akibat Beban
Gelombang (Hasil Olahan 2017) ..................................... 52
Gambar 4.15. Tampilan Unity Check (interaction ratio) Akibat Beban
Geladak dan Beban Gelombang (Hasil Olahan 2017) .... 54
Gambar 4.16. Tampilan Distribusi Tegangan Bending Y Akibat
Beban Geladak (Hasil Olahan 2017) ............................... 56
Gambar 4.17. Tampilan Distribusi Tegangan Bending Z Akibat
Beban Geladak (Hasil Olahan 2017) ............................... 56
Gambar 4.18. Tampilan Distribusi Tegangan Bending Y Akibat
Beban Gelombang (Hasil Olahan 2017) ......................... 58
Gambar 4.19. Tampilan Distribusi Tegangan Bending Z Akibat
Beban Gelombang (Hasil Olahan 2017) ......................... 59
Gambar 4.20. Tampilan Distribusi Tegangan Bending Y Akibat
Beban Geladak dan Beban Gelombang (Hasil
Olahan 2017) .................................................................. 61
Gambar 4.21. Tampilan Distribusi Tegangan Bending Z Akibat
Beban Geladak dan Beban Gelombang (Hasil
Olahan 2017) .................................................................. 61
Gambar 4.22. Grafik Hubungan Tegangan Aksial dengan Regangan
Akibat Beban Geladak (Hasil Olahan 2017)..................... 64
Gambar 4.23. Grafik Hubungan Tegangan Bending Y dengan
Regangan Akibat Beban Geladak (Hasil Olahan
2017) ............................................................................... 66
Gambar 4.24. Grafik Hubungan Tegangan Bending Z dengan
Regangan Akibat Beban Geladak (Hasil Olahan
2017) ................................................................................ 67
xv
Gambar 4.25. Grafik Hubungan Tegangan Aksial dengan Regangan
Akibat Beban Gelombang (Hasil Olahan 2017) .............. 69
Gambar 4.26. Grafik Hubungan Tegangan Bending Y dengan
Regangan Akibat Beban Gelombang (Hasil Olahan
2017) ................................................................................ 70
Gambar 4.27. Grafik Hubungan Tegangan Bending Z dengan
Regangan Akibat Beban Gelombang (Hasil Olahan
2017) ................................................................................ 72
Gambar 4.28. Grafik Hubungan Tegangan Aksial dengan Regangan
Akibat Beban Geladak Beban Gelombang (Hasil Olahan
2017) ............................................................................... 74
Gambar 4.29. Grafik Hubungan Tegangan Bending Y dengan
Regangan Akibat Beban Geladak dan Beban
Gelombang (Hasil Olahan 2017) ..................................... 75
Gambar 4.30. Grafik Hubungan Tegangan Bending Z dengan
Regangan Akibat Beban Geladak dan Beban
Gelombang (Hasil Olahan 2017) ..................................... 77

xvi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Hubungan h/λ dengan Parameter Ursell .............................. 15


Tabel 2.2. Formulasi Fatigue S-N Curves (API RP 2A-WSD 2002) ....... 29
Tabel 2.3. Spesifikasi Material (Sumber : Ship Structure Committee,
2015) ..................................................................................... 33

Tabel 3.1. Data Beban / Topside Loads Structure Jacket 4 Kaki ........... 38
Tabel 3.2. Dimensi dan Jenis Profil Member Struktru Jacket 4 Kaki ...... 38
Tabel 4.1. Unity Check Max pada Setiap Group Member Akibat
Beban Geladak (Hasil Olahan 2017) ..................................... 50
Tabel 4.2. Unity Check Max pada Setiap Group Member Akibat
Beban Gelombang (Hasil Olahan 2017) ............................... 52
Tabel 4.3. Unity Check Max pada Setiap Group Member Akibat
Beban Geladak dan Beban Gelombang (Hasil Olahan
2017) ..................................................................................... 54
Tabel 4.4. Member Stress Max pada Setiap Group Member Akibat
Beban Geladak ..................................................................... 57
Tabel 4.5. Member Stress Max pada Setiap Group Member Akibat
Beban Gelombang ................................................................ 59
Tabel 4.6. Member Stress Max pada Setiap Group Member Akibat
Beban Geladak dan Beban Gelombang ................................ 62
Tabel 4.7. Hubungan Tegangan Aksial dengan Regangan Akibat
Beban Geladak ...................................................................... 63
Tabel 4.8. Hubungan Tegangan Bending Y dengan Regangan Akibat
Beban Geladak ..................................................................... 65
Tabel 4.9. Hubungan Tegangan Bending Z dengan Regangan Akibat
Beban Geladak ..................................................................... 66

Tabel 4.10. Hubungan Tegangan Aksial dengan Regangan Akibat


Beban Gelombang ............................................................... 68
Tabel 4.11. Hubungan Tegangan Bending Y dengan Regangan Akibat
Beban Gelombang .............................................................. 69
Tabel 4.12. Hubungan Tegangan Bending Z dengan Regangan Akibat
Beban Gelombang .............................................................. 71

Tabel 4.13. Hubungan Tegangan Aksial dengan Regangan Akibat


Beban Geladak dan Beban Gelombang............................... 72
Tabel 4.14. Hubungan Tegangan Bending Y dengan Regangan Akibat

xvii
Beban Geladak dan Beban Gelombang .............................. 74
Tabel 4.15. Hubungan Tegangan Bending Z dengan Regangan Akibat
Beban Geladak dan Beban Gelombang .............................. 76

xviii
DAFTAR NOTASI

 = Panjang Gelombang (mm)


H = Tinggi Gelombang (mm)
T = Periode Gelombang (mm)
h = Kedalaman Laut (mm)
η = Elevasi Gelombang Permukaan (mm)
u = Kecepatan Gelombang Horizontal (mm/s)
v = Kecepatan Gelombang Vertical (mm/s)
k = Bilangan Gelombang (I/m)
ω = Frekuensi Gelombang (Hz)
c = Kecepatan gelombang (mm/s2)
a x = Percepatan Gelombang horizontal (mm/s2)
a z = Percepatan Gelombang vertical (mm/s2)
P = Tekanan Gelombang dan Hidrostatik (Pa)
ρ = Kerapatan Fluida (kg/mm3)
CD = Koefisien Gesek (Menurut API, 1980 = 0,6 ~ 1,0)
CI = Koefisien Inersia (Menurut API, 1980 = 1,5 ~ 2,0)
FD = Gaya Gesek (N)
FI = Gaya Inersia (N)
σ = Tegangan Aksial (N/mm2)
F = Gaya Aksial (N)
σ = Tegangan Lentur (N/mm2)
M = Momen (Nmm)
C = Sumbu simetri bidang (mm)
I = Momen inersia profil (mm4)
σ = Tegangan Geser (N/mm²)
P = Gaya geser atau gaya lintang (N)
A = Luas penampang (mm²)
Ft = Tegangan Izin Aksial Tekan (N/mm2)
Fy = Tegangan Luluh Bahan (N/mm2)
Fb = Tegangan Izin Lentur (N/mm2)

xix
Fv = Tegangan Izin Geser (N/mm2)
ΔL = Pertambahan Panjang (mm)
L = Panjang Mula - Mula (mm)
E = Modulus Young (N/mm2)
σ = Tegangan (N/mm2)
F = Gaya (N)
L = Panjang Mula - Mula (mm)
ΔL = Pertambahan Panjang/pendek (mm)
IR = Interaction Ratio
σa = Tegangan Aksial Aktual (N/mm2)
σai = Tegangan Aksial yang di izinkan (N/mm2)
σb = Tegangan Lentur Aktual (N/mm2)
σbi = Tegangan Lentur yang izinkan (N/mm2)
ε = Regangan
σ = Tegangan yang bekerja (N/mm2)
E = Modulus elastis (N/mm2)
Fty = Tegangan Luluh (N/mm2)
n = Koefisien Ramberg-Osgood
N = Fatigue life (Tahun)
m = Mean stress (N/mm2)
 = Stress range (N/mm2)
2 = Amplitude of stress (mm2)
Tσ = Umur perencanaan struktur (Tahun)
∆O = Nilai keruntuhan struktur (lebih kecil dari 1)
N = Jumlah siklus beban (siklus)
T1/3 = Periode (Detik)
D = diameter batang struktur (mm)

xx
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan industri lepas pantai (offshore) selama ini sangat


tergantung dalam perkembangan industri minyak dan gas. Aktivitas
industri lepas pantai (offshore) pertama muncul di tahun 1947 hingga
sekarang ini banyak bergerak dibidang eksplorasi dan eksploitasi
ladang minyak/gas di lepas pantai. Di tahun 1947 untuk pertama
kalinya anjungan lepas pantai struktur baja terpancang dengan berat
1200 ton yang diinstalasikan di Teluk Mexico pada kedalaman laut 20
feet (6 m).

Jacket merupakan suatu struktur yang digunakan pada


bangunan lepas pantai. Jacket berfungsi untuk melindungi pile agar
tetap pada posisinya, menyokong deck dan melindungi konduktor serta
menyokong substruktur lainnya seperti boat landing, barge bumper dan
lain-lain.

Gambar 1.1. Bangunan Lepas Pantai


(Sumber : oilfield magazine; 2008)

Jacket dikembangkan untuk operasi di laut dangkal dan laut


sedang yang dasarnya tebal, lunak dan berlumpur. Setelah jacket
1
ditempatkan di posisi yang diinginkan, pile dimasukkan melalui kaki
bangunan dan dipancang dengan hammer sampai menembus lapisan
tanah keras kemudian dek dipasang dan dilas.

Bahan baku atau material utama struktur jacket yang digunakan


adalah baja. Baja memiliki sifat-sifat yang menguntungkan untuk
dipakai sebagai bahan struktur yang mampu memikul beban statik
maupun beban dinamik.

Permasalahan yang selalu ada pada bangunan lepas pantai


adalah kerusakan yang dapat menyebabkan struktur tersebut gagal.
Kerusakan bangunan laut terutama terjadi akibat kelelahan (fatigue),
baik pada komponen struktur utama maupun struktur sekunder dan
tersier (Djatmiko, 2003). Menurut Wirsching (1987), bangunan lepas
pantai cenderung mengalami kelelahan karena beban lingkungan yang
bekerja didominasi oleh gelombang yang bersifat siklis, sehingga
kelelahan adalah penyebab utama kerusakan pada bangunan lepas
pantai, di mana struktur merespon secara dinamis gelombang acak.
Disamping itu factor – factor operasi lain pada tingkat tertentu juga
dapat menambah beban siklis ini, sehingga keadaan struktur
bertambah kritis (Djatmiko, 2003). Oleh sebab itu analisis kelelahan
umur pada bangunan lepas pantai sangat perlu untuk dilakukan.

Atas dasar pemikiran tersebut penulis mengusulkan tugas akhir


dengan judul ;
“ STUDI PERBANDINGAN UMUR STRUKTUR KAKI JACKET AKIBAT
BEBAN AKSIAL DENGAN BEBAN GELOMBANG”

1.2. Rumusan Masalah

Adapun permalahan-permasalahan yang dibahas dalam tugas


akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Berapakah lama umur struktur kaki jacket akibat beban aksial


yang bekerja selama bangunan struktur tersebut beroperasi ?

2
2. Berapakah lama umur struktur kaki jacket akibat beban
gelombang yang bekerja selama bangunan struktur tersebut
beroperasi ?

1.3. Tujuan Masalah

Adapun tujuan yang ingin diperoleh dalam mengerjakan tugas


akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui berapa lama umur struktur kaki jacket akibat beban


aksial yang bekerja selama bangunan struktur tersebut
beroperasi.

2. Mengetahui berapa lama umur struktur kaki jacket akibat beban


gelombang yang bekerja selama bangunan struktur tersebut
beroperasi.

1.4. Batasan Masalah

Adapun batasan-batasan masalah dalam mengerjakan tugas


akhir adalah sebagai berikut:

1. Struktur jacket yang dikaji adalah struktur fixed jacket platform.

2. Perencanaan hanya memperhitungkan struktur kaki jacket yang


berada pada garis air sampai dasar laut.

3. Pemodelan dan analisa struktur jacket platfrom dilakukan


dengan menggunakan software SACS.

4. Beban yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah beban


struktur itu sendiri/beban geladak dan beban gelombang.

5. Analisa beban struktur dan beban gelombang adalah analisa


statis.

6. Dalam tugas akhir ini bangunan atas fixed jacket platform tidak
di modelkan.

3
1.5. Manfaat Penelitian

Penyusunan Tugas Akhir ini diharapkan dapat memberikan


manfaat dalam bidang keteknikkelautanan, terutama dalam menambah
wawasan tentang ilmu bangunan lepas pantai. Output yang dihasilkan
dalam Tugas Akhir ini diharapkan dapat memberi kemudahan bagi
para mahasiswa Teknik Kelautan UNHAS yang ingin menganalisa
studi perbandingan kelelahan umur struktur kaki jacket pada bangunan
lepas pantai dalam penerimaan beban secara vertikal dan beban
horizontal dari suatu struktur lepas pantai dengan menggunakan
metode NLFEA dan program bantu SACS.

Dengan penyusunan Tugas Akhir ini diharapkan dapat menjadi


referensi untuk mengembangkan wawasan keilmuan tentang
bangunan lepas pantai yang lebih kompleks di Departemen Teknik
Kelautan UNHAS di masa yang akan datang, sehingga dapat
menambah wacana baru dalam bidang structural engineering.

1.6. Sistematika Penulisan

Penyajian materi penulisan ini akan diuraikan dalam kerangka


penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN
Permasalahan yang selalu ada pada bangunan lepas pantai
adalah kerusakan yang dapat menyebabkan struktur tersebut
gagal. Kerusakan bangunan laut terutama terjadi akibat
kelelahan (fatigue), baik pada komponen struktur utama
maupun struktur sekunder dan tersier (Djatmiko, 2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Jacket platform adalah salah satu dari beberapa jenis anjungan
dalam proses pengeboran lepas pantai (offshore drilling) jenis
fixed structure. Jacket merupakan jenis platform pengeboran

4
yang pertama, dan di-instal pertama kali pada tahun 1947 di
teluk Meksiko pada kedalaman perairan 6 meter.

BAB III METODE PENELITIAN


Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif, yaitu hasil penelitian serta analisanya diuraikan dalam
suatu tulisan ilmiah yang berbentuk narasi, kemudian dari
analisis yang telah dilakukan diambil suatu kesimpulan.

BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini berisi pembahasan tentang perbandingan umur struktur
kaki jacket akibat beban aksial dan beban gelombang dengan
menggunakan software SACS berdasarkan data-data yang
telah ada.

BAB V PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan serta saran-saran yang
berkaitan dengan penulisan ini.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Jacket Platform

Jacket platform adalah salah satu dari beberapa jenis anjungan


dalam proses pengeboran lepas pantai (offshore drilling) jenis fixed
structure. Jacket merupakan jenis platform pengeboran yang pertama,
dan di-instal pertama kali pada tahun 1947 di teluk Meksiko pada
kedalaman perairan 6 meter.

2.2. Bangunan Lepas Pantai (offshore)

Bangunan atau Anjungan lepas pantai (offshore Platform/


offshore Rig) adalah struktur atau bangunan lepas pantai yang di
bangun mendukung proses eksplorasi atau eksploitasdi bahan
tambang maupun mineral alam.

Gambar 2.1. Struktur Jacket Type Platform

Fungsi utama dari bangunan lepas pantai adalah untuk


eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi. Adapun factor
lingkungan laut yang berpengaruh untuk rancangan struktur bangunan
6
laut terdiri dari kedalaman perairan, angin, gelombang, arus, kondisi
dasar laut, pengerusan dan tektonik (gempa bumi).

2.3. Sistem Bangunan Lepas Pantai

Jumlah dan macam bangunan lepas pantai yang dioperasikan


pada saat ini sangat banyak sekali. Dalam proses perancangan
bangunan lepas pantai terdapat banyak konsep, baik yang lama
maupun yang baru, yang memenuhi spesifikasi owner. Para engineer
biasanya mempunyai sedikit informasi mengenai konsep-konsep lama
yang telah dibangun. Karena itu, menerapkan konsep lama sama
sulitnya dengan mengembangkan konsep baru. Sebagian besar
bangunan platform yang ada pada saat ini digunakan untuk pencarian
dan pengambilan minyak dan gas alam. Beberapa jenis dari bangunan
lepas pantai adalah sebagai berikut :

2.3.1. Jacket atau Template

Jenis struktur lepas pantai yang telah dibangun saat ini adalah
struktur jenis jacket atau template. Jacket dikembangkan untuk operasi
di laut dangkal dan laut sedang yang dasarnya tebal, lunak dan
berlumpur. Setelah jacket di tempatkan di posisi yang diinginkan, pile
dimasukan melalui kaki bangunan yang dipancang dengan hammer
sampai menembus lapisan tanah keras. Kemudian deck dipasang dan
di las. Struktur jenis ini banyak di bangun di Teluk Mexico.

Gambar 2.2. Jacket atau template


7
2.3.2. Tower

Pada umumnya tower melalui daya apung (self-bouyant) karena


jacket tidak dapat menyokong beban yang terlalu berat. Deck dipasang
dan di las di atas tower. Struktur jenis ini di pasang di Laut Utara
dengan kedalaman sekitar 160 meter dan struktur bajanya mempunyai
berat sekitar 40.000 metrik tonner. Exxon membangun struktur jenis
tower ini di California dengan kedalaman 260 meter. Shell juga
membangun di Lousiana dengan kedalaman laut sekitar 300 meter.

Gambar 2.3. Compliant Tower

2.3.3. Caissons

Platform kecil dengan deck kecil dibutuhkan untuk operasi di


laut dangkal (tidak lebih 60 m) dengan kandungan minyak yang tidak
dangkal. Dalam hal ini, pile dipancang sampai kedalaman yang cukup
untuk menyokong deck kecil.

Gambar 2.4. Caissons


8
2.4. Pembebanan Struktur

Beban-beban yang akan ditanggung oleh suatu struktur atau


elemen struktur tidak selalu dapat diramalkan dengan tepat
sebelumnya. Bahkan apabila beban-beban tersebut telah diketahui
dengan baik pada salah satu lokasi tertentu, distribusi bebannya dari
elemen yang satu ke elemen yang lain pada keseluruhan struktur
biasanya masih membutuhkan asumsi dan pendekatan. Beban hidup
dan beban mati yang akan ditanggung oleh struktur berdasarkan API
RP 2A yang didefinisikan sebagai berikut :

2.4.1. Bobot Hidup (Life)

Beban hidup adalah berat semua peralatan, perlengkapan dan


apa saja yang dipakai atau diperlukan untuk pengoperasian anjungan
yang beratnya dapat mengalami perubahan selama masa operasi
anjungan berlangsung. Beban ini meliputi :

1. Berat perlengkapan dan alat pengeboran dan produksi yang


jumlahnya (berarti pula beratnya) dapat berubah sesuai
kebutuhan dan dapat dikeluarkan dari anjungan jika sudah tidak
diperlukan.
2. Berat bangunan akomodasi, perlengkapan landasan helikopter
dan penunjang kebutuhan personil lainnya, keselamatan,
perlengkapan selam dan sarana lainnya yang semua itu dapat
berkurang atau bertambah sesuai atau dikeluarkan dari
anjungan bila sudah tidak diperlukan lagi.
3. Berat bahan habis dan cairan ditangki penampungan.
4. Gaya pada konstruksi yang timbul akibat pengoperasian
pengoboran, bongkar/muat dan pemindahan barang,
penambatan kapal padan anjungan dan pendaratan helikopter.
5. Gaya pada konstruksi yang timbul karena pengoperasian alat
angkat. Gaya ini harus dihitung berdasarkan beban angkat,
gerakan angkat, dan bobot mati.

9
2.4.2. Bobot Mati (Dead)

Bobot mati adalah berat konstruksi anjungan itu sendiri berikut


perlengkapan dan peralatan yang terpasang tetap serta tidak
mengalami perubahan dalam kondisi operasi anjungan yang
bagaimanapun [Juswan dan Taupik Rahman, (1999)]. Beban – beban
ini meliputi :

1. Berat konstruksi anjungan di udara termasuk jika ada berat


pancang, grout dan ballast.
2. Berat perlengkapan dan peralatan yang terpasang tetap di
anjungan.
3. Gaya hidrostatik pada bagian konstruksi bawah air termasuk
tekanan luar dan gaya tekanan keatas (bouyancy).

2.4.3. Beban Lingkungan


Beban lingkungan yang mengenai struktur di karenakan
fenomena alam seperti angin, arus, gelombang, gempa bumi, salju, es,
dan pergerakan kerak bumi. Beban lingkungan juga didalamnya
termasuk variasi tekanan hidrostatik dan gaya angkat pada setiap
elemen karena perubahan tinggi air yang disebabkan oleh perubahan
gelombang dan pasang surut.

2.4.4. Beban Konstruksi


Beban konstruksi dihasilkan dari beban – beban pada saat
fabrikasi, loadout, tranportasi dan instalasi.

2.4.5. Removal dan Reinstalation Load


Beban yang disebabkan ketika platform dipindahkan ke lokasi
yang baru, beban ini merupakan penjumlahan dari beban removal,
onloaing, transportasion, upgrading, dan reinstallation sebaiknya
ditambahkan kedalam perhitungan beban konstruksi.

10
2.4.6. Beban Dinamik
Beban dinamik ini disebabkan kerena adanya gaya yang
berulang – ulang seperti gelombang, angin, gempa bumi, atau getaran
mesin, juga gaya akibat benturan kapal pada struktur dan pengeboran.

Gambar 2.5. Beban – beban yang bekerja pada struktur


Anjungan lepas pantai
(Sumber : S1-7173 Perencanaan Bangunan lepas Pantai)

Dari Gambar 2.5. diatas dapat dilihat bahwa terdapat beberapa


beban lingkungan laut yang dapat mempengaruhi kestabilan struktur.
Perhitungan beban – beban lingkungan yang bekerja pada sturktur
mengacu pada rekomendasi yang diberikan API RP2A dan dilakukan
berdasarkan data oseanografi dan meteorology seperti tinggi
gelombang, periode gelombang, kecepatan angin, arus, pasang surut,
gempa bumi, kondisi tanah dan lain sebagainya.

Beban yang diperhitungkan dalam perencanaan struktur


bangunan lepas pantai, pada umumnya didominasi oleh salah satu
beban lingkungan yakni gelombang. Adapun arus dan angin
11
merupakan beban lingkungan sekunder yang turut diperhitungkan.
Untuk itu, perancangan konstruksi anjungan lepas pantai, harus
memperhitungkan kondisi beban gelombang, beban arus dan beban
angin serta kombinasi antara ketiganya, bila terjadi bersamaan.

Perhitungan dan penentuan beban rancang sangat diperlukan


dalam mengontrol ukuran material struktur yang digunakan.
Perhitungan beban dapat dianalisis dengan dua cara, yaitu:

1. Analisa Beban Statis (Static Load Analysis)

2. Analisa Beban Dinamis (Dynamic Load Analysis)

Analisa beban statis umumnya dilakukan pada struktur yang


tidak terlalu dalam, namun untuk laut yang lebih dalam di mana untuk
pengoperasiannya anjungan cenderung bersifat lebih lentur (akibat
hantaman gelombang secara terus-menerus), maka disamping analisa
statis juga perlu dilakukan analisa dinamis [BKI, (1991)].

Dalam analisa statis, beban-beban yang bekerja adalah


pembebanan pada struktur jacket misalnya beban geladak, beban
beban bentur kapal (boat landing load) dan beban lingkungan
(gelombang, arus dan angin). Adapun unsur-unsur yang berpengaruh
dalam analisa tersebut adalah gelombang laut, arus dan kecepatan
angin yang berpengaruh pada struktur bangunan atas.

Pada perencanaan bangunan lepas pantai ini, analisa beban


difokuskan pada beban-beban lingkungan diantaranya beban
gelombang, beban arus dan beban angin.

Khusus untuk kondisi pembebanan lingkungan, dikategorikan


dalam dua kondisi khusus yakni :

1. Kondisi pembebanan lingkungan normal merupakan kondisi


yang sering terjadi di lokasi operasi struktur bangunan lepas
pantai.

12
2. Kondisi pembebanan lingkungan ekstrim merupakan kondisi
yang jarang terjadi di lokasi operasi struktur bangunan lepas
pantai.

Terdapat dua tipe beban lingkungan dalam tahap perancangan,


yakni:

1. Beban lingkungan rancang; yang diperhitungkan berdasarkan


kondisi lingkungan yang telah ditentukan dalam perancangan
dengan mengambil tolak ukur dampak pembebanan yang
terburuk.
2. Beban lingkungan operasional; yang diperhitungkan
berdasarkan kondisi lingkungan yang lunak atau bahkan
merupakan kondisi batas yang bila dilamapui akan
menghentikan operasional struktur bangunan lepas pantai.

Kedua tipe beban tersebut harus dikombinasikan dengan beban


hidup dan beban mati serta beban lingkungan lain untuk memperoleh
perhitungan beban yang akurat.

Untuk beban temporer atau beban sementara (beban akibat


fabrikasi dan instalasi) harus dikombinasikan juga dengan beban mati
serta beban lingkungan lain, berdasarkan kemungkinan-kemungkinan
yang diperkirakan. Adapun beban pada konstruksi harus
diperhitungkan berdasarkan pembebanan yang menimbulkan
tegangan maksimum dengan memperhatikan tegangan izin.

2.5. Beban Gelombang


2.5.1. Penentuan Karakteristik Gelombang

Adapun penetuan karakteristik gelombang diantaranya adalah


sebagai berikut:
1. Panjang Gelombang (  ) ; terukur dalam satuan jarak secara
horizontal arah jalaran dari puncak gelombang ke puncak
gelombang berikutnya.

13
2. Periode gelombang (T) ; terukur dalam satuan waktu, berupa
waktu yang diperlukan partikel fluida cair untuk berada pada
kedudukan serupa dalam rangkaian pergerakan gelombang.

3. Tinggi gelombang (H) ; terukur dalam satuan jarak secara


vertikal Z dari puncak tertinggi sampai lembah terdalam profil
gelombang yang terjadi dalam rangkaian pergerakan
gelombang.

Sedangkan parameter yang digunakan dalam menganalisa


gelombang adalah karakteristik gelombang, kedalaman laut, serta
parameter lainnya seperti percepatan dan kecepatan gelombang yang
diperoleh dari persamaan teori gelombang.



Gambar 2.6. Frofil Gelombang

2.5.2. Penetuan Teori Gelombang yang Sesuai

Teori gelombang yang digunakan untuk menyelesaikan


masalah-masalah hidrodinamika, terutama dalam menganalisa struktur
Bangunan Lepas pantai adalah teori gelombang Airy, Stokes,
Cappelear, Strem Function, Celerity Potential, Solition dan Cnoidal.

Salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui teori


gelombang yang sesuai dalam perhitungan adalah nilai perbandingan
14
kedalaman perairan dengan panjang gelombang h/λ, grafik hubungan
antara H/λ dengan h/λ serta grafik hubungan antara H/T 2 dengan h/T2,
sebagai berikut:

Gambar 2.7. Grafik hubungan H/λ dengan h/λ


(Sumber : Triatmojo, 1999)

Selain grafik hubungan tersebut, terdapat kondisi yang


disyaratkan dalam penggunaan teori gelombang. Kondisi tersebut
dinyatakan dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1. Hubungan h/λ dengan Parameter Ursell


Teori
Gelombang Kondisi Yang disyaratkan
Conidal h/ < 0,1 H2/h3 >
15
2 3
Solitary h/ <0,02 H /h >
15
Stokes h/ > 0,1
h/ <0,05 (air dangkal)
Airy h/ >0,5 (air dalam) H2/h3<15
Sumber : Dawson, 1981

15
2.5.3 Teori Gelombang Airy
Adapun rumus-rumus yang digunakan dalam teori gelombang
Airy adalah sebagai berikut:

1. Elevasi gelombang permukaan

η = Cos (kx – ωt) ...……….………….…..…..….............. (2.1)

2. Kecepatan gelombang horizontal dan vertikal

u= Cos (kx – ωt) …....….…..…….....……… (2.2.a)

v= Cos (kx – ωt) …….…...……..…............ (2.2.b)

Catatan: y = h + z

3. Bilangan gelombang dan frekuensi gelombang dan dispersi

k = ; ω= …………..………….…...…………… (2.3.a)

ω2 = gk tanh kh ……….………..…..…….……...……........ (2.3.b)

4. Kecepatan gelombang

c= = ..….….……………………………….….……... (2.4.a)

1/2
c= …...……………….……..…….…….... (2.4.b)

5. Percepatan gelombang Horizontal dan Vertikal

a x= Sin (kx – ωt) ………….….….……. (2.5.a)

az= Cos (kx – ωt) ………………...……. (2.5.b)

16
6. Tekanan gelombang dan Hidrostatik

P = ρg Cos (kx – ωt) + ρg (h-y) ………..…... (2.6)

2.5.4 Teori Gaya Gelombang

Gaya gelombang yang berpengaruh pada struktur bangunan


lepas pantai dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Morison,
teori Froude-Krillof dan teori difraksi.

Persamaan Morison digunakan bila diameter struktur kecil


dibandingkan dengan panjang gelombang atau D/< 0,2 misalnya
struktur jack-up, jacket, semisub, small pipe dan lain-lain sehingga
distorsi oleh tiang bisa diabaikan. Persamaan ini menyatakan gaya
yang timbul per satuan panjang pada suatu elemen dari tiang yang
terletak/terendam pada suatu aliran fluida yang bergerak. Jika f
menunjukkan gaya gelombang per unit panjang yang bekerja pada
sebuah tiang vertikal berdiameter D, maka persamaan Morisonnya,
yang sekarang banyak diterapkan dalam perhitungan-perhitungan
keteknikan, adalah (Dawson T H, 1983):

…………….…………... (2.7)

Dimana: ρ = Kerapatan Fluida (kg/mm3)

CD = Koefisien Gesek (Menurut API, 1980 = 0,6 ~ 1,0)

CI = Koefisien Inersia (Menurut API, 1980 = 1,5 ~ 2,0)

u = Kecepatan Air Horizontal (mm/s)

= Percepatan Air Horizontal (mm/s2)

17
Menurut rekomendasi API RP2A (1980), nilai CD berkisar antara
0,6 sampai 1,0 dan nilai CI berkisar antara 1,5 sampai 2,0 (Offshore
Struktural Engineering Page 114, 1981) dan menurut API RP2A (1977)
untuk perhitungan dengan teori gelombang stoke derajat lima CD
berkisar antara 0,6 sampai 1,0 dan Ci berkisar antara 1,5 sampai 2,0.

Dalam perhitungan ini karena yang akan ditentukan adalah


beban rancang maksimum maka nilai yang digunakan adalah C D = 1,0
dan Ci = 2,0.

Dengan demikian dapat diperoleh model distribusi gaya


gelombang yang bekerja pada pile sebagai berikut :

SWL

Wave force distribution

Sea floor y = 0
x

Gambar 2.8. Distribusi gaya gelombang


(Sumber: Dawson,1983)

Beban gelombang pada tiang vertikal dapat dihitung dengan


menggunakan persamaan berikut:
F = FD + FI ……………..…………………..……………….. (2.8)

Nilai FD dan FI menyatakan gaya gesek dan gaya inersia yang


bekerja pada selinder yang masing-masing mempunyai persamaan:

… (2.9)

dan
18
…………………… (2.10)

2.6. Respon Struktur

2.6.1 Tegangan Yang Bekerja Pada Struktur

1. Tegangan Aksial

Tegangan aksial yang bekerja (σa) pada elemen baja dihitung


dengan persamaan sebagai berikut [AISC manual of steel construction
8th edition (1998)]:

σ = F/A ……………………………...…….…..…………... (2.11)

Dimana : σ = Tegangan aksial (N/mm2)

F = Gaya aksial pada elemen (N)

A = Luas penampang elemen (mm2)

2. Tegangan Lentur (Bending Stress)

Tegangan lentur memiliki nilai terbesar di atas dan di bawah


balok. Tegangan lentur tersebut bekerja secara tegak lurus terhadap
penampang melintang dan berada dalam arah longitudinal dari balok.
Merupakan gaya yang bekerja pada jarak tetentu (L) dari tumpuan
benda dengan arah kerja tegak lurus sumbu benda. Sehingga
mengakibatkan benda melentur / melengkung di sepanjang
sumbuhnya.

Tegangan lentur yang bekerja (σb) dapat ditentukan dengan


rumus sebagai berikut:

σ= ……………………….…………………………..… (2.12)

19
Dimana σ = Tegangan lentur (N/mm2)

M = Momen yang bekerja pada elemen (Nmm)

C = Sumbu simetri bidang (mm)

I = Momen inersia profil (mm4)

3. Tegangan Geser (Shear Stress)

Jika gaya normal/tangensial merupakan gaya sejajar arah


memanjang batang, gaya geser merupakan gaya yang berarah tegak
lurus dengan panjang batang. Besaran tegangan geser dinyatakan
dengan simbol (τ) dalam satuan (N/mm²). Tegangan geser terjadi
ketika aksi dari sebuah gaya geser didistribusikan pada sebuah luas
penampang melintang yang paralel (tangensial) dengan gaya geser
tersebut.

Tegangan geser (τ) timbul akibat kerja dari dua gaya geser (S)
yang saling berlawanan arah (aksi–reaksi) terhadap suatu bidang
geser, pada satuan luas bidang penampang tahanan elemem struktur
(A). Sehingga bidang penampang tersebut mengalami regangan geser
searah bekerjanya gaya. Jika besaran gaya geser (S) dikerjakan pada
batang akan menimbulkan tegangan geser (τ). Tegangan geser (τ),
yaitu tegangan yang timbul akibat gaya geser atau gaya lintang. Ciri
dari gaya geser atau gaya lintang adalah melintang batang atau tegak
lurus batang.

Rumus:

σ= …………………………..…………………………………… (2.13)

Dimana: σ = Tegangan geser (N/mm²)

P = Gaya geser atau gaya lintang (N)

A = Luas penampang (mm²)

20
2.6.2 Tegangan Luluh

Merupakan tegangan yang timbul akibat terkonsentrasi/


terpusatnya gaya tekan pada suatu daerah kontak yang sangat kecil,
diantara suatu elemen struktur yang sedang bekerja sama dalam
meneruskan tegangan. Tegangan jenis ini umumnya terjadi pada
elemen/komponen struktur yang berfungsi sebagai penyambung.

2.6.3 Tegangan Izin


Tegangan izin digunakan dalam menganalisa tegangan kerja
pada struktur yang diharapkan besarnya tegangan kerja harus lebih
kecil dari tegangan izin bahan. [API RP2A 19th edition (1980)].

1. Tegangan Izin Aksial (allowable axial compressive stress)

Tegangan izin aksial dirumuskan dengan persamaan sebagai


berikut:

Ft = 0,6 fy .......................................................................... (2.14)

Dimana; Ft = tegangan izin aksial tekan (N/mm2)

Fy = tegangan luluh bahan (N/mm2)

2. Tegangan Izin Lentur (allowable bending stress)

Tegangan izin lentur dirumuskan dengan persamaan sebagai


berikut:

Fb = 0,75 fy ..................................................................... (2.15)

Dimana; Fb = tegangan izin lentur (N/mm2)

Fy = tegangan luluh bahan (N/mm2)

3. Tegangan Izin Geser (allowable shear stress)

Tegangan izin geser dirumuskan dengan persamaan sebagai


berikut:

21
Fv = 0,4 fy ......................................................................... (2.16)

Dimana; Fv = tegangan izin geser (N/mm2)

Fy = tegangan luluh bahan (N/mm2)

2.6.4 Regangan

Adapun regangan (strain) didefinisikan sebagai perbandingan


antara pertambahan panjang atau pendek batang dengan ukuran
mula-mula dinyatakan:

ε= …………...…………..……………………….……………. (2.17)

Dimana : ε = Regangan

ΔL = Pertambahan panjang (mm)

L = Panjang mula-mula (mm)

Regangan merupakan ukuran mengenai seberapa jauh batang


tersebut berubah bentuk. Tegangan diberikan pada material dari arah
luar, sedangkan regangan adalah tanggapan material terhadap
tegangan. Pada daerah elastis, besarnya tegangan berbanding lurus
dengan regangan. Perbandingan antara tegangan dan regangan
benda tersebut disebut modulus elastisitas atau Modulus Young.
Pengukuran Modulus Young dapat dilakukan dengan menggunakan
gelombang akustik, karena kecepatan jalannya bergantung pada
Modulus Young. Secara matematis dirumuskan:

E= .. .................................................................................... … (2.18)

E= …………………………………………………………….. (2.19)

Dimana : E = Modulus Young (N/mm2)

22
σ = Tegangan (N/mm2)

F = Gaya (N)

L = Panjang mula-mula (mm)

ΔL = Pertambahan panjang/pendek (mm)

A = Luas penampang (mm2)

2.6.5 Interaction Ratio

Pemeriksaan tegangan dilakukan sebagai ukuran penilaian


apakah tegangan kombinasi yang bekerja pada profil masih berada di
bawah tegangan izin laterial yang digunakan. Perbandingan antara
tegangan kerja dengan tegangan izin material disebut stress ratio
(interaction ratio) dengan bentuk persamaan sebagai berikut:

………………………........ (2.20)

Dimana : IR = Interaction ratio

σa = Tegangan aksial aktual (N/mm2)

σai = Tegangan aksial yang di izinkan (N/mm2)

σb = Tegangan lentur aktual (N/mm2)

σbi = Tegangan lentur yang izinkan (N/mm2)

2.6.6 Kurva Tegangan Regangan


Hasil-hasil pengujian biasanya tergantung pada benda uji. Oleh
karena sangat kecil kemungkinannya menggunakan struktur yang
ukurannya sama dengan ukuran benda uji, maka perlu dinyatakan
hasil pengujian dalam bentuk yang dapat diterapkan pada elemen
struktur yang berukuran berapapun. Cara sederhana untuk mencapai
tujuan ini adalah dengan mengkonversikan hasil pengujian tersebut ke
tegangan dan regangan.
23
Gambar 2.9. Kurva Tegangan-Regangan Baja Struktural
(Sumber: Salmon dan Jhon, 1986)

Setelah melakukan uji tarik atau tekan dan menentukan


tegangan dan regangan pada berbagai taraf beban, kita dapat
memplot diagram tegangan dan regangan. Diagram tegangan-
regangan merupakan karakteristik dari bahan yang diuji dan
memberikan informasi penting tentang besaran mekanis dan jenis
perilaku bahan baja struktural, yang dikenal dengan baja lunak atau
baja karbon rendah. Baja struktural adalah salah satu bahan metal
yang paling banyak digunakan untuk gedung, jembatan, menara, dan
jenis struktur lain.

Diagram tegangan-regangan untuk baja struktural tipikal yang


mengalami tarik diperlihatkan pada Gambar 2.9. Pada diagram terlihat
garis lurus dari pusat sumbu 0 ke titik A, yang berarti bahwa hubungan
antara tegangan dan regangan pada daerah ini linier dan proporsional,
dimana titik A tegangan maksimum, tidak terjadi perubahan bentuk
ketika beban diberikan disebut batas elastis, jadi tegangan di A disebut
limit proporsional, dan OA disebut daerah elastis.

24
Dengan meningkatnya tegangan hingga melewati limit
proporsional, maka regangan mulai meningkat secara lebih cepat
untuk setiap pertambahan tegangan. Dengan demikian kurva
tegangan-regangan mempunyai kemiringan yang berangsur-angsur
semakin kecil sampai pada titik B kurva tersebut menjadi horisontal.
Mulai dari titik B terjadi perpanjangan yang cukup besar pada benda uji
tanpa adanya pertambahan gaya tarik (dari B ke C), fenomena ini
disebut luluh dari bahan, dan titik B disebut titik luluh. Di daerah antara
B dan C, bahan menjadi plastis sempurna, yang berarti bahwa bahan
terdeformasi tanpa adanya pertambahan beban. Sesudah mengalami
regangan besar yang terjadi selama peluluhan di daerah BC, baja
mulai mengalami pengerasan regang (strain hardening). Perpanjangan
benda di daerah ini membutuhkan peningkatan beban tarik, sehingga
diagram tegangan-regangan mempunyai kemiringan positif dari C ke
D, dan beban pada akhirnya mencapai harga maksimum, dan
tegangan di titik D disebut tegangan ultimite. Penarikan batang lebih
lanjut akan disertai dengan pengurangan beban dan akhirnya terjadi
putus/patah di suatu titik yaitu pada titik E.

Tegangan luluh dan tegangan ultimite dari suatu bahan disebut


juga masing-masing kekuatan luluh dan kekuatan ultimite. Kekuatan
adalah sebutan umum yang merujuk pada kapasitas suatu struktur
untuk menahan beban.Sebagai contoh kekuatan luluh dari suatu balok
adalah besarnya beban yang dibutuhkan untuk terjadinya luluh di balok
tersebut, dan kekuatan ultimit dari suatu rangka batang adalah beban
maksimum yang dapat dipikulnya, yaitu beban gagal. Tetapi dalam
melakukan uji tarik untuk suatu bahan, didefinisikan kapasitas pikul
beban dengan tegangan di suatu benda uji, bukannya beban total yang
bekerja pada benda uji. Karena itu, kekuatan bahan biasanya
dinyatakan dalam tegangan.

Untuk memodelkan tegangan regangan baja dapat digunakan


teori tegangan regangan Ramberg-Osgood, Model Ramber-Osgood

25
sebenarnya tidak ditujukan khusus untuk memodelkan baja dan bisa
dipakai untuk berbagai macam material. Persamaan ini dimodifikasi
sesuai kebutuhan agar mendekati kurva tegangan-regangan baja yang
sering dipakai untuk struktur. Model Ramberg-Osgood diberikan dalam
bentuk rumus berikut:
n
   …………...………………….…………….

   0,002    (2.21)
E  F 
 ty 

Dimana : ε = Regangan

σ = Tegangan yang bekerja (N/mm2)

E = Modulus elastis (N/mm2)

Fty = Tegangan Luluh (N/mm2)

n = koefisien Ramberg-Osgood

Pada suku di sebelah kiri σ/E, berperan dalam menentukan nilai


kurva pada zona elastis, sedangkan suku di sebelah kanan 0,002
(σ/Fty)n, berperan dalam menentukan nilai regangan pada zona plastis.
Nilai K dan n adalah konstanta sesuai dengan sifat material.

2.7 Analisa Kelelahan

2.7.1. Pengertian Kelelahan (Fatigue)

Sejak tahun 1830 telah diketahui bahwa baja yang mengalami


tegangan berulang akan rusak pada tegangan yang jauh lebih rendah
dibanding tegangan yang diperlukan untuk menimbulkan perpatahan
pada penerapan beban tunggal. Fenomena ini disebut dengan fatigue
(kelelahan). Umumnya kerusakan akibat fatigue terjadi setelah periode
penggunaan yang cukup lama.

26
Kerusakan fatigue pada struktur seringkali terjadi pada daerah
sambungan las karena adanya konsentrasi tegangan, seperti pada
Gambar 2.10. Kerusakan tersebut diindikasikan dengan adanya retak
yang terjadi pada lokasi sambungan, sifat sensitif sambungan terhadap
fatigue umumnya disebabkan oleh:

1. Micro crack atau inhomogenitas material yang diakibatkan


proses pengelasan.
2. Tegangan lokal akan jauh lebih besar dari tegangan nominal
karena perubahan geometri (notch).

Gambar 2.10. Contoh sambungan yang sensitif terhadap fatigue


(Sumber: DNV-RP-C203: Fatigue Design of Offshore Steel Structures)

Fatigue secara sederhana dapat diartikan sebagai kelelahan


suatu struktur setelah menerima beban yang berulang-ulang (cyclic
loading). Batas dari fatigue (fatigue limit) didefinisikan sebagai stress
(tegangan) dimana material atau sambungannya dapat menahan
beban yang berulang dalam jumlah tertentu, yang nilainya didapat dari
kurva S-N (stress vs jumlah siklus pembebanan yang diizinkan).

Selain itu, masih terdapat sejumlah variabel-variabel lain yang


menyebabkan kelelahan, seperti : korosi, suhu, kelebihan beban,
struktur metalurgi, tegangan-tegangan sisa dan kombinasi, yang
cenderung untuk mengubah kondisi kelelahan.

27
Gambar 2.11. Kurva S-N
(Sumber: Salmon dan Jhonson, 1986)

Karakteristik kelelahan logam dapat dibedakan menjadi 2, yaitu


karakteristik makro dan karakteristik mikro. Karakteristik makro
merupakan ciri-ciri kelelahan yang dapat diamati secara visual (dengan
mata telanjang atau dengan kaca pembesar). Sedangkan karakteristik
mikro hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop. Suatu
bagian dapat dikenakan berbagai macam kondisi pembebanan,
termasuk tegangan berfluktuasi, regangan berfluktuasi, temperatur
berfluktuasi (thermal fatigue), atau dalam kondisi lingkungan korosif
atau temperatur tinggi.

Pada formulasi fatigue S-N Curves American Petroleum Institute


Recommended Practice 2A-Working Stress Design (API RP 2A-WSD)
untuk menganalisa umur kelelahan struktur bangunan lepas pantai
akibat tegangan kerja yang dialami menggunakan persamaan :

……... …………......................... (2.12)

Dimana N adalah nilai siklus yang di izinkan untuk penggunaan siklus


rentang tegangan ∆σ, dengan ∆σref dan m seperti pada penjelasan
Tabel 2.2 di bawah :

28
Tabel 2.2. Formulasi Fatigue S-N Curves
∆σref M
Curve inverse Endurance limit at 200
Stress range at million Cycles
log-log
2 million Cycles
slope
14.5 ksi (100
X 4.38 5.07 ksi(35 MPa)
MPa)
11.4 ksi (79
X’ 3.74 3.33 ksi (23 MPa)
MPa)
Sumber : API RP 2A-WSD 2002

Kurva X dapat di gunakan untuk profil las terkontrol (with weld


profile control) dan memiliki ketebalan cabang sambungan kurang dari
25 mm. Untuk profil las terkontrol yang sama tetapi ketebalannya lebih
besar, perlu menggunakan efek skala. Kurva X’ dapat digunakan untuk
profil las tanpa kontrol (without weld profile control), tetapi sesuai
dengan profil dasar standar pelat (ANSI/AWS) dan memiliki ketebalan
cabang sambungan kurang dari 16 mm. Dalam penelitian ini terfokus
dengan menggunakan kurva X dimana semua profil las dalam kondisi
terkontrol.

2.7.2. Terminologi beban siklis

Menurut T.S. (2008), terdapat beberapa istilah yang


menyangkut teori fatigue, dan pengertiannya seperti pada penjelasan
di bawah ini:

1. Cyclic stress / load merupakan variasi pada tegangan atau beban yang
berulang terhadap waktu.
2. Mean stress (σm) merupakan tegangan rata-rata yang di dapat
diantara tegangan maksimum dan tegangan minimum, dengan
Persamaan 2.22.

m = .................................................... (2.22)

29
3. Maximum stress (σ max) merupakan nilai tegangan maksimum
yang terjadi pada keseluruhan suatu material ketika
pembebanan.
4. Minimum stress (σ min) merupakan nilai tegangan maksimum
yang terjadi pada keseluruhan suatu material ketika
pembebanan.
5. Stress range meruapakan selisih tegangan maksimal terhadap
tegangan minimal, dengan Persamaan 2.23.

 = max - min ..................................................... (2.23)

6. Amplitude of stress didefinisikan sebagai nilai setengah dari


selisih tegangan maksmal terhadap tegangan minimal, yang
diformulasikan sebagai Persamaan 2.24.

2 = ...................................................... (2.24)

7. Cycle (N) adalah siklus dimana beban bermula dari posisi rata-
rata pada waktu tertentu dan kembali ke posisi yang sama setelah
beberapa interval waktu.
8. Stress ratio (R) merupakan rasio tegangan R didefinisikan
sebagai rasio tegangan minimum terhadap tegangan maksimal.
Menggunakan Persamaan 2.25.

R= ………….…………………………………………. (2.25)

9. Fatigue life (N) adalah banyaknya siklus yang dialami oleh suatu
material atau konstruksi sebelum mengalami kegagalan
(breakdown).

2.8. Metode NLFEA

Metode NLFEA adalah salah satu metode elemen hingga yang


digunakan dan direkomendasikan oleh biro klasifikasi untuk
menghitung kekuatan struktur kapal, disamping metode lainnya seperti

30
teori balok, metode pressumed stress distribution, ISUM dan ISFEM.
Hughes dan Paik (2010), menghitung dan membandingkan kekuatan-
batas struktur kapal dengan menggunakan metode teori balok, metode
presumed stress distribution, NLFEA, ISUM dan ISFEM. Penelitian ini
akan menggunakan metode NLFEA untuk menghitung kekuatan-batas
longitudinal struktur kapal tanker baik pada kondisi utuh dan setelah
mengalami kerusakan akibat kandas dan tubrukan.

Perhitungan kekuatan-batas struktur dengan metode NLFEA


perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

2.8.1. Tipe metode NLFEA

Kekuatan-batas momen lentur kapal pada kondisi utuh dan


rusak dapat dianalisa dengan menggunakan 3 tipe metode NLFEA
yaitu:

1. Analisa statis
2. Analisa quasi-statis
3. Analisa dinamis

Analisa statis dan analisa quasi statis banyak digunakan oleh


para peneliti untuk menghitung kekuatan-batas struktur kapal.

2.8.2. Algoritma iterative solution

Tiga jenis algoritma iterative solution yang dapat digunakan


pada metode NLFEA adalah algoritma Newton – Raphson, algoritma
quasi Newton – Raphson dan algoritma resiko. Algoritma N – R dan
quasi N – R dapat digunakan pada analisa statis dan analisa dinamis
implisit. Algoritma resiko hanya dapat digunakan pada analisa statis.
Analisa dinamis eksplisit tidak menggunakan algoritma iterative
solution.

31
2.8.3. Proses peningkatan beban

Pembebanan yang diaplikasikan pada metode NLFEA


menggunakan proses peningkatan pembebanan. Dua jenis kontrol
beban yang digunakan untuk mendapatkan nilai kekuatan-batas
momen lentur kapal tanker yaitu kontrol kelengkungan dan kontrol
momen.

Kontrol kelengkungan dilakukan dengan menggunakan rigid link


pada kedua ujung model elemen hingga. Rigid link dihubungkan ke titik
acuan pada sumbu netral. Peningkatan nilai kelengkungan diperoleh
dengan menggunakan kecepatan akselerasi dan damping factor.
Kedua ujung pada titik acuan diberikan beban momen.

Kontrol momen dilakukan dengan menggunakan rigid link pada


salah satu ujung model elemen hingga dan ujung yang lainnya di-full
constrain. Ujung model yang menggunakan rigid link, diberikan momen
lentur. Reaksi pada ujung model yang di-constrain akan mencapai titik
batas kekuatan dari struktur.

2.8.4. Pembebanan dan Kondisi Syarat Batas

Pembebanan dan kondisi syarat batas yang diaplikasikan pada


model elemen hingga sangat tergantung pada jenis proses
peningkatan beban yang digunakan.

2.8.5. Ketidaksempurnaan Geometrik

Selama fabrikasi struktur offshore (pemotongan, rolling,


pembentukan, pengelasan dan perlakuan panas) terjadi
ketidaksempurnaan geometri dan tegangan sisa yang dapat
mempengaruhi kekuatan batas struktur. Metode NLFEA dapat
mengkondisikan ketidaksempurnaan geometrik tersebut.

32
2.8.6. Spesifikasi Material

Kurva tegangan regangan dari material yang digunakan pada


model elemen hingga harus tersedia. Kurva tegangan regangan sangat
menentukan nilai kekuatan-batas dari struktur offshore Penelitian ini
menggunakan spesifikasi material pada Tabel 2.

Tabel 2.3. Spesifikasi Material

Jenis Material
Spesifikasi Material
S355 Non Alloy
Density (Kg/m3) 7,85
Modulus Young (N/mm2) 210
Poisson’s Ratio 0,3
Yield Strengt (N/mm2) 295
Sumber : Ship Structure Committee, 2015

2.9. Analisa Umur Struktur

Umur kelelahan suatu struktur di dasarkan atas tiga hal yaitu


waktu terbentuknya retak waktu penjalaran retak dari retak awal
sampai retak akhir dan kepecahan akhir (BKI, 1991).

Untuk menganalisa umur kelelahan (fatigue life) struktur pada


umumnya di gunakan grafik S-N dari material pembentuk struktur yang
di perolehdari hasil percobaan. Dari grafik tersebut dapat di tentukan
besar tegangan untuk suatu jumlah siklus beban tertentu yang di
inginkan. Pendekatan ini tidak dapat menentukan secara pasti
timbulnya cacat yang mengakibatkan keretakan dan terjadinya
perubahan tingkat perambatan retak untuk mengetahui umur suatu
struktur dapat di prediksi dengan mengetahui atau menentukan adanya
kerusakan berupa cacat yang di ketahui ukurannya.

Bila jumlah siklus beban dan periode untuk semua siklus di


ketahui maka umur struktur dapat di prediksi, yaitu dari hasil kali

33
jumlah siklus beban dengan periodenya. Selanjutnya dalam
menghitung umur struktur akibat terjadinya kelelahan perlu di
masukkan nilai keruntuhan ∆O. Nilai ∆O tergantung dari mudah dan
sukarnya struktur tersebut. Dengan memasukkan harga ∆O, maka
umur struktur dapat di rencanakan, sebagai berikut, (Husain, 1992):

Tσ = ∆O. N. T ……..……..........................……………….………... (2.26)

Dimana: Tσ = Umur perencanaan struktur

∆O = Nilai keruntuhan struktur (lebih kecil dari 1)

N = Jumlah siklus beban (siklus)

T = Periode struktur yang di peroleh dari analisa respons

struktur (dtk)

2.10. Gambaran Umum SACS


SACS adalah program yang dikembangkan untuk analisa
struktur dan desain struktur lepas pantai dan aplikasi rekayasa sipil
pada umumnya. SACS dikembangkan menggunakan program bahasa
Visual C++ dan Microsoft Foundation Classes (MFC).

Gambar 2.12. Software SACS


34
Dibawah ini merupakan fitur utama yang dimiliki oleh SACS.

1. Modeling
Fitur ini berisi pemodelan struktur, geometri dan material
properties, peralatan dan appurtenance, dan pemodelan beban.

2. Analysis & Design


Fitur ini dapat melakukan analisa dan desain struktur. Seperti
Linear Static Analysis, Static condensation (Super Elements),
analisa interaksi struktur Soil-Pile, cek API RP 2A tubular
member dan joint , AISC Check of Steel Shapes, cek API
Bulletin 2V, DNV 30.1 dan DNV RP C201 Stiffened Plate, dan
cek API Bulletin 2U Cylindrical Shell.

3. Dynamic Analysis
Dalam analisa dinamis dapat dilakukan solusi frekuensi dan
mode shapes, analisa respon spektrum gempa (Earthquake
Response Spectrum Analysis), analisa time domain linear
dynamic terhadap gelombang reguler, gelombang acak, ground
accelerations and general time-dependent loads, analisa
frequency domain terhadap gelombang reguler.

4. Non-linear Analysis
Dalam analisa non-linear berisi analisa inkremen non-linear
statis dengan material dan geometris non-linear. Dan analisa
dinamis terhadap gelombang regular, gelombang acak,
earthquake motions and general timedependent termasuk
beban geometric and material nonlinearities.

35
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif


kualitatif, yaitu hasil penelitian serta analisanya diuraikan dalam suatu
tulisan ilmiah yang berbentuk narasi, kemudian dari analisis yang telah
dilakukan diambil suatu kesimpulan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Simulasi dilakukan di Laboratorium Struktur, Program Studi


Teknik Kelautan, Jurusan Perkapalan Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin, Gowa.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian akan dilaksanakan selama 9 bulan yaitu bulan


Maret – November 2017.

3.3 Metode Pengambilan Data

Seperti yang telah diketahui bahwa data yang diperoleh adalah


data sekunder yang berasal dari dokumen Bangunan Lepas Pantai,
dan studi pustaka dengan mempelajari literatur yang relevan dengan
materi yang dianalisis serta penggunaan komputer dalam analisis
struktur.

3.3.1 Data Struktur Jacket tipe Fixed Offshore Platform

Dalam penelitian ini menggunakan data dari Total E & P


indonesia berupa struktur Jacket tipe Fixed Offshore Platform (struktur
terpancang) yang menggunakan 4 kaki seperti pada gambar 3.1
dengan uraian yaitu sebagai berikut:

36
1. Nama Perusahaan : Total E & P indonesie
2. Lokasi : Sisi Field, East Kalimantan Indonesia
3. Kedalaman Laut : 71600 mm (71,6 m)
4. Tinggi Struktur : 76100 mm (76,1 m)
5. Berat Platform : 1350 ton

Gambar 3.1. Bentuk dan Dimensi Ketinggian Struktur Jacket (PT


TOTAL E&P INDONESIE)

Untuk analisis, beban mati mencakup semua item di platform deck,


jacket, dan bridge seperti pada tabel berikut. Beban hidup didefinisikan
sebagai beban bergerak dan bersifat sementara. Beban hidup
terdistribusi rata – rata dengan intensitas 1 t/m2 diterapkan pada area
deck produksi dan area deck gudang (Shehata E. Abdel Raheem,
2013).
37
Tabel 3.1. Data Beban Geladak / Topside Loads
Struktur Jacket 4 Kaki
LOAD LOAD QUANTITY
Topside 4 deck 13500000 N
Live Load 25128960 N
Total Topside Loads 38628960 Newton
Sumber: Total E&P Indonesia 2012

Data profil Jacket tipe Fixed Offshore Platform seperti pada


Tabel, sebagai berikut :

Tabel 3.2. Dimensi dan Jenis Profil Member


Struktur Jacket 4 Kaki
Keterangan Profil Member
Jacket Leg OD 66" ; 0.75" THK
Horizontal Brace OD 12.75" ; 0.375" THK
14" ; 0.5" THK
16" ; 0.75" THK
18" ; 0.5" THK
20" ; 0.5" THK
24" ; 0.5" THK
Diagonal Brace
26" ; 0.5" THK
28" ; 0.75" THK
30" ; 0.5" THK
OD 20" ; 0.625" THK
20" ; 0.75" THK
Batter 1 : 8,5 & 1 : 12,1
Sumber: Total E&P Indonesia 2012

Spesifikasi material yang digunakan pada struktur sebagai berikut :

1. JL (Jacket Leg)
Adalah jacket leg yang merupakan kaki jacket atau bisa disebut
juga sebagai chord yang memiliki ukuran dan karakteristik
sebagai berikut :
a. Outer Diameter (OD) : 1676,4 mm
b. Web Thickness (WT) : 19,05 mm
c. Modulus Elasticity : 210000 (N/mm2)

38
d. Shear Modulus : 81000 (N/mm2)
e. Yield Strength : 295 (N/mm2)
f. Tensile Strength, Ultimate : 450 – 600 (N/mm2)
g. Density : 7,85 (kg/m2)
h. Posisions Ratio : 0,3

2. HB (Horizontal Brace)
Adalah horizontal brace yang memiliki ukuran dan karakteristik
sebagai berikut :
a. Outer Diameter (OD) : 508 mm
406 mm
b. Web Thickness (WT) : 12,7 mm
c. Modulus Elasticity : 210000 (N/mm2)
d. Bulk Modulus : 160 (Mpa)
e. Shear Modulus : 81000 (N/mm2)
f. Yield Strength : 295 (N/mm2)
g. Tensile Strength, Ultimate : 450 – 600 (N/mm2)
h. Density : 7,85 (kg/m2)
i. Posisions Ratio : 0,3

3. DB (Diagonal Brace)
Adalah diagonal brace yang memiliki ukuran dan krakteristik
sebagai berikut :
a. Outer Diameter (OD) : 508 mm
609,6 mm
b. Web Thickness (WT) :15,87 mm
c. Modulus Elasticity : 210000 (N/mm2)
d. Shear Modulus : 81000 (N/mm2)
e. Yield Strength : 295 (N/mm2)
f. Tensile Strength, Ultimate : 450 – 600 (N/mm2)
g. Density : 7,85 (kg/m2)
h. Posisions Ratio : 0,3

39
3.3.2 Data Lingkungan Struktur Jacket tipe Fixed Offshore
Platform

Data lingkungan untuk kondisi desain Jacket type fixed Offshore


platform adalah sebagai berikut:

Water depth (MSL) = 71.6 m


Wave periode = 10.9 s
Panjang Gelombang = 183.6 m
Tinggi Gelombang = 7.62 m

3.4 Alur Penelitian

Adapun langkah – langkah yang akan dilakukan pada proses


analisis ini adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data
Pada proses ini seluruh data yang dibutuhkan pada pembuatan
model akan dilengkapi, data tersebut berupa data ukuran utama
struktur jacket type platform, ukuran konstruksi jacket dan beban –
beban yang bekerja pada struktur jacket berupa beban geladak
atau struktur dan beban gelombang.

2. Pemodelan Struktur di Sotfware SACS


Pada pemodelan struktur jacket dengan model 3 dimensi
menggunakan program SACS sesuai dengan data yang diperoleh.
Pemodelan tersebuat dibuat menjadi 1 model struktur saja dengan
beban yang berbeda yaitu :

a. Pada kasus pertama dimana beban geladak diinput masuk


kemodel yang sudah jadi dengan mengabaikan beban
gelombang.
b. Pada kasus kedua dimana beban gelombang diinput masuk
kemodel yang sudah jadi dengan mengabaikan beban
geladak.

40
3. Analisis Model Struktur
Setelah proses pemodelan pelat selesai maka tahapan
selanjutnya adalah analisis model yang telah dibuat, pada analisis
ini diharapkan model yang telah dibuat dapat running dengan baik
sehinggat dapat mengeluarkan output yang diinginkan pada
penelitian ini.

4. Pengecekan Hasil Analisis


Setelah model dianalisis (running) maka pada tahapan ini
merupakan tahapan yang menentukan bahwa model yang telah
dibuat berhasil atau tidak, berhasil atau tidaknya model yang
dibuat dapat dilihat pada menu misc lalu memilih submenu check
model apabila model yang dibuat sudah sesuai maka akan muncul
pemberitahuan No Errors Found In Checking The Model pada
kotak dialog. Selanjutnya untuk mengetahui running analysis
model sudah sesusai maka akan muncul pemberitahuan No Error
Log pada kotak dialog seperti pada gambar 3.2 dibawah ini.

Gambar 3.2. Pengecekan hasil running analysis model SACS


(Hasil Olahan 2017).

5. Hasil Analisis
Ketika pengecekan analisis selesai dan analisis model
dinyatakan berhasil maka tahapan selanjutnya adalah memaparkan
hasil analisis yang telah didapatkan, berupa unity check (Interaction
ratio), grafik tegangan tegangan, deformasi, dan distribusi tegangan
aktual.
41
3.5. Kerangka Penelitian
Adapun secara ringkas, diagram alur penelitian ini dapat
digambarkan dalam flow chart seperti pada Gambar 3.26 sebagai
berikut:

Mulai

Studi Literatur & Data


Struktur

Pemodelan Struktur dengan menggunakan


Sofware SACS

Perhitungan beban axial (topside structur),


beban gelombang

Input Beban Geladak dan Beban Gelombang

Running Static Analysis

Respon Struktur (Interaction Ratio,


Hubungan Tegangan Regangan)

Analisa Kelelahan Umur Struktur Akibat


Beban Aksial dan Beban Gelombang

Hasil & Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.3. Kerangka Alur Penelitian

42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pemodelan Struktur Jacket Pada SACS

Sebelum menganalisa respon struktur jacket type platform,


terlebih dahulu struktur di modelkan dalam bentuk 3D sesuai dengan
dimensi pada data utama konstruksi struktur jacket type platform.
Berikut adalah tahapan dari pemodelan struktur pada software SACS:

1. Menjalankan aplikasi SACS kemudian memilih program precede


seperti pada gambar berikut:

Klik launch prescede/ modeler

Gambar 4.1. Tampilan Awal Software SACS


(Hasil Olahan 2017)

2. Membuat new model dengan memilih create new model


kemudian pilih start structure definition wizard seperti pada
gambar berikut:
43
Gambar 4.2. Tampilan Awal Prescede Software SACS
(Hasil Olahan 2017)

3. Input joint-joint struktur sesuai dengan ukuran seperti didata


general arrangement menggunakan option-option di menu joint,
kemudian menghubungkan setiap joint menggunakan member
di menu member seperti pada gambar berikut:

Gambar 4.3. Pengimputan Nilai Koordinat Pada software SACS


(Hasil Olahan 2107)
44
Gambar 4.4. Hasil Penghubungan Member antar Joint Pada
Software SACS (Hasil Olahan 2107)
4. Menginput ukuran utama dari frame dan tubuluar yang akan
digunakan di menu property dengan memilih submenu member
section dan submenu member group.

Gambar 4.5. Submenu Member Section pada Software SACS


(Hasil Olahan 2107)

5. Mengatur spesifikasi material struktur seperti modulus elastis,


modulus geser, tegangan luluh, tensile strength dan massa jenis
melalui menu property lalu submenu member group seperti
pada gambar berikut:
45
Gambar 4.6. Submenu member group pada Sotfware SACS
(Hasil Olahan 2017)

6. Setelah member grup di atur maka tampilan 3D dari struktur


jack up akan terlihat seperti pada gambar berikut:

Gambar 4.7. Tampilan 3D struktur jacket pada Sotfware SACS


(Hasil Olahan 2017)

7. Memasukkan beban geladak melalui menu load seperti gambar


di bawah berikut:
46
Gambar 4.8. Distribusi Load pada Software SACS
(Hasil Olahan 2107)

8. Menginput beban lingkungan (gelombang, angin, adan arus)


dan beban mati struktur melalui menu environment lalu memilih
submenu seastate seperti gambar di bawah berikut:

Gambar 4.9. Distribusi Environment Load pada Software SACS


(Hasil Olahan 2107)

9. Mengatur tumpuan kaki yang dianggap fixed melalui menu joint


dan submenu fixities seperti pada gambar berikut:
47
Gambar 4.10. Joint Fixities Leg pada Software SACS
(Hasil Olahan 2107)

10. Setelah model struktur dan beban struktur sudah di input maka
desain di save lalu membuat model struktur untuk kasus
berikutnya, berikut adalah hasil model akibat beban aksial,
kasus yang akan di analsis:

Gambar 4.11. Tampilan Model Jacket Akibat Beban Aksial


dengan menginput beban geladak
(Hasil Olahan 2017)

48
Seperti yang dapat kita lihat pada gambar diatas pengimputan
beban geladak yang dibagi secara merata di setiap titik joint
yang dimana pada kasus ini beban gelombang diabaikan.

Gambar 4.12. Tampilan Model Jacket Kasus ke-2 dengan


menginput beban gelombang
(Hasil Olahan 2017)

Seperti yang dapat kita lihat pada gambar diatas penginputan


beban gelombang yang dimana pada kasus ini beban geladak
diabaikan.

11. Tahapan akhir dari pemodelan yaitu run analysis model struktur
dengan metode static analysis untuk model kasus 1 (beban
struktur, dan kasus 2 beban gelombang).

4.2. Hasil Run Analysis Jacket type Platform pada Software


SACS

Setelah model struktur di run analysis maka program SACS


akan mengeluarkan hasil sebagai berikut:
49
4.2.1. Unity Check (Interaction Ratio) Struktur

Berikut hasil analisis SACS terhadap struktur Jacket type


Platform berupa unity check (interaction ratio) pada elemen – elemen :

4.2.1.1. Unity Check Akibat Beban Geladak

Gambar 4.13. Tampilan Unity Check (interaction ratio) akibat


beban geladak atau struktur
(Hasil Olahan 2017)

Dari Gambar 4.13 di atas dapat dilihat bahwa struktur kaki jacket akibat
beban geladak atau struktur tidak berada dalam zona warna merah
yang menandakan nilai unity checknya lebih kecil dari 1 yang berarti
struktur tersebut bisa digunakan atau layak pakai, pada Tabel 4.1
dapat dilihat nilai Unity Check Max sebagai berikut:

Tabel 4.1. Unity Check Max Pada Setiap Group


Member akibat Beban Geladak
Group Load Max.Unity
Element
ID Cond Check
BH1 0017-0387 LOAD 0.059
HL2 0019-0343 LOAD 0.256
HL3 0021-0274 LOAD 0.22

50
Lanjutan Tabel 4.1. Unity Check Max Pada Setiap Group
Member akibat Beban Geladak
Group Load Max.Unity
Element
ID Cond Check
BX1 0017-0362 LOAD 0.14

BX2 0021-0302 LOAD 0.035

BX3 0023-0155 LOAD 0.031

HL4 0023-0236 LOAD 0.24

HL5 0025-0132 LOAD 0.091

PL1 0219-0285 LOAD 0.655

PL2 0152-0214 LOAD 0.478

PL3 0366-0362 LOAD 0.021

SH1 0366-0389 LOAD 0.044

SH2 0341-0316 LOAD 0.243

SH3 0266-0241 LOAD 0.201

SH4 0181-0234 LOAD 0.252

SH5 0091-0133 LOAD 0.053

SV 0001-0075 LOAD 0.33


Sumber: Hasil Analisis SACS 2017

Seperti yang dilihat pada Gambar 4.13 dan Tabel 4.1 di atas,
berdasarkan hasil analisis SACS unity check (interaction ratio) pada
struktur jacket kasus 1 (beban geladak) dalam kondisi aman dengan
nilai interaction ratio rata – rata dibawah 1 (IR<1), dimana unity check
terbesar terjadi pada tiang pancang kaki jacket di lantai 3 dengan
nomor elemen 0219-0285 (group id PL1) dengan nilai UC (IR) = 0,655,
sementara untuk unity check terkecil terjadi pada tiang pancang di
lantai 5 dengan nomor elemen 0366-0362 (group id PL3) dengan nilai
UC (IR) = 0,021.
51
4.2.1.2. Unity Check Akibat Beban Gelombang

Gambar 4.14. Tampilan Unity Check (interaction ratio) akibat


beban gelombang (Hasil Olahan 2017)

Dari Gambar 4.14 di atas dapat dilihat bahwa struktur kaki jacket akibat
beban gelombang tidak berada dalam zona warna merah yang
menandakan nilai unity checknya lebih kecil dari 1 yang berarti struktur
tersebut bisa digunakan atau layak pakai, dibawah ini dapat dilihat nilai
Unity Check Max pada Tabel 4.2 sebagai berikut:

Tabel 4.2. Unity Check Max Pada Setiap Group


Member akibat Beban Gelombang
Group Load Max. Unity
Element
ID Cond Check
BH1 0017-0387 SEA 0.042
HL2 0019-0343 SEA 0.089
HL3 0021-0274 SEA 0.087

52
Lanjutan Tabel 4.2. Unity Check Max Pada Setiap Group
Member akibat Beban Gelombang
Group Load Max. Unity
Element
ID Cond Check
BX1 0017-0362 SEA 0.111

BX2 0021-0302 SEA 0.337

BX3 0023-0155 SEA 0.12

HL4 0023-0236 SEA 0.024

HL5 0025-0132 SEA 0.036

PL1 0219-0285 SEA 0.044

PL2 0152-0214 SEA 0.175

PL3 0366-0362 SEA 0.05

SH1 0366-0389 SEA 0.039

SH2 0306-0349 SEA 0.053

SH3 0223-0271 SEA 0.044

SH4 0164-0237 SEA 0.026

SH5 0091-0133 SEA 0.023

SV 0000-0017 SEA 0.085


Sumber: Hasil Analisis SACS 2017

Seperti yang dilihat pada Gambar 4.14 dan Tabel 4.2 di atas,
berdasarkan hasil analisis SACS unity check (interaction ratio) pada
struktur jacket kasus 1 (beban gelombang) dalam kondisi aman
dengan nilai interaction ratio rata-rata dibawah 1 (IR<1), dimana unity
check terbesar terjadi pada Brace X lantai 2 terdapat pada elemen
0021-0302 (group id BX2) dengan nilai UC (IR) = 0,337, sementara
untuk unity check terkecil terjadi pada sambungan horizontal lantai 5
terdapat pada elemen 0091-0133 (group id SH5) dengan nilai UC (IR)
= 0,023.

53
4.2.1.3. Unity Check Akibat Beban Geladak dan Beban
Gelombang

Gambar 4.15. Tampilan Unity Check (interaction ratio) akibat


beban geladak dan beban gelombang
(Hasil Olahan 2017)

Dari Gambar 4.15 di atas dapat dilihat bahwa struktur kaki jacket akibat
beban geladak dan beban gelombang tidak berada dalam zona warna
merah yang menandakan nilai unity checknya lebih kecil dari 1 yang
berarti struktur tersebut bisa digunakan atau layak pakai, dibawah ini
dapat dilihat nilai Unity Check Max pada Tabel 4.3 sebagai berikut:

Tabel 4.3. Unity Check Max Pada Setiap Group


Member akibat Beban Geladak dan
Beban Gelombang
Group Max. Unity
Element Load Cond
ID Check
BH1 0017-0387 LOAD SEA 0.091
HL2 0342-0086 LOAD SEA 0.316
HL3 0077-0266 LOAD SEA 0.28

54
Lanjutan Tabel 4.3. Unity Check Max Pada Setiap Group
Member akibat Beban Geladak dan
Beban Gelombang
Group Max. Unity
Element Load Cond
ID Check
BX1 0017-0362 LOAD SEA 0.502
BX2 0087-0302 LOAD SEA 0.263
BX3 0025-0155 LOAD SEA 0.319
HL4 0234-0078 LOAD SEA 0.363
HL5 0133-0026 LOAD SEA 0.104
PL1 0351-0288 LOAD SEA 0.699
PL2 0217-0151 LOAD SEA 0.51
PL3 0369-0364 LOAD SEA 0.036
SH1 0367-0394 LOAD SEA 0.048
SH2 0341-0316 LOAD SEA 0.22
SH3 0266-0241 LOAD SEA 0.199
SH4 0181-0234 LOAD SEA 0.264
SH5 0091-0133 LOAD SEA 0.065
SV 0000-0017 LOAD SEA 0.292
Sumber : Hasil Analisis SACS 2017

Seperti dilihat pada Gambar 4.15 dan Tabel 4.3 di atas,


berdasarkan hasil analisis SACS unity check (interaction ratio) pada
struktur jacket dimana kedua beban digabungkan yaitu beban geladak
dan beban gelombang dalam kondisi aman dengan nilai interaction
ratio rata – rata dibawah 1 (IR<1), dimana unity check terbesar terjadi
pada kaki Jacket terdapat pada elemen 0351-0288 (group id PL1)
dengan nilai UC (IR) = 0,669, sementara untuk unity check terkecil
terjadi pada tiang penyangga brace lantai dasar terdapat pada elemen
0369-0364 (group id PL3) dengan nilai UC (IR) = 0,036.

4.2.2. Distribusi Tegangan Yang Bekerja Pada Struktur

Berikut hasil analisis SACS terhadap struktur jacket berupa


distribusi tegangan yang dialami pada setiap elemen-elemen struktur:
55
4.2.2.1. Distribusi Tegangan Bending Y Akibat Beban Geladak

Gambar 4.16. Tampilan Distribusi Tegangan Bending Y Akibat


Beban Aksial
(Hasil Olahan 2017)

4.2.2.2. Distribusi Tegangan Bending Z Akibat Beban Geladak

Gambar 4.17. Tampilan Distribusi Tegangan Bending Z Akibat


Beban Aksial
(Hasil Olahan 2017)
56
Dari Gambar 4.16 di atas dapat dilihat bahwa distribusi tagangan
bending Y akibat beban geladak terbesar berpusat pada area kaki
jacket lantai 4, sedangkan pada Gambar 4.17 diatas dapat dilihat
distribusi tagangan bending Z akibat beban aksial terbesar berpusat
pada area barace horizontal lantai 1,2, dan 3, pada Tabel 4.4 dibawah
ini dapat dilihat nilai Member Stress Max sebagai berikut:

Tabel 4.4. Member Stress Max Pada Setiap Group Member Akibat
Beban Geladak
APPLIED STRESSES
MAX
LOAD
GROUP CRITICAL UNIT
CON
ID MEMBER Y GELADAK BEND-Y BEND-Z
D
CHK. (N/mm2) (N/mm2) (N/mm2)

BH1 0381-0419 LOAD 0.061 1.18 11.97 -0.24

BX1 0020-0363 LOAD 0.374 -42.6 7.95 -1.08

BX2 0077-0301 LOAD 0.341 -37.93 -6.81 0.64

BX3 0025-0155 LOAD 0.314 -35.5 10.61 2.43

HL2 0076-0341 LOAD 0.342 48.57 -0.11 14.19

HL3 0077-0266 LOAD 0.279 40.57 0.7 10.67

HL4 0234-0078 LOAD 0.338 48.62 -0.36 -13.9

HL5 0133-0026 LOAD 0.091 -22.58 -11.17 5.17

PL1 0442-0352 LOAD 0.74 -106.77 1.68 6.61

PL2 0217-0151 LOAD 0.478 -69.37 -13.11 0.64

PL3 0366-0362 LOAD 0.021 -1.31 0.19 -2.52

SV 0004-0085 LOAD 0.33 -89.65 -45.44 8.49


Sumber : Hasil Analisis SACS 201

57
Seperti dilihat pada Gambar 4.17 dan Tabel 4.4 di atas
tegangan yang bekerja terbesar terdapat pada Group ID (BX1, BX2,
BX3, HL2, HL3, HL4, PL1, PL2, dan SV), dimana distribusi tegangan
akibat beban geladak terbesar terdapat pada elemen 0442-0352
dengan nilai tegangan yang diperoleh sebesar -106.77 N/mm2,
tegangan lentur Y 1.68 N/mm2, dan tegangan lentur Z 6.61 N/mm2.
Untuk tegangan lentur Y terbesar yang bekerja terdapat pada area
Sambungan arah vertikal dengan nomor elemen 0026-0211 dan nilai
tegangan sebesar -45.44 N/mm2, sedangkan tegangan lentur Z
terbesar yang bekerja terdapat pada area Brace Horizontal Lantai 2
dengan nomor elemen 0076-0341 dan nilai tegangan yang diperoleh
sebesar 14.19 N/mm2.

4.2.2.3. Distribusi Tegangan Bending Y Akibat Beban Gelombang

Gambar 4.18. Tampilan Distribusi Tegangan Bending Y Akibat


Beban Gelombang
(Hasil Olahan 2017)

58
4.2.2.4. Distribusi Tegangan Bending Z Akibat Beban Gelombang

Gambar 4.19. Tampilan Distribusi Tegangan Bending Z Akibat


Beban Gelombang
(Hasil Olahan 2017)

Dari Gambar 4.18 di atas dapat dilihat bahwa distribusi tagangan


bending Y akibat beban gelombang terbesar berpusat pada area kaki
jacket lantai 4, sedangkan pada Gambar 4.19 diatas dapat dilihat
distribusi tagangan bending Z akibat beban gelombang terbesar
berpusat pada area barace horizontal lantai 1,2, dan 3, pada Tabel 4.5
dibawah ini dapat dilihat nilai Member Stress Max sebagai berikut:

Tabel 4.5. Member Stress Max Pada Setiap Group Member Akibat
Beban Gelombang
MAX APPLIED STRESSES
GROUP CRITICAL LOAD
UNITY GELOMBANG BEND-Y BEND-Z
ID MEMBER COND
CHK. (N/mm2) (N/mm2) (N/mm2)
0381-
BH1 SEA 0.061 0.72 6.94 0.31
0419

59
Lanjutan Tabel 4.5. Member Stress Max Pada Setiap Group Member
Akibat Beban Gelombang
APPLIED STRESSES
MAX
GROUP CRITICAL LOAD
UNITY
ID MEMBER COND GELOMBANG BEND-Y BEND-Z
CHK.
(N/mm2) (N/mm2) (N/mm2)

BX1 0020-0363 SEA 0.374 40.61 6.59 0.89

BX2 0077-0301 SEA 0.341 32.93 5.19 0.43

BX3 0025-0155 SEA 0.314 33.03 9.14 1.32

HL2 0076-0341 SEA 0.342 44.75 0.19 13.91

HL3 0077-0266 SEA 0.279 39.64 0.71 9.74

HL4 0234-0078 SEA 0.338 44.52 0.32 12.42

HL5 0133-0026 SEA 0.091 21.47 11.17 4.23

PL1 0442-0352 SEA 0.74 100.89 1.13 5.87

PL2 0217-0151 SEA 0.478 64.28 12.10 0.59

PL3 0366-0362 SEA 0.021 1.27 0.15 1.49

SV 0004-0085 SEA 0.33 84.37 39.79 7.73


Sumber : Hasil Analisis SACS 2017

Seperti yang kita lihat pada gambar dan tabel di atas tegangan
yang bekerja terbesar terdapat pada Group ID (BX1, BX2, BX3, HL2,
HL3 HL4, PL1, PL2, dan SV), dimana distribusi tegangan gelombang
terbesar terdapat pada elemen 0442-0352 dengan nilai tegangan yang
diperoleh sebesar -100.89 N/mm2, tegangan lentur Y 1.13 N/mm2, dan
tegangan lentur Z 5.87 N/mm2. Untuk tegangan lentur Y terbesar yang
bekerja terdapat pada area Sambungan arah vertikal dengan nomor
elemen 0004-0085 dan nilai tegangan sebesar 39.79 N/mm2,
sedangkan tegangan lentur Z terbesar yang bekerja terdapat pada
area Brace Horizontal Lantai 2 dengan nomor elemen 0076-0341 dan
nilai tegangan yang diperoleh sebesar 13.91 N/mm2.
60
4.2.2.5. Distribusi Tegangan Bending Y Akibat Beban Geladak
dan Beban Gelombang

Gambar 4.20. Tampilan Distribusi Tegangan Bending Y Akibat


Beban Geladak dan Beban Gelombang
(Hasil Olahan 2017)

4.2.2.6. Distribusi Tegangan Bending Z Akibat Beban Geladak


dan Beban Gelombang

Gambar 4.21. Tampilan Distribusi Tegangan Bending Z Akibat


Beban Geladak dan Beban Gelombang
(Hasil Olahan 2017)
61
Dari Gambar 4.20 di atas dapat dilihat bahwa distribusi tagangan
bending Y akibat beban geladak dan beban gelombang terbesar
berpusat pada area kaki jacket lantai 4, sedangkan pada Gambar 4.21
diatas dapat dilihat distribusi tagangan bending Z akibat beban aksial
terbesar berpusat pada area barace horizontal lantai 1, 2, dan 3, pada
Tabel 4.6 dibawah ini dapat dilihat nilai Member Stress Max sebagai
berikut:

Tabel 4.6. Member Stress Max Pada Setiap Group Member Akibat
Beban Geladak dan Beban Gelombang
MAX APPLIED STRESSES
GROUP CRITICAL LOAD
UNITY
ID MEMBER COND SEA LOAD BEND-Y BEND-Z
CHK.
(N/mm2) (N/mm2) (N/mm2)
BH1 0017-0387 SEA 0.091 4.04 -14.52 -3.27

BX1 0017-0362 SEA 0.502 -50.34 -12.94 -1.32

BX2 0024-0302 SEA 0.250 -28.29 -6.72 1.14

BX3 0078-0155 SEA 0.303 -35.68 -6.03 0.06

HL2 0342-0086 SEA 0.316 44.70 -1.19 13.25

HL3 0269-0087 SEA 0.276 41.20 -2.83 8.73

HL4 0235-0210 SEA 0.361 51.51 -7.93 13.23

HL5 0133-0026 SEA 0.091 -12.12 6.77 0.20

PL1 0442-0352 SEA 0.689 -118.66 2.53 3.94

PL2 0217-0151 SEA 0.510 73.56 -14.73 0.25

PL3 0366-0362 SEA 0.023 -1.42 -1.66 -2.43

SV 0005-0018 SEA 0.33 -39.69 16.06 -3.70


Sumber : Hasil Analisis SACS 2017

Seperti yang kita lihat pada gambar dan tabel di atas tegangan
yang bekerja terbesar terdapat pada Group ID (BX1, BX2, BX3, HL2,
HL3 HL4, PL1, PL2, dan SV), dimana distribusi tegangan akibat beban
geladak dan beban gelombang terbesar terdapat pada elemen 0442-
62
0352 dengan nilai tegangan yang diperoleh sebesar -118.66 N/mm2,
tegangan lentur Y 2.53 N/mm2, dan tegangan lentur Z 3.94 N/mm2.
Untuk tegangan lentur Y terbesar yang bekerja terdapat pada area
Sambungan arah vertikal dengan nomor elemen 0005-0018 dan nilai
tegangan sebesar -16.06 N/mm2, sedangkan tegangan lentur Z
terbesar yang bekerja terdapat pada area Brace Horizontal Lantai 2
dengan nomor elemen 0342-0086 dan nilai tegangan yang diperoleh
sebesar 13.25 N/mm2.

4.3 Analisa Hubungan Tegangan Regangan Yang Bekerja Pada


Struktur

Diagram tegangan-regangan merupakan karakteristik dari


kekuatan bahan atau material struktur, dimana penelitian ini pada
struktur jacket menggunankan material baja ASTM A355. Analisa
hubungan tegangan regangan material baja ASTM A355 dengan
kondisi struktur kasus 1, dan kasus 2 adalah sebagai berikut:

4.3.1 Hubungan Tegangan Aksial dengan Regangan Akibat


Beban Geladak

Berdasarkan analisis SACS didapat hasil tegangan-tegangan


yang bekerja pada setiap elemen-elemen pada struktur jacket baik
berupa tegangan aksial, tegangan lentur, ataupun tegangan geser.

Tabel 4.7. Hubungan Tegangan Aksial dengan


Regangan Akibat Beban Geladak
No. Element Aksial (N) Regangan (Ɛ)
1 0000-0000 000.00 0.0000
2 0219-0285 100.05 0.0005
3 0283-0221 100.07 0.0005
4 0295-0206 81.54 0.0004
5 0296-0205 81.52 0.0004
6 0350-0287 104.75 0.0005
7 0351-0288 104.75 0.0005
8 0354-0299 74.27 0.0004

63
Lanjutan Tabel 4.7. Hubungan Tegangan Aksial dengan
Regangan Akibat Beban Geladak
No. Element Aksial (N) Regangan (Ɛ)
9 0355-0300 74.26 0.0004
10 0441-0353 106.76 0.0005
11 0442-0352 106.77 0.0005
12 0443-0357 65.32 0.0003
13 0444-0356 65.33 0.0003
14 0152-0214 69.36 0.0003
15 0161-0154 64.82 0.0003
16 0162-0153 64.83 0.0003
17 0202-0159 64.82 0.0003
18 0203-0160 64.83 0.0003
19 0217-0151 69.37 0.0003
20 177 0.0008
21 295 0.0014
Sumber: Hasil Analisis SACS 2017

Dari Tabel 4.7 di atas dapat dilihat hubungan tegangan regangan yang
terjadi akibat beban geladak, sehinggga dibuatlah gerafik yang dimana
grafik tersebut dapat dilhat pada Gambar 4.22 dibawah ini.

Gambar 4.22. Grafik Hubungan Tegangan Aksial dengan Regangan


Akibat Beban Geladak
(Hasil Olahan 2017)
64
Dari Gambar 4.22 di atas dapat dilihat bahwa hubungan tegangan
aksial dengan regangan akibat beban geladak masih berada dalam
area elastis yang dimana pada area tersebut struktur kaki jacket masih
sangat jauh dari nilai tegangan yelding atau tegangan izin yang
diberikan.

4.3.2 Hubungan Tegangan Bending Y dengan Regangan Akibat


Beban Geladak

Berdasarkan analisis SACS didapat hasil tegangan-tegangan


yang bekerja pada setiap elemen-elemen pada struktur jacket baik
berupa tegangan aksial, tegangan lentur, ataupun tegangan geser.

Tabel 4.8. Hubungan Tegangan Bending Y dengan


Regangan Akibat Beban Geladak
No Element Bending Y (N) Regangan (Ɛ)
1 0000-0000 0.00 0.000000
2 0219-0285 0.65 0.000003
3 0283-0221 0.65 0.000003
4 0295-0206 2.98 0.000014
5 0296-0205 2.97 0.000014
6 0350-0287 2.48 0.000012
7 0351-0288 2.48 0.000012
8 0354-0299 3.29 0.000016
9 0355-0300 3.29 0.000016
10 0441-0353 1.68 0.000008
11 0442-0352 1.68 0.000008
12 0443-0357 2.95 0.000014
13 0444-0356 2.95 0.000014
14 0152-0214 13.1 0.000062
15 0161-0154 18.35 0.000087
16 0162-0153 18.35 0.000087
17 0202-0159 6.1 0.000029
18 0203-0160 6.09 0.000029
19 0217-0151 13.11 0.000062
20 221.25 0.001054
21 295 0.001405
Sumber: Hasil Analisis 2017

65
Dari Tabel 4.8 di atas dapat dilihat hubungan tegangan regangan yang
terjadi akibat beban geladak, sehinggga dibuatlah gerafik yang dimana
grafik tersebut dapat dilhat pada Gambar 4.23 dibawah ini.

Gambar 4.23. Grafik Hubungan Tegangan Bending Y dengan


Regangan Akibat Beban Geladak
(Hasil Olahan 2017)

Dari Gambar 4.23 di atas dapat dilihat bahwa hubungan tegangan


bending Y dengan regangan akibat beban geladak masih berada
dalam area elastis yang dimana pada area tersebut struktur kaki jacket
masih jauh dari nilai tegangan yelding atau tegangan izin yang
diberikan.

4.3.3 Hubungan Tegangan Bending Z dengan Regangan Akibat


Beban Geladak

Berdasarkan analisis SACS didapat hasil tegangan-tegangan


yang bekerja pada setiap elemen-elemen pada struktur jacket baik
berupa tegangan aksial, tegangan lentur, ataupun tegangan geser.

Tabel 4.9. Hubungan Tegangan Bending Z dengan


Regangan Akibat Beban Geladak
No Element Bending Z (N) Regangan (Ɛ)
1 0000-0000 0.00 0.000000
2 0219-0285 2.44 0.000012

66
Lanjutan Tabel 4.9. Hubungan Tegangan Bending Z dengan
Regangan Akibat Beban Geladak
No Element Bending Z (N) Regangan (Ɛ)
3 0283-0221 2.44 0.000012
4 0295-0206 1.11 0.000005
5 0296-0205 1.11 0.000005
6 0350-0287 1.58 0.000008
7 0351-0288 1.57 0.000007
8 0354-0299 0.81 0.000004
9 0355-0300 0.81 0.000004
10 0441-0353 6.61 0.000031
11 0442-0352 6.61 0.000031
12 0443-0357 0.64 0.000003
13 0444-0356 0.64 0.000003
14 0152-0214 0.64 0.000003
15 0161-0154 0.41 0.000002
16 0162-0153 0.41 0.000002
17 0202-0159 0.68 0.000003
18 0203-0160 0.68 0.000003
19 0217-0151 0.64 0.000003
20 221.25 0.001054
21 295 0.001405
Sumber: Hasil Analisis 2017

Dari Tabel 4.9 di atas dapat dilihat hubungan tegangan regangan yang
terjadi akibat beban geladak, sehinggga dibuatlah gerafik yang dimana
grafik tersebut dapat dilhat pada Gambar 4.24 dibawah ini.

Gambar 4.24. Grafik Hubungan Tegangan Bending Z dengan


Regangan Akibat Beban Geladak
(Hasil Olahan 2017)

67
Dari Gambar 4.24 di atas dapat dilihat bahwa hubungan tegangan
bending Z dengan regangan akibat beban geladak masih berada
dalam area elastis yang dimana pada area tersebut struktur kaki jacket
masih jauh dari nilai tegangan yelding atau tegangan izin yang
diberikan.

4.3.4 Hubungan Tegangan Aksial dengan Regangan Akibat


Beban Gelombang

Berdasarkan analisis SACS didapat hasil tegangan-tegangan


yang bekerja pada setiap elemen-elemen pada struktur jacket baik
berupa tegangan aksial, tegangan lentur, ataupun tegangan geser.

Tabel 4.10. Hubungan Tegangan Aksial dengan


Regangan Akibat Beban Gelombang
No. Element Aksial (N) Regangan (Ɛ)
1 0000-0000 00.00 0.0000
2 0219-0285 50.05 0.0002
3 0283-0221 50.05 0.0002
4 0295-0206 81.54 0.0004
5 0296-0205 81.52 0.0004
6 0350-0287 90.75 0.0004
7 0351-0288 90.75 0.0004
8 0354-0299 74.27 0.0004
9 0355-0300 74.26 0.0004
10 0441-0353 100.64 0.0005
11 0442-0352 100.89 0.0005
12 0443-0357 65.32 0.0003
13 0444-0356 65.33 0.0003
14 0152-0214 69.36 0.0003
15 0161-0154 64.82 0.0003
16 0162-0153 64.83 0.0003
17 0202-0159 64.82 0.0003
18 0203-0160 64.83 0.0003
19 0217-0151 69.37 0.0003
20 177 0.0008
21 295 0.0014
Sumber: Hasil Analisis SACS 2017

68
Dari Tabel 4.10 di atas dapat dilihat hubungan tegangan regangan
yang terjadi akibat beban aksial, sehinggga dibuatlah gerafik yang
dimana grafik tersebut dapat dilhat pada Gambar 4.25 dibawah ini.

Gambar 4.25. Grafik Hubungan Tegangan Aksial dengan Regangan


(Hasil Olahan 2017)

Dari Gambar 4.25 di atas dapat dilihat bahwa hubungan tegangan


aksial dengan regangan masih berada dalam area elastis yang dimana
pada area tersebut struktur kaki jacket masih jauh dari nilai tegangan
yelding atau tegangan izin yang diberikan.

4.3.5 Hubungan Tegangan Bending Y dengan Regangan Akibat


Beban Gelombang

Berdasarkan analisis SACS didapat hasil tegangan-tegangan


yang bekerja pada setiap elemen-elemen pada struktur jacket baik
berupa tegangan aksial, tegangan lentur, ataupun tegangan geser.

Tabel 4.11. Hubungan Tegangan Bending Y dengan


Regangan Akibat Beban Gelombang
No Element Bending Y (N) Regangan (Ɛ)
1 0000-0000 0.00 0.000000
2 0219-0285 0.65 0.000003
3 0283-0221 0.65 0.000003
4 0295-0206 2.98 0.000014
5 0296-0205 2.97 0.000014

69
Lanjutan Tabel 4.11. Hubungan Tegangan Bending Y dengan
Regangan Akibat Beban Gelombang
No Element Bending Y (N) Regangan (Ɛ)
6 0350-0287 2.48 0.000012
7 0351-0288 2.48 0.000012
8 0354-0299 3.29 0.000016
9 0355-0300 3.29 0.000016
10 0441-0353 1.68 0.000008
11 0442-0352 1.68 0.000008
12 0443-0357 2.95 0.000014
13 0444-0356 2.95 0.000014
14 0152-0214 13.1 0.000062
15 0161-0154 18.35 0.000087
16 0162-0153 18.35 0.000087
17 0202-0159 6.1 0.000029
18 0203-0160 6.09 0.000029
19 0217-0151 13.11 0.000062
20 221.25 0.001054
21 295 0.001405
Sumber: Hasil Analisis 2017

Dari Tabel 4.11 di atas dapat dilihat hubungan tegangan regangan


yang terjadi akibat beban aksial, sehinggga dibuatlah gerafik yang
dimana grafik tersebut dapat dilhat pada Gambar 4.26 dibawah ini.

Gambar 4.26. Grafik Hubungan Tegangan Bending Y dengan


Regangan Akibat Beban Gelombang
(Hasil Olahan 2017)
70
Dari Gambar 4.26 di atas dapat dilihat bahwa hubungan tegangan
bending Y dengan regangan masih berada dalam area elastis yang
dimana pada area tersebut struktur kaki jacket masih jauh dari nilai
tegangan yelding atau tegangan izin yang diberikan.

4.3.6 Hubungan Tegangan Bending Z dengan Regangan Akibat


Beban Gelombang

Berdasarkan analisis SACS didapat hasil tegangan-tegangan


yang bekerja pada setiap elemen-elemen pada struktur jacket baik
berupa tegangan aksial, tegangan lentur, ataupun tegangan geser.

Tabel 4.12. Hubungan Tegangan Bending Z dengan


Regangan
No Element Bending Z (N) Regangan (Ɛ)
1 0000-0000 0.00 0.000000
2 0219-0285 2.44 0.000012
3 0283-0221 2.44 0.000012
4 0295-0206 1.11 0.000005
5 0296-0205 1.11 0.000005
6 0350-0287 1.58 0.000008
7 0351-0288 1.57 0.000007
8 0354-0299 0.81 0.000004
9 0355-0300 0.81 0.000004
10 0441-0353 6.61 0.000031
11 0442-0352 6.61 0.000031
12 0443-0357 0.64 0.000003
13 0444-0356 0.64 0.000003
14 0152-0214 0.64 0.000003
15 0161-0154 0.41 0.000002
16 0162-0153 0.41 0.000002
17 0202-0159 0.68 0.000003
18 0203-0160 0.68 0.000003
19 0217-0151 0.64 0.000003
20 221.25 0.001054
21 295.00 0.001405
Sumber: Hasil Analisis 2017

71
Dari Tabel 4.12 di atas dapat dilihat hubungan tegangan regangan
yang terjadi akibat beban aksial, sehinggga dibuatlah gerafik yang
dimana grafik tersebut dapat dilhat pada Gambar 4.27 dibawah ini.

Gambar 4.27. Grafik Hubungan Tegangan Bending Z dengan


Regangan Akibat Beban Gelombang
(Hasil Olahan 2017)

Dari Gambar 4.27 di atas dapat dilihat bahwa hubungan tegangan


bending Z dengan regangan akibat beban gelombang masih berada
dalam area elastis yang dimana pada area tersebut struktur kaki jacket
masih jauh dari nilai tegangan yelding atau tegangan izin yang
diberikan.

4.3.7 Hubungan Tegangan Aksial dengan Regangan Akibat


Beban Gelombang dan Beban Geladak

Berdasarkan analisis SACS didapat hasil tegangan-tegangan


yang bekerja pada setiap elemen-elemen pada struktur jacket baik
berupa tegangan aksial, tegangan lentur, ataupun tegangan geser.

Tabel 4.13. Hubungan Tegangan Aksial dengan Regangan


Akibat Beban Gelombang dan Beban Geladak
No. Element Aksial (N) Regangan (Ɛ)
1 0000-0000 000.00 0.0000

72
Lanjutan Tabel 4.13. Hubungan Tegangan Aksial dengan Regangan
Akibat Beban Gelombang dan Beban Geladak
No. Element Aksial (N) Regangan (Ɛ)

2 0219-0285 100.05 0.0005

3 0283-0221 100.07 0.0005

4 0295-0206 81.54 0.0004

5 0296-0205 81.52 0.0004

6 0350-0287 104.75 0.0005

7 0351-0288 104.75 0.0005

8 0354-0299 74.27 0.0004

9 0355-0300 74.26 0.0004

10 0441-0353 118.66 0.0006

11 0442-0352 118.62 0.0006

12 0443-0357 65.32 0.0003

13 0444-0356 65.33 0.0003

14 0152-0214 69.36 0.0003

15 0161-0154 64.82 0.0003

16 0162-0153 64.83 0.0003

17 0202-0159 64.82 0.0003

18 0203-0160 64.83 0.0003

19 0217-0151 69.37 0.0003

20 177 0.0008

21 295 0.0014
Sumber: Hasil Analisis SACS 2017

Dari Tabel 4.13 di atas dapat dilihat hubungan tegangan regangan


yang terjadi akibat beban aksial, sehinggga dibuatlah gerafik yang
dimana grafik tersebut dapat dilhat pada Gambar 4.28 dibawah ini.

73
Gambar 4.28. Grafik Hubungan Tegangan Aksial dengan Regangan
Akibat Beban Gelombang dan Beban geladak
(Hasil Olahan 2017)

Dari Gambar 4.28 di atas dapat dilihat bahwa hubungan tegangan


aksial dengan regangan akibat beban gelombang dan beban geladak
masih berada dalam area elastis yang dimana pada area tersebut
struktur kaki jacket masih jauh dari nilai tegangan yelding atau
tegangan izin yang diberikan.

4.3.8 Hubungan Tegangan Bending Y dengan Regangan Akibat


Beban Gelombang dan Beban Geladak

Berdasarkan analisis SACS didapat hasil tegangan-tegangan


yang bekerja pada setiap elemen-elemen pada struktur jacket baik
berupa tegangan aksial, tegangan lentur, ataupun tegangan geser.

Tabel 4.14. Hubungan Tegangan Bending Y dengan Regangan


Akibat Beban Gelombang dan Beban Geladak
No Element Bending Y (N) Regangan (Ɛ)
1 0000-0000 0.00 0.000000
2 0219-0285 0.65 0.000003
3 0283-0221 0.65 0.000003
4 0295-0206 2.98 0.000014
5 0296-0205 2.97 0.000014
6 0350-0287 2.48 0.000012

74
Lanjutan Tabel 4.14. Hubungan Tegangan Bending Y dengan
Regangan Akibat Beban Gelombang dan Beban Geladak
No Element Bending Y (N) Regangan (Ɛ)
7 0351-0288 2.48 0.000012
8 0354-0299 3.29 0.000016
9 0355-0300 3.29 0.000016
10 0441-0353 1.68 0.000008
11 0442-0352 1.68 0.000008
12 0443-0357 2.95 0.000014
13 0444-0356 2.95 0.000014
14 0152-0214 13.1 0.000062
15 0161-0154 18.35 0.000087
16 0162-0153 18.35 0.000087
17 0202-0159 6.1 0.000029
18 0203-0160 6.09 0.000029
19 0217-0151 13.11 0.000062
20 221.25 0.001054
21 295 0.001405
Sumber: Hasil Analisis 2017

Dari Tabel 4.14 di atas dapat dilihat hubungan tegangan regangan


yang terjadi akibat beban aksial, sehinggga dibuatlah gerafik yang
dimana grafik tersebut dapat dilhat pada Gambar 4.29 dibawah ini.

Gambar 4.29. Grafik Hubungan Tegangan Bending Y dengan


Regangan Akibat Beban Gelombang dan Beban
Geladak (Hasil Olahan 2017)
75
Dari Gambar 4.29 di atas dapat dilihat bahwa hubungan tegangan
bending Y dengan regangan akibat beban gelombang dan beban
geladak masih berada dalam area elastis yang dimana pada area
tersebut struktur kaki jacket masih jauh dari nilai tegangan yelding atau
tegangan izin yang diberikan.

4.3.9 Hubungan Tegangan Bending Z dengan Regangan Akibat


Beban Gelombang dan Beban Geladak

Berdasarkan analisis SACS didapat hasil tegangan-tegangan


yang bekerja pada setiap elemen-elemen pada struktur jacket baik
berupa tegangan aksial, tegangan lentur, ataupun tegangan geser.

Tabel 4.15. Hubungan Tegangan Bending Z dengan


Regangan
No Element Bending Z (N) Regangan (Ɛ)
1 0000-0000 0.00 0.000000
2 0219-0285 2.44 0.000012
3 0283-0221 2.44 0.000012
4 0295-0206 1.11 0.000005
5 0296-0205 1.11 0.000005
6 0350-0287 1.58 0.000008
7 0351-0288 1.57 0.000007
8 0354-0299 0.81 0.000004
9 0355-0300 0.81 0.000004
10 0441-0353 6.61 0.000031
11 0442-0352 6.61 0.000031
12 0443-0357 0.64 0.000003
13 0444-0356 0.64 0.000003
14 0152-0214 0.64 0.000003
15 0161-0154 0.41 0.000002
16 0162-0153 0.41 0.000002
17 0202-0159 0.68 0.000003
18 0203-0160 0.68 0.000003
19 0217-0151 0.64 0.000003
20 221.25 0.001054
21 295.00 0.001405
Sumber: Hasil Analisis 2017

76
Dari Tabel 4.15 di atas dapat dilihat hubungan tegangan regangan
yang terjadi akibat beban aksial, sehinggga dibuatlah gerafik yang
dimana grafik tersebut dapat dilhat pada Gambar 4.30 dibawah ini.

Gambar 4.30. Grafik Hubungan Tegangan Bending Z dengan


Regangan Akibat Beban Gelombang dan Beban
Geladak (Hasil Olahan 2017)

Dari Gambar 4.30 di atas dapat dilihat bahwa hubungan tegangan


bending Z dengan regangan akibat beban gelombang dan beban
geladak masih berada dalam area elastis yang dimana pada area
tersebut struktur kaki jacket masih jauh dari nilai tegangan yelding atau
tegangan izin yang diberikan.

4.4. Analisa Kelelahan Struktur

Bangunan lepas pantai banyak sekali mengalami beban yang


sifatnya berulang (siklik) yang menyebabkan berkurangnya kekuatan.
Fenomena ini dikenal dengan istilah fatigue, dan secara esensial
ditandai dengan proses keretakan (crack) dan pada proses selanjutnya
terjadi penjalaran dan kerusakan (Soedjono,JJ 1989). Analisa
kelelahan penting dilakukan untuk memprediksikan besar relative dari
fatigue life pada sambungan kritis.

77
Beberapa parameter yang mempengaruhi kelelahan pada
tubular joint dan digunakan sebagai pertimbangan oleh perancang
adalah:

1. Geometri dari tubular joint

2. Type, amplitude, dan distribusi beban yang bekerja pada

struktur.

3. Proses fabrikasi.

Proses setelah fabrikasi yang dilakukan pada tubular joint untuk


memperbaiki umur kelelahan dan aspek yang lain. Kondisi lingkungan
pada saat pertama kali terjadi retak dan perambatannya beban statis
pada chord.

Kelelahan adalah sistem struktur yang disebabkan oleh siklus,


batas kelelahan didefinisikan sebagai tegangan terhadap siklus
dengan loading yang memiliki jumlah yang tidak terbatas. Kekuatan
lelah dari struktur adalah tekanan maksimum terhadap beban tanpa
mengalami runtuh pada frekuensi beban tertentu.

Umur kelelahan dari sebuah sambungan yang di las bergantung


pada banyak faktor. Antara lain karakteristik material, cacat dan retak
mikro, bentuk geometris las dan lainnya. Kerusaka akibat kelelahan
pada struktur lepas pantai secara dominan disebabkan oleh beban
gelombang. Tegangan yang disebabkan oleh beban ini selalu berubah
arah dan besarnya dan berlangsung secara acak.

Tegangan tekuk dapat disebut proses dimana struktur tidak


mampu mempertahankan bentuk aslinya. Konsekuensi dari buckling
pada dasarnya adalah masalah geometris dimana besar defleksi dapat
terjadi dan membuat struktur menjadi cacat, membungkuk atau tekuk
(Muis Alie, 2016). Untuk menghitung analisa kelelahan struktur dapat
digunakan formula kurva S-N API RP 2A-WSD yaitu pada Persamaan

78
2.12 dan memasukan nilai dari Tabel 2.2, dengan uraian sebagai
berikut:

Dengan: N = Banyaknya siklus beban sampai struktur mengalami


kegagalan.
∆σ = Rentang tegangan (σmax - σmin).
= Rentang tegangan pada siklus sebanyak 2 x 10 6 kali.

Nilai σmax dan σmin diperoleh dengan mengunaka metode


NLFEA yang tercantum pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5. Sehingga
perhitungan untuk ∆σ menggunakan Persamaan 2.13, yaitu:

a. Perhitungan umur struktur akibat beban geladak yaitu:


∆σ = σmax - σmin

∆σ = -106.77 – (-14,69) = 121.46 N/mm2


Dimana nilai m dan di asumsikan mengunakan curva
x (Tabel 2.2).

m = 4,38

= 100 N/mm2

Sehingga;

N = 2731254826 = 2,73 x 109

Kemudian untuk umur struktur digunakan Persamaan


2.17 dengan mengabaikan periode beban gelombang signifikan
dengan uraian sebagai berikut:

Tσ = ∆O. N. T1/3

79
Tσ =

= 185 Tahun

Jadi, dengan jumlah siklus 2731254826 atau 2,73 x 109


dan umur struktur diperoleh adalah 185 Tahun.

b. Sedangkan perhitungan umur struktur akibat beban gelombang


yaitu:
∆σ = σmax - σmin
∆σ = 100.89 – (-13,14) = 114,03 N/mm2

Dimana nilai m dan di asumsikan mengunakan curva x

(Tabel 2.2).
m = 4,38
= 100 N/mm2

Sehingga

N = 1125346413 = 1,12 x 109

Kemudian untuk umur struktur digunakan Persamaan


2.17 dengan mengabaikan beban struktur atau geladak dengan
uraian sebagai berikut:

Tσ = ∆O. N. T1/3

Tσ =

80
= 108 Tahun

Jadi, dengan jumlah siklus 1125346413 atau 1,12 x


109 dan umur struktur diperoleh adalah 108 Tahun.

81
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Penelitian ini menggunakan metode nonlinear finite element


analysis (NLFEA) dan formulasi fatigue S-N Curves American
Petroleum Institute Recommended Practice 2A-Working Stress Design
(API RP 2A-WSD) untuk menganalisa umur kelelahan struktur
bangunan lepas pantai akibat tegangan kerja yang dialami. Dari hasil
metode NLFEA dan formulasi fatigue S-N curves API RP2A-WSD
diperoleh kesimpulan bahwa:

1. Pada kondisi pembebanan aksial struktur bangunan jacket


dengan nilai jumlah siklus yang didapatkan sebesar
2731254826 atau 2,73 x 109 maka umur struktur diperoleh
adalah 185 Tahun.
2. Pada kondisi pembebanan vertikal (beban gelombang) struktur
bangunan jacket dengan nilai jumlah siklus yang didapatkan
sebesar 1125346413 atau 1,12 x 109 dan umur struktur
diperoleh adalah 108 Tahun.

Kedua perbandingan umur struktur diatas dengan pembebanan


yang berbeda, dapat disimpulkan bahwa pembebanan pada kondisi
aksial umur struktur jauh lebih lama dengan umur struktur yang
diperoleh adalah 185 tahun dibandingkan dengan pembebanan pada
kondisi lateral (beban gelombang) dengan umur struktur yang
diperoleh adalah 108 tahun.

5.2. Saran

1. Beban yang digunakan dalam penelitian kali ini hanya


menggunakan beban gelombang dan beban geladak/struktur,
82
oleh karena itu perlu dikembangkan lagi dengan menambahkan
beban agin, beban arus, dan beban gempa dll.

2. Perbandingan umur struktur hanya menggunakan software


SACS saja, oleh karena itu perlu menggunakan software bantu
lain, untuk memperoleh hasil yang lebih akurat.

3. Dalam penelitian perbandingan umur kelelahan struktur ini perlu


dihitung nilai umur perelemen agar nilai yang didapatkan lebih
akurat dalam perbandingan umur tersebut.

83
Daftar Pustaka

API (2000), Recommended Practice for Planning, Designing and


Constructing Fixed Offshore Platforms – Working Stress
Design , 21st Ed., American Petroleum Institute,
Washington D.C.

BKI, 1991. Pedoman Rancang Bangun Bangunan Lepas Pantai di


Perairan Indonesia, BKI, ITS. JAKARTA.

Claus, et. al., 1994.Offshore Structure. Volume II. Spriger.

Dawson, T.H., 1981. Offshore Structural Engineering, Prentice Hall,


Inc., New York.

Djatmiko, E. B., 2003. “Analisis Kelelahan Struktur Bangunan Laut”,


Kursus Singkat Offshore Structure Design And Modelling,
Surabaya.

Geschwindner, F.L., 2003. A Practical Look At Frame Analysis,


Stability and Leaning Columns. Engineering Journal
AISC, Volume 4, pp. 164-181.

Husain, S., 1992. Analisa Kelelahan Elemen Tendon Struktur BLP


Berdasarkan Spektrum Beban Dinamis Gelombang,
Tesis, Bandung. Program Studi Teknik Struktur Jurusan
Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung.

Juswan, dan Taufiqur Rahman. 2003. Struktur Bangunan Laut.


Penulisan Buku Ajar Proyek Kerjasama Segitiga Biru
(ITS – UNHAS – UNPATTI), Makassar.

Khalifa, A.A, Haggag Aboul, S.Y.,and Fayed, M.N., 2014. Fatique


Asseeement Analysis of Ofshore Structures with
Application to an Existing Platform in Suez Gulf, Egypt.
World.

Lee, S.J., et. al.,2015. Evaluation of Buckling Strength for Desain


Consideration of Offshore Structure. In: Proceedings of
the 25th. International Ocean and Polar Engineering
Conference (ISOPE) Kona, Hawaii, pp. 31 – 37 Applied
Science Journal, Volume 30, pp. 1000 – 1019.
Muis Alie, M.Z., 2016. The Effect Of Symmetrical and Asymmetrical
Configuration Hapes On Bukling and Fatique Stength
Analysis Of Fixed Offshore Platform, Department of

84
Naval Architect and Ocean Engineering, Faculty of
Engineering, Hasanuddin University, Gowa 92172,
Indonesia.

Salmon C.G., dan Jhon E.J., 1986. Struktur Baja, Disain dan Perilaku,
Edisi 2, Erlangga, Jakarta.
Soedjono, JJ., 1989, “Diktat Kuliah Perencanaan Sistem Bangunan
Laut 1”, Jurusan Teknik Kelautan, ITS, Surabaya.
Schuring, M., and Bertram, A., 2011. The Torsional Buckling of a
Cruciform Colmn Under Compressie Load With a Vertex
Plasticity Model. International Journal of Solids and
Structures, Volume 48, pp.1-11
Total E&P Indonesie. 2012. WPS2-STRUCTURAL DRAWING LIST.
Jakarta – Indonesia.

Wang, C.K. 2002. Analisis Struktur Lanjutan. Erlangga. Jakarta.

85

Anda mungkin juga menyukai