Anda di halaman 1dari 120

TUGAS AKHIR - MN141581

ANALISIS KEKUATAN KONSTRUKSI LANDING


CRAFT TANK MENJADI KAPAL PENUMPANG
DENGAN METODE ELEMEN HINGGA

Wisnu Murti Dananjaya


NRP. 4113 100 013

Mohammad Nurul Misbah, S.T., M.T.


Dony Setyawan, S.T., M.Eng.

JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN


Fakultas Teknologi Kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2017

i
TUGAS AKHIR - MN141581

ANALISIS KEKUATAN KONSTRUKSI LANDING


CRAFT TANK MENJADI KAPAL PENUMPANG
DENGAN METODE ELEMEN HINGGA

Wisnu Murti Dananjaya


NRP. 4113 100 013

Mohammad Nurul Misbah, S.T., M.T.


Dony Setyawan, S.T., M.Eng.

JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN


Fakultas Teknologi Kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2017

i
FINAL PROJECT - MN141581

CONSTRUCTION STRENGTH ANALYSIS OF


LANDING CRAFT TANK TO PASSENGER SHIP
USING FINITE ELEMENT METHOD

Wisnu Murti Dananjaya


NRP. 4113 100 013

Mohammad Nurul Misbah, S.T., M.T.


Dony Setyawan, S.T., M.Eng.

DEPARTMENT OF NAVAL ARCHITECTURE & SHIPBUILDING ENGINEERING


Faculty of Marine Technology
Sepuluh Nopember Institute of Technology
Surabaya
2017

ii
LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS KEKUATAN KONSTRUKSI LANDING CRAFT


TANK MENJADI KAPAL PENUMPANG DENGAN METODE
ELEMEN HINGGA

TUGAS AKHIR
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
pada
Bidang Keahlian Rekayasa Perkapalan – Konstruksi dan Kekuatan
Program S1 Jurusan Teknik Perkapalan
Fakultas Teknologi Kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh :

WISNU MURTI DANANJAYA


NRP. 4113 100 013

Disetujui oleh Dosen Pembimbing Tugas Akhir:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mohammad Nurul Misbah, S.T., M.T. Dony Setyawan, S.T., M.Eng.


NIP. 19730404 199702 1 001 NIP. 19750320 199903 1 001

SURABAYA, JANUARI 2017

iii
LEMBAR REVISI

ANALISIS KEKUATAN KONSTRUKSI LANDING CRAFT


TANK MENJADI KAPAL PENUMPANG DENGAN METODE
ELEMEN HINGGA

TUGAS AKHIR
Telah direvisi sesuai dengan hasil Ujian Tugas Akhir
Tanggal 11 Januari 2017

Bidang Keahlian Rekayasa Perkapalan – Konstruksi dan Kekuatan


Program S1 Jurusan Teknik Perkapalan
Fakultas Teknologi Kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh :

WISNU MURTI DANANJAYA


NRP. 4113 100 013

Disetujui oleh Tim Penguji Ujian Tugas Akhir:

1. Wing Hendroprasetyo Akbar Putra, S.T., M.Eng. .....................................................

2. Septia Hardy Sujiatanti, S.T., M.T. .....................................................

3. Sri Rejeki Wahyu Pribadi, S.T., M.T. .....................................................

Disetujui oleh Dosen Pembimbing Ujian Tugas Akhir:

1. Mohammad Nurul Misbah, S.T., M.T. ......................................................

2. Dony Setyawan, S.T., M.Eng. ......................................................

SURABAYA, JANUARI 2017

iv
Didedikasikan kepada Bapak (Adiyatmika, S.E.), Ibu (Woro Astuti, A.Md.) dan kakak
(Ajeng Sekar, S.I.Kom.) tercinta atas segala dukungan dan doanya

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah,
dan petunjuk-NYA, sehingga dapat terselesaikan Tugas Akhir dengan judul “Analisis
Kekuatan Konstruksi Landing Craft Tank Menjadi Kapal Penumpang Dengan Metode
Elemen Hingga”. Selesainya Tugas Akhir ini juga tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada:

1. Bapak Mohammad Nurul Misbah, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, ilmu, waktu, dan kesabaran dalam mengarahkan dan
memberi nasihat kepada penulis.
2. Bapak Dony Setyawan, S.T., M.Eng. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, ilmu, waktu, dan kesabaran dalam mengarahkan dan
memberi nasihat kepada penulis.
3. Ibu Septia Hardy Sujiatanti, S.T., M.T. selaku dosen wali yang telah memberikan
bimbingan, ilmu, waktu, dan kesabaran selama masa perkuliahan kepada penulis.
4. Bapak Ir. Wasis Dwi Aryawan, M.Sc., Ph.D selaku Ketua Jurusan Teknik Perkapalan
FTK ITS
5. Dosen-dosen Jurusan Teknik Perkapalan yang tidak dapat disebutkan satu per satu
6. Ayah, Ibu dan kakak yang telah memberikan dorongan, bantuan, dan bimbingan
selama ini
7. Deanissa Safiraa yang telah menyemangati kuliah saya selama ini.
8. Teman-teman angkatan 2013 (Submarine)
9. Keluarga besar HIMATEKPAL ITS serta berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan
oleh penulis satu per satu

Penulis menyadari dalam penyusunan Tugas Akhir ini terdapat banyak kekurangan
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Besar harapan
penulis bahwa laporan Tugas Akhir ini dapat memberikan informasi dan manfaat yang seluas
luasnya bagi banyak pihak.

Surabaya, Januari 2017

Wisnu Murti Dananjaya

vi
ANALISIS KEKUATAN KONSTRUKSI LANDING CRAFT
TANK MENJADI KAPAL PENUMPANG DENGAN METODE
ELEMEN HINGGA

Nama Mahasiswa : Wisnu Murti Dananjaya


NRP : 4113 100 013
Jurusan / Fakultas : Teknik Perkapalan / Teknologi Kelautan
Dosen Pembimbing : 1. Mohammad Nurul Misbah, S.T., M.T.
2. Dony Setyawan, S.T., M.Eng.

ABSTRAK

Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan memanjang dari kapal penumpang
yang merupakan hasil konversi dari Landing Craft Tank dengan panjang 54 m dengan
mengacu pada kriteria untuk kekuatan memanjang yang telah ditentukan oleh BKI (Biro
Klasifikasi Indonesia). Pengecekan harga tegangan dilakukan pada empat kondisi
pembebanan yaitu (1) kondisi muatan kosong saat gelombang sagging, (2) kondisi muatan
kosong saat gelombang hogging, (3) kondisi muatan penuh saat gelombang sagging dan (4)
kondisi muatan penuh saat gelombang hogging. Analisis dilakukan menggunakan program
Finite Element Analysis (FEA) dengan membuat pemodelan keseluruhan kapal penumpang
dan pembebanannya. Pemodelan struktur berdasarkan data construction profile dan
pemodelan dilakukan dengan surface model untuk pelat, penumpu dan line model untuk
penegar. Kondisi batas yang digunakan yaitu pada bagian belakang centerline kapal dan
pada bagian depan centerline kapal. Dari hasil analisis tersebut didapatkan tegangan max
sebesar 72.393 MPa untuk kondisi pembebanan (1), tegangan max sebesar 74.792 MPa
untuk kondisi kondisi pembebanan (2), tegangan max sebesar 129.29 MPa untuk kondisi
kondisi pembebanan (3), tegangan max sebesar 132.4 MPa untuk kondisi kondisi
pembebanan (4). Kekuatan memanjang kapal penumpang telah terpenuhi karena hasil
tegangan pada kondisi muatan kosong lebih kecil daripada harga tegangan izin yaitu sebesar
90 MPa dan pada kondisi muatan penuh lebih kecil daripada harga tegangan izin yaitu
sebesar 150 MPa. Analisis lain yang dilakukan yaitu melakukan perbandingan kekuatan
memanjang kapal dengan variasi ketebalan pelat keseluruhan kapal sebesar +-2mm pelat
awal. Dari hasil analisis tersebut didapatkan tegangan max untuk variasi -2mm, -1mm,
+1mm, +2mm secara urut yaitu 87.044 MPa, 78.972 MPa , 66.688 MPa , 61.892 MPa untuk
kondisi pembebanan (1), 90.079 MPa, 81.496 MPa , 68.467 MPa , 63.4 MPa untuk kondisi
pembebanan (2), 155.5 MPa, 141.07 MPa, 119.08 MPa , 110.49 MPa untuk kondisi
pembebanan (3), dan 159.33 MPa, 144.31 MPa, 121.46 MPa , 112.55 MPa untuk kondisi
pembebanan (4).

Kata Kunci: Kapal Penumpang, Kekuatan Memanjang, Tegangan, Finite Element Analysis
(FEA)

vii
CONSTRUCTION STRENGTH ANALYSIS OF LANDING
CRAFT TANK TO PASSENGER SHIP USING FINITE
ELEMENT METHOD

Author : Wisnu Murti Dananjaya


ID Number : 4113 100 013
Dept. / Faculty : Teknik Perkapalan / Teknologi Kelautan
Supervisor : 1. Mohammad Nurul Misbah, S.T., M.T.
2. Dony Setyawan, S.T., M.Eng.

ABSTRACT

This final project aims to obtain the longitudinal strength of passenger ship which is a
conversion from Landing Craft Tank of 54 m length with reference to BKI (Biro Klasifikasi
Indonesia). The values of stress checked at four loading condition, namely (1) empty load
while sagging, (2) empty load while hogging, (3) full load while sagging and (4) full load
while hogging. The analysis is done using Finite Element Analysis (FEA) program by
modelling the whole passenger ship and its loading. The structure modelling based on profile
construction data and the modeliing is done by using surface model for plate, girder and line
for stiffener. Boundary conditions used are after ship’s centerline and fore ship’s centerline.
The analysis shows that the maximum stress is 72.393 MPa for loading condition (1),
maximum stress is 74.792 MPa for loading condition (2), maximum stress is 129.29 MPa for
loading condition (3), maximum stress is 132.4 MPa for loading condition (4). The
longitudnal strength of ship has fulfilled because the stress result in empty load condition is
smaller than allowable stress which is 90 Mpa and in full load condition is also smaller than
the allowable stress which is 150 Mpa. Another analysis done is comparing longitudinal
strength of ship with overall ship’s plate thickness variations of +-2mm initial plate. From
the analysis obtained result of maximum stress for variations -2mm, -1mm, +1mm, +2mm
sequentially 87.044 MPa, 78.972 MPa , 66.688 MPa , 61.892 MPa for loading condition (1),
90.079 MPa, 81.496 MPa , 68.467 MPa , 63.4 MPa for loading condition (2), 155.5 MPa,
141.07 MPa, 119.08 MPa , 110.49 MPa for loading condition (3) and 159.33 MPa, 144.31
MPa, 121.46 MPa , 112.55 MPa for loading condition (4).

Keyword : Passenger Ship, Longitudinal Strength, Stress, Finite Element Analysis (FEA)

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................................... iii


LEMBAR REVISI .................................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. vi
ABSTRAK ...............................................................................................................................vii
ABSTRACT ........................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................................xii
DAFTAR TABEL................................................................................................................... xiv
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
I.1. Latar Belakang ................................................................................................................. 1
I.2. Perumusan Masalah ......................................................................................................... 2
I.3. Batasan Masalah .............................................................................................................. 2
I.4. Tujuan .............................................................................................................................. 3
I.5. Manfaat ............................................................................................................................ 3
I.6. Hipotesis .......................................................................................................................... 3
I.7. Sistematika Penulisan Laporan ........................................................................................ 3
BAB II ........................................................................................................................................ 5
STUDI LITERATUR................................................................................................................. 5
II.1. Pengertian Landing Craft Tank ...................................................................................... 5
II.2. Pengertian Kapal Motor Penumpang (KMP) ................................................................. 6
II.3. Istilah – Istilah Teknik Perkapalan ................................................................................. 6
II.4. Defleksi ........................................................................................................................... 7
II.5. Hull Girder Deflection.................................................................................................... 8
II.6. Bending Vertikal dan Horizontal .................................................................................... 9
II.7. Kekuatan Memanjang Kapal .......................................................................................... 9
II.7.1. Gaya Lintang dan Tekuk Memanjang Vertikal di Air Tenang ................................ 9
II.7.2. Bending Stress ........................................................................................................ 11
II.7.3. Penyebaran Memanjang Gaya Berat ...................................................................... 11
II.7.4. Penyebaran Memanjang Gaya Angkat................................................................... 13
II.7.5. Perhitungan Kekuatan Memanjang ........................................................................ 15
II.8. Metode Elemen Hingga ................................................................................................ 20
II.8.1. Pengertian .............................................................................................................. 20

ix
II.8.2. Static Analysis ........................................................................................................ 21
II.8.3. Langkah Metode Elemen Hingga .......................................................................... 21
II.9. Kondisi Sagging Dan Hogging ..................................................................................... 22
II.9.1. Kondisi Hogging .................................................................................................... 22
II.9.2. Kondisi Sagging ..................................................................................................... 23
BAB III .................................................................................................................................... 25
METODOLOGI PENELITIAN............................................................................................... 25
III.1. Diagram Alir ............................................................................................................... 25
III.2. Pengumpulan Data & Studi Literatur .......................................................................... 26
III.3. Pemodelan Finite Element Struktur ............................................................................ 31
III.3.1. Sistim Koordinat ................................................................................................... 32
III.3.2. Material Properties .............................................................................................. 32
III.3.3. Model .................................................................................................................... 32
III.3.4. Meshing ................................................................................................................ 37
III.3.5. Kondisi Batas ........................................................................................................ 38
III.3.6. Pembebanan .......................................................................................................... 40
III.3.6. Variasi Kondisi Pembebanan................................................................................ 46
III.4. Perhitungan Beban ...................................................................................................... 46
III.5. Pembebanan dan Running Beban (Analisis Tegangan/Kekuatan) .............................. 47
III.6. Membandingkan Hasil Analisis dan Pembahasan dengan Aturan Klas ..................... 47
III.7. Analisis Variasi Tebal Pelat Kapal.............................................................................. 47
III.8. Kesimpulan dan Saran ................................................................................................. 47
BAB IV .................................................................................................................................... 49
ANALISIS DAN PEMBAHASAN ......................................................................................... 49
IV.1. Perhitungan Beban ...................................................................................................... 49
IV.1.1. Perhitungan Beban Case 1 ................................................................................... 49
IV.1.2 Perhitungan Beban Case 2 .................................................................................... 53
IV.1.3 Perhitungan Beban Case 3 .................................................................................... 56
IV.1.4 Perhitungan Beban Case 4 .................................................................................... 59
IV.2. Hasil Analisis Elemen Hingga .................................................................................... 63
IV.2.1. Hasil Kondisi Pembebanan Case Satu (I) ............................................................ 63
IV.2.2. Hasil Kondisi Pembebanan Case Dua (II) ........................................................... 64
IV.2.3. Hasil Kondisi Pembebanan Case Tiga (III) ......................................................... 66
IV.2.4. Hasil Kondisi Pembebanan Case Empat (IV) ...................................................... 67
IV.3. Pembahasan Hasil Tegangan ...................................................................................... 69
IV.4. Hasil Analisis Elemen Hingga Dengan Variasi Ketebalan Pelat ................................ 70
IV.4.1. Hasil Analisis Berdasarkan Variasi Ketebalan Pelat Sebesar +- 1 mm ............... 70

x
IV.4.2. Hasil Analisis Berdasarkan Variasi Ketebalan Pelat Sebesar +- 2 mm ............... 73
IV.4.3. Hasil Analisis Berdasarkan Kondisi Muatan Kapal ............................................. 75
BAB V ..................................................................................................................................... 79
KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................................ 79
V.1. Kesimpulan................................................................................................................... 79
V.2. Saran ............................................................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 81
DAFTAR LAMPIRAN
BIODATA PENULIS

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar II-1 LCT Trisna Dwitya................................................................................................ 5


Gambar II-2 Konversi menjadi KMP Trisna Dwitya ................................................................ 6
Gambar II-3 Primary, secondary and tertiary structural responses ......................................... 8
Gambar II-4 Vertical shear and longitudinal bending moment ............................................... 10
Gambar II-5 Distribusi berat kapal .......................................................................................... 12
Gambar II-6 Grafik gelombang pada kapal ............................................................................. 14
Gambar II-7 Penyebaran gaya berat suatu kapal ..................................................................... 15
Gambar II-8 Penyebaran gaya tekan keatas suatu kapal .......................................................... 16
Gambar II-9 Penyebaran beban sepanjang kapal ..................................................................... 16
Gambar II-10 Integral beban sepanjang kapal ......................................................................... 16
Gambar II-11 Penyebaran gaya lintang sepanjang kapal ......................................................... 17
Gambar II-12 Diagram gaya lintang dan momen lengkung .................................................... 17
Gambar II-13 Penampang simetris .......................................................................................... 19
Gambar II-14 Kondisi hogging ................................................................................................ 23
Gambar II-15 Kondisi sagging ................................................................................................ 23
Gambar III-1 Diagram alir penelitian ...................................................................................... 26
Gambar III-2 Lines & body plan Trisna Dwitya ...................................................................... 27
Gambar III-3 General arrangement Trisna Dwitya................................................................. 27
Gambar III-4 Construction profile Trisna Dwitya ................................................................... 28
Gambar III-5 Midship section Trisna Dwitya .......................................................................... 28
Gambar III-6 Stowage arrangement Trisna Dwitya ................................................................ 29
Gambar III-7 Tank plan Trisna Dwitya ................................................................................... 29
Gambar III-8 Berat muatan Trisna Dwitya .............................................................................. 30
Gambar III-9 Berat tangki bahan bakar Trisna Dwitya ........................................................... 30
Gambar III-10 Berat tangki air bersih Trisna Dwitya .............................................................. 30
Gambar III-11 Spesifikasi mesin utama .................................................................................. 31
Gambar III-12 Tampilan menu pemilihan jenis analisis.......................................................... 33
Gambar III-13 Tampilan menu pemilihan jenis material ........................................................ 34
Gambar III-14 Pemodelan girders dan stiffeners..................................................................... 35
Gambar III-15 Pemodelan hull dan sekat ................................................................................ 36
Gambar III-16 Finalisasi geometri ........................................................................................... 36
Gambar III-17 Coarse mesh..................................................................................................... 37
Gambar III-18 Full model mesh ............................................................................................... 38
Gambar III-19 Kondisi batas belakang .................................................................................... 39
Gambar III-20 Kondisi batas depan ......................................................................................... 39
Gambar III-21 Static load components on hull ........................................................................ 40
Gambar III-22 Beban muatan penuh........................................................................................ 41
Gambar III-23 Beban fuel oil tank dan fresh water tank ......................................................... 42
Gambar III-24 Beban di ruang permesinan ............................................................................. 43
Gambar III-25 Beban bangunan atas 1 .................................................................................... 44
Gambar III-26 Beban bangunan atas 2 .................................................................................... 44

xii
Gambar III-27 Beban bangunan atas 3 .................................................................................... 44
Gambar III-28 Hydrostatic pressure ........................................................................................ 45
Gambar IV-1 Tegangan case 1 ................................................................................................ 64
Gambar IV-2 Tegangan case 2 ................................................................................................ 65
Gambar IV-3 Tegangan case 3 ................................................................................................ 67
Gambar IV-4 Tegangan case 4 ................................................................................................ 68
Gambar IV-5 Grafik berdasarkan variasi ketebalan pelat sebesar +- 1 mm ............................ 72
Gambar IV-6 Grafik berdasarkan variasi ketebalan pelat sebesar +- 2 mm ............................ 75
Gambar IV-7 Grafik kondisi muatan kosong........................................................................... 75
Gambar IV-8 Grafik kondisi muatan penuh ............................................................................ 77

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel II-1 Perhitungan momen inersia penampang ................................................................. 18


Tabel III-1 Material properties................................................................................................ 32
Tabel III-2 Ukuran utama ........................................................................................................ 35
Tabel IV-1 Rekapitulasi perhitungan beban fresh water tank case 1 ...................................... 50
Tabel IV-2 Rekapitulasi perhitungan beban fuel oil tank case 1 ............................................. 50
Tabel IV-3 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 1 case 1 ...................................... 50
Tabel IV-4 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 2 case 1 ...................................... 51
Tabel IV-5 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 3 case 1 ...................................... 51
Tabel IV-6 Rekapitulasi perhitungan beban permesinan case 1.............................................. 51
Tabel IV-7 Rekapitulasi perhitungan hydrostatic pressure case 1 .......................................... 52
Tabel IV-8 Rekapitulasi perhitungan beban fresh water tank case 2 ...................................... 53
Tabel IV-9 Rekapitulasi perhitungan beban fuel oil tank case 2 ............................................. 53
Tabel IV-10 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 1 case 2 .................................... 54
Tabel IV-11 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 2 case 2 .................................... 54
Tabel IV-12 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 3 case 2 .................................... 54
Tabel IV-13 Rekapitulasi perhitungan beban permesinan case 2............................................ 55
Tabel IV-14 Rekapitulasi perhitungan hydrostatic pressure case 2 ........................................ 55
Tabel IV-15 Rekapitulasi perhitungan beban muatan case 3 .................................................. 56
Tabel IV-16 Rekapitulasi perhitungan beban fresh water tank case 3 .................................... 56
Tabel IV-17 Rekapitulasi perhitungan beban fuel oil tank case 3 ........................................... 56
Tabel IV-18 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 1 case 3 .................................... 57
Tabel IV-19 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 2 case 3 .................................... 57
Tabel IV-20 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 3 case 3 .................................... 57
Tabel IV-21 Rekapitulasi perhitungan beban permesinan case 3............................................ 58
Tabel IV-22 Rekapitulasi perhitungan hydrostatic pressure case 3 ........................................ 59
Tabel IV-23 Rekapitulasi perhitungan beban muatan case 4 .................................................. 59
Tabel IV-24 Rekapitulasi perhitungan beban fresh water tank case 4 .................................... 60
Tabel IV-25 Rekapitulasi perhitungan beban fuel oil tank case 4 ........................................... 60
Tabel IV-26 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 1 case 4 .................................... 61
Tabel IV-27 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 2 case 4 .................................... 61
Tabel IV-28 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 3 case 4 .................................... 61
Tabel IV-29 Rekapitulasi perhitungan beban permesinan case 4............................................ 62
Tabel IV-30 Rekapitulasi perhitungan hydrostatic pressure case 4 ........................................ 62
Tabel IV-31 Perhitungan harga reaksi kondisi batas case 1 .................................................... 63
Tabel IV-32 Perhitungan harga reaksi kondisi batas case 2 .................................................... 65
Tabel IV-33 Perhitungan harga reaksi kondisi batas case 3 .................................................... 66
Tabel IV-34 Perhitungan harga reaksi kondisi batas case 4 .................................................... 68
Tabel IV-35 Hasil tegangan keempat case .............................................................................. 69
Tabel IV-36 Hasil tegangan dengan variasi ketebalan +-1 mm............................................... 70
Tabel IV-37 Persentase peningkatan kekuatan kapal dengan variasi ketebalan +1 mm ......... 71
Tabel IV-38 Persentase penurunan kekuatan kapal dengan variasi ketebalan -1 mm ............. 71

xiv
Tabel IV-39 Hasil tegangan dengan variasi ketebalan +-2 mm............................................... 73
Tabel IV-40 Persentase peningkatan kekuatan kapal dengan variasi ketebalan +2 mm ......... 73
Tabel IV-41 Persentase penurunan kekuatan kapal dengan variasi ketebalan -2 mm ............. 73

xv
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Sesuai dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Hubdat) No
SK.885/AP.005/DRJD/2015 pada 19 Maret 2015 tentang larangan penggunaan kapal tipe
LCT sebagai kapal angkutan penyeberangan penumpang, menyebabkan LCT yang berada di
pelayaran laut Indonesia tidak dapat beroperasi sebagaimana mestinya. Perusahaan angkutan
penyeberangan yang mengoperasikan kapal tipe LCT sebagai kapal angkutan penyeberangan
akan dikenai sanksi sesuai pasal 289 undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran
dan pasal 202 peraturan pemerintah nomor 20 tahun 2010 tentang angkutan di perairan.
Berdasarkan peraturan menteri perhubungan nomor 39 tahun 2015 tentang standar pelayanan
penumpang angkutan penyeberangan dan peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat
nomor SK. 4608/AP.005/DRJD/2012 tahun 2012 tentang standar pelayanan minimal
angkutan penyeberangan, kapal angkutan penyeberangan yang mengangkut penumpang dan
kendaraan beserta muatannya harus memiliki paling sedikit 2 (dua) pintu rampa yang
digunakan sebagai jalan masuk dan keluar kendaraan serta memiliki dasar berganda (double
bottom).

Banyak kasus tenggelamnya kapal tipe LCT di perairan Indonesia yang menjadi dasar
keluarnya peraturan tersebut. Hal tersebut dikarenakan kapal tipe Landing Craft Tank
dirancang dan dibangun bukan diperuntukkan sebagai kapal pengangkut penumpang. Di sisi
lain, tidak sedikit kapal tipe LCT yang masih digunakan sebagai sarana kapal ferry untuk
jalur penyeberangan penumpang dan muatan antar pulau di Indonesia. Otomatis semua kapal
tipe LCT di Indonesia akan terkena dampak dari peraturan tersebut dan menyebabkan
kerugian pada owner kapal tersebut. Sehingga salah satu cara agar kapal dapat beroperasi
seperti biasanya yaitu dengan mengubah (konversi) LCT tersebut menjadi Kapal Motor
Penumpang. Akan tetapi agar menjamin bahwa kapal tersebut dapat melakukan tugas dan
fungsinya dengan selamat dan aman (bagi penumpang, awak, dan muatan), maka konversi
kapal harus dilakukan perhitungan analisis yang tepat dan benar, khususnya pada bagian
perhitungan kekuatan memanjang kapal (longitudinal strength).

Dalam tugas akhir ini akan dibahas bagaimana mengetahui seberapa besar pengaruh
beban internal berupa muatan dan bangunan atas serta pembebanan yang terjadi. Selain itu

1
juga akan dilakukan analisis kekuatan memanjang dari kapal penumpang tersebut yang
merupakan konversi dari kapal Landing Craft Tank. Proses pembuatan kapal penumpang
pada umumnya dari awal pembuatan sudah direncanakan dan di perhitungkan sesuai dengan
aturan dari kapal penumpang, akan tetapi dalam tugas akhir ini kapal penumpang tersebut
merupakan kapal hasil konversi dari LCT sehingga perlu adanya pengecekan ulang kekuatan
memanjang karena terdapat kondisi pembebanan yang berbeda dari LCT yang menjadi kapal
penumpang. Terlebih beban yang berbeda dari setiap kapal akan menjadi pertimbangan
perlunya dilakukan pengecekan kekuatan memanjang agar tidak terjadinya kegagalan struktur
di masa mendatang. Tugas akhir ini menggunakan metode elemen hingga (FEM) dalam
analisis tegangan yang dialami oleh kapal penumpang tersebut.

I.2. Perumusan Masalah


Sehubungan dengan latar belakang yang sudah dijelaskan, maka permasalahan yang
akan dicari penyelesaiannya dalam Tugas Akhir ini yaitu :

1. Bagaimana hasil analisis kekuatan memanjang (longitudinal strength) konversi


Landing Craft Tank menjadi Kapal Motor Penumpang dengan menggunakan metode
elemen hingga?
2. Apakah kekuatan memanjang (longitudinal strength) dari kapal penumpang tersebut
sudah memenuhi aturan klas?
3. Bagaimana hasil analisis kekuatan memanjang kapal dengan menggunakan metode
elemen hingga jika diberi variasi ketebalan pelat pada seluruh bagian kapal?

I.3. Batasan Masalah


Dalam pengerjaan Tugas Akhir ini permasalahan difokuskan pada :

1. Kapal penumpang yang akan diteliti adalah hasil konversi dari LCT Trisna Dwitya.
2. Analisis menggunakan pendekatan elemen hingga (finite element).
3. Pemodelan elemen hingga yang digunakan adalah Global Finite Element Analysis.
4. Pemodelan meliputi badan kapal (hull).
5. Aturan yang digunakan sebagai tegangan izin dari kekuatan memanjang yang
digunakan adalah berdasarkan aturan Biro Klasifikasi Indonesia (BKI).
6. Kondisi pembebanan saat :
a. Kapal muatan kosong saat sagging dan hogging.
b. Kapal muatan penuh saat sagging dan hogging.
7. Variasi ketebalan pelat pada keseluruhan bagian kapal yaitu ± 2 mm pelat awal.
2
8. Penambahan ketebalan pelat dilakukan untuk keperluan reparasi pelat kapal.
9. Pengurangan ketebalan pelat dilakukan untuk alasan korosi pada pelat kapal.

I.4. Tujuan
Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Mendapatkan harga tegangan yang dialami kapal penumpang tersebut.


2. Mengetahui apakah kekuatan memanjang kapal penumpang tersebut sudah memenuhi
aturan klas atau belum.
3. Untuk mengetahui tegangan normal kapal tersebut saat pelat kapal diberi variasi
ketebalan pelat sebesar ± 2 mm dari pelat awal.

I.5. Manfaat
Dari Tugas Akhir ini, diharapkan dapat diambil manfaat sebagai berikut :

1. Secara akademis, diharapkan hasil pengerjaan Tugas Akhir ini dapat membantu
menunjang proses belajar mengajar dan turut memajukan khazanah pendidikan di
Indonesia.
2. Secara praktek, diharapkan hasil dari Tugas Akhir ini dapat berguna sebagai referensi
analisis kekuatan memanjang konversi LCT menjadi KMP menggunakan metode
elemen hingga.

I.6. Hipotesis
Hipotesis dari tugas akhir ini adalah:

Hasil perhitungan kekuatan memanjang (longitudinal strength) konversi LCT Trisna


Dwitya menjadi kapal penumpang dengan menggunakan metode elemen hingga tidak
memenuhi persyaratan tegangan ijin yang di buat oleh BKI.

I.7. Sistematika Penulisan Laporan


Sistematika penulisan laporan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan,
manfaat, hipotesis, dan sistematika penulisan laporan

3
BAB II STUDI LITERATUR

Bab ini berisi pengertian landing craft tank, pengertian kapal motor penumpang,
istilah-istilah teknik perkapalan, defleksi, hull girder deflection, kekuatan memanjang
kapal, dan metode elemen hingga

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi diagram alir dan tahapan pengerjaan. Penjelasan pemodelan struktur
dan pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian tugas akhir juga dicantumkan
dalam bab ini.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi perhitungan beban, hasil analisis elemen hingga, rangkuman hasil
tegangan dan rangkuman hasil tegangan dengan variasi ketebalan pelat yang berbeda.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini meliputi kesimpulan yang didapatkan dari proses penelitian yang dilakukan
guna menjawab permasalahan yang ada, serta memberikan saran perbaikan untuk
penelitian ke depannya agar lebih baik.

4
BAB II
STUDI LITERATUR

II.1. Pengertian Landing Craft Tank


Landing Craft-Tank (LCT) adalah sebuah kapal pendarat serang untuk
mendaratkan tank di tepi-tepi pantai. Kapal ini mulai muncul pada saat Perang Dunia II dan
digunakan oleh Angkatan Laut Inggris dan Amerika Serikat pada saat itu. AL Amerika
Serikat kemudian menggunakannya untuk tujuan-tujuan lainnya selama Perang
Korea dan Perang Vietnam. Selama Perang Dunia II, kapal-kapal ini biasanya dikenal dengan
singkatan namanya, LCT.

Gambar II-1 LCT Trisna Dwitya

(MarineTraffic.com, 2010)

Pada jaman sekarang, dengan tetap memakai nama LCT, banyak kapal-kapal jenis ini
beroperasi di perairan dan jalur sungai Indonesia sebagai kapal-kapal komersial mengangkut
berbagai muatan atau jenis barang yang berukuran besar dan berbobot besar (misalnya dump
truck, dozer, escavator, alat konstruksi, steel structure, boiler , mesin turbin, rig equipment,
transformer, material project, dll) ke berbagai penjuru Indonesia, terutama ke daerah
pertambangan atau lokasi proyek yang berada di pulau atau pantai dan jalur sungai. Jenis
kapal LCT biasa juga digunakan sebagai sarana kapal ferry untuk jalur penyeberangan antar
pulau di Indonesia. Fungsi lainnya dari LCT adalah sebagai sarana angkut bahan cairan untuk
supply kebutuhan air bersih dan bahan bakar minyak di lokasi proyek pertambangan atau
untuk distribusi ke berbagai wilayah terpencil di Indonesia. (Wikipedia, 2016)

5
II.2. Pengertian Kapal Motor Penumpang (KMP)

Gambar II-2 Konversi menjadi KMP Trisna Dwitya

Kapal motor penumpang adalah tipe kapal yang menggunakan motor sebagai tenaga
penggeraknya dan dipasang secara permanen di dalam kapal dan digunakan untuk angkutan
penumpang. Untuk meningkatkan efisiensi atau melayani keperluan yang lebih luas kapal
penumpang dapat berupa kapal Ro-Ro, ataupun untuk perjalanan pendek terjadwal dalam
bentuk kapal feri. (Wikipedia, 2016)

II.3. Istilah – Istilah Teknik Perkapalan


Dalam dunia perkapalan terdapat istilah-istilah yang tidak umum digunakan pada
kehidupan sehari-hari. Dalam tugas akhir ini terdapat beberapa istilah yang digunakan seperti
berikut:
a. Fore: adalah bagian depan kapal
b. Aft: adalah bagian belakang kapal
c. Breadth: adalah lebar dari lambung kapal
d. Depth: adalah jarak vertikal yang diukur dari dasar kapal hingga geladak teratas kapal
e. Draught: adalah jarak vertikal antara garis air dan dasar kapal, dengan tebal dari
lambung diikutkan
f. Centerline: adalah garis khayal yang berada pada bagian tengah kapal secara
memanjang. Struktur atau benda apapun yang diletakkan atau diangkut pada kapal

6
yang melintasi garis ini dan memiliki jarak yang sama dari kedua sisi kapal maka
dikatakan terletak pada centerline
g. Bilge: adalah pelat yang melengkung antara sisi kapal dengan dasar kapal
h. Bulkhead: adalah sebuah dinding tegak lurus yang berada pada lambung kapal.
Berfungsi sebagai penambah rigiditas dari kapal atau sebagai pembagi area dari suatu
ruangan
i. Frame: adalah sebuah struktural melintang yang berada pada sisi kapal yang
memberikan kekuatan dan bentuk pada kapal
j. Buoyancy: adalah gaya keatas yang diberikan oleh fluida yang melawan gaya berat
dari benda yang tercelup. Sebuah benda yang memiliki masa jenis yang lebih besar
daripada masa jenis fluida di mana ia tercelup maka akan cenderung tenggelam. Jika
suatu benda memiliki masa jenis yang lebih kecil atau memiliki bentuk yang sesuai
(seperti kasus pada kapal) maka gaya angkat akan mampu untuk membuat benda
tersebut mengapung. Pada kasus fluida statis, gaya angkat keatas adalah sama dengan
besarnya dengan gaya berat dari fluida yang dipindahkan oleh benda, yang merupakan
gaya berat dari benda yang mengapung.
k. Classification Society: adalah organisasi bukan pemerintah (swasta) yang
mengeluarkan dan mempertahankan standar untuk konstruksi dan pengoperasian
kapal dan bangunan apung (offshore). Perkumpulan ini juga bertugas untuk
memastikan bahwa suatu konstruksi sudah sesuai dengan standar yang ada dan
melakukan survei secara berkala untuk memastikan bahwa suatu konstruksi tetap
memenuhi standar yang ada.
l. Classification society menetapkan aturan-aturan teknis, memastikan desain dan
perhitungan memenuhi ketentuan, mensurvei kapal dan struktur selama proses
pembangunan dan commissioning.
m. Displacement: adalah gaya berat dari air yang dipindahkan oleh kapal (bangunan
apung) ketika mengapung yang sama dengan gaya berat dari kapal (lightship) dan
isinya (deadweight).

II.4. Defleksi
Deformasi dapat disebabkan baik oleh respon sekunder atau tersier dari hull girder.
Respon sekunder berhubungan dengan tekukan global (global bending) dari panel-panel
berpenegar. Respon tersier berhubungan dengan defleksi dan tegangan dari panel pelat yang
tidak berpenegar yang terletak diantara dua pembujur dan dua gading besar.

7
Hull girder adalah salah satu jenis defleksi yang berhubungan dengan respon dari
lambung secara keseluruhan yang disebut juga dengan respon primer. Kapal secara
keseluruhan memiliki respon seperti balok sederhana yang dikenakan beban merata
memanjang. Dalam dunia perkapalan tegangan yang terjadi akibat respon primer ini
umumnya disebut sebagai longitudinal bending stress (Rigo and Rizzuto, 2010).

Gambar II-3 Primary, secondary and tertiary structural responses

(Rigo and Rizzuto, 2010)

II.5. Hull Girder Deflection


Reaksi dari struktur kapal terhadap beban luar umumnya diukur dari besarnya harga
tegangan atau defleksi. Kriteria performa struktur yang berhubungan dengan analisis
tegangan disebut secara umum untuk melihat kekuatan dan yang berhubungan dengan
analisis defleksi disebut secara umum untuk melihat kekakuan.
Kemampuan suatu struktur untuk memenuhi tujuannya dapat ditentukan baik dengan
kekuatannya atau kekakuannya. Kekuatan komponen struktural dapat dikatakan tidak
memadai dan kegagalan struktural akan dianggap telah terjadi jika bahan dari struktur yang
dibangun mengalami kehilangan kemampuan membawa beban melalui fracture, yield,
buckling atau mekanisme kegagalan lain dalam menanggapi untuk beban yang dialami.

8
Hull girder deflection terjadi ketika sebuah kapal mengalami vertical bending
moment, yang disebabkan oleh distribusi gaya berat kapal dan gaya tekan keatas. Dalam
kenyataan defleksi juga dipengaruhi oleh suhu, rigiditas dari komponen struktural, dan
pengerjaan. Lebih jauh lagi defleksi akibat shear juga bisa ditambahkan dalam defleksi akibat
bending, meskipun harganya relatif kecil (Ben-Amar, 2015).

II.6. Bending Vertikal dan Horizontal


Secara prinsip yang menjadi perhatian utama adalah respon kapal terhadap bending
vertikal memanjang. Namun dalam kenyataannya seiring kapal berlayar akan terkena
gelombang dari berbagai arah yang akan menyebabkan struktur juga mengalami bending
lateral dan momen puntir. Kombinasi dari kedua jenis momen bending (vertikal dan
horizontal) memiliki pengaruh besar pada peningkatan tegangan pada daerah-daerah kritis
pada struktur:
Mv Mh
𝜎= Iv⁄ + Ih⁄ (2.1)
Cv Ch

Dimana:
M : Momen bending
I : Momen inersia penampang melintang terhadap sumbu netral
C : Jarak dari sumbu netral terhadap bagian yang dihitung
Dalam pengerjaan tugas akhir ini yang difokuskan hanyalah momen bending kearah
vertikal karena momen inilah yang mempengaruhi respon dari kapal secara global. Sehingga
persamaan kedua yang merupakan tegangan akibat momen bending horizontal dapat
diabaikan karena bending horizontal tidak mempengaruhi bending kearah vertikal
sebagaimana hull girder deflection (Ben-Amar, 2015).

II.7. Kekuatan Memanjang Kapal

II.7.1. Gaya Lintang dan Tekuk Memanjang Vertikal di Air Tenang


Apabila sebuah benda homogen dengan penampang melintang dan gaya berat yang
seragam/sama mengapung di air tenang, pada bagian/potongan manapun gaya berat dan gaya
angkat (buoyancy forces) adalah sama dan berlawanan. Sehingga tidak ada resultan gaya
pada bagian/potongan dan benda tidak mengalami tegangan maupun deformasi. Sebuah kapal
yang mengapung di air tenang memiliki distribusi gaya berat yang tidak merata baik dari
distribusi muatan dan distribusi structural. Distribusi buoyancy juga tidak seragam karena
luasan yang tercelup tidak sama sepanjang kapal. Jumlah gaya berat dan buoyancy secara

9
keseluruhan sudah tentu seimbang, tetapi untuk setiap potongan akan selalu ada resultan
gaya, baik berupa kelebihan buoyancy atau kelebihan gaya berat. Oleh karena kapal tetap
dalam keadaan utuh maka ada gaya ke atas dan ke bawah yang cenderung untuk
membelokkan/menekuk kapal dan gaya ini disebut sebagai gaya lintang vertical (vertical
shearing forces), karena gaya ini cenderung untuk menggeser material vertikal yang ada pada
lambung (Eyres, 2007).

Gambar II-4 Vertical shear and longitudinal bending moment

(Eyres, 2007)

Kapal yang ditunjukkan pada gambar di atas akan diberikan pembebanan yang serupa
seperti pembebanan pada balok yang ditunjukkan di bawahnya, dan akan mengalami tekukan
yang juga serupa karena variasi dari pembebanan vertikal. Dapat dilihat bahwa bagian teratas
dari balok akan mengalami tarik; sama halnya dengan yang dialami geladak kapal dengan
pembebanan yang serupa. Sebaliknya bagian terbawah dari balok, dan begitupula dengan alas
kapal, akan mengalami tekan. Sebuah kapal yang mengalami tekukan semacam ini dikatakan
mengalami ‘hogging’ dan bila mengalami bentuk yang sebaliknya dengan kelebihan gaya
berat di daerah midship maka disebut sebagai ‘sagging’. Ketika sagging geladak mengalami
tekan dan alas mengalami tarik. Berada di air tenang sebuah kapal mengalami momen tekuk
baik itu sagging maupun hogging tergantung pada gaya berat dan gaya buoyancy, dan juga
akan mengalami gaya lintang (vertical shearing forces) (Eyres, 2007).

10
II.7.2. Bending Stress
Dari classic bending theory diketahui harga tegangan tekuk (bending stress) (σ) pada
titik manapun pada sebuah balok adalah:
𝑀
𝜎= .y (2.2)
𝐼
Di mana:
M : Momen bending yang diaplikasikan
Y : Jarak yang diinginkan, dihitung dari neutral axis
I : Momen inersia
Pada saat balok tertekuk terlihat bahwa serat terjauh (extreme fibres), misal pada
kasus hogging, tarik terjadi pada bagian atas dan tekan pada alas/bawah. Suatu daerah
diantara kedua posisi tersebut adalah posisi di mana serat tidak mengalami baik tekan
ataupun tarik. Posisi ini dinamakan neutral axis, dan pada jarak terjauh dari neutral axis
adalah di mana tegangan terbesar terjadi untuk plane bending. Harus diketahui bahwa pada
neutral axis selalu terdapat titik pusat gravitasi daripada penampang melintang. Pada
persamaan diatas momen inersia (I) adalah pembagi, maka dari itu semakin besar harga
momen inersia semakin kecil harga tegangan tekuk (bending stress). Momen Inersia
bervariasi sepanjang tinggi kuadrat dan oleh karena itu penambahan sedikit/kecil pada
ketinggian daripada penampang bisa sangat menguntungkan dalam mengurangi tegangan
tekuk (bending stress). Lalu referensi dibuat mengenai modulus penampang (Z) dari balok,
persamaan ini adalah rasio antara momen inersia dan jarak terjauh yang ingin dihitung dari
neutral axis, I/y=Z .
Dengan demikian maka Bending stress (σ) adalah 𝜎 = 𝑀/𝑍 (Eyres, 2007).

II.7.3. Penyebaran Memanjang Gaya Berat


Langkah pertama dalam perhitungan bending momen memanjang kapal ialah
menentukan penyebaran gaya berat sepanjang kapal. Distribusi berat ini merupakan sebagian
pembebanan yang akan menimbulkan bending momen, adalah merupakan hasil penjumlahan
dari penyebaran berat kapal kosong dengan berat muatan, perbekalan, crew, penumpang,
persediaan bahan bakar, minyak lumas, air tawar dan lain sebagainya, yaitu merupakan berat
total pada saat kapal berlayar.
Distribusi berat ini biasanya dihitung dalam tahap perencanaan, sehingga distribusi
berat ini, (terutama berat badan kapal) dihitung dengan cara pendekatan. Cara lain untuk
menghitung distribusi berat kapal kosong adalah menggunakan cara yang dibuat oleh Lloyd’s

11
Register (1964). Cara ini dapat dipakai baik kalau berat kapal kosong sudah diketahui terlebih
dulu maupun belum.
Pada pokoknya, berat kapal kosong dengan perlengkapannya tetapi tanpa mesin dan
poros serta baling-baling dipecah menjadi dua, bagian badan kapal sampai geladak keatas
yang menerus dan bagian-bagaian lain seperti bagunan atas mesin-mesin geladak dan
sebagainya. Masing-masing bagian dihitung dengan rumus-rumus yang sudah tersedia
sehingga akhirnya didapat penyebaran berat keseluruhan, sebagai penjumlahan dari
penyebaran dari masing-masing bagian. Cara ini dikembangkan khusus untuk perhitungan
kekuatan memanjang.
Setelah lengkung berat kapal kosong didapat, dapat dilihat lengkung grafik kapasitas
ruangan dan perhitungan berat dari semua bagian-bagian lain yang telah didistribusikan ke
arah memanjang. Disini harus diperhatikan bahwa letak titik berat dari masing-masing
kelompok berat yaitu muatan, permesinan, bahan bakar, perlengkapan dan peralatan, air
tawar dan sebagainya adalah sesuai dengan harga-harga menurut perhitungan berat.Secara
grafis distribusi berat badan kapal beserta segala muatan yang diangkut dalam pelayarannya
w(x) dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar II-5 Distribusi berat kapal

(Santosa, 2013)

Karena berat muatan merupakan bagian yang terbesar dari kumpulan muatan berat
yang ada pada kapal, maka penyusunan muatan sangat berpengaruh terhadap sistem

12
pembebanan pada kapal. Bila muatan kapal penuh dan kapal mempunyai kamar mesin
dibelakang, maka distribusi gaya berat akan cenderung terkumpul ditengah kapal, sebaliknya
apabila muatan pada kapal tidak ada (kapal dalam keadaan kosong), distribusi gaya berat
akan cenderung besar di ujung-ujung kapal (Santosa, 2013).

II.7.4. Penyebaran Memanjang Gaya Angkat


Gaya tekan keatas adalah merupakan reaksi massa air terhadap kapal yang tidak lain
adalah displacement. Dimana harga displacement tersebut sama dengan massa total kapal,
demikian juga resultant gaya tekan keatas tersebut harus tepat satu garis vertical dengan
resultant gaya berat.
Diketahui bahwa displacement kapal dapat diperoleh dari intergrasi ke arah
memanjang dari massa-massa air sepanjang kapal.
𝐿
Δ = ∫0 𝑚(𝑥) 𝑑𝑥 (2.3)
dan total gaya tekan keatas menjadi :
F=𝑔.Δ (N) (2.4)
Dimana:
m (x) : Massa bagian air (kg/m)
g : Percepatan gravitasi (m/𝑠 2 )
karena massa bagian adalah :
𝑚(𝑥) = 𝜌 . 𝑎(𝑥) (2.5)
Maka distribusi gaya tekan keatas per meter adalah
𝑏(𝑥) = 𝜌. 𝑔. 𝑎(𝑥) (N/m) (2.6)
Dimana:
𝜌 : Massa jenis air (termasuk koreksi untuk tebal kulit 𝜌 = 1,031 ton/𝑚3 )
a (x) : Luas station di potongan sejauh x dari AP. (𝑚2 )
Untuk kapal yang berlayar diperairan tenang, distribusi gaya tekan keatas ini dapat
ditentukan dengan cepat. Dari Diagram Bonjean dapat dibaca luas station untuk sarat yang
ditentukan dan jika luas yang didapat (dalam 𝑚2 ) dikalikan dengan 1,031g akan didapat
intensitas gaya tekan keatas pada station tersebut. Untuk kapal yang berlayar dilaut
bergelombang, mula-mula harus digambarkan dahulu bentuk gelombang seperti yang
diterangkan dalam pasal yang lalu, dengan skala meninggi dan memanjang, yang sama skala
pada diagram Bonjean. Untuk pendekatan pertama, sumbu gelombang diletakkan berimpit
dengan sarat kapal. Kemudian dihitung isi bagian kapal yang berada dalam gelombang

13
dengan Simpson atau lainnya. Pada umumnya displacement yang didapat tidak akan sama
dengan berat kapal, jadi gelombang perlu digeser pada arah vertikal.
Besarnya penggeseran diperkirakan dari :

(2.7)
Dimana:
H : Besar penggeseran vertikal sumbu gelombang
D : Selisih antara jumlah berat dengan displacement
Awl : Luas bidang garis air
Setelah besar displacement sama dengan total berat kapal, maka luas tiap station
dikalikan dengan 1,031g seperti diterangkan dimuka untuk memperoleh gaya tekan keatas per
satuan panjang b(x)

Gambar II-6 Grafik gelombang pada kapal

(Santosa, 2013)

Gambar diatas menunjukkan; pergeseran perlu dilakukan ke atas apabila gaya berat
kapal lebih besar dari pada gaya tekan keatas pada kapal di gelombang, dan sebaliknya
digeser ke bawah gaya berat kapal lebih kecil dari pada gaya tekan keatas Syarat
keseimbangan kedua yaitu bahwa titik berat dan titik tekan harus terletak pada satu garis
tegak, disini belum diperiksa dan akan dipenuhi dalam persamaan momen lengkung. Dalam
perhitungan, bangunan atas juga dimasukkan dalam perhitungan displacement, apabila
gelombang yang terjadi sampai mengenai bangunan atas (Santosa, 2013).

14
II.7.5. Perhitungan Kekuatan Memanjang
Longitudinal strength atau kekuatan memanjang adalah perhitungan kekuatan kapal
secara memanjang kapal untuk menopang beban muatan dan beban kapal itu sendiri ketika
berlayar pada kondisi air tenang maupun bergelombang. Perhitungan ini tergantung pada
ukuran kapal dan scantling (ukuran profil dan plat) yang digunakan di kapal. Scantling inilah
yang selanjutnya dihitung inersianya untuk mendapatkan besarnya tegangan dan momen yang
dialami kapal karena beban muatan dan gelombang. Dalam pasal ini dianggap bahwa
lengkung distribusi gaya berat kapal dan lengkung distribusi gaya tekan keatas sepanjang
kapal dapat memenuhi syarat keseimbangan kedua yaitu titik pusat gaya berat dan titik pusat
gaya tekan keatas terletak disatu garis vertikal (satu garis kerja) (Santosa, 2013).
Dalam hal ini dijelaskan cara untuk menghitung gaya lintang (gaya lintang), dianggap
bahwa lengkung distribusi gaya berat kapal dan lengkung distribusi gaya tekan keatas
sepanjang kapal dapat memenuhi syarat keseimbangan kedua yaitu titik pusat gaya berat dan
titik pusat gaya tekan keatas terletak disatu garis vertikal atau dalam satu garis kerja.
(Santosa, 2013).
a). Penyebaran Gaya Berat :
w(x) = g.m(x) (2.8)
dimana :
w(x) = Distribusi gaya berat kapal
g = Percepatan gravitasi
m(x) = Luas daerah yang diwarnai

Gambar II-7 Penyebaran gaya berat suatu kapal

b). Penyebaran Gaya Tekan Keatas :


b(x) = ρ.g.a(x) (2.9)
dimana :
b(x) = Distribusi gaya tekan keatas
ρ = Massa jenis fluida yang dilalui
a(x) = Luas daerah yang diwarnai

15
Gambar II-8 Penyebaran gaya tekan keatas suatu kapal

Ruas kanan merupakan distribusi memanjang dari beban-beban yang bekerja pada
kapal. Dan f(x) merupakan selisih antara gaya tekan keatas dan gaya berat. Jika lengkung
diagram gaya berat dikurangi dengan lengkung diagram gaya tekan keatas, akan diperoleh
lengkung penyebaran beban sepanjang kapal :

Gambar II-9 Penyebaran beban sepanjang kapal

f (x) = b (x) – w (x) (2.10)


dan beban f(x) ini merupakan turunan kedua dari momen lengkung :
𝑑2𝑀
f (x) = (2.11)
𝑑𝑥 2
Besar gaya lintang adalah lengkung integral pertama dari beban f(x) , oleh karena itu
persamaan gaya lintang dapat kita peroleh dari :

Gambar II-10 Integral beban sepanjang kapal


𝑥
Q (x) = ∫0 𝑓 (𝑥 )𝑑𝑥 (2.12)
dimana konstanta intergrasi besarnya sama dengan nol, karena Q(0) = 0

16
Gambar II-11 Penyebaran gaya lintang sepanjang kapal

Sesuai dengan persamaan (2.11) , maka dagram momen dapat diperoleh dari integrasi
persamaan (2.12) :
𝑥 𝑥 𝑥
M (x) = ∫0 𝑄 (𝑥 )𝑑𝑥 = ∫0 ∫0 𝑓 (𝑥 )𝑑𝑥 𝑑𝑥 (2.13)
Karena untuk x = 0 ; x = L ( dikedua ujung ) harga momen sama dengan nol , maka
besarnya konstanta intergrasi adalah nol.

Gambar II-12 Diagram gaya lintang dan momen lengkung

Setelah gaya lintang dan momen lengkung yang bekerja pada penampang kapal dapat
diketahui, selanjutnya merencanakan ukuran bagian kontruksi memanjang (untuk bangunan
baru) atau memeriksa ukuran yang sudah ada (untuk memperbaiki dan perubahan kapal).
Kapal harus mampu menahan gaya lintang dan momen lengkung yang terjadi dengan aman
dalam arti tegangan yang terjadi tidak melebihi tegangan yang diijinkan, dan pelat kapal,
pelat bilah dan pelat hadap tidak kehilangan stabilitasnya (tidak mengalami buckling). Untuk
menghitung tegangan kita memakai persamaan :
M ( x) . y
 BE ( x, y )  (2.14)
I NA
y merupakan jarak “titik berat bagian yang dihitung tegangannya” terhadap sumbu
netral (garis mendatar yang melalui titik berat penampang) dan menghitung momen inersia
penampang I(x).
Seperti telah dijelaskan didepan bahwa; akibat beban momen lengkung yang bekerja
pada badan kapal, maka bagian penampang kapal yang mengalami tekanan dan posisinya
mendatar (horizontal) sebelum dimasukkan kedalam tabel perhitungan momen inersia harus

17
sudah diperhitungkan lebar efektifnya. Karena penampang lintang kapal mempunyai banyak
bagian, maka menghitung momen inersianya tak dapat dihitung dengan memakai rumus dasar
1
(I= /12 b.h3 ) dan sebaiknya dilakukan dalam bentuk tabulasi seperti diperlihatkan pada
tabel II-1.

Tabel II-1 Perhitungan momen inersia penampang

Nama Lebar Tinggi Luas = A Lengan


No. a.A a2.A I0 = 1/12 b.h3
Bagian l t =lxt a

1 Lunas

2 Penump. 1

3 Penump. 2

4 Plt. Dasar 1

5 Plt. Dasar 2

…..

…..

i ….. li ti Ai ai ai.Ai ai2.Ai I0 i

 Ai  ai.Ai  ai2.Ai  I0

(Santosa, 2013)

Dimana:
aNA = (  ai.Ai )/(  Ai )

INA =  ai2.Ai +  I0 - aNA2.  Ai

a = Jarak tegak titik berat bagian kegaris dasar.

aNA = Titik berat gabungan diatas garis dasar.

Idsr = Momen inersia seluruh penampang terhadap garis dasar.

INA = Momen inersia seluruh penampang terhadap garis sumbu netral.

18
I0 = Momen inersia bagian terhadap sumbu yang sejajar sumbu netral dan
melalui titik berat bagian itu sendiri.

Tabel di atas disusun untuk bentuk penampang yang simetris terhadap bidang tengah
bujur kapal. Untuk pemasukan data dari “bagian yang berimpit dengan bidang tengah bujur
kapal” kedalam tabel, ukuran tebalnya hanya dimasukkan setengah dari harga sebenarnya,
(misalnya ; penumpu tengah, sekat memanjang pada bidang tengah bujur kapal, dsb.),
sedang data bagian yang dipotong oleh bidang tengah bujur kapal ukuran lebarnya hanya
dimasukkan setengah dari harga sebenarnya, (misal : lebar lunas datar). Bagian yang lainnya
hanya dimasukkan satu sisi saja, bagian kiri dari bidang tengah atau bagian kanan.

NA
ai
aNA

CL

Gambar II-13 Penampang simetris


(Santosa, 2013)

Dari persamaan tegangan lengkung BE pada penampang x dapat kita lihat bahwa,
makin besar harga y akan mengakibatkan semakin besarnya harga tegangan lengkung BE.
Untuk suatu penampang kapal, titik yang terletak di geladak dan di dasar akan memiliki
harga y yang terbesar, dengan kata lain BE di geladak dan di dasar merupakan tegangan
lengkung yang maksimum.
Apabila tegangan lengkung yang terjadi di geladak dan di dasar tidak melampaui
tegangan ijin yang telah ditentukan oleh Biro Klasifikasi, maka hal ini berarti bahwa
konstruksi kapal yang direncanakan memenuhi syarat kekuatan atau dapat dikatakan bahwa
kapal tersebut mampu menerima beban yang akan mengenainya dalam pelayarannya. Selain
syarat diatas, Biro Klasifikasi Indonesia juga memberikan persyaratan untuk modulus
penampang minimum dan momen inersia penampang minimum.

19
Jika setelah dihitung ternyata harga tegangan lengkung hasil perhitungan lebih besar
dari pada tegangan ijin, maka untuk mengurangi harga tegangan lengkung dapat dilakukan
dengan memperkecil momen lengkung yang terjadi (kalau mungkin), atau memperbesar
momen inersia terhadap sumbu netral INA.
Cara yang paling efektif untuk menaikkan harga momen inersia adalah menambah
luas penampang pada bagian yang jauh dari sumbu netral atau mempunyai harga y besar
(biasanya di geladak). Hal ini disebabkan karena pada posisi yang mempunyai harga y besar
akan selalu menghasilkan harga koreksi perpindahan momen inersia (a i2.Ai) yang besar pula.
(Santosa, 2013)

II.8. Metode Elemen Hingga

II.8.1. Pengertian
Metode elemen hingga merupakan metode numerik yang digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan dalam bidang rekayasa seperti geometri, pembebanan dan sifat-
sifat dari material yang sangat rumit. Hal ini sulit diselesaikan dengan solusi analisis
matematis. Pendekatan metode elemen hingga adalah menggunakan informasi-informasi
pada titik simpul (node). Dalam proses penentuan titik simpul yang di sebut dengan
pendeskritan (discretization), suatu sistem dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil,
kemudian penyelesaian masalah dilakukan pada bagian-bagian tersebut dan selanjutnya
digabung kembali sehingga diperoleh solusi secara menyeluruh (DNV-GL, 2015).
Kini sangatlah memungkinkan untuk menggunakan program computer untuk
melakukan analisis dengan metode elemen hingga yang dikenal dengan FEA (finite element
analysis). Dengan adanya metode ini dapat dilakukan analisis keseluruhan badan kapal secara
utuh. Tujuan dari penggunaan metode elemen hingga ini adalah untuk mendapatkan
perhitungan yang akurat terhadap respon tegangan dari kapal. Beberapa tingkatan dalam
pemodelan elemen hingga dapat digunakan dalam analisis seperti berikut :
 Global stiffness model
 Cargo hold model
 Frame and girder model
 Local structure model
 Stress concentration model (Rizzuto, 2010)
dalam pengerjaan tugas akhir ini jenis/tingkat model elemen hingga yang digunakan adalah
global stiffness model.

20
II.8.2. Static Analysis
Analisis statis (static anaylis) merupakan cara tradisional untuk melakukan analisis
tegangan dan kekuatan dari struktur kapal. Beban dihitung secara terpisah dari kekuatan
struktur, meskipun beban tersebut dinamis namun tetap diasumsikan statis (tidak berubah
seiring waktu). Beban statis ini dapat benar asumsinya apabila digunakan sebagai tekanan
hidrostatis bukan untuk beban dinamis gelombang yang diaplikasikan terhadap pelat sisi
kapal. Meski asumsi beban statis belum diverifikasi, analisis statis tetap dapat dilakukan
karena lebih cepat dan mudah untuk dilakukan. Berdasarkan berbagai pengalaman kasus yang
telah ada, analisis statis terbukti akurat dalam mencari harga tegangan dan defleksi (Rizzuto,
2010).

II.8.3. Langkah Metode Elemen Hingga


Secara umum tahapan dalam perumusan metode elemen hingga adalah sebagai
berikut:
Tahap 1: Pendiskretan dan pemilihan jenis elemen.
Tahap ini, struktur dibuat menjadi sebuah system yang ekuivalen yang terdiri dari
elemen-elemen hingga yang saling berhubungan dengan simpul. Pemilihan jenis elemen
harus tepat sesuai dengan permasalahan yang ingin diselesaikan. Untuk mendapatkan
pendekatan yang baik, ukuran meshing harus dapat mewakili kondisi struktur yang
sebenarnya. Elemen-elemen kecil yang digunakan untuk kondisi yang perubahannya drastis,
sedangkan elemen berukuran besar digunakan ditempat dimana besaran yang ingin dicari
perubahannya relatif konstan. Ukuran meshing tidak harus sekecil mungkin, karena
membutuhkan kapasitas hard disc dan memori yang sangat besar. Dari ukuran meshing yang
ada dipilih ukuran yang memberikan hasil rasio perubahan yang kecil dibanding dengan
ukuran meshing yang lebih besar.
Tahap 2: Pemilihan fungsi displacement
Menentukan fungsi displacement yang didefinisikan pada tiap elemen dengan
menggunakan nilai parameter di simpul element tersebut, fungsi yang dipakai berupa
polynomial, linier kuadratik, kubik atau deret trigonometri.
Tahap 3: Pendefinisian hubungan regangan displacement dan tegangan regangan
Hubungan antara regangan displacement dan antara tegangan regangan dalam proses
penurunan persamaan untuk masing-masing elemen hingga. Kemampuan untuk
mendefinisikan kelakuan atau sifat material secara tepat adalah hal yang sangat untuk
mendapatkan hasil yang dapat diterima.

21
Tahap 4: Penurunan matriks kekakuan elemen dan Persamaan Elemen
Metode yang sering digunakan dalam penurunan matriks kekakuan elemen dan
persamaan elemen adalah metode keseimbangan langsung dan metode ini cocok untuk
elemen satu dimensi dan metode energi dengan prinsip energi potensial minimum.
Tahap 5: Penggabungan persamaan elemen dan penentuan kondisi batas
Persamaan elemen dalam tahap empat digabungkan menggunakan metode kekakuan
langsung untuk mendapatkan persamaan global keseluruhan struktur. Matrik kekakuan global
ini berupa matrik singular, sehingga untuk menghindari masalah singularitasnya harus
ditentukan kondisi batas.
Tahap 6: Menyelesaikan derajat kebebasan yang belum diketahui.
Untuk mendapatkan besaran yang belum diketahui digunakan metode eliminasi atau
metode iterasi
Tahap 7: Menentukan regangan dan tegangan elemen
Besaran yang didapat pada tahap 6 (misal displacement) digunakan untuk menentukan
regangan dan tegangan di elemen.
Tahap 8: Interpretasi Hasil
Hasil yang diperoleh dapat ditampilkan dalam bentuk grafis oleh program computer
post processor (DNV-GL, 2015).

II.9. Kondisi Sagging Dan Hogging


Efek deformasi ship shaped structure akibat beban gelombang yang ditinjau pada
Tugas akhir ini bisa dijelaskan dengan baik dengan mengibaratkan sebuah kapal bergerak
pada gelombang regular dimana panjang gelombangnya sama dengan panjang kapal. Hal ini
menyebabkan vertical momen lengkung. Jika hull diibaratkan sebagai beam, maka kondisi
yang terjadi adalah :

II.9.1. Kondisi Hogging


Deformasi pada kapal berbentuk cembung. Hull girder disupport pada midship
dengan puncak gelombang. Pada kondisi ini, meskipun berat total seimbang dengan
buoyancy, terdapat kelebihan buoyancy pada midship dan kelebihan berat pada bow dan
stern. Situasi ini menyebabkan kecenderungan ujung kapal bergerak ke arah bawah dan pada
bagian midship bergerak ke atas.

22
Gambar II-14 Kondisi hogging

(Barras, 1999)

II.9.2. Kondisi Sagging


Deformasinya berbentuk cekung. Hull girder disupport pada stern dan bow dengan
dua puncak gelombang. Terdapat kelebihan berat pada midship dan kelebihan bouyancy pada
bow dan stern. Situasi ini menyebabkan kecenderungan ujung kapal bergerak ke arah atas dan
pada bagian midship bergerak ke bawah.

Gambar II-15 Kondisi sagging

(Barras, 1999)

23
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Diagram Alir
Tahapan dari metodologi penelitian yang digunakan, digambarkan pada diagram alir
pada gambar III-1 di bawah ini :

Start

Identifikasi Permasalahan

Perumusan Masalah dan Tujuan


Kekuatan
Memanjang Kapal

Studi Literatur Defleksi


1. Ukuran Utama
2. Rencana Umum
3. Penampang Metode Elemen
Melintang Pengumpulan Data di Hingga
4. Perhitungan Lapangan
Scantling
5. Berat Kapal
Software FEA
6. Pemuatan Barang

Pemodelan Badan Kapal (Hull)


Menggunakan Software FEA

Tidak Ok

Uji Model

Ok

25
A

Melakukan Pembebanan dan Running


Pembebanan Untuk Mendapatkan Hasil
Tegangan Kapal

Membandingkan Hasil Perhitungan Tegangan Dengan


Perhitungan Menggunakan Variasi Tebal Keseluruhan
Pelat Sebesar ± 2 mm Pelat Awal.

Pembuatan Laporan

Kesimpulan dan Saran

Finish

Gambar III-1 Diagram alir penelitian

III.2. Pengumpulan Data & Studi Literatur


Dalam melakukan pengerjaan Tugas Akhir, tahap awal yang perlu dilakukan adalah
melakukan pengumpulan data. Tahapan ini bertujuan untuk memperoleh data primer dan/atau
data sekunder yang berkaitan dengan permasalahan atau kondisi yang terjadi pada kasus yang
akan dikaji dalam penelitian ini. Dalam melakukan tugas akhir ini yang digunakan adalah
data primer yang berupa berbagai drawings (gambar-gambar) dari kapal Trisna Dwitya
meliputi :

26
1. Lines & Body Plan.

Gambar III-2 Lines & body plan Trisna Dwitya

2. General Arrangement,

Gambar III-3 General arrangement Trisna Dwitya

27
3. Construction Profile

Gambar III-4 Construction profile Trisna Dwitya

4. Midship Section

Gambar III-5 Midship section Trisna Dwitya

28
5. Stowage Arrangement

Gambar III-6 Stowage arrangement Trisna Dwitya

6. Tank Plan

Gambar III-7 Tank plan Trisna Dwitya

29
Data sekunder berupa data berat kapal yang akan dijadikan pembebanan diatas kapal
penumpang meliputi :

1. Berat Muatan

Gambar III-8 Berat muatan Trisna Dwitya

2. Berat Tangki Bahan Bakar

Gambar III-9 Berat tangki bahan bakar Trisna Dwitya

3. Berat Tangki Air Bersih

Gambar III-10 Berat tangki air bersih Trisna Dwitya

30
4. Berat Di Ruang Permesinan

Gambar III-11 Spesifikasi mesin utama

Selain itu juga literatur pendukung didapatkan dari buku-buku dan penelitian-
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang serupa dengan tugas akhir ini.

III.3. Pemodelan Finite Element Struktur


Pada tahap ini dilakukan pemodelan struktur kapal penumpang yang akan digunakan
untuk analisis dari kekuatan memanjang menggunakan metode elemen hingga. Bagian ini
merupakan inti dari tugas akhir ini dan merupakan bagian yang memakan waktu paling lama
dalam pengerjaan tugas akhir. Pemodelan dilakukan secara global dengan menggunakan
software finite element analysis (FEA software). Hasil dari pemodelan ini adalah
mendapatkan harga tegangan dari kapal penumpang yang diteliti dengan empat macam
variasi kondisi pembebanan. Langkah-langkah pembuatan model dari awal hingga siap untuk
dilakukan running adalah sebagai berikut :

31
III.3.1. Sistim Koordinat
Dalam pengerjaan tugas akhir ini digunakan sistem koordinat kartesian dalam bidang
3 dimensi. Berikut ini adalah rincian dari sistem koordinat yang digunakan:
 Sumbu X : adalah sumbu yang mengarah panjang kapal (longitudinal), berharga
positif kearah depan (fore)
 Sumbu Y : adalah sumbu yang mengarah melintang kapal (transverse), berharga
positive kearah starboardside
 Sumbu Z : adalah sumbu yang mengarah tinggi kapal (vertical), berharga positif
kearah tinggi kapal (keatas)

III.3.2. Material Properties


Material yang digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah structural steel
(ASTM A36). Material ini adalah material yang umum digunakan dalam bidang konstruksi
termasuk dalam bidang bangunan kapal. Berikut ini adalah material properties yang
digunakan:
Tabel III-1 Material properties

(Azom.com)

III.3.3. Model
Pemodelan kapal penumpang dalam pengerjaan tugas akhir ini dilakukan dengan
bantuan program finite element. Model dibuat dengan 3D CAD (Computer Aided Design)
software sebelum nantinya akan dilakukan pendiskritan model menjadi elemen-elemen yang
lebih kecil. Model dibuat berdasarkan data-data yang telah didapatkan dari galangan yaitu:
 Lines Plan : sebagai acuan untuk membuat bagian terluar badan kapal/dok

32
 General Arrangement : sebagai acuan peletakan sekat-sekat ruangan dalam badan
kapal/dok
 Construction Profile : sebagai acuan dalam pemodelan penegar dan penumpu yang
ada pada badan kapal/dok

Model kapal penumpang dibuat hanya separuh terlebih dahulu agar mendapatkan
model yang simetri lalu setelah itu baru dilakukan pencerminan sehingga mendapatkan model
yang utuh. Pada umumnya pemodelan untuk analisis global kapal/dok tidak perlu
memperhatikan hal-hal kecil seperti bracket dan lubang-lubang yang tidak terlalu berpegaruh
pada massa maupun kekuatan struktur sehingga bagian-bagian tersebut dapat diabaikan agar
tercapai model yang lebih sederhana dan cepat dalam pengerjaan juga mengurangi beban
pada computer yang digunakan untuk analisis.
Pemodelan dengan menggunakan 3D CAD software dilakukan dalam beberapa tahap,
berikut ini adalah tahapan-tahapan dalam pemodelan geometri:
 Pemilihan Jenis Analisis
Dalam menggunakan program FEA terdapat berbagai pilihan analisis yang
tersedia. Karena yang dicari adalah longitudinal strength maka yang digunakan dalam
tugas akhir ini adalah static structural analysis.

Gambar III-12 Tampilan menu pemilihan jenis analisis

33
 Pemilihan Material Properties
Material properties adalah bagian yang penting dan tidak boleh salah dalam
pemilihannya karena berbeda material akan memberikan response atau hasil yang berbeda.
Dengan memilih opsi Engineering Data pada kolom yang tersedia akan membuka tab baru
untuk menentukan material properties yang diinginkan. FEA Software secara otomatis
menyediakan berbagai database dari material-material yang umum digunakan. Dalam kasus
ini yang dipilih adalah stuctural steel.

Gambar III-13 Tampilan menu pemilihan jenis material

 Pembuatan Geometri
Geometri dibuat berdasarkan data yang telah didapatkan berupa ukuran utama,
general arrangement, construction profile, dan lines plan. Pada Tabel III-2 di bawah ini
adalah data ukuran utama dari model kapal penumpang :

34
Tabel III-2 Ukuran utama

Ukuran Utama
No. Parameter Ukuran Satuan
1 Length (Over all) 54.9 m
2 Length (Perpendicular) 54 m
3 Breadth 14.4 m
4 Draft 2.57 m
5 Depth 3.500 m
(Data Kapal Milik PT. DPS)

Dalam tugas akhir ini digunakan berbagai macam metode pemodelan yang
memungkinkan untuk membuat geometri dari kapal penumpang sesuai dengan data yang ada.
Dalam membuat model untuk analisis global perlu diperhatikan bahwa tidak dapat
menggunakan model solid (volume) melainkan menggunakan surface model (luasan) ataupun
garis. Berdasarkan literatur mengenai pemodelan global kapal berdasarkan class ataupun
referensi lain maka ditentukanlah pemodelan dengan cara sebagai berikut:
 Penumpu dan Penegar (Girders and Stiffeners) dimodelkan dengan 2D surface
yaitu berupa luasan yang memiliki ketebalan tertentu untuk bagian web dan
menggunakan 1D line untuk face/flange. Namun beberapa referensi
memperbolehkan untuk memodelkan utuh dengan 2D surface. Khusus untuk
stiffeners dapat dimodelkan dengan 1D line dengan cross section (penampang
melintang).

Gambar III-14 Pemodelan girders dan stiffeners

35
 Pelat (baik pelat untuk hull ataupun sekat) dimodelkan dengan 2D surface

Gambar III-15 Pemodelan hull dan sekat

 Bracket dan lubang-lubang kecil tidak dimodelkan untuk mempermudah


proses pembuatan geometri
 Finalisasi Geometri
Setelah pembuatan seluruh geometri telah selesai maka langkah selanjutnya adalah
memastikan bahwa setiap bagian dari geometri itu menyatu satu sama lain sehingga pada saat
akan dilakukan pembuatan elemen nanti tidak ada elemen yang terputus dan analisis bisa
dilakukan atau dalam istilah FEA software dapat di running. Dalam 3D CAD software salah
satu cara yang data dilakukan adalah dengan menyatukan seluruh geometri dengan
menggunakan perintah Connections > Contact > Auto Detection > lalu pilih yes pada
Face/Face, Face/Edge, dan Edge/Edge di mana opsi ini akan membuat bagian yang dipilih
menjadi satu kesatuan (menyatu selayaknya joint welding).

Gambar III-16 Finalisasi geometri

36
III.3.4. Meshing
Meshing adalah suatu proses dalam FEA untuk membagi keseluruhan sistim menjadi
elemen-elemen yang lebih kecil untuk didapatkan analisis yang detail pada keseluruhan
sistim tersebut. Yang perlu kita pahami adalah bahwa meshing dalam pemodelan FEA sangat
penting untuk diperhatikan, karena apabila meshing tidak sesuai maka model tidak dapat di
run dan hasil analisispun menjadi tidak valid. Meshing dapat dilakukan pada program FEA
software dengan memilih opsi model pada tab static structural. Di sini program yang
digunakan berbeda dengan sebelumnya yang hanya berfungsi sebagai program untuk
membuat model, pada bagian ini program yang digunakan berfungsi untuk mendefinisikan
model yang telah dibuat sebelumnya.
Definisi yang dimaksud pada sub-bab ini adalah definisi elemen apa yang akan
digunakan untuk model yang telah dibuat. Dalam FEA software yang digunakan hanya ada
tiga jenis elemen utama yang dapat digunakan dan terpilih secara otomatis tergantung
bagaimana model yang dibuat. Tiga jenis elemen tersebut adalah:
1. Shell Element - terpilih secara otomatis apabila model dibuat dengan menggunakan
surface
2. Beam Element - terpilih secara otomatis apabila model dibuat dengan menggunakan
line yang memiliki cross section
3. Solid Element - terpilih secara otomatis apabila model dibuat dengan
menggunakan solid

Gambar III-17 Coarse mesh

37
Jenis meshing yang digunakan pada tugas akhir ini adalah coarse mesh dimana ukuran
elemen yang digunakan relatif besar (tidak halus). Alasan dalam memilih mesh jenis ini
adalah karena untuk analisis jenis ini yang menghasilkan perhitungan gobal meshing jenis
coarse adalah yang paling efektif dan dari pihak class DNV-GL juga sudah menyarankan
seperti itu. Selain itu juga karena keterbatasan kapasitas komputer yang dimiliki oleh penulis
sehingga ukuran dari elemen dibatasi sebesar jarak gading dari model kapal penumpang
sebesar 600 mm, karena apabila penggunaan elemen yang terlalu banyak (fine mesh) akan
membebani komputer dan bisa terjadi error atau hang.

Gambar III-18 Full model mesh

III.3.5. Kondisi Batas


Dalam melakukan FEA diperlukan adanya pemberian kondisi batas berupa tumpuan.
Apabila tidak ada kondisi batas maka program FEA tidak dapat berjalan dengan benar dan
hasilnya tidak akan valid. Berbeda dengan analisis struktur pada umumnya dalam analisis
struktur yang terapung (free floating structure) seperti kapal atau bangunan lepas pantai
diperlukan kondisi batas yang khusus. Karena bangunan apung pada kondisi sebenarnya tidak
ada yang menumpu maka pemberian kondisi batas tidak boleh menggunakan tumpuan yang
tidak sesuai dengan kondisi nyata namun harus menggunakan tumpuan yang hanya
menghindari rigid body motion dari model itu sendiri sehingga analisis bisa berjalan. Perlu
diperhatikan pula bahwa beban yang bekerja dalam benda terapung haruslah seimbang antara
gaya angkat dengan gaya berat.

38
Kondisi batas yang digunakan dalam tugas akhir ini yaitu berupa tumpuan berjumlah
dua buah titik. Titik pertama yaitu pada bagian centerline belakang kapal dan titik kedua
yaitu pada bagian centerline depan kapal. Setiap obyek umumnya memiliki 6 buah derajat
kebebasan (degrees of freedom), tiga buah pada translasi dan tiga sisanya pada rotasi, yang
dikenal secara umum dengan rigid body motion karena tidak ada energi regangan internal
yang mempengaruhi. Titik pertama dan kedua berfungsi untuk menghilangkan rotasi pada
bagian depan dan belakang kapal dan diletakkan pada suatu jarak dari titik sebelumnya
namun tetap dalam satu bidang. Kedua titik ini akhirnya akan menghilangkan rigid body
motion dari suatu obyek. Tumpuan sudah dapat dikatakan benar peletakannya apabila
tegangan tidak dipengaruhi dari kedua buah kondisi batas tersebut.

Gambar III-19 Kondisi batas belakang

Gambar III-20 Kondisi batas depan

39
Dua buah kondisi batas terbagi menjadi satu buah diletakkan pada bagian belakang
kapal dan satu buah diletakkan pada bagian depan kapal. Titik pertama adalah titik yang
diletakkan pada bagian belakang kapal pada centerline dan derajat kebebasan yang dikunci
(fixed) adalah arah z untuk menghilangkan rotasi yaitu rotasi terhadap sumbu y. Titik kedua
adalah titik yang diletakkan pada bagian depan kapal pada centerline dan derajat kebebasan
yang dikunci (fixed) adalah arah z untuk menghilangkan rotasi yaitu rotasi terhadap sumbu y.

III.3.6. Pembebanan
Dalam sub-bab ini beban-beban yang bekerja pada model akan dibahas. Seperti yang
telah dibahas sebelumnya bahwa semua beban yang bekerja harus berada pada
keseimbangan. Untuk mendapatkan kondisi ini semua beban yang bekerja ke arah bawah dan
beban yang bekerja ke arah atas harus berharga sama. Beban-beban yang bekerja ke arah
bawah adalah berat baja dan berat muatan. Sedangkan beban yang bekerja ke arah atas adalah
buoyancy atau tekanan hidrostatis. Dalam tugas akhir ini, arah beban yang digunakan adalah
beban yang bekerja ke arah bawah dan ke arah atas.

Gambar III-21 Static load components on hull

(Lewis, 1988)

 Beban Struktural (Berat Baja)


Beban berat baja adalah beban yang dihasilkan dari berat struktur itu sendiri.
Beban ini dipengaruhi dari massa jenis dari material kapal penumpang dan volume dari
lambung serta seluruh isi konstruksinya. Berat dari struktur ini didapat dengan bantuan
FEA software yang secara otomatis menghitung volume serta massa dari model yang
telah dibuat sesuai dengan massa jenis yang digunakan.

40
 Beban Muatan
Beban muatan adalah beban yang bekerja ke arah bawah sama halnya dengan
berat baja. Beban ini dipengaruhi besarnya oleh seberapa berat muatan yang diangkut
pada kapal penumpang yang berada di deck kapal penumpang. Data berat muatan pada
kapal penumpang sudah didapatkan datanya saat pengambilan data di lapangan sehingga
selanjutnya adalah mengaplikasikan berat tersebut sebagai beban pada model. Berat
muatan ini diaplikasikan sebagai tekanan pada permukaan (surface) yang berhubungan
dengan lokasi muatan tersebut. Besarnya harga tekanan didapatkan dengan mengkonversi
massa dari muatan angkut menjadi gaya berat dan membagi gaya berat tersebut dengan
luasan dari deck kapal penumpang yang didapatkan dengan bantuan program FEA
software Setelah didapatkan harga tekanan muatan maka langkah selanjutnya adalah
memasukkan data tersebut pada model yang ada di FEA software. Perintah yang
digunakan adalah static structural > loads > pressure > scoping method pilih geometric
location > pilih surface yang bersangkutan > masukkan harga tekanan dan arahnya
(dalam hal ini ke sumbu z dengan harga negatif).

Gambar III-22 Beban muatan penuh

 Beban Tangki
Beban tangki adalah beban yang bekerja ke arah bawah sama halnya dengan berat
baja. Beban ini dipengaruhi besarnya oleh seberapa berat fluida yang diangkut dan berada
pada suatu kompartemen yang ada pada kapal penumpang. Data berat tangki pada kapal
penumpang sudah didapatkan datanya saat pengambilan data di lapangan sehingga
selanjutnya adalah mengaplikasikan berat tersebut sebagai beban pada model. Berat

41
tangki ini diaplikasikan sebagai tekanan pada permukaan (surface) yang berhubungan
dengan lokasi tiap-tiap tangki tersebut. Besarnya harga tekanan didapatkan dengan
mengkonversi massa dari tiap tangki menjadi gaya berat dan membagi gaya berat tersebut
dengan luasan dari masing-masing tangki kapal penumpang yang didapatkan dengan
bantuan program FEA software Setelah didapatkan harga tekanan tangki-tangki, maka
langkah selanjutnya adalah memasukkan data tersebut pada model yang ada di FEA
software. Perintah yang digunakan adalah static structural > loads > pressure > scoping
method pilih geometric location > pilih surface yang bersangkutan > masukkan harga
tekanan dan arahnya (dalam hal ini ke sumbu z dengan harga negatif).

Gambar III-23 Beban fuel oil tank dan fresh water tank

 Beban Permesinan
Beban permesinan adalah beban yang bekerja ke arah bawah sama halnya dengan
berat baja. Beban ini dipengaruhi besarnya oleh seberapa berat mesin kapal dan
perlengkapannya yang diangkut pada kapal penumpang yang berada di ruang mesin kapal
penumpang. Data berat permesinan pada kapal penumpang sudah didapatkan datanya saat
pengambilan data di lapangan sehingga selanjutnya adalah mengaplikasikan berat
tersebut sebagai beban pada model. Berat permesinan ini diaplikasikan sebagai tekanan
pada permukaan (surface) yang berhubungan dengan lokasi permesinan tersebut.
Besarnya harga tekanan didapatkan dengan mengkonversi massa dari permesinan dan
perlengkapannya menjadi gaya berat dan membagi gaya berat tersebut dengan luasan dari
ruang mesin kapal penumpang yang didapatkan dengan bantuan program FEA software
Setelah didapatkan harga tekanan permesinan maka langkah selanjutnya adalah

42
memasukkan data tersebut pada model yang ada di FEA software. Perintah yang
digunakan adalah static structural > loads > pressure > scoping method pilih geometric
location > pilih surface yang bersangkutan > masukkan harga tekanan dan arahnya
(dalam hal ini ke sumbu z dengan harga negatif).

Gambar III-24 Beban di ruang permesinan

 Beban Bangunan Atas


Beban bangunan atas adalah beban yang bekerja ke arah bawah sama halnya
dengan berat baja. Beban ini dipengaruhi besarnya oleh seberapa berat bangunan atas
yang ada pada kapal penumpang yang berada di atas deck kapal penumpang. Data berat
bangunan atas kapal penumpang tidak didapatkan datanya, akan tetapi dapat dicari
dengan menggunakan rumus pendekatan Schneecluth, sehingga setelah didapatkan berat
dari bangunan atas kapal penumpang tersebut selanjutnya adalah mengaplikasikan berat
tersebut sebagai beban pada model. Berat bangunan atas ini diaplikasikan sebagai tekanan
pada permukaan (surface) yang berhubungan dengan lokasi bangunan atas tersebut.
Besarnya harga tekanan didapatkan dengan mengkonversi massa dari bangunan atas
tersebut menjadi gaya berat dan membagi gaya berat tersebut dengan luasan dari
bangunan atas kapal penumpang yang didapatkan dengan bantuan program FEA software
Setelah didapatkan harga tekanan untuk bangunan atas 1, bangunan atas 2 dan bangunan
atas 3, maka langkah selanjutnya adalah memasukkan data tersebut pada model yang ada
di FEA software. Perintah yang digunakan adalah static structural > loads > pressure >
scoping method pilih geometric location > pilih surface yang bersangkutan > masukkan
harga tekanan dan arahnya (dalam hal ini ke sumbu z dengan harga negatif).

43
Gambar III-25 Beban bangunan atas 1

Gambar III-26 Beban bangunan atas 2

Gambar III-27 Beban bangunan atas 3

44
 Hydrostatic Pressure
Setelah semua beban yang bekerja ke arah bawah sudah didefinisikan, maka
langkah selanjutnya adalah mendefinisikan beban yang bekerja ke arah atas sebagai
penyeimbang dari gaya ke bawah. Gaya keatas ini adalah buoyancy atau displacement
yang secara definisi adalah beban dari tekanan air yang diaplikasikan ke lambung kapal
setinggi sarat yang dimiliki oleh kapal tersebut.
Beban ini cukup sulit untuk diaplikasikan pada model karena pada umumnya
beban buoyancy atau displacement ini tidak tersedia di program FEA pada umumnya.
Untuk itu maka digunakan pendekatan beban hidrostatik yaitu hydrostatic pressure yang
bervariasi. Pendekatan yang dilakukan untuk memberi beban hidrostatik ini adalah
dengan memilih terlebih dahulu area yang akan dikenani beban hidrostatik. Karena dalam
tugas akhir ini yang diperhatikan adalah respon utama dari lambung maka beban
melintang diabaikan sehingga tekanan hanya diaplikasikan pada daerah lambung yang
dapat merepresentasikan gaya yang bekerja secara vertikal karena memang hanya beban
inilah yang berpengaruh terhadap respon memanjang kapal. Daerah yang diaplikasikan
tekanan adalah alas dari lambung (bagian datar dari alas) dan bilga dari lambung.

Gambar III-28 Hydrostatic pressure


Dalam tugas akhir ini, tekanan hydrostatik dihitung pada dua jenis gelombang
yaitu gelombang sagging dan gelombang hogging. Untuk mendapatkan harga tekanan
dari masing-masing daerah station pada gelombang sagging dan gelombang hogging
adalah dengan membuat perhitungan tangga dari masing-masing luasan station yang
tercelup dan menghitung luasan dari daerah yang akan diaplikasikan tegangan dengan
menggunakan bantuan FEA software. Setelah harga luasan station didapat maka diubah
menjadi beban distribusi merata yang bervariasi setiap satu jarak gading, lalu didapatkan
harga berat dari distribusi tersebut dan dibagi dengan luasan yang telah dihitung pada
FEA software sebelumnya untuk mendapatkan harga tekanan.

45
III.3.6. Variasi Kondisi Pembebanan
Dalam tugas akhir ini terdapat empat buah kondisi pembebanan yang dilakukan
analisis menggunakan metode elemen hingga untuk mendapatkan respon utama yaitu berupa
tegangan secara memanjang. Berikut ini adalah empat buah variasi kondisi pembebanan yang
digunakan :
 Case 1 : adalah kondisi pembebanan di mana kapal penumpang berada pada kondisi
gelombang sagging tanpa ada muatan diatasnya. Beban yang bekerja hanya berupa
berat dari bangunan atas 1, bangunan atas 2, bangunan atas 3, berat di ruang mesin,
berat fresh water tank, berat fuel oil tank dan buoyancy yang bekerja pada lambung
dengan gelombang sagging.
 Case 2 : adalah kondisi pembebanan di mana kapal penumpang berada pada kondisi
gelombang hogging tanpa ada muatan diatasnya. Beban yang bekerja hanya berupa
berat dari bangunan atas 1, bangunan atas 2, bangunan atas 3, berat di ruang mesin,
berat fresh water tank, berat fuel oil tank dan buoyancy yang bekerja pada lambung
dengan gelombang hogging
 Case 3 : adalah kondisi pembebanan di mana kapal penumpang berada pada kondisi
gelombang sagging dengan ada muatan diatasnya. Beban yang bekerja berupa berat
dari muatan, berat bangunan atas 1, bangunan atas 2, bangunan atas 3, berat di ruang
mesin, berat fresh water tank, berat fuel oil tank dan buoyancy yang bekerja pada
lambung dengan gelombang sagging.
 Case 4 : adalah kondisi pembebanan di mana kapal penumpang berada pada kondisi
gelombang hogging dengan ada muatan diatasnya. Beban yang bekerja berupa berat
dari muatan, berat bangunan atas 1, bangunan atas 2, bangunan atas 3, berat di ruang
mesin, berat fresh water tank, berat fuel oil tank dan buoyancy yang bekerja pada
lambung dengan gelombang hogging.

III.4. Perhitungan Beban


Setelah mendapatkan data-data yang dibutuhkan dan ditunjang dengan proses
pembelajaran pada literatur yang mendukung, kemudian dapat dilakukan perhitungan yang
dibutuhkan untuk melakukan analisis. Perhitungan tersebut antara lain: perhitungan beban
muatan, perhitungan beban tangki, perhitungan beban di ruang permesinan, perhitungan
beban bangunan atas dan perhitungan beban hidrostatik untuk masing-masing kondisi. Untuk
penjelasan lebih mendetail pada tahap ini akan dijelaskan pada bab selanjutnya.

46
III.5. Pembebanan dan Running Beban (Analisis Tegangan/Kekuatan)
Tahap ini merupakan salah satu tahap yang sangat penting karena sebagian besar
pengerjaan tugas akhir ini berada pada tahap ini selain tahap sebelumnya yaitu pemodelan.
Pada tahap ini yang dilakukan adalah memberikan kondisi batas pada model dan memberikan
pembebanan pada model sesuai dengan batasan masalah yang telah ditentukan sebelumnya.
Kondisi pembebanan yang menjadi input pada model adalah kondisi muatan kosong disaat
sagging hogging dan kondisi muatan penuh saat sagging hogging. Untuk penjelasan lebih
mendetail pada tahap ini akan dijelaskan pada bab selanjutnya.

III.6. Membandingkan Hasil Analisis dan Pembahasan dengan Aturan Klas


Setelah proses analisis selesai dan sudah divalidasi maka tahap selanjutnya adalah
membandingkan hasil analisis yang berupa tegangan kearah memanjang dengan tegangan
izin yang telah ditentukan oleh klasifikasi dan menganalisis pengaruh dari ketebalan pelat
kapal keseluruhan terhadap kenaikan dan pengurangan kekuatan memanjang kapal
penumpang. Dalam tugas akhir ini aturan yang digunakan adalah mengacu pada Biro
Klasifikasi Indonesia (BKI).

III.7. Analisis Variasi Tebal Pelat Kapal


Pada tahap ini dilakukan suatu analisis variasi tebal pelat kapal keseluruhan sebesar
±2 mm dari tebal pelat awal. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ketebalan
pelat kapal keseluruhan terhadap kenaikan dan pengurangan kekuatan memanjang kapal
penumpang. Kondisi pembebanan yang menjadi input pada model adalah kondisi muatan
kosong disaat sagging hogging dan kondisi muatan penuh saat sagging hogging. Untuk
penjelasan lebih mendetail pada tahap ini akan dijelaskan pada bab selanjutnya.

III.8. Kesimpulan dan Saran


Tahapan terakhir dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dan saran.
Kesimpulan yang didapatkan harus mampu menjawab permasalahan yang ada dalam Tugas
Akhir ini berupa memenuhi atau tidaknya kekuatan memanjang dari kapal penumpang yang
di analisis. Sedangkan saran yang diberikan berupa masukan untuk penyempurnaan terhadap
penelitian ini ke depannya.

47
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

48
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
IV.1. Perhitungan Beban
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa terdapat dua buah beban
utama yang bekerja yang berhubungan dengan respon utama dari kekuatan memanjang kapal
yaitu gaya angkat ke atas dan gaya ke bawah yang diakibatkan gravitasi. Dua buah beban
akibat gravitasi dan satu buah beban akibat buoyancy (gaya angkat). Dalam sub-bab ini akan
dijelaskan bagaimana mendapatkan dua buah beban berupa tekanan yang akan diaplikasikan
pada model. Persamaan umum yang digunakan untuk mendapatkan harga tekanan adalah
sebagai berikut:
𝐹
P=
𝐴
Dimana:
P : Pressure (MPa)
F : Force (N)
A : Area (𝑚𝑚2 )
Luasan didapatkan dengan menghitung daerah yang akan dikenakan beban dengan
bantuan FEA software. Karena data yang dimiliki adalah massa baik dari muatan, bangunan
atas, permesinan dan tangki-tangki maka digunakan persamaan berikut untuk mendapatkan
gaya berat :
𝐹=𝑚.𝑔
Dimana:
m : massa (ton)
g : gaya gravitasi bumi ( 9810 mm/𝑠 2 )

IV.1.1. Perhitungan Beban Case 1


 Beban Tangki
Beban tangki merupakan beban yang bekerja ke arah bawah. Untuk gaya berat atau
beban yang bekerja ke bawah maka masing-masing berat tangki yang ada pada case 1,
dihitung luasan dari setiap alas tangki yang terkena beban fluida lalu ditransformasikan
menjadi tekanan untuk mendapatkan pembebanan berat tangki pada model yang telah dibuat.
Berikut ini adalah rekapitulasinya :

49
Tabel IV-1 Rekapitulasi perhitungan beban fresh water tank case 1

Beban Fresh Water (PS and SB)


Data Jumlah Unit
Luas 5568600 mm^2
Beban 19.1 ton
Newton 187371 N
Pressure 0.0336478 MPa

Tabel IV-2 Rekapitulasi perhitungan beban fuel oil tank case 1

Beban Fuel Oil (PS and SB)


Data 19.3114 Unit
Luas 19311400 mm^2
Beban 56.3 ton
Newton 552303 N
Pressure 0.0285998 MPa

 Beban Bangunan Atas


Beban bangunan atas merupakan beban yang bekerja ke arah bawah. Untuk gaya
berat atau beban yang bekerja ke bawah maka masing-masing bangunan atas yang ada pada
case 1, dihitung luasan dari setiap alas yang terkena beban bangunan atas lalu
ditransformasikan menjadi tekanan untuk mendapatkan pembebanan bangunan atas pada
model yang telah dibuat. Berikut ini adalah rekapitulasinya :

Tabel IV-3 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 1 case 1

Beban Bangunan Atas 1


Data Jumlah Unit
Luas 537600000 mm^2
Beban 244.138329 ton
Newton 2394997.008 N
Pressure 0.00445498 MPa

50
Tabel IV-4 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 2 case 1

Beban Bangunan Atas 2


Data Jumlah Unit
Luas 241920000 mm^2
Beban 53.76237671 ton
Newton 527408.9156 N
Pressure 0.00218010 MPa

Tabel IV-5 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 3 case 1

Beban Bangunan Atas 3


Data Jumlah Unit
Luas 59400000 mm^2
Beban 13.20058357 ton
Newton 129497.7248 N
Pressure 0.0021801 MPa

 Beban Permesinan
Beban permesinan merupakan beban yang bekerja ke arah bawah. Untuk gaya berat
atau beban yang bekerja ke bawah maka beban permesinan yang ada pada case 1, dihitung
luasan dari setiap alas yang terkena beban permesinan lalu ditransformasikan menjadi
tekanan untuk mendapatkan pembebanan permesinan pada model yang telah dibuat. Berikut
ini adalah rekapitulasinya :

Tabel IV-6 Rekapitulasi perhitungan beban permesinan case 1

Beban Permesinan
Data Jumlah Unit
Luas 98757200 mm^2
Beban 75.329 ton
Newton 738977.49 N
Pressure 0.00748277 MPa

51
 Beban Hydrostatik
Dengan mendapatkan luasan yang tercelup setinggi sarat setinggi gelombang sagging
pada muatan kosong lalu menjadikannya beban berat persatuan panjang dengan mengalikan
luasan pada masing-masing gading dengan massa jenis dari air laut yaitu 1.025 ton/𝑚3 .
Setelah didapatkan harga berat persatuan panjang untuk masing-masing gading dihitung rata-
rata berat persatuan panjang dari setiap jarak gading dan mengalikannya dengan besarnya
jarak dari masing-masing gading sehingga didapatkan displacement dari setiap jarak gading
dan didapatkan jumlah total displacement sebesar 1005.1 ton. Perhitungan pada tabel ini
berfungsi untuk validasi pembebanan hydrostatic pressure yang digunakan pada model yang
akan dijelaskan pada bab selanjutnya. (Harga tekanan dapat digunakan juga untuk menjadi
input hydrostatic pressure pada model). Berikut adalah rekapitulasi perhitungan:

Tabel IV-7 Rekapitulasi perhitungan hydrostatic pressure case 1

No. Frame Pressure [MPa] No. Frame Pressure [MPa]


0-1 0.00494 15 - 16 0.00413
1-2 0.01187 16 - 17 0.00551
2-3 0.01560 17 - 18 0.00669
3-4 0.01838 18 - 19 0.00805
4-5 0.01993 19 - 20 0.00950
5-6 0.02023 20 - 21 0.01205
6-7 0.01911 21 - 22 0.01523
7-8 0.01737 22 - 23 0.01743
8-9 0.01522 23 - 24 0.01963
9 - 10 0.01205 24 - 25 0.02242
10 - 11 0.00951 25 - 26 0.02475
11 - 12 0.00805 26 - 27 0.02582
12 - 13 0.00669 27 - 28 0.02471
13 - 14 0.00551 28 - 29 0.01861
14 - 15 0.00413 29 - 30 0.00723

52
IV.1.2 Perhitungan Beban Case 2
 Beban Tangki
Beban tangki merupakan beban yang bekerja ke arah bawah. Untuk gaya berat atau
beban yang bekerja ke bawah maka masing-masing berat tangki yang ada pada case 2,
dihitung luasan dari setiap alas tangki yang terkena beban fluida lalu ditransformasikan
menjadi tekanan untuk mendapatkan pembebanan berat tangki pada model yang telah dibuat.
Berikut ini adalah rekapitulasinya :
Tabel IV-8 Rekapitulasi perhitungan beban fresh water tank case 2

Beban Fresh Water (PS and SB)


Data Jumlah Unit
Luas 5568600 mm^2
Beban 19.1 ton
Newton 187371 N
Pressure 0.0336478 MPa

Tabel IV-9 Rekapitulasi perhitungan beban fuel oil tank case 2

Beban Fuel Oil (PS and SB)


Data 19.3114 Unit
Luas 19311400 mm^2
Beban 56.3 ton
Newton 552303 N
Pressure 0.0285998 MPa

 Beban Bangunan Atas


Beban bangunan atas merupakan beban yang bekerja ke arah bawah. Untuk gaya
berat atau beban yang bekerja ke bawah maka masing-masing bangunan atas yang ada pada
case 2, dihitung luasan dari setiap alas yang terkena beban bangunan atas lalu
ditransformasikan menjadi tekanan untuk mendapatkan pembebanan bangunan atas pada
model yang telah dibuat. Berikut ini adalah rekapitulasinya :

53
Tabel IV-10 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 1 case 2

Beban Bangunan Atas 1


Data Jumlah Unit
Luas 537600000 mm^2
Beban 244.138329 ton
Newton 2394997.008 N
Pressure 0.00445498 MPa

Tabel IV-11 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 2 case 2

Beban Bangunan Atas 2


Data Jumlah Unit
Luas 241920000 mm^2
Beban 53.76237671 ton
Newton 527408.9156 N
Pressure 0.00218010 MPa

Tabel IV-12 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 3 case 2

Beban Bangunan Atas 3


Data Jumlah Unit
Luas 59400000 mm^2
Beban 13.20058357 ton
Newton 129497.7248 N
Pressure 0.0021801 MPa

 Beban Permesinan
Beban permesinan merupakan beban yang bekerja ke arah bawah. Untuk gaya berat
atau beban yang bekerja ke bawah maka beban permesinan yang ada pada case 2, dihitung
luasan dari setiap alas yang terkena beban permesinan lalu ditransformasikan menjadi
tekanan untuk mendapatkan pembebanan permesinan pada model yang telah dibuat. Berikut
ini adalah rekapitulasinya :

54
Tabel IV-13 Rekapitulasi perhitungan beban permesinan case 2

Beban Permesinan
Data Jumlah Unit
Luas 98757200 mm^2
Beban 75.329 ton
Newton 738977.49 N
Pressure 0.00748277 MPa

 Beban Hydrostatik
Dengan mendapatkan luasan yang tercelup setinggi sarat setinggi gelombang hogging
pada muatan kosong lalu menjadikannya beban berat persatuan panjang dengan mengalikan
luasan pada masing-masing gading dengan massa jenis dari air laut yaitu 1.025 ton/𝑚3 .
Setelah didapatkan harga berat persatuan panjang untuk masing-masing gading dihitung rata-
rata berat persatuan panjang dari setiap jarak gading dan mengalikannya dengan besarnya
jarak dari masing-masing gading sehingga didapatkan displacement dari setiap jarak gading
dan didapatkan jumlah total displacement sebesar 1005.1 ton. Perhitungan pada tabel ini
berfungsi untuk validasi pembebanan hydrostatic pressure yang digunakan pada model yang
akan dijelaskan pada bab selanjutnya. (Harga tekanan dapat digunakan juga untuk menjadi
input hydrostatic pressure pada model). Berikut adalah rekapitulasi perhitungan:

Tabel IV-14 Rekapitulasi perhitungan hydrostatic pressure case 2

No. Frame Pressure [MPa] No. Frame Pressure [MPa]


0-1 0.0000000 15 - 16 0.02744
1-2 0.0000004 16 - 17 0.02573
2-3 0.0000011 17 - 18 0.02416
3-4 0.00057 18 - 19 0.02314
4-5 0.00378 19 - 20 0.02178
5-6 0.00780 20 - 21 0.01958
6-7 0.01071 21 - 22 0.01592
7-8 0.01300 22 - 23 0.01297
8-9 0.01596 23 - 24 0.01151
9 - 10 0.01960 24 - 25 0.01018
10 - 11 0.02179 25 - 26 0.00821
11 - 12 0.02315 26 - 27 0.00514
12 - 13 0.02416 27 - 28 0.00176
13 - 14 0.02573 28 - 29 0.00000041
14 - 15 0.02744 29 - 30 0.00000000

55
IV.1.3 Perhitungan Beban Case 3
 Beban Muatan
Beban muatan merupakan beban yang bekerja ke arah bawah. Untuk gaya berat atau
beban yang bekerja ke bawah maka berat muatan yang ada pada case 3, dihitung luasan dari
setiap alas yang terkena beban muatan lalu ditransformasikan menjadi tekanan untuk
mendapatkan pembebanan muatan pada model yang telah dibuat. Berikut ini adalah
rekapitulasinya :
Tabel IV-15 Rekapitulasi perhitungan beban muatan case 3

Beban Muatan
Data Jumlah Unit
Luas 537600000 mm^2
Beban 518 ton
Newton 5081580 N
Pressure 0.00945 MPa

 Beban Tangki
Beban tangki merupakan beban yang bekerja ke arah bawah. Untuk gaya berat atau
beban yang bekerja ke bawah maka masing-masing berat tangki yang ada pada case 3,
dihitung luasan dari setiap alas tangki yang terkena beban fluida lalu ditransformasikan
menjadi tekanan untuk mendapatkan pembebanan berat tangki pada model yang telah dibuat.
Berikut ini adalah rekapitulasinya :
Tabel IV-16 Rekapitulasi perhitungan beban fresh water tank case 3

Beban Fresh Water (PS and SB)


Data Jumlah Unit
Luas 5568600 mm^2
Beban 19.1 ton
Newton 187371 N
Pressure 0.0336478 MPa

Tabel IV-17 Rekapitulasi perhitungan beban fuel oil tank case 3

Beban Fuel Oil (PS and SB)


Data 19.3114 Unit
Luas 19311400 mm^2
Beban 56.3 ton
Newton 552303 N
Pressure 0.0285998 MPa

56
 Beban Bangunan Atas
Beban bangunan atas merupakan beban yang bekerja ke arah bawah. Untuk gaya
berat atau beban yang bekerja ke bawah maka masing-masing bangunan atas yang ada pada
case 3, dihitung luasan dari setiap alas yang terkena beban bangunan atas lalu
ditransformasikan menjadi tekanan untuk mendapatkan pembebanan bangunan atas pada
model yang telah dibuat. Berikut ini adalah rekapitulasinya :

Tabel IV-18 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 1 case 3

Beban Bangunan Atas 1


Data Jumlah Unit
Luas 537600000 mm^2
Beban 244.138329 ton
Newton 2394997.008 N
Pressure 0.00445498 MPa

Tabel IV-19 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 2 case 3

Beban Bangunan Atas 2


Data Jumlah Unit
Luas 241920000 mm^2
Beban 53.76237671 ton
Newton 527408.9156 N
Pressure 0.00218010 MPa

Tabel IV-20 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 3 case 3

Beban Bangunan Atas 3


Data Jumlah Unit
Luas 59400000 mm^2
Beban 13.20058357 ton
Newton 129497.7248 N
Pressure 0.0021801 MPa

57
 Beban Permesinan
Beban permesinan merupakan beban yang bekerja ke arah bawah. Untuk gaya berat
atau beban yang bekerja ke bawah maka beban permesinan yang ada pada case 3, dihitung
luasan dari setiap alas yang terkena beban permesinan lalu ditransformasikan menjadi
tekanan untuk mendapatkan pembebanan permesinan pada model yang telah dibuat. Berikut
ini adalah rekapitulasinya :

Tabel IV-21 Rekapitulasi perhitungan beban permesinan case 3

Beban Permesinan
Data Jumlah Unit
Luas 98757200 mm^2
Beban 75.329 ton
Newton 738977.49 N
Pressure 0.00748277 MPa

 Beban Hydrostatik
Dengan mendapatkan luasan yang tercelup setinggi sarat setinggi gelombang sagging
pada muatan kosong lalu menjadikannya beban berat persatuan panjang dengan mengalikan
luasan pada masing-masing gading dengan massa jenis dari air laut yaitu 1.025 ton/𝑚3 .
Setelah didapatkan harga berat persatuan panjang untuk masing-masing gading dihitung rata-
rata berat persatuan panjang dari setiap jarak gading dan mengalikannya dengan besarnya
jarak dari masing-masing gading sehingga didapatkan displacement dari setiap jarak gading
dan didapatkan jumlah total displacement sebesar 1523.1 ton. Perhitungan pada tabel ini
berfungsi untuk validasi pembebanan hydrostatic pressure yang digunakan pada model yang
akan dijelaskan pada bab selanjutnya. (Harga tekanan dapat digunakan juga untuk menjadi
input hydrostatic pressure pada model). Berikut adalah rekapitulasi perhitungan:

58
Tabel IV-22 Rekapitulasi perhitungan hydrostatic pressure case 3

No. Frame Pressure [MPa] No. Frame Pressure [MPa]


0-1 0.00777 15 - 16 0.01079
1-2 0.01794 16 - 17 0.01141
2-3 0.02282 17 - 18 0.01261
3-4 0.02634 18 - 19 0.01434
4-5 0.02800 19 - 20 0.01654
5-6 0.02822 20 - 21 0.01909
6-7 0.02713 21 - 22 0.02191
7-8 0.02482 22 - 23 0.02485
8-9 0.02191 23 - 24 0.02780
9 - 10 0.01910 24 - 25 0.03060
10 - 11 0.01655 25 - 26 0.03299
11 - 12 0.01435 26 - 27 0.03363
12 - 13 0.01261 27 - 28 0.03362
13 - 14 0.01141 28 - 29 0.02863
14 - 15 0.01079 29 - 30 0.01217

IV.1.4 Perhitungan Beban Case 4


 Beban Muatan
Beban muatan merupakan beban yang bekerja ke arah bawah. Untuk gaya berat atau
beban yang bekerja ke bawah maka berat muatan yang ada pada case 4, dihitung luasan dari
setiap alas yang terkena beban muatan lalu ditransformasikan menjadi tekanan untuk
mendapatkan pembebanan muatan pada model yang telah dibuat. Berikut ini adalah
rekapitulasinya :
Tabel IV-23 Rekapitulasi perhitungan beban muatan case 4

Beban Muatan
Data Jumlah Unit
Luas 537600000 mm^2
Beban 518 ton
Newton 5081580 N
Pressure 0.00945 MPa

59
 Beban Tangki
Beban tangki merupakan beban yang bekerja ke arah bawah. Untuk gaya berat atau
beban yang bekerja ke bawah maka masing-masing berat tangki yang ada pada case 4,
dihitung luasan dari setiap alas tangki yang terkena beban fluida lalu ditransformasikan
menjadi tekanan untuk mendapatkan pembebanan berat tangki pada model yang telah dibuat.
Berikut ini adalah rekapitulasinya :
Tabel IV-24 Rekapitulasi perhitungan beban fresh water tank case 4

Beban Fresh Water (PS and SB)


Data Jumlah Unit
Luas 5568600 mm^2
Beban 19.1 ton
Newton 187371 N
Pressure 0.0336478 MPa

Tabel IV-25 Rekapitulasi perhitungan beban fuel oil tank case 4

Beban Fuel Oil (PS and SB)


Data 19.3114 Unit
Luas 19311400 mm^2
Beban 56.3 ton
Newton 552303 N
Pressure 0.0285998 MPa

 Beban Bangunan Atas


Beban bangunan atas merupakan beban yang bekerja ke arah bawah. Untuk gaya
berat atau beban yang bekerja ke bawah maka masing-masing bangunan atas yang ada pada
case 4, dihitung luasan dari setiap alas yang terkena beban bangunan atas lalu
ditransformasikan menjadi tekanan untuk mendapatkan pembebanan bangunan atas pada
model yang telah dibuat. Berikut ini adalah rekapitulasinya :

60
Tabel IV-26 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 1 case 4

Beban Bangunan Atas 1


Data Jumlah Unit
Luas 537600000 mm^2
Beban 244.138329 ton
Newton 2394997.008 N
Pressure 0.00445498 MPa

Tabel IV-27 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 2 case 4

Beban Bangunan Atas 2


Data Jumlah Unit
Luas 241920000 mm^2
Beban 53.76237671 ton
Newton 527408.9156 N
Pressure 0.00218010 MPa

Tabel IV-28 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 3 case 4

Beban Bangunan Atas 3


Data Jumlah Unit
Luas 59400000 mm^2
Beban 13.20058357 ton
Newton 129497.7248 N
Pressure 0.0021801 MPa

 Beban Permesinan
Beban permesinan merupakan beban yang bekerja ke arah bawah. Untuk gaya berat
atau beban yang bekerja ke bawah maka beban permesinan yang ada pada case 4, dihitung
luasan dari setiap alas yang terkena beban permesinan lalu ditransformasikan menjadi
tekanan untuk mendapatkan pembebanan permesinan pada model yang telah dibuat. Berikut
ini adalah rekapitulasinya :

61
Tabel IV-29 Rekapitulasi perhitungan beban permesinan case 4

Beban Permesinan
Data Jumlah Unit
Luas 98757200 mm^2
Beban 75.329 ton
Newton 738977.49 N
Pressure 0.00748277 MPa

 Beban Hydrostatik
Dengan mendapatkan luasan yang tercelup setinggi sarat setinggi gelombang hogging
pada muatan kosong lalu menjadikannya beban berat persatuan panjang dengan mengalikan
luasan pada masing-masing gading dengan massa jenis dari air laut yaitu 1.025 ton/𝑚3 .
Setelah didapatkan harga berat persatuan panjang untuk masing-masing gading dihitung rata-
rata berat persatuan panjang dari setiap jarak gading dan mengalikannya dengan besarnya
jarak dari masing-masing gading sehingga didapatkan displacement dari setiap jarak gading
dan didapatkan jumlah total displacement sebesar 1523.1 ton. Perhitungan pada tabel ini
berfungsi untuk validasi pembebanan hydrostatic pressure yang digunakan pada model yang
akan dijelaskan pada bab selanjutnya. (Harga tekanan dapat digunakan juga untuk menjadi
input hydrostatic pressure pada model). Berikut adalah rekapitulasi perhitungan:

Tabel IV-30 Rekapitulasi perhitungan hydrostatic pressure case 4

No. Frame Pressure [MPa] No. Frame Pressure [MPa]


0-1 0.0000031 15 - 16 0.03202
1-2 0.0000034 16 - 17 0.03202
2-3 0.00149 17 - 18 0.03125
3-4 0.00590 18 - 19 0.03022
4-5 0.01163 19 - 20 0.02947
5-6 0.01695 20 - 21 0.02837
6-7 0.02134 21 - 22 0.02703
7-8 0.02477 22 - 23 0.02484
8-9 0.02704 23 - 24 0.02191
9 - 10 0.02839 24 - 25 0.01907
10 - 11 0.02949 25 - 26 0.01623
11 - 12 0.03022 26 - 27 0.01297
12 - 13 0.03125 27 - 28 0.00892
13 - 14 0.03202 28 - 29 0.00313
14 - 15 0.03202 29 - 30 0.0000008

62
IV.2. Hasil Analisis Elemen Hingga
Setelah semua pembebanan dan kondisi batas telah diaplikasikan pada model, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan running dari pemodelan tersebut dan menganalisis
hasil dari pemodelan tersebut. Untuk mendapatkan hasil tegangan pada program FEA,
perintah yang digunakan adalah solution > stress > normal stress > solve.

IV.2.1. Hasil Kondisi Pembebanan Case Satu (I)


A. Pengecekan Reaction Forces

Setelah dilakukan running pada pemodelan dan analisis selesai akan didapatkan hasil
berupa tegangan. Sebelum melakukan pembahasan lebih lanjut pada hasil analisis, perlu
diverifikasi terlebih dahulu hasil tersebut dengan cara melihat reaksi dari kondisi batas yang
telah ditentukan. Seluruh kondisi batas pada keadaan idealnya harus memiliki reaksi sebesar
nol untuk memastikan bahwa gaya yang bekerja kebawah sama besar dengan gaya yang
bekerja keatas karena pada kondisi nyata kondisi batas ini tidaklah ada pada bangunan apung
seperti kapal penumpang ini. Untuk keperluan tugas akhir ini harga reaksi yang lebih
diperhatikan hanyalah reaksi gaya kearah vertical atau dengan kata lain pada sumbu z karena
gaya utama yang bekerja adalah gaya keatas dan gaya kebawah.
Berikut ini adalah harga dari reaksi untuk masing-masing kondisi batas :

Tabel IV-31 Perhitungan harga reaksi kondisi batas case 1

Sagging Muatan Kosong


Perhitungan Harga Reaksi Kondisi Batas
Item Reaction Force [N] Berat [Ton] Persentase (%)
Reaction Force 1 141950 14.470 1.440%
Reaction Force 2 -142200 -14.495 -1.442%

Dapat dilihat selisih antara reaction force dengan displacement kapal sebesar 1,440 %
untuk reaction force 1 dan sebesar 1,442 % untuk reaction force 2, sehingga dengan selisih
margin yang tidak terlalu besar, maka dapat dilanjutkan running pada pemodelan untuk
mendapatkan hasil tegangan.
B. Tegangan

Setelah pengecekan reaksi kondisi batas telah dilakukan dapat dilanjutkan


pembahasan berikutnya yaitu menganalisis hasil tegangan. Berikut adalah hasil tegangan
yang didapat :

63
Gambar IV-1 Tegangan case 1

Berdasarkan hasil di atas maka dapat dilihat bahwa harga tegangan terbesar adalah -
72.393 MPa. Harga negatif hanya menunjukkan jenis tegangan yang dialami apakah itu tekan
atau tarik (tension or compression). Maka dengan memberikan nilai absolut pada harga
tegangan tersebut dapat dikatakan bahwa tegangan maksimum yang terjadi adalah 72.393
MPa.
Selain melihat harga maksimum dari tegangan perlu dilihat pula adanya lokasi
terjadinya tegangan maksimum yang terjadi. Berdasarkan teori kekuatan memanjang
tegangan maksimum yang terjadi umumnya berada pada daerah tengah kapal atau dengan
kata lain pada daerah parallel middle body. Bila dilihat pada gambar diatas maka posisi dari
tegangan maksimum sudah benar berada di tengah-tengah kapal penumpang meskipun tidak
tepat pada daerah midship namun karena berada pada daerah parallel middle body maka hasil
analisis tegangan ini dapat diterima.

IV.2.2. Hasil Kondisi Pembebanan Case Dua (II)


A. Pengecekan Reaction Forces

Setelah dilakukan running pada pemodelan dan analisis selesai akan didapatkan hasil
berupa tegangan. Sebelum melakukan pembahasan lebih lanjut pada hasil analisis, perlu
diverifikasi terlebih dahulu hasil tersebut dengan cara melihat reaksi dari kondisi batas yang
telah ditentukan. Seluruh kondisi batas pada keadaan idealnya harus memiliki reaksi sebesar
nol untuk memastikan bahwa gaya yang bekerja kebawah sama besar dengan gaya yang
bekerja keatas karena pada kondisi nyata kondisi batas ini tidaklah ada pada bangunan apung
seperti kapal penumpang ini. Untuk keperluan tugas akhir ini harga reaksi yang lebih
diperhatikan hanyalah reaksi gaya kearah vertical atau dengan kata lain pada sumbu z karena
gaya utama yang bekerja adalah gaya keatas dan gaya kebawah.

64
Berikut ini adalah harga dari reaksi untuk masing-masing kondisi batas :

Tabel IV-32 Perhitungan harga reaksi kondisi batas case 2

Hogging Muatan Kosong


Perhitungan Harga Reaksi Kondisi Batas
Item Reaction Force [N] Berat [Ton] Persentase (%)
Reaction Force 1 127250 12.971 1.291%
Reaction Force 2 -127370 -12.984 -1.292%

Dapat dilihat selisih antara reaction force dengan displacement kapal sebesar 1,291 %
untuk reaction force 1 dan sebesar 1,292 % untuk reaction force 2, sehingga dengan selisih
margin yang tidak terlalu besar, maka dapat dilanjutkan running pada pemodelan untuk
mendapatkan hasil tegangan.

B. Tegangan

Setelah pengecekan reaksi kondisi batas telah dilakukan dapat dilanjutkan


pembahasan berikutnya yaitu menganalisis hasil tegangan. Berikut adalah hasil tegangan
yang didapat :

Gambar IV-2 Tegangan case 2

Berdasarkan hasil di atas maka dapat dilihat bahwa harga tegangan terbesar adalah -
74.792 MPa. Harga negatif hanya menunjukkan jenis tegangan yang dialami apakah itu tekan
atau tarik (tension or compression). Maka dengan memberikan nilai absolut pada harga
tegangan tersebut dapat dikatakan bahwa tegangan maksimum yang terjadi adalah 74.792
MPa.

65
Selain melihat harga maksimum dari tegangan perlu dilihat pula adanya lokasi
terjadinya tegangan maksimum yang terjadi. Berdasarkan teori kekuatan memanjang
tegangan maksimum yang terjadi umumnya berada pada daerah tengah kapal atau dengan
kata lain pada daerah parallel middle body. Bila dilihat pada gambar diatas maka posisi dari
tegangan maksimum sudah benar berada di tengah-tengah kapal penumpang meskipun tidak
tepat pada daerah midship namun karena berada pada daerah parallel middle body maka hasil
analisis tegangan ini dapat diterima.

IV.2.3. Hasil Kondisi Pembebanan Case Tiga (III)


A. Pengecekan Reaction Forces

Setelah dilakukan running pada pemodelan dan analisis selesai akan didapatkan hasil
berupa tegangan. Sebelum melakukan pembahasan lebih lanjut pada hasil analisis, perlu
diverifikasi terlebih dahulu hasil tersebut dengan cara melihat reaksi dari kondisi batas yang
telah ditentukan. Seluruh kondisi batas pada keadaan idealnya harus memiliki reaksi sebesar
nol untuk memastikan bahwa gaya yang bekerja kebawah sama besar dengan gaya yang
bekerja keatas karena pada kondisi nyata kondisi batas ini tidaklah ada pada bangunan apung
seperti kapal penumpang ini. Untuk keperluan tugas akhir ini harga reaksi yang lebih
diperhatikan hanyalah reaksi gaya kearah vertical atau dengan kata lain pada sumbu z karena
gaya utama yang bekerja adalah gaya keatas dan gaya kebawah.
Berikut ini adalah harga dari reaksi untuk masing-masing kondisi batas :

Tabel IV-33 Perhitungan harga reaksi kondisi batas case 3

Sagging Muatan Penuh


Perhitungan Harga Reaksi Kondisi Batas
Item Reaction Force [N] Berat [Ton] Persentase (%)
Reaction Force 1 221840 22.614 1.485%
Reaction Force 2 -221850 -22.615 -1.485%

Dapat dilihat selisih antara reaction force dengan displacement kapal sebesar 1,485 %
untuk reaction force 1 dan sebesar 1,485 % untuk reaction force 2, sehingga dengan selisih
margin yang tidak terlalu besar, maka dapat dilanjutkan running pada pemodelan untuk
mendapatkan hasil tegangan.

66
B. Tegangan

Setelah pengecekan reaksi kondisi batas telah dilakukan dapat dilanjutkan


pembahasan berikutnya yaitu menganalisis hasil tegangan. Berikut adalah hasil tegangan
yang didapat :

Gambar IV-3 Tegangan case 3

Berdasarkan hasil di atas maka dapat dilihat bahwa harga tegangan terbesar adalah -
129.29 MPa. Harga negatif hanya menunjukkan jenis tegangan yang dialami apakah itu tekan
atau tarik (tension or compression). Maka dengan memberikan nilai absolut pada harga
tegangan tersebut dapat dikatakan bahwa tegangan maksimum yang terjadi adalah 129.29
MPa.
Selain melihat harga maksimum dari tegangan perlu dilihat pula adanya lokasi
terjadinya tegangan maksimum yang terjadi. Berdasarkan teori kekuatan memanjang
tegangan maksimum yang terjadi umumnya berada pada daerah tengah kapal atau dengan
kata lain pada daerah parallel middle body. Bila dilihat pada gambar diatas maka posisi dari
tegangan maksimum sudah benar berada di tengah-tengah kapal penumpang meskipun tidak
tepat pada daerah midship namun karena berada pada daerah parallel middle body maka hasil
analisis tegangan ini dapat diterima.

IV.2.4. Hasil Kondisi Pembebanan Case Empat (IV)


A. Pengecekan Reaction Forces

Setelah dilakukan running pada pemodelan dan analisis selesai akan didapatkan hasil
berupa tegangan. Sebelum melakukan pembahasan lebih lanjut pada hasil analisis, perlu
diverifikasi terlebih dahulu hasil tersebut dengan cara melihat reaksi dari kondisi batas yang
telah ditentukan. Seluruh kondisi batas pada keadaan idealnya harus memiliki reaksi sebesar

67
nol untuk memastikan bahwa gaya yang bekerja kebawah sama besar dengan gaya yang
bekerja keatas karena pada kondisi nyata kondisi batas ini tidaklah ada pada bangunan apung
seperti kapal penumpang ini. Untuk keperluan tugas akhir ini harga reaksi yang lebih
diperhatikan hanyalah reaksi gaya kearah vertical atau dengan kata lain pada sumbu z karena
gaya utama yang bekerja adalah gaya keatas dan gaya kebawah.
Berikut ini adalah harga dari reaksi untuk masing-masing kondisi batas :

Tabel IV-34 Perhitungan harga reaksi kondisi batas case 4

Hogging Muatan Penuh


Perhitungan Harga Reaksi Kondisi Batas
Item Reaction Force [N] Berat [Ton] Persentase (%)
Reaction Force 1 210380 21.445 1.408%
Reaction Force 2 -209990 -21.406 -1.405%

Dapat dilihat selisih antara reaction force dengan displacement kapal sebesar 1,408 %
untuk reaction force 1 dan sebesar 1,405 % untuk reaction force 2, sehingga dengan selisih
margin yang tidak terlalu besar, maka dapat dilanjutkan running pada pemodelan untuk
mendapatkan hasil tegangan.

B. Tegangan

Setelah pengecekan reaksi kondisi batas telah dilakukan dapat dilanjutkan


pembahasan berikutnya yaitu menganalisis hasil tegangan. Berikut adalah hasil tegangan
yang didapat :

Gambar IV-4 Tegangan case 4

68
Berdasarkan hasil di atas maka dapat dilihat bahwa harga tegangan terbesar adalah -
132.40 MPa. Harga negatif hanya menunjukkan jenis tegangan yang dialami apakah itu tekan
atau tarik (tension or compression). Maka dengan memberikan nilai absolut pada harga
tegangan tersebut dapat dikatakan bahwa tegangan maksimum yang terjadi adalah 132.40
MPa.
Selain melihat harga maksimum dari tegangan perlu dilihat pula adanya lokasi
terjadinya tegangan maksimum yang terjadi. Berdasarkan teori kekuatan memanjang
tegangan maksimum yang terjadi umumnya berada pada daerah tengah kapal atau dengan
kata lain pada daerah parallel middle body. Bila dilihat pada gambar diatas maka posisi dari
tegangan maksimum sudah benar berada di tengah-tengah kapal penumpang meskipun tidak
tepat pada daerah midship namun karena berada pada daerah parallel middle body maka hasil
analisis tegangan ini dapat diterima.

IV.3. Pembahasan Hasil Tegangan


Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada sub-bab sebelumnya didapatkan harga
tegangan untuk masing-masing kondisi pembebanan yaitu sebesar :
Tabel IV-35 Hasil tegangan keempat case

Kondisi Tegangan Normal


No. Pembebanan (MPa)
1 Case 1 72.393
2 Case 2 74.792
3 Case 3 129.29
4 Case 4 132.40

Harga-harga tegangan ini harus dibandingkan dengan harga tegangan yang diizinkan
oleh class. Dalam tugas akhir ini acuan yang digunakan adalah rules milik Biro Klasifikasi
Indonesia. Untuk kondisi pembebanan tanpa muatan memiliki harga tegangan izin maksimal
sebesar 90 MPa. Untuk Kondisi pembebanan dengan muatan memiliki harga tegangan izin
maksimal sebesar 150 MPa.
Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa tegangan pada case 1,2,3 dan 4 sudah memenuhi
ketentuan tegangan izin dari klas, sehingga dapat disimpulkan bahwa kapal penumpang hasil
konversi dari LCT Trisna Dwitya memiliki kekuatan memanjang kapal yang aman.

69
IV.4. Hasil Analisis Elemen Hingga Dengan Variasi Ketebalan Pelat
Setelah melakukan running dan menganalisis hasil tegangan dari empat buah variasi
kondisi pembebanan pada sub-bab sebelumnya, selanjutnya adalah melakukan analisis
tegangan pada kapal penumpang jika pelat keseluruhan kapal tersebut diberi variasi ketebalan
pelat +- 2 mm pelat awal.
Analisis penambahan ketebalan pelat dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
peningkatan kekuatan memanjang kapal saat dilakukan perubahan ketebalan pelat kapal dan
juga dapat dijadikan referensi untuk reparasi pergantian pelat kapal tersebut.
Analisis pengurangan ketebalan pelat dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
pengurangan kekuatan memanjang kapal saat dilakukan perubahan ketebalan pelat dan juga
dapat dijadikan bahan pertimbangan ketika kapal sudah mengalami kondisi korosi pelat
secara menyeluruh akibat dari umur kapal dan kondisi kapal saat berlayar di laut.
Dalam Tugas Akhir ini, penjelasan mengenai analisis kekuatan memanjang dengan
variasi ketebalan pelat kapal juga ditampilkan dengan menggunakan grafik. Tujuan yaitu agar
memudahkan untuk memahami analisis yang disampaikan dalam tugas akhir ini. Hasil dari
analisis sub bab ini dibagi menjadi 2 jenis pembahasan, yaitu analisis berdasarkan ketebalan
pelat kapal dan analisis berdasarkan kondisi muatan kapal.

IV.4.1. Hasil Analisis Berdasarkan Variasi Ketebalan Pelat Sebesar +- 1 mm


Dengan melakukan penambahan atau pengurangan ketebalan keseluruhan pelat kapal
penumpang sebesar +- 1 mm yang dilakukan pada model kapal penumpang, lalu melakukan
running sesuai dengan empat buah variasi kondisi pembebanan yang sudah dijelaskan pada
sub-bab sebelumnya, maka dapat diketahui pengaruh ketebalan pelat kapal keseluruhan
terhadap kenaikan dan pengurangan kekuatan memanjang kapal penumpang. Berikut adalah
hasil tegangan yang didapat :
Tabel IV-36 Hasil tegangan dengan variasi ketebalan +-1 mm

Hasil Perhitungan Tegangan Normal


Dengan Variasi Tebal Pelat Kapal +- 1 mm
t = +1 mm 119.08 Mpa
Sagging
t = -1 mm 141.07 Mpa
Kondisi Muatan Penuh
t = +1 mm 121.46 Mpa
Hogging
t = -1 mm 144.31 Mpa
t = +1 mm 66.688 Mpa
Sagging
t = -1 mm 78.972 Mpa
Kondisi Muatan Kosong
t = +1 mm 68.467 Mpa
Hogging
t = -1 mm 81.496 Mpa

70
Tabel IV-37 Persentase peningkatan kekuatan kapal dengan variasi ketebalan +1 mm

Hasil Perhitungan Peningkatan Kekuatan Kapal


Dengan Variasi Tebal Pelat Kapal +1 mm
Sagging 7.897%
Kondisi Muatan Penuh
Hogging 8.263%
Sagging 7.881%
Kondisi Muatan Kosong
Hogging 8.457%

Tabel IV-38 Persentase penurunan kekuatan kapal dengan variasi ketebalan -1 mm

Hasil Perhitungan Penurunan Kekuatan Kapal


Dengan Variasi Tebal Pelat Kapal -1 mm
Sagging -9.111%
Kondisi Muatan Penuh
Hogging -8.995%
Sagging -9.088%
Kondisi Muatan Kosong
Hogging -8.964%

Persentase peningkatan dan penurunan kekuatan memanjang kapal didapat dengan


mengurangkan hasil tegangan max. awal (ketebalan pelat asli) dengan tegangan max. hasil
perhitungan variasi ketebalan pelat sebesar +- 1 mm lalu dibagi dengan hasil tegangan max.
awal (ketebalan pelat asli) dan dikali 100 persen.

Berdasarkan hasil di atas maka dapat diambil beberapa poin analisis, yaitu :
 Saat kondisi kapal dengan kasus muatan penuh dan muatan kosong, pengaruh terbesar
peningkatan kekuatan memanjang saat tebal pelat dinaikan sebesar +1 mm dari pelat
awal kapal yaitu saat kapal bermuatan kosong dan berada di kondisi gelombang
hogging. Peningkatan kekuatan memanjang kapal yaitu sebesar 8.457 %, didapat
dengan membandingkan hasil perhitungan tegangan sebesar 68.467 MPa dengan hasil
perhitungan tegangan awal yaitu sebesar 74.792 MPa. Hasil ini membuktikan bahwa
penambahan ketebalan pelat berbanding lurus dengan peningkatan kekuatan
memanjang kapal tersebut, sehingga ketika kapal sudah dalam kondisi korosi pelat
yang parah, maka analisis penambahan ketebalan pelat ini dapat dijadikan acuan
untuk reparasi pergantian pelat kapal tersebut mengingat kondisi dan umur kapal yang
sudah sangat tua.

71
 Saat kondisi kapal dengan kasus muatan penuh dan muatan kosong, pengaruh terbesar
pengurangan kekuatan memanjang saat tebal pelat dikurangi sebesar -1 mm dari pelat
awal kapal yaitu saat kapal bermuatan penuh dan berada di kondisi gelombang
sagging. Pengurangan kekuatan memanjang kapal yaitu sebesar 9.111 %, didapat
dengan membandingkan hasil perhitungan tegangan sebesar 141.07 MPa dengan hasil
perhitungan tegangan awal yaitu sebesar 129.29 MPa. Hasil ini membuktikan bahwa
pengurangan ketebalan pelat berbanding lurus dengan pengurangan kekuatan
memanjang kapal tersebut. Akan tetapi jika dibandingkan dengan harga tegangan izin
maksimal dari class yaitu sebesar 150 MPa, maka harga tegangan sebesar 141.07 MPa
yang dimiliki kapal tersebut masih dalam kategori aman.

Berikut merupakan hasil analisis kekuatan memanjang berdasarkan variasi ketebalan


pelat sebesar +- 1 mm yang ditampilkan dalam bentuk grafik:

Gambar IV-5 Grafik berdasarkan variasi ketebalan pelat sebesar +- 1 mm

72
IV.4.2. Hasil Analisis Berdasarkan Variasi Ketebalan Pelat Sebesar +- 2 mm
Dengan melakukan penambahan atau pengurangan ketebalan keseluruhan pelat kapal
penumpang sebesar +- 2 mm yang dilakukan pada model kapal penumpang, lalu melakukan
running sesuai dengan empat buah variasi kondisi pembebanan yang sudah dijelaskan pada
sub-bab sebelumnya, maka dapat diketahui pengaruh ketebalan pelat kapal keseluruhan
terhadap kenaikan dan pengurangan kekuatan memanjang kapal penumpang. Berikut adalah
hasil tegangan yang didapat :
Tabel IV-39 Hasil tegangan dengan variasi ketebalan +-2 mm

Hasil Perhitungan Tegangan Normal


Dengan Variasi Tebal Pelat Kapal +- 2 mm
t = +2 mm 110.49 MPa
Sagging
t = -2 mm 155.5 MPa
Kondisi Muatan Penuh
t = +2 mm 112.55 MPa
Hogging
t = -2 mm 159.33 MPa
t = +2 mm 61.892 MPa
Sagging
t = -2 mm 87.044 MPa
Kondisi Muatan Kosong
t = +2 mm 63.4 MPa
Hogging
t = -2 mm 90.079 MPa

Tabel IV-40 Persentase peningkatan kekuatan kapal dengan variasi ketebalan +2 mm

Hasil Perhitungan Peningkatan Kekuatan Kapal


Dengan Variasi Tebal Pelat Kapal +2 mm
Sagging 14.541%
Kondisi Muatan Penuh
Hogging 14.992%
Sagging 14.506%
Kondisi Muatan Kosong
Hogging 15.232%

Tabel IV-41 Persentase penurunan kekuatan kapal dengan variasi ketebalan -2 mm

Hasil Perhitungan Penurunan Kekuatan Kapal


Dengan Variasi Tebal Pelat Kapal -2 mm
Sagging -20.272%
Kondisi Muatan Penuh
Hogging -20.340%
Sagging -20.238%
Kondisi Muatan Kosong
Hogging -20.439%

73
Persentase peningkatan dan penurunan kekuatan memanjang kapal didapat dengan
mengurangkan hasil tegangan max. awal (ketebalan pelat asli) dengan tegangan max. hasil
perhitungan variasi ketebalan pelat sebesar +- 2 mm lalu dibagi dengan hasil tegangan max.
awal (ketebalan pelat asli) dan dikali 100 persen.
Berdasarkan hasil di atas maka dapat diambil beberapa poin analisis, yaitu :
 Saat kondisi kapal dengan kasus muatan penuh dan muatan kosong, pengaruh terbesar
peningkatan kekuatan memanjang saat tebal pelat dinaikan sebesar +2 mm dari pelat
awal kapal yaitu saat kapal bermuatan kosong dan berada di kondisi gelombang
hogging. Peningkatan kekuatan memanjang kapal yaitu sebesar 15.232 %, didapat
dengan membandingkan hasil perhitungan tegangan sebesar 63.4 MPa dengan hasil
perhitungan tegangan awal yaitu sebesar 74.792 MPa. Hasil ini membuktikan bahwa
penambahan ketebalan pelat berbanding lurus dengan peningkatan kekuatan
memanjang kapal tersebut, sehingga ketika kapal sudah dalam kondisi korosi pelat
yang parah, maka analisis penambahan ketebalan pelat ini dapat dijadikan acuan
untuk reparasi pergantian pelat kapal tersebut mengingat kondisi dan umur kapal yang
sudah sangat tua.
 Saat kondisi kapal dengan kasus muatan penuh dan muatan kosong, pengaruh terbesar
pengurangan kekuatan memanjang saat tebal pelat dikurangi sebesar -2 mm dari pelat
awal kapal yaitu saat kapal bermuatan kosong dan berada di kondisi gelombang
hogging. Pengurangan kekuatan memanjang kapal yaitu sebesar 20.439 %, didapat
dengan membandingkan hasil perhitungan tegangan sebesar 90.079 MPa dengan hasil
perhitungan tegangan awal yaitu sebesar 74.792 MPa. Hasil ini membuktikan bahwa
pengurangan ketebalan pelat berbanding lurus dengan pengurangan kekuatan
memanjang kapal tersebut. Akan tetapi jika dibandingkan dengan harga tegangan izin
maksimal dari class 90 MPa, maka harga tegangan sebesar 90.079 MPa yang dimiliki
kapal tersebut masih dalam kategori tidak aman, karena sudah melewati harga
tegangan izin maksimal dari class. Akan tetapi meskipun tidak memenuhi tegangan
izin dari klas bukan berarti kekuatan memanjang dari kapal penumpang tidak
terpenuhi karena harga tegangan masih berada di bawah harga kekuatan yield material
yaitu sebesar 235 MPa. Besarnya pengurangan kekuatan memanjang kapal tersebut
juga bisa dijadikan acuan reparasi untuk pergantian pelat kapal yang berkurang akibat
terjadinya korosi, dimana dalam aturan menjelaskan bahwa standart minimal
ketebalan pelat yang diperbolehkan yaitu sebesar 80 % pelat awal.

74
Berikut merupakan hasil analisis kekuatan memanjang berdasarkan variasi ketebalan
pelat sebesar +- 2 mm yang ditampilkan dalam bentuk grafik :

Gambar IV-6 Grafik berdasarkan variasi ketebalan pelat sebesar +- 2 mm

IV.4.3. Hasil Analisis Berdasarkan Kondisi Muatan Kapal


Hasil analisis berdasarkan kondisi muatan kapal ini akan dibagi menjadi 2 bagian
pembahasan, yaitu saat kapal dalam kondisi muatan kosong dan saat kapal dalam muatan
penuh.

A. Kondisi Muatan Kosong

Kondisi Muatan Kosong


95 Tegangan Ijin Maksimal
90

85
Tegangan (MPa)

80

75

70

65

60

55
- 2 mm - 1 mm Pelat Awal + 1 mm + 2 mm
Sagging 87.044 78.972 72.393 66.688 61.892
Hogging 90.079 81.496 74.792 68.467 63.4
Ketebalan Pelat (mm)

Gambar IV-7 Grafik kondisi muatan kosong

75
 Saat kondisi kapal dengan kasus muatan kosong, hasil dari perhitungan tegangan
dengan variasi dengan pengurangan ketebalan pelat sebesar -2 mm terbesar yaitu saat
kapal mengalami kondisi gelombang hogging. Hasil perhitungan tegangan yang
diperoleh yaitu sebesar 90.079 MPa. Harga tersebut sudah melewati harga tegangan
izin maksimal dari class yaitu sebesar 90 MPa, sehingga kapal tersebut mempunyai
risiko mengingat umur kapal yang sudah tua dan potensi korosi pelat pada kapal
penumpang tersebut. Akan tetapi meskipun tidak memenuhi tegangan izin dari klas
bukan berarti kekuatan memanjang dari kapal penumpang tidak terpenuhi karena
harga tegangan masih berada di bawah harga kekuatan yield material yaitu sebesar
235 MPa.
 Saat kondisi kapal dengan kasus muatan kosong, hasil dari perhitungan tegangan
dengan variasi dengan pengurangan ketebalan pelat sebesar -1 mm terbesar yaitu saat
kapal mengalami kondisi gelombang hogging. Hasil perhitungan tegangan yang
diperoleh yaitu sebesar 81.496 MPa. Harga tersebut hampir mendekati harga tegangan
izin maksimal dari class yaitu sebesar 90 MPa, sehingga kapal tersebut mempunyai
risiko mengingat umur kapal yang sudah tua dan potensi korosi pelat pada kapal
penumpang tersebut.
 Saat kondisi kapal dengan kasus muatan kosong, hasil dari perhitungan tegangan
dengan variasi dengan penambahan ketebalan pelat sebesar +1 mm terbesar yaitu saat
kapal mengalami kondisi gelombang hogging. Hasil perhitungan tegangan yang
diperoleh yaitu sebesar 68.467 MPa. Hasil ini membuktikan bahwa penambahan
ketebalan pelat berbanding lurus dengan peningkatan kekuatan memanjang kapal
tersebut, sehingga ketika kapal sudah dalam kondisi korosi pelat yang parah, maka
analisis penambahan ketebalan pelat sebesar +1 mm ini dapat dijadikan acuan untuk
reparasi pergantian pelat kapal tersebut mengingat kondisi dan umur kapal yang sudah
sangat tua.
 Saat kondisi kapal dengan kasus muatan kosong, hasil dari perhitungan tegangan
dengan variasi dengan penambahan ketebalan pelat sebesar +2 mm terbesar yaitu saat
kapal mengalami kondisi gelombang hogging. Hasil perhitungan tegangan yang
diperoleh yaitu sebesar 63.4 MPa. Hasil ini membuktikan bahwa penambahan
ketebalan pelat berbanding lurus dengan peningkatan kekuatan memanjang kapal
tersebut, sehingga ketika kapal sudah dalam kondisi korosi pelat yang parah, maka
analisis penambahan ketebalan pelat sebesar +2 mm ini dapat dijadikan acuan untuk

76
reparasi pergantian pelat kapal tersebut mengingat kondisi dan umur kapal yang sudah
sangat tua.

B. Kondisi Muatan Penuh

Kondisi Muatan Penuh


160
Tegangan Ijin Maksimal
150

140
Tegangan (MPa)

130

120

110

100
- 2 mm - 1 mm Pelat Awal + 1 mm + 2 mm
Sagging 155.5 141.07 129.29 119.08 110.49
Hogging 159.33 144.31 132.4 121.46 112.55
Ketebalan Pelat (mm)

Gambar IV-8 Grafik kondisi muatan penuh

 Saat kondisi kapal dengan kasus muatan penuh, hasil dari perhitungan tegangan
dengan variasi dengan pengurangan ketebalan pelat sebesar -2 mm terbesar yaitu saat
kapal mengalami kondisi gelombang hogging. Hasil perhitungan tegangan yang
diperoleh yaitu sebesar 159.33 MPa. Harga tersebut sudah melewati harga tegangan
izin maksimal dari class 150 MPa, sehingga kapal tersebut mempunyai risiko
mengingat umur kapal yang sudah tua dan potensi korosi pelat pada kapal penumpang
tersebut. Akan tetapi meskipun tidak memenuhi tegangan izin dari klas bukan berarti
kekuatan memanjang dari kapal penumpang tidak terpenuhi karena harga tegangan
masih berada di bawah harga kekuatan yield material yaitu sebesar 235 MPa.
 Saat kondisi kapal dengan kasus muatan penuh, hasil dari perhitungan tegangan
dengan variasi dengan pengurangan ketebalan pelat sebesar -1 mm terbesar yaitu saat
kapal mengalami kondisi gelombang hogging. Hasil perhitungan tegangan yang
diperoleh yaitu sebesar 144.31 MPa. Harga tersebut hampir mendekati harga tegangan
izin maksimal dari class 150 MPa, sehingga kapal tersebut mempunyai risiko

77
mengingat umur kapal yang sudah tua dan potensi korosi pelat pada kapal penumpang
tersebut.
 Saat kondisi kapal dengan kasus muatan penuh, hasil dari perhitungan tegangan
dengan variasi dengan penambahan ketebalan pelat sebesar +1 mm terbesar yaitu saat
kapal mengalami kondisi gelombang hogging. Hasil perhitungan tegangan yang
diperoleh yaitu sebesar 121.46 MPa. Hasil ini membuktikan bahwa penambahan
ketebalan pelat berbanding lurus dengan peningkatan kekuatan memanjang kapal
tersebut, sehingga ketika kapal sudah dalam kondisi korosi pelat yang parah, maka
analisis penambahan ketebalan pelat sebesar +1 mm ini dapat dijadikan acuan untuk
reparasi pergantian pelat kapal tersebut mengingat kondisi dan umur kapal yang sudah
sangat tua.
 Saat kondisi kapal dengan kasus muatan penuh, hasil dari perhitungan tegangan
dengan variasi dengan penambahan ketebalan pelat sebesar +2 mm terbesar yaitu saat
kapal mengalami kondisi gelombang hogging. Hasil perhitungan tegangan yang
diperoleh yaitu sebesar 112.55 MPa. Hasil ini membuktikan bahwa penambahan
ketebalan pelat berbanding lurus dengan peningkatan kekuatan memanjang kapal
tersebut, sehingga ketika kapal sudah dalam kondisi korosi pelat yang parah, maka
analisis penambahan ketebalan pelat sebesar +2 mm ini dapat dijadikan acuan untuk
reparasi pergantian pelat kapal tersebut mengingat kondisi dan umur kapal yang sudah
sangat tua.

78
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan
Berdasarkan pemodelan pembeban kapal penumpang yang telah dilakukan, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Tegangan maksimum yang dialami kapal penumpang dalam keempat kondisi
pembebanan terjadi pada daerah parallel middle body dengan harga masing-masing
secara berurutan sebesar 72.393 MPa, 74.792 MPa, 129.29 MPa, dan 132.40 MPa
2. Dengan adanya pengurangan ketebalan pelat sebesar -1 mm atau -2 mm dari pelat
awal, terjadi pengurangan kekuatan memanjang kapal saat dilakukan perubahan
ketebalan pelat sehingga analisis tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan ketika
kapal sudah mengalami kondisi korosi pelat secara menyeluruh akibat dari umur
kapal dan kondisi kapal saat berlayar di laut.
3. Dengan adanya penambahan ketebalan pelat sebesar +1 mm atau +2 mm dari pelat
awal, terjadi peningkatan kekuatan memanjang kapal tersebut, sehingga ketika kapal
sudah dalam kondisi korosi pelat yang parah, maka analisis penambahan ketebalan
pelat ini dapat dijadikan acuan untuk reparasi pergantian pelat kapal tersebut
mengingat kondisi dan umur kapal yang sudah sangat tua.
4. Harga tegangan pada variasi ketebalan pelat -2 mm dari pelat awal untuk kondisi
muatan kosong masih dapat diterima meskipun lebih tinggi harganya dibandingkan
tegangan izin yaitu 90.079 MPa untuk gelombang hogging, karena harga tegangan
masih berada di bawah harga kekuatan yield material yaitu sebesar 235 MPa.
5. Harga tegangan pada variasi ketebalan pelat -2 mm dari pelat awal untuk kondisi
muatan penuh masih dapat diterima meskipun lebih tinggi harganya dibandingkan
tegangan izin yaitu 155.50 MPa untuk gelombang sagging dan 159.33 MPa untuk
gelombang hogging, karena harga tegangan masih berada di bawah harga kekuatan
yield material yaitu sebesar 235 MPa.

V.2. Saran
Dalam pengerjaan tugas akhir ini terdapat beberapa kekurangan, oleh karena itu
penulis memberikan saran-saran untuk perbaikan pada penelitian selanjutnya, adalah sebagai
berikut :

79
1. Pemodelan dapat dilakukan dengan menggunakan elemen dua dimensi seluruhnya
tanpa ada elemen satu dimensi sehingga model jauh lebih mudah untuk dilakukan
analisis dan lebih akurat hasilnya.
2. Pemberian beban hydrostatic pressure diberikan pada seluruh permukaan model yang
tercelup seperti kondisi nyata bukan hanya bagian alas dan bilga saja sehingga hasil
yang didapat akan lebih mendekati kondisi nyata.
3. Perlu dilakukan analisis fatigue pada kapal penumpang tersebut untuk penelitian
selanjutnya karena kapal penumpang tersebut merupakan konversi bukan bangunan
baru sehingga kekuatan material dipengaruhi oleh umur dari material tersebut.

80
DAFTAR PUSTAKA

Barras. (1999). Ship Stability for Master and Mates. Oxford: Elseiver.
Ben-Amar, D. E. (2015). Mater Thesis. Analytical And Numerical Determination Of The
Hull Girder Deflection Of Inland Navigation Vessels. Polytechnic University of
Cartagena.
BKI. (2009). Rules For The Classification And Construction Of Seagoing Steel Ships.
Jakarta: Biro Klasifikasi Indonesia.
Desain Kapal. (2011, Maret 30). Finite Element Method (FEM) Analysis. Retrieved from
https://desainkapal.wordpress.com:
https://desainkapal.wordpress.com/2011/03/30/finite-element-method-fem-analysis/

Desain Kapal. (2013, Desember 11). Longitudinal Strength. Retrieved from


https://desainkapal.wordpress.com:
https://desainkapal.wordpress.com/2013/12/11/longitudinal-strength/

DNV-GL. (2015). Class Guideline – Finite Element Analysis. DNV-GL.

Eyres, D. (2007). Ship Construction Sixth Edition. Burlington: Elsevier Ltd.

Lee, H.-H. (2012). Finite Element Simulations with ANSYS Workbench 14. Amerika
Serikat: SDC Publications.

Lewis, E. V. (1988). Principles of Naval Architecture Second Revision Vol.1 Stability


And Strength. New Jersey: SNAME.
Paik, O. F. (2010). Ship Structural Analysis and Design. New Jersey: SNAME.
Rizzuto, P. R. (2010). Analysis and Design of Ship Structure. University of Liège:
ANAST.
Santosa, B. (2013). Diktat Kekuatan Kapal. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.

https://id.wikipedia.org/wiki/LCT (diakses pada 04/01/2017)

https://id.wikipedia.org/wiki/Kapal_penumpang (diakses pada 04/01/2017)

81
http://www.marinetraffic.com/en/ais/details/ships/shipid:704410/mmsi:525016494/imo:7397
294/vessel:KMP_TRISNA_DWITYA (diakses pada 04/01/2017)

http://www.azom.com/article.aspx?ArticleID=6117 (diakses pada 04/01/2017)

82
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A PERHITUNGAN BERAT BANGUNAN ATAS


LAMPIRAN B TABEL PERHITUNGAN GAYA ANGKAT
LAMPIRAN C REKAPITULASI BERAT KAPAL
LAMPIRAN D PERHITUNGAN KOREKSI BERAT DAN TITIK
BERAT
BIODATA PENULIS

WISNU MURTI DANANJAYA, dilahirkan di Jakarta pada 15


November 1995, Penulis merupakan anak ke-2 dari 2 bersaudara dalam
keluarga. Dibesarkan di Jakarta dan mendapatkan pendidikan formal
SD di Jakarta, kemudian dilanjutkan di SMPN 255 Jakarta dan SMAN
48 Jakarta sebelum selanjutnya melanjutkan pendidikan perguruan
tinggi di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Penulis
diterima di Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kleuatan
ITS pada tahun 2013 melalui jalur SNMPTN ITS.
Di Jurusan Teknik Perkapalan, Penulis mengambil Bidang Studi Rekayasa
Perkapalan- Konstruksi dan Kekuatan. Selama masa studi di ITS, Penulis aktif di kegiatan
Himpunan Mahasiswa Teknik Perkapalan (HIMATEKPAL) dan event pada tingkat jurusan.
Untuk kepanitiaan dalam acara jurusan antara lain menjadi anggota panitia SFSC SAMPAN
8 ITS pada tahun 2014, koordinator pendanaan SFSC SAMPAN 9 ITS pada tahun 2015, dan
Hubungan Luar HIMATEKPAL ITS pada tahun 2014. Selain itu, Penulis juga memiliki
kesempatan untuk mengikuti beberapa pelatihan, baik pelatihan pembentukan soft skill
seperti LKMM Pra-TD, maupun pelatihan yang menunjang kebutuhan akademis seperti
pelatihan perangkat lunak AutoCAD Lanjutan dan Maxsurf

Email : wisnumurti48@ymail.com
M : +62 821 3239 7005
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN BERAT BANGUNAN ATAS
Langkah pertama yaitu mencari harga coefficient dari baja untuk kapal penumpang,
yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus dari Schneecluth. Berikut adalah hasil
perhitungannya:

3
No Type kapal CSO CSO = 0.058 t/m
1 Bulk carriers 0.07 Δkapal = 1523.1 ton
2 Cargo ship (1 deck) 0.07 U = log   
 100 
3 Cargo ship (2 decks) 0.076
4 Cargo ship (3 decks) 0.082 = 1.183
 ( 0 ,5U  0 ,1U
CS = C SO  0 . 06 . e
2 , 45
)
5 Passenger ship 0.058
6 Product carriers 0.0664 = 0.097
7 Reefers 0.0609
8 Rescue vessel 0.0232
9 Support vessels 0.0974
10 Tanker 0.0752
11 Train ferries 0.65
12 Tugs 0.0892
13 VLCC 0.0645

Selanjutnya adalah mengalikan harga coefficient dari baja untuk kapal penumpang
dengan volume dari masing-masing bangunan atas. Berikut adalah hasil perhitungannya:

Bangunan Atas 1
a 537.6 m^2
v 2526.72 m^3
m 244.138 ton

Bangunan Atas 2
a 241.92 m^2
v 556.416 m^3
m 53.762 ton

Bangunan Atas 3
a 59.4 m^2
v 136.62 m^3
m 13.201 ton
LAMPIRAN B
TABEL PERHITUNGAN GAYA ANGKAT
GAYA ANGKAT CASE 1

Sagging

Area q q rata-rata qrata x b Force Force 1/2 Area Area Pressure


No. Frame
(m^2) (ton/m) (ton/m) (ton) (KN) (N) (mm^2) (mm^2) (Mpa)
0 0.055 0.056
6.5666625 11.8199925 115.9541264 115954.1264 11744100 23488200 0.0049
1 12.758 13.077
16.0725125 28.9305225 283.8084257 283808.4257 11954000 23908000 0.0119
2 18.603 19.068
21.4250625 38.5651125 378.3237536 378323.7536 12124500 24249000 0.0156
3 23.202 23.782
25.509175 45.916515 450.4410122 450441.0122 12250900 24501800 0.0184
4 26.572 27.236
27.8261875 50.0871375 491.3548189 491354.8189 12330000 24660000 0.0199
5 27.723 28.416
28.3284375 50.9911875 500.2235494 500223.5494 12363500 24727000 0.0202
6 27.552 28.241
26.759675 48.167415 472.5223412 472522.3412 12364200 24728400 0.0191
7 24.662 25.279
24.3022375 43.7440275 429.1289098 429128.9098 12354500 24709000 0.0174
8 22.757 23.326
21.3000125 38.3400225 376.1156207 376115.6207 12354500 24709000 0.0152
9 18.804 19.274
16.8679125 30.3622425 297.8535989 297853.5989 12354500 24709000 0.0121
10 14.109 14.462
13.303475 23.946255 234.9127616 234912.7616 12354500 24709000 0.0095
11 11.849 12.145
11.2693625 20.2848525 198.994403 198994.403 12354500 24709000 0.0081
12 10.14 10.394
9.36645 16.85961 165.3927741 165392.7741 12354500 24709000 0.0067
13 8.136 8.339
7.7039 13.86702 136.0354662 136035.4662 12354500 24709000 0.0055
14 6.896 7.068
5.7774125 10.3993425 102.0175499 102017.5499 12354500 24709000 0.0041
15 4.377 4.486
5.7774125 10.3993425 102.0175499 102017.5499 12354500 24709000 0.0041
16 6.896 7.068
7.7039 13.86702 136.0354662 136035.4662 12354500 24709000 0.0055
17 8.136 8.339
9.36645 16.85961 165.3927741 165392.7741 12354500 24709000 0.0067
18 10.14 10.394
11.2668 20.28024 198.9491544 198949.1544 12353600 24707200 0.0081
19 11.844 12.140
13.282975 23.909355 234.5507726 234550.7726 12340400 24680800 0.0095
20 14.074 14.426
16.7920625 30.2257125 296.5142396 296514.2396 12301900 24603800 0.0121
21 18.691 19.158
21.1103875 37.9986975 372.7672225 372767.2225 12237200 24474400 0.0152
22 22.5 23.063
23.983975 43.171155 423.5090306 423509.0306 12147400 24294800 0.0174
23 24.298 24.905
26.7458375 48.1425075 472.2779986 472277.9986 12031400 24062800 0.0196
24 27.889 28.586
30.1980375 54.3564675 533.2369462 533236.9462 11890300 23780600 0.0224
25 31.034 31.810
32.862525 59.152545 580.2864665 580286.4665 11723700 23447400 0.0247
26 33.088 33.915
33.5907875 60.4634175 593.1461257 593146.1257 11487700 22975400 0.0258
27 32.455 33.266
30.6387875 55.1498175 541.0197097 541019.7097 10949500 21899000 0.0247
28 27.328 28.011
23.2700625 41.8861125 410.9027636 410902.7636 11038100 22076200 0.0186
29 18.077 18.529
9.41565 16.94817 166.2615477 166261.5477 11491600 22983200 0.0072
30 0.295 0.302
Total Displacement 1005.1 ton

GAYA ANGKAT CASE 2

Hogging

Area q q rata-rata qrata x b Force Force 1/2 Area Area Pressure


No. Frame
(m^2) (ton/m) (ton/m) (ton) (KN) (N) (mm^2) (mm^2) (Mpa)
0 0 0
0 0 0 0 11744100 23488200 0.0000000
1 0 0
0.0005125 0.0009225 0.009049725 9.049725 11954000 23908000 0.0000004
2 0.001 0.001025
0.0015375 0.0027675 0.027149175 27.149175 12124500 24249000 0.0000011
3 0.002 0.00205
0.7887375 1.4197275 13.92752678 13927.52678 12250900 24501800 0.0005684
4 1.537 1.575425
5.275675 9.496215 93.15786915 93157.86915 12330000 24660000 0.0037777
5 8.757 8.975925
10.925475 19.665855 192.9220376 192922.0376 12363500 24727000 0.0078021
6 12.561 12.875025
14.9931875 26.9877375 264.7497049 264749.7049 12364200 24728400 0.0107063
7 16.694 17.11135
18.19785 32.75613 321.3376353 321337.6353 12354500 24709000 0.0130049
8 18.814 19.28435
22.3280875 40.1905575 394.2693691 394269.3691 12354500 24709000 0.0159565
9 24.753 25.371825
27.4213125 49.3583625 484.2055361 484205.5361 12354500 24709000 0.0195963
10 28.752 29.4708
30.4922125 54.8859825 538.4314883 538431.4883 12354500 24709000 0.0217909
11 30.745 31.513625
32.395125 58.311225 572.0331173 572033.1173 12354500 24709000 0.0231508
12 32.465 33.276625
33.8045 60.8481 596.919861 596919.861 12354500 24709000 0.0241580
13 33.495 34.332375
35.999025 64.798245 635.6707835 635670.7835 12354500 24709000 0.0257263
14 36.747 37.665675
38.399575 69.119235 678.0596954 678059.6954 12354500 24709000 0.0274418
15 38.179 39.133475
38.399575 69.119235 678.0596954 678059.6954 12354500 24709000 0.0274418
16 36.747 37.665675
35.999025 64.798245 635.6707835 635670.7835 12354500 24709000 0.0257263
17 33.495 34.332375
33.8019375 60.8434875 596.8746124 596874.6124 12354500 24709000 0.0241562
18 32.46 33.2715
32.3833375 58.2900075 571.8249736 571824.9736 12353600 24707200 0.0231441
19 30.727 31.495175
30.4378875 54.7881975 537.4722175 537472.2175 12340400 24680800 0.0217769
20 28.664 29.3806
27.2757625 49.0963725 481.6354142 481635.4142 12301900 24603800 0.0195757
21 24.557 25.170925
22.0662 39.71916 389.6449596 389644.9596 12237200 24474400 0.0159205
22 18.499 18.961475
17.8508875 32.1315975 315.2109715 315210.9715 12147400 24294800 0.0129744
23 16.332 16.7403
15.6891625 28.2404925 277.0392314 277039.2314 12031400 24062800 0.0115132
24 14.281 14.638025
13.7088625 24.6759525 242.071094 242071.094 11890300 23780600 0.0101794
25 12.468 12.7797
10.906 19.6308 192.578148 192578.148 11723700 23447400 0.0082132
26 8.812 9.0323
6.6927375 12.0469275 118.1803588 118180.3588 11487700 22975400 0.0051438
27 4.247 4.353175
2.1771 3.91878 38.4432318 38443.2318 10949500 21899000 0.0017555
28 0.001 0.001025
0.0005125 0.0009225 0.009049725 9.049725 11038100 22076200 0.0000004
29 0 0
0 0 0 0 11491600 22983200 0.0000000
30 0 0
Total Displacement 1005.1 ton
GAYA ANGKAT CASE 3

Sagging

Area q q rata-rata qrata x b Force Force 1/2 Area Area Pressure


No. Frame
(m^2) (ton/m) (ton/m) (ton) (KN) (N) (mm^2) (mm^2) (Mpa)
0 0.055 0.056
10.32995 18.59391 182.4062571 182406.2571 11744100 23488200 0.0078
1 20.101 20.604
24.283275 43.709895 428.79407 428794.07 11954000 23908000 0.0179
2 27.281 27.963
31.3398875 56.4117975 553.3997335 553399.7335 12124500 24249000 0.0228
3 33.87 34.717
36.5550875 65.7991575 645.4897351 645489.7351 12250900 24501800 0.0263
4 37.457 38.393
39.10785 70.39413 690.5664153 690566.4153 12330000 24660000 0.0280
5 38.851 39.822
39.51375 71.12475 697.7337975 697733.7975 12363500 24727000 0.0282
6 38.249 39.205
37.989575 68.381235 670.8199154 670819.9154 12364200 24728400 0.0271
7 35.877 36.774
34.7305875 62.5150575 613.2727141 613272.7141 12354500 24709000 0.0248
8 31.89 32.687
30.6592875 55.1867175 541.3816987 541381.6987 12354500 24709000 0.0219
9 27.933 28.631
26.730975 48.115755 472.0155566 472015.5566 12354500 24709000 0.0191
10 24.225 24.831
23.1527 41.67486 408.8303766 408830.3766 12354500 24709000 0.0165
11 20.951 21.475
20.0771875 36.1389375 354.5229769 354522.9769 12354500 24709000 0.0143
12 18.224 18.680
17.643325 31.757985 311.5458329 311545.8329 12354500 24709000 0.0126
13 16.202 16.607
15.9607875 28.7294175 281.8355857 281835.5857 12354500 24709000 0.0114
14 14.941 15.315
15.0946625 27.1703925 266.5415504 266541.5504 12354500 24709000 0.0108
15 14.512 14.875
15.0946625 27.1703925 266.5415504 266541.5504 12354500 24709000 0.0108
16 14.941 15.315
15.9607875 28.7294175 281.8355857 281835.5857 12354500 24709000 0.0114
17 16.202 16.607
17.643325 31.757985 311.5458329 311545.8329 12354500 24709000 0.0126
18 18.224 18.680
20.0710375 36.1278675 354.4143802 354414.3802 12353600 24707200 0.0143
19 20.939 21.462
23.112725 41.602905 408.1244981 408124.4981 12340400 24680800 0.0165
20 24.159 24.763
26.599775 47.879595 469.698827 469698.827 12301900 24603800 0.0191
21 27.743 28.437
30.3610125 54.6498225 536.1147587 536114.7587 12237200 24474400 0.0219
22 31.498 32.285
34.1904125 61.5427425 603.7343039 603734.3039 12147400 24294800 0.0249
23 35.215 36.095
37.8799 68.18382 668.8832742 668883.2742 12031400 24062800 0.0278
24 38.697 39.664
41.206025 74.170845 727.6159895 727615.9895 11890300 23780600 0.0306
25 41.705 42.748
43.7997875 78.8396175 773.4166477 773416.6477 11723700 23447400 0.0330
26 43.758 44.852
43.760325 78.768585 772.7198189 772719.8189 11487700 22975400 0.0336
27 41.628 42.669
41.69905 75.05829 736.3218249 736321.8249 10949500 21899000 0.0336
28 39.736 40.729
35.7955625 64.4320125 632.0780426 632078.0426 11038100 22076200 0.0286
29 30.109 30.862
15.8383 28.50894 279.6727014 279672.7014 11491600 22983200 0.0122
30 0.795 0.815
Total Displacement 1523.1 ton

GAYA ANGKAT CASE 4

Hogging

Area q q rata-rata qrata x b Force Force 1/2 Area Area Pressure


No. Frame
(m^2) (ton/m) (ton/m) (ton) (KN) (N) (mm^2) (mm^2) (Mpa)
0 0.004 0.0041
0.0041 0.00738 0.0723978 72.3978 11744100 23488200 0.000003
1 0.004 0.0041
0.0046125 0.0083025 0.081447525 81.447525 11954000 23908000 0.000003
2 0.005 0.005125
2.05205 3.69369 36.2350989 36235.0989 12124500 24249000 0.001494
3 3.999 4.098975
8.1851375 14.7332475 144.533158 144533.158 12250900 24501800 0.005899
4 11.972 12.2713
16.2406125 29.2331025 286.7767355 286776.7355 12330000 24660000 0.011629
5 19.717 20.209925
23.733875 42.720975 419.0927648 419092.7648 12363500 24727000 0.016949
6 26.593 27.257825
29.881825 53.787285 527.6532659 527653.2659 12364200 24728400 0.021338
7 31.713 32.505825
34.6629375 62.3932875 612.0781504 612078.1504 12354500 24709000 0.024771
8 35.922 36.82005
37.8363375 68.1054075 668.1140476 668114.0476 12354500 24709000 0.027039
9 37.905 38.852625
39.73105 71.51589 701.5708809 701570.8809 12354500 24709000 0.028393
10 39.619 40.609475
41.2670125 74.2806225 728.6929067 728692.9067 12354500 24709000 0.029491
11 40.902 41.92455
42.2940625 76.1293125 746.8285556 746828.5556 12354500 24709000 0.030225
12 41.623 42.663575
43.7331625 78.7196925 772.2401834 772240.1834 12354500 24709000 0.031253
13 43.71 44.80275
44.80275 80.64495 791.1269595 791126.9595 12354500 24709000 0.032018
14 43.71 44.80275
44.80275 80.64495 791.1269595 791126.9595 12354500 24709000 0.032018
15 43.71 44.80275
44.80275 80.64495 791.1269595 791126.9595 12354500 24709000 0.032018
16 43.71 44.80275
44.80275 80.64495 791.1269595 791126.9595 12354500 24709000 0.032018
17 43.71 44.80275
43.7306 78.71508 772.1949348 772194.9348 12354500 24709000 0.031252
18 41.618 42.65845
42.2786875 76.1016375 746.5570639 746557.0639 12353600 24707200 0.030216
19 40.877 41.898925
41.1921875 74.1459375 727.3716469 727371.6469 12340400 24680800 0.029471
20 39.498 40.48545
39.529125 71.152425 698.0052893 698005.2893 12301900 24603800 0.028370
21 37.632 38.5728
37.4673375 67.4412075 661.5982456 661598.2456 12237200 24474400 0.027032
22 35.475 36.361875
34.1770875 61.5187575 603.4990111 603499.0111 12147400 24294800 0.024841
23 31.212 31.9923
29.8536375 53.7365475 527.155531 527155.531 12031400 24062800 0.021907
24 27.039 27.714975
25.6870125 46.2366225 453.5812667 453581.2667 11890300 23780600 0.019074
25 23.082 23.65905
21.556775 38.802195 380.649533 380649.533 11723700 23447400 0.016234
26 18.98 19.4545
16.876625 30.377925 298.0074443 298007.4443 11487700 22975400 0.012971
27 13.95 14.29875
11.05975 19.90755 195.2930655 195293.0655 10949500 21899000 0.008918
28 7.63 7.82075
3.9108875 7.0395975 69.05845148 69058.45148 11038100 22076200 0.003128
29 0.001 0.001025
0.001025 0.001845 0.01809945 18.09945 11491600 22983200 0.000001
30 0.001 0.001025
Total Displacement 1523.1 ton
LAMPIRAN C
REKAPITULASI BERAT KAPAL
Berat Kapal Kondisi Muatan Kosong
Berat Struktur di Ansys 325.67 ton
Berat Bangunan Atas 1 244.138 ton
LWT Berat Bangunan Atas 2 53.762 ton
Berat Bangunan Atas 3 13.201 ton
Berat di Ruang Mesin 75.329 ton
Berat di FWT 38.2 ton
DWT
Berat di FOT 112.6 ton
Total 862.900 ton
Berat Tambahan 142.200 ton
Berat Sesungguhnya 1005.100 ton
Berat LWT 712.100 ton
Berat DWT 150.800 ton

Berat Kapal Kondisi Muatan Penuh


Berat Struktur di Ansys 325.67 ton
Berat Bangunan Atas 1 244.138 ton
LWT Berat Bangunan Atas 2 53.762 ton
Berat Bangunan Atas 3 13.201 ton
Berat di Ruang Mesin 75.329 ton
Berat Muatan 518 ton
DWT Berat di FWT 38.2 ton
Berat di FOT 112.6 ton
Total 1380.900 ton
Berat Tambahan 142.200 ton
Berat Sesungguhnya 1523.100 ton
Berat LWT 712.100 ton
Berat DWT 668.800 ton
LAMPIRAN D
PERHITUNGAN KOREKSI BERAT DAN TITIK
BERAT
KOREKSI BERAT DAN TITIK BERAT CASE 1
KONDISI SAGGING (MUATAN KOSONG)

LCG = 26.215 m
LCB = 26.206 m

Koreksi Berat dan Titik Berat


Berdasarkan perhitungan penyebaran gaya tekan ke atas pada kondisi air tenang:
Buoyancy (B) = 1005.1 [ton]
[m] (Di belakang
Titik berat Bouyancy (XB) =
0.794 Midship)

Berdasarkan perhitungan LWT dan DWT:


Berat (W) = 1005.1 [ton]
[m] , (Di belakang
Titik berat (XW) = 0.785
midship)

Koreksi berat = [(B - W)/B]x100%


= [(1005.091 - 1005.10)/1005.091] x 100%
= 0.001% < 0.5%; Memenuhi
Kor. Titik Ber = [(X B - X W)/Lwl] x 100 %
= [(0.794 - 0.785)/54.00] x 100%
= 0.017% < 0.1%; Memenuhi
KOREKSI BERAT DAN TITIK BERAT CASE 2
KONDISI HOGGING (MUATAN KOSONG)

LCG = 26.215 m
LCB = 26.237 m

Koreksi Berat dan Titik Berat


Berdasarkan perhitungan penyebaran gaya tekan ke atas pada kondisi air tenang:
Buoyancy (B) = 1005.1 [ton]
[m] (Di belakang
Titik berat Bouyancy (XB) =
0.763 Midship)

Berdasarkan perhitungan LWT dan DWT:


Berat (W) = 1005.1 [ton]
[m] , (Di belakang
Titik berat (XW) = 0.785
midship)

Koreksi berat = [(B - W)/B]x100%


= [(1005.141 - 1005.10)/1005.141] x 100%
= 0.004% < 0.5%; Memenuhi
Kor. Titik Ber = [(X B - X W)/Lwl] x 100 %
= [(0.763 - 0.785)/54.00] x 100%
= 0.041% < 0.1%; Memenuhi
KOREKSI BERAT DAN TITIK BERAT CASE 3
KONDISI SAGGING (MUATAN PENUH)

LCG = 28.266 m
LCB = 28.240 m

Koreksi Berat dan Titik Berat


Berdasarkan perhitungan penyebaran gaya tekan ke atas pada kondisi air tenang:
Buoyancy (B) = 1523.1 [ton]
[m] ( Di depan
Titik berat Bouyancy (XB) =
1.240 Midship)

Berdasarkan perhitungan LWT dan DWT:


Berat (W) = 1523.10 [ton]
[m] , ( Di depan
Titik berat (XW) = 1.266
Midship)

Koreksi berat = [(B - W)/B]x100%


= [(1523.127 - 1523.10)/1523.127] x 100%
= 0.002% < 0.5%; Memenuhi
Kor. Titik Ber = [(X B - X W )/Lwl] x 100 %
= [(1.240 - 1.266)/54.00] x 100%
= 0.048% < 0.1%; Memenuhi
KOREKSI BERAT DAN TITIK BERAT CASE 4
KONDISI HOGGING (MUATAN PENUH)

LCG = 28.266 m
LCB = 28.238 m

Koreksi Berat dan Titik Berat


Berdasarkan perhitungan penyebaran gaya tekan ke atas pada kondisi air tenang:
Buoyancy (B) = 1523.09 [ton]
[m] ( Di depan
Titik berat Bouyancy (XB) =
1.238 Midship)

Berdasarkan perhitungan LWT dan DWT:


Berat (W) = 1523.10 [ton]
[m] , ( Di depan
Titik berat (XW) = 1.266
Midship)

Koreksi berat = [(B - W)/B]x100%


= [(1523.085 - 1523.10)/1523.085] x 100%
= 0.001% < 0.5%; Memenuhi
Kor. Titik Ber = [(X B - X W )/Lwl] x 100 %
= [(1.238 - 1.266)/54.00] x 100%
= 0.052% < 0.1%; Memenuhi

Anda mungkin juga menyukai