Anda di halaman 1dari 86

SKRIPSI

ANALISA PENGARUH PERUBAHAN DEBIT


TERHADAP PERUBAHAN PENAMPANG PADA PIPA
(Uji Laboratorium)

OLEH:
ERI AKSAN R.
E1A1 10 069

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir : Analisa Pengaruh Perubahan Debit Terhadap


Perubahan Penampang Pada Pipa (Uji Laboratorium)

Nama Mahasiswa : Eri Aksan Ramba

Nomor Induk : E1A1 10 069

Jurusan : Teknik Sipil

Mengetahui :
• as 1,n

Pembimbing I Pembimbing II

Weka Adi Suryawan, ST.,M.Eng Muriadin, ST.,M.Eng


NIP: 19690902 200501 1 001

Mengetahui :

Ketua Jurusan Teknik Sipil Sekertaris Jurusan Teknik Sipil

Ahmad Syarif Sukri, ST.,MT Maskur Kimsan, ST.,MT


NIP: 19720107 200501 1 001 NIP: 19830614 2006 04 1 003

ii
SKRIPSI

''''"'
ANALISA PENGARUH PERUBAHAN DEBIT TERHADAP PERUBAHAN PENAMPANG PADA
PIPA (UJI LABORATORIUM)
........,. iBIGMIUII NIIUMHAN DUff TWIADAP PDVMIIAN NNAIIMJIIGPAM
.... fUll l.A80IIATOIIIIJM)
Dipersiapkan dan disusun Oleh:

ERI AKSAN RAMBA


E1A1 10 069

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji


Pada tanggal ........................

Susunan Dewan Penguji :

Ketua Tim Penguji/Pembimbing I Pembimbing II

Weka Adi Suryawan, ST.,M.Eng Muriadin, ST.,M.Eng


NIP: 19690902 200501 1 001

Penguji I Penguji II Penguji III

Triyantini Sundi Putri, ST.,M.Eng Fatma Balany, ST.,M.Eng. M.Sc Ahmad Syarif Sukri, ST.,MT
NIP: 19750505 200212 2 001 NIP: 19720107 200501 1 001

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh
Gelar Sarjana Teknik

Kendari, 19 April 2016

DEKAN Fakultas Teknik UHO Ketua Jurusan Teknik Sipil UHO

Mustarum Musaruddin, ST.,MIT.,P.hD Ahmad Syarif Sukri, ST.,MT


NIP: 19730122 200112 1 002 NIP: 19720107 200501 1 001

iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN

Yang Bertanda Tangan Di Bawah Ini:

Nama : Eri Aksan Ramba

NIM : E1 A1 10 069

Jurusan : Teknik Sipil

Dengan ini menyatakan skripsi yang saya tulis adalah benar – benar hasil

karya sendiri.

Apabila dikemudian hari terbukti ataupun dapat dibuktikan skripsi ini hasil

ciplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Kendari, April 2016

Eri Aksan Ramba

iv
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji dan Syukur Kehadirat Allah SWT, atas Berkah
dan Limpahan Rahmat-Nya sehingga penulis mendapatkan kesehatan dan tekad
untuk menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul “Analisa Pengaruh Perubahan
Debit Terhadap Perubahan Penampang Pada Pipa (Uji Laboratorium)” sebagai
salah satu syarat dalam kelulusan sarjana Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Halu Oleo Kota Kendari.
Penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Ayahanda M.
Syarif, SKM.,M.Kes dan Ibunda Hasnawati yang telah mencurahkan segenap
cinta dan kasih sayang serta perhatian moril maupun materil. Semoga Allah SWT
selalu melimpahkan rahmat, kesehatan, karunia dan keberkahan di dunia dan di
akhirat atas budi baik yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis mendapatkan banyak sekali doa, bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak dalam menyelesaikan tugas akhir ini sehingga penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas
bimbingan dan bantuan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Rianse, M.S., selaku Rektor Universitas
Halu Oleo.
2. Bapak Mustarum Musaruddin.,ST.,MIT.,Ph.D, selaku Dekan Fakultas
Teknik Universitas Halu Oleo.
3. Bapak Ahmad Syarif Sukri, S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo.
4. Bapak Weka Adi Suryawan, ST.,M.Eng, selaku pembimbing I.
5. Bapak Muriadin ST.,M.Eng, selaku pembimbing II.
6. Bapak Ahmad Syarif Sukri, ST.,MT, Ibu Fatma Balany, ST.,M.Eng.M.Sc,
dan Ibu Triyantini Sundi Putri, ST.,M.Eng, selaku tim penguji.
7. Seluruh Dosen dan Staf jurusan Teknik Sipil yang telah banyak memberikan
ilmu baik secara materi keteknikan maupun sosial budaya.
8. Sahabat seperjuangan S1 Sipil 2010, yang bisa tetap memberikan dukungan
selama penyusunan tugas akhir ini, Asmin, ST, Afwan Khalifah,
v
Muhammad Handy Dwi Adityawan,, La Ode Muhammad Ardi Wirapno, La
Ode Muhammad Asgar, Aryono Wijaya, Irmanto, Ikwan Ciptadi,
Fakhruddin Manfudzh, Grian Damani, Khaerul Ikhsan, Askar, Irvan
Susandi, Hengki, Aksan, Fachdal Arfa Hasnur, Alif Dirgantara Putra,
Syamsuar Alam, Marcel Ervian Lawalata, Abdul Wahid Ismail, Indra Tri
Purnama,Nurul Hadija, Asy’ Ari Suyanto, Muhammad Arismanto, Aspul,
La Ode Aswan, La Ode Forisman, Muhammad Yusuf Rahmat, Ronny Ritty,
La Ode Chaerun Bardai, LM. Aksar, Ilma Amalia Taba, Nopyanthi
Masabali, Yana Imbarwati, Muhammad NurAldin, Anjas Asmara, Ardianto
Yusuf, Wiwin Yudistira. Mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada teman-
teman yang namanya belum tercatat, semoga tidak tersinggung, karena
hanya sebuah kekhilafan. Terima kasih untuk 6 tahun lebihnya bersama
kalian, banyak hal yang telah terlewati bersama.
9. Buat senior-senior Fakultas Teknik angkatan 2009 khususnya Ramli ST
yang telah memberikan banyak motivasi, adik-adik junior 2011, 2012, dan
2013 berkat dukungan seta masukan-masukan berupa materi maupun moril
dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan.


Olehnya itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca sangat
diharapkan demi perbaikan dan kemajuan selanjutnya.
Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini kedepannya dapat
berdaya guna sehingga dapat dimanfaatkan khususnya bagi penulis dan umumnya
kepada semua pihak.

Kendari, April 2016

Penulis,

vi
ABSTRAK
Dalam instalasi pipa sering ditemukan sambungan (fitting) atau belokan
(bend). Hal ini tidak bisa dipungkiri, alasannya adalah agar fluida dapat
tersalurkan ke tempat tujuannya. Namun sambungan (fitting) dan belokan (bend)
akan menyebabkan kehilangan tekanan dalam instalasi pipa. Semakin banyak
kehilangan yang terjadi, maka aliran air semakin tidak efisien. Diperlukan
efisiensi penggunaan energi agar diperoleh keuntungan maksimal.

Penelitian ini menggunakan alat uji fluid friction apparatus. Bertujuan


untuk mengetahui bagaimana pengaruh debit terhadap kehilangan tekanan pada
perubahan penampang di dalam satu rangkaian pipa. Pengambilan data dilakukan
dengan cara membuka keran yang terdapat pada hydraulic bench. Lalu membaca
besar tinggi tekanan yang terjadi setiap sekali running yang terdapat pada alat
fluid friction apparatus.

Dari hasil pengukuran untuk running debit pertama diperoleh tinggi


tekanan sebelum pembesaran penampang sebesar 0,954 m dan setelah pembesaran
penampang tinggi tekanan sebesar 1 m. Untuk di sebelum pengecilan penampang
diperoleh tinggi tekanan 0,99 m dan setelah pengecilan penampang diperoleh
tinggi tekanan sebesar 0,748 m. Dari hasil analisa perhitungan menunjukan
besarnya debit berbanding lurus dengan kehilangan tekanan yang terjadi di
perubahan penampang.

Kata Kunci: sambungan, tinggi tekanan, perubahan penampang, running.

vii
ABSTRACT

In the pipeline installation common fitting or bends. It can not be denied,


the reason is that the fluid can be channeled to their destination. But the fitting and
bend will certainly loss of head in the pipe installation. Increasing the loss that
occurs, then the water flow more inefficient. Efficient use of energy is required in
order to obtain the maximum benefit.

This study uses fluid friction apparatus test equipment. Aiming to know
how to influence the discharge of the head loss on the change in the cross section
in a series of pipes. Data collection was performed by opening the tap located on
the hydraulic bench. Then read high pressure that occurs every once running
contained in fluid friction apparatus tool.

From the measurement results to be obtained first running high pressure


before expansion of a cross section is 0.954 m and after expansion of the cross
section of the high pressure is 1 m. Before contraction of cross sections high
pressure is 0.99 m and after contraction of cross sections high pressure obtained is
0.748 m. From the analysis of the calculation shows the amount of discharge is
directly proportional to the head loss that occurs in the cross section changes.

Keywords: fitting, high pressure, changes in cross section, running.

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................ ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ....................................................................iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ v

ABSTRAK........................................................................................................................ vii

ABSTRACT..................................................................................................................... viii

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xii

DAFTAR TABEL............................................................................................................ xiv

BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang..................................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 2

1.3. Tujuan Penelitian................................................................................................. 2

1.4. Manfaat Penelitian............................................................................................... 3

1.5. Batasan Masalah.................................................................................................. 3

1.6. Keaslian Penulisan............................................................................................... 4

1.7. Sistematika Penulisan.......................................................................................... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 7

2.1. Sifat Dasar Fluida ................................................................................................ 7

2.1.1. Berat Jenis.................................................................................................... 9


2.1.2. Kerapatan Massa.......................................................................................... 9
2.1.3. Kerapatan Relatif ....................................................................................... 10
2.1.4. Tekanan...................................................................................................... 11

ix
2.2.2. Aliran Turbulen.......................................................................................... 14
2.2.3. Aliran Transisi ........................................................................................... 14
2.3. Persamaan Dasar Aliran Fluida ......................................................................... 16

2.3.1. Persamaan Kontinuitas .............................................................................. 16


2.3.2. Hukum Bernoulli ....................................................................................... 18
2.3.3. Hukum Kekekalan Momentum.................................................................. 20
2.3.4. Debit Air .................................................................................................... 22
2.4. Kehilangan Dalam Pipa..................................................................................... 23

2.4.1. Kehilangan Major ...................................................................................... 23


2.4.2. Kehilangan Minor ...................................................................................... 24
2.5. Pipa.................................................................................................................... 32

2.6. Jenis – Jenis Sambungan ................................................................................... 34

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 35

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................... 35

3.2. Alat dan Bahan Penelitian ................................................................................. 35

3.3. Tahapan Penelitian ............................................................................................ 37

3.4. Bagan Alir Penelitian ........................................................................................ 39

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 41

4.1. Hasil Pengukuran............................................................................................... 41

4.2. Analisa Hitungan ............................................................................................... 42

4.2.1. Debit Aliran ............................................................................................... 42


4.2.2. Luas Penampang ........................................................................................ 43
4.2.3. Kecepatan Aliran ....................................................................................... 44
4.2.4. Angka Reynold .......................................................................................... 45
4.2.5. Koefisien Kehilangan Tekanan.................................................................. 46
4.2.6. Kehilangan Tekanan di Perubahan Penampang......................................... 46
4.2.7. Kehilangan Tekanan di Penampang Konstan ............................................ 47
4.2.8. Perubahan Tekanan (h)............................................................................ 47

x
4.2.9. Kehilangan Tekanan di Perubahan Penampang Dengan Pendekatan Hukum
Bernoulli .................................................................................................... 48
4.3. Pembahasan ....................................................................................................... 49

4.3.1. Hubungan Antara Debit dan Tinggi Tekanan............................................ 49


4.3.2. Hubungan Antara Debit dan Kehilangan Tekanan Di Perubahan
Penampang................................................................................................. 52
4.3.3. Hubungan Antara Debit dan Beda Tinggi Tekanan................................... 54
4.3.4. Hubungan Debit Terhadap Angka Reynolds ............................................. 57
4.3.5. Hubungan debit terhadap kehilangan tekanan di penampang konstan ...... 59
4.3.6. Hubungan Antara Kehilangan Tekanan Teoritis dan Kehilangan Tekanan
Terukur di Perubahan Penampang ............................................................. 60
BAB V. PENUTUP .......................................................................................................... 64

5.1 Kesimpulan........................................................................................................ 64

5.2 Saran.................................................................................................................. 64

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 1

LAMPIRAN

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Jenis – Jenis Aliran.......................................................................... 15

Gambar 2. 2. Perbesaran Pipa ............................................................................... 30

Gambar 2. 3. Pengecilan Pipa ............................................................................... 32

Gambar 2. 4. Sudut Belokan Pipa ......................................................................... 26

Gambar 2. 5. Belokan Pipa Berangsur – Angsur .................................................. 27

Gambar 2. 7. Jenis – Jenis Sambungan ................................................................. 34

Gambar 2. 6. Pipa dengan berbagai diameter ....................................................... 33

Gambar 3. 1. HM 150.29 Losses In Bend and Fitting .......................................... 36

Gambar 3. 2. Bagan Alur Penelitian ..................................................................... 40

Gambar 4. 1. Titik Pengamatan............................................................................. 41

Gambar 4. 2. Grafik Hubungan Debit dengan tinggi tekanan di pembesaran

penampang ....................................................................................... 51

Gambar 4. 3. Grafik Hubungan Debit dengan tinggi tekanan di pengecilan

penampang ....................................................................................... 51

Gambar 4. 4. Grafik Hubungan antara debit dan kehilangan tekanan di perubahan

penampang ....................................................................................... 54

Gambar 4. 5. Grafik Hubungan antara debit dan selisih kehilangan tekanan ...... 56

Gambar 4. 6. Grafik Hubungan antara debit dan angka reynolds ......................... 58

Gambar 4. 7. Grafik Hubungan antara debit dan kehilangan tekanan ................. 60

Gambar 4. 8. Perbandingan debit terhadap kehilangan tekanan teoritis dan

kehilangan tekanan terukur di pembesaran penampang .................. 62

xii
Gambar 4. 9. Perbandingan debit terhadap kehilangan tekanan teoritis dan

kehilangan tekanan terukur di pengecilan penampang .................... 63

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. Viskositas Kinematik .......................................................................... 15

Tabel 2. 2. Koefisien Kb sebagai fungsi sudut belokan  .................................... 27

Tabel 2. 3. Nilai Kb sebagai fungsi R/D ............................................................... 27

Tabel 4. 1. Hasil Pengukuran ................................................................................ 42

Tabel 4. 2. Hasil Analisa Debit dan Tinggi Tekanan............................................ 50

Tabel 4. 3. Hasil analisa data Debit dan Kehilangan Tekanan.............................. 52

Tabel 4. 4. Hasil Analisa Data Debit Terhadap Beda Tinggi Tekanan................. 55

Tabel 4. 5. Hasil Analisa Data Debit dan Angka Reynolds .................................. 57

Tabel 4. 6. Hasil Analisa Data Debit dan Kehilangan Tekanan............................ 59

Tabel 4. 7. Perbandingan Kehilangan Teoritis dan Kehilangan Tekanan Terukur61

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penggunaan pipa banyak digunakan oleh umum, baik perusahaan –

perusahaan sebagai pendistribusian air minum, minyak maupun gas.

Demikian juga dengan kebutuhan air pada rumah tangga, penggunaan pipa ini

paling banyak digunakan baik untuk penyaluran air bersih maupun sanitasi.

Pipa merupakan sarana fluida yang memiliki berbagai ukuran dan bentuk

penampang. Baik bentuk penampang lingkaran maupun kotak. Material pipa

bermacam – macam yaitu baja, plastik, PVC, tembaga, kuningan dan lain

sebagainya ( Negara, Wendy Priana, 2011).

Dalam instalasi pipa sering kali kita temukan penggunaan bengkokan

(bend) dan atau sambungan (fitting). Namun penggunaan benda – benda

tersebut dapat menyebabkan kehilangan tekanan pada instalasi pipa.

Kehilangan tekanan ini dibagi menjadi dua macam, yaitu mayor losses dan

minor losses. Mayor losses adalah besar nilai kehilangan energi yang

diakibatkan oleh gesekan antara fluida dengan dinding pipa lurus yang

mempunyai luas penampang yang tetap. Sedangkan minor losses adalah besar

nilai kehilangan energi aliran fluida di dalam pipa yang disebabkan oleh

perubahan luas penampang jalan aliran, entrace, fitting dan lain sebagainya.

(Helmizar. 2010).

1
Dalam instalasi pipa semakin banyak kehilangan yang terjadi, maka

aliran air semakin tidak efisien. Diperlukan efisiensi penggunaan energi agar

dapat ditingkatkan sehingga diperoleh keuntungan yang maksimal. Oleh

karena itu untuk mengetahui lebih lanjut penulis melakukan penelitian

dengan judul “Analisa Pengaruh Perubahan Debit Terhadap Perubahan

Penampang Pada Pipa (Uji Laboratorium)”.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat uraikan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh perubahan debit terhadap tinggi tekanan di

perubahan penampang pada pipa?

2. Bagaimana hubungan antara debit terhadap kehilangan tekanan di

daerah perubahan penampang?

1.3. Tujuan Penelitian

Dalam penulisan ini tujuan penelitian dapat uraikan adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh perubahan debit terhadap tinggi

tekanan di perubahan penampang pada pipa.

2. Untuk mengetahui hubungan antara debit terhadap kehilangan

tekanan di daerah perubahan penampang.

2
1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang dapat diberikan dalam penulisan ini

adalah sebagai berikut:

1. Memberikan gambaran tentang bagaimana pengaruh debit terhadap

perubahan penampang dalam suatu sistem instalasi pipa.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat ataupun pemerintah

terutama PDAM Kota Kendari sebagai dasar pertimbangan dalam

merencanakan suatu instalasi jaringan air bersih.

3. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa untuk melakukan

penelitian lebih lanjut.

1.5. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini menggunakan alat uji HM. 150.11 Fluid Friction

Apparatus

2. Rangkaian pipa adalah seri.

3. Jenis fluida yang digunakan adalah air tanah.

4. Pipa yang digunakan dianggap sebagai smooth pipe.

3
1.6. Keaslian Penulisan

Penelitian ini berjudul “Analisa Pengaruh Perubahan Debit Terhadap

Perubahan Penampang Pada Pipa (Uji Laboratorium)” ini adalah benar –

benar asli dan belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Penelitian

sejenis pernah dilakukan oleh:

1. Fadly (2011). Universitas Halu Oleo

Judul “Analisis Kerugian Tekanan Fluida Cair Yang Melalui Elbow

90ODengan Variasi Jari – Jari Kelengkungan”

a. Persamaan :

Menghitung kehilangan tekanan pada sambungan pipa.

b. Perbedaan :

Pokok bahasan penelitian adalah menganalisis kehilangan tekanan

pada jenis – jenis belokan pada instalasi pipa, sedangkan pada tugas

akhir ini menganalisis pengaruh debit terhadap perubahan

penampang.

2. Kaprawi (2009), Universitas Sriwijaya

Judul “Aliran Dalam Pipa Lengkung 90O Dengan Radius Yang

Bervariasi”

a. Persamaan : Menghitung kehilangan tekanan pada sambungan pipa.

b. Perbedaan : Pokok bahasan penelitian ini adalah menganalisis radius

belokan terhadap kehilangan tekanan pada belokan pipa, sedangkan

pada tugas akhir ini menganalisis kehilangan tekanan pada

perubahan penampang pipa.

4
3. Helmizar (2010), Universitas Bengkulu

Judul “Studi Eksperimental Pengukuran Head Losses Mayor (Pipa

PVC Diameter ¾) dan Head Losses Minor (Belokan Knee 90O

Diameter ¾) Pada Sistem Instalasi Pipa.”

a. Persamaan : Menghitung kehilangan tekanan pada sambungan pipa.

b. Perbedaan : Pokok bahasan penelitian ini adalah menganalisis radius

belokan terhadap kehilangan tekanan pada belokan pipa dan juga

kehilangan akibat gesekan di sepenjang pipa, sedangkan pada tugas

akhir ini menganalisis kehilangan tekanan pada perubahan

penampang pipa

1.7. Sistematika Penulisan

Laporan penelitian ini terdiri dari lima (5) bab. Dimana pada bab

masing – masing saling berkaitan, dengan uraian pembahasan tiap bab

sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan, pada bab berisi tentang latar belakang penelitian,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah,

keaslian penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka, pada bab ini berisi tentang teori – teori yang

mendukung penelitian. Teori tentang fluida, bilangan reynolds, viskositas,

kehilangan tekanan, pipa, jenis – jenis sambungan pada pipa.


5
Bab III Metodologi Penelitian, pada bab ini berisi uraian tentang penelitian

yang meliputi penjelasan mengenai alur penelitian dan metode analisa data.

Bab IV Hasil dan Pembahasan, pada bab ini berisi tentang uraian hasil

penelitian serta penjelasannya.

Bab V Penutup, pada bab ini berisi poin – poin penting dari hasil penelitian

berdasarkan dari tujuan dan hasil penelitian pada bab sebelumnya serta saran

– saran yang diharapkan dapat dijadikan referensi untuk penelitian

selanjutnya.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sifat Dasar Fluida

Pada umumnya aliran fluida dapat di bedakan atas dua (2) yaitu

aliran dalam saluran, adalah aliran yang dibatasi oleh permukaan –

permukaan keras, dan aliran sekitar benda yang dikelilingi oleh fluida yang

selanjutnya tidak terbatas. Perbedaan demikian hanyalah untuk

memudahkan peninjauan saja, karena gejala dasar dan kelakuan fluida

berlaku pada kedua keadaan tersebut. Aliran melalui pipa dipilih untuk

mewakili bentuk penampang lain karena di lapangan secara garis besar

dapat kita jumpai dalam aplikasi lapangan (Ridwan, 1999).

Aliran fluida terbagi berdasarkan beberapa kategori diantaranya

berdasarkan sifat pergerakannya adalah sebagai berikut:

1. Uniform Flow

Merupakan aliran fluida yang terjadi dimana besar dan arah dari

vektor – vektor kecepatan konstan dari suatu titik ke titik

selanjutnya.

2. Non Uniform Flow

Aliran yang terjadi dimana besar dan arah vektor – vektor

kecepatan fluida selalu berubah terhadap lintasan aliran fluida

tersebut, hal ini terjadi apabila luas penampang medium fluida

juga berubah.

7
3. Steady Flow

Merupakan aliran yang terjadi apabila kecepatannya tidak

dipengaruhi oleh waktu, sehingga kecepatannya konstan pada

setiap titik pada aliran tersebut.

4. Non Steady Flow

Merupakan aliran yang terjadi apabila ada suatu perubahan

kecepatan aliran tersebut terhadap perubahan waktu.

Berdasarkan pengaruh tekanan terhadap volume, fluida dapat

digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu:

1. Fluida tak termampatkan (incompressible)

Pada kondisi ini fluida tidak mengalami perubahan

dengan adanya perubahan tekanan, sehingga fluida tak

termampatkan.

2. Fluida termampatkan (compressible)

Pada keadaan ini, fluida mengalami perubahan volume

dengan adanya perubahan tekanan, sehingga fluida ini

secara umum disebut fluida termampatkan.

Fluida dapat juga dibedakan berdasarkan kekentalannya, yaitu

fluida nyata (viscous fluid) dan fluida ideal (non viscous fluid). Fluida

nyata adalah fluida yang memiliki kekentalan, fluida ini dapat kita

jumpai dalam kehidupan sehari-hari contohnya air dan udara. Sedangkan

fluida ideal, tidak ada dalam kehidupan sehari-hari dan hanya dipakai

dalam teori dan kondisi-kondisi khusus saja.

8
2.1.1. Berat Jenis

Merupakan perbandingan relatif antara massa jenis

sebuah zat dengan massa jenis air murni. Air murni

bermassa jenis 1 g/cm³ atau 1000 kg/m³. Besarnya berat

jenis tidak tetap yakni tergantung percepatan gravitasi, juga

bergantung pada lokasi benda tersebut berada terhadap

permukaan bumi. Faktor yang cukup signifikan yang

mempengaruhi berat jenis adalah suhu/temperatur benda itu

sendiri. Tekanan bisa saja berpengaruh, bergantung besarnya

tekanan itu sendiri. Akan tetapi pada umumnya tekanan

yang cukup kecil tidak mempengaruhi nilai berat jenis

selain faktor lain. Adapun rumus berat jenis adalah sebagai

berikut:

= .......................... (2. 1)
V

Dengan:
 = berat jenis (kg/m3 atau N/m3),
w = berat benda (kg),
V = volume (m3).

2.1.2. Kerapatan Massa

Kerapatan massa adalah suatu besaran turunan dalam

fisika yang secara umum lebih dikenal massa jenis. Semakin

tinggi rapat massa suatu benda, maka semakin besar pula

massa setiap volumenya. Rapat massa rata-rata setiap benda

merupakan total massa dibagi dengan total volumenya.

9
Sebuah benda yang memiliki massa jenis lebih tinggi

(misalnya besi) akan memiliki volume yang lebih rendah

daripada benda bermassa sama yang memiliki massa jenis

lebih rendah (misalnya air). Adapun rumus dasar kerapatan

massa adalah sebagai berikut:

= ....................... (2. 2)

Dengan:
 = rapat massa (kg/m3),
m = massa benda (kg),
V = volume (m3).

2.1.3. Kerapatan Relatif

Kerapatan relatif didefinisikan sebagai perbandingan

antara rapat massa suatu zat dan rapat massa air. karena  =

g maka rapat relatif juga dapat didefinisikan sebagai

perbadingan antara berat jenis suatu zat dan berat jenis air

pada 4o C dan tekanan atmosfer. Perubahan rapat massa dan

berat jenis zat cair terhadap temperatur dan tekanan adalah

sangat kecil sehingga dalam praktek perubahan tersebut

dapat diabaikan. Bilangan ini tak berdimensi dan diberi

notasi S. Adapun rumus umumnya adalah sebagai berikut:

zat cair zat cair


= = ................... (2. 3)
cair cair
Dengan:
S = kerapatan relatif
 = berat jenis (N/m3)
 = massa jenis (kg/m3)

10
2.1.4. Tekanan

Tekanan dapat dihubungkan dengan satuan volume

dan suhu. Semakin tinggi tekanan di dalam suatu tempat

dengan volume yang sama, maka suhu akan semakin tinggi.

Hal ini dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa suhu di

pegunungan lebih rendah daripada di dataran rendah, karena

di dataran rendah tekanan lebih tinggi. Tekanan fluida

dipancarkan dengan kekuatan yang sama ke semua arah dan

bekerja tegak lurus pada suatu bidang. Tekanan pada suatu

titik dalam sebuah massa fluida dapat diartikan sebagai

tekanan mutlak atau dapat juga diartikan sebagai tekanan

pengukuran. Tekanan mutlak diukur relatif terhadap suatu

keadaan hampa sempurna, sedangkan tekana pengukuran

diukur relatif terhadap tekanan atmosfer setempat. Adapun

rumus tekanan adalah sebagai berikut:

= ........................ (2. 4)

Dengan:
P = Tekanan (Pa),
F = Gaya (N),
A = Luas Penampang (m2).

2.1.5. Temperatur

Temperatur adalah ukuran panas atau dinginya suatu

benda. Panas atau dinginya suatu benda berkaitan dengan


11
energi termis yang terkandung dalam benda tersebut.

Semakin besar energi termis, maka semakin besar

temperaturnya. Temperatur atau suhu juga menunjukan

energi yang terkandung dalam suatu benda. Setiap atom

dalam suatu benda masing – masing bergerak, baik itu

dalam bentuk perpindahan maupun gerakan di tempat

berupa getaran. Semakin tinggi energi atom – atom

penyusunnya, maka temperaturnya juga.

2.1.6. Viskositas

Viskositas merupakan ukuran kekentalan fluida yang

menyatakan besar kecilnya gesekan di dalam fluida. Makin

besar viskositas suatu fluida, maka makin sulit suatu fluida

mengalir dan makin sulit suatu benda bergerak di dalam

fluida tersebut. Di dalam zat cair, viskositas dihasilkan oleh

gaya kohesi antara molekul zat cair. Sedangkan dalam gas,

viskositas timbul sebagai akibat tumbukan antara molekul

gas.

Apabila suatu benda bergerak dengan

kelajuan v dalam suatu fluida kental yang koefisien

viskositasnya η, maka benda tersebut akan mengalami gaya

gesekan fluida sebesar Fs= k η v, dengan k adalah konstanta

yang bergantung pada bentuk geometris benda. Berdasarkan

12
perhitungan laboratorium, pada tahun 1845, Sir George

Stokes menunjukkan bahwa untuk benda yang bentuk

geometrisnya berupa bola nilai k = 6 πr. Bila nilai k

dimasukkan ke dalam persamaan, maka diperoleh

persamaan seperti berikut:

=6 v ................. (2. 5)

Dengan:
Fs = gaya gesekan stokes (N),
r = jari – jari (m),
 = koesfisien viskositas (Pa.s),
v = kecepatan fluida (m/s).

2.2. Bilangan Reynolds

Bilangan Reynolds (Re) digunakan untuk menunjukkan sifat utama

aliran, yaitu apakah aliran adalah laminar, turbulen, atau transisi serta

letaknya pada skala yang menunjukkan pentingnya secara relatif

kecenderungan turbulen berbanding dengan laminar.

2.2.1. Aliran Laminar

Aliran dengan fluida yang bergerak dalam lapisan – lapisan,

atau lamina – lamina dengan satu lapisan meluncur secara lancar.

Dalam aliran laminar ini viskositas berfungsi untuk meredam

kecendrungan terjadinya gerakan relatif antara lapisan.

13
2.2.2. Aliran Turbulen

Aliran dimana pergerakan dari partikel – partikel fluida

sangat tidak menentu karena mengalami percampuran serta putaran

partikel antar lapisan, yang mengakibatkan saling tukar momentum

dari satu bagian fluida kebagian fluida yang lain dalam skala yang

besar. Dalam keadaan aliran turbulen maka turbulensi yang terjadi

membangkitkan tegangan geser yang merata diseluruh fluida

sehingga menghasilkan kerugian – kerugian aliran.

2.2.3. Aliran Transisi

Aliran transisi merupakan aliran peralihan antara aliran laminar

dan aliran turbulen.

Gambar 2. 1. Jenis – Jenis Aliran


(Sumber: Potter, Merle C dkk, 2011)

14
Adapun rumus untuk mengetahui angka reynolds suatu aliran adalah

sebagai berikut:

= ......................................... (2. 6)

Dengan:
Re = Angka reynolds,
V = kecepatan fluida (m/s),
D = diameter dalam pipa (m),
 = Viskositas kinematik fluida (m2/s).

Pada fluida air, suatu aliran diklasifikasikan laminar apabila aliran

tersebut mempunyai bilangan reynolds (Re) kurang dari 2000. Untuk aliran

transisi berada pada bilangan 2000 < Re < 4000, disebut juga sebagai

bilangan reynolds kritis. Sedangkan untuk aliran turbulen mempunyai

bilangan reynolds lebih dari 4000.

Tabel 2. 1. Viskositas Kinematik

Temperatur (OC) Viskositas Kinematik (10-6 m2/s)


15 1,134
16 1,106
17 1,079
18 1,055
19 1,028
20 1,004
21 0,980
22 0,957
23 0,935
24 0,914
25 0,894

15
Lanjutan Tabel 2.1
26 0,875
27 0,856
28 0,837
29 0,812
30 0,801
(Sumber : GUNT Manual)

2.3. Persamaan Dasar Aliran Fluida

2.3.1. Persamaan Kontinuitas

Persamaan kontinuitas adalah persamaan yang

menghubungkan kecepatan fluida dalam suatu tempat ketempat lain.

Garis aliran (system line) diartikan sebagai jalur aliran fluida ideal

(aliran lunak). Garis singggung disuatu titik pada garis memberikan

kita arah kecepatan fluida. Garis alir tidak terpotong satu sama lain

tabung air adalah kumpulan garis-garis aliran.

Dalam aliran tabung fluida, fluida masuk dan keluar melalui

mulut tabung. Untuk itu semua fluida tidak boleh dimasukkan dari

sisi tabung karena dapat menyebabkan persimpangan atau

perotongan garis-garis aliran. Hal ini akan menyebabkan aliran tidak

lunak lagi, persamaan tersebut adalah persamaan kontinuitas karena

sifat fluida yang massa jenisnya tetap, maka persamaan itu menjadi :

=
( ∙ ∙ v) = ( ∙ ∙ v) …………….. (2. 7)

16
Dengan :
A1 = luas penampang 1 (m2)
A2 = luas penampang 2 (m2)
v1 = kecepatan fluida 1 (m/s)
v2 = kecepatan fluida 2 (m/s)
1 = rapat massa fluida 1 (kg/m3)
2 = rapat massa fluida 2 (kg/m3)

Persamaan (2.7) adalah persamaan kontinuitas. Karena sifat

fluida yang inkonpresibel atau massa jenisnya tetap, maka

persamaan itu menjadi:

∙v = ∙ v ........................(2. 8)

Dengan :
A1 = luas penampang 1 (m2)
A2 = luas penampang 2 (m2)
v1 = kecepatan fluida 1 (m/s)
v2 = kecepatan fluida 2 (m/s)

Menurut persamaan kontinuitas, perkalian antara luas

penampang dan kecepatan fluida dapat diketahui bahwa pada setiap

titik sepanjang tabung aliran adalah konstan. Persamaan di atas

menunjukan bahwa kecepatan fluida berkurang. Ketika melalui pipa

lebar dan bertambah ketika melewati pipa sempit. Karena inilah

ketika kita sedang berperahu disebuah aliran sungai, perahu akan

semakin cepat ketika celah sungai semakin sempit.

17
2.3.2. Hukum Bernoulli

Hukum Bernoulli menyatakan bahwa pada suatu

aliran fluida, peningkatan pada kecepatan fluida akan menimbulkan

penurunan tekanan pada aliran tersebut. Persamaan Bernoulli untuk

aliran sepanjang garis arus didasarkan pada hukum Newton II

tentang gerak (F=Ma). Persamaan ini diturunkan berdasarkan

anggapan sebagai berikut:

a. Zat Cair adalah ideal, jadi tidak mempunyai kekentalan,

b. Zat Cair adalah homogen dan tidak termampatkan,

c. Aliran adalah kontinyu dan sepanjang garis arus,

d. Kecepatan aliran adalah merata dalam suatu penampang,

e. Gaya yang bekerja hanya gaya berat dan tekanan.

Dalam bentuknya yang sudah disederhanakan, secara umum

terdapat dua bentuk persamaan Bernoulli yang pertama berlaku

untuk Aliran Tak Termampatkan (Incompressible Flow), dan yang

lain adalah untuk Fluida Termampatkan (Compressible Flow).

Aliran tak termampatkan (Incompressible) yang mengalir

melalui suatu penampang sebuah pipa dan saluran apabila aliran

bersifat tunak (steady state) dan tanpa gesekan (insviscid) akan

memenuhi hukum yang dirumuskan oleh Bernoulli. Perumusan

tersebut dapat dijabarkan dari Persamaan Energi pada aliran fluida

melalui sebuah penampang pipa silinder sebagai berikut :

18
Energi masuk = Energi keluar

( + + ∀) = ( + + ∀) .............(2. 9)

Dengan:
Ep = Energi potensial (J),
Ek = Energi kinetik (J),
P∀ = Energi tekanan (J).

Kemudian dapat dijabarkan menjadi:

ℎ+ + ∀ = ℎ+ + ∀ .........(2. 10)

dibagi dengan “m” menjadi bentuk energi spesifik Y (J/kg) :


v ∀ v ∀
ℎ+ + = ℎ+ +
2 2
v v ∀
ℎ+ + = ℎ+ +
2 2

dibagi dengan ”g“ menjadi bentuk persamaan “head” (m) :

ℎ+ + = ℎ+ + .........(2. 11)

Gambar 2. 2. Profil Saluran Bernoulli


(Sumber: Khamdani, Fatih. 2012)
19
Pada persamaan Bernoulli diatas sering dalam bentuk persamaan

energi "Head". Head pada persamaan diatas terdiri dari head ketinggian

"z", head kecepatan "v/2g", dan head tekanan "p/ρg". Head ketinggian

menyatakan energi potensial yang dibutuhkan untuk mengangkat air

setinggi "m" kolom air. Head kecepatan menyatakan energi kinetik

yang dibutuhkan untuk mengalirkan air setinggi "m" kolom air. Yang

terakhir, head tekanan adalah energi aliran dari "m" kolom air yang

mempunyai berat sama dengan tekanan dari kolom "m" air

tersebut.(Khamdani,Fatih. 2012). Apabila penampang pipa bukan

permukaan sempurna sehingga terjadi gesekan antara aliran fluida

dengan permukaan pipa maka persamaan energi menjadi:

+ + = + + + ℎ .................(2. 12)

Dengan:
P = tekanan fluida (N/m2),
 = massa jenis fluida (kg/m3),
g = percepatan gravitasi (m/s2),
v = kecepatan fluida (m/s),
z = elevasi (m),
he = kehilangan tekanan (m)
 = berat jenis fluida (kg/m3).

2.3.3. Hukum Kekekalan Momentum

Hukum kekekalan momentum menyatakan bahwa jika tidak

ada gaya luar yang bekerja pada sistem, maka momentum total

sesaat sebelum sama dengan momentum total sesudah tumbukan.

Misalkan ada dua buah bola bergerak berlawanan arah saling


20
mendekati. Bola pertama massanya m1, bergerak dengan kecepatan

v1. Sedangkan bola kedua massanya m2 bergerak dengan kecepatan

v2. Jika kedua bola berada pada lintasan yang sama dan lurus, maka

pada suatu saat kedua bola akan bertabrakan.

Dengan memperhatikan analisis gaya tumbukan bola ternyata

sesuai dengan pernyataan hukum III Newton. Kedua bola akan

saling menekan dengan gaya F yang sama besar, tetapi arahnya

berlawanan. Akibat adanya gaya aksi dan reaksi dalam selang

waktu Δt tersebut, kedua bola akan saling melepaskan diri dengan

kecepatan masing-masing sebesar v’1 dan v’2. Penurunan rumus

secara umum dapat dilakukan dengan meninjau gaya interaksi saat

terjadi tumbukan berdasarkan hukum III Newton (Faksi = - FReaksi).

Impuls yang terjadi selama interval waktu Δt adalah F1 Δt = -F2 Δt .

Diketahui bahwa I= F.Δt = Δp , maka persamaannya menjadi seperti

berikut:

L∆ =∆

v − v′ = −( v − v′ )

v + v = v′ + v′

+ = ′ + ′ ....................... (2. 13)

Dengan:
p1 = momentum bola 1 sebelum tumbukan (kg.m/s),
p2 = momentum bola 2 sebelum tumbukan (kg.m/s),
p‘1 = momentum bola 1 setelah tumbukan (kg.m/s),
p‘2 = momentum bola 2 setelah tumbukan (kg.m/s),
m1 = massa bola 1 (kg),
m2 = massa bola 2 (kg),

21
v1 = kecepatan bola 1 sebelum tumbukan (m/s),
v2 = kecepatan bola 2 sebelum tumbukan (m/s),
v’1 = kecepatan bola 1 setelah tumbukan (m/s),
v’2 = kecepatan bola 2 setelah tumbukan (m/s).

2.3.4. Debit Air

Debit air adalah kecepatan aliran zat cair per satuan waktu.

Misalnya debit air di sungai adalah 30 m3/detik. Artinya setiap 1 detik

air yang mengalir di sungai adalah 30 m3. Untuk dapat menentukan

debit air maka kita harus mengetahui satuan ukuran volume dan

satuan ukuran waktu terlebih dahulu, karena debit air berkaitan erat

dengan satuan volume dan satuan waktu. Debit dapat ditentukan

dengan rumus sebagai berikut:

= ............................................. (2. 14)

Kemudian dari persamaan kontinuitas akan didapat :

= ∙ , dimana =

maka kecepatan aliran dalam suatu penampang adalah :

= ................................. (2. 15)


/ ( )

Dengan:
Q = debit aliran (m3/s),
A = luas penampang (m2),
v = kecepatan (m/s),
V = volume (m3),
D = diameter pipa (m).
22
2.4. Kehilangan Dalam Pipa

Parameter kehilangan penting dalam aliran pipa. Kehilangan tekanan

umumnya terjadi akibat gesekan, elevasi pipa, mengubah energi kinetik.

Kehilangan tekanan yang disebabkan oleh gesekan aliran fluida yaitu aliran

turbulen tergantung pada kekasaran pipa. (V.H. Bansode dkk. 2015).

2.4.1. Kehilangan Major

Kehilangan major disebabkan oleh gesekan pada penampang

pipa. Pada zat cair yang mengalir di dalam bidang batas akan

terjadi tegangan geser dan gradien kecepatan pada seluruh medan

aliran karena adanya kekentalan. Tegangan geser tersebut akan

menyebabkan terjadinya kehilangan tenaga selama pengaliran.

Gambar 2. 3. Penurunan rumus Darcy – Weisbach


(Sumber: Ridwan)

Seperti pada gambar 2.3 tampang lintang aliran melalui pipa

adalah konstan, sehingga percepatan = 0. Tekanan pada tampang 1

dan 2 adalah p1 dan p2. Jarak antara tampang 1 dan 2 adalah L.

23
Gaya – gaya yang bekerja pada zaat cair adalah gaya tekanan pada

kedua tampang, gaya berat dan gaya gesekan. (Triatmodjo, B.

2010). Adapun rumus kehilangan tekanan akibat gesekan pipa

adalah sebagai berikut:

v
ℎ = ............................ (2. 16)

2.4.2. Kehilangan Minor

Selain kehilangan major, terjadi pula kehilangan tekanan

yang disebabkan oleh perubahan penampang, sambungan, belokan

dan katup. Apabila kehilangan tekanan minor kurang dari 5% dari

kehilangan major maka kehilangan tersebut bisa diabaikan.

a. Kehilangan ujung masuk dan keluar pipa

Suatu fluida dapat mengalir dari sebuah reservoir ke

dalam pipa melalui bentuk – bentuk sisi masuk yang berbeda

seperti pada gambar 2.4.

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 2. 4. Kondisi aliran masuk. (a) Reentrant, (b) tepi-tajam,
(c) sedikit dibulatkan, (d) dibulatkan dengan baik.
(Sumber: Munson, Bruce. R dkk. 2003)

24
Setiap geometri mempunyai nilai kerugian yang

berkaitan. Suatu pola aliran yang khas dari aliran yang masuk

ke dalam suatu pipa masuk melaui sisi masuk tepi bujur

sangkar seperti pada gambar 2.5. Suatu daerah vena kontrakta

dapat berbentuk karena fluida tidak dapat membelok mengikuti

sudut tegak lurus yang tajam di bagian pojok. Aliran tersebut

dikatakan berpisah dari pojok tajam, kecepatan maksimum

pada bagian (2) dari pada bagian (3). Jika fluida berkecepatan

tinggi dapat melambat secara efesien, energi kinetik dapat

dikonversi menjadi tekanan (efek bernoulli).

Gambar 2. 5. Pola aliran dan distribusi tekanan untuk


sisi masuk bertepi tajam
(Sumber: Munson, Bruce. R dkk. 2003)

Suatu kehilangan juga dihasilkan apabila suatu fluida

mengalir dari sebuah pipa ke tangki seperti pada gambar 2.6.

Dalam hal seperti ini, seluruh energi kinetik dari fluida yang

keluar akan hilang melalui efek viskositas ketika arus fluida

25
bercampur dengan fluida di dalam tangki dan kemudian

akhirnya diam. (Munson, Bruce. R dkk. 2003)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2. 6. Kondisi aliran sisi keluar. (a) Reentrant, (b) tepi-tajam,


(c) sedikit dibulatkan, (d) dibulatkan dengan baik.
(Sumber: Munson, Bruce. R dkk. 2003)

b. Kehilangan Tekanan Akibat belokan

Kehilangan tekanan yang terjadi pada belokan tergantung pada

sudut belokan. Rumus kehilangan tekanan pada belokan adalah

serupa dengan rumus pada perubahan penampang, yaitu

ℎ = ................................................(2. 17)

Gambar 2. 7. Sudut Belokan Pipa


(Sumber: Triatmodjo, B. 2010)

26
Dengan Kb adalah koefisien kehilangan tekanan pada belokan yang

diberikan pada tabel berikut:

Tabel 2. 2. Koefisien Kb sebagai fungsi sudut belokan 

 20O 40O 60O 80O 90O

Kb 0,05 0,14 0.36 0,74 0,98

Sumber: Bambang Triatmodjo 2010

Untuk sudut belokan 90O dan dengan belokan halus (berangsur-angsur),

kehilangan tekanan tergantung pada perbandingan antara jari – jari belokan dan

diamter pipa. Nilai Kb untuk berbagai nilai R/D diberikan dalam tabel berikut:

Tabel 2. 3. Nilai Kb sebagai fungsi R/D

R/D 1 2 4 6 10 16 20

Kb 0,35 0,19 0,17 0,22 0,32 0,38 0,42

Sumber: Bambang Triatmodjo

Gambar 2. 8. Belokan Pipa Berangsur – Angsur

(Sumber: Triatmodjo, B. 2010)

27
Hubungan antara Kb dan radius relatif r/d tidak

terdefinisi dengan tepat, walaupun demikian nilai minimumnya

terletak antara r/d = 3 sampai 5 untuk belokan 90O. Untuk r/d >

5 maka koefisien tahanan belokan mulai naik. Hal ini

disebabkan oleh naiknya nilai tahanan akibat gesekan karena

dengan radius yang semakin besar maka panjang dinding

belokan semakin naik. (Kaprawi. 2009).

c. Kehilangan Akibat Komponen Pipa

Beberapa komponen pipa yang tersedia secara komersial

seperti katup, siku, tee, dsb), nilai koefisien kerugian K sangat

bergantung pada bentuk komponen dan sangat lemah pada

bilangan Reynolds yang besar. Kehilangan pada komponen

pipa disebabkan oleh disipasi energi kinetik dari bagian fluida

yang berkepatan tinggi. Nilai-nilai khas K untuk untuk

komponen tersebut diberikan dalam tabel berikut:

Tabel 2. 4. Koefisien kerugian untuk komponen pipa


Komponen KL
Sketsa
a. Sambungan siku
Biasa 90O berflensa 0,3
Biasa 90O berflensa 1,5
Radius panjang 90O, berflensa 0,2
Radius panjang 90O, berflensa 0,7
Radius panjang 90O, berflensa 0,2
Biasa 45O, berflensa 0,4
b. Belokan balik 180O
Balik 180O, berflensa 0,2
Balik 180O, berulir 1,5

28
c. Sambungan T
Aliran lurus, berflensa 0,2
Aliran lurus, berulir 0,9
Aliran cabang, berflensa 1,0
Aliran cabang, berulir 2,0

d. Keni, berulir 0,08

e. Katup
Globe, bukaan penuh 10
Sudut, bukaan penuh 2
Gerbang, bukaan penuh 0,15
Gerbang, ¼ tertutup 0,26
Gerbang, ½ tertutup 2,1
Gerbang, ¾ tertutup 17
Cek swing, aliran maju 2
Cek swing, aliran mundur ∞.
Katup bola, bukaan penuh 0,05
Katup bola, 1/3 tertutup 5,5
Katup bola, 2/3 tertutup 210
(Sumber: Munson, Bruce R.dkk. 2003)

d. Kehilangan Tekanan Akibat Perbesaran Penampang

Kehilangan energi akibat perubahan penampang dan

aksesoris lainnya disebut juga kehilangan energi sekunder atau

minor loss. Misalnya terjadi pada pembesaran tampang

(expansion), pengecilan penampang (contraction), belokan

atau tikungan. Kehilangan energi sekunder atau minor loss ini

akan mengakibatkan adanya tumbukan antara partikel zat cair

dan meningkatnya gesekan karena turbulensi serta tidak

seragamnya distribusi kecepatan pada suatu penampang pipa.

29
Gambar 2. 9. Sketsa Pembesaran Mendadak
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Adanya lapisan batas terpisah dari dinding pipa maka

akan terjadi olakan atau pusaran air. Adanya olakan ini akan

mengganggu pola aliran laminer sehingga akan menaikan

tingkat turbulensi. Perbesaran penampang mendadak dari

aliran mengakibatkan kenaikan tekanan dari p1 menjadi p2 dan

kecepatan menurun dari v1 menjadi v2. Pada tempat di sekitar

perbesaran penampang (1) akan terjadi olakan dan aliran akan

normal kembali mulai dari penampang (2).

Gambar 2. 10. Perbesaran Pada Pipa


(Sumber: Triatmojdo, B. 2010)

30
2
ℎ = 1− 1
× ................... (2. 18)
2

Dengan:
he = kehilangan tekanan (m),
v1 = kecepatan fluida di penampang kecil (m/s),
g = percepatan gravitasi (m/s2),
A1 = luas penampang pipa ukuran kecil (m),
A2 = luas penampang pipa ukuran besar (m).

e. Kehilangan Tekanan Akibat pengecilan Penampang

Gambar 2. 11. Sketsa Pengecilan Mendadak


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Pada pengecilan penampang yang mendadak garis aliran pada

bagian hulu dari sambungan akan menguncup dan akan mengecil

pada vena kontrakta. Percobaan – percobaan yang telah dilakukan

menunjukan bahwa luas tampang pada vena kontrakta sekitar 0,6

A2. Berdasarkan nilai ini maka kehilangan tenaga dihitung dengan

31
cara seperti pada perbesaran penampang mendadak, yaitu dari vena

kontrakta ke pipa kecil dan hasilnya adalah:

Gambar 2. 12. Pengecilan Pada Pipa


(Sumber: Triatmojdo, B. 2010)

( / , )
ℎ = (1 − 0,6)2 × ................. (2. 19)

Dengan:
he = kehilangan tenaga (m)
V2 = kecepatan fluida di titik 2 (m/s)
g = percepatan gravitasi (m/s2)

2.5. Pipa

Pipa menurut sejarah, pertama kali digunakan oleh masyarakat Cina

untuk mengalirkan air ke pertanian mereka kira kira 3000 tahun sebelum

masehi. Selain penduduk Cina, penduduk di daerah yang dahulu disebut

Valley (sekarang Pakistan dan sebelah utara India) pada tahun 2500

sebelum masehi terkenal sebagai ahli dalam pembuatan jaringan pemipaan

rumah-rumah. Selain negara tersebut, Mesir juga tercatat dalam sejarah

ketika penduduknya berhasil mengalirkan air sungai Nil untuk mengalirkan

32
sawah-sawah mereka. Negara Roma juga berhasil dalam hal mendesain dan

mendirikan jaringan perpipaan khususnya untuk keperluan air minum,

mandi dan air mancur pada abad 150 sesudah masehi.

(https://id.wikipedia.org/wiki/Pipa_(saluran))

Pipa adalah saluran tertutup yang biasanya berpenampang lingkaran

dan digunakan untuk mengalirkan fluida dengan tampang aliran penuh.

Fluida yang dialirkan melalui pipa bisa berupa zat cair atau gas dan tekanan

bisa lebih besar atau lebih kecil dari tekanan atmosfer. Apabila zat cair di

dalam pipa tidak penuh maka aliran termasuk ke dalam saluran terbuka.

(Triatmodjo, B. 2010).

Gambar 2. 13. Pipa dengan berbagai


diameter
(https://pipasaluranair.wordpress.com/2014/07/14/mengenal-jenis-jenis-pipa-saluran/ )

33
2.6. Jenis – Jenis Sambungan

Sambungan (Fitting) merupakan komponen perpipaan yang berfungsi

sebagai penyambung pipa dengan pipa, merubah arah pipa, membuat

cabang pipa, memperkecil ukuran perpipaan, dan lain – lain. Ada beberapa

macam jenis sambungan, misalnya Reducer, Elbow, Tee

Gambar 2. 14. Jenis – Jenis Sambungan


(Sumber: www.idpipe.com/2014/08/jenis-sambungan-antar-pipa.html?m=1)

34
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian tugas akhir ini akan dilaksanakan di Laboratorium Keairan,

Fakultas Teknik, Universitas Halu Oleo, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi

Tenggara. Penelitian ini dimulai pada akhir bulan desember 2015 hingga

bulan april 2016.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah:

a. HM 150 Basic Hydraulics Bench

Merupakan alat untuk memasok air untuk disalurkan ke

alat uji HM 150.11

b. HM 150.11 Fluid Friction Apparatus

Merupakan alat yang digunakan untuk menyelidiki

kehilangan tekanan di bengkokan dan sambungan, katup dan

pengecilan dan pembesaran penampang, belokan mendadak

ataupun berangsur – angsur, buka tutup pada keran. Rangkaian

pengukuran ini terdiri dari sistem pipa dengan berbagai

sambungan, katup daerah penampang saluran yang mengecil

35
dan membesar. Laju aliran dapat bervariasi jika menggunakan

katup. (Lihat Gambar 3.1)

c. Stopwacth, alat ini digunakan untuk menentukan waktu

pengukuran.

d. Penggaris, digunakan untuk mengukur jarak.

e. Kamera, alat ini digunakan untuk dokumentasi dari running

penelitian secara visual.

Gambar 3. 1. HM 150.11 Fluid Friction Apparatus

(Sumber: GUNT Manual)

36
Dengan:
1. Rangka pipa baja dengan bantalan pengisap
2. Dinding belakang
3. Keran penghambat aliran fluida
4. Cincin penyambung pipa
5. Pengukur tekanan
6. Pengatur sistem pengukuran
7. Pengatur objek aliran
8. Alat pengatur aliran
9. Katup pengalir air
10. Selang

3.2.2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah air.

3.3. Tahapan Penelitian

3.3.1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan adalah tahapan dimana semua alat dan

bahan yang akan digunakan dalam penelitian disiapkan terlebih

dahulu, antara lain bahan, peralatan, maupun program kerjanya

sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar. Peralatan yang

akan digunakan diperiksa terlebih dahulu untuk mengetahui

kelayakan alat dalam pelaksanaan penelitian.

37
3.3.2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini langsung diadakan penelitian pengaliran air

dalam pipa. Adapun prosedur penelitian adalah sebagai berikut:

a. Menyiapkan seluruh alat yang akan digunakan.

b. Memasang alat Fluid Friction Apparatus di atas Basic

Hydraulic Bench dan menyambungkan selang antara kedua alat

tersebut.

c. Membuka keran pipa yang diamati dan menghubungkan selang

tinggi tekan pada titik pengamatan.

d. Menghidupkan alat Basic Hydraulic Bench dengan cara

memutar stop kontak lalu menekan tombol ON yang berwarna

hijau dan membuka katup pengatur debit agar air dapat mengalir

dari bench menuju alat Fluid Friction Appartus.

e. Menormalkan ketinggian air pada masing-masing manometer

dengan membuka dan menutup katup serta mengukur

perbedaan tinggi tekan (pastiakan tidak ada gelembung udara

pada selang tinggi tekan).

f. Membuka penuh keran pada Basic Hydraulic Bench.

g. Mencatat waktu dan tekanan pada manometer untuk volume 20

liter.

h. Mengurangi bukaan keran sedikit demi sedikit pada katup

pengatur debit.

38
i. Mengulangi prosedur g dan h untuk hingga mencapai tekanan

terkecil.

j. Mengukur suhu air dengan menggunakan alat velocity meter.

k. Membersihkan alat Basic Hydraulic Bench dan alat Fluid

Friction Appartus lalu melepas selang yang terhubung.

3.3.3. Tahap Analisis Penelitian

Setelah mendapatkan data yang diperlukan dari hasil

pengujian yang telah dilakukan, langkah selanjutnya adalah

mengolah data tersebut. Pada tahap mengolah atau menganalisis

data dilakukan dengan menghitung data yang ada dengan rumus

yang sesuai.

3.3.4. Tahap Penarikan Kesimpulan

Pada tahap ini dibuat suatu kesimpulan berdasarkan data

yang telah dianalisis yang berhubungan langsung dengan tujuan

penelitian.

3.4. Bagan Alir Penelitian

Bagan Alir Penelitian merupakan penyederhanaan dari tahapan-

tahapan jalannya penelitian. Dengan adanya alur penelitian, penelitian

yang dilakukan akan berjalan sesuai dengan tahapan yang direncanakan.

Penjelasan tentang Diagram Alur Penelitian dapat di lihat ada gambar

berikut:

39
MULAI

PERUMUSAN MASALAH

TINJAUAN PUSTAKA

PENGUMPULAN DATA:
1. Tinggi Tekanan
2. Waktu
3. Volume

HASIL & PEMBAHASAN:


1. Debit
2. Luas Penampang
3. Kecepatan
4. Angka reynolds
5. Kehilangan Tekanan
6. Beda Tinggi Tekanan

KESIMPULAN & SARAN

SELESAI

Gambar 3. 2. Bagan Alur Penelitian

40
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengukuran

Berdasarkan hasil pengukuran, laju aliran pada pembesaran pipa dan

pengecilan pipa diperoleh dengan cara mengambil lamanya waktu

pengaliran dengan volume pengaliran ditentukan sebesar 20 liter atau 0,02

m3 tiap sekali pengambilan data.

h1 h2 h3 h4

Gambar 4. 1. Titik Pengamatan


(Sumber: GUNT Manual)

Titik h1 adalah nilai tinggi tekanan sebelum terjadi pembesaran

penampang. Titik h2 adalah nilai tinggi tekanan setelah terjadi pembesaran

penampang. Titik h3 adalah nilai tinggi tekanan sebelum terjadi pengecilan

penampang. Titik h4 adalah nilai tinggi tekanan setelah terjadi pengecilan

penampang.

Data hasil pengukuran diperoleh tekanan di titik h1 = 94,5 cm H2O,

h2 = 100 cm H2O, h3 = 99 cm H2O, h4 = 75,8 cm H2O. Waktu yang

ditempuh sebesar 40,14 detik. Untuk pengukuran selanjutnya akan di

tampilkan dalam tabel berikut:

41
Tabel 4. 1. Hasil Pengukuran
Pembesaran Pengecilan
Running Volume Waktu
Penampang Penampang
Ke- (liter) (detik)
h1 (cm) h2(cm) h3(cm) h4(cm)
1 94,5 100 99 75,8 20 40,14
2 91,5 97 96 73,5 20 41,67
3 85,6 91,2 89,6 68,5 20 42,53
4 81 86,4 84,5 64 20 43,51
5 75,5 80,6 79,5 60,4 20 44,06
6 69,8 74,8 73,5 55,5 20 46,26
7 62,4 66,9 65,8 49,4 20 47,43
8 57 61,3 60,3 45 20 48,33
9 55,5 60 59 43,9 20 49,01
10 52,5 56,6 55,9 41,4 20 50,49
11 48,6 52 51 37,8 20 53,6
12 47 51 50 36,9 20 54,09
13 46,5 49,9 49,3 36,2 20 55,71
14 44,8 48 47,2 35 20 56,57
15 43 46,7 45,7 33,5 20 57,49
16 41,5 45 44 32,4 20 58,73
17 39,8 43,2 42 30,5 20 59,4
18 34,6 37,7 37,2 26,8 20 60,75
19 31,5 35 34 24,3 20 61,79
20 30,9 34 33 23,5 20 62,91
21 29 31,9 31,5 22,3 20 64,4
22 28,3 31,1 30,5 21,5 20 65,21
23 27,4 30 29,2 20,4 20 66,1
24 25 27,6 27 19 20 67,77
25 23,4 27,1 26,5 18,5 20 68,85
26 22 25,3 24,2 16,5 20 69,97
Sumber: Hasil Pengukuran, 2016

4.2. Analisa Hitungan

4.2.1. Debit Aliran

Diketahui volume pengaliran sebesar 0,02 m3 dan waktu tempuh

sebesar 40,14 detik, maka:

42
V
Q
t
0,02

40,14
 4,98  10  4 m 3 /s

4.2.2. Luas Penampang

Diketahui diameter pipa kecil berukuran 0,017 m dan pipa besar

berukuran 0,0284 m.

1
A1    D2
4
  3,14  0,017 
1 2

4
 2, 27  10  4 m 2

Karena diameter A1 sama dengan A3 maka luas penampangnya juga

sama.

1
A2    D2
4
  3,14  0,0284 
1 2

4
 6,33  10  4 m 2

Karena diameter A2 sama dengan A4 maka luas penampangnya juga

sama.

43
4.2.3. Kecepatan Aliran

a. Kecepatan Aliran di titik h1

Q
v1 
A1
4,98  10  4

2,27  10  4
 2,196 m/s

b. Kecepatan Aliran di titik h2


Q
v2 
A2
4,98  10  4

6,33  10  4
 0,787 m/s

c. Kecepatan Aliran di titik h3


Q
v3 
A3
4,98  10  4

6,33  10  4
 0,787 m/s

d. Kecepatan Aliran di titik h4

Q
v4 
A4
4,98  10  4

2,27  10  4
 2,196 m/s

44
4.2.4. Angka Reynold

Diketahui v1 = 2,196 m/s, D1 = 0,017 m, suhu air 28OC, maka

berdasarkan tabel 2.1 nilai koefisien kinematik () diperoleh 8,37 x

10-7

a. Angka Reynold di titik h1

v 1  D1
Re1 
v
2,196  0,017

8,37  10 7
 43279

b. Angka Reynold di titik h2

v2  D2
Re 2 
v
0,787  0,0284

8,37  10 7
 15507

c. Angka Reynold di titik h3

v3  D3
Re 3 
v
0,787  0,0284

8,37  10 7
 15507

d. Angka Reynold di titik h4

v4  D4
Re 4 
v
2,196  0,017

8,37  10 7
 43279

45
4.2.5. Koefisien Kehilangan Tekanan

 Pembesaran Penampang

2
 A 
K B  1  1 
 A2 
2
 2,27  10  4 
 1  
 6,33  10  4 
 0,412

 Pengecilan Penampang

K K  1  0,6
2

 0,160

4.2.6. Kehilangan Tekanan di Perubahan Penampang

a. Kehilangan Tekanan di Pembesaran Penampang

Diketahui v1 = 2,196 m/s, KB = 0,412, g = 9,81 m/s2

2
v1
he B  K B 
2  9,81

 0,412 
2,196
2

2  9,81
 0,101 m

b. Kehilangan Tekanan di Pengecilan Penampang

Diketahui v4 = 2,196 m/s, KK = 0,160, g = 9,81 m/s2

v 4 / 0,62
he K  K K 
2  9,81

 0,160 
2,196 / 0,62
2  9,81
 0,1093 m
46
4.2.7. Kehilangan Tekanan di Penampang Konstan

Diketahui L = 0,5 m, D = 0,00284 m, v = 0,787 m/s, Re = 15938, g =

9,81 m/s2.

0,316 v
ℎ = × ×
H , 2

0,316 0,5 0,787


ℎ = × ×
15938 , 0,00284 2 ∙ 9,81

ℎ = 0,0156

4.2.8. Perubahan Tekanan (h)

 Pembesaran Penampang

Diketahui nilai h1 dan h2 masing – masing 0,945 m dan 1,0 m

∆ℎ = ℎ − ℎ
= 1,0 − 0,945

= 0,055

 Pengecilan Penampang

Diketahui nilai h3 dan h4 masing – masing 0,99 m dan 0,758 m

∆ℎ = ℎ − ℎ

= 0,758 − 0,99

= −0,232

47
4.2.9. Kehilangan Tekanan di Perubahan Penampang Dengan Pendekatan

Hukum Bernoulli

a. Pembesaran Penampang

Diketahui h1 = 0,945m, h2 = 1m, v1 = 2,196 m/s dan v2 = 0,787

m/s, g = 9,81 m/s2

v v
ℎ + =ℎ + +ℎ ′
2 2
2,196 0,787
0,945 + =1+ +ℎ ′
2 ∙ 9,81 2 ∙ 9,81
1,1909 = 1,0316 + ℎ ′
−1,0316 + 1,1909 = ℎ ′
ℎ ′ = 0,1593
b. Pengecilan Penampang

Diketahui h3 = 0,99m, h4 = 0,758m, v3 = 0,787 m/s dan v4 =

2,196 m/s, g = 9,81 m/s2

v v
ℎ + =ℎ + +ℎ ′
2 2

0,758 2,196
0,99 + = 0,758 + +ℎ ′
2 ∙ 9,81 2 ∙ 9,81

1,0216 = 1,0039 + ℎ ′

−1,0039 + 1,0216 = ℎ ′

ℎ ′ = 0,0177

Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada lampiran Tabel Perhitungan

48
4.3. Pembahasan

4.3.1. Hubungan Antara Debit dan Tinggi Tekanan

Debit diperoleh berdasarkan waktu yang didapatkan terhadap

volume pengaliran yang ditentukan yaitu sebesar 0,02 m3. Waktu

didapatkan dengan cara membuka katup pada Basic Hydraulic Bench pada

bukaan penuh. Secara otomatis tekanan air yang dihasilkan besar. Sedikit

demi sedikit katup ditutup sampai pada tekanan air terkecil. Semakin kecil

tekanan air maka waktu pengaliran yang diperoleh akan semakin besar

untuk memperoleh volume sebesar 0,02 m3.

Pada daerah pembesaran penampang (h1 dan h2) diperoleh tinggi

tekanan dari hasil pengukuran masing – masing sebesar h1 = 0,945 m, dan

h2 = 1,0 m. Sedangkan pada daerah pengecilan penampang (h3 dan h4)

diperoleh tinggi tekanan masing – masing sebesar h3 = 0,99 m, dab h4 =

0,758 m. Terlihat bahwa pada pengecilan penampang selisih antara titik h3

dan h4 cukup jauh dibandingkan pada pembesaran penampang. Untuk

penjelasan lebih lanjut mengenai selisih pada perubahan penampang akan

dibahas lebih lanjut pada sub bab selanjutnya. Berikut di bawah ini adalah

tabel debit terhadap tinggi tekanan:

49
Tabel 4. 2. Hasil Analisa Debit dan Tinggi Tekanan
Tinggi Tekanan (m)
Pembesaran Pengecilan
Running 3
Debit (m /s) Penampang Penampang
Ke-
Sebelum Setelah Sebelum Setelah
(h1) (h2) (h3) (h4)
1 4,983 X 10-4 0,945 1 0,99 0,758
2 4,800 X 10-4 0,915 0,97 0,96 0,735
3 4,703 X 10-4 0,856 0,912 0,896 0,685
-4
4 4,597 X 10 0,81 0,864 0,845 0,64
-4
5 4,539 X 10 0,755 0,806 0,795 0,604
6 4,323 X 10-4 0,698 0,748 0,735 0,555
-4
7 4,217 X 10 0,624 0,669 0,658 0,494
8 4,138 X 10-4 0,57 0,613 0,603 0,45
-4
9 4,081 X 10 0,555 0,6 0,59 0,439
10 3,961 X 10-4 0,525 0,566 0,559 0,414
-4
11 3,731 X 10 0,486 0,52 0,51 0,378
-4
12 3,698 X 10 0,47 0,51 0,5 0,369
13 3,590 X 10-4 0,465 0,499 0,493 0,362
-4
14 3,535 X 10 0,448 0,48 0,472 0,35
15 3,479 X 10-4 0,43 0,467 0,457 0,335
16 3,405 X 10-4 0,415 0,45 0,44 0,324
17 3,367 X 10-4 0,398 0,432 0,42 0,305
-4
18 3,292 X 10 0,346 0,377 0,372 0,268
-4
19 3,237 X 10 0,315 0,35 0,34 0,243
20 3,179 X 10-4 0,309 0,34 0,33 0,235
-4
21 3,106 X 10 0,29 0,319 0,315 0,223
22 3,067 X 10-4 0,283 0,311 0,305 0,215
-4
23 3,026 X 10 0,274 0,3 0,292 0,204
24 2,951 X 10-4 0,25 0,276 0,27 0,2
-4
25 2,905 X 10 0,234 0,271 0,265 0,185
-4
26 2,858 X 10 0,22 0,253 0,242 0,165
Sumber: Hasil Analisa Data, 2016

Tabel di atas menunjukan debit (Q) yang diperoleh dari hasil

hitungan terhadap nilai – nilai tinggi tekanan (h) yang didapatkan dari hasil

pengukuran. Dan untuk mengetahui bagaimana kecenderungan hubungan

antara debit terhadap kehilangan tekanan, selanjutnya akan dibuatkan grafik

dimana sumbu X berupa debit, sedangkan sumbu Y adalah nilai h1, h2, h3,

h4.

50
Hubungan Debit & Tinggi Tekanan Terukur di
1,2 Pembesaran Penampang

1
Tinggi Tekanan (m)
0,8 Sebelum
Pembesaran
0,6
Setelah
0,4 Pembesaran

0,2

0
2,70E-04 3,20E-04 3,70E-04 4,20E-04 4,70E-04 5,20E-04

Debit (m3/s)
Gambar 4. 2. Grafik Hubungan Debit dengan tinggi tekanan di pembesaran penampang

Hubungan Debit & Tinggi Tekanan Terukur


di pengecilan penampang
1,2

1
Tinggi Tekanan (m)

0,8
Sebelum
0,6 Pengecilan

Setelah
0,4 Pengecilan

0,2

0
2,7E-04 3,2E-04 3,7E-04 4,2E-04 4,7E-04 5,2E-04
Debit (m3/s)

Gambar 4. 3. Grafik Hubungan Debit dengan tinggi tekanan di pengecilan penampang

Terlihat pada gambar 4.2 dan gambar 4.3 bahwa antara debit dan

tinggi tekanan berbanding lurus. Semakin besar debit yang diberikan, maka

semakin besar tinggi tekanan yang terjadi. Pada gambar 4.2 nilai awal h1

51
naik menjadi h2. Tetapi berbeda yang terjadi pada gambar 4.3 dimana nilai

h3 turun menjadi h4.

4.3.2. Hubungan Antara Debit dan Kehilangan Tekanan Di Perubahan

Penampang

Kehilangan tekanan diperoleh dari hasil analisa koefisien

kehilangan tekanan (K) dengan kecepatan (v). (Lihat sub bab 4.2.7).

Pada pipa panjang kehilangan tekanan akibat gesekan biasanya jauh

lebih besar dari pada kehilangan tekanan akibat perubahan

penampang, sehingga pada keadaan tersebut kehilangan tekanan

akibat perubahan penampang dapat diabaikan. Tetapi pada pipa

yang pendek kehilangan tekanan akibat perubahan penampang harus

tetap diperhitungkan. Untuk hasil perhitungan kehilangan tekanan

pada perubahan penampang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. 3. Hasil analisa data Debit dan Kehilangan Tekanan


di Perubahan Penampang

Kehilangan Tekanan (m)


Debit (m3/s)
Pembesaran Pengecilan
4,983 X 10-4 0,101 0,1093
4,800 X 10-4 0,094 0,1014
4,703 X 10-4 0,090 0,0973
4,597 X 10-4 0,086 0,0930
4,539 X 10-4 0,084 0,0907
4,323 X 10-4 0,076 0,0823
4,217 X 10-4 0,073 0,0783
4,138 X 10-4 0,070 0,0754
4,081 X 10-4 0,068 0,0733
52
Lanjutan Tabel 4.3
-4
3,961 X 10 0,064 0,0691
-4
3,731 X 10 0,057 0,0613
-4
3,698 X 10 0,056 0,0602
-4
3,590 X 10 0,053 0,0567
-4
3,535 X 10 0,051 0,0550
-4
3,479 X 10 0,049 0,0533
-4
3,405 X 10 0,047 0,0510
-4
3,367 X 10 0,046 0,0499
-4
3,292 X 10 0,044 0,0477
-4
3,237 X 10 0,043 0,0461
-4
3,179 X 10 0,041 0,0445
-4
3,106 X 10 0,039 0,0424
-4
3,067 X 10 0,038 0,0414
-4
3,026 X 10 0,037 0,0403
-4
2,951 X 10 0,036 0,0383
-4
2,905 X 10 0,034 0,0371
-4
2,858 X 10 0,033 0,0360
Sumber: Hasil Analisa Data, 2016

Tabel di atas menunjukan debit (Q) terhadap nilai – nilai kehilangan

tekanan (he) di titik pembesaran penampang dan pengecilan penampang.

Dan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara debit terhadap

kehilangan tekanan di perubahan penampang, selanjutnya akan dibuatkan

grafik dimana sumbu X berupa debit, sedangkan sumbu Y adalah nilai –

nilai dari pembesaran penampang dan pengecilan penampang.

Terlihat pada grafik (Gambar 4.4) bahwa hubungan antara debit dan

kehilangan tekanan di perubahan penampang berbanding lurus. Semakin

besar debit yang diberikan, maka kehilangan tekanan yang terjadi semakin

besar. Pada titik pembesaran penampang nilai kehilangan tekanan lebih

kecil dibandingkan dengan titik pengecilan penampang. Artinya bahwa

53
kehilangan tekanan di pembesaran penampang lebih kecil jika dibandingkan

yang terjadi di pengecilan penampang.

hubungan Debit & Kehilangan Tekanan


di Perubahan Penampang
0,12

0,1
Kehilangan Tekanan (m)

0,08
Pembesaran
Penampang
0,06
Pengecilan
0,04 Penampang

0,02

0
2,70,E-04 3,20,E-04 3,70,E-04 4,20,E-04 4,70,E-04
Debit (m3/s)
Gambar 4. 4. Grafik Hubungan antara debit dan kehilangan tekanan di perubahan
penampang

4.3.3. Hubungan Antara Debit dan Perubahan Tinggi Tekanan

Perubahan tinggi tekanan dapat diperoleh dari hasil

pengurangan nilai setelah perubahan penampang terhadap nilai

sebelum perubahan penampang. Dari nilai perubahan tinggi tekanan

(h) kita dapat melihat suatu perbedaan pada perubahan penampang

pipa. Pada daerah pengecilan penampang diperoleh nilai berupa

angka – angka negatif. Oleh karena itu pada pengecilan penampang

angka – angka tersebut dibuat jadi angka mutlak sehingga menjadi

54
sehingga bisa mempermudah pembuatan grafik. Untuk hasil

perhitungan selisih tekanan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4. 4. Hasil Analisa Debit Terhadap Perubahan Tinggi Tekanan

Perubahan Tinggi Tekanan (m)


Debit (m3/s)
Pembesaran Pengecilan
4,983 X 10-4 0,055 0,232
4,800 X 10-4 0,055 0,225
4,703 X 10-4 0,056 0,211
4,597 X 10-4 0,054 0,205
4,539 X 10-4 0,051 0,191
4,323 X 10-4 0,05 0,180
4,217 X 10-4 0,045 0,164
4,138 X 10-4 0,043 0,153
4,081 X 10-4 0,045 0,151
3,961 X 10-4 0,041 0,145
3,731 X 10-4 0,034 0,132
3,698 X 10-4 0,04 0,131
3,590 X 10-4 0,034 0,131
3,535 X 10-4 0,032 0,122
3,479 X 10-4 0,037 0,122
3,405 X 10-4 0,035 0,116
3,367 X 10-4 0,034 0,115
3,292 X 10-4 0,031 0,104
3,237 X 10-4 0,035 0,097
3,179 X 10-4 0,031 0,095
3,106 X 10-4 0,029 0,092
3,067 X 10-4 0,028 0,090
3,026 X 10-4 0,026 0,088
2,951 X 10-4 0,026 0,070
2,905 X 10-4 0,037 0,080
2,858 X 10-4 0,033 0,077
Sumber: Hasil Analisa Data, 2016

55
Tabel di atas menunjukan debit (Q) terhadap nilai perubahan tinggi

tekanan (h) dari kehilangan tekanan (h) terukur. Dan untuk mengetahui

bagaimana hubungan antara debit terhadap selisih kehilangan tekanan

terukur, selanjutnya akan dibuatkan grafik dimana sumbu X berupa debit,

sedangkan sumbu Y adalah nilai dari perubahan tekanan.

0,25 Hubungan Debit & Perubahan Tinggi Tekanan


Perubahan Tinggi Tekanan (m)

0,2

Pembesaran
0,15 Penampang

Pengecilan
Penampang
0,1

0,05

0
0,00028 0,00033 0,00038 0,00043 0,00048
Debit (m3/s)
Gambar 4. 5. Grafik Hubungan antara debit dan perubahan tinggi tekanan

Pada gambar 4.5 terlihat nilai perubahan tinggi tekanan pada

pengecilan penampang lebih besar dibandingkan di pembesaran

penampang. Hal ini diperoleh berdasarkan pengurangan dari nilai tinggi

tekanan. Artinya bahwa dengan debit yang sama pada pembesaran

penampang nilai perubahan tinggi tekanan antara titik 1 dan titik 2

selisihnya kecil, sedangkan pada pengecilan penampang nilai perubahan

56
tekanan antara titik 3 dan 4 selisihnya besar. Untuk nilai tinggi tekanan

dapat di lihat pada Tabel 4.1

4.3.4. Hubungan Debit Terhadap Angka Reynolds

Bilangan Reynolds merupakan angka tak berdimensi yang

menunjukan jenis dari suatu aliran. Dari hasil perhitungan yang

didapat terlihat bahwa jenis aliran untuk tiap – tiap titik

pengamatan semuanya adalah turbulen. Seperti yang kita ketahui

jika angka reynold menunjukan lebih dari 4000, maka jenis aliran

tersebut adalah turbulen. Untuk selanjutnya akan diberikan pada

tabel berikut:

Tabel 4. 5. Hasil Analisa Data Debit dan Angka Reynolds

Angka Reynolds
Debit (m3/s)
Re1 Re2 Re3 Re4
-4
4,983 X 10 44608 15983 15983 44608
4,800 X 10-4 42970 15397 15397 42970
4,703 X 10-4 42101 15085 15085 42101
4,597 X 10-4 41153 14745 14745 41153
4,539 X 10-4 40639 14561 14561 40639
4,323 X 10-4 38706 13869 13869 38706
4,217 X 10-4 37751 13527 13527 37751
4,138 X 10-4 37048 13275 13275 37048
4,081 X 10-4 36534 13091 13091 36534
3,961 X 10-4 35463 12707 12707 35463
3,731 X 10-4 33406 11970 11970 33406
3,698 X 10-4 33103 11861 11861 33103
3,590 X 10-4 32141 11516 11516 32141
3,535 X 10-4 31652 11341 11341 31652
3,479 X 10-4 31145 11160 11160 31145
3,405 X 10-4 30488 10924 10924 30488
3,367 X 10-4 30144 10801 10801 30144
3,292 X 10-4 29474 10561 10561 29474
3,237 X 10-4 28978 10383 10383 28978
3,179 X 10-4 28462 10198 10198 28462
57
Lanjutan Tabel 4.5
-4
3,106 X 10 27804 9962 9962 27804
3,067 X 10-4 27458 9839 9839 27458
-4
3,026 X 10 27088 9706 9706 27088
2,951 X 10-4 26421 9467 9467 26421
-4
2,905 X 10 26007 9318 9318 26007
-4
2,858 X 10 25590 9169 9169 25590
Sumber: Hasil Analisa Data, 2016

Tabel di atas menunjukan debit (Q) terhadap angka reynold dari

masing – masing titik pengamatan. Dan untuk mengetahui bagaimana

hubungan antara debit terhadap angka reynolds, selanjutnya akan dibuatkan

grafik dimana sumbu X berupa debit, sedangkan sumbu Y adalah angka

reynolds.

Hubungan Debit & Angka Reynold


50000
45000 Bil.
Reynolds
40000
di titik 1
Angka Reynold

35000
Bil.
30000
Reynolds
25000 di titik 2
20000
Bil.
15000 Reynolds
10000 di titik 3
5000
Bil.
0 Reynolds
2,70,E-04 3,20,E-04 3,70,E-04 4,20,E-04 4,70,E-04 di titik 4

Debit (m3/s)
Gambar 4. 6. Grafik Hubungan antara debit dan angka reynolds

Pada gambar 4.6 terlihat bahwa debit berbanding lurus dengan angka

reynolds. Semakin besar debit yang diberikan, maka semakin besar juga

angka reynolds yang diperoleh. Angka Reynolds sebelum pembesaran

penampang dan setelah pengecilan pengecilan sama karena dikarenakan


58
oleh faktor kecepatan pada titik sama. Begitu pula halnya dengan yang

terjadi pada setelah pembesaran dan sebelum pengecilan.

4.3.5. Hubungan debit terhadap kehilangan tekanan di penampang konstan

Kehilangan tekanan di penampang konstan diperoleh dengan

mengalikan koefisien gesekan dengan panjang dan diameter pipa

serta tinggi tekanan yang terjadi pada penampang tersebut. (Lihat

sub bab 4.2.7). Untuk selanjutnya akan diberikan pada tabel berikut:

Tabel 4. 6. Hasil Analisa Data Debit dan Kehilangan Tekanan


di Penampang Konstan
Kehilangan
Debit (m3/s) Tekanan (m)
hf
4,983 X 10-4 0,0156
4,800 X 10-4 0,0146
4,703 X 10-4 0,0141
4,597 X 10-4 0,0136
4,539 X 10-4 0,0133
4,323 X 10-4 0,0122
4,217 X 10-4 0,0117
4,138 X 10-4 0,0113
4,081 X 10-4 0,0110
3,961 X 10-4 0,0105
3,731 X 10-4 0,0094
3,698 X 10-4 0,0093
3,590 X 10-4 0,0088
3,535 X 10-4 0,0086
3,479 X 10-4 0,0083
3,405 X 10-4 0,0080
3,367 X 10-4 0,0079
3,292 X 10-4 0,0076
3,237 X 10-4 0,0073
3,179 X 10-4 0,0071
3,106 X 10-4 0,0068
3,067 X 10-4 0,0067
3,026 X 10-4 0,0065
2,951 X 10-4 0,0062
2,905 X 10-4 0,0061
2,858 X 10-4 0,0059
(Sumber: Analisa Hitungan, 2016)
59
Selanjutnya akan dibuatkan grafik dimana sumbu X berupa debit,

sedangkan sumbu Y adalah kehilangan tekanan.

Hubungan Debit Terhadap Kehilangan Tekanan di


Penampang Konstan
0,018
0,016
Kehilangan Tekanan (m)

0,014
0,012
Kehilangan
0,01 Tekanan di
0,008 pipa
0,006 konstan

0,004
0,002
0
2,2E-04 2,7E-04 3,2E-04 3,7E-04 4,2E-04 4,7E-04 5,2E-04
Debit (m3/s)

Gambar 4. 7. Grafik Hubungan antara debit dan kehilangan tekanan


di penampang konstan

Terlihat pada gambar 4.7 hubungan antara debit dan kehilangan

tekanan di penampang kontan berbanding lurus. Semakin besar debit

yang diberikan, maka semakin besar pula kehilangan tekanan yang

terjadi.

4.3.6. Hubungan Antara Kehilangan Tekanan Teoritis dan Kehilangan

Tekanan Terukur di Perubahan Penampang

Kehilangan tekanan teoritis bisa diperoleh melalui persamaan

2.4 dan 2.5 yang sering digunakan. Namun untuk kehilangan tekanan

terukur bisa dicoba dengan pendekatan Hukum Bernoulli.

Kehilangan tekanan terukur diperoleh dengan menjumlahkan nilai

60
tinggi tekanan (h) dan tinggi kecepatan (v2/2g) sebelum dan setelah

perubahan penampang. Dengan mengabaikan z (elevasi) karena pipa

berada pada garis datar (Lihat sub bab 4.2.8). Notasi (he)

menunjukan kehilangan tekanan teoritis sedangkan (he') kehilangan

tekanan terukur. Untuk selanjutnya akan diberikan pada tabel

berikut:

Tabel 4. 7. Perbandingan Kehilangan Teoritis dan Kehilangan Tekanan Terukur

Pembesaran Penampang Pengecilan Penampang


Kehilangan Kehilangan Kehilangan Kehilangan
Tekanan Tekanan Tekanan Tekanan
Debit (m3/s) Teoritis Terukur Terukur Teoritis
(heB) (heB') (heK) (heK')

(m) (m) (m) (m)


-4
4,983 X 10 0,1012 0,1593 0,1093 0,0177
4,800 X 10-4 0,0939 0,1438 0,1014 0,0262
4,703 X 10-4 0,0902 0,1349 0,0973 0,0201
4,597 X 10-4 0,0862 0,1284 0,0930 0,0226
4,539 X 10-4 0,0840 0,1269 0,0907 0,0131
4,323 X 10-4 0,0762 0,1113 0,0823 0,0187
4,217 X 10-4 0,0725 0,1085 0,0783 0,0105
4,138 X 10-4 0,0698 0,1048 0,0754 0,0052
4,081 X 10-4 0,0679 0,0987 0,0733 0,0073
3,961 X 10-4 0,0640 0,0944 0,0691 0,0096
3,731 X 10-4 0,0568 0,0862 0,0613 0,0118
3,698 X 10-4 0,0557 0,0780 0,0602 0,0130
3,590 X 10-4 0,0526 0,0772 0,0567 0,0198
3,535 X 10-4 0,0510 0,0759 0,0550 0,0141
3,479 X 10-4 0,0494 0,0675 0,0533 0,0175
3,405 X 10-4 0,0473 0,0651 0,0510 0,0159
3,367 X 10-4 0,0462 0,0639 0,0499 0,0171
3,292 X 10-4 0,0442 0,0626 0,0477 0,0104
3,237 X 10-4 0,0427 0,0554 0,0461 0,0066
3,179 X 10-4 0,0412 0,0562 0,0445 0,0078
3,106 X 10-4 0,0393 0,0542 0,0424 0,0088
3,067 X 10-4 0,0384 0,0532 0,0414 0,0088
3,026 X 10-4 0,0373 0,0530 0,0403 0,0090
61
Lanjutan Tabel 4.7
-4
2,951 X 10 0,0355 0,0492 0,0383 0,0078
2,905 X 10-4 0,0344 0,0358 0,0371 0,0072
-4
2,858 X 10 0,0333 0,0375 0,0360 0,0065
Sumber: Analisa Data, 2016
Selanjutnya akan dibuatkan grafik dimana sumbu X adalah

kehilangan tekanan teoritis dan sumbu Y kehilangan tekanan terukur

Kehilangan Tekanan Teoritis vs Kehilangan Tekanan Terukur


di Pembesaran Penampang
0,18
0,16
Kehilangan TEkanan (m)

0,14 Kehilangan
Tekanan
0,12
Teoritis
0,1
0,08 Kehilangan
0,06 Tekanan
0,04 Terukur
0,02
0
2,5E-04 3,0E-04 3,5E-04 4,0E-04 4,5E-04 5,0E-04 5,5E-04
Debit (m3/s)

Gambar 4. 8. Perbandingan debit terhadap kehilangan tekanan teoritis dan kehilangan


tekanan terukur di pembesaran penampang

Terlihat pada gambar 4.8 debit (Q) berbanding lurus dengan

kehilangan tekanan teoritis (he) dan kehilangan tekanan terukur (he').

Semakin besar kehilangan tekanan teoritis, maka semakin besar juga

kehilangan tekanan terukurnya.

62
Kehilangan Tekanan Teoritis vs Kehilangan Tekanan Terukur
0,12 di Pengecilan Penampang

0,1
Kehilangan Tekanan (m)

Kehilangan
0,08 Tekanan
Teoritis
0,06
Kehilangan
0,04 Tekanan
Terukur
0,02

0
2,5E-04 3,0E-04 3,5E-04 4,0E-04 4,5E-04 5,0E-04 5,5E-04
Debit m3/s

Gambar 4. 9. Perbandingan debit terhadap kehilangan tekanan teoritis dan kehilangan


tekanan terukur di pengecilan penampang

Namun terlihat berbeda pada pengecilan penampang gambar

4.9, grafik kehilangan tekanan terukur (he') naik turun dan tidak

beraturan. Hal ini dikarenakan ada banyak variabel – variabel yang

diabaikan pada hukum bernoulli. Sebelum terjadi kehilangan tekanan

teoritis di pengecilan penampang (heK), telah terjadi sebelumnya

kehilangan tekanan di penampang konstan dan pembesaran

penampang. Tentunya akan mendapatkan hasil yang berbeda jika

ingin membandingkan kehilangan tekanan terukur (he’) dengan

kehilangan tekanan teoritis (he).

63
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Semakan besar debit yang diberikan, tinggi tekanan yang dihasilkan

juga semakin besar.

2. Semakin besar debit yang diberikan maka semakin besar pula

kehilangan tekanan yang terjadi di perubahan penampang, baik itu

pembesaran penampang maupun pengecilan penampang.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Sebelum melakukan penelitian, pastikan peralatan percobaan dalam

keadaan baik dan dapat digunakan.

2. Bagi peneliti yang tertarik melanjutkan tulisan ini, disarankan untuk

melakukan penelitian pada rangkaian pipa paralel.

64
DAFTAR PUSTAKA

Bansode, V.H dkk. 2015. Pressure Drop Analysis Of Inlet Pipe With Reducer And

Without Reducer Using CFD Analysis. International Journal of Mechanical

Engineering.

Fadly. 2011. Analisis Kerugian Tekanan Fluida Cair Yang Melalui Elbow 90ODengan

Variasi Jari – Jari Kelengkungan, Skripsi Fakultas Teknik UHO.

GUNT Manual. 2005. Experiment Fluid Frictons Apparatus. GUNT Hamburg.

German.

Helmizar. 2010. Studi Eksperimental Pengukuran Head Losses Mayor (Pipa PVC

Diameter ¾) dan Head Losses Minor (Belokan Knee 90O Diameter ¾) Pada

Sistem Instalasi Pipa. Jurnal Teknik Mesin Universitas Bengkulu.

Kaprawi. 2009. Aliran Dalam Pipa Lengkung 90O Dengan Radius Yang Bervariasi.

Jurnal Rekayasa Mesin Vol. 9 No. 3 Universitas Sriwijaya.

Khamdani, Fatih. 2012. Studi Eksperimental Aliran Campuran Air-Crude Oil yang

Melalui Pipa Pengecilan Mendadak Horizontal Berpenampang Lingkaran.

Skripsi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Munson, Bruce R dkk. 2003. Mekanika Fluida Jilid 2. Erlangga:Jakarta

1
Negara, Priana Wendy. 2011. Perbandingan Analisis Pressure Drop pada Pipa

Lengkung 90O Standar ANSI B36.10 dengan COSMOSflo Works 2007. Jurnal

Teknik Mesin Universitas Gunadarma.

Potter, Merle C dkk. 2011. Mekanika Fluida. Erlangga: Jakarta.

Ridwan. 1999. Mekanina Fluida Dasar. Universitas Gunadarma.

Soedradjat. A. 1983. Mekanika Fluida dan Hidrolika. Nova: Bandung

Susanto, Fauzi. 2006. Pengaruh Pembelokan (Elbow) Terhadap Kehilangan Energi

Pada Saluran Pipa Galvanis, Skripsi Fakultas Teknik UNS.

Triatmodjo, Bambang. 2010. Mekanika Fluida Jilid 2. Beta Offset: Yogyakarta.

http://2.bp.blogspot.com

https://id.wikipedia.org/wiki/Pipa_(saluran)

https://pipasaluranair.wordpress.com

www.idpipe.com

2
TABEL PERHITUNGAN

Diameter Pipa (m) Luas Penampang Pipa (m) Kecepatan (m/s)


Vol Waktu
No h1 (m) h2 (m) h3 (m) h4 (m) Debit (m3/s)
(m3) (s)
D1 D2 D3 D4 A1 A2 A3 A4 V1 V2 V3 V4

1 0,945 1 0,99 0,758 0,02 40,14 4,983E-04 2,196 0,787 0,787 2,196
2 0,915 0,97 0,96 0,735 0,02 41,67 4,800E-04 2,116 0,758 0,758 2,116
3 0,856 0,912 0,896 0,685 0,02 42,53 4,703E-04 2,073 0,743 0,743 2,073
4 0,81 0,864 0,845 0,64 0,02 43,51 4,597E-04 2,026 0,726 0,726 2,026
5 0,755 0,806 0,795 0,604 0,02 44,06 4,539E-04 2,001 0,717 0,717 2,001
6 0,698 0,748 0,735 0,555 0,02 46,26 4,323E-04 1,906 0,683 0,683 1,906
7 0,624 0,669 0,658 0,494 0,02 47,43 4,217E-04 1,859 0,666 0,666 1,859
8 0,57 0,613 0,603 0,45 0,02 48,33 4,138E-04 1,824 0,654 0,654 1,824
9 0,555 0,6 0,59 0,439 0,02 49,01 4,081E-04 1,799 0,645 0,645 1,799
10 0,525 0,566 0,559 0,414 0,02 50,49 3,961E-04 1,746 0,626 0,626 1,746
11 0,486 0,52 0,51 0,378 0,02 53,6 3,731E-04 1,645 0,589 0,589 1,645
12 0,47 0,51 0,5 0,369 0,02 54,09 3,698E-04 1,630 0,584 0,584 1,630
13 0,465 0,499 0,493 0,362 0,02 55,71 3,590E-04 1,582 0,567 0,567 1,582
0,017 0,0284 0,0284 0,017 0,000227 0,000633 0,000633 0,000227
14 0,448 0,48 0,472 0,35 0,02 56,57 3,535E-04 1,558 0,558 0,558 1,558
15 0,43 0,467 0,457 0,335 0,02 57,49 3,479E-04 1,533 0,549 0,549 1,533
16 0,415 0,45 0,44 0,324 0,02 58,73 3,405E-04 1,501 0,538 0,538 1,501
17 0,398 0,432 0,42 0,305 0,02 59,4 3,367E-04 1,484 0,532 0,532 1,484
18 0,346 0,377 0,372 0,268 0,02 60,75 3,292E-04 1,451 0,520 0,520 1,451
19 0,315 0,35 0,34 0,243 0,02 61,79 3,237E-04 1,427 0,511 0,511 1,427
20 0,309 0,34 0,33 0,235 0,02 62,91 3,179E-04 1,401 0,502 0,502 1,401
21 0,29 0,319 0,315 0,223 0,02 64,4 3,106E-04 1,369 0,490 0,490 1,369
22 0,283 0,311 0,305 0,215 0,02 65,21 3,067E-04 1,352 0,484 0,484 1,352
23 0,274 0,3 0,292 0,204 0,02 66,1 3,026E-04 1,334 0,478 0,478 1,334
24 0,25 0,276 0,27 0,187 0,02 67,77 2,951E-04 1,301 0,466 0,466 1,301
25 0,234 0,271 0,265 0,185 0,02 68,85 2,905E-04 1,280 0,459 0,459 1,280
26 0,22 0,253 0,242 0,165 0,02 69,97 2,858E-04 1,260 0,451 0,451 1,260
Kehilangan Tekanan di Kehilangan Tekanan di Kehilangan Tekanan Perubahan Tinggi
Angka Reynold Koefisien Kehilangan
Penampang Konstan Perubahan Penampang (Hukum Bernoulli) Tekanan (m)
Pengecilan Pembesaran
R1 R2 R3 R4 f hf (m) he B (m) he K (m) he' B (m) he' K (m) h 1-2 h 3-4
(KK ) (KB )
44608 15983 15983 44608 0,0281 0,0156 0,101 0,1093 0,1593 0,0177 0,0550 0,232
42970 15397 15397 42970 0,0284 0,0146 0,094 0,1014 0,1438 0,0262 0,0550 0,225
42101 15085 15085 42101 0,0285 0,0141 0,090 0,0973 0,1349 0,0201 0,0560 0,211
41153 14745 14745 41153 0,0287 0,0136 0,086 0,0930 0,1284 0,0226 0,0540 0,205
40639 14561 14561 40639 0,0288 0,0133 0,084 0,0907 0,1269 0,0131 0,0510 0,191
38706 13869 13869 38706 0,0291 0,0122 0,076 0,0823 0,1113 0,0187 0,0500 0,180
37751 13527 13527 37751 0,0293 0,0117 0,073 0,0783 0,1085 0,0105 0,0450 0,164
37048 13275 13275 37048 0,0294 0,0113 0,070 0,0754 0,1048 0,0052 0,0430 0,153
36534 13091 13091 36534 0,0295 0,0110 0,068 0,0733 0,0987 0,0073 0,0450 0,151
35463 12707 12707 35463 0,0298 0,0105 0,064 0,0691 0,0944 0,0096 0,0410 0,145
33406 11970 11970 33406 0,0302 0,0094 0,057 0,0613 0,0862 0,0118 0,0340 0,132
33103 11861 11861 33103 0,0303 0,0093 0,056 0,0602 0,0780 0,0130 0,0400 0,131
32141 11516 11516 32141 0,0305 0,0088 0,053 0,0567 0,0772 0,0198 0,0340 0,131
0,160 0,412
31652 11341 11341 31652 0,0306 0,0086 0,051 0,0550 0,0759 0,0141 0,0320 0,122
31145 11160 11160 31145 0,0307 0,0083 0,049 0,0533 0,0675 0,0175 0,0370 0,122
30488 10924 10924 30488 0,0309 0,0080 0,047 0,0510 0,0651 0,0159 0,0350 0,116
30144 10801 10801 30144 0,0310 0,0079 0,046 0,0499 0,0639 0,0171 0,0340 0,115
29474 10561 10561 29474 0,0312 0,0076 0,044 0,0477 0,0626 0,0104 0,0310 0,104
28978 10383 10383 28978 0,0313 0,0073 0,043 0,0461 0,0554 0,0066 0,0350 0,097
28462 10198 10198 28462 0,0314 0,0071 0,041 0,0445 0,0562 0,0078 0,0310 0,095
27804 9962 9962 27804 0,0316 0,0068 0,039 0,0424 0,0542 0,0088 0,0290 0,092
27458 9839 9839 27458 0,0317 0,0067 0,038 0,0414 0,0532 0,0088 0,0280 0,090
27088 9706 9706 27088 0,0318 0,0065 0,037 0,0403 0,0530 0,0090 0,0260 0,088
26421 9467 9467 26421 0,0320 0,0062 0,036 0,0383 0,0492 0,0078 0,0260 0,083
26007 9318 9318 26007 0,0322 0,0061 0,034 0,0371 0,0358 0,0072 0,0370 0,080
25590 9169 9169 25590 0,0323 0,0059 0,033 0,0360 0,0375 0,0065 0,0330 0,077
FOTO – FOTO DOKUMENTASI

Fluid Friction Apparatus

Basic Hydraulic Bench


Manometer

Daerah Pembesaran Mendadak


Daerah Pengecilan Mendadak

Anda mungkin juga menyukai