i
TUGAS AKHIR - MN141581
i
FINAL PROJECT - MN141581
ii
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
pada
Bidang Keahlian Rekayasa Perkapalan – Konstruksi dan Kekuatan
Program S1 Jurusan Teknik Perkapalan
Fakultas Teknologi Kelautan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Oleh :
iii
LEMBAR REVISI
TUGAS AKHIR
Telah direvisi sesuai dengan hasil Ujian Tugas Akhir
Tanggal 11 Januari 2017
Oleh :
iv
Didedikasikan kepada Bapak (Adiyatmika, S.E.), Ibu (Woro Astuti, A.Md.) dan kakak
(Ajeng Sekar, S.I.Kom.) tercinta atas segala dukungan dan doanya
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah,
dan petunjuk-NYA, sehingga dapat terselesaikan Tugas Akhir dengan judul “Analisis
Kekuatan Konstruksi Landing Craft Tank Menjadi Kapal Penumpang Dengan Metode
Elemen Hingga”. Selesainya Tugas Akhir ini juga tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Mohammad Nurul Misbah, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, ilmu, waktu, dan kesabaran dalam mengarahkan dan
memberi nasihat kepada penulis.
2. Bapak Dony Setyawan, S.T., M.Eng. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, ilmu, waktu, dan kesabaran dalam mengarahkan dan
memberi nasihat kepada penulis.
3. Ibu Septia Hardy Sujiatanti, S.T., M.T. selaku dosen wali yang telah memberikan
bimbingan, ilmu, waktu, dan kesabaran selama masa perkuliahan kepada penulis.
4. Bapak Ir. Wasis Dwi Aryawan, M.Sc., Ph.D selaku Ketua Jurusan Teknik Perkapalan
FTK ITS
5. Dosen-dosen Jurusan Teknik Perkapalan yang tidak dapat disebutkan satu per satu
6. Ayah, Ibu dan kakak yang telah memberikan dorongan, bantuan, dan bimbingan
selama ini
7. Deanissa Safiraa yang telah menyemangati kuliah saya selama ini.
8. Teman-teman angkatan 2013 (Submarine)
9. Keluarga besar HIMATEKPAL ITS serta berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan
oleh penulis satu per satu
Penulis menyadari dalam penyusunan Tugas Akhir ini terdapat banyak kekurangan
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Besar harapan
penulis bahwa laporan Tugas Akhir ini dapat memberikan informasi dan manfaat yang seluas
luasnya bagi banyak pihak.
vi
ANALISIS KEKUATAN KONSTRUKSI LANDING CRAFT
TANK MENJADI KAPAL PENUMPANG DENGAN METODE
ELEMEN HINGGA
ABSTRAK
Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan memanjang dari kapal penumpang
yang merupakan hasil konversi dari Landing Craft Tank dengan panjang 54 m dengan
mengacu pada kriteria untuk kekuatan memanjang yang telah ditentukan oleh BKI (Biro
Klasifikasi Indonesia). Pengecekan harga tegangan dilakukan pada empat kondisi
pembebanan yaitu (1) kondisi muatan kosong saat gelombang sagging, (2) kondisi muatan
kosong saat gelombang hogging, (3) kondisi muatan penuh saat gelombang sagging dan (4)
kondisi muatan penuh saat gelombang hogging. Analisis dilakukan menggunakan program
Finite Element Analysis (FEA) dengan membuat pemodelan keseluruhan kapal penumpang
dan pembebanannya. Pemodelan struktur berdasarkan data construction profile dan
pemodelan dilakukan dengan surface model untuk pelat, penumpu dan line model untuk
penegar. Kondisi batas yang digunakan yaitu pada bagian belakang centerline kapal dan
pada bagian depan centerline kapal. Dari hasil analisis tersebut didapatkan tegangan max
sebesar 72.393 MPa untuk kondisi pembebanan (1), tegangan max sebesar 74.792 MPa
untuk kondisi kondisi pembebanan (2), tegangan max sebesar 129.29 MPa untuk kondisi
kondisi pembebanan (3), tegangan max sebesar 132.4 MPa untuk kondisi kondisi
pembebanan (4). Kekuatan memanjang kapal penumpang telah terpenuhi karena hasil
tegangan pada kondisi muatan kosong lebih kecil daripada harga tegangan izin yaitu sebesar
90 MPa dan pada kondisi muatan penuh lebih kecil daripada harga tegangan izin yaitu
sebesar 150 MPa. Analisis lain yang dilakukan yaitu melakukan perbandingan kekuatan
memanjang kapal dengan variasi ketebalan pelat keseluruhan kapal sebesar +-2mm pelat
awal. Dari hasil analisis tersebut didapatkan tegangan max untuk variasi -2mm, -1mm,
+1mm, +2mm secara urut yaitu 87.044 MPa, 78.972 MPa , 66.688 MPa , 61.892 MPa untuk
kondisi pembebanan (1), 90.079 MPa, 81.496 MPa , 68.467 MPa , 63.4 MPa untuk kondisi
pembebanan (2), 155.5 MPa, 141.07 MPa, 119.08 MPa , 110.49 MPa untuk kondisi
pembebanan (3), dan 159.33 MPa, 144.31 MPa, 121.46 MPa , 112.55 MPa untuk kondisi
pembebanan (4).
Kata Kunci: Kapal Penumpang, Kekuatan Memanjang, Tegangan, Finite Element Analysis
(FEA)
vii
CONSTRUCTION STRENGTH ANALYSIS OF LANDING
CRAFT TANK TO PASSENGER SHIP USING FINITE
ELEMENT METHOD
ABSTRACT
This final project aims to obtain the longitudinal strength of passenger ship which is a
conversion from Landing Craft Tank of 54 m length with reference to BKI (Biro Klasifikasi
Indonesia). The values of stress checked at four loading condition, namely (1) empty load
while sagging, (2) empty load while hogging, (3) full load while sagging and (4) full load
while hogging. The analysis is done using Finite Element Analysis (FEA) program by
modelling the whole passenger ship and its loading. The structure modelling based on profile
construction data and the modeliing is done by using surface model for plate, girder and line
for stiffener. Boundary conditions used are after ship’s centerline and fore ship’s centerline.
The analysis shows that the maximum stress is 72.393 MPa for loading condition (1),
maximum stress is 74.792 MPa for loading condition (2), maximum stress is 129.29 MPa for
loading condition (3), maximum stress is 132.4 MPa for loading condition (4). The
longitudnal strength of ship has fulfilled because the stress result in empty load condition is
smaller than allowable stress which is 90 Mpa and in full load condition is also smaller than
the allowable stress which is 150 Mpa. Another analysis done is comparing longitudinal
strength of ship with overall ship’s plate thickness variations of +-2mm initial plate. From
the analysis obtained result of maximum stress for variations -2mm, -1mm, +1mm, +2mm
sequentially 87.044 MPa, 78.972 MPa , 66.688 MPa , 61.892 MPa for loading condition (1),
90.079 MPa, 81.496 MPa , 68.467 MPa , 63.4 MPa for loading condition (2), 155.5 MPa,
141.07 MPa, 119.08 MPa , 110.49 MPa for loading condition (3) and 159.33 MPa, 144.31
MPa, 121.46 MPa , 112.55 MPa for loading condition (4).
Keyword : Passenger Ship, Longitudinal Strength, Stress, Finite Element Analysis (FEA)
viii
DAFTAR ISI
ix
II.8.2. Static Analysis ........................................................................................................ 21
II.8.3. Langkah Metode Elemen Hingga .......................................................................... 21
II.9. Kondisi Sagging Dan Hogging ..................................................................................... 22
II.9.1. Kondisi Hogging .................................................................................................... 22
II.9.2. Kondisi Sagging ..................................................................................................... 23
BAB III .................................................................................................................................... 25
METODOLOGI PENELITIAN............................................................................................... 25
III.1. Diagram Alir ............................................................................................................... 25
III.2. Pengumpulan Data & Studi Literatur .......................................................................... 26
III.3. Pemodelan Finite Element Struktur ............................................................................ 31
III.3.1. Sistim Koordinat ................................................................................................... 32
III.3.2. Material Properties .............................................................................................. 32
III.3.3. Model .................................................................................................................... 32
III.3.4. Meshing ................................................................................................................ 37
III.3.5. Kondisi Batas ........................................................................................................ 38
III.3.6. Pembebanan .......................................................................................................... 40
III.3.6. Variasi Kondisi Pembebanan................................................................................ 46
III.4. Perhitungan Beban ...................................................................................................... 46
III.5. Pembebanan dan Running Beban (Analisis Tegangan/Kekuatan) .............................. 47
III.6. Membandingkan Hasil Analisis dan Pembahasan dengan Aturan Klas ..................... 47
III.7. Analisis Variasi Tebal Pelat Kapal.............................................................................. 47
III.8. Kesimpulan dan Saran ................................................................................................. 47
BAB IV .................................................................................................................................... 49
ANALISIS DAN PEMBAHASAN ......................................................................................... 49
IV.1. Perhitungan Beban ...................................................................................................... 49
IV.1.1. Perhitungan Beban Case 1 ................................................................................... 49
IV.1.2 Perhitungan Beban Case 2 .................................................................................... 53
IV.1.3 Perhitungan Beban Case 3 .................................................................................... 56
IV.1.4 Perhitungan Beban Case 4 .................................................................................... 59
IV.2. Hasil Analisis Elemen Hingga .................................................................................... 63
IV.2.1. Hasil Kondisi Pembebanan Case Satu (I) ............................................................ 63
IV.2.2. Hasil Kondisi Pembebanan Case Dua (II) ........................................................... 64
IV.2.3. Hasil Kondisi Pembebanan Case Tiga (III) ......................................................... 66
IV.2.4. Hasil Kondisi Pembebanan Case Empat (IV) ...................................................... 67
IV.3. Pembahasan Hasil Tegangan ...................................................................................... 69
IV.4. Hasil Analisis Elemen Hingga Dengan Variasi Ketebalan Pelat ................................ 70
IV.4.1. Hasil Analisis Berdasarkan Variasi Ketebalan Pelat Sebesar +- 1 mm ............... 70
x
IV.4.2. Hasil Analisis Berdasarkan Variasi Ketebalan Pelat Sebesar +- 2 mm ............... 73
IV.4.3. Hasil Analisis Berdasarkan Kondisi Muatan Kapal ............................................. 75
BAB V ..................................................................................................................................... 79
KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................................ 79
V.1. Kesimpulan................................................................................................................... 79
V.2. Saran ............................................................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 81
DAFTAR LAMPIRAN
BIODATA PENULIS
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
Gambar III-27 Beban bangunan atas 3 .................................................................................... 44
Gambar III-28 Hydrostatic pressure ........................................................................................ 45
Gambar IV-1 Tegangan case 1 ................................................................................................ 64
Gambar IV-2 Tegangan case 2 ................................................................................................ 65
Gambar IV-3 Tegangan case 3 ................................................................................................ 67
Gambar IV-4 Tegangan case 4 ................................................................................................ 68
Gambar IV-5 Grafik berdasarkan variasi ketebalan pelat sebesar +- 1 mm ............................ 72
Gambar IV-6 Grafik berdasarkan variasi ketebalan pelat sebesar +- 2 mm ............................ 75
Gambar IV-7 Grafik kondisi muatan kosong........................................................................... 75
Gambar IV-8 Grafik kondisi muatan penuh ............................................................................ 77
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
Tabel IV-39 Hasil tegangan dengan variasi ketebalan +-2 mm............................................... 73
Tabel IV-40 Persentase peningkatan kekuatan kapal dengan variasi ketebalan +2 mm ......... 73
Tabel IV-41 Persentase penurunan kekuatan kapal dengan variasi ketebalan -2 mm ............. 73
xv
BAB I
PENDAHULUAN
Banyak kasus tenggelamnya kapal tipe LCT di perairan Indonesia yang menjadi dasar
keluarnya peraturan tersebut. Hal tersebut dikarenakan kapal tipe Landing Craft Tank
dirancang dan dibangun bukan diperuntukkan sebagai kapal pengangkut penumpang. Di sisi
lain, tidak sedikit kapal tipe LCT yang masih digunakan sebagai sarana kapal ferry untuk
jalur penyeberangan penumpang dan muatan antar pulau di Indonesia. Otomatis semua kapal
tipe LCT di Indonesia akan terkena dampak dari peraturan tersebut dan menyebabkan
kerugian pada owner kapal tersebut. Sehingga salah satu cara agar kapal dapat beroperasi
seperti biasanya yaitu dengan mengubah (konversi) LCT tersebut menjadi Kapal Motor
Penumpang. Akan tetapi agar menjamin bahwa kapal tersebut dapat melakukan tugas dan
fungsinya dengan selamat dan aman (bagi penumpang, awak, dan muatan), maka konversi
kapal harus dilakukan perhitungan analisis yang tepat dan benar, khususnya pada bagian
perhitungan kekuatan memanjang kapal (longitudinal strength).
Dalam tugas akhir ini akan dibahas bagaimana mengetahui seberapa besar pengaruh
beban internal berupa muatan dan bangunan atas serta pembebanan yang terjadi. Selain itu
1
juga akan dilakukan analisis kekuatan memanjang dari kapal penumpang tersebut yang
merupakan konversi dari kapal Landing Craft Tank. Proses pembuatan kapal penumpang
pada umumnya dari awal pembuatan sudah direncanakan dan di perhitungkan sesuai dengan
aturan dari kapal penumpang, akan tetapi dalam tugas akhir ini kapal penumpang tersebut
merupakan kapal hasil konversi dari LCT sehingga perlu adanya pengecekan ulang kekuatan
memanjang karena terdapat kondisi pembebanan yang berbeda dari LCT yang menjadi kapal
penumpang. Terlebih beban yang berbeda dari setiap kapal akan menjadi pertimbangan
perlunya dilakukan pengecekan kekuatan memanjang agar tidak terjadinya kegagalan struktur
di masa mendatang. Tugas akhir ini menggunakan metode elemen hingga (FEM) dalam
analisis tegangan yang dialami oleh kapal penumpang tersebut.
1. Kapal penumpang yang akan diteliti adalah hasil konversi dari LCT Trisna Dwitya.
2. Analisis menggunakan pendekatan elemen hingga (finite element).
3. Pemodelan elemen hingga yang digunakan adalah Global Finite Element Analysis.
4. Pemodelan meliputi badan kapal (hull).
5. Aturan yang digunakan sebagai tegangan izin dari kekuatan memanjang yang
digunakan adalah berdasarkan aturan Biro Klasifikasi Indonesia (BKI).
6. Kondisi pembebanan saat :
a. Kapal muatan kosong saat sagging dan hogging.
b. Kapal muatan penuh saat sagging dan hogging.
7. Variasi ketebalan pelat pada keseluruhan bagian kapal yaitu ± 2 mm pelat awal.
2
8. Penambahan ketebalan pelat dilakukan untuk keperluan reparasi pelat kapal.
9. Pengurangan ketebalan pelat dilakukan untuk alasan korosi pada pelat kapal.
I.4. Tujuan
Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
I.5. Manfaat
Dari Tugas Akhir ini, diharapkan dapat diambil manfaat sebagai berikut :
1. Secara akademis, diharapkan hasil pengerjaan Tugas Akhir ini dapat membantu
menunjang proses belajar mengajar dan turut memajukan khazanah pendidikan di
Indonesia.
2. Secara praktek, diharapkan hasil dari Tugas Akhir ini dapat berguna sebagai referensi
analisis kekuatan memanjang konversi LCT menjadi KMP menggunakan metode
elemen hingga.
I.6. Hipotesis
Hipotesis dari tugas akhir ini adalah:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan,
manfaat, hipotesis, dan sistematika penulisan laporan
3
BAB II STUDI LITERATUR
Bab ini berisi pengertian landing craft tank, pengertian kapal motor penumpang,
istilah-istilah teknik perkapalan, defleksi, hull girder deflection, kekuatan memanjang
kapal, dan metode elemen hingga
Bab ini berisi diagram alir dan tahapan pengerjaan. Penjelasan pemodelan struktur
dan pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian tugas akhir juga dicantumkan
dalam bab ini.
Bab ini berisi perhitungan beban, hasil analisis elemen hingga, rangkuman hasil
tegangan dan rangkuman hasil tegangan dengan variasi ketebalan pelat yang berbeda.
Bab ini meliputi kesimpulan yang didapatkan dari proses penelitian yang dilakukan
guna menjawab permasalahan yang ada, serta memberikan saran perbaikan untuk
penelitian ke depannya agar lebih baik.
4
BAB II
STUDI LITERATUR
(MarineTraffic.com, 2010)
Pada jaman sekarang, dengan tetap memakai nama LCT, banyak kapal-kapal jenis ini
beroperasi di perairan dan jalur sungai Indonesia sebagai kapal-kapal komersial mengangkut
berbagai muatan atau jenis barang yang berukuran besar dan berbobot besar (misalnya dump
truck, dozer, escavator, alat konstruksi, steel structure, boiler , mesin turbin, rig equipment,
transformer, material project, dll) ke berbagai penjuru Indonesia, terutama ke daerah
pertambangan atau lokasi proyek yang berada di pulau atau pantai dan jalur sungai. Jenis
kapal LCT biasa juga digunakan sebagai sarana kapal ferry untuk jalur penyeberangan antar
pulau di Indonesia. Fungsi lainnya dari LCT adalah sebagai sarana angkut bahan cairan untuk
supply kebutuhan air bersih dan bahan bakar minyak di lokasi proyek pertambangan atau
untuk distribusi ke berbagai wilayah terpencil di Indonesia. (Wikipedia, 2016)
5
II.2. Pengertian Kapal Motor Penumpang (KMP)
Kapal motor penumpang adalah tipe kapal yang menggunakan motor sebagai tenaga
penggeraknya dan dipasang secara permanen di dalam kapal dan digunakan untuk angkutan
penumpang. Untuk meningkatkan efisiensi atau melayani keperluan yang lebih luas kapal
penumpang dapat berupa kapal Ro-Ro, ataupun untuk perjalanan pendek terjadwal dalam
bentuk kapal feri. (Wikipedia, 2016)
6
yang melintasi garis ini dan memiliki jarak yang sama dari kedua sisi kapal maka
dikatakan terletak pada centerline
g. Bilge: adalah pelat yang melengkung antara sisi kapal dengan dasar kapal
h. Bulkhead: adalah sebuah dinding tegak lurus yang berada pada lambung kapal.
Berfungsi sebagai penambah rigiditas dari kapal atau sebagai pembagi area dari suatu
ruangan
i. Frame: adalah sebuah struktural melintang yang berada pada sisi kapal yang
memberikan kekuatan dan bentuk pada kapal
j. Buoyancy: adalah gaya keatas yang diberikan oleh fluida yang melawan gaya berat
dari benda yang tercelup. Sebuah benda yang memiliki masa jenis yang lebih besar
daripada masa jenis fluida di mana ia tercelup maka akan cenderung tenggelam. Jika
suatu benda memiliki masa jenis yang lebih kecil atau memiliki bentuk yang sesuai
(seperti kasus pada kapal) maka gaya angkat akan mampu untuk membuat benda
tersebut mengapung. Pada kasus fluida statis, gaya angkat keatas adalah sama dengan
besarnya dengan gaya berat dari fluida yang dipindahkan oleh benda, yang merupakan
gaya berat dari benda yang mengapung.
k. Classification Society: adalah organisasi bukan pemerintah (swasta) yang
mengeluarkan dan mempertahankan standar untuk konstruksi dan pengoperasian
kapal dan bangunan apung (offshore). Perkumpulan ini juga bertugas untuk
memastikan bahwa suatu konstruksi sudah sesuai dengan standar yang ada dan
melakukan survei secara berkala untuk memastikan bahwa suatu konstruksi tetap
memenuhi standar yang ada.
l. Classification society menetapkan aturan-aturan teknis, memastikan desain dan
perhitungan memenuhi ketentuan, mensurvei kapal dan struktur selama proses
pembangunan dan commissioning.
m. Displacement: adalah gaya berat dari air yang dipindahkan oleh kapal (bangunan
apung) ketika mengapung yang sama dengan gaya berat dari kapal (lightship) dan
isinya (deadweight).
II.4. Defleksi
Deformasi dapat disebabkan baik oleh respon sekunder atau tersier dari hull girder.
Respon sekunder berhubungan dengan tekukan global (global bending) dari panel-panel
berpenegar. Respon tersier berhubungan dengan defleksi dan tegangan dari panel pelat yang
tidak berpenegar yang terletak diantara dua pembujur dan dua gading besar.
7
Hull girder adalah salah satu jenis defleksi yang berhubungan dengan respon dari
lambung secara keseluruhan yang disebut juga dengan respon primer. Kapal secara
keseluruhan memiliki respon seperti balok sederhana yang dikenakan beban merata
memanjang. Dalam dunia perkapalan tegangan yang terjadi akibat respon primer ini
umumnya disebut sebagai longitudinal bending stress (Rigo and Rizzuto, 2010).
8
Hull girder deflection terjadi ketika sebuah kapal mengalami vertical bending
moment, yang disebabkan oleh distribusi gaya berat kapal dan gaya tekan keatas. Dalam
kenyataan defleksi juga dipengaruhi oleh suhu, rigiditas dari komponen struktural, dan
pengerjaan. Lebih jauh lagi defleksi akibat shear juga bisa ditambahkan dalam defleksi akibat
bending, meskipun harganya relatif kecil (Ben-Amar, 2015).
Dimana:
M : Momen bending
I : Momen inersia penampang melintang terhadap sumbu netral
C : Jarak dari sumbu netral terhadap bagian yang dihitung
Dalam pengerjaan tugas akhir ini yang difokuskan hanyalah momen bending kearah
vertikal karena momen inilah yang mempengaruhi respon dari kapal secara global. Sehingga
persamaan kedua yang merupakan tegangan akibat momen bending horizontal dapat
diabaikan karena bending horizontal tidak mempengaruhi bending kearah vertikal
sebagaimana hull girder deflection (Ben-Amar, 2015).
9
keseluruhan sudah tentu seimbang, tetapi untuk setiap potongan akan selalu ada resultan
gaya, baik berupa kelebihan buoyancy atau kelebihan gaya berat. Oleh karena kapal tetap
dalam keadaan utuh maka ada gaya ke atas dan ke bawah yang cenderung untuk
membelokkan/menekuk kapal dan gaya ini disebut sebagai gaya lintang vertical (vertical
shearing forces), karena gaya ini cenderung untuk menggeser material vertikal yang ada pada
lambung (Eyres, 2007).
(Eyres, 2007)
Kapal yang ditunjukkan pada gambar di atas akan diberikan pembebanan yang serupa
seperti pembebanan pada balok yang ditunjukkan di bawahnya, dan akan mengalami tekukan
yang juga serupa karena variasi dari pembebanan vertikal. Dapat dilihat bahwa bagian teratas
dari balok akan mengalami tarik; sama halnya dengan yang dialami geladak kapal dengan
pembebanan yang serupa. Sebaliknya bagian terbawah dari balok, dan begitupula dengan alas
kapal, akan mengalami tekan. Sebuah kapal yang mengalami tekukan semacam ini dikatakan
mengalami ‘hogging’ dan bila mengalami bentuk yang sebaliknya dengan kelebihan gaya
berat di daerah midship maka disebut sebagai ‘sagging’. Ketika sagging geladak mengalami
tekan dan alas mengalami tarik. Berada di air tenang sebuah kapal mengalami momen tekuk
baik itu sagging maupun hogging tergantung pada gaya berat dan gaya buoyancy, dan juga
akan mengalami gaya lintang (vertical shearing forces) (Eyres, 2007).
10
II.7.2. Bending Stress
Dari classic bending theory diketahui harga tegangan tekuk (bending stress) (σ) pada
titik manapun pada sebuah balok adalah:
𝑀
𝜎= .y (2.2)
𝐼
Di mana:
M : Momen bending yang diaplikasikan
Y : Jarak yang diinginkan, dihitung dari neutral axis
I : Momen inersia
Pada saat balok tertekuk terlihat bahwa serat terjauh (extreme fibres), misal pada
kasus hogging, tarik terjadi pada bagian atas dan tekan pada alas/bawah. Suatu daerah
diantara kedua posisi tersebut adalah posisi di mana serat tidak mengalami baik tekan
ataupun tarik. Posisi ini dinamakan neutral axis, dan pada jarak terjauh dari neutral axis
adalah di mana tegangan terbesar terjadi untuk plane bending. Harus diketahui bahwa pada
neutral axis selalu terdapat titik pusat gravitasi daripada penampang melintang. Pada
persamaan diatas momen inersia (I) adalah pembagi, maka dari itu semakin besar harga
momen inersia semakin kecil harga tegangan tekuk (bending stress). Momen Inersia
bervariasi sepanjang tinggi kuadrat dan oleh karena itu penambahan sedikit/kecil pada
ketinggian daripada penampang bisa sangat menguntungkan dalam mengurangi tegangan
tekuk (bending stress). Lalu referensi dibuat mengenai modulus penampang (Z) dari balok,
persamaan ini adalah rasio antara momen inersia dan jarak terjauh yang ingin dihitung dari
neutral axis, I/y=Z .
Dengan demikian maka Bending stress (σ) adalah 𝜎 = 𝑀/𝑍 (Eyres, 2007).
11
Register (1964). Cara ini dapat dipakai baik kalau berat kapal kosong sudah diketahui terlebih
dulu maupun belum.
Pada pokoknya, berat kapal kosong dengan perlengkapannya tetapi tanpa mesin dan
poros serta baling-baling dipecah menjadi dua, bagian badan kapal sampai geladak keatas
yang menerus dan bagian-bagaian lain seperti bagunan atas mesin-mesin geladak dan
sebagainya. Masing-masing bagian dihitung dengan rumus-rumus yang sudah tersedia
sehingga akhirnya didapat penyebaran berat keseluruhan, sebagai penjumlahan dari
penyebaran dari masing-masing bagian. Cara ini dikembangkan khusus untuk perhitungan
kekuatan memanjang.
Setelah lengkung berat kapal kosong didapat, dapat dilihat lengkung grafik kapasitas
ruangan dan perhitungan berat dari semua bagian-bagian lain yang telah didistribusikan ke
arah memanjang. Disini harus diperhatikan bahwa letak titik berat dari masing-masing
kelompok berat yaitu muatan, permesinan, bahan bakar, perlengkapan dan peralatan, air
tawar dan sebagainya adalah sesuai dengan harga-harga menurut perhitungan berat.Secara
grafis distribusi berat badan kapal beserta segala muatan yang diangkut dalam pelayarannya
w(x) dapat dilihat pada gambar berikut ini:
(Santosa, 2013)
Karena berat muatan merupakan bagian yang terbesar dari kumpulan muatan berat
yang ada pada kapal, maka penyusunan muatan sangat berpengaruh terhadap sistem
12
pembebanan pada kapal. Bila muatan kapal penuh dan kapal mempunyai kamar mesin
dibelakang, maka distribusi gaya berat akan cenderung terkumpul ditengah kapal, sebaliknya
apabila muatan pada kapal tidak ada (kapal dalam keadaan kosong), distribusi gaya berat
akan cenderung besar di ujung-ujung kapal (Santosa, 2013).
13
dengan Simpson atau lainnya. Pada umumnya displacement yang didapat tidak akan sama
dengan berat kapal, jadi gelombang perlu digeser pada arah vertikal.
Besarnya penggeseran diperkirakan dari :
(2.7)
Dimana:
H : Besar penggeseran vertikal sumbu gelombang
D : Selisih antara jumlah berat dengan displacement
Awl : Luas bidang garis air
Setelah besar displacement sama dengan total berat kapal, maka luas tiap station
dikalikan dengan 1,031g seperti diterangkan dimuka untuk memperoleh gaya tekan keatas per
satuan panjang b(x)
(Santosa, 2013)
Gambar diatas menunjukkan; pergeseran perlu dilakukan ke atas apabila gaya berat
kapal lebih besar dari pada gaya tekan keatas pada kapal di gelombang, dan sebaliknya
digeser ke bawah gaya berat kapal lebih kecil dari pada gaya tekan keatas Syarat
keseimbangan kedua yaitu bahwa titik berat dan titik tekan harus terletak pada satu garis
tegak, disini belum diperiksa dan akan dipenuhi dalam persamaan momen lengkung. Dalam
perhitungan, bangunan atas juga dimasukkan dalam perhitungan displacement, apabila
gelombang yang terjadi sampai mengenai bangunan atas (Santosa, 2013).
14
II.7.5. Perhitungan Kekuatan Memanjang
Longitudinal strength atau kekuatan memanjang adalah perhitungan kekuatan kapal
secara memanjang kapal untuk menopang beban muatan dan beban kapal itu sendiri ketika
berlayar pada kondisi air tenang maupun bergelombang. Perhitungan ini tergantung pada
ukuran kapal dan scantling (ukuran profil dan plat) yang digunakan di kapal. Scantling inilah
yang selanjutnya dihitung inersianya untuk mendapatkan besarnya tegangan dan momen yang
dialami kapal karena beban muatan dan gelombang. Dalam pasal ini dianggap bahwa
lengkung distribusi gaya berat kapal dan lengkung distribusi gaya tekan keatas sepanjang
kapal dapat memenuhi syarat keseimbangan kedua yaitu titik pusat gaya berat dan titik pusat
gaya tekan keatas terletak disatu garis vertikal (satu garis kerja) (Santosa, 2013).
Dalam hal ini dijelaskan cara untuk menghitung gaya lintang (gaya lintang), dianggap
bahwa lengkung distribusi gaya berat kapal dan lengkung distribusi gaya tekan keatas
sepanjang kapal dapat memenuhi syarat keseimbangan kedua yaitu titik pusat gaya berat dan
titik pusat gaya tekan keatas terletak disatu garis vertikal atau dalam satu garis kerja.
(Santosa, 2013).
a). Penyebaran Gaya Berat :
w(x) = g.m(x) (2.8)
dimana :
w(x) = Distribusi gaya berat kapal
g = Percepatan gravitasi
m(x) = Luas daerah yang diwarnai
15
Gambar II-8 Penyebaran gaya tekan keatas suatu kapal
Ruas kanan merupakan distribusi memanjang dari beban-beban yang bekerja pada
kapal. Dan f(x) merupakan selisih antara gaya tekan keatas dan gaya berat. Jika lengkung
diagram gaya berat dikurangi dengan lengkung diagram gaya tekan keatas, akan diperoleh
lengkung penyebaran beban sepanjang kapal :
16
Gambar II-11 Penyebaran gaya lintang sepanjang kapal
Sesuai dengan persamaan (2.11) , maka dagram momen dapat diperoleh dari integrasi
persamaan (2.12) :
𝑥 𝑥 𝑥
M (x) = ∫0 𝑄 (𝑥 )𝑑𝑥 = ∫0 ∫0 𝑓 (𝑥 )𝑑𝑥 𝑑𝑥 (2.13)
Karena untuk x = 0 ; x = L ( dikedua ujung ) harga momen sama dengan nol , maka
besarnya konstanta intergrasi adalah nol.
Setelah gaya lintang dan momen lengkung yang bekerja pada penampang kapal dapat
diketahui, selanjutnya merencanakan ukuran bagian kontruksi memanjang (untuk bangunan
baru) atau memeriksa ukuran yang sudah ada (untuk memperbaiki dan perubahan kapal).
Kapal harus mampu menahan gaya lintang dan momen lengkung yang terjadi dengan aman
dalam arti tegangan yang terjadi tidak melebihi tegangan yang diijinkan, dan pelat kapal,
pelat bilah dan pelat hadap tidak kehilangan stabilitasnya (tidak mengalami buckling). Untuk
menghitung tegangan kita memakai persamaan :
M ( x) . y
BE ( x, y ) (2.14)
I NA
y merupakan jarak “titik berat bagian yang dihitung tegangannya” terhadap sumbu
netral (garis mendatar yang melalui titik berat penampang) dan menghitung momen inersia
penampang I(x).
Seperti telah dijelaskan didepan bahwa; akibat beban momen lengkung yang bekerja
pada badan kapal, maka bagian penampang kapal yang mengalami tekanan dan posisinya
mendatar (horizontal) sebelum dimasukkan kedalam tabel perhitungan momen inersia harus
17
sudah diperhitungkan lebar efektifnya. Karena penampang lintang kapal mempunyai banyak
bagian, maka menghitung momen inersianya tak dapat dihitung dengan memakai rumus dasar
1
(I= /12 b.h3 ) dan sebaiknya dilakukan dalam bentuk tabulasi seperti diperlihatkan pada
tabel II-1.
1 Lunas
2 Penump. 1
3 Penump. 2
4 Plt. Dasar 1
5 Plt. Dasar 2
…..
…..
Ai ai.Ai ai2.Ai I0
(Santosa, 2013)
Dimana:
aNA = ( ai.Ai )/( Ai )
18
I0 = Momen inersia bagian terhadap sumbu yang sejajar sumbu netral dan
melalui titik berat bagian itu sendiri.
Tabel di atas disusun untuk bentuk penampang yang simetris terhadap bidang tengah
bujur kapal. Untuk pemasukan data dari “bagian yang berimpit dengan bidang tengah bujur
kapal” kedalam tabel, ukuran tebalnya hanya dimasukkan setengah dari harga sebenarnya,
(misalnya ; penumpu tengah, sekat memanjang pada bidang tengah bujur kapal, dsb.),
sedang data bagian yang dipotong oleh bidang tengah bujur kapal ukuran lebarnya hanya
dimasukkan setengah dari harga sebenarnya, (misal : lebar lunas datar). Bagian yang lainnya
hanya dimasukkan satu sisi saja, bagian kiri dari bidang tengah atau bagian kanan.
NA
ai
aNA
CL
Dari persamaan tegangan lengkung BE pada penampang x dapat kita lihat bahwa,
makin besar harga y akan mengakibatkan semakin besarnya harga tegangan lengkung BE.
Untuk suatu penampang kapal, titik yang terletak di geladak dan di dasar akan memiliki
harga y yang terbesar, dengan kata lain BE di geladak dan di dasar merupakan tegangan
lengkung yang maksimum.
Apabila tegangan lengkung yang terjadi di geladak dan di dasar tidak melampaui
tegangan ijin yang telah ditentukan oleh Biro Klasifikasi, maka hal ini berarti bahwa
konstruksi kapal yang direncanakan memenuhi syarat kekuatan atau dapat dikatakan bahwa
kapal tersebut mampu menerima beban yang akan mengenainya dalam pelayarannya. Selain
syarat diatas, Biro Klasifikasi Indonesia juga memberikan persyaratan untuk modulus
penampang minimum dan momen inersia penampang minimum.
19
Jika setelah dihitung ternyata harga tegangan lengkung hasil perhitungan lebih besar
dari pada tegangan ijin, maka untuk mengurangi harga tegangan lengkung dapat dilakukan
dengan memperkecil momen lengkung yang terjadi (kalau mungkin), atau memperbesar
momen inersia terhadap sumbu netral INA.
Cara yang paling efektif untuk menaikkan harga momen inersia adalah menambah
luas penampang pada bagian yang jauh dari sumbu netral atau mempunyai harga y besar
(biasanya di geladak). Hal ini disebabkan karena pada posisi yang mempunyai harga y besar
akan selalu menghasilkan harga koreksi perpindahan momen inersia (a i2.Ai) yang besar pula.
(Santosa, 2013)
II.8.1. Pengertian
Metode elemen hingga merupakan metode numerik yang digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan dalam bidang rekayasa seperti geometri, pembebanan dan sifat-
sifat dari material yang sangat rumit. Hal ini sulit diselesaikan dengan solusi analisis
matematis. Pendekatan metode elemen hingga adalah menggunakan informasi-informasi
pada titik simpul (node). Dalam proses penentuan titik simpul yang di sebut dengan
pendeskritan (discretization), suatu sistem dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil,
kemudian penyelesaian masalah dilakukan pada bagian-bagian tersebut dan selanjutnya
digabung kembali sehingga diperoleh solusi secara menyeluruh (DNV-GL, 2015).
Kini sangatlah memungkinkan untuk menggunakan program computer untuk
melakukan analisis dengan metode elemen hingga yang dikenal dengan FEA (finite element
analysis). Dengan adanya metode ini dapat dilakukan analisis keseluruhan badan kapal secara
utuh. Tujuan dari penggunaan metode elemen hingga ini adalah untuk mendapatkan
perhitungan yang akurat terhadap respon tegangan dari kapal. Beberapa tingkatan dalam
pemodelan elemen hingga dapat digunakan dalam analisis seperti berikut :
Global stiffness model
Cargo hold model
Frame and girder model
Local structure model
Stress concentration model (Rizzuto, 2010)
dalam pengerjaan tugas akhir ini jenis/tingkat model elemen hingga yang digunakan adalah
global stiffness model.
20
II.8.2. Static Analysis
Analisis statis (static anaylis) merupakan cara tradisional untuk melakukan analisis
tegangan dan kekuatan dari struktur kapal. Beban dihitung secara terpisah dari kekuatan
struktur, meskipun beban tersebut dinamis namun tetap diasumsikan statis (tidak berubah
seiring waktu). Beban statis ini dapat benar asumsinya apabila digunakan sebagai tekanan
hidrostatis bukan untuk beban dinamis gelombang yang diaplikasikan terhadap pelat sisi
kapal. Meski asumsi beban statis belum diverifikasi, analisis statis tetap dapat dilakukan
karena lebih cepat dan mudah untuk dilakukan. Berdasarkan berbagai pengalaman kasus yang
telah ada, analisis statis terbukti akurat dalam mencari harga tegangan dan defleksi (Rizzuto,
2010).
21
Tahap 4: Penurunan matriks kekakuan elemen dan Persamaan Elemen
Metode yang sering digunakan dalam penurunan matriks kekakuan elemen dan
persamaan elemen adalah metode keseimbangan langsung dan metode ini cocok untuk
elemen satu dimensi dan metode energi dengan prinsip energi potensial minimum.
Tahap 5: Penggabungan persamaan elemen dan penentuan kondisi batas
Persamaan elemen dalam tahap empat digabungkan menggunakan metode kekakuan
langsung untuk mendapatkan persamaan global keseluruhan struktur. Matrik kekakuan global
ini berupa matrik singular, sehingga untuk menghindari masalah singularitasnya harus
ditentukan kondisi batas.
Tahap 6: Menyelesaikan derajat kebebasan yang belum diketahui.
Untuk mendapatkan besaran yang belum diketahui digunakan metode eliminasi atau
metode iterasi
Tahap 7: Menentukan regangan dan tegangan elemen
Besaran yang didapat pada tahap 6 (misal displacement) digunakan untuk menentukan
regangan dan tegangan di elemen.
Tahap 8: Interpretasi Hasil
Hasil yang diperoleh dapat ditampilkan dalam bentuk grafis oleh program computer
post processor (DNV-GL, 2015).
22
Gambar II-14 Kondisi hogging
(Barras, 1999)
(Barras, 1999)
23
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Diagram Alir
Tahapan dari metodologi penelitian yang digunakan, digambarkan pada diagram alir
pada gambar III-1 di bawah ini :
Start
Identifikasi Permasalahan
Tidak Ok
Uji Model
Ok
25
A
Pembuatan Laporan
Finish
26
1. Lines & Body Plan.
2. General Arrangement,
27
3. Construction Profile
4. Midship Section
28
5. Stowage Arrangement
6. Tank Plan
29
Data sekunder berupa data berat kapal yang akan dijadikan pembebanan diatas kapal
penumpang meliputi :
1. Berat Muatan
30
4. Berat Di Ruang Permesinan
Selain itu juga literatur pendukung didapatkan dari buku-buku dan penelitian-
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang serupa dengan tugas akhir ini.
31
III.3.1. Sistim Koordinat
Dalam pengerjaan tugas akhir ini digunakan sistem koordinat kartesian dalam bidang
3 dimensi. Berikut ini adalah rincian dari sistem koordinat yang digunakan:
Sumbu X : adalah sumbu yang mengarah panjang kapal (longitudinal), berharga
positif kearah depan (fore)
Sumbu Y : adalah sumbu yang mengarah melintang kapal (transverse), berharga
positive kearah starboardside
Sumbu Z : adalah sumbu yang mengarah tinggi kapal (vertical), berharga positif
kearah tinggi kapal (keatas)
(Azom.com)
III.3.3. Model
Pemodelan kapal penumpang dalam pengerjaan tugas akhir ini dilakukan dengan
bantuan program finite element. Model dibuat dengan 3D CAD (Computer Aided Design)
software sebelum nantinya akan dilakukan pendiskritan model menjadi elemen-elemen yang
lebih kecil. Model dibuat berdasarkan data-data yang telah didapatkan dari galangan yaitu:
Lines Plan : sebagai acuan untuk membuat bagian terluar badan kapal/dok
32
General Arrangement : sebagai acuan peletakan sekat-sekat ruangan dalam badan
kapal/dok
Construction Profile : sebagai acuan dalam pemodelan penegar dan penumpu yang
ada pada badan kapal/dok
Model kapal penumpang dibuat hanya separuh terlebih dahulu agar mendapatkan
model yang simetri lalu setelah itu baru dilakukan pencerminan sehingga mendapatkan model
yang utuh. Pada umumnya pemodelan untuk analisis global kapal/dok tidak perlu
memperhatikan hal-hal kecil seperti bracket dan lubang-lubang yang tidak terlalu berpegaruh
pada massa maupun kekuatan struktur sehingga bagian-bagian tersebut dapat diabaikan agar
tercapai model yang lebih sederhana dan cepat dalam pengerjaan juga mengurangi beban
pada computer yang digunakan untuk analisis.
Pemodelan dengan menggunakan 3D CAD software dilakukan dalam beberapa tahap,
berikut ini adalah tahapan-tahapan dalam pemodelan geometri:
Pemilihan Jenis Analisis
Dalam menggunakan program FEA terdapat berbagai pilihan analisis yang
tersedia. Karena yang dicari adalah longitudinal strength maka yang digunakan dalam
tugas akhir ini adalah static structural analysis.
33
Pemilihan Material Properties
Material properties adalah bagian yang penting dan tidak boleh salah dalam
pemilihannya karena berbeda material akan memberikan response atau hasil yang berbeda.
Dengan memilih opsi Engineering Data pada kolom yang tersedia akan membuka tab baru
untuk menentukan material properties yang diinginkan. FEA Software secara otomatis
menyediakan berbagai database dari material-material yang umum digunakan. Dalam kasus
ini yang dipilih adalah stuctural steel.
Pembuatan Geometri
Geometri dibuat berdasarkan data yang telah didapatkan berupa ukuran utama,
general arrangement, construction profile, dan lines plan. Pada Tabel III-2 di bawah ini
adalah data ukuran utama dari model kapal penumpang :
34
Tabel III-2 Ukuran utama
Ukuran Utama
No. Parameter Ukuran Satuan
1 Length (Over all) 54.9 m
2 Length (Perpendicular) 54 m
3 Breadth 14.4 m
4 Draft 2.57 m
5 Depth 3.500 m
(Data Kapal Milik PT. DPS)
Dalam tugas akhir ini digunakan berbagai macam metode pemodelan yang
memungkinkan untuk membuat geometri dari kapal penumpang sesuai dengan data yang ada.
Dalam membuat model untuk analisis global perlu diperhatikan bahwa tidak dapat
menggunakan model solid (volume) melainkan menggunakan surface model (luasan) ataupun
garis. Berdasarkan literatur mengenai pemodelan global kapal berdasarkan class ataupun
referensi lain maka ditentukanlah pemodelan dengan cara sebagai berikut:
Penumpu dan Penegar (Girders and Stiffeners) dimodelkan dengan 2D surface
yaitu berupa luasan yang memiliki ketebalan tertentu untuk bagian web dan
menggunakan 1D line untuk face/flange. Namun beberapa referensi
memperbolehkan untuk memodelkan utuh dengan 2D surface. Khusus untuk
stiffeners dapat dimodelkan dengan 1D line dengan cross section (penampang
melintang).
35
Pelat (baik pelat untuk hull ataupun sekat) dimodelkan dengan 2D surface
36
III.3.4. Meshing
Meshing adalah suatu proses dalam FEA untuk membagi keseluruhan sistim menjadi
elemen-elemen yang lebih kecil untuk didapatkan analisis yang detail pada keseluruhan
sistim tersebut. Yang perlu kita pahami adalah bahwa meshing dalam pemodelan FEA sangat
penting untuk diperhatikan, karena apabila meshing tidak sesuai maka model tidak dapat di
run dan hasil analisispun menjadi tidak valid. Meshing dapat dilakukan pada program FEA
software dengan memilih opsi model pada tab static structural. Di sini program yang
digunakan berbeda dengan sebelumnya yang hanya berfungsi sebagai program untuk
membuat model, pada bagian ini program yang digunakan berfungsi untuk mendefinisikan
model yang telah dibuat sebelumnya.
Definisi yang dimaksud pada sub-bab ini adalah definisi elemen apa yang akan
digunakan untuk model yang telah dibuat. Dalam FEA software yang digunakan hanya ada
tiga jenis elemen utama yang dapat digunakan dan terpilih secara otomatis tergantung
bagaimana model yang dibuat. Tiga jenis elemen tersebut adalah:
1. Shell Element - terpilih secara otomatis apabila model dibuat dengan menggunakan
surface
2. Beam Element - terpilih secara otomatis apabila model dibuat dengan menggunakan
line yang memiliki cross section
3. Solid Element - terpilih secara otomatis apabila model dibuat dengan
menggunakan solid
37
Jenis meshing yang digunakan pada tugas akhir ini adalah coarse mesh dimana ukuran
elemen yang digunakan relatif besar (tidak halus). Alasan dalam memilih mesh jenis ini
adalah karena untuk analisis jenis ini yang menghasilkan perhitungan gobal meshing jenis
coarse adalah yang paling efektif dan dari pihak class DNV-GL juga sudah menyarankan
seperti itu. Selain itu juga karena keterbatasan kapasitas komputer yang dimiliki oleh penulis
sehingga ukuran dari elemen dibatasi sebesar jarak gading dari model kapal penumpang
sebesar 600 mm, karena apabila penggunaan elemen yang terlalu banyak (fine mesh) akan
membebani komputer dan bisa terjadi error atau hang.
38
Kondisi batas yang digunakan dalam tugas akhir ini yaitu berupa tumpuan berjumlah
dua buah titik. Titik pertama yaitu pada bagian centerline belakang kapal dan titik kedua
yaitu pada bagian centerline depan kapal. Setiap obyek umumnya memiliki 6 buah derajat
kebebasan (degrees of freedom), tiga buah pada translasi dan tiga sisanya pada rotasi, yang
dikenal secara umum dengan rigid body motion karena tidak ada energi regangan internal
yang mempengaruhi. Titik pertama dan kedua berfungsi untuk menghilangkan rotasi pada
bagian depan dan belakang kapal dan diletakkan pada suatu jarak dari titik sebelumnya
namun tetap dalam satu bidang. Kedua titik ini akhirnya akan menghilangkan rigid body
motion dari suatu obyek. Tumpuan sudah dapat dikatakan benar peletakannya apabila
tegangan tidak dipengaruhi dari kedua buah kondisi batas tersebut.
39
Dua buah kondisi batas terbagi menjadi satu buah diletakkan pada bagian belakang
kapal dan satu buah diletakkan pada bagian depan kapal. Titik pertama adalah titik yang
diletakkan pada bagian belakang kapal pada centerline dan derajat kebebasan yang dikunci
(fixed) adalah arah z untuk menghilangkan rotasi yaitu rotasi terhadap sumbu y. Titik kedua
adalah titik yang diletakkan pada bagian depan kapal pada centerline dan derajat kebebasan
yang dikunci (fixed) adalah arah z untuk menghilangkan rotasi yaitu rotasi terhadap sumbu y.
III.3.6. Pembebanan
Dalam sub-bab ini beban-beban yang bekerja pada model akan dibahas. Seperti yang
telah dibahas sebelumnya bahwa semua beban yang bekerja harus berada pada
keseimbangan. Untuk mendapatkan kondisi ini semua beban yang bekerja ke arah bawah dan
beban yang bekerja ke arah atas harus berharga sama. Beban-beban yang bekerja ke arah
bawah adalah berat baja dan berat muatan. Sedangkan beban yang bekerja ke arah atas adalah
buoyancy atau tekanan hidrostatis. Dalam tugas akhir ini, arah beban yang digunakan adalah
beban yang bekerja ke arah bawah dan ke arah atas.
(Lewis, 1988)
40
Beban Muatan
Beban muatan adalah beban yang bekerja ke arah bawah sama halnya dengan
berat baja. Beban ini dipengaruhi besarnya oleh seberapa berat muatan yang diangkut
pada kapal penumpang yang berada di deck kapal penumpang. Data berat muatan pada
kapal penumpang sudah didapatkan datanya saat pengambilan data di lapangan sehingga
selanjutnya adalah mengaplikasikan berat tersebut sebagai beban pada model. Berat
muatan ini diaplikasikan sebagai tekanan pada permukaan (surface) yang berhubungan
dengan lokasi muatan tersebut. Besarnya harga tekanan didapatkan dengan mengkonversi
massa dari muatan angkut menjadi gaya berat dan membagi gaya berat tersebut dengan
luasan dari deck kapal penumpang yang didapatkan dengan bantuan program FEA
software Setelah didapatkan harga tekanan muatan maka langkah selanjutnya adalah
memasukkan data tersebut pada model yang ada di FEA software. Perintah yang
digunakan adalah static structural > loads > pressure > scoping method pilih geometric
location > pilih surface yang bersangkutan > masukkan harga tekanan dan arahnya
(dalam hal ini ke sumbu z dengan harga negatif).
Beban Tangki
Beban tangki adalah beban yang bekerja ke arah bawah sama halnya dengan berat
baja. Beban ini dipengaruhi besarnya oleh seberapa berat fluida yang diangkut dan berada
pada suatu kompartemen yang ada pada kapal penumpang. Data berat tangki pada kapal
penumpang sudah didapatkan datanya saat pengambilan data di lapangan sehingga
selanjutnya adalah mengaplikasikan berat tersebut sebagai beban pada model. Berat
41
tangki ini diaplikasikan sebagai tekanan pada permukaan (surface) yang berhubungan
dengan lokasi tiap-tiap tangki tersebut. Besarnya harga tekanan didapatkan dengan
mengkonversi massa dari tiap tangki menjadi gaya berat dan membagi gaya berat tersebut
dengan luasan dari masing-masing tangki kapal penumpang yang didapatkan dengan
bantuan program FEA software Setelah didapatkan harga tekanan tangki-tangki, maka
langkah selanjutnya adalah memasukkan data tersebut pada model yang ada di FEA
software. Perintah yang digunakan adalah static structural > loads > pressure > scoping
method pilih geometric location > pilih surface yang bersangkutan > masukkan harga
tekanan dan arahnya (dalam hal ini ke sumbu z dengan harga negatif).
Gambar III-23 Beban fuel oil tank dan fresh water tank
Beban Permesinan
Beban permesinan adalah beban yang bekerja ke arah bawah sama halnya dengan
berat baja. Beban ini dipengaruhi besarnya oleh seberapa berat mesin kapal dan
perlengkapannya yang diangkut pada kapal penumpang yang berada di ruang mesin kapal
penumpang. Data berat permesinan pada kapal penumpang sudah didapatkan datanya saat
pengambilan data di lapangan sehingga selanjutnya adalah mengaplikasikan berat
tersebut sebagai beban pada model. Berat permesinan ini diaplikasikan sebagai tekanan
pada permukaan (surface) yang berhubungan dengan lokasi permesinan tersebut.
Besarnya harga tekanan didapatkan dengan mengkonversi massa dari permesinan dan
perlengkapannya menjadi gaya berat dan membagi gaya berat tersebut dengan luasan dari
ruang mesin kapal penumpang yang didapatkan dengan bantuan program FEA software
Setelah didapatkan harga tekanan permesinan maka langkah selanjutnya adalah
42
memasukkan data tersebut pada model yang ada di FEA software. Perintah yang
digunakan adalah static structural > loads > pressure > scoping method pilih geometric
location > pilih surface yang bersangkutan > masukkan harga tekanan dan arahnya
(dalam hal ini ke sumbu z dengan harga negatif).
43
Gambar III-25 Beban bangunan atas 1
44
Hydrostatic Pressure
Setelah semua beban yang bekerja ke arah bawah sudah didefinisikan, maka
langkah selanjutnya adalah mendefinisikan beban yang bekerja ke arah atas sebagai
penyeimbang dari gaya ke bawah. Gaya keatas ini adalah buoyancy atau displacement
yang secara definisi adalah beban dari tekanan air yang diaplikasikan ke lambung kapal
setinggi sarat yang dimiliki oleh kapal tersebut.
Beban ini cukup sulit untuk diaplikasikan pada model karena pada umumnya
beban buoyancy atau displacement ini tidak tersedia di program FEA pada umumnya.
Untuk itu maka digunakan pendekatan beban hidrostatik yaitu hydrostatic pressure yang
bervariasi. Pendekatan yang dilakukan untuk memberi beban hidrostatik ini adalah
dengan memilih terlebih dahulu area yang akan dikenani beban hidrostatik. Karena dalam
tugas akhir ini yang diperhatikan adalah respon utama dari lambung maka beban
melintang diabaikan sehingga tekanan hanya diaplikasikan pada daerah lambung yang
dapat merepresentasikan gaya yang bekerja secara vertikal karena memang hanya beban
inilah yang berpengaruh terhadap respon memanjang kapal. Daerah yang diaplikasikan
tekanan adalah alas dari lambung (bagian datar dari alas) dan bilga dari lambung.
45
III.3.6. Variasi Kondisi Pembebanan
Dalam tugas akhir ini terdapat empat buah kondisi pembebanan yang dilakukan
analisis menggunakan metode elemen hingga untuk mendapatkan respon utama yaitu berupa
tegangan secara memanjang. Berikut ini adalah empat buah variasi kondisi pembebanan yang
digunakan :
Case 1 : adalah kondisi pembebanan di mana kapal penumpang berada pada kondisi
gelombang sagging tanpa ada muatan diatasnya. Beban yang bekerja hanya berupa
berat dari bangunan atas 1, bangunan atas 2, bangunan atas 3, berat di ruang mesin,
berat fresh water tank, berat fuel oil tank dan buoyancy yang bekerja pada lambung
dengan gelombang sagging.
Case 2 : adalah kondisi pembebanan di mana kapal penumpang berada pada kondisi
gelombang hogging tanpa ada muatan diatasnya. Beban yang bekerja hanya berupa
berat dari bangunan atas 1, bangunan atas 2, bangunan atas 3, berat di ruang mesin,
berat fresh water tank, berat fuel oil tank dan buoyancy yang bekerja pada lambung
dengan gelombang hogging
Case 3 : adalah kondisi pembebanan di mana kapal penumpang berada pada kondisi
gelombang sagging dengan ada muatan diatasnya. Beban yang bekerja berupa berat
dari muatan, berat bangunan atas 1, bangunan atas 2, bangunan atas 3, berat di ruang
mesin, berat fresh water tank, berat fuel oil tank dan buoyancy yang bekerja pada
lambung dengan gelombang sagging.
Case 4 : adalah kondisi pembebanan di mana kapal penumpang berada pada kondisi
gelombang hogging dengan ada muatan diatasnya. Beban yang bekerja berupa berat
dari muatan, berat bangunan atas 1, bangunan atas 2, bangunan atas 3, berat di ruang
mesin, berat fresh water tank, berat fuel oil tank dan buoyancy yang bekerja pada
lambung dengan gelombang hogging.
46
III.5. Pembebanan dan Running Beban (Analisis Tegangan/Kekuatan)
Tahap ini merupakan salah satu tahap yang sangat penting karena sebagian besar
pengerjaan tugas akhir ini berada pada tahap ini selain tahap sebelumnya yaitu pemodelan.
Pada tahap ini yang dilakukan adalah memberikan kondisi batas pada model dan memberikan
pembebanan pada model sesuai dengan batasan masalah yang telah ditentukan sebelumnya.
Kondisi pembebanan yang menjadi input pada model adalah kondisi muatan kosong disaat
sagging hogging dan kondisi muatan penuh saat sagging hogging. Untuk penjelasan lebih
mendetail pada tahap ini akan dijelaskan pada bab selanjutnya.
47
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
48
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
IV.1. Perhitungan Beban
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa terdapat dua buah beban
utama yang bekerja yang berhubungan dengan respon utama dari kekuatan memanjang kapal
yaitu gaya angkat ke atas dan gaya ke bawah yang diakibatkan gravitasi. Dua buah beban
akibat gravitasi dan satu buah beban akibat buoyancy (gaya angkat). Dalam sub-bab ini akan
dijelaskan bagaimana mendapatkan dua buah beban berupa tekanan yang akan diaplikasikan
pada model. Persamaan umum yang digunakan untuk mendapatkan harga tekanan adalah
sebagai berikut:
𝐹
P=
𝐴
Dimana:
P : Pressure (MPa)
F : Force (N)
A : Area (𝑚𝑚2 )
Luasan didapatkan dengan menghitung daerah yang akan dikenakan beban dengan
bantuan FEA software. Karena data yang dimiliki adalah massa baik dari muatan, bangunan
atas, permesinan dan tangki-tangki maka digunakan persamaan berikut untuk mendapatkan
gaya berat :
𝐹=𝑚.𝑔
Dimana:
m : massa (ton)
g : gaya gravitasi bumi ( 9810 mm/𝑠 2 )
49
Tabel IV-1 Rekapitulasi perhitungan beban fresh water tank case 1
50
Tabel IV-4 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 2 case 1
Beban Permesinan
Beban permesinan merupakan beban yang bekerja ke arah bawah. Untuk gaya berat
atau beban yang bekerja ke bawah maka beban permesinan yang ada pada case 1, dihitung
luasan dari setiap alas yang terkena beban permesinan lalu ditransformasikan menjadi
tekanan untuk mendapatkan pembebanan permesinan pada model yang telah dibuat. Berikut
ini adalah rekapitulasinya :
Beban Permesinan
Data Jumlah Unit
Luas 98757200 mm^2
Beban 75.329 ton
Newton 738977.49 N
Pressure 0.00748277 MPa
51
Beban Hydrostatik
Dengan mendapatkan luasan yang tercelup setinggi sarat setinggi gelombang sagging
pada muatan kosong lalu menjadikannya beban berat persatuan panjang dengan mengalikan
luasan pada masing-masing gading dengan massa jenis dari air laut yaitu 1.025 ton/𝑚3 .
Setelah didapatkan harga berat persatuan panjang untuk masing-masing gading dihitung rata-
rata berat persatuan panjang dari setiap jarak gading dan mengalikannya dengan besarnya
jarak dari masing-masing gading sehingga didapatkan displacement dari setiap jarak gading
dan didapatkan jumlah total displacement sebesar 1005.1 ton. Perhitungan pada tabel ini
berfungsi untuk validasi pembebanan hydrostatic pressure yang digunakan pada model yang
akan dijelaskan pada bab selanjutnya. (Harga tekanan dapat digunakan juga untuk menjadi
input hydrostatic pressure pada model). Berikut adalah rekapitulasi perhitungan:
52
IV.1.2 Perhitungan Beban Case 2
Beban Tangki
Beban tangki merupakan beban yang bekerja ke arah bawah. Untuk gaya berat atau
beban yang bekerja ke bawah maka masing-masing berat tangki yang ada pada case 2,
dihitung luasan dari setiap alas tangki yang terkena beban fluida lalu ditransformasikan
menjadi tekanan untuk mendapatkan pembebanan berat tangki pada model yang telah dibuat.
Berikut ini adalah rekapitulasinya :
Tabel IV-8 Rekapitulasi perhitungan beban fresh water tank case 2
53
Tabel IV-10 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 1 case 2
Beban Permesinan
Beban permesinan merupakan beban yang bekerja ke arah bawah. Untuk gaya berat
atau beban yang bekerja ke bawah maka beban permesinan yang ada pada case 2, dihitung
luasan dari setiap alas yang terkena beban permesinan lalu ditransformasikan menjadi
tekanan untuk mendapatkan pembebanan permesinan pada model yang telah dibuat. Berikut
ini adalah rekapitulasinya :
54
Tabel IV-13 Rekapitulasi perhitungan beban permesinan case 2
Beban Permesinan
Data Jumlah Unit
Luas 98757200 mm^2
Beban 75.329 ton
Newton 738977.49 N
Pressure 0.00748277 MPa
Beban Hydrostatik
Dengan mendapatkan luasan yang tercelup setinggi sarat setinggi gelombang hogging
pada muatan kosong lalu menjadikannya beban berat persatuan panjang dengan mengalikan
luasan pada masing-masing gading dengan massa jenis dari air laut yaitu 1.025 ton/𝑚3 .
Setelah didapatkan harga berat persatuan panjang untuk masing-masing gading dihitung rata-
rata berat persatuan panjang dari setiap jarak gading dan mengalikannya dengan besarnya
jarak dari masing-masing gading sehingga didapatkan displacement dari setiap jarak gading
dan didapatkan jumlah total displacement sebesar 1005.1 ton. Perhitungan pada tabel ini
berfungsi untuk validasi pembebanan hydrostatic pressure yang digunakan pada model yang
akan dijelaskan pada bab selanjutnya. (Harga tekanan dapat digunakan juga untuk menjadi
input hydrostatic pressure pada model). Berikut adalah rekapitulasi perhitungan:
55
IV.1.3 Perhitungan Beban Case 3
Beban Muatan
Beban muatan merupakan beban yang bekerja ke arah bawah. Untuk gaya berat atau
beban yang bekerja ke bawah maka berat muatan yang ada pada case 3, dihitung luasan dari
setiap alas yang terkena beban muatan lalu ditransformasikan menjadi tekanan untuk
mendapatkan pembebanan muatan pada model yang telah dibuat. Berikut ini adalah
rekapitulasinya :
Tabel IV-15 Rekapitulasi perhitungan beban muatan case 3
Beban Muatan
Data Jumlah Unit
Luas 537600000 mm^2
Beban 518 ton
Newton 5081580 N
Pressure 0.00945 MPa
Beban Tangki
Beban tangki merupakan beban yang bekerja ke arah bawah. Untuk gaya berat atau
beban yang bekerja ke bawah maka masing-masing berat tangki yang ada pada case 3,
dihitung luasan dari setiap alas tangki yang terkena beban fluida lalu ditransformasikan
menjadi tekanan untuk mendapatkan pembebanan berat tangki pada model yang telah dibuat.
Berikut ini adalah rekapitulasinya :
Tabel IV-16 Rekapitulasi perhitungan beban fresh water tank case 3
56
Beban Bangunan Atas
Beban bangunan atas merupakan beban yang bekerja ke arah bawah. Untuk gaya
berat atau beban yang bekerja ke bawah maka masing-masing bangunan atas yang ada pada
case 3, dihitung luasan dari setiap alas yang terkena beban bangunan atas lalu
ditransformasikan menjadi tekanan untuk mendapatkan pembebanan bangunan atas pada
model yang telah dibuat. Berikut ini adalah rekapitulasinya :
57
Beban Permesinan
Beban permesinan merupakan beban yang bekerja ke arah bawah. Untuk gaya berat
atau beban yang bekerja ke bawah maka beban permesinan yang ada pada case 3, dihitung
luasan dari setiap alas yang terkena beban permesinan lalu ditransformasikan menjadi
tekanan untuk mendapatkan pembebanan permesinan pada model yang telah dibuat. Berikut
ini adalah rekapitulasinya :
Beban Permesinan
Data Jumlah Unit
Luas 98757200 mm^2
Beban 75.329 ton
Newton 738977.49 N
Pressure 0.00748277 MPa
Beban Hydrostatik
Dengan mendapatkan luasan yang tercelup setinggi sarat setinggi gelombang sagging
pada muatan kosong lalu menjadikannya beban berat persatuan panjang dengan mengalikan
luasan pada masing-masing gading dengan massa jenis dari air laut yaitu 1.025 ton/𝑚3 .
Setelah didapatkan harga berat persatuan panjang untuk masing-masing gading dihitung rata-
rata berat persatuan panjang dari setiap jarak gading dan mengalikannya dengan besarnya
jarak dari masing-masing gading sehingga didapatkan displacement dari setiap jarak gading
dan didapatkan jumlah total displacement sebesar 1523.1 ton. Perhitungan pada tabel ini
berfungsi untuk validasi pembebanan hydrostatic pressure yang digunakan pada model yang
akan dijelaskan pada bab selanjutnya. (Harga tekanan dapat digunakan juga untuk menjadi
input hydrostatic pressure pada model). Berikut adalah rekapitulasi perhitungan:
58
Tabel IV-22 Rekapitulasi perhitungan hydrostatic pressure case 3
Beban Muatan
Data Jumlah Unit
Luas 537600000 mm^2
Beban 518 ton
Newton 5081580 N
Pressure 0.00945 MPa
59
Beban Tangki
Beban tangki merupakan beban yang bekerja ke arah bawah. Untuk gaya berat atau
beban yang bekerja ke bawah maka masing-masing berat tangki yang ada pada case 4,
dihitung luasan dari setiap alas tangki yang terkena beban fluida lalu ditransformasikan
menjadi tekanan untuk mendapatkan pembebanan berat tangki pada model yang telah dibuat.
Berikut ini adalah rekapitulasinya :
Tabel IV-24 Rekapitulasi perhitungan beban fresh water tank case 4
60
Tabel IV-26 Rekapitulasi perhitungan beban bangunan atas 1 case 4
Beban Permesinan
Beban permesinan merupakan beban yang bekerja ke arah bawah. Untuk gaya berat
atau beban yang bekerja ke bawah maka beban permesinan yang ada pada case 4, dihitung
luasan dari setiap alas yang terkena beban permesinan lalu ditransformasikan menjadi
tekanan untuk mendapatkan pembebanan permesinan pada model yang telah dibuat. Berikut
ini adalah rekapitulasinya :
61
Tabel IV-29 Rekapitulasi perhitungan beban permesinan case 4
Beban Permesinan
Data Jumlah Unit
Luas 98757200 mm^2
Beban 75.329 ton
Newton 738977.49 N
Pressure 0.00748277 MPa
Beban Hydrostatik
Dengan mendapatkan luasan yang tercelup setinggi sarat setinggi gelombang hogging
pada muatan kosong lalu menjadikannya beban berat persatuan panjang dengan mengalikan
luasan pada masing-masing gading dengan massa jenis dari air laut yaitu 1.025 ton/𝑚3 .
Setelah didapatkan harga berat persatuan panjang untuk masing-masing gading dihitung rata-
rata berat persatuan panjang dari setiap jarak gading dan mengalikannya dengan besarnya
jarak dari masing-masing gading sehingga didapatkan displacement dari setiap jarak gading
dan didapatkan jumlah total displacement sebesar 1523.1 ton. Perhitungan pada tabel ini
berfungsi untuk validasi pembebanan hydrostatic pressure yang digunakan pada model yang
akan dijelaskan pada bab selanjutnya. (Harga tekanan dapat digunakan juga untuk menjadi
input hydrostatic pressure pada model). Berikut adalah rekapitulasi perhitungan:
62
IV.2. Hasil Analisis Elemen Hingga
Setelah semua pembebanan dan kondisi batas telah diaplikasikan pada model, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan running dari pemodelan tersebut dan menganalisis
hasil dari pemodelan tersebut. Untuk mendapatkan hasil tegangan pada program FEA,
perintah yang digunakan adalah solution > stress > normal stress > solve.
Setelah dilakukan running pada pemodelan dan analisis selesai akan didapatkan hasil
berupa tegangan. Sebelum melakukan pembahasan lebih lanjut pada hasil analisis, perlu
diverifikasi terlebih dahulu hasil tersebut dengan cara melihat reaksi dari kondisi batas yang
telah ditentukan. Seluruh kondisi batas pada keadaan idealnya harus memiliki reaksi sebesar
nol untuk memastikan bahwa gaya yang bekerja kebawah sama besar dengan gaya yang
bekerja keatas karena pada kondisi nyata kondisi batas ini tidaklah ada pada bangunan apung
seperti kapal penumpang ini. Untuk keperluan tugas akhir ini harga reaksi yang lebih
diperhatikan hanyalah reaksi gaya kearah vertical atau dengan kata lain pada sumbu z karena
gaya utama yang bekerja adalah gaya keatas dan gaya kebawah.
Berikut ini adalah harga dari reaksi untuk masing-masing kondisi batas :
Dapat dilihat selisih antara reaction force dengan displacement kapal sebesar 1,440 %
untuk reaction force 1 dan sebesar 1,442 % untuk reaction force 2, sehingga dengan selisih
margin yang tidak terlalu besar, maka dapat dilanjutkan running pada pemodelan untuk
mendapatkan hasil tegangan.
B. Tegangan
63
Gambar IV-1 Tegangan case 1
Berdasarkan hasil di atas maka dapat dilihat bahwa harga tegangan terbesar adalah -
72.393 MPa. Harga negatif hanya menunjukkan jenis tegangan yang dialami apakah itu tekan
atau tarik (tension or compression). Maka dengan memberikan nilai absolut pada harga
tegangan tersebut dapat dikatakan bahwa tegangan maksimum yang terjadi adalah 72.393
MPa.
Selain melihat harga maksimum dari tegangan perlu dilihat pula adanya lokasi
terjadinya tegangan maksimum yang terjadi. Berdasarkan teori kekuatan memanjang
tegangan maksimum yang terjadi umumnya berada pada daerah tengah kapal atau dengan
kata lain pada daerah parallel middle body. Bila dilihat pada gambar diatas maka posisi dari
tegangan maksimum sudah benar berada di tengah-tengah kapal penumpang meskipun tidak
tepat pada daerah midship namun karena berada pada daerah parallel middle body maka hasil
analisis tegangan ini dapat diterima.
Setelah dilakukan running pada pemodelan dan analisis selesai akan didapatkan hasil
berupa tegangan. Sebelum melakukan pembahasan lebih lanjut pada hasil analisis, perlu
diverifikasi terlebih dahulu hasil tersebut dengan cara melihat reaksi dari kondisi batas yang
telah ditentukan. Seluruh kondisi batas pada keadaan idealnya harus memiliki reaksi sebesar
nol untuk memastikan bahwa gaya yang bekerja kebawah sama besar dengan gaya yang
bekerja keatas karena pada kondisi nyata kondisi batas ini tidaklah ada pada bangunan apung
seperti kapal penumpang ini. Untuk keperluan tugas akhir ini harga reaksi yang lebih
diperhatikan hanyalah reaksi gaya kearah vertical atau dengan kata lain pada sumbu z karena
gaya utama yang bekerja adalah gaya keatas dan gaya kebawah.
64
Berikut ini adalah harga dari reaksi untuk masing-masing kondisi batas :
Dapat dilihat selisih antara reaction force dengan displacement kapal sebesar 1,291 %
untuk reaction force 1 dan sebesar 1,292 % untuk reaction force 2, sehingga dengan selisih
margin yang tidak terlalu besar, maka dapat dilanjutkan running pada pemodelan untuk
mendapatkan hasil tegangan.
B. Tegangan
Berdasarkan hasil di atas maka dapat dilihat bahwa harga tegangan terbesar adalah -
74.792 MPa. Harga negatif hanya menunjukkan jenis tegangan yang dialami apakah itu tekan
atau tarik (tension or compression). Maka dengan memberikan nilai absolut pada harga
tegangan tersebut dapat dikatakan bahwa tegangan maksimum yang terjadi adalah 74.792
MPa.
65
Selain melihat harga maksimum dari tegangan perlu dilihat pula adanya lokasi
terjadinya tegangan maksimum yang terjadi. Berdasarkan teori kekuatan memanjang
tegangan maksimum yang terjadi umumnya berada pada daerah tengah kapal atau dengan
kata lain pada daerah parallel middle body. Bila dilihat pada gambar diatas maka posisi dari
tegangan maksimum sudah benar berada di tengah-tengah kapal penumpang meskipun tidak
tepat pada daerah midship namun karena berada pada daerah parallel middle body maka hasil
analisis tegangan ini dapat diterima.
Setelah dilakukan running pada pemodelan dan analisis selesai akan didapatkan hasil
berupa tegangan. Sebelum melakukan pembahasan lebih lanjut pada hasil analisis, perlu
diverifikasi terlebih dahulu hasil tersebut dengan cara melihat reaksi dari kondisi batas yang
telah ditentukan. Seluruh kondisi batas pada keadaan idealnya harus memiliki reaksi sebesar
nol untuk memastikan bahwa gaya yang bekerja kebawah sama besar dengan gaya yang
bekerja keatas karena pada kondisi nyata kondisi batas ini tidaklah ada pada bangunan apung
seperti kapal penumpang ini. Untuk keperluan tugas akhir ini harga reaksi yang lebih
diperhatikan hanyalah reaksi gaya kearah vertical atau dengan kata lain pada sumbu z karena
gaya utama yang bekerja adalah gaya keatas dan gaya kebawah.
Berikut ini adalah harga dari reaksi untuk masing-masing kondisi batas :
Dapat dilihat selisih antara reaction force dengan displacement kapal sebesar 1,485 %
untuk reaction force 1 dan sebesar 1,485 % untuk reaction force 2, sehingga dengan selisih
margin yang tidak terlalu besar, maka dapat dilanjutkan running pada pemodelan untuk
mendapatkan hasil tegangan.
66
B. Tegangan
Berdasarkan hasil di atas maka dapat dilihat bahwa harga tegangan terbesar adalah -
129.29 MPa. Harga negatif hanya menunjukkan jenis tegangan yang dialami apakah itu tekan
atau tarik (tension or compression). Maka dengan memberikan nilai absolut pada harga
tegangan tersebut dapat dikatakan bahwa tegangan maksimum yang terjadi adalah 129.29
MPa.
Selain melihat harga maksimum dari tegangan perlu dilihat pula adanya lokasi
terjadinya tegangan maksimum yang terjadi. Berdasarkan teori kekuatan memanjang
tegangan maksimum yang terjadi umumnya berada pada daerah tengah kapal atau dengan
kata lain pada daerah parallel middle body. Bila dilihat pada gambar diatas maka posisi dari
tegangan maksimum sudah benar berada di tengah-tengah kapal penumpang meskipun tidak
tepat pada daerah midship namun karena berada pada daerah parallel middle body maka hasil
analisis tegangan ini dapat diterima.
Setelah dilakukan running pada pemodelan dan analisis selesai akan didapatkan hasil
berupa tegangan. Sebelum melakukan pembahasan lebih lanjut pada hasil analisis, perlu
diverifikasi terlebih dahulu hasil tersebut dengan cara melihat reaksi dari kondisi batas yang
telah ditentukan. Seluruh kondisi batas pada keadaan idealnya harus memiliki reaksi sebesar
67
nol untuk memastikan bahwa gaya yang bekerja kebawah sama besar dengan gaya yang
bekerja keatas karena pada kondisi nyata kondisi batas ini tidaklah ada pada bangunan apung
seperti kapal penumpang ini. Untuk keperluan tugas akhir ini harga reaksi yang lebih
diperhatikan hanyalah reaksi gaya kearah vertical atau dengan kata lain pada sumbu z karena
gaya utama yang bekerja adalah gaya keatas dan gaya kebawah.
Berikut ini adalah harga dari reaksi untuk masing-masing kondisi batas :
Dapat dilihat selisih antara reaction force dengan displacement kapal sebesar 1,408 %
untuk reaction force 1 dan sebesar 1,405 % untuk reaction force 2, sehingga dengan selisih
margin yang tidak terlalu besar, maka dapat dilanjutkan running pada pemodelan untuk
mendapatkan hasil tegangan.
B. Tegangan
68
Berdasarkan hasil di atas maka dapat dilihat bahwa harga tegangan terbesar adalah -
132.40 MPa. Harga negatif hanya menunjukkan jenis tegangan yang dialami apakah itu tekan
atau tarik (tension or compression). Maka dengan memberikan nilai absolut pada harga
tegangan tersebut dapat dikatakan bahwa tegangan maksimum yang terjadi adalah 132.40
MPa.
Selain melihat harga maksimum dari tegangan perlu dilihat pula adanya lokasi
terjadinya tegangan maksimum yang terjadi. Berdasarkan teori kekuatan memanjang
tegangan maksimum yang terjadi umumnya berada pada daerah tengah kapal atau dengan
kata lain pada daerah parallel middle body. Bila dilihat pada gambar diatas maka posisi dari
tegangan maksimum sudah benar berada di tengah-tengah kapal penumpang meskipun tidak
tepat pada daerah midship namun karena berada pada daerah parallel middle body maka hasil
analisis tegangan ini dapat diterima.
Harga-harga tegangan ini harus dibandingkan dengan harga tegangan yang diizinkan
oleh class. Dalam tugas akhir ini acuan yang digunakan adalah rules milik Biro Klasifikasi
Indonesia. Untuk kondisi pembebanan tanpa muatan memiliki harga tegangan izin maksimal
sebesar 90 MPa. Untuk Kondisi pembebanan dengan muatan memiliki harga tegangan izin
maksimal sebesar 150 MPa.
Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa tegangan pada case 1,2,3 dan 4 sudah memenuhi
ketentuan tegangan izin dari klas, sehingga dapat disimpulkan bahwa kapal penumpang hasil
konversi dari LCT Trisna Dwitya memiliki kekuatan memanjang kapal yang aman.
69
IV.4. Hasil Analisis Elemen Hingga Dengan Variasi Ketebalan Pelat
Setelah melakukan running dan menganalisis hasil tegangan dari empat buah variasi
kondisi pembebanan pada sub-bab sebelumnya, selanjutnya adalah melakukan analisis
tegangan pada kapal penumpang jika pelat keseluruhan kapal tersebut diberi variasi ketebalan
pelat +- 2 mm pelat awal.
Analisis penambahan ketebalan pelat dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
peningkatan kekuatan memanjang kapal saat dilakukan perubahan ketebalan pelat kapal dan
juga dapat dijadikan referensi untuk reparasi pergantian pelat kapal tersebut.
Analisis pengurangan ketebalan pelat dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
pengurangan kekuatan memanjang kapal saat dilakukan perubahan ketebalan pelat dan juga
dapat dijadikan bahan pertimbangan ketika kapal sudah mengalami kondisi korosi pelat
secara menyeluruh akibat dari umur kapal dan kondisi kapal saat berlayar di laut.
Dalam Tugas Akhir ini, penjelasan mengenai analisis kekuatan memanjang dengan
variasi ketebalan pelat kapal juga ditampilkan dengan menggunakan grafik. Tujuan yaitu agar
memudahkan untuk memahami analisis yang disampaikan dalam tugas akhir ini. Hasil dari
analisis sub bab ini dibagi menjadi 2 jenis pembahasan, yaitu analisis berdasarkan ketebalan
pelat kapal dan analisis berdasarkan kondisi muatan kapal.
70
Tabel IV-37 Persentase peningkatan kekuatan kapal dengan variasi ketebalan +1 mm
Berdasarkan hasil di atas maka dapat diambil beberapa poin analisis, yaitu :
Saat kondisi kapal dengan kasus muatan penuh dan muatan kosong, pengaruh terbesar
peningkatan kekuatan memanjang saat tebal pelat dinaikan sebesar +1 mm dari pelat
awal kapal yaitu saat kapal bermuatan kosong dan berada di kondisi gelombang
hogging. Peningkatan kekuatan memanjang kapal yaitu sebesar 8.457 %, didapat
dengan membandingkan hasil perhitungan tegangan sebesar 68.467 MPa dengan hasil
perhitungan tegangan awal yaitu sebesar 74.792 MPa. Hasil ini membuktikan bahwa
penambahan ketebalan pelat berbanding lurus dengan peningkatan kekuatan
memanjang kapal tersebut, sehingga ketika kapal sudah dalam kondisi korosi pelat
yang parah, maka analisis penambahan ketebalan pelat ini dapat dijadikan acuan
untuk reparasi pergantian pelat kapal tersebut mengingat kondisi dan umur kapal yang
sudah sangat tua.
71
Saat kondisi kapal dengan kasus muatan penuh dan muatan kosong, pengaruh terbesar
pengurangan kekuatan memanjang saat tebal pelat dikurangi sebesar -1 mm dari pelat
awal kapal yaitu saat kapal bermuatan penuh dan berada di kondisi gelombang
sagging. Pengurangan kekuatan memanjang kapal yaitu sebesar 9.111 %, didapat
dengan membandingkan hasil perhitungan tegangan sebesar 141.07 MPa dengan hasil
perhitungan tegangan awal yaitu sebesar 129.29 MPa. Hasil ini membuktikan bahwa
pengurangan ketebalan pelat berbanding lurus dengan pengurangan kekuatan
memanjang kapal tersebut. Akan tetapi jika dibandingkan dengan harga tegangan izin
maksimal dari class yaitu sebesar 150 MPa, maka harga tegangan sebesar 141.07 MPa
yang dimiliki kapal tersebut masih dalam kategori aman.
72
IV.4.2. Hasil Analisis Berdasarkan Variasi Ketebalan Pelat Sebesar +- 2 mm
Dengan melakukan penambahan atau pengurangan ketebalan keseluruhan pelat kapal
penumpang sebesar +- 2 mm yang dilakukan pada model kapal penumpang, lalu melakukan
running sesuai dengan empat buah variasi kondisi pembebanan yang sudah dijelaskan pada
sub-bab sebelumnya, maka dapat diketahui pengaruh ketebalan pelat kapal keseluruhan
terhadap kenaikan dan pengurangan kekuatan memanjang kapal penumpang. Berikut adalah
hasil tegangan yang didapat :
Tabel IV-39 Hasil tegangan dengan variasi ketebalan +-2 mm
73
Persentase peningkatan dan penurunan kekuatan memanjang kapal didapat dengan
mengurangkan hasil tegangan max. awal (ketebalan pelat asli) dengan tegangan max. hasil
perhitungan variasi ketebalan pelat sebesar +- 2 mm lalu dibagi dengan hasil tegangan max.
awal (ketebalan pelat asli) dan dikali 100 persen.
Berdasarkan hasil di atas maka dapat diambil beberapa poin analisis, yaitu :
Saat kondisi kapal dengan kasus muatan penuh dan muatan kosong, pengaruh terbesar
peningkatan kekuatan memanjang saat tebal pelat dinaikan sebesar +2 mm dari pelat
awal kapal yaitu saat kapal bermuatan kosong dan berada di kondisi gelombang
hogging. Peningkatan kekuatan memanjang kapal yaitu sebesar 15.232 %, didapat
dengan membandingkan hasil perhitungan tegangan sebesar 63.4 MPa dengan hasil
perhitungan tegangan awal yaitu sebesar 74.792 MPa. Hasil ini membuktikan bahwa
penambahan ketebalan pelat berbanding lurus dengan peningkatan kekuatan
memanjang kapal tersebut, sehingga ketika kapal sudah dalam kondisi korosi pelat
yang parah, maka analisis penambahan ketebalan pelat ini dapat dijadikan acuan
untuk reparasi pergantian pelat kapal tersebut mengingat kondisi dan umur kapal yang
sudah sangat tua.
Saat kondisi kapal dengan kasus muatan penuh dan muatan kosong, pengaruh terbesar
pengurangan kekuatan memanjang saat tebal pelat dikurangi sebesar -2 mm dari pelat
awal kapal yaitu saat kapal bermuatan kosong dan berada di kondisi gelombang
hogging. Pengurangan kekuatan memanjang kapal yaitu sebesar 20.439 %, didapat
dengan membandingkan hasil perhitungan tegangan sebesar 90.079 MPa dengan hasil
perhitungan tegangan awal yaitu sebesar 74.792 MPa. Hasil ini membuktikan bahwa
pengurangan ketebalan pelat berbanding lurus dengan pengurangan kekuatan
memanjang kapal tersebut. Akan tetapi jika dibandingkan dengan harga tegangan izin
maksimal dari class 90 MPa, maka harga tegangan sebesar 90.079 MPa yang dimiliki
kapal tersebut masih dalam kategori tidak aman, karena sudah melewati harga
tegangan izin maksimal dari class. Akan tetapi meskipun tidak memenuhi tegangan
izin dari klas bukan berarti kekuatan memanjang dari kapal penumpang tidak
terpenuhi karena harga tegangan masih berada di bawah harga kekuatan yield material
yaitu sebesar 235 MPa. Besarnya pengurangan kekuatan memanjang kapal tersebut
juga bisa dijadikan acuan reparasi untuk pergantian pelat kapal yang berkurang akibat
terjadinya korosi, dimana dalam aturan menjelaskan bahwa standart minimal
ketebalan pelat yang diperbolehkan yaitu sebesar 80 % pelat awal.
74
Berikut merupakan hasil analisis kekuatan memanjang berdasarkan variasi ketebalan
pelat sebesar +- 2 mm yang ditampilkan dalam bentuk grafik :
85
Tegangan (MPa)
80
75
70
65
60
55
- 2 mm - 1 mm Pelat Awal + 1 mm + 2 mm
Sagging 87.044 78.972 72.393 66.688 61.892
Hogging 90.079 81.496 74.792 68.467 63.4
Ketebalan Pelat (mm)
75
Saat kondisi kapal dengan kasus muatan kosong, hasil dari perhitungan tegangan
dengan variasi dengan pengurangan ketebalan pelat sebesar -2 mm terbesar yaitu saat
kapal mengalami kondisi gelombang hogging. Hasil perhitungan tegangan yang
diperoleh yaitu sebesar 90.079 MPa. Harga tersebut sudah melewati harga tegangan
izin maksimal dari class yaitu sebesar 90 MPa, sehingga kapal tersebut mempunyai
risiko mengingat umur kapal yang sudah tua dan potensi korosi pelat pada kapal
penumpang tersebut. Akan tetapi meskipun tidak memenuhi tegangan izin dari klas
bukan berarti kekuatan memanjang dari kapal penumpang tidak terpenuhi karena
harga tegangan masih berada di bawah harga kekuatan yield material yaitu sebesar
235 MPa.
Saat kondisi kapal dengan kasus muatan kosong, hasil dari perhitungan tegangan
dengan variasi dengan pengurangan ketebalan pelat sebesar -1 mm terbesar yaitu saat
kapal mengalami kondisi gelombang hogging. Hasil perhitungan tegangan yang
diperoleh yaitu sebesar 81.496 MPa. Harga tersebut hampir mendekati harga tegangan
izin maksimal dari class yaitu sebesar 90 MPa, sehingga kapal tersebut mempunyai
risiko mengingat umur kapal yang sudah tua dan potensi korosi pelat pada kapal
penumpang tersebut.
Saat kondisi kapal dengan kasus muatan kosong, hasil dari perhitungan tegangan
dengan variasi dengan penambahan ketebalan pelat sebesar +1 mm terbesar yaitu saat
kapal mengalami kondisi gelombang hogging. Hasil perhitungan tegangan yang
diperoleh yaitu sebesar 68.467 MPa. Hasil ini membuktikan bahwa penambahan
ketebalan pelat berbanding lurus dengan peningkatan kekuatan memanjang kapal
tersebut, sehingga ketika kapal sudah dalam kondisi korosi pelat yang parah, maka
analisis penambahan ketebalan pelat sebesar +1 mm ini dapat dijadikan acuan untuk
reparasi pergantian pelat kapal tersebut mengingat kondisi dan umur kapal yang sudah
sangat tua.
Saat kondisi kapal dengan kasus muatan kosong, hasil dari perhitungan tegangan
dengan variasi dengan penambahan ketebalan pelat sebesar +2 mm terbesar yaitu saat
kapal mengalami kondisi gelombang hogging. Hasil perhitungan tegangan yang
diperoleh yaitu sebesar 63.4 MPa. Hasil ini membuktikan bahwa penambahan
ketebalan pelat berbanding lurus dengan peningkatan kekuatan memanjang kapal
tersebut, sehingga ketika kapal sudah dalam kondisi korosi pelat yang parah, maka
analisis penambahan ketebalan pelat sebesar +2 mm ini dapat dijadikan acuan untuk
76
reparasi pergantian pelat kapal tersebut mengingat kondisi dan umur kapal yang sudah
sangat tua.
140
Tegangan (MPa)
130
120
110
100
- 2 mm - 1 mm Pelat Awal + 1 mm + 2 mm
Sagging 155.5 141.07 129.29 119.08 110.49
Hogging 159.33 144.31 132.4 121.46 112.55
Ketebalan Pelat (mm)
Saat kondisi kapal dengan kasus muatan penuh, hasil dari perhitungan tegangan
dengan variasi dengan pengurangan ketebalan pelat sebesar -2 mm terbesar yaitu saat
kapal mengalami kondisi gelombang hogging. Hasil perhitungan tegangan yang
diperoleh yaitu sebesar 159.33 MPa. Harga tersebut sudah melewati harga tegangan
izin maksimal dari class 150 MPa, sehingga kapal tersebut mempunyai risiko
mengingat umur kapal yang sudah tua dan potensi korosi pelat pada kapal penumpang
tersebut. Akan tetapi meskipun tidak memenuhi tegangan izin dari klas bukan berarti
kekuatan memanjang dari kapal penumpang tidak terpenuhi karena harga tegangan
masih berada di bawah harga kekuatan yield material yaitu sebesar 235 MPa.
Saat kondisi kapal dengan kasus muatan penuh, hasil dari perhitungan tegangan
dengan variasi dengan pengurangan ketebalan pelat sebesar -1 mm terbesar yaitu saat
kapal mengalami kondisi gelombang hogging. Hasil perhitungan tegangan yang
diperoleh yaitu sebesar 144.31 MPa. Harga tersebut hampir mendekati harga tegangan
izin maksimal dari class 150 MPa, sehingga kapal tersebut mempunyai risiko
77
mengingat umur kapal yang sudah tua dan potensi korosi pelat pada kapal penumpang
tersebut.
Saat kondisi kapal dengan kasus muatan penuh, hasil dari perhitungan tegangan
dengan variasi dengan penambahan ketebalan pelat sebesar +1 mm terbesar yaitu saat
kapal mengalami kondisi gelombang hogging. Hasil perhitungan tegangan yang
diperoleh yaitu sebesar 121.46 MPa. Hasil ini membuktikan bahwa penambahan
ketebalan pelat berbanding lurus dengan peningkatan kekuatan memanjang kapal
tersebut, sehingga ketika kapal sudah dalam kondisi korosi pelat yang parah, maka
analisis penambahan ketebalan pelat sebesar +1 mm ini dapat dijadikan acuan untuk
reparasi pergantian pelat kapal tersebut mengingat kondisi dan umur kapal yang sudah
sangat tua.
Saat kondisi kapal dengan kasus muatan penuh, hasil dari perhitungan tegangan
dengan variasi dengan penambahan ketebalan pelat sebesar +2 mm terbesar yaitu saat
kapal mengalami kondisi gelombang hogging. Hasil perhitungan tegangan yang
diperoleh yaitu sebesar 112.55 MPa. Hasil ini membuktikan bahwa penambahan
ketebalan pelat berbanding lurus dengan peningkatan kekuatan memanjang kapal
tersebut, sehingga ketika kapal sudah dalam kondisi korosi pelat yang parah, maka
analisis penambahan ketebalan pelat sebesar +2 mm ini dapat dijadikan acuan untuk
reparasi pergantian pelat kapal tersebut mengingat kondisi dan umur kapal yang sudah
sangat tua.
78
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan pemodelan pembeban kapal penumpang yang telah dilakukan, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Tegangan maksimum yang dialami kapal penumpang dalam keempat kondisi
pembebanan terjadi pada daerah parallel middle body dengan harga masing-masing
secara berurutan sebesar 72.393 MPa, 74.792 MPa, 129.29 MPa, dan 132.40 MPa
2. Dengan adanya pengurangan ketebalan pelat sebesar -1 mm atau -2 mm dari pelat
awal, terjadi pengurangan kekuatan memanjang kapal saat dilakukan perubahan
ketebalan pelat sehingga analisis tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan ketika
kapal sudah mengalami kondisi korosi pelat secara menyeluruh akibat dari umur
kapal dan kondisi kapal saat berlayar di laut.
3. Dengan adanya penambahan ketebalan pelat sebesar +1 mm atau +2 mm dari pelat
awal, terjadi peningkatan kekuatan memanjang kapal tersebut, sehingga ketika kapal
sudah dalam kondisi korosi pelat yang parah, maka analisis penambahan ketebalan
pelat ini dapat dijadikan acuan untuk reparasi pergantian pelat kapal tersebut
mengingat kondisi dan umur kapal yang sudah sangat tua.
4. Harga tegangan pada variasi ketebalan pelat -2 mm dari pelat awal untuk kondisi
muatan kosong masih dapat diterima meskipun lebih tinggi harganya dibandingkan
tegangan izin yaitu 90.079 MPa untuk gelombang hogging, karena harga tegangan
masih berada di bawah harga kekuatan yield material yaitu sebesar 235 MPa.
5. Harga tegangan pada variasi ketebalan pelat -2 mm dari pelat awal untuk kondisi
muatan penuh masih dapat diterima meskipun lebih tinggi harganya dibandingkan
tegangan izin yaitu 155.50 MPa untuk gelombang sagging dan 159.33 MPa untuk
gelombang hogging, karena harga tegangan masih berada di bawah harga kekuatan
yield material yaitu sebesar 235 MPa.
V.2. Saran
Dalam pengerjaan tugas akhir ini terdapat beberapa kekurangan, oleh karena itu
penulis memberikan saran-saran untuk perbaikan pada penelitian selanjutnya, adalah sebagai
berikut :
79
1. Pemodelan dapat dilakukan dengan menggunakan elemen dua dimensi seluruhnya
tanpa ada elemen satu dimensi sehingga model jauh lebih mudah untuk dilakukan
analisis dan lebih akurat hasilnya.
2. Pemberian beban hydrostatic pressure diberikan pada seluruh permukaan model yang
tercelup seperti kondisi nyata bukan hanya bagian alas dan bilga saja sehingga hasil
yang didapat akan lebih mendekati kondisi nyata.
3. Perlu dilakukan analisis fatigue pada kapal penumpang tersebut untuk penelitian
selanjutnya karena kapal penumpang tersebut merupakan konversi bukan bangunan
baru sehingga kekuatan material dipengaruhi oleh umur dari material tersebut.
80
DAFTAR PUSTAKA
Barras. (1999). Ship Stability for Master and Mates. Oxford: Elseiver.
Ben-Amar, D. E. (2015). Mater Thesis. Analytical And Numerical Determination Of The
Hull Girder Deflection Of Inland Navigation Vessels. Polytechnic University of
Cartagena.
BKI. (2009). Rules For The Classification And Construction Of Seagoing Steel Ships.
Jakarta: Biro Klasifikasi Indonesia.
Desain Kapal. (2011, Maret 30). Finite Element Method (FEM) Analysis. Retrieved from
https://desainkapal.wordpress.com:
https://desainkapal.wordpress.com/2011/03/30/finite-element-method-fem-analysis/
Lee, H.-H. (2012). Finite Element Simulations with ANSYS Workbench 14. Amerika
Serikat: SDC Publications.
81
http://www.marinetraffic.com/en/ais/details/ships/shipid:704410/mmsi:525016494/imo:7397
294/vessel:KMP_TRISNA_DWITYA (diakses pada 04/01/2017)
82
DAFTAR LAMPIRAN
Email : wisnumurti48@ymail.com
M : +62 821 3239 7005
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN BERAT BANGUNAN ATAS
Langkah pertama yaitu mencari harga coefficient dari baja untuk kapal penumpang,
yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus dari Schneecluth. Berikut adalah hasil
perhitungannya:
3
No Type kapal CSO CSO = 0.058 t/m
1 Bulk carriers 0.07 Δkapal = 1523.1 ton
2 Cargo ship (1 deck) 0.07 U = log
100
3 Cargo ship (2 decks) 0.076
4 Cargo ship (3 decks) 0.082 = 1.183
( 0 ,5U 0 ,1U
CS = C SO 0 . 06 . e
2 , 45
)
5 Passenger ship 0.058
6 Product carriers 0.0664 = 0.097
7 Reefers 0.0609
8 Rescue vessel 0.0232
9 Support vessels 0.0974
10 Tanker 0.0752
11 Train ferries 0.65
12 Tugs 0.0892
13 VLCC 0.0645
Selanjutnya adalah mengalikan harga coefficient dari baja untuk kapal penumpang
dengan volume dari masing-masing bangunan atas. Berikut adalah hasil perhitungannya:
Bangunan Atas 1
a 537.6 m^2
v 2526.72 m^3
m 244.138 ton
Bangunan Atas 2
a 241.92 m^2
v 556.416 m^3
m 53.762 ton
Bangunan Atas 3
a 59.4 m^2
v 136.62 m^3
m 13.201 ton
LAMPIRAN B
TABEL PERHITUNGAN GAYA ANGKAT
GAYA ANGKAT CASE 1
Sagging
Hogging
Sagging
Hogging
LCG = 26.215 m
LCB = 26.206 m
LCG = 26.215 m
LCB = 26.237 m
LCG = 28.266 m
LCB = 28.240 m
LCG = 28.266 m
LCB = 28.238 m