Anda di halaman 1dari 64

PENGARUH KOMPOSISI EVAPORATION BOATS,

GRAFIT, DAN KAOLIN TERHADAP KEKERASAN


VICKERS DAN KEKUATAN BENDING BAHAN
KOWI

SKRIPSI
Skripsi diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik Program Studi Teknik Mesin S1

Oleh
Triaji Joko Susilo
NIM.5212413022

TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021

i
ii

ii
PENGARUH KOMPOSISI EVAPORATION BOATS,
GRAFIT, DAN KAOLIN TERHADAP KEKERASAN
VICKERS DAN KEKUATAN BENDING BAHAN KOWI

iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Triaji Joko Susilo

Nim : 521241022

Program Studi : Teknik Mesin

Judul Skripsi : Pengaruh Komposisi Evaporation Boats, Grafit, dan

Kaolin Terhadap Kekerasan Vickers dan Kekuatan Bending

Bahan Kowi

Skripsi ini telah disetujui pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian

Skripsi program Studi Teknik Mesin S1 Fakultas Teknik Universitas Negeri

Semarang.

Semarang,

Dosen Pembimbing

Samsudin Anis, S.T., M.T, Ph.D.


NIP 197601012003112

iv
PENGESAHAN

Skripsi dengan judul Pengaruh Komposisi Evaporation Boats, Grafit, dan Kaolin
Terhadap Kekerasan Vickers dan Kekuatan Bending Bahan Kowi telah
dipertahankan di depan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Teknik Universitas
Negeri Semarang pada tanggal

Oleh

Nama : Triaji Joko Susilo


NIM : 5212413022
Program Studi : Teknik Mesin

Panitia Ujian

Ketua Sekretaris

Penguji 1 Penguji 2 Penguji 3/Pembimbing

Samsudin Anis, S.T., M.T., P.hD.


NIP. 197601012003121002

Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang

Dr. Nur Qudus, M.T., IPM.


NIP. 196911301994031001

v
PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:


1. Skripsi ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan
gelar akademik Sarjana, baik di Universitas Negeri Semarang (UNNES)
maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Pembimbing dan masukan Tim
Penguji.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan
norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Semarang,
Yang membuat pernyataan,

Triaji Joko Susilo


NIM. 5212413022

vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO “Win without bragging and lose without complaining”

PERSEMBAHAN
Saya persembahkan skripsi ini untuk:
1. Kedua orang tua saya yang telah mendidik saya dari kecil.
2. Citra Kusuma Dewi, S.S.
3. Didik Dwi Pratiknyo, S.T.
4. Yeni Lusiana, A.Md.Keb.
5. Keluarga Teknik Mesin Universitas Negeri Semarang

vii
ABSTRAK

Triaji Joko Susilo. 2021. Pengaruh Komposisi Evaporation Boats, Grafit, dan
Kaolin Terhadap Kekerasan Vickers dan Kekuatan Bending Bahan Kowi. Skripsi.
Jurusan Teknik Mesin. Fakultas Teknik, Univesitas Negeri Semarang.

Kata kunci : Crusible, Kowi, Limbah Evaporation Boats


Industri yang berkembang saat ini tentunya akan menghasilkan limbah

dengan kapasitas yang semakin meningkat. Kurangnya pengolahan limbah hasil

industri menjadi salah satu sebab terjadinya pencemaran lingkungan. Pengolahan

limbah dengan cara yang benar akan menambah nilai ekonomis dan nilai fungsi.

Sebagai contoh adalah limbah dari PT 3M Indonesia yang berbentuk evaporation

boats. Berkaitan dengan bidang keteknikan, pemanfaatan evaporation boats

masih sedikit. Oleh karena ini, dalam penelitian ini evaporation boats akan

digunakan sebagai bahan pembuatan kowi. Tujuan penelitian ini adalah

mengetahui pegaruh komposisi terhadap nilai kekerasan vickers dan kekuatan

Bending berbahan evaporation boats, kaolin dan grafit.

Metode penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Pengujian

beberapa variasi komposisi sebagai perbandingan. Variabel bebas pada penelitian

ini adalah komposisi berat evaporation boats, grafit dan kaolin. Variabel terikat

pada penelitian ini adalah nilai kekerasan Vickers dan \kekuatan Bending.

viii
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat

dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian ini dengan

judul Pengaruh Komposisi Evaporation Boats, Grafit, dan Kaolin Terhadap

Kekerasan Vickers dan Kekuatan Bending Bahan Kowi guna memenuhi salah satu

persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Universitas Negeri

Semarang. Penulis menyadari bahwaskripsi ini tidak akan dapat selesai tanpa

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih

kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman M.Hum, selaku Rektor Universitas Negeri

Semarang

2. Dr. Nur Qudus, M.T. Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri

Semarang.

3. Rusiyanto, S.Pd., M.T. Ketua Jurusan Teknik Mesin

4. Samsudin Anis, S.T., M.T, Ph.D. Dosen Pembimbing skripsi yang telah

meluangkan waktunya selama proses bimbingan.

5. Rusiyanto, S.Pd., M.T., Penguji 1 yang berkenan membantu dalam

pemberian masukan berupa saran yang membangun sehingga menambah

kualitas isi dalam karya ilmiah ini.

6. Dr. Ir. Rahmat Doni W, S.T., M.T., IPP. Penguji 2 yang berkenan

membantu dalam pemberian masukan berupa saran yang membangun

sehingga menambah kualitas isi dalam karya ilmiah ini.

ix
7. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan S1 Teknik Mesin

Universitas Negeri Semarang, dan semua pihak yang tidak mungkin

disebutkan satu per satu, yang telah memberikan bantuan dan dukungan

kepada peneliti.

Akhirnya dengan menyadari terbatasnya kemampuan yang ada pada diri

penulis, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya

maupun bagi pembaca umumnya.

Semarang,

Penulis

x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN .............................................................................. vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN...................................................................... vii
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
PRAKATA ............................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xviii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xviii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ xviii
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Identifikasi Masalah ............................................................................... 4
1.3. Batasan Masalah ..................................................................................... 5
1.4. Rumusan Masalah .................................................................................. 5
1.5. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6
1.6. Manfaat Penelitian .................................................................................. 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ................................. 7
2.1. Kajian Pustaka ........................................................................................ 7
2.2. Landasan Teori ..................................................................................... 10
2.2.1. Crusible/kowi/cawan lebur ...............................................................10
2.2.2. Refraktori ..........................................................................................14
2.2.3. Bahan pembuatan kowi....................................................................19
2.2.4. Sintering .............................................................................................25
2.2.5. Pengujian kekerasan Vickers ...........................................................26
2.2.6. Kekuatan Bending .............................................................................28
BAB III METODELOGI PENELITIAN .......................................................... 31
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 31
3.1.1. Waktu Penelitian ..............................................................................31
3.1.2. Tempat Penelitian .............................................................................31
3.2. Desain Penelitian ................................................................................... 31
3.2.1. Metode Penelitian .............................................................................31

xi
xii

3.3. Alat dan Bahan Penelitian.................................................................... 34


3.3.1. Alat Penelitian ...................................................................................34
3.3.2. Bahan Penelitian ...............................................................................35
3.3.3. Desain Kowi.......................................................................................36
3.4. Parameter Penelitian ............................................................................ 37
3.4.1. Parameter Bebas ...............................................................................37
3.4.2. Parameter Terikat ............................................................................38
3.5. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 38
3.6. Kalibrasi Instrumen.............................................................................. 39
3.6.1.Mesin Uji kekerasan ........................................................................ 39
3.7. Teknik Analisis Data............................................................................. 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 41
4.1 Hasil Penelitian....................................................................................... 41
4.1.1 Hasil Pengujian Vickers ...................................................................41
4.1.2. Pengujian Kekuatan Bending (σb) ..................................................42
4.2. Analisis Data .......................................................................................... 43
4.2.1. Pengujian Vickers .............................................................................43
4.2.2. Pengujian Bending ............................................................................44
4.3 Pembahasan ............................................................................................ 44
4.3.1. Pengaruh Variasi Komposisi Terhadap Uji Kekerasan Vickers .45
4.3.2. Pengaruh Variasi Komposisi Terhadap Uji Kekerasan Bending .45

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kowi dengan bahan grafit 12

Gambar 2.2 Dapur Kowi 13

Gambar 2.3 Evaporation boats 19

Gambar 2.4 Kaolin Clay 24

Gambar 2.5 Tipe-tipe lekukan piramida intan 27

Gambar 2.6 Four Point Bending 29

Gambar 2.7 Spesimen Uji Bending 29

Gambar 3.1 Desain Penelitian 31

Gambar 3.2 Cetakan Dapur Kowi 36

Gambar 3.3 Inti 36

Gambar 3.3 Hasil Jadi Kowi 37

Gambar 4.1 Grafik Rata-rata Kekuatan Vickers 43

Gambar 4.2 Grafik Rata-rata Kekuatan Bending 44

xviii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Variasi komposisi 5

Tabel 2.1 Spesifikasi Evaporation Boats PT. 3M Jakarta 20

Tabel 3.1 Variasi komposisi 33

Tabel 3.2 Peralatan Penelitian 35

Tabel 3.3 Perbandingan Komposisi 38

Tabel 3.4 Hasil Uji Vickers 38

Tabel 3.5 Hasil uji Bending 39

Tabel 4,1 Nilai Kekuatan Vickers 41

Tabel 4,2 Nilai Kekuatan Bending 42

xviii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Industri yang berkembang saat ini tentunya akan menghasilkan limbah

dengan kapasitas yang semakin meningkat. Oleh karena itu, sekarang banyak

industri yang memanfaatkan limbah menjadi suatu bahan yang memiliki nilai

ekonomis dan nilai fungsi yang lebih tinggi. Pengolahan limbah ini juga bertujuan

untuk mengurangi jumlah pencemaran lingkungan yang akhir-akhir ini semakin

meningkat. Sebagai contoh adalah limbah dari PT 3M Indonesia yang berbentuk

evaporation boats. Berkaitan dengan bidang keteknikan, pemanfaatan

evaporation boats masih sedikit.

Evaporation boats adalah salah satu jenis refraktori. Bahan yang

memiliki karakteristik tahan terhadap abrasi atau korosi dan temperatur tinggi

baik padat, cair maupun gas dapat digolongkan menjadi refraktori (Maulana et al,

2011: 44). Menurut Suharno (2008), jenis refraktori dibedakan menjadi empat

yaitu Acid, Basic, Neutral, dan Special dimana evaporation boats termasuk

kedalam jenis refraktori special karena memiliki unsur boron nitride (BN) dan

Titanium diboride (TiB2). Menurut ketahanan terhadap temperatur refraktori

dibedakan menjadi tiga yaitu biasa (1580-1770 oC), tinggi (1780-2000 oC), dan

Super (> 2000 oC). Sedangkan menurut metode pembentukannya refraktori terdiri

dari hand mold, cetak tuang, dan tekanan tinggi. Refraktori memiliki life time

yang terbatas akibat penggunaan secara terus menerus untuk menahan temperatur

1
2

tinggi. Salah satu penggunaan refraktori pada temperaturtinggi terdapat pada

industri pengecoran logam dimana refraktori yang dibutuhkan harus memiliki

kuantitas yang relatif tinggi untuk kepentingan produksi. Sifat refraktori yang

tidak tahan lama menyebabkan dunia industri pengecoran logam mengeluarkan

biaya perawatan intensif yang cukup tinggi.

Ceper, Klaten adalah salah satu home industry pengecoran logam yang

menggunakan refraktori untuk pembuatan cawan pelebur alumunium berupa

kowi. Kowi diambil dari bentuk benda yang krus (diameter bagian bawah lebih

kecil dibanding dengan bagian atas) (Laman, 2014). Pembuatan kowi di daerah

Ceper banyak menggunakan bahan semen tahan api dan serbuk batu bata api

dengan komposisi 40 % semen tahan api dan 60 % serbuk batu bata serta diberi

campuran air untuk bisa menjadi adonan. Biasanya kowi tersebut mampu

diguanakan sampai 160 kali, untuk dapat digunakan kembali harus diperbaiki

dengan menggunakan pasir lining yang dioleskan pada permukaannya. Kowi

tersebut dapat melebur alumunium dengan waktu kurang lebih 2 jam sesuai

dengan jumlah alumunium yang dilebur. Selain dengan bahan tersebut, ada juga

yang menggunakan bahan grafit atau disebut kowi grafit yang dicampur dengan

lempung sebagai bahan perekatnya. Grafit bahan penambah yang sangat baik,

digunakan untuk meningkatkan konduktivitas listrik. Grafit di bawah 0,3%

dikategorikan sebagai grafit kandungan rendah, sedangkan pada grafit menengah

kadar grafit antara 0,5-1,8%, grafit kandungan tinggi dengan kadar 3-5%. Kowi

dengan bahan grafit sangat baik digunakan karena memiliki ketahanan suhu yang

tinggi dan tidak terjadi reaksi antara cairan yang dilebur dengan bahan kowi
3

tersebut. Takaran untuk dua bahan tersebut lebih banyak penggunaan grafitnya.

Akan tetapi kowi dengan bahan grafit akan cepat retak maupun bocor apabila

perawatannya kurang. Misalnya, kowi pada keadaan panas diletakan pada alas

yang dingin akan menyebabkan alas cawan pecah, selain itu apabila cawan panas

yang bersisi cairan diangkat dari dalam tanur dan diletakan di atas alas pasir,

maka akan terjadi reaksi antara pasir dengan grafit sehingga tepian kowi panas

meleleh. Oleh karena itu perlu diperhatikan cara atau prosedur dalam menjaga

kowi agar tahan lama (Sari, 2017).

Kaolin merupakan massa batuan yang tersusun dari material lempung

dengan sedikit kandungan besi dan umumnya berwarna putih dan agak keputihan.

Kaolin mempunyai komposisi hidrous aluminium silikat (2H2O.AlO3.2SiO2),

dengan disertai material penyerta. Kaolin dapat digunakan dalam pembuatan

keramik bahan obat, pelapis kertas, cat bangunan, sebagai aditif pada makanan,

dan pada pasta gigi (Siagian, 2012). Menurut Obada, (2016) menggunakan kaolin-

styrofoam, serbuk gergaji dan high density polyethylene untuk menghasilkan

badan keramik berpori. Sampel dengan high density polyethylene (HDPE)

pembentuk pori menunjukkan retakan permukaan kecil setelah cincin, tapi

dipamerkan tingkat porositas tertinggi sementara sampel dengan styrofoam dan

karakteristik permukaan seragam dengan pori-pori, stabilitas termal dan tidak ada

retak permukaan terlihat. Dapat disimpulkan bahwa formulasi yang mengandung

80% kaolin dapat digunakan untuk produksi keramik dengan porositas setinggi

67% jika pembentuk pori yang tepat digunakan.


4

Pengaruh variasi komposisi alumina (Al2O3), magnesium oxide (MgO)

dan tanah liat (clay) dari limbah genteng mentah Sokka sebagai refraktori.

Komposisi alumina, magnesium oxide dan clay adalah (0%:0%;100%),

(5%:45%;50%), (10%:35%;50%), dan (15%:35%;50%). Hasil dari penelitian ini

menunjukan bahwa variasi komposisi 4 yaitu (15%:35%;50%) memiliki rata-rata

kekuatan impact tertinggi yakni sebesar 0,007611 j/mm2 (Mudzakir, 2018).

Menurut Maulana et al, pengaruh komposisi abu batu bara dan pasir inti cor bekas

pada bahan dasar tanah liat dengan variasi komposisi abu silika (5:45, 10:40,

15:35, 20:30, dan 25:25) dengan tanah liat 50% ukuran serbuk mesh 50, 100, dan

200. Diperoleh bahwa limbah abu batu bara dan pasir inti cor bekas mampu

meningkatkan sifat fisis dan mekanis dari tanah liat sehingga dapat dijadikan

bahan alternatif pembuatan refraktori. Penelitian ini bertujuan untuk membuat

refraktori baru dengan bahan campuran variasi komposisi limbah evaporation

boats dan grafit dengan bahan pengikat kaolin untuk dijadikan sebagai bahan

refraktori pembuatan kowi. Serta mengetahui sifat mekanik kowi tersebut. Selain

itu dengan memanfaatkan limbah evaporation boats maka akan menjadikan

limbah tersebut menjadi bernilai guna.

1.2. Identifikasi Masalah

1. Evaporation boats sebagai limbah dari PT 3M Indonesia yang

pemanfaatannya dalam dunia keteknikan masih sedikit.

2. Potensi limbah evaporation boats sebagai refraktori yang menjadikan salah

satu bahan pembuatan crucible/kowi karena memiliki karakteristik yang

sesuai.
5

3. Banyaknya industri pengecoran logam yang secara terus menurus

memperbaiki kowi yang sudah ada karena ketahanan kowi yang tidak bisa

maksimal.

4. Kowi perlu ditingkatkan kekuatannya sepaya tidak mudah retak dan pecah

5. Komposisi campuran pada pembuatan kowi sangat mempengaruhi sifat

mekanik kowi yang dihasilkan.

1.3. Batasan Masalah

1. Material yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah limbah

evaporation botas dari PT 3M Indonesia, grafit yang diperoleh dari indutri

pengecoran logam Ceper, Klaten dan kaolin yang di beli dari toko kimia

Indrasari Semarang.

2. Variasi komposisi sebagai berikut:

Tabel 1.1 Variasi komposisi


Evaporation Boats Grafit Kaolin
50 % 5% 45%
55% 5% 40%
60% 5% 35%
65% 5% 30%
3. Tekanan kompaksi yang diberikan 200 kg/cm2

4. Sintering 900 oC dengan holding time 30 menit

5. Temperatur firing 900o dengan laju pemanasan 5oC/menit dan holding time

30 menit

6. Sifat mekanik yang di ujikan adalah pengujian Vickers dan Bending

1.4. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh komposisi evaporation boats, grafit, dan kaolin

terhadap uji kekuatan vickers?


6

2. Bagaimana pengaruh komposisi evaporation boats, grafit, dan kaolin

terhadap kekuatan bending?

1.5. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh komposisi evaporation boats, grafit, dan kaolin

terhadap kekuatan vickers

2. Mengetahui pengaruh komposisi evaporation boats, grafit, dan kaolin

terhadap kekuatan bending

1.6. Manfaat Penelitian

1. Data hasil penelitian dapat disumbangkan terhadap perkembangan ilmu

pengetahuan khususnya di bidang pengecoran logam.

2. Hasil penelitian diharapakan dapat menjadi referensi dalam dunia

industri pengecoran logam

3. Dapat mengelola limbah evaporation boats sebagai bahan baku dalam

pembuatan kowi.

4. Memberikan wawasan terhadap penulis maupun dari pihak industri

terkait dengan pengecoran logam.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Kajian Pustaka

Henok Siagian dan Martha Hutabalian, (2012) dengan judul penelitian

“Studi Pembuatan Keramik Berpori Berbasis Clay dan Kaolin Alam dengan Aditif

Abu Sekam Padi”. Variasi campuran komposisi abu sekam padi berpengaruh

terhadap karakteristik keramik berpori, dimana penambahan persentase komposisi

abu sekam padi dari 0%, 5%, 10% dan 15% mengakibatkan meningkatnya

porositas dan sifat mekanik keramik, sedangkan densitas dan susut bakar

mengalami penurunan. Temperatur sintering dalam pembuatan keramik berpori

berpengaruh terhadap sifat fisis keramik.

Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Maulana, et al

(2011:44-48) dengan menggunakan metode penelitian eksperimental,

memvariasikan pengaruh komposisi abu batu bara dan pasir inti cor bekas pada

bahan dasar tanah liat (clay) dengan variasi komposisi abu-silika (%) 5:45, 10:40,

15:35, 20:30, 25:25, dan tanah liat 50% ukuran serbuk mesh 50, 100 dan 200 telah

menghasilkan pada variabel mesh 50, komposisi AB 25%, Si 25%, TL 50%

dengan masing-masing sebesar 22,36 W/mK dan 125 °C/W , sedangkan nilai kuat

tekan (s) maksimum (terbaik) ada pada variabel mesh 100, komposisi AB 15%, Si

35%, TL 50% sebesar 8,81 MPa (N/mm²). Hasil dari analisa data yang diperoleh

menunjukan bahwa limbah abu batu bara dan pasir inti cor bekas mampu

7
8

meningkatkan sifat fisis dan mekanis dari tanah liat sehingga dapat dijadikan

bahan alternatif pembuatan refractory.

Penelitian yang dilakukan oleh Irwansyah,. et al., (2010: 27-32) dengan

judul “Peningkatan Kualitas Refraktori Alumina Silikat untuk Peleburan

Kuningan Dengan Teknik Infiltrasi” melakukan penelitian pada refractory

alumina silikat dengan komposisi SiO2 (diambil dari kaolin Belitung) 96,46%,

Alumina (Al2 3,86% dan Magnesium oksida (MgO) 10,50% menghasilkan data

bahwa refractory silica dengan perlakuan infiltrasi meningkat kualitasnya dengan

nilai porositas sebesar 11,36%, densitas sebesar 2,34 kg/m3, penyerapan air

4,85%, dan kekuatan mekanik sebesar 129,072 kg/cm2 sehingga dapat digunakan

sebagai bahan refractory kowi peleburan kuningan dibidang industry peleburan

logam. Menurut Widayati, dkk (2016) pada penelitiannya yang berjudul

“Pengaruh Ukuran Partikel Bentonit dan Arang Kayu pada Pembuatan Keramik

Filter” menetapkan ukuran partikel yang digunakan adalah 10, 30, 50, 80, 100,

dan 200 mesh dengan variasi komposisi campuran bentonit dan arang kayu yaitu

30%:70%, 50%:50%, dan 70%:30%.

Isman, Ign. (2000) dengan judul “Penentuan Komposisi Bahan Mineral

Penyusun Keramik Untuk Immobilisasi Limbah Radioaktif”. Pada penelitian ini

menjelaskan bahwa semakin tinggi kandungan kaolin yang ada dalam monolit

keramik semakin besar susut tingginya setelah dilakukan pemanasan. Terjadinya

penyusutan tinggi maka secara otomatis akan terjadi penyusutan volume blok

monolit. Penyusutan ini terjadi kemungkinan disebabkan selama proses

pemanasan dari keadaan awal sampai diperoleh produk keramik yang kuat adalah
9

adanya perubahan bentuk dan ukuran pori. Kaitannya dengan akan digunakan

untuk immobilsasi limbah maka penyusutan volume tidak begitu berpengaruh

terhadap hasil immobilisasi. Penyusutan volume hanya digunakan untuk

menentukan ukuran monolit. Dari basil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa

monolit keramik dengan komposisi mineral penyusun kaolin, feldspar (dengan

komposisi clay mulai dari 2,5 % sampai 10 %) maka karakteristik monolit yang

diperoleh tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan ditinjau dari sifat serap

terhadap air, berat jenis serta kekuatan tekan.

Rahmat Doni Widodo dan Rusiyanto (2011) dengan judul penelitian

“Pengaruh Komposisi Kaolin Terhadap Densitas dan Kekuatan Bending pada 11

Komposit Fly-Ash Kaolin”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

temperatur sinter dan penambahan komposisi kaolin tehadap kekuatan bending

komposit keramik fly-ash/kaolin. Variasi penambahan kaolin sebesar 0%, 5%,

10%, 15% dan 20% berat. Pencetakan dilakukan dengan dengan tekanan

kompaksi 166,42 MPa untuk spesimen silinder (d = 15 mm dan t = 8 mm) dan

58,84 MPa untuk spesimen balok (B = 10mm, W = 8 mm, dan L = 50mm).

Dilanjutkan proses sintering pada temperatur 1100, 1150 dan 1200 oC yang

kemudian diambil temperatur sinter terbaik. Temperatur sinter optimum komposit

keramik fly ash/kaolin adalah 1150oC. Kekuatan komposit keramik fly ash/kaolin

paling tinggi yaitu pada komposisi 95% fly ash dan 15% kaolin sebesar 16,20

MPa

Penelitian yang dilakukan Siswanto dan Diharjo (2011) dengan judul

“Pengaruh Fraksi Volume dan Ukuran Pertikel Komposit Polyester Resin


10

Berpenguat Partikel Genting terhadap Kekuatan Tarik dan Kekuatan Bending”,

peneliti membuat rekayasa material komposit manggunakan Matrik Polyester

Resin BQTN 157 berpenguat partikel genting lalu diuji sifat mekaniknya dengan

uji tarik dan pengujian lentur. Fraksi volume partikel genting yang akan diteliti

yaitu sebesar 30%, 40%, dan 50%. Pada penelitian ini ukuran butiran partikel

yang digunakan yaitu mesh 40-60, mesh 60-80 dan mesh 80-100. Dari hasil

pengujian bending dan pengujian tarik menunjukkan bahwa komposit dengan

fraksi 30% memiliki nilai paling baik juga menghasilkan ikatan matrik terhadap

partikel lebih kuat. Pada komposit dengan partikel 80-100 mesh memiliki

tegangan bending dan tarik yang lebih tinggi. Penelitian ini relevan karena

menggunakan ukuran partikel mesh 80-100 dan menghasilkan kekuatan mekanik

tertinggi.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Crusible/kowi/cawan lebur

Paduan non ferrous seperti paduan Aluminium, paduan tembaga, paduan

timah hitam, dan paduan ringan lainnya biasanya dilebur dengan menggunakan

dapur peleburan jenis krusibel, sedangkan untuk besi cor menggunakan dapur

induksi frekuensi rendah atau kupola. Dapur induksi frekuensi tinggi biasanya

digunakan untuk melebur baja dan material tahan temperatur tinggi. Jenis dapur

yang paling banyak digunakan dalam pengecoran logam ada lima jenis yaitu;

Dapur jenis kupola, dapur pengapian langsung, dapur krusibel, dapur busur listrik,

dan dapur induksi. Dalam memproduksi besi cor dapur yang paling banyak
11

digunakan industri pengecoran adalah krusibel dan dapur induksi (Akuan,

2009:17).

Dapur peleburan yang digunakan untuk melebur bahan non logam,

umumnya terdapat cawan atau tungku di dalamnya yang disebut dengan kowi.

Kowi ataupun krusibel adalah tempat yang berbentuk menyerupai pot atau

mangkuk digunakan untuk peleburan bahan bukan logam. Nama krusibel diambil

dari bentuk benda tersebut yang krus (diameter bagian bawah lebih kecil

dibanding dengan bagian atas). Pembuatan kowi dapat berasal dari bahan-bahan

yang berbeda, ada yang terbuat dari grafit, tanah liat, silikon karbid, ataupun

dengan besi tuang atau baja. Tungku tersebut banyak dipakai dalam industri

pengecoran karena murah dan cukup memadai. Kowi berfungsi untuk

menampung logam yang akan dilebur (Polman, 2012:17).

Kowi atau crucible merupakan alah satu jenis refractory yang digunakan

pada pengecoran logam sebagai wadah atau tempat leburnya logam pada suhu

tinggi. Pada umumnya peleburan logam, khususnya logam non ferro yang tidak

mengandung unsur besi (Fe) seperti alumunium menggunakan kowi yang yang

tidak memerlukan suhu yang terlalu tinggi. Kowi tersebut biasanya terbuat dari

bahan grafit dan tanah liat, ada juga yang menguunakan bata tahan api (Sari, et al.

2017:53). Selain harus memiliki sifat tahan panas yang tinggi, kowi juga harus

memiliki sifat mekanik yang baik dan memiliki stabilitas sifat kimia dan fisika

yang baik. Kowi harus lah kuat untuk menerima beban logam panas yang mencair

dan tidak bereaksi pada logam cair tersebut. Sehingga komposisi bahan pembuat

kowi sangat berpengaruh pada kualitas kowi tersebut. Kowi digunakan untuk
12

wadah atau tempat leburnya logam sehingga titik lebur kowi lebih tinggi dari titik

lebur logam yang akan dicairkan.

Krusibel atau kowi dengan bahan grafit merupakan cawan kowi yang

paling baik karena dengan peggunaan bahan tersebut memiliki ketahanan suhu

yang tinggi dan tidak terjadi reaksi antara cairan yang dilebur dengan bahan

cawan tersebut. Cawan kowi dengan bahan grafit lebih sering digunakan untuk

peleburan tembaga dan kuningan yang memiliki titik lebur mulai dari 950 sampai

dengan 1050 oC. Dalam proses penggunaannya, setelah kowi dipasang dalam

tungku dengan pemakaian yang terus menerus akan mengalami penipisan dan

yang tertinggal hanyalah lempung, yaitu bahan pengikatnya, sehingga ketahanan

panasnya pun menurun. Hal tersebut dapat dilihat dari perubahan warnanya. Kowi

yang baru berwarna hitam kelabu, semakin lama pemakaian warna menjadi

semakin muda kemudian menguning dan akhirnya coklat kemerahan. Kowi ini

harus selalu kering dan disimpan di tempat yang hangat dan tidak lembab. Kowi

grafit yang lembab akan kehilangan lapisan gelasnya saat digunakan, sehingga

cepat menjadi aus (Polman, 2012:17).

Gambar 2.1. Kowi dengan bahan grafit


13

Dapur kowi adalah dapur tertua yang digunakan untuk melebur baja,

kowi terbuat dari grafit dan tanah liat. Kowi mudah pecah dalam keadaan bisa,

tetapi mempunyai kekuatan yang cukup kuat dalam keadaan panas. Kowi dapat

dipanaskan dengan kokas, minyak tanah, atau gas alam. Kapasitas kowi bervariasi

antara ± 50 Kg. (Amstead:1986)

Gambar 2.2. Dapur Kowi (Amstead, 1993)

Cawan kowi dengan bahan silikon karbid memiliki ketahanan suhu lebih

rendah dibandingkan dengan kowi grafit, tetapi untuk penggunaan peleburan

alumunium bisa berusia lebih panjang tergantung dari penanganannya (2 sampai 4

kalinya). Selain itu kowi ini memiliki daya hantar panas lebih baik sehingga

peleburan dapat berlangsung lebih cepat (penghematan energi). Belawanan

dengan bahan grafit pada penggunaannya di peleburan, pemanasan kowi dengan

bahan silikon karbid harus dilakukan secepat mungkin. Kekurangan dari kowi ini

adalah sangat peka terhadap bahan peleburan yang mengandung kryolith dan

natriunfluorid, demikian pula terhadap garam pemurni maupun pencuci

(pembersih cairan) (Polman, 2012:18). Jadi, kowi dapat dibuat dengan campuran
14

grafit dan lempung yang dalam hal ini penelitian kami dengan menggunakan

bahan tambahan limbah evaporation boats.

Lapisan bahan tahan panas yang biasanya terbuat dari bahan refractory

dan berfungsi sebagai penahan panas dalam tungku agar tidak keluar. Refractory

yang digunakan sebagai bahan tahan panas (lining) pada tungku induksi biasanya

menggunakan refractory yang bersifat asam, basa atau netral dan berbentuk bata

tahan api, monolitik atau sebagai crucible (kowi). Penentuan jenis material pelapis

sangat penting dalam proses peleburan logam pada tungku induksi. Pemilihan

material refractory yang tidak tepat akan menyebabkan kegagalan diawal.

Penggunaan refractory yang tepat dengan mengetahui sifat kimia, mekanis dan

fisis akan mengoptimalkan proses pengecoran logam menggunakan tungku

induksi dan mengoptimalkan konsumsi energi. Sehingga industri pengecoran

logam sudah seharusnya mengetahui sifat fisis, mekanik dan kimia dari refractory

yang digunakan.

2.2.2. Refraktori

Tungku pengecoran logam digunakan sebagai pelebur logam dengan

menggunakan suhu yang sangat tinggi maka dalam pengoperasiannya dibutuhkan

bahan isolator sebagai pelapis dari material tungku agar suhu tidak keluar. Isolator

berfungsi menahan panas dari dalam tungku. Bahan yang digunakan sebagai

isolator pada tungku pengecoran logam biasanya menggunakan bahan refractory.

Refractory pada dinding pelapis tungku induksi pengecoran logam berfungsi

melindungi komponen tungku pada saat beroperasi dan mencapai temperatur

tinggi. Selain itu refractory juga berfungsi menahan panas agar suhu tidak keluar
15

dari tungku yang akan menyebabkan kehilangan suhu panas untuk meleburkan

logam dan juga menahan suhu panas yang dapat membahayakan operator.

Refractory memiliki umur yang terbatas akibat penggunaanya dalam

menahan temperatur tinggi secara terus menerus. Maka dunia industri pengecoran

logam membutuhkan refractory dengan kuantitas yang relatif tinggi untuk

kepentingan produksi. Sifat refractory yang tidak tahan lama menyebabkan dunia

industri pengecoran logam mengeluarkan biaya perawatan intensif yang cukup tinggi.

Refractory tidak hanya digunakan pada tungku induksi namun dalam dunia industri

lainnya khususnya untuk pelapisan komponen yang beroperasi dengan suhu tinggi.

Refractory merupakan material kategori metalurgi keramik yang tersusun dari

kandungan senyawa logam dan non logam. Selain itu material refractory juga

merupakan material multi-komponen dimana terdapat mineral penting yakni mineral

oksida yang sangat tahan terhadap temperature yang tinggi dan bahan pengikat

(binder). Refractory yang baik tidak memeiliki pori-pori sehingga komposisi fasa

dan porositas merupakan faktor yang sangat penting dalam pembuatan produk

refractory. Semakin berkurangnya porositas maka akan meningkatkan kekuatan

dan ketahanan refractory dari korosi serta akan memiliki sifat mekanis dan fisis

yang baik. Berdasarkan bentuknya refractory dibagi menjadi tiga macam bentuk

yakni:

a. Bata api refraktori (Refractory Brick)

b. Castable/beton refraktori (Refractory Castable)

c. Mortar refraktori (Refractory Mortars)

Komposisi mineral penyusun yang digunakan dalam refractory biasanya

menggunakan silika, tanah liat (clay), magnesite dan lainnya. Proses peleburan
16

logam pada tungku listrik memerlukan refractory yang memiliki sifat fisis dan

mekanis yang baik. Maka sifat-sifat dari refractory yang akan digunakan sebagai

refractory pada tungku listrik adalah sebagai berikut:

1. Tidak melebur pada suhu yang relatif tinggi.

2. Sanggup menahan panas lanjutan yang tiba-tiba ketika terjadi pembebanan

suhu.

3. Tidak hancur di bawah pengaruh tekanan yang tinggi ketika digunakan pada

suhu tinggi.

Berdasarkan Unsur kimianya refraktori digolongkan sebagai berikut:

a) Refractory asam

Refractory asam atau refractory silica memiliki temperatur leleh

pada 1600 oC. Komposisi bahan refractory asam yakni silica dan kandungan

bahan tambahan lain harus lebih sedikit dari bahan utama. Refractory ini

biasanya digunakan sebagai pelapis tungku besi cor, atap tungku busur dan

keramik.

b) Refractory basa

Refractory basa tersusun atas senyawa oksida-oksida yang bersifat basa.

Refractory ini digunakan pada lingkungan dengan kondisi operasi basa.

Magnesium Oksida (MgO) merupakan unsur utama penyusun refractory basa.

Refractory basa memiliki ketahanan pada suhu tunggi yang kuat dan sifat

mekanik yang kuat. Refractory basa biasnya digunakan pada tungku induksi,

busur listrik, tungku sembur oksigen, dan lain seagainya.

c) Refractory netral
17

Refractory netral atau disebut refractory alumina tinggi karena

memiliki kandungan alumina di atas 47,5% hal ini sesuai menurut standar

ASTM dan digunakan temperatur operasi mencapai 2000 oC. Refraktori jenis

ini memiliki ketahanan pembebanan yang tinggi dan ketahanan yang baik

pada suhu tinggi. Penggunaan refraktori alumina biasanya terdapat pada

tungku peleburan baja, besi cor, keramik, kaca, dan lain sebagainya.

Refraktori dikelompokkan menjadi refraktori asam, netral, dan basa

menurut komposisi kandungan senyawa kimia penyusunnya. Selain itu

pengkelompokan ini juga berdasarkan kemampuan dari refraktori untuk

mempertahankan kondisinya dari reaksi logam cair yang bertemperatur

tinggi. Refraktori jenis asam seperti refraktori silika biasa digunakan pada

lingkungan operasi yang bersifat asam. Refraktori jenis basa terdiri dari

magnesia paling sering digunakan pada terak di dalam tungku dan refraktori

akan bersifat netral ketika tidak bereaksi di lingkungan asam atau basa. Sifat

kimia sebuah material refraktori ditentukan oleh komposisi kimia refraktori

tersebut. Ketika refraktori diekspose terhadap cairan yang korosif

ditemperatur tinggi luasan korosi/erosi bergantung pada butiran refraktori dan

ikatan kimia dari refraktori tersebut. Kebanyakan material terdiri dari bahan-

bahan yang kasar diantaranya butiran kasar dan butiran halus, dimana

memiliki komposisi yang berbeda. Selama kondisi pemanasan, terjadi proses

pemadatan meliputi bentuk fasa hal itu akan mempengaruhi kekuatan dari

refraktori.
18

Karakterisasi sifat fisik yang dimiliki material refraktori antara lain:

struktur mikro, tekstur, sifat termal, dan sifat kimia. Parameter lain yang

cukup penting dan saling berkaitan satu sama lain, yaitu: porositas, densitas,

kekuatan tekan, refraktorines, dan konduktivitas panas. Seperti umumnya

material refraktori memiliki porositas tertentu sehingga menyebabkan

refraktori memiliki kekuatan dan konduktivitas panas yang berbeda. Pada

umumnya data yang dicantumkan pihak produsen refractory berupa densitas,

porositas, refraktorines, dan sifat mekanik, tetapi belum cukup untuk

memberikan deskripsi tentang ketahanan suatu bahan refraktori dalam kondisi

aplikasinya. Selain itu untuk mengetahui kekuatan dari refraktori Ampka, dkk

(2017:17) telah melakukan riset tentang sifat mekanik refraktori dengan uji

Cold Crushing Strength (CCS). CCS merupakan pengujian kuat tekan pada

kondisi dingin dan berkaitan dengan waktu penyimpanan konstruksi. Sifat-

sifat ini sangat penting untuk mendapatkan refraktori dengan kualitas yang

baik. Porositas terbentuk selama proses sintering akibat gas yang

terperangkap serta penyebaran fasa cair yang meleleh tidak merata saat

sintering. Semakin tinggi densitas dan porositas yang rendah akan sangat baik

dalam instalasi konstruksi refractory. Porositas merupakan sifat refraktori

yang sangat mudah ditentukan. Hal ini dapat digunakan sebagai indikator

dalam menentukan homogen atau tidaknya bahan dasar yang digunakan.

Refraktori akan memiliki nilai fisik yang berbeda tergantung dari cara

pembuatan, penyimpanan, dan perlakuan. Perlu diadakan sebuah penelitian

untuk mengetahui apakah refraktori tersebut telah termasuk dalam nilai-nilai


19

standar yang diberlakukan baik oleh para peneliti, produsen maupun

konsumen yakni industri pengecoran logam.

2.2.3. Bahan pembuatan kowi

2.2.3.1 Evaporation Boats

Gambar 2.3 Evaporation boats

Evaporation boats adalah salah satu jenis refraktori. Bahan yang

memiliki karakteristik tahan terhadap abrasi atau korosi dan temperatur tinggi

baik padat, cair maupun gas dapat digolongan menjadi refraktori (Maulana et al,

2011: 44). Menurut Suharno (2008), jenis refraktori dibedakan menjadi empat

yaitu Acid, Basic, Neutral, dan Special dimana evaporation boats termasuk

kedalam jenis refraktori special karena memiliki unsur boron nitride (BN) dan

Titanium diboride (TiB2). Menurut ketahanan terhadap temperatur refraktori

dibedakan menjadi tiga yaitu biasa (1580-1770 oC), tinggi (1780-2000 oC), dan

Super (> 2000 oC). Sedangkan menurut metode pembentukannya refraktori terdiri

dari hand mold, cetak tuang, dan tekanan tinggi. Refraktori memiliki life time

yang terbatas akibat penggunaan secara terus menerus untuk menahan temperatur
20

tinggi. Salah satu penggunaan refraktori pada temperatur tinggi terdapat pada

industri pengecoran logam dimana refraktori yang dibutuhkan harus memiliki

kuantitas yang relatif tinggi untuk kepentingan produksi. Sifat refraktori yang

tidak tahan lama menyebabkan dunia industri pengecoran logam mengeluarkan

biaya perawatan intensif yang cukup tinggi.

Tabel 2.1 Spesifikasi Evaporation Boats PT. 3M Jakarta


(Sumber: 3M Evaporation Boats dan Evaporation Boats 2 Series)
2
Property
Component
Density (g/cm3) >2,75
Color Gray
Phase composition TiB2, BN
Maximum water uptake (%) at 38˚C, 90% RH <1,5
Porosity (%) <3
Electrical Properties
Resistivity at 1600˚C, R(10 Ω cm)
-5 1300-4800
Mechanical Properties at Room Temperature
Brinell hardness (HB 2,5/40) 45
Fracture toughness (MPa√m) 1,8
Youngs modulus (GPa) 55
Weibull modulus (l) >20
Flexural strength, 4 point bending (MPa) 70
Thermal Properties
Maximum thermal extension at 20-1600˚C (%) <1,2
Thermal conductivity at 20˚C (W/m.K) 80
Specific heat at 20 ˚C (J/G.K) 0,68
Coefficient of thermal expansion at 20-1600 ˚C (10/K) 5,5

2.2.3.2 Grafit

Grafit merupakan demorphiesme dari intan, tetapi memiliki tingkat

kekerasan yang rendah. Grafit tidak terbakar dan larut dengan mudah dalam

lelehan logam. Grafit terbentuk pada metamorfosa tingkat tinggi dari batuan yang

mengandung zat organik dapat terjadi pula karena proses magmatisme. Grafit
21

memiliki koefisen gesek yang rendah, material ini dapat digunakan sebagi solid

lubrication atau pelumas padat. Grafit adalah bentuk kristal karbon lunak dan

getas, memiliki memiliki kekerasan Brinell Hb kgf/mm2 dan berat jenisnya

2,2kg/mm3 kira-kira 1, kekuatan tarik (Surdia, 1986). Grafit adalah bentuk alotrop

karbon, karena kedua senyawa ini mirip namun struktur atomnya mempengaruhi

sifat kimiawi dan fisikanya. Grafit terdiri atas lapisan atom karbon, yang dapat

menggelincir dengan mudah. Artinya, grafit sangat lembut, dan dapat digunakan

sebagai minyak pelumas untuk membuat peralatan mekanis bekerja lebih lancar.

Pada umumnya digunakan sebagai "timbal" pada pensil. Grafit berwarna kelabu

akibat delokalisasi elektron antar permukannya, dan dapat berfungsi sebagai

konduktor listrik. Grafit juga disebut sebagai timbal hitam, mineral grafit dapat di

temukan di batuan metamorf yaitu sabak, filit, sekis, gneiss. Saat ini telah dibuat

berbagai bentuk karbon berupa grafit sintetis dan intan sintetis, karbon adsorban,

kokas, karbon hitam, serat grafit dan karbon, karbon gelas, karbon serupa intan

yang akan digunakan dalam berbagai aplikasi seperti kontak elektrik dan

elektroda, pelumas, pemoles sepatu, batu permata, pisau potong, penyerap gas,

dan lain-lain (Sengupta, dkk, 2011). Grafit pada komposit berfungsi sebagai

penguat dan memperkecil gesekan serta meningkatkan ketahanan aus. Grafit juga

berfungsi sebagai pelumasan (self lubricating). Material dengan kandungan grafit

di bawah 0,3% dikategorikan sebagai grafit berkandungan rendah. Sedangkan

pada kadar menengah grafit berkisar antara 0,5 - 1,8%. Grafit berkandungan

tinggi dengan kadar antara 3-5%.


22

Grafit memiliki struktur berupa jaringan dimana kristal C molekul padat

dimana setiap molekulnya terikat dengan ikatan Van der Waals. Pada grafit,

anisotropik terjadi terhadap nilai Modulus Young-nya dimana komponen yang

tegak lurus dengan bidang dasar akan memiliki lebih rendah dibandingkan yang

paralel dengan bidang dasar. Hal ini juga menyebabkan adanya sifat anisotropik

pada konduktivitas termal (Wissler, 2006). Selain bahan grafit, dalam pembuatan

kowi juga diperlukan bahan perekat yaitu lempung. Pada hal ini kami

menggunakan lempung kaolin.

2.2.3.3. Kaolin

Lempung adalah material yang memiliki ukuran diameter partikel lebih

kecil dari 2 µm dan dapat ditemukan dekat permukaan bumi. Karakteristik umum

dari lempung mencakup komposisi kimia, struktur lapisan kristal dan ukurannya.

Lempung merupakan suatu bahan yang mengandung senyawa alumino silikat

hidrat dengan ukuran butir kurang dari 2 mikron. Lempung akan menjadi sangat

keras dalam keadaan kering, dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan.

Tanah liat atau lempung mempunyai sifat permeabilitas sangat rendah dan bersifat

plastis pada kadar air sedang. Contoh mineral lempung adalah mineral kaolinit

dan mineral haloysit (Nuryanto, 1999). Pada umumnya ada 2 jenis lempung,

yaitu:

1. Ball clay, ini digunakan pada keramik putih karena memiliki plastisitas tinggi

dengan tegangan patah tinggi serta tidak pernah digunakan sendiri. Tanah jenis

ini disebut tanah liat sedimen, memiliki butir halus dan berwarna abu abu. Titik
23

lelehnya lebih kurang 1800°C. Kaolin digunakan untuk membuat gerabah,

porselin dan tegel.

2. Fire clay, jenis tanah ini biasanya berwarna terang ke abu-abu gelap menuju

hitam. Fire clay diperoleh di alam dalam bentuk bongkahan yang menggumpal

dan padat. Tanah jenis ini tahan dibakar pada suhu tinggi tanpa mengubah

bentuknya. Ada 3 jenis fire clay, yaitu flin fire clay yang memiliki struktur

kuat, plastic fire clay yang memiliki kemampuan kerja yang baik serta high

alumina clay yang sering digunakan sebagai refraktori dan bahan tahan api.

Kaolin merupakan massa batuan yang tersusun dari material lempung

dengan kandungan besi yang rendah, dan umurnnya berwarna putih dan agak

keputihan. Kaolin mempunyai komposisi hidrous aluminium silikat

(2H2O.AlO3.2SiO2), dengan disertai mineral penyerta. Kaolin dapat digunakan

dalam pembuatan keramik, bahan obat, pelapis kertas, cat bangunan, sebagai

adiktif pada makanan dan pada pasta gigi (Saintika, 2012). Kaolin adalah jenis

lempung yang mengandung mineral kaolinit dan terbentuk melalui proses

pelapukan. Kaolin merupakan jenis tanah liat primer digunakan sebagai bahan

utama dalam pembuatan keramik putih, dan mengandung mineral kaolinit sebagai

bagian yang terbesar, sehingga kaolin biasanya disebut sebagai lempung putih.
24

Gambar 2.4 Kaolin Clay


David O. Obada (2016), menggunakan kaolin-styrofoam, serbuk gergaji,

dan high density polyethylene untuk menghasilkan badan keramik berpori

eksperimental diselidiki. Porositas disinter dihitung dan memberi berikut: jelas

porositas: 28,63% -67,13% untuk semua sampel diselidiki. Sampel dengan high

density polyethylene (HDPE) pembentuk pori menunjukkan retakan permukaan

kecil setelah cincin, tapi dipamerkan tingkat porositas tertinggi sementara sampel

dengan styrofoam dan karakteristik permukaan seragam dengan pori-pori,

stabilitas termal dan tidak ada retak permukaan terlihat. Dapat disimpulkan bahwa

formulasi yang mengandung 80% kaolin dapat digunakan untuk produksi keramik

dengan porositas setinggi 67% jika pembentuk pori yang tepat digunakan.

Menurut Das (1985), lempung (clay) adalah bagian dari tanah yang sebagian besar

terdiri dari partikel mikroskopis dan submikroskopis (tidak dapat dilihat dengan

jelas bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan

pipih dan merupakan partikel-pertikel dari mika, mineral-mineral lempung (clay

minerals), dan mineral-mineral yang sangat halus lain. Paduan dari beberapa

bahan kowi pelebur seperti arang sekam padi, grafit, dan kaolin nantinya akan

diuji ketahanan thermalnya. Pengaruh panas mendadak atau thermal shock pada
25

saat penggunaan kowi pelebur sangat diperhitungkan. Hal itu karena kowi dari

bahan sebelumnya yaitu grafit dapat retak dalam waktu tertentu. Pada saat suhu

yang diterima saat peleburan dan suhu pada saat kowi pelebur dalam keadaan

dingin, begitu juga bahan lainnya.

2.2.4. Sintering

Sintering adalah proses yang digunakan untuk membentuk ikatan antar

partikel/serbuk setelah proses kompaksi. Proses ini dilakukan dengan memberikan

panas/ memanaskan sampel pada temperatur di bawah melting point-nya hingga

terjadi transfer massa pada permukaan serbuk sehingga terbentuk ikatan bersama

antar serbuk (Yafiedan dan Widyastuti, 2014:45). Sintering adalah proses

penggabungan partikel-partikel serbuk melalui peristiwa difusi pada suhu yang

tinggi (Widayana, et al., 2014:440). Tujuan dari proses sintering yakni untuk

pengurangan porositas, peningkatan densitas (massa jenis) dan sifat mekanik dari

bahan keramik. Proses pembuatan bahan keramik akan diawali dengan pembuatan

serbuk kemudian dilanjutkan dengan pemadatan pada suhu tinggi (sintering)

(Ramlan, et al,. 2007:11). Temperatur yang diberikan pada bahan uji saat proses

sintering harus diberikan dibawah suhu titik lebur atau titik cair bahan tersebut

sehingga fasa cair tidak terbentuk. Setiap material memiliki titik lebur yang

berbeda-beda sehingga pemilihan suhu pada proses sintering harus dilakukan

dengan tepat. Faktor yang mempengaruhi mekanisme proses sintering yakni :

jenis material bahan, komposisi material dan ukuran butir. Alur proses sintering

diantaranya sebagai berikut:


26

1. Proses pencetakan yakni dari bahan serbuk akan diberikan penekanan

menggunakan mesin press. Penekanan ini mengakibatkan penyatuan

butiran serbuk satu sama lain (kompaksi).

2. Tahap awal sintering membuat kontak antar butir serbuk dan

mengakibatkan celah dari tiap butir berubah menjadi pori.

3. Tahap akhir proses sintering terjadi penyusutan pori-pori yang semakin

kecil (penurunan porositas)

2.2.5. Pengujian kekerasan Vickers

Uji kekerasan Vickers menggunakan penumbuk piramida intan yang

dasarnya berbentuk bujur sangkar, besarnya sudut antara permukaan-permukaan

piramid yang saling berhadapan adalah 136°. Sudut ini dipilih karena nilai

tersebut mendekati sebagian besar nilai perbandingan yang diinginkan antara

diameter lekukan dan diameter lekukan dan diameter bola penumbuk pada uji

kekerasan Brinell. Karena bentuk penembuknya piramid maka pengujian ini

sering dinamakan uji kekerasan piramida intan. Angka kekerasan piramida intan

(DPH) atau angka kekerasan Vickers (VHN), didifinisikan sebagai beban dibagi

luas permukaan lekukan. Pada prakteknya, luas ini dihitung dari pengukuran

mikroskopik panjang diagonal jejak, VHN dapat ditentukan dengan persamaan

berikut.

(2.1)

Dimana: P = beban yang diterapakan (kgf)


d = panjang diagonal rata-rata (mm)
θ = sudut antara permukaan intan yang berlawanan = 136°
27

Pada penelitian ini menggunakan penggujian kekerasan mikro Vickers.

Pengujian mikro Vickers adalah metode pengujian kekerasan dengan pembebanan

yang relatif kecil yang sulit dideteksi oleh metode pengujian makro Vickers.

Prinsip pengujian mikro Vickers adalah dengan penekanan penetrator pada

permukaan benda uji sehingga pembebanan yang dibutuhkan juga relatif kecil

yaitu berkisar antara 10-1000 gf (Dieter, 1988: 334). Alasan penulis menggunakan

metode uji kekerasan ini karena dengan indentor yang berbentuk piramid, sama

baik digunakan pada bahan keras maupun lunak, nilai kekerasan suatu spesimen

uji dapat diketahui dari penentuan angka kekerasan pada spesimen uji yang kecil

dapat diukur dengan mililih gaya yang relatif kecil.

Lekukan yang benar yang dibuat oleh penumbuk intan harus berbentuk

bujur sangkar, akan tetapi penyimpangan lekukan bisa terjadi seperti lekukan

bantal jarum akibat terjadinya penurunan logam disekitar permukaan piramida

yang datar. Keadaan demikian terdapat pada logam yang dilunakkan dan

mengakibatkan pengukuran panjang diagonal yang berlebihan (Dieter, 1993: 335).

Gambar 2.5 Tipe-tipe lekukan piramida intan.


Sumber: (Dieter, 1988: 335).

Pada Gambar 2.7, Gambar a merupakan salah satu tipe lekukan piramid yang

sempurna, Gambar b merupakan tipe lekukan piramid bantal jarum yang

disebabkan karena terjadinya penurunan benda kerja di sekitar permukaan

piramida yang datar. Sedangkan Gambar c merupakan tipe lekukan piramid


28

berbentuk tong yang disebabkan karena benda kerja mengalami proses pengerjaan

dingin.

2.2.6. Kekuatan Bending

Kekuatan Bending diuji menggunakan pengujian lengkung (Bending)

yang merupakan salah satu pengujian sifat mekanik bahan yang dilakukan pada

15 spesimen uji. Uji Bending diberikan pada bahan yang digunakan sebagai

konstruksi atau komponen yang akan menerima pembebanan lengkung maupun

proses pelengkungan dalam pembentukan. Pelengkuan (Bending) merupakan

proses pembebanan terhadap suatu bahan pada suatu titik ditengah-tengah dari

bahan yang ditahan diatas dua tumpuan. Dengan pembebanan ini bahan akan

mengalami deformasi dengan dua buah gaya yang berlawanan bekerja pada saat

yang bersamaan. Bahan yang diberikan pembebanan akan mengalami perubahan

bentuk (deformasi) secara bertahap dari elastis menjadi plastis hingga akhirnya

mengalami kerusakan (patah). Proses pembebanan lengkung memiliki dua gaya

yang bekerja secara bersamaan dengan jarak tertentu serta arah yang berlawanan,

maka Momen lengkung (Mb) itu akan bekerja dan ditahan oleh sumbu batang

tersebut atau sebagai momen tahanan lengkung (Wb). Proses pengujian lengkung

memilki tujuan pengujian yang berbeda tergantung kebutuhannya. Berdasarkan

kebutuhannya, maka pengujian lengkung dibedakan menjadi 2, yaitu pengujian

lengkung beban dan pengujian lengkung perubahan bentuk. Pengujian lengkung

beban ialah pengujian lengkung yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan

bahan uji dalam dalam menerima pembebanan lengkung. Pengujian lengkung

perubahan bentuk berbeda dengan pengujian lengkung beban. Pada dasarnya


29

proses pengujian lengkung perubahan bentuk ini bertujuan untuk mengetahui

seberapa jauh bahan uji ini dapat dibengkok atau dibentuk tanpa pemanasan. Oleh

karena itu didalam prosesnya diperlukan pengamatan yang cermat serta

memperhatikan berbagai aturan yang ditentukan dalam pengujian. 42 Proses

pengujian Bending, terdapat 2 cara untuk melakukannya yaitu 4-point Bending

dan 3-point Bending. Penelitian ini menggunakan 4-point Bending, 4-point

Bending adalah cara pengujian dengan menggunakan dua tumpuan dan dua

penekan. Berikut merupakan skema pengujian 4 point bending:

Gambar 2.6 Four Point Bending

Gambar 2.7 Spesimen Uji Bending dengan (L) Panjang Span/jarak antara
titik tumpuan, (Lo) Panjang spesimen, (b) Lebar spesimen dan (d) Tebal spesimen
(sumber: Dewa, 2021)

Persamaan untuk menghitung besarnya kekuatan bending dapat menggunakan

persamaan dibawah ini:

(2.2)
30

Dimana: 𝛔b = kekuatan bending


P = Gaya
l = panjang span
b = lebar
d = tebal
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu dan tempat penelitian direncanakan agar penelitian yang akan

dilaksanakan terjadwal dengan rapi dan dapat selesai dalam waktu yang telah

direncanakan. Waktu dan tempat ynag direncanakan adalah sebagai berikut:

3.1.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada Semester Ganjil, tahun akademik

2020/2021. Rentang waktu pelaksanaan penelitian lapangan adalah bulan Juli

sampai bulan Maret tahun 2021.

3.1.2. Tempat Penelitian

Tempat pelaksanaan eksperimen dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin

Universitas Negeri Semarang.

3.2. Desain Penelitian

3.2.1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen untuk mencari perlakuan

tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali (Sugiyono, 2012: 72).

Perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu memvariasikan komposisi

evaporation boats, grafit, kaolin dan hasil yang didapatkan berupa tingkat nilai

kekerasan Vickers dan pengujian drop test.

3.2.2. Diagram Penelitian

Penelitian ini memiliki tahapan yang dilakukan secara runtut. Urutan

tahap penelitian ini dijelask.an pada diagram alir Gambar 3.1.

31
32

Mulai

Studi

Persiapan

Evaporation Grafit, Mesh Kaolin, Mesh

Pengayakan

Mesh

Mixing Variasi
Komposisi
Evaporation
Pembuatan Spesimen
Boats: Grafit :
Kaolin
50%: 5%: 45%
Sintering 900
55%: 5%: 40%
60%: 5%: 35%
Pengujian Kekerasan 65%: 5%: 30%
dan Drop Test

Analisis

Kesimpulan

Selesai
Gambar 3.1. Desain Penelitian
33

a. Studi Literatur

Studi literatur adalah proses pencarian data atau refrensi. Berfungsi untuk

mengetahui atau memperkaya informasi sebagai dasar-dasar perancangan dan

baha-bahan yang digunakan dalam pembuatan kowi pelebur. Proses pengambilan

data diambil dengan cara metode pustaka dan observasi ke lapangan.

b. Persiapan Bahan Dasar

Mempersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan untuk pembuatan

kowi pelebur, di antaranya limbah evaporation boats dari PT 3M Indonesia, grafit

hitam dari serbuk baterai berasal dari tempat pengecoran logam Ceper Kabupaten

Klaten dengan ukuran 325 mesh, dan lempung kaolin asli Belitung yang diperoleh

dari toko kimia Indrasari, Stadion Diponegoro Kota Semarang dengan ukuran 325

mesh.

c. Proses. Mixing

Proses mixing atau pencampuran ini dilakukan untuk mencampur tiga

bahan untuk membuat kowi pelebur dengan mesin mixing. Dengan perbandingan

komposisi di antaranya sebagai berikut:

Tabel 3.1 Perbandingan komposisi evaporation boats, grafit, dan kaolin


Evaporation Boats Grafit Kaolin
50 % 5% 45%
55% 5% 40%
60% 5% 35%
65% 5% 30%
d. Pembuatan Spesimen

Pembuatan spesimen dimulai dari proses pembuatan cetakan berbentuk

silinder dengan diameter 20mm dan tinggi 15mm. Proses pengerjaan pembuatan

kowi dilakukan di bengkel pengecoran logam Teknik Mesin Universitas Negeri


34

Semarang dengan acuan studi literatur yang sudah dilakukan sintering Spesimen

hasil compaction yang dalam keadaan green compact, kemudian di sintering

dengan suhu 900 0C selama kurang lebih 2 jam dengan holding time 1 jam.

Setelah itu sebagian spesimen langsung masuk dalam pengujian Vickers.

Untuk pengujian drop test menggunakan specimen berbentuk kowi

e. Pengujian Vickers

Analisis hasil dan pembahasan dilakukan setelah pengujian dirasa telah

berhasil. Fungsinya sebagai tolak ukur apakah spesimen uji untuk membuat kowi

pelebur membunyai kekerasan yang baik.

f. Pengujian Bending

Analisis hasil dan pembahasan dilakukan setelah pengujian dirasa telah

berhasil. Fungsinya sebagai tolak ukur apakah spesimen uji untuk kowi pelebur

mempunyai nilai drop test yang baik.

g. Kesimpulan

Dalam proses ini menerangkan hasil-hasil dari penelitian, pembuatan,

pengujian dan analisa. Sehingga para pengguna selanjutnya mengetahui

kemampuan kowi dan kekurangannya, agar tidak terjadi kesalahan atau

kecelakaan saat menggunakan kowi

3.3. Alat dan Bahan Penelitian

3.3.1. Alat Penelitian

Peralatan-peralatan yang digunakan untuk penelitian harus dipesiapkan

sesuia dengan kebutuhan dan spesifikasi yang telah ditentukan. Berikut ini adalah

pralatan yang digunakan untuk p.enelitian.


35

Tabel 3.2. Peralatan Penelitian.


No. Nama Alat Manfaat
1 Cetakan plat Mencetak bahan yang akan digunakan
2 Alat Press Menumbuk cetakan untuk membentuk kowi
3 Inti cetakan Membentuk bagian dalam kowi
4 Ayakan/mesh Mengayak bahan dengan 100 mesh kehalusan
100 mesh
5 Jangka Sorong Mengukur diameter dan tebal sampel
6 Alat uji Bending Mengeringkan bahan
7 Furnace Tempat pembakaran sampel
8 Alat uji Vickers Menguji kekerasan
9 Timbangan Digital Menimbang bahan spesimen
10 Mesin Giling Menghaluskan Evaporation boats

3.3.2. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian berjudul “Pengaruh komposisi”

antara lain: limbah evaporation Boats, grafit hitam, kaolin powder putih, air, kain

macun, dan tisu.


36

3.3.3. Desain Kowi

Gambar 3.2 Cetakan Dapur Kowi

Gambar 3.3 Inti


37

Gambar 3.4 Hasil jadi Kowi

3.4. Parameter Penelitian

Parameter penelitian adalah hal yang difokuskan segala kejadiannya

sebagai data penelitian. Menurut Sugiyono (2012: 38), variabel penelitian pada

dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,

kemudian ditarik kesimpulannya

3.4.1. Parameter Bebas

Menurut Sugiyono (2012: 39) variabel bebas adalah parameter yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya parameter

terikat (dependen). Parameter bebas pada penelitian ini adalah variasi

perbandingan komposisi sebagai berikut:


38

Tabel 3.3 Perbandingan komposisi


Evaporation Boats Grafit Kaolin
50 % 5% 45%
55% 5% 40%
60% 5% 35%
65% 5% 30%
3.4.2. Parameter Terikat

Menurut Sugiyono (2012: 39), Parameter terikat merupakan parameter

yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya parameter bebas.

Parameter terikat pada penelitian ini adalah kekerasan dan drop test.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik observasi terstruktur. Menurut

Sugiyono (2012: 146), observasi terstruktur adalah observasi yang dirancang

secara sistematis tentang objek yang akan diteliti, kapan dan di mana tempat

penelitian dilaksanakan. Observasi terstruktur dilakukan apabila peneliti telah

mengetahui dengan pasti parameter apa yang akan diamati.

Data penelitian pengujian impak dan kekerasan dicatat pada tabel instrumen 3.1

dan 3.2 agar memudahkan untuk analisis data.

Tabel 3.4 Tabel Hasil Uji Vickers


Nilai Uji Vickers
Variasi Komposisi Eva
Spesimen Spesimen Spesimen
Boats:Grafit:Kaolin Rata-rata
Uji 1 Uji 2 Uji 3
50%:5%:45%

55%:5%:40%

60%:5%:35%

65%:5%:30%
39

Tabel 3.5 Tabel Hasil Uji Bending


Nilai Uji Bending
Variasi Komposisi Eva
Spesimen Spesimen Spesimen
Boats:Grafit:Kaolin Rata-rata
Uji 1 Uji 2 Uji 3
50%:5%:45%

55%:5%:40%

60%:5%:35%

65%:5%:30%

3.6. Kalibrasi Instrumen

Kalibrasi instrumen adalah proses menyesuaikan indikasi dari

perangkat pengukuran agar sesuai dengan besaran dari standar yang

digunakan dalam akurasi tertentu. Pada penelitian ini pengujian kekerasaan

dilakukan dengan metode Vickers dan Bending. Pengujian menggunakan

mesin HV-1000A yang ada di Laboratorium Teknik Mesin Universitas

Negeri Semarang.

3.6.1. Mesin Uji kekerasan

Mesin uji kekerasan digunakan untuk mengetahui seberapa keras

material menerima beban. Cara kalibrasi mesin uji kekerasan sebagai berikut:

a Master blok diletakan pada landasan dengan posisi tegak lurus terhadap

indentor.

b Menaikan landasan sampai master block dan indentor bersinggungan

c Menurunkan tuas untuk pengaplikasian beban pada master block

d Pemberian holding time

e Menghilangkan beban dari master blok


40

f Nilai kekerasan yang muncul pada mesin uji kemudian dilihat apakah

sudah sesuai dengan nilai kekerasan master blok yang digunakan, apabila

nilainya sama maka proses kalibrasi dinyataka berhasil.

g Master blok dilepas dari mesin uji dan bersihkan mesin uji.

3.7. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode

analisis deskriptif. Metode ini digunakan untuk memberikan gambaran terhadap

perubahan yang terjadi setelah dilakukan perlakuan tertentu dengan variabel bebas

terhadap variabel terikat. Data yang diperoleh dari reaksi yang ditimbulkan

variabel terikat kemudian dimasukkan ke dalam tabel dan ditampilkan dalam

bentuk grafik yang kemudian akan dideskripsikan menjadi kalimat yang mudah

dibaca, dipahami dan ditarik kesimpulannya.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen yang

digunakan untuk mengetahui hubungan variabel bebas berupa variasi komposisi

evaporation boats terhadap variabel terikat berupa kekuatan vickers dan bending.

Data yang diperoleh dari penelitian, selanjutnya dideskripsikan sebagai berikut:

4.1.1 Hasil Pengujian Vickers

Pengujian kekerasan bertujuan untuk mengetahui kekuatan specimen

setelah diberikan tekanan oleh indentor. Alat uji yang digunakan untuk

pengujian kekerasan berupa alat uji microhardness M800, dengan pembebanan

sebesar 25 gf dengan pembebanan dilakukan selama 10 detik.

25 gf = 0,24516625 N

1 N = 1 Kgm/s2 = 101,9716213 gf

Hasil penekanan oleh indentor menghasilkan bekas pijakan bentuk

piramida yang dapat diukur kekuatannya menggunakan persamaan (2.1):

= = = 0,349999 gf / µm2

Tabel 4.1 Nilai Kekuatan Vickers


Temperatur Holding
Nilai Uji Vickers (HVN)
(Co) Time Variasi
Komposisi Spesimen Spesimen Spesimen
Rata-rata
1 2 3
900o 30 menit 50%: 5%: 45% 5,4 4,1 4,0 4,5
55%: 5%: 40% 6,2 4,8 6,0 5,6
60%: 5%: 35% 6,7 8,9 6,9 7,5
65%: 5%: 30% 9,4 8,6 9,3 9,1

41
42

4.1.2. Pengujian Kekuatan Bending (σb)

Hasil uji bending digunakan untuk menghitung nilai dari kekuatan

bending (σb).

Nilai kekuatan bending dapat dihitung dengan Persamaan 2.2. Contoh

perhitungan kekuatan bending variasi komposisi 50%:5%:45% spesimen 1:

Diketahui:
Pmax : Tekanan maksimal = 232N
L : Jarak 2 support span = 80 mm
b : Lebar spesimen uji = 8 mm
d : Tebal spesimen uji = 6 mm
Masukkan ke dalam Persamaan 2.2 :

Perhitungan tersebut digunakan untuk menghitung kekuatan Bending pada

specimen yang lainnya. Sehingga akan didapat hasil kekuatan Bending seperti

pada Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Nilai Kekuatan Bending

Kekuatan Rata-
Variasi Force L b d d2
Spesimen Bending rata
Komposisi (N) (mm) (mm) (mm) (mm2)
(MPa) (MPa)
1 232 80 8 6 36 60,42
50%:5%:45% 62,08
2 306 80 8 6 36 63,75
1 170 80 8 6 36 44,27
55%:5%:40% 62,34
2 386 80 8 6 36 80,42
1 256 80 8 6 36 66,67
60%:5%:35% 59,79
2 254 80 8 6 36 52,92
1 172 80 8 6 36 44,79
65%:5%:30% 43,85
2 206 80 8 6 36 42,92
43

4.2. Analisis Data

4.2.1. Pengujian Vickers

Data pengujian Vickers yang diperoleh dari Tabel 4.1 diubah kedalam

bentuk grafik dan dijelaskan sebagai berikut.

10

6
HVN

0
50%: 5%: 45% 55%: 5%: 40% 60%: 5%: 35% 65%: 5%: 30%
Variasi Komposisi

Gambar 4.1 Grafik Rata-rata Kekuatan Vickers

Berdasarkan gambar 4.2 dapat diketahui nilai kekuatan Vickers tiap

variasi komposisinya. Variasi komposisi 65%:5%:30% menghasilkan nilai rata-

rata nilai kekuatan Vickers terkecil yaitu 4,5 HVN. Variasi komposisi

60%:5%:35% menghasilkan nilai rata-rata nilai kekuatan Vickers 5,6 HVN.

Variasi komposisi 55%:5%:40% menghasilkan nilai rata-rata nilai kekuatan

Vickers 7,5 HVN. Variasi komposisi 50%:5%:45% menghasilkan nilai rata-rata

nilai kekuatan Vickers 9,1 HVN.


44

4.2.2. Pengujian Bending

Data pengujian Vickers yang diperoleh dari Tabel 4.1 diubah kedalam

bentuk grafik dan dijelaskan sebagai berikut.

Gambar 4.2 Grafik Rata-rata Kekuatan Bending

Berdasarkan gambar 4.2 dapat diketahui nilai kekuatan Bending tiap

variasi komposisinya. Variasi komposisi 50%:5%:45% menghasilkan nilai rata-

rata nilai kekuatan Bending terkecil yaitu 43,85 MPa. Variasi komposisi

65%:5%:30% menghasilkan nilai rata-rata nilai kekuatan Bending 62,08 MPa.

Variasi komposisi 60%:5%:35% menghasilkan nilai rata-rata nilai kekuatan

Bending 62,34 MPa. Variasi komposisi 55%:5%:40% menghasilkan nilai rata-rata

nilai kekuatan Bending 59,79 MPa.

4.3 Pembahasan

Pada penelitian ini membahas pengaruh variasi komposisi evaporation

boats, grafit dan kaolin dalam pembuatan kowi terhadap uji kekerasan Vickers dan

uji Bending. Variasi komposisi yang digunakan 50%:5%:45%, 55%:5%:40%,


45

60%:5%:35% dan 65%:5%:30% untuk diteliti kekuatan Vickers dan kekuatan

Bending. Variasi komposisi terbaik dalam uji Vickers adalah 65%: 5%: 30%

dengan nilai rata-rata 9,1 HVN. Variasi komposisi terbaik dalam uji Bending

adalah 55%:5%:40%dengan nilai rata-rata 62,34 MPa.

4.3.1. Pengaruh Variasi Komposisi Terhadap Uji Kekerasan Vickers

Data dari hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan hasil nilai

kekerasan uji Vickers dengan variasi komposisi 50%:5%:45%, 55%:5%:40%,

60%:5%:35% dan 65%:5%:30%. Karena adanya perbedaan komposisi perbedaan

komposisi evaporation boats, maka didapat nilai kekerasan yang berbeda juga.

Variasi komposisi 65%: 5%: 30% mempunyai persentase komposisi evaporation

boat terbanyak, kandungan Titanium diboride pada Evaporation Boats menambah

nilai kekerasan pada sepsimen tersebut. Titanium diboride mempunyai rumus

kimia TiB2. Titanium diboride digunakan sebagai bahan keramik karena memiliki

nilai titik leleh, kekerasan, rasio kekuatan terhadap kepadatan, dan ketahanan aus

yang relatif tinggi (Munro, 2000: 709).

4.3.2. Pengaruh Variasi Komposisi Terhadap Uji Kekerasan Bending

Data dari hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan hasil nilai

kekerasan uji Vickers dengan variasi komposisi 50%:5%:45%, 55%:5%:40%,

60%:5%:35% dan 65%:5%:30%. Karena adanya perbedaan komposisi perbedaan

komposisi kaolin, maka didapat nilai Bending yang berbeda juga. Variasi

komposisi dengan kandungan kaolin 30% sampai 40% mempunyai kekuatan

bending yang terus meningkat. Kandungan silika pada kaolin menambah kekuatan

bending pada spesimen. . Penambahan kaolin akan meningkatkan nilai kekuatan


46

bending komposit fly ash dan kaolin dan mencapai nilai maksimum pada

penambahan 15% kaolin. Hal ini menunjukkan porositas pada spesimen 100% fly

ash lebih besar dibandingkan dengan spesimen 15% kaolin dan menunjukkan

bahwa terjadi peningkatan kandungan silika pada spesimen 15% kaolin sebesar

53,34% sedangkan pada spesimen 100% fly ash hanya sebesar 46,78% (Rahmat

Doni Widodo dan Rusiyanto, 2011).

90
80
70
60
50 East
40
West
30
20 North
10
0
1st 2nd 3rd 4th
Qtr Qtr Qtr Qtr
BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh variasi komposisi

evaporation boats, grafit dan kaolin terhadap kekuatan Vickers dan kekuatan

Bending dapat disimpulkan.

1. Variasi komposisi evaporation boats, grafit dan kaolin memberi pengaruh

terhadap kekuatan Vickers. Nilai kekerasan Vickers tertinggi rata-rata

sebesar 9,1 HVN diperoleh pada penggunaan komposisi evaporation

boats, grafit dan kaolin 65%: 5%: 30%. Semakin banyak komposisi

evaporation boats maka nilai kekerasan akan naik.

2. Variasi komposisi evaporation boats, grafit dan kaolin memberi pengaruh

terhadap kekuatan Bending. Nilai kekuatan Bending tertinggi rata-rata

sebesar 62,34 MPa diperoleh pada penggunaan komposisi evaporation

boats, grafit dan kaolin 55%: 5%: 40%.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut.

1. Untuk menghasilkan kowi dengan nilai kekerasan yang tinggi, sebaiknya

menggunakan variasi komposisi 65%: 5%: 30%.

2. Apabila ingin menghasilkan kowi dengan nilai kekuatan bending yang

tinggi maka sebaiknya menggunakan variasi komposisi 55%: 5%: 40%.

47
48

Daftar Pustaka

3M Advanced Materials Division. 2015. 3MTM Evaporation Boats,


http://technicalceramics.3mdeutschland.de/en/products.htm. Diakses pada
28 Desember 2020 (15:00)
Arianto Leman S., Tiwan, dan Mujiyono. 2014. Pengembangan Tungku
Peleburan Aluminium Untuk Mengembangkan Kompetensi Pengecoran.
Smk Program Studi Keahlian Teknik Mesin. Inotek: 80-94.
Arianto Leman S., Tiwan, dan Mujiyono. 2014. Tungku Krusibel Dengan
Economizer Untuk Praktik Pengecoran Di Jurusan Pendidikan Teknik
Mesin Ft Uny. Jurnal Dinamika Vokasional Teknik Mesin, Volume 2: 21-
27.
Daud, D. 2015. Kaolin sebagai bahan pengisi pada pembuatan kompon karet:
pengaruh ukuran dan jumlah terhadap sifat mekanik-fisik. Jurnal
Dinamika Penelitian Industri, 26(1): 41-48.
Desi Riana Sari. 2017. Pengaruh Thermal Shock Resistance terhadap Makro
Struktur Dan Ketahanan Impact Kowi Pelebur (Crusible) Berbahan
Komposit Abu Sekam Padi/ Grafit/ Kaolin. Skripsi. Universitas Negeri
Semarang. Semarang.
Ferli S.Irwansyah, Juliandri, Iwan Hastiawan, Soewanto Rahardjo, Rifki
Septawendar. 2010. Peningkatan Kualitas Refraktori Alumina Silikat
Untuk Peleburan Kuningan Dengan Teknik Infiltrasi. Jurnal Zeolit
Indonesia Vol 9: 25-32.
Henok Siagian dan Martha Hutabalian. 2012. Studi Pembuatan Keramik Berpori
Berbasis Clay dan Kaolin Alam dengan Aditif Abu Sekam Padi.
Irwansyah. 2010. Peningkatan Kualitas Refraktori Alumina Silikat untuk
Peleburan Kuningan Dengan Teknik Infiltrasi. 27-32.
Isman. 2000. Penentuan Komposisi Bahan Mineral Penyusun Keramik Untuk
Immobilisasi Limbah Radioaktif.
Jannah, E. M. 2020. Pengaruh Temperatur Sintering Terhadap Densitas,
Porositas, dan Kekerasan Berbahan Evaporation Boats, Kaolin dan Semen
Castable Sebagai Material Crucible. Skripsi Prodi Pendidikan Teknik
Mesin Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri
Semarang.
Ma’ruf, M. 2019. Rancang Bangun Purwarupa Tungku Induksi untuk Peleburan
Logam Baja ST 60. Skripsi Jurusan Elektronika dan Instrumentasi
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Polman. 2012. Panduan Praktikum Peleburan 1. Klaten: Politeknik Manufaktur
Ceper.
Sanny Andjar Sari. 2014. Pengembangan Kowi Untuk Peleburan Limbah Kaca
Dengan Metode Qfd. Kowi Untuk Pelebur Limbah Kaca Priscilla : 25-30.
Sari, A. L., dan Rusiyanto, R. 2019. Pengaruh Thermal Shock Resistence dan
Komposisi Bahan Refraktori Terhadap Kekuatan Impact dan Struktur
Makro. Jurnal Dinamika Vokasional Teknik Mesin, 4(2): 105-110.
49

Sari, D. R., Rusiyanto, R. D. Widodo, dan Pramono. 2017. Pengaruh thermal


shock resistance terhadap makro struktur dan ketahanan impact kowi
pelebur (crucible) berbahan komposit abu sekam padi/grafit/kaolin. Jurnal
Kompetensi Teknik, 9(1): 53-59.
Siswanto dan Diharjo. 2011. Pengaruh Fraksi Volume dan Ukuran Pertikel
Komposit Polyester Resin Berpenguat Partikel Genting terhadap Kekuatan
Tarik dan Kekuatan Bending.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & R&D. Bandung:
Alfabeta.
Widodo, R. D., dan Rusiyanto. 2011. Pengaruh Komposisi Kaolin Terhadap
Densitas Dan Kekuatan Bending Pada Komposit Fly Ash-Kaolin.
Sainteknol: Jurnal Sains dan Teknologi, 9 (1): 45-50.
50

Anda mungkin juga menyukai