Anda di halaman 1dari 88

TUGAS AKHIR

PENGARUH KOMPOSISI ALKALI AKTIVATOR


TERHADAP KUAT TEKAN MORTAR GEOPOLIMER
BERBAHAN DASAR ABU TERBANG

Diajukan kepada Universitas Tadulako untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh


derajad Sarjana Strata Satu Teknik Sipil

Oleh :

Medi Tikara
STB. F 111 09 015

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TADULAKO
PALU, 25 SEPTEMBER 2013
HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR

JUDUL TUGAS AKHIR


“PENGARUH KOMPOSISI ALKALI AKTIVATOR TERHADAP KUAT
TEKAN MORTAR GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR ABU TERBANG”

yang dipersiapkan dan disusun oleh


MEDI TIKARA
STB. F 111 09 015

Telah dipertahankan di depan majelis penguji


Pada tanggal …………..

Tugas akhir ini telah disetujui oleh Majelis Penguji dan dinyatakan diterima sebagai
salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Teknik Sipil

Mengesahkan :

Dekan Fakultas Teknik Ketua Jurusan Teknik Sipil


Universitas Tadulako Universitas Tadulako

Ir. Armin Basong, M.Si DR. Ir. Nirmalawati, MT


NIP. 19560426 198603 1 001 NIP. 19601008 199502 2 001

i
HALAMAN PERSETUJUAN

Panitia Ujian Tugas Akhir Program Studi S1 Teknik Sipil Universitas


Tadulako yang ditetapkan berdasarkan SK Dekan Fakultas Teknik No:
0444/UN28.1.31/PP/2013 Tanggal 8 Maret 2013 menyatakan menyetuji Tugas Akhir
yang telah dipertanggungjawabkan di hadapan Majelis Penguji pada Hari Rabu
Tanggal 28 Agustus 2013 oleh :

Nama : Medi Tikara


No. Stambuk : F 111 09 015
Judul : Pengaruh Komposisi Alkali Aktivator Terhadap Kuat Tekan
Mortar Geopolimer Berbahan Dasar Abu Terbang

Majelis Penguji :
No. Nama/ NIP Jabatan Tanda Tangan
Ir. Burhan Tatong, M.Si
1 Ketua
NIP. 19560305 198601 1 001
Harun Mallisa, ST., MT.
2 Sekretaris
NIP. 19690624 199802 1 004
Ir. Nicodemus Rupang, M.Si
3 Anggota
NIP. 19561123 198603 1 001
Ir. Shyama Maricar, M.Si
4 Anggota
NIP. 19580505 198701 2 001
I Ketut Sulendra, ST., MT.
5 Anggota
NIP. 19731024 199903 1 003

Dosen Pembimbing :
No. Nama/ NIP Jabatan Tanda Tangan
Andi Arham Adam, ST., M.Sc., Ph.D
1 Pembimbing I
NIP. 19680420 199412 1 001
I Wayan Suarnita, ST., MT.
2 Pembimbing II
NIP. 19660615 199903 1 001
Palu, 25 September 2013
Ketua Program Studi S1 Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Tadulako

Kusnindar Abd. Chauf, ST., MT.


NIP. 19740120 200003 1 003
ii
PERNYATAAN
ORISINALITAS LAPORAN TUGAS AKHIR

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Medi Tikara
No. Stambuk : F 111 09 015
Fakultas/Jurusan : Teknik/Teknik Sipil

Dengan ini menyatakan bahwa laporan Tugas Akhir ini adalah benar merupakan
hasil karya sendiri dan bukan duplikasi dari orang lain, dan sepanjang pengetahuan saya
juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang
lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar
pustaka. Apabila pada masa mendatang diketahui bahwa pernyataan ini tidak benar
adanya, maka saya bersedia menerima sanksi yang diberikan dengan segala
konsekuensinya.
Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Palu, 17 April 2013


TTD

Medi Tikara
F 111 09 015

iii
Halaman Motto dan Persembahan

MOTTO :
Punya impian itu sangat bagus, tapi jangan sampai impian membuai kita
sehingga kita justru lupa untuk bertindak
PERSEMBAHAN :
Tugas Akhir ini penulis persembahkan :
1. Teristimewa dengan rasa hormat, haru, gembira dan bangga sebagai tanda terima kasih yang
tulus serta sembah sujud penuh rasa hormat dan cintaku kepada Ayahanda Yohanes Sapan
Tikara yang memberi material sehingga karya ilmiah ini dapat terselesai dan Ibunda
Sarlina Bira Sawe yang telah melahirkan, membesarkan, mengasuh, mendidik serta selalu
melantunkan doa dan percikan kasih sayang yang tak ternilai harganya serta selalu merestui
perjalanan hidupku.
2. Kepada kakakku tersayang, Siska Tikara, A.Md. serta adikku tercinta Yuniati Santi Tikara
yang selalu memotivasi hidup penulis untuk menjadi orang yang berguna bagi orang lain.
3. Kepada sahabatku Horianto sebagai rekan seperjuangan (partner) yang berkat bantuan dan
kerjasama yang baik sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.
4. Buat sahabatku Agoes Chandra, Andal Agung, Archimedes, Dwi Wardhina Bandi, Eny
Kunthari, Fenny Natalia Lapoliwa, Indra Adnan, John Pakan, Rachmad Jumantra, Sakinah
Almahdali, Sulfiani Sidin S. Pagesa, Yelni Christin Mbolian, teman-teman angkatan 2009,
senior-senior angkatan 2006, angkatan 2007 dan angkatan 2008 serta junior-junior angkatan
2010 yang tidak dapat diucapkan satu persatu atas bantuan, kritikan dan segala bentuk
keceriaan yang telah kalian berikan selama ini.
5. Seluruh pihak yang telah membantu penulis yang tak dapat disebutkan satu persatu, terima
kasih telah memberikan saran, dukungan dan doa buat penulis.

iv
ABSTRAK

Medi Tikara,Pengaruh Komposisi Alkali Aktivator Terhadap Kuat Tekan Mortar Geopolimer Berbahan
Dasar Abu Terbang. (Dibimbing oleh Andi Arham Adam dan I Wayan Suarnita.)
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi alkali aktivator yang menghasilkan kuat tekan
optimum untuk mortar geopolimer berbahan dasar abu terbang. Dalam penelitian ini digunakan Abu Terbang tipe F
dari PLTU Mpanau dan aktivator yang digunakan adalah Sodium Silikat (Na2SiO3) dan Sodium Hidroksida
(NaOH). Benda uji yang dibuat adalah mortar berbentuk kubus dengan ukuran 50 x50 x 50 mm dengan ratio massa
antara abu terbang dengan pasir adalah 1 : 2,75 dan rasio massa air terhadap solid (w/s) adalah 0,35. Variasi dosis
aktivator yang digunakan adalah 25%, 40% dan 55% dengan perbandingan Sodium Silikat terhadap Aktivator
(W/A) sebesar 0; 0,3; 0,5; 0,7 dan 1. Pengujian kuat tekan mortar dilakukan pada umur 3, 7, 14 dan 28 hari.
Hasil pengujian kuat tekan menunjukkan bahwa kuat tekan mortar geopolimer yang paling besar serta kuat
tekan yang optimum (sudah bisa digunakan sebagai elemen struktur) adalah mortar dengan komposisi dosis 55%
dan W/A = 0,5 menghasilkan kuat tekan sebesar 24,72MPa.
Kata-kata kunci :Abu terbang, alkali aktivator, dosis, geopolimer, kuat tekan

ABSTRACT
Medi Tikara, The Effect of Alkaline Activator Composition on Compressive Strength of Fly Ash Based
Geopolymer Mortar (Supervised by Andi Arham Adam and I Wayan Suarnita).
The purpose of this research was to determine the composition of alkaline activator which produce
optimum compressive strength of fly ash based geopolymer mortar. In this research, class F fly ash from PLTU
Mpanau was used. The alkaline activator used in this research were sodium silicate (Na2SiO3) and sodium
hydroxide (NaOH). The specimens were 50x50x50 mm mortar cubes with mass ratio between the fly ash and sand
was 1 : 2.75 and water to solid ratio of 0.35. The variations of activator dosage were 25%, 40% and 55% with ratio
of sodium silicate to activator (W/A) were 0; 0,3; 0,5; 0,7 and 1. Compressive strength test was performed at age of
3, 7, 14 and 28 days.
The test result shows that the highest and optimum (acceptabe for use in structural elements) compressive
strength of geopolymer mortar was 24,74 Mpa which was the geopolymer mortar with activator dosageof 55% and
W/A = 0,5.
Keywords : Fly ash, alkaline activator, dosage, geopolymer, compressive strength

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke-Hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena hanya dengan berkat, izin dan karunia-Nya, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. Tugas akhir ini berjudul :
“Pengaruh Komposisi Alkali Aktivator Terhadap Kuat Tekan Mortar
Geopolimer Berbahan Dasar Abu Terbang”
Teristimewa dengan rasa hormat, haru, gembira dan bangga kepersembahkan
tulisan ini sebagai tanda terima kasih yang tulus serta sembah sujud penuh rasa
hormat dan cintaku kepada Ayahanda Yohanes Sapan Tikara yang memberi
material sehingga karya ilmiah ini dapat terselesai dan Ibunda Sarlina Bira Sawe
yang telah melahirkan, membesarkan, mengasuh, mendidik serta selalu melantunkan
doa dan percikan kasih sayang yang tak ternilai harganya serta selalu merestui
perjalanan hidupku.
Ucapan terima kasih penulis kepada kakak tersayang, Siska Tikara, A.Md.
serta adik yang terkasih Yuniati Santi Tikara yang selalu memotivasi hidup penulis
untuk menjadi orang yang berguna bagi orang lain.
Pada kesempatan ini pula, penulis mengucapkan rasa hormat serta terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak Andi Arham Adam, ST., M.Sc, Ph.D
selaku Pembimbing I dan Bapak I Wayan Suarnita, ST., MT. selaku Pembimbing II
yang senantiasa meluangkan waktu dan perhatian dalam memberikan arahan dan
petunjuk sejak awal penyusunan hingga tersusunnya skripsi ini.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ir. Armin Basong, M.Si selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Tadulako.
2. Bapak Ir. Muh. Sarjan, MT selaku Pembantu Dekan I Fakultas Teknik
Universitas Tadulako.
3. Ibu Ir. Triyanti Anasiru, MT selaku Pembantu Dekan II Fakultas Teknik
Universitas Tadulako.

vi
4. Ibu Ir. Pudji Astutiek, M.Si selaku Pembantu Dekan III Fakultas Teknik
Universitas Tadulako.
5. Ibu DR. Ir. Nirmalawati, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Tadulako.
6. Bapak Kusnindar Abd. Chauf, ST., MT selaku Ketua Program Studi S1
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tadulako.
7. Bapak I Ketut Sulendra, ST., MT selaku Ketua KDK Struktur Fakultas Teknik
Universitas Tadulako.
8. Ibu Ir. Ismadarni, M.Si selaku Dosen Wali yang telah memberikan nasehat
dan arahan selama melaksanakan studi di Fakultas Teknik Universitas
Tadulako.
9. Ibu Ir. Shyama Maricar, M.Si, Bapak Ir. Nicodemus Rupang, M.Si, Bapak Ir.
Burhan Tatong, M.Si, Bapak I Ketut Sulendra, ST., MT., dan Bapak Harun
Mallisa, ST., MT. selaku Tim Penguji yang telah memberikan kritikan dan
saran yang sangat membantu dalam menyempurnakan tulisan ini.
10. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Teknik Universitas Tadulako.
11. Asisten Laboratorium Struktur dan Bahan Bangunan Fakultas Teknik
Universitas Tadulako Bapak Sultan Tangnga ST, Bapak Firhansyah, SST.,
dan Bapak I Nyoman Darmayasa, A.Md. yang memberikan motivasi, nasehat
dan bantuan dalam penelitian.
12. Kepada sahabatku Horianto sebagai teman seperjuangan satu tim yang berkat
bantuan dan kerjasama yang baik sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.
13. Buat sahabatku Agoes Chandra, Andal Agung, Archimedes, Dwi Wardhina
Bandi, Eny Kunthari, Fenny Natalia Lapoliwa, Indra Adnan, John Pakan,
Rachmad Jumantra, Sakinah Almahdali, Sulfiani Sidin S. Pagesa, Yelni
Christin Mbolian, teman-teman angkatan 2009, senior-senior angkatan 2006,
angkatan 2007 dan angkatan 2008 serta junior-junior angkatan 2010 yang
tidak dapat diucapkan satu persatu atas bantuan, kritikan dan segala bentuk
keceriaan yang telah kalian berikan selama ini.

vii
14. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tak dapat disebutkan satu
persatu.
Akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari
kesempurnaan dan kritikan serta saran-saran yang menuju ke arah perbaikan
tulisan ini sangat diharapkan. Semoga tulisan ini berguna bagi ilmu
pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua, Kiranya Tuhan Memberkati.
Amin.

Palu, September 2013

Medi Tikara

viii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. ii
PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN TUGAS AKHIR ............. iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................... iv
ABSTRAK .............................................................................................. v
ABSTRACT .............................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................. vi
DAFTAR ISI ........................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xvii
DAFTAR NOTASI .................................................................................. xviii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... I-1


1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................... I-1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ I-2
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... I-3
1.3.1 Tujuan ..................................................................................... I-3
1.3.2 Manfaat ................................................................................... I-3
1.4 Lingkup Penelitian ........................................................................... I-3
1.5 Keaslian Penelitian ........................................................................... I-3

BAB II STUDI PUSTAKA DAN TEORI DASAR............................... II-1


2.1 Mortar .............................................................................................. II-1
2.2 Mortar Geopolimer .......................................................................... II-1
2.3 Bahan-bahan Penyusun Mortar Geopolimer ..................................... II-4
2.3.1 Bahan Pengikat (Binder).......................................................... II-5
2.3.1.1 Definisi Abu Terbang (Fly Ash) ................................... II-5

ix
2.3.1.2 Komposisi Abu Terbang .............................................. II-7
2.3.1.3 Sifat-sifat Abu Terbang ............................................... II-8
2.3.2 Alkaline Activator (Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida) .. II-10
2.3.2.1 Sodium Silikat (Na2OSiO3).......................................... II-10
2.3.2.2 Sodium Hidroksida (NaOH) ........................................ II-11
2.3.3 Agregat Halus ......................................................................... II-11
2.3.3.1 Gradasi Agregat Halus................................................. II-12
2.3.3.2 Modulus Kehalusan Butir ............................................ II-13
2.3.3.3 Kadar Air Agregat Halus ............................................. II-13
2.3.3.4 Persyaratan Agregat Halus ........................................... II-15
2.3.4 Air ........................................................................................... II-16
2.4 Kuat Tekan ...................................................................................... II-17
2.5 Pengaruh Komposisi Aktivator Terhadap Kuat Tekan Mortar
Geopolimer ...................................................................................... II-17
2.6 Keamanan Produk Beton atau Mortar Geopolimer Terhadap
Lingkungan ...................................................................................... II-22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................ III-1


3.1 Tinjauan Umum............................................................................... III-1
3.2 Persiapan Bahan ............................................................................... III-3
3.3 Perencanaan Penelitian ..................................................................... III-3
3.4 Pemeriksaan Bahan Pembentuk Mortar Geopolimer ......................... III-4
3.4.1 Pemeriksaan Abu Terbang (Fly Ash) ....................................... III-5
3.4.2 Pemeriksaan Aktivator ............................................................ III-5
3.4.3 Pemeriksaan Agregat Halus ..................................................... III-5
3.4.4 Pemeriksaan Air ...................................................................... III-6
3.4.5 Pemeriksaan Semen PCC (Portland Composite Cement) ......... III-6
3.5 Mix Design ....................................................................................... III-7
3.5.1 Variabel dan Notasi ................................................................. III-7
3.5.2 Variasi Mix dan Jumlah Sampel ............................................... III-7
3.5.3 Komposisi Mix Design ............................................................ III-9

x
3.5.4 Detail Mix ............................................................................... III-10
3.6 Langkah-langkah Pembuatan Mortar Geopolimer ............................. III-11
3.6.1 Pembuatan Larutan Sodium Hidroksida 10 M .......................... III-11
3.6.2 Pencampuran Mortar Geopolimer ............................................ III-12
3.7 Pengujian Akhir ............................................................................... III-15
3.8 Penyajian dan Analisis Data ............................................................. III-16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................ IV-1


4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan ................................................................. IV-1
4.1.1 Pemeriksaan Fly Ash ............................................................... IV-1
4.1.1.1 Pemeriksaan Kandungan Oksida Fly Ash ..................... IV-1
4.1.1.2 Pemeriksaan Kehalusan Fly Ash .................................. IV-2
4.1.1.3 Pemeriksaan Berat Jenis Fly Ash ................................. IV-3
4.1.1.4 Pemeriksaan Kadar Air Fly Ash ................................... IV-3
4.1.2 Pemeriksaan Aktivator (NaOH) ............................................... IV-3
4.1.3 Pemeriksaan Aktivator (Na2SiO3) ............................................ IV-4
4.1.3.1 Pemeriksaan Kadar Air Sodium Silikat ........................ IV-4
4.1.3.2 Pemeriksaan Kadar Na2O dan Sio2 Sodium Silikat ...... IV-4
4.1.3.3 Pemeriksaan Berat Isi Sodium Silikat .......................... IV-5
4.1.4 Pemeriksaan Agregat Halus ..................................................... IV-5
4.1.4.1 Pemeriksaan Distribusi Agregat Halus ......................... IV-6
4.1.4.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Air
Agregat Halus .............................................................. IV-7
4.1.4.3 Pemeriksaan Kadar Air Agregat Halus ........................ IV-7
4.1.4.4 Pemeriksaan Berat Isi Agregat Halus ........................... IV-7
4.1.4.5 Pemeriksaan Kadar Lumpur Agregat Halus ................. IV-8
4.1.4.6 Pemeriksaan Kotoran Organik Agregat Halus .............. IV-8
4.1.5 Pemeriksaan Air ...................................................................... IV-9
4.2 Hasil dan Pembahasan ...................................................................... IV-9
4.2.1 Hasil Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer dengan Dosis
Aktivator yang Berbeda .......................................................... IV-11

xi
4.2.2 Hasil Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer dengan Wvariasi
W/A yang Berbeda .................................................................. IV-14
4.2.3 Hasil Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer Dosis 25% terhadap
Umur Mortar ........................................................................... IV-18
4.2.4 Hasil Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer Dosis 40% terhadap
Umur Mortar ........................................................................... IV-19
4.2.5 Hasil Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer Dosis 55% terhadap
Umur Mortar ........................................................................... IV-20

BAB V KKESIMPULAN DAN SARAN .............................................. V-63


5.1 Kesimpulan ...................................................................................... V-63
5.2 Saran ................................................................................................ V-63

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. P


LAMPIRAN ................................................................................................ L

xii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Fly Ash dari Berbagai Daerah di
Australia .............................................................................. II-6
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Berbagai Jenis Abu Terbang dan Semen .. II-7
Tabel 2.3 Persyaratan Kimia Jenis-jenis Fly Ash .................................. II-8
Tabel 2.4 Persyaratan Fisik Abu Terbang ............................................ II-9
Tabel 2.5 Batas-batas Gradasi untuk Agregat Halus ............................. II-12
Tabel 2.6 Kuat Tekan Mortar Geopolimer dengan Dosis Aktivator
serta Modulus Aktivator yang Berbeda ................................. II-18
Tabel 2.7 Kuat Tekan Rata-rata Fly Ash-Based Geopolymer Mortar
dengan Variasi Kadar Aktivator ........................................... II-19
Tabel 2.8 Kuat Tekan Rata-rata Fly Ash-Based Geopolymer Mortar
dengan Variasi Modulus Alkali ............................................ II-20
Tabel 2.9 Kuat Tekan Beton Geopolimer Umur 7 Hari dengan
Molaritas dan Perbandingan Sodium Hidroksida dan
Sodium Silikat yang Berbeda ............................................... II-21
Tabel 3.1 Variabel Dosis serta Modulus Aktivator ............................... III-8
Tabel 3.2 Jumlah Sampel Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer ............. III-8
Tabel 3.3 Jumlah Sampel Uji Kuat Tekan Mortar Semen ..................... III-9
Tabel 3.4 Proporsi Campuran Mortar Geopolimer Per 1 Liter Mix ....... III-10
Tabel 4.1 Kandungan Oksida Abu Terbang yang Digunakan ............... IV-2
Tabel 4.2 Penggolongan Tipe Fly Ash .................................................. IV-2
Tabel 4.3 Kehalusan Fly Ash ............................................................... IV-3
Tabel 4.4 Berat Jenis dan Kadar Air Fly Ash ........................................ IV-3
Tabel 4.5 Berat Isi Sodium Hidroksida (NaOH) ................................... IV-4
Tabel 4.6 Kadar Air Sodium Silikat ..................................................... IV-4
Tabel 4.7 Kadar Na dalam Sodium Silikat ........................................... IV-5
Tabel 4.8 Kadar Na2O dan SiO2 Sodium Silikat ................................... IV-5
Tabel 4.9 Berat Isi Sodium Silikat ....................................................... IV-5

xiii
Tabel 4.10 Distribusi Ukuran Butiran Agregat Halus ............................. IV-6
Tabel 4.11 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus ........................... IV-7
Tabel 4.12 Kadar Air Agregat Halus ...................................................... IV-7
Tabel 4.13 Berat Isi Agregat Halus ........................................................ IV-8
Tabel 4.14 Bahan Lewat Saringan No.200 Pada Agregat Halus ............. IV-8
Tabel 4.15 Hasil Pemeriksaan Kotoran Organik ..................................... IV-9
Tabel 4.16 Kuat Tekan Mortar Geopolimer untuk Setiap Variasi
Komposisi Alkali Aktivator dan Mortar Semen .................... IV-9
Tabel 4.17 Konversi Variasi Komposisi Aktivator (Dosis Na2 O) yang
digunakan dalam Penelitian ke Variasi Komposisi Aktivator
yang digunakan dalam Penelitian Adam (2009) .................... IV-13
Tabel 4.18 Konversi Variasi Komposisi Aktivator (Ms) dari Penelitian
yang Dilakukan ke Variasi Komposisi Aktivator yang
digunakan dalam Penelitian Adam (2009) ............................ IV-17

xiv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Bentuk Ikatan Polimerisasi Berdasarkan Perbandingan
Si dan Al .............................................................................. II-2
Gambar 2.2 Ikatan Polimerisasi yang Terjadi pada Beton/Mortar
Geopolimer .......................................................................... II-3
Gambar 2.3 Ikatan yang Terjadi pada Beton/Mortar (Kiri) dan Ikatan
yang Terjadi pada Beton/Mortar Geopolymer (Kanan) ........ II-3
Gambar 2.4 Pengaruh Rasio Si/Al pada Ikatan Polimer ........................... II-4
Gambar 2.5 Pengambilan Abu Terbang di PLTU Mpanau ....................... II-7
Gambar 2.6 Scanning Electron Microscopy (SEM) dari Campuran
Antara Fly Ash dengan Sodium Silikat ................................. II-10
Gambar 2.7 Scanning Electron Microscopy (SEM) dari Campuran
Antara Fly Ash dengan Sodium Hidroksida .......................... II-11
Gambar 2.8 Batas Gradasi Pasir .............................................................. II-13
Gambar 2.9 Kondisi Air Pada Agregat .................................................... II-15
Gambar 2.10 Kuat Tekan Mortar Geopolimer Berbahan Dasar Abu
Terbang dengan Suhu Perawatan 800 C dan Durasi 20 Jam.... II-18
Gambar 2.11 Hubungan Antara Umur Pengujian dan Kuat Tekan
Rata-rata Fly Ash-Based Geopolymer Nortar dengan Variasi
Kadar Aktivator .................................................................... II-19
Gambar 2.12 Hubungan Antara Umur Pengujian dan Kuat Tekan Rata-rata
Fly Ash-Based Geopolymer Nortar dengan Variasi Modulus
Alkali ................................................................................... II-20
Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian Mortar Geopolimer ........................ III-2
Gambar 3.2 Material yang Digunakan dalam Pembuatan Mortar
Geopolimer .......................................................................... III-4
Gambar 3.3 Pemeriksaan Agregat Halus .................................................. III-5
Gambar 3.4 Notasi Benda Uji untuk Mortar Geopolimer Berbahan Dasar
Abu Terbang ........................................................................ III-7

xv
Gambar 3.5 Proses Pembuatan Larutan Sodium Hidroksida (NaOH)
10M ..................................................................................... III-12
Gambar 3.6 Konfigurasi Tumbukan Alat Pemadat Benda Uji .................. III-13
Gambar 3.7 Langkah Kerja Pembuatan Benda Uji ................................... III-14
Gambar 3.8 Pengujian Kuat Tekan Mortar............................................... III-15
Gambar 4.1 Grafik Gradasi Agregat Halus .............................................. IV-6
Gambar 4.2 Kuat Tekan Mortar Geopolimer untuk Setiap Variasi
Komposisi Alkali Aktivator dan Mortar Semen .................... IV-10
Gambar 4.3 Hubungan Antara Dosis Aktivator dengan Kuat Tekan
Mortar Geopolimer pada Umur 28 Hari ................................ IV-11
Gambar 4.4 Perbandingan Hasil Kuat Tekan Mortar Geopolimer pada
Umur 28 Hari dari Penelitian Terdahulu dengan Hasil Uji
Dengan Dosis Na2O yang Berbeda ....................................... IV-14
Gambar 4.5 Hubungan Antara W/A (Waterglass/Aktivator) dengan Kuat
Tekan Mortar Geopolimer pada Umur 28 Hari ..................... IV-14
Gambar 4.6 Perbandingan Hasil Kuat Tekan Mortar Geopolimer pada
Umur 28 Hari dari Penelitian Terdahulu dengan Hasil Uji
Dengan Ms yang Berbeda .................................................... IV-17
Gambar 4.7 Hubungan Antara Umur dengan Kuat Tekan Mortar Semen
dan Mortar Geopolimer pada Dosis 25% dan W/A = 0-1 ...... IV-18
Gambar 4.8 Hubungan Antara Umur dengan Kuat Tekan Mortar Semen
dan Mortar Geopolimer pada Dosis 40% dan W/A = 0-1 ...... IV-19
Gambar 4.9 Hubungan Antara Umur dengan Kuat Tekan Mortar Semen
dan Mortar Geopolimer pada Dosis 55% dan W/A = 0-1 ...... IV-20

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Kandungan Oksida Abu Terbang ....................................... L-1
Lampiran 2 Kehalusan Abu Terbang .................................................... L-2
Lampiran 3 Pemeriksaan Berat Jenis Abu Terbang ............................... L-3
Lampiran 4 Kadar Air Abu Terbang ..................................................... L-4
Lampiran 5 Berat Jenis Sodium Hidroksida (Soda Api) ........................ L-5
Lampiran 6 Kadar Air Sodium Silikat (Waterglass) ............................. L-6
Lampiran 7 Pemeriksaan Kadar Na dalam Sodium Silikat .................... L-7
Lampiran 8 Tabel Periodik Unsur ........................................................ L-8
Lampiran 9 Perhitungan %Na2O dan %SiO2 dalam Na2SiO3 ................ L-9
Lampiran 10 Berat Jenis Sodium Silikat (Waterglass) ............................ L-10
Lampiran 11 Analisa Saringan Agregat Halus ........................................ L-11
Lampiran 12 Berat Jenis dan Penyerapan Air ......................................... L-12
Lampiran 13 Kadar Air Agregat Halus ................................................... L-13
Lampiran 14 Kadar Lumpur Agregat Halus............................................ L-14
Lampiran 15 Berat Isi Agregat Halus ..................................................... L-15
Lampiran 16 Bahan Organik Dalam Agregat Halus ................................ L-16
Lampiran 17 Bahan Lolos Saringan No. 200 .......................................... L-17
Lampiran 18 Pemeriksaan Berat Jenis Semen......................................... L-18
Lampiran 19 Kehalusan Semen Portland ............................................... L-19
Lampiran 20 Konsistensi Normal Semen ............................................... L-20
Lampiran 21 Penentuan Waktu Pengikatan semen Hidrolis .................... L-21
Lampiran 22 Pemeriksaan Komposisi Semen ......................................... L-22
Lampiran 23 Pemeriksaan Air Bersih ..................................................... L-23
Lampiran 24 Kalkulasi 1 Liter Larutan NaOH 10 M .............................. L-24
Lampiran 25 Kalkulasi Proporsi Campuran untuk Mortar Geopolimer ... L-25
Lampiran 31 Nilai Sebar Mortar Geopolimer dan Mortar Semen ............ L-31
Lampiran 32 Hasil Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer.......................... L-32
Lampiran 47 Hasil Uji Kuat Tekan Mortar Semen ................................. L-47

xvii
DAFTAR NOTASI

w/b Faktor Air Fly Ash


Si/Al Perbandingan Silikat dan Aluminium dalam Fly Ash
Atamb Air Tambahan dari Agregat (L)
K Kadar Air di Lapangan (%)
KSSD Kadar Air Jenuh Kering Muka (SSD), (%)
Wag Berat Agregat Jenuh Kering Muka (SSD), (kg)
p.p.m Part per Million
f’m Kuat Tekan Mortar (MPa)
P Beban Maksimum (N)
A Luas Permukaan yang Dibebani, (mm2)
b,d Panjang Sisi Dari Benda Uji Mortar (5 mm)
Ms Modulus Aktivator (SiO2/Na2O)
M Kemolaran atau Konsentrasi
W/A Waterglass/Aktivator
w/s Faktor Air Mortar Geopolimer (water/solid)

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Seiring dengan maraknya pembangunan fisik, kebutuhan akan beton serta
mortar semakin meningkat. Hal ini dikarenakan beton dan mortar memiliki
banyak keunggulan dibandingkan dengan material lainnya. Selain lebih tahan
lama, memiliki kekuatan tekan yang baik, pemeliharaannya yang mudah dan
bahan baku yang digunakan lebih mudah diperoleh serta beberapa keunggulan
lainnya menjadikan alasan mengapa beton dan mortar banyak digunakan. Pada
umumnya beton dan mortar menggunakan bahan pengikat berupa semen portland.
Namun belakangan ini semen portland mulai mendapatkan sorotan dari kalangan
pecinta lingkungan, hal ini disebabkan oleh industri semen portland menjadi salah
satu penyumbang emisi gas karbon dioksida (CO2) terbesar selain penggunaan
BBM dan pembakaran batu bara yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca.
Penggantian sejumlah bagian semen dalam pembuatan beton dan mortar,
atau secara total menggantinya dengan bahan lain yang lebih ramah lingkungan
menjadi solusi yang lebih menjanjikan untuk mengatasi masalah besarnya emisi
gas karbondioksida dari industri semen portland. Salah satu solusi dari
permasalahan tersebut adalah penggunaan limbah abu terbang (fly ash) sebagai
bahan utama pengganti semen. Abu terbang merupakan limbah dari industri
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berupa hasil dari sisa pembakaran batu
bara.
Pada tahun 1978 seorang ilmuwan Prancis, Prof. Joseph Davidovits adalah
orang yang memperkenalkan istilah yang disebut Geopolimerisasi, yaitu reaksi
cairan alkali dengan silikon dan aluminium dalam bahan sumber geologi atau
bahan limbah seperti fly ash dan abu sekam padi. Geopolimer sendiri terbentuk
dari rekasi kimia aluminium dan silikon sebagai bahan kimia dasar yang disebut
polimerisasi anorganik (inorganic polymerization) yang hasilnya sebuah benda
padat menyerupai beton atau mortar. Limbah seperti abu terbang, dapat digunakan

I-1
sebagai material dasar untuk membuat beton atau mortar geopolimer. Dengan
adanya teknologi geopolimer ini dapat membantu mereduksi limbah abu terbang
sehingga menjadi bahan yang bermanfaat serta memiliki nilai jual. Selain itu
penggunaan abu terbang sebagai bahan dasar beton atau mortar juga dapat
mengurangi kadar karbon dioksida di atmosfer karena dapat mengurangi produksi
semen portland atau bahkan dapat menggantikan produksi semen portland.
Belum adanya standar yang baku tentang komposisi alkali aktivator yang
tepat untuk membuat beton atau mortar geopolimer yang memiliki mutu yang
sama bahkan lebih baik dari beton atau mortar berbahan dasar semen, membuat
para peneliti dari berbagai negara mulai melakukan penelitian mengenai
komposisi alkali aktivator yang tepat untuk membuat beton atau mortar
geopolimer yang memiliki kualitas yang sama atau bahkan lebih baik dari beton
atau mortar yang menggunakan semen portland. Selain belum memiliki standar
komposisi aktivator yang baku, abu terbang (fly ash) yang merupakan bahan
utama penyusun beton atau mortar geopolimer juga memiliki tipe dan
karakteristik atau komposisi bahan penyusun yang berbeda di setiap daerah
(Jaarsveld dkk, 2002). Hal ini dikarenakan kondisi pembakaran serta kandungan
batu bara yang berbeda di setiap daerah.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian
dengan judul “PENGARUH KOMPOSISI ALKALI AKTIVATOR
TERHADAP KUAT TEKAN MORTAR GEOPOLIMER BERBAHAN
DASAR ABU TERBANG”. Dalam penelitian ini penulis menggunakan mortar
sebagai bahan penelitian dengan menggunakan abu terbang sebagai bahan
pengganti semen yang diharapkan dapat menghasilkan kuat tekan mortar yang
setara atau lebih kuat dari mortar semen portland.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut maka masalah yang dapat dirumuskan
adalah :
“Bagaimana pengaruh dari komposisi alkali aktivator terhadap kuat tekan
mortar geopolimer berbahan dasar abu terbang?”

I-2
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan komposisi alkali
aktivator yang menghasilkan kuat tekan optimum untuk mortar geopolimer
berbahan dasar abu terbang. Sehingga komposisi tersebut sudah bisa digunakan
untuk bahan konstruksi struktural.
1.3.2 Manfaat
Penulis berharap dari hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Memberikan informasi tentang komposisi bahan aktivator yang dapat
menghasilkan kuat tekan optimum untuk mortar geopolimer berbahan
dasar abu terbang.
2. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan
komposisi alkali aktivator pada mortar ataupun beton geopolimer berbahan
dasar abu terbang.

1.4 Lingkup Penelitian


Dalam penelitian ini penulis akan memberikan lingkup penelitian dengan
maksud agar tujuan penelitian dapat tercapai dan dipahami, lingkup penelitian
tersebut adalah :
1. Kuat tekan yang didapat akibat pengaruh komposisi alkali aktivator pada
umur 3, 7, 14 dan 28 hari.
2. Abu terbang yang digunakan berdasarkan SNI S-03-2460-1991 tentang
standar bahan tambah untuk campuran beton, berasal dari PLTU Mpanau,
Palu.
3. Bahan kimia aktivator yang digunakan adalah sodium hidroksida (NaOH)
dan sodium silikat/waterglass (Na2SiO3).

1.5 Keaslian Penelitian


Pengaruh Komposisi Kimia Aktivator Terhadap Kuat Tekan Mortar
Geopolimer Berbahan Dasar Abu Terbang belum pernah diangkat oleh mahasiswa
di Universitas Tadulako menjadi judul penelitian maupun tugas akhir. Adapun

I-3
beberapa penelitian yang terkait dengan pengaruh komposisi aktivator terhadap
kuat tekan mortar maupun beton, yaitu tesis Adam (2009) dengan judul “Strength
and Durability Properties of Alkali Activated Slag and Fly Ash-Based
Geopolymer Concrete”, skripsi Dian Rahma Fitriani (2010) dengan judul
“Pengaruh Modulus Alkali dan Kadar Aktivator Terhadap Kuat Tekan Fly Ash-
Based Geopolymer Mortar”, kemudian ada pula skripi Leoindarto dan Sanjaya
(2006) dengan judul “Komposisi Alkaline Aktivator dan Fly Ash untuk Beton
Geopolymer Mutu Tinggi”, serta penelitian yang dilakukan oleh Hardjito dan
Rangan (2005) dengan judul “Development and Properties of Low-Calcium Fly
Ash-Based Geopolymer Concrete”.
Hal yang membedakan tugas akhir ini dengan tugas yang pernah ada
adalah selain menggunakan abu terbang dari sumber yang berbeda, tinjauan juga
berbeda, yaitu memfokuskan pada penggunaan salah satu dari dua bahan aktivator
atau penggunaan kedua bahan aktivator tersebut yang mana pada penelitian
sebelumnya belum dilakukan hal serupa. Penelitian-penelitian sebelumnya
berfokus pada beberapa faktor seperti pengaruh konsentrasi dan perbandingan
aktivatornya, faktor air fly ash (w/b), kadar agregat halus serta waktu persiapan
larutan aktivator.

I-4
BAB II

STUDI PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Mortar
Berdasarkan SNI 03-6825-2002 mortar didefinisikan sebagai bahan
campuran material yang terdiri dari pasir kwarsa, air suling dan semen portland
dengan komposisi tertentu. Bila tanah liat yang dipakai sebagai bahan perekat
disebut mortar lumpur (mud mortar), bila kapur yang dipakai sebagai bahan
perekat disebut mortar kapur dan bila semen yang dipakai sebagai bahan perekat
maka disebut mortar semen. Pasir berfungsi sebagai bahan pengisi (bahan yang
direkat).
Agregat halus (pasir) merupakan butir-butir partikel yang diikat oleh pasta
bahan pengikat (binder) dalam mortar harus dapat terlapisi dengan sempurna agar
mempunyai kohesi dan adhesi. Susunan gradasi yang seragam akan membuat
banyaknya rongga udara dalam mortar sehingga dibutuhkan bahan pengikat yang
lebih banyak daripada gradasi yang tidak seragam. Hal ini berpengaruh pada
kepadatan mortar dan daya lekat yang berkurang. Gradasi pasir yang baik (well
gradded sand) berisi butir-butir pasir yang bervariasi ukurannya, karena dapat
mengurangi rongga udara dan kebutuhan binder dan air. Sedikit campuran binder
dan air akan mengurangi susut dan susut yang kecil cenderung untuk mengurangi
retak pada mortar.

2.2 Mortar Geopolimer


Geopolimer adalah sebuah senyawa silikat alumino anorganik yang
disintesiskan dari bahan–bahan produk sampingan seperti fly ash (abu
terbang), abu kulit padi (rice husk ash) dan lain-lain, yang banyak mengandung
silikon dan aluminium (Davidovits, 2008 dalam Prasetio dkk. 2012). Polimerisasi
menghasilkan suatu rantai dalam bentuk tiga struktur dimensional dimana masing-
masing terdiri dari bentuk ikatan-ikatan polymeric Si-O-Al-O (Polysialate).
Ikatan-ikatan tersebut dibagi dalam 3 (tiga) jenis seperti tampak pada Gambar 2.1,
yaitu Polysialate (Si-O-Al-O), Polysialate-Siloxo (Si-O-Al-O-Si-O) dan

II - 1
Polysialate-Disiloxo (Si-O-Al-O-Si-O-Si-O) (Davidovits, 1999). Mortar
geopolymer dihasilkan dengan sepenuhnya mengganti semen portland (PC)
dengan fly ash. Diharapkan dalam pembuatan mortar geopolymer tidak hanya
mengurangi emisi gas karbondioksida (CO2), tetapi juga memanfaatkan bahan–
bahan produk sampingan seperti fly ash dan menggantikan fungsi semen sebagai
bahan utama.

Gambar 2.1 Bentuk Ikatan Polimerisasi Berdasarkan Perbandingan Si dan Al


(Sumber : Davidovits, 2005)

Mortar geopolymer merupakan produk geosintetik dimanaa reaksi


pengikatan yang terjadi adalah reaksi polimerisasi. Dalam reaksi polimerisasi ini
unsur aluminium dan silikat merupakan unsur yang mempunyai peranan penting
dalam membuat ikatan polimer (Davidovits, 1994). Oleh karena itu, dalam
penelitian ini akan digunakan fly ash agar terbentuk ikatan polimer seperti
tampak pada Gambar 2.2.
Pada produk beton atau mortar geopolimer ikatan polimerisasi yang
terjadi adalah Si – O – Al – O (Hardjito dan Rangan, 2004), sedangkan ikatan
yang terjadi pada beton atau mortar semen menghasilkan ikatan kalsium silikat
hidrat (CSH). Ikatan polimerisasi yang terjadi tampak pada Gambar 2.2,
sedangkan perbandingan ikatan kimiawi yang terjadi antara beton atau mortar
geopolymer dan beton atau mortar semen tampak pada Gambar 2.3.

II - 2
Gambar 2.2 Ikatan Polimerisasi yang Terjadi pada Beton/Mortar Geopolimer
(Sumber : www.geopolymer.org)

Gambar 2.3 Ikatan yang Terjadi pada Beton/Mortar Memen (Kiri) dan Ikatan
yang Terjadi pada Beton/Mortar Geopolymer (Kanan)
(Sumber : www.geopolymer.org)

Peranan unsur silikat dan aluminium sangat penting dalam proses


polimerisasi. Hal ini ditunjukkan dalam bentuk rasio perbandingan Si/Al.
Semakin besar rasio Si/Al karakter polimer akan terbentuk semakin kuat. Hal
ini tampak pada Gambar 2.4.

II - 3
Gambar 2.4 Pengaruh Rasio Si/Al pada Ikatan Polimer
(Sumber : www.geopolymer.org)

2.3 Bahan-bahan Penyusun Mortar Geopolimer


Untuk membuat suatu mortar geopolimer dengan kualitas yang baik, ada
beberapa faktor yang perlu diperhatikan seperti komposisi campuran, cara
pelaksanaan pembuatan mortar geopolimer dan metode perawatan termasuk
bahan-bahan yang digunakan untuk membuat mortar geopolimer.

II - 4
Oleh karena itu dalam membuat mortar geopolimer perlu diketahui bahan-
bahan penyusunnya serta kualitas bahannya. Berikut adalah material penyusun
mortar geopolimer antara lain :

2.3.1 Bahan Pengikat (Binder)


Binder adalah bahan pengikat dalam campuran mortar yang terdiri dari
fly ash. Ukuran dari fly ash sangatlah kecil, sehingga sangat baik untuk
mengisi rongga-rongga yang terdapat di dalam mortar.

2.3.1.1 Definisi Abu Terbang (Fly Ash)


Fly ash adalah material yang berasal dari sisa pembakaran batu bara yang
tidak terpakai yang dihasilkan dari industri Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU). Total sumber daya batu bara Indonesia sampai akhir tahun 1994
mencapai 36,5 miliar ton dengan cadangan terbukti sebesar 5.086 miliar ton,
sumber daya batu bara ini tersebar di Sumatera sebesar 68%, 31% di Kalimantan
dan sisanya terdapat di Jawa Barat, Sulawesi dan Irian Jaya.
Fly ash mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan mempunyai sifat
pozzolanik, yaitu dapat bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen saat
proses hidrasi dan membentuk senyawa yang bersifat mengikat pada temperatur
normal dengan adanya air (Himawan dan Darma, 2000). Berdasarkan Peraturan
Pemerintah (PP) No.18 Tahun 1999 fly ash adalah material yang berasal dari sisa
pembakaran batu bara yang tidak terpakai yang tergolong dalam limbah B3.
Komposisi dari fly ash sebagian besar terdiri dari silikat dioksida (SiO2 )
aluminium (Al2O3), besi (Fe2O3), dan kalsium (CaO), serta magnesium,
potasium, sodium, titanium, dan sulfur dalam jumlah yang lebih sedikit. Sebagian
besar komposisi kimia dari fly ash ini tergantung dari tipe batu bara (Adam,
2009). Selain itu abu terbang sebagai bahan utama penyusun beton atau mortar
geopolimer juga memiliki tipe dan karakteristik atau komposisi bahan penyusun
yang berbeda di setiap daerah (Jaarsveld dkk, 2002), hal tersebut dapat dilihat
pada Tabel 2.1 yang menunjukkan perbedaan komposisi kimia fly ash dari
berbagai daerah di Australia.

II - 5
Dengan sifat pozzolan tersebut abu terbang mempunyai prospek untuk
digunakan dalam berbagai keperluan bangunan. Pada hasil sisa pembakaran
industri PLTU yang menggunakan batu bara terbentuk dua jenis abu yaitu abu
terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Partikel abu yang terbawa gas buang
disebut abu terbang dan partikel abu yang tertinggal di dasar tungku disebut abu
dasar. Sebagian abu dasar berupa lelehan abu yang disebut terak (slag). Abu
terbang ditangkap dengan menggunakan electric precipitator sebelum dibuang ke
udara melalui cerobong.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Fly Ash dari Berbagai Daerah di Australia
Element SASOL Tarong Port Port Port Macquarie
as oxide Augusta I Augusta II Hedland
SiO2 50,1 61,4 48,1 48,5 49,7 59,9
Al2O3 28,3 33,0 28,2 29,6 24,6 21,6
CaO 8,2 0,6 9,4 6,1 4,9 2,9
Fe2O3 4,0 1,1 3,3 4,6 12,7 4,7
MgO 2,0 0,3 2,4 2,3 1,4 1,4
TiO2 1,5 2,0 2,1 2,5 1,5 0,8
Na2O 0,5 0,1 2,8 3,7 0,0 0,4
K2O 0,9 0,1 1,0 0,9 0,5 2,3
SO3 0,4 0,0 0,4 0,3 0,4 0,2
Loss on 4,1 1,4 2,3 1,5 4,3 5,8
ignition
Sumber : Jaarsveld dkk, 2002

Dalam SK SNI S-15-1990-F spesifikasi abu terbang sebagai bahan


tambahan untuk campuran beton disebutkan ada 3 jenis abu terbang, yaitu :
1. Abu terbang kelas F, yaitu abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran
batu bara jenis antrasit pada suhu 1560oC.
2. Abu terbang kelas N, yaitu hasil kalsinasi dari pozolan alam seperti tanah
diatonoce, shale (serpih), tuft, dan batu apung.
3. Abu terbang kelas C, yaitu abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran
limit atau batu bara dengan kadar karbon ± 60%. Abu terbang ini

II - 6
mempunyai sifat pozolan dan sifat seperti semen dengan kadar kapur
diatas 10%.

Gambar 2.5 Pengambilan Abu Terbang di PLTU Mpanau

2.3.1.2 Komposisi Abu Terbang


Abu terbang memiliki sifat pozolan yang terdiri dari unsur-unsur silikat
dan aluminat yang bersifat reaktif, selain itu komposisi kimia masing-masing abu
terbang sedikit berbeda dengan semen. Berikut pada Tabel 2.2 yang sedikit
menjelaskan tentang komposisi kimia dari abu terbang dan semen.

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Berbagai Jenis Abu Terbang dan Semen
Jenis Abu Terbang
No. Komposisi Kimia Semen
Jenis F Jenis C Jenis N
1 SiO2 51,90 50,90 58,20 22,60
2 Al2O3 25,80 15,70 18,40 4,30
3 Fe2O3 6,98 5,80 9,30 2,40
4 CaO 8,70 24,30 3,30 64,40
5 MgO 1,80 4,60 3,90 2,10
6 SO2 0,60 3,30 1,10 2,30
7 Na2O dan K2O 0,60 1,30 1,10 0,60
Sumber : Urip, 2003

Berdasarkan standar ASTM C618-03 abu terbang dapat diklasifikasikan


menjadi jenis N, F atau C dengan beberapa syarat seperti yang tertera pada tabel
2.3 di bawah.

II - 7
Tabel 2.3 Persyaratan Kimia Jenis-jenis Fly Ash
Persyaratan Kelas
N F C
SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 ≥ 70,0% ≥ 70,0% ≥ 50,0%
S03 ≤ 4,0% ≤ 5,0% ≤ 5,0%
Kadar Air ≤ 3,0% ≤ 3,0% ≤ 3,0%
Hilang Pijar ≤ 10,0% ≤ 6,0% ≤ 6,0%
Sumber : ASTM C618-03

2.3.1.3 Sifat-sifat Abu Terbang


1. Warna
Abu terbang berwarna abu-abu, bervariasi dari abu-abu muda sampai abu-
abu tua. Makin muda warnanya maka sifat pozolannya makin baik. Warna hitam
sering timbul disebabkan karena adanya karbon yang dapat mempengaruhi mutu
abu terbang.
2. Komposisi
Unsur pokok abu terbang adalah silikon dioksida SiO2 (30% - 60%),
aluminium oksida (Al2O3) (15% - 30%), karbon dalam bentuk batu bara yang
tidak terbakar (bervariasi hingga 30%), kalsium oksida CaO (1% - 7%) dan
sejumlah kecil magnesium oksida MgO dan surfur trioksida SO 3.
3. Sifat Pozolan
Sifat pozolan adalah sifat bahan yang dalam keadaan halus dapat bereaksi
dengan kapur padam aktif dan air pada suhu kamar (24°C - 27°C) membentuk
senyawa yang padat tidak larut dalam air. Abu terbang mempunyai sifat pozolan
seperti pada pozolan alam, mempunyai waktu pengerasan yang lambat. Hal ini
dapat diketahui dari daya ikat yang dihasilkan apabila dicampur dengan kapur.
Kehalusan butiran abu terbang mempunyai pengaruh pada sifat pozolan, makin
halus makin baik sifat pozolannya.

4. Kepadatan (Density)
Kepadatan abu terbang bervariasi, tergantung pada besar butir dan hilang
pijarnya. Biasanya berkisar antara 2,43 gr/cc sampai 3 gr/cc. Luas permukaan

II - 8
spesifik rata-rata 225 m2/kg – 300 m2/kg. Ukuran butiran yang kecil kadang-
kadang terselip dalam butiran yang besar yang mempunyai fraksi lebih besar dari
300 mm.
5. Hilang pijar
Hilang pijar menentukan sifat pozolan abu terbang. Apabila hilang pijar
10% - 20% berarti kadar oksida kurang, sehingga daya ikatnya kurang, yang
berarti sifat pozolannya kurang.
Tabel 2.4 Persyaratan Fisik Abu Terbang
No. Uraian Persyaratan
1 Kehalusan :
Jumlah yang tertinggal di atas ayakan No.325 (0,045 mm) maks % 34
2 Indeks keaktifan pozzolan :
a. Dengan menggunakan semen Portland kuat tekan pada umur 75% KT adukan
28 hari, minimum. pembanding.
b. Dengan menggunakan kapur padam yang aktif, kuat tekan 7 550
hari, minimum N/mm
3 Kekekalan bentuk pengembangan/penyusutan dengan autoclave,
maksimum % 0,8
4 Jumlah air yang digunakan 105% dari jumlah
air untuk adukan
pembanding
5 Keseragaman :
Berat jenis dan kehalusan dari contoh uji masing-masing tidak
boleh banyak berbeda dari rata-rata 10 benda uji atau dari seluruh
benda uji yang jumlahnya kurang dari 10 buah, maka untuk :
a. Berat jenis, perbedaan maksimum dari rata-rata, % 5
b. Persentase partikel yang tertinggal pada ayakan No.325
perbedaan dari rata-rata, % 5
6 Pertambahan penyusutan karena pengeringan (pada umur 28 hari
maksimum, %) 0,03
7 Reaktifitas dengan alkali semen :
Pengembangan mortar pada umur 14 hari, maksimum % 0,02
Sumber : SNI -3-2460-1991

II - 9
2.3.2 Alkaline Activator (Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida)
Sodium silikat (waterglass) dan sodium hidroksida digunakan sebagai
alkaline aktivator (Hardjito dkk, 2004). Sodium silikat atau waterglass
mempunyai fungsi untuk mempercepat reaksi polimerisasi. Sedangkan sodium
hidroksida berfungsi untuk mereaksikan unsur-unsur Al dan Si yang terkandung
dalam fly ash sehingga dapat menghasilkan ikatan polimer yang kuat.

2.3.2.1 Sodium Silikat (Na2SiO3)


Sodium silikat atau waterglass terdapat dalam 2 (dua) bentuk, yaitu
padatan dan larutan, untuk campuran mortar ataupun beton lebih banyak
digunakan dengan bentuk larutan. Sodium silikat merupakan salah satu
larutan alkali yang memainkan peranan penting dalam proses polimerisasi
karena sodium silikat mempunyai fungsi untuk mempercepat reaksi polimerisasi.
Reaksi terjadi secara cepat ketika larutan alkali banyak mengandung larutan
silikat seperti sodium silikat ataupun potassium silikat, dibandingkan reaksi
yang terjadi akibat larutan alkali yang banyak mengandung larutan hidroksida.
Campuran antara fly ash dengan sodium silikat dapat membentuk ikatan yang
sangat kuat namun pada terjadi banyak retakan-retakan antara mikrostruktur, hal
ini dapat ditunjukkan pada Gambar 2.6 di bawah.

Gambar 2.6 Scanning Electron Microscopy (SEM) dari Campuran antara Fly Ash
dengan Sodium Silikat
(Sumber: Milestone dan Lyndsale, 2004 dalam Fitriani 2010)

II - 10
2.3.2.2 Sodium Hidroksida (NaOH)
Sodium hidroksida berfungsi untuk mereaksikan unsur-unsur Al dan Si
yang terkandung dalam fly ash sehingga dapat menghasilkan ikatan polimer yang
kuat. Campuran antara fly ash dan sodium hidroksida membentuk ikatan yang
kurang kuat tetapi menghasilkan ikatan yang lebih padat dan tidak ada retakan
seperti pada campuran sodium silikat dan fly ash.

Gambar 2.7 Scanning Electron Microscopy (SEM) dari Campuran antara Fly Ash
dengan Sodium Hidroksida
(Sumber: Milestone dan Lyndsale, 2004 dalam Fitriani 2010)

Pada Gambar 2.7 menunjukkan ukuran mikroskopis dari campuran antara


fly ash dengan sodium hidroksida. Dimana dari gambar tersebut menunjukkan
bahwa campuran antara fly ash dengan sodium hidroksida dapat membentuk
ikatan yang lebih padat dan tidak membentuk retakan namun juga menghasilkan
ikatan yang kurang kuat.

2.3.3 Agregat Halus


Agregat didefinisikan sebagai material granular misalnya pasir, kerikil,
batu pecah dan kerak tungku besi yang dipakai bersama-sama dengan suatu media
pengikat untuk membentuk mortar atau beton semen hidrolik atau adukan.
Agregat halus disebut pasir, baik berupa pasir alami yang diperoleh langsung dari
sungai atau tanah galian, atau dari hasil pemecah batu. Agregat yang butir-
butirnya lebih kecil dari 1,2 mm disebut pasir halus, sedangkan butir-butir yang

II - 11
lebih kecil dari 0,075 mm disebut silt dan yang lebih kecil dari 0,002 mm disebut
clay (SK SNI T-15-1991-03).
Komposisi kimia pasir dan keadaan geologi mempengaruhi kualitas
agregat halus. Gradasi yang baik dari agregat halus tersebut juga memberikan
efek yang penting pada kelecakan dan ketahanan mortar. Agregat halus dengan
butiran yang sangat halus tidak praktis untuk kelecakannya, sehingga pada
umumnya harus ditambahkan semen untuk mengisi rongga-rongga di antaranya.
Pada penelitian ini digunakan fly ash sebagai material pengganti semen. Di
sisi yang lain mortar yang menggunakan pasir dengan butiran yang besar
biasanya lemah, karena rongga antara butiran cukup lebar sehingga tegangan
tidak dapat menyebar secara merata.

2.3.3.1 Gradasi Agregat Halus


Gradasi agregat ialah distribusi dari ukuran agregat. Berdasarkan standar
pengujian ASTM C 109 dan SNI 15-2049-2004, agregat halus yang digunakan
untuk campuran pembuatan benda uji kuat tekan mortar yaitu pasir dengan
gradasi lolos ayakan No. 16 (1,18 mm), No. 20 (850 µm), No. 30 (600 µm), No 40
(425 µm), No. 50 (300 µm) dan No. 100 (150 µm).
Untuk batas-batas gradasinya, agregat halus dikelompokkan dalam 4
(empat) zona seperti ditunjukkan pada Tabel 2.5 dan Gambar 2.8 berikut :

Tabel 2.5 Batas-batas Gradasi untuk Agregat Halus


Saringan Persentase berat yang lolos saringan British Standard
Uji (mm) Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4
9,52 100 100 100 100
4,8 90 – 100 90 – 100 90 – 100 95 – 100
2,4 60 – 95 75 – 100 85 – 100 95 – 100
1,2 30 – 70 55 – 90 75 – 100 90 – 100
0,6 15 – 34 35 – 59 60 – 79 80 – 100
0,3 5 – 20 8 – 30 12 – 40 15 – 50
0,15 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 15
Sumber : Tjokrodimulyo, 1996 dalam Pontoh, 2009

II - 12
Keterangan :
Zona 1 : Pasir kasar Zona 3 : Pasir agak halus
Zona 2 : Pasir agak kasar Zona 4 : Pasir halus

Gambar 2.8 Batas Gradasi Pasir


(Sumber : Mulyono, 2004)

2.3.3.2 Modulus Kehalusan Butir


Modulus kehalusan butir (fineness modulus) adalah suatu indeks yang
dipakai untuk ukuran kehalusan atau kekasaran butir-butir agregat. Modulus
kehalusan butir (FM) didefinisikan sebagai jumlah persen kumulatif sisa saringan
di atas ayakan No. 100 (150 µm) dibagi seratus. Makin besar nilai modulus halus
menunjukkan bahwa makin besar butir-butir agregatnya. Modulus halus butir
agregat halus berkisar antara 1,5 – 3,8 (SNI 03-1750-1990).
2.3.3.3 Kadar Air Agregat Halus
Kandungan air yang ada pada suatu agregat (di lapangan) perlu diketahui
untuk menghitung jumlah air yang diperlukan dalam campuran mortar, dan untuk
mengetahui berat satuan agregat. Keadaaan yang dipakai sebagai dasar
perhitungan adalah agregat kering tungku dan jenuh kerng permukaan (saturated
surface dry / SSD) karena konstan untuk agregat tertentu.

II - 13
= x . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(2.1)

Dengan :
Atamb = Air tambahan dari agregat, dalam liter
K = Kadar air di lapangan, dalam %
KSSD = Kadar air jenuh kering muka (SSD), dalam %
Wag = Berat agregat jenuh kering muka (SSD), dalam kg

Kadar air dalam pasir dapat diukur dengan cara sebgai berikut :
Kadar air = x 100 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2.2)

Keadaaan kandungan air di dalam agregat dibedakan menjadi beberapa


tingkat, yaitu :
1. Kering tungku
Keadaan benar-benar tidak berair dan ini berarti dapat menyerap air secara
penuh.
2. Kering udara
Butir-butir agregat kering permukaan tetapi mengandung sedikit air di
dalam pori. Oleh karena itu pasir dalam tingkat ini masih dapat menghisap air.
3. Jenuh kering permukaan atau SSD (Saturated Surface Dry)
Pada tingkat ini tidak ada air dipermukaan tetapi butir-butiran agregat pada
tahap ini tidak menyerap dan juga tidak menambah jumlah air bila dipakai dalam
campuran adukan mortar.
4. Basah
Pada tingkat ini agregat mengandung banyak air, baik di permukaan
maupun di dalam butiran, sehingga bila dipakai dalam campuran adukan mortar
akan memberi air. Kebutuhan air pada adukan mortar, biasanya agregat dianggap
dalam keadaan jenuh kering muka, sehingga jika keadaan di lapangan kering
udara maka dalam adukan mortar akan menyerap air, namun jika agregat dalam
keadaan basah maka akan menambah air. Sebagai standar dalam perhitungan
dipakai SSD, karena keadaan kebasahan agregat SSD hampir sama dengan
agregat dalam mortar, sehingga agregat tidak menambah atau mengurangi air dari

II - 14
pasta selain itu kadar air di lapangan lebih banyak mendekati keadaan SSD
daripada kering tungku.

Gambar 2.9 Kondisi Air Pada Agregat


(Sumber : Hermansyah, 2008)

2.3.3.4 Persyaratan Agregat Halus


Persyaratan agregat halus menurut Peraturan Beton Bertulang Indonesia
1971 (PBBI 1971), antar lain :
1. Agregat halus harus terdiri dari butiran-butiran yang tajam dan keras
dengan indeks kekerasan. Butir-butir agregat halus harus bersifat kekal,
artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti
terik matahari dan hujan.
2. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan
terhadap berat kering). Yang artinya dengan lumpur adalah bagian-bagian
yang dapat melalui ayakan 0,060 mm. apabila kadar lumpur melebihi dari
5% maka agregat harus dicuci.
3. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organis terlalu
banyak, yang harus dibuktikan dengan percobaan warna Abrams-Harder
(dengan larutan NaOH). Agregat halus yang tidak memenuhi percobaan
warna ini dapat juga dipakai, asal kekuatan tekan adukan agregat tersebut
pada umur 28 hari tidak kurang dari 95% dari kekuatan adukan agregat
yang sama tetapi dicuci dalam larutan 3% NaOH yang kemudian di cuci
hingga bersih dengan air, pada umur yang sama.

II - 15
4. Susunan butir agregat halus, mempunyai modulus kehalusan antara 1,50 –
3,80 dan harus terdiri dari butiran-butiran yang beraneka ragam besarnya.
Apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan, harus masuk
dalam salah satu dalam daerah susunan butiran menurut zona : 1, 2, 3 atau
4 (SKBI/BS.882) (lihat Gambar 2.8) dan harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
a. Sisa di atas ayakan 4,8 mm, harus minimum 2% berat.
b. Sisa di atas ayakan 1,2 mm, harus minimum 10% berat.
c. Sisa di atas ayakan 0,3 mm, harus minimum 15% berat.

2.3.4 Air
Air yang dimaksudkan disini adalah air sebagai bahan pembantu dalam
konstruksi bangunan meliputi kegunaannya dalam pembuatan dan perawatan
beton, pemadaman kapur, adukan pasangan dan adukan plesteran (mortar).
Persyaratan air sebagai bahan bangunan, sesuai dengan penggunaannya
harus memenuhi syarat menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia
(PUBI-1982), antara lain :
1. Air harus bersih.
2. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung lainnya yang
dapat dilihat secara visual.
3. Tidak boleh mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gram/liter.
4. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam-asam,
zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter. Kandungan klorida
(Cl), tidak lebih dari 500 p.p.m. dan senyawa sulfat tidak lebih dari 1000
p.p.m. sebagai SO3.
5. Semua air yang mutunya meragukan harus dianalisa secara kimia dan
dievaluasi.
Air untuk pembuatan mortar minimal memenuhi syarat sebagai air minum
yaitu tawar, tidak berbau, bila dihembuskan dengan udara tidak keruh dan lain-
lain, tetapi tidak berarti air yang digunakan untuk pembuatan beton harus
memenuhi syarat sebagai air minum. Secara umum air yang memenuhi

II - 16
persyaratan sebagai air minum juga memenuhi syarat untuk bahan campuran
mortar.

2.4 Kuat Tekan


Dalam melakukan pengujian mortar untuk mengethaui perbandingan kuat
tekan mortar dengan variabel yang berbeda berbeda, kuat tekan mortar dapat
diketahui dengan menggunakan rumus berikut:

f’m = P/A. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2.3)

Keterangan:
f’m = kuat tekan mortar (MPa)
P = beban maksimum (N)
A = luas permukaan yang dibebani, (mm2)
b,d = panjang sisi dari benda uji mortar 5 mm

Kuat tekan merupakan karakteristik utama untuk semua mortar ataupun


beton geopolimer yang mana kuat tekan ini juga bergantung kepada komposisi
dari alkaline activator, proses perawatan berupa suhu dan durasi perawatan,
jumlah air, kehalusan dari abu terbang, umur mortar dan sifat agregat.

2.5 Pengaruh Komposisi Aktivator Terhadap Kuat Tekan Mortar


Geopolimer
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kuat tekan mortar
geopolimer seperti faktor perawatan, cara pembuatan, material serta dosis atau
komposisi alkali aktivator yang digunakan. Khusus untuk pengaruh komposisi
alkali aktivator ada beberapa penelitian yang sudah meneliti pengaruh dari
komposisi aktivator terhadap kuat tekan mortar ataupun beton geopolimer seperti
penelitian yang dilakukan oleh penelitian yang dilakukan oleh Adam (2009) yang
meneliti tentang pengaruh dosis Na2O dan modulus aktivator (Ms) terhadap kuat
tekan beton geopolimer berbahan dasar abu terbang. Dalam penelitian tersebut
mortar dibuat dengan ukuran 5x5x5 cm, dilakukan curing dengan durasi 24 jam
pada suhu 800C dengan memasukan benda uji kedalam oven kemudian
dilakukan pengujian kuat tekan pada umur 3, 7 dan 28 hari. Penelitian tersebut

II - 17
menggunakan fly ash tipe F. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat jelas di dalam
Tabel 2.6 dan Gambar 2.10 di bawah ini.

Tabel 2.6 Kuat Tekan Mortar Geopolimer dengan Dosis Aktivator serta
Modulus Aktivator yang Berbeda
Na2O Activator Compressive strength (Mpa)
Mix
Dosage Modulus (Ms) 3 days 7 days 28 days
G10-1,00 10% 1,00 53,67 51,04 57,04
G10-1,25 10% 1,25 57,13 52,77 59,71
G10-1,50 10% 1,50 59,20 59,21 61,03
G15-1,00 15% 1,00 71,40 70,96 74,69
G15-1,25 15% 1,25 75,92 77,99 79,26
G15-1,50 15% 1,50 63,59 67,16 69,16
Sumber : Adam, 2009

Berdasarkan Tabel 2.6 di atas serta Gambar 2.10 di bawah Adam (2009)
menyimpulkan bahwa dosis Na2O yoang terdapat dalam larutan sodium
hidroksida dan sodium silikat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kekuatan mortar geopolimer barbahan dasar abu terbang. Serta modulus aktivator
juga mempengaruhi kekuatan dari mortar geopolimer berbahan dasar abu terbang,
meskipun pengaruhnya kurang signifikan seperti dosis Na2O.

Gambar 2.10 Kuat Tekan Mortar Geopolimer Berbahan Dasar Abu Terbang
dengan Suhu Perawatan 800 C dan Durasi 20 Jam
(Sumber : Adam, 2009)

Selain penelitian yang dilakukan oleh Adam (2009) ada juga penelitian

II - 18
yang terkait yang meneliti tentang pengaruh komposisi aktivator terhadap kuat
tekan mortar geopolimer yaitu penelitian yang dilakukan oleh Fitriani (2010)
yang meneliti tentang pengaruh dosis atau kadar aktivator dan modulus alkali
terhadap kuat tekan beton geopolimer berbahan dasar abu terbang. Dalam
penelitian tersebut mortar dibuat dengan ukuran 5x5x5 cm, kemudian cetakan
benda uji dibuka setelah berumur 1 hari, lalu dilakukan curing dengan cara
membiarkan benda uji terekspos dalam suhu ruang laboratorium sampai dilakukan
pengujian untuk setiap umur yang ditentukan, yaitu umur 7, 14, 28 dan 56 hari.
Penelitian ini menggunakan fly ash tipe C. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat
jelas di dalam Tabel 2.7 dan Tabel 2.8 di bawah ini.

Tabel 2.7 Kuat Tekan Rata-rata Fly Ash-Based Geopolymer Mortar


dengan Variasi Kadar Aktivator
Kode Benda Kuat Tekan Rata-rata (MPa)
Uji 7 hari 14 hari 28 hari 56 hari
GM.KA 43% 10,45 13,95 15,25 18,53
GM.KA 49% 26,29 29,23 30,08 45,8
GM.KA 55% 17 29,28 29,84 39,47
GM.KA 61% 17,52 29,15 36 37,6
GM.KA 67% 19,2 29,39 37,73 44,2
Sumber : Fitriani, 2010

Gambar 2.11 Hubungan Antara Umur Pengujian dan Kuat Tekan Rata-rata Fly
Ash-Based Geopolymer Nortar dengan Variasi Kadar Aktivator
(Sumber : Fitriani, 2010)

II - 19
Tabel 2.8 Kuat Tekan Rata-rata Fly Ash-Based Geopolymer Mortar
dengan Variasi Modulus Alkali
Kode Benda Kuat Tekan Rata-rata (MPa)
Uji 7 hari 14 hari 28 hari 56 hari
GM.Mal 1 10,65 21,97 29,73 38,07
GM.Mal 1,25 26,29 29,23 30,08 45,8
GM.Mal 1,5 16,91 28,11 29,93 35
GM.Mal 1,75 3,75 10,07 11,61 12,33
GM.Mal 2 3,95 5,87 10,16 11,07
Sumber : Fitriani, 2010

Gambar 2.12 Hubungan Antara Umur Pengujian dan Kuat Tekan Rata-rata Fly
Ash-Based Geopolymer Nortar dengan Variasi Modulus Alkali
(Sumber : Fitriani, 2010)

Berdasarkan Tabel 2.7 dan Tabel 2.8 serta Gambar 2.11 dan Gambar 2.12
di atas Fitriani (2010) menyimpulkan bahwa kuat tekan tertinggi didapatkan dari
fly ash-based geopolymer mortar dengan modulus alkali 1,25 dan kadar aktivator
49%.
Selain penelitian yang dilakukan oleh Fitriani (2010) ada juga penelitian
yang terkait yang meneliti tentang pengaruh komposisi aktivator terhadap kuat
tekan mortar geopolimer yaitu penelitian yang dilakukan oleh Hardjito dan
Rangan (2005) yang meneliti tentang Perbandingan Sodium Hidroksida (NaOH)

II - 20
dan Sodium Silikat (Na2SiO 4) terhadap kuat tekan beton geopolimer berbahan
dasar abu terbang. Pada penelitian yang dilakukan Hardjito dan Rangan beton
dibuat dengan ukuran 15 x 30 cm, kemudian dilakukan curing dengan durasi 24
jam dengan suhu 600C dengan memasukan benda uji ke dalam oven
kemudian dilakukan pengujian compressive strength atau kuat tekan beton pada
sampel beton umur 7 hari. Dalam penelitiannya, Hardjito dan Rangan (2005)
menggunakan fly ash tipe F. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat lebih jelas pada
dalam Tabel 2.9 di bawah.

Tabel 2.9 Kuat Tekan Beton Geopolimer Umur 7 Hari dengan


Molaritas dan Perbandingan Sodium Hidroksida dan Sodium
Silikat yang Berbeda
Compressive Strength at 7th
Concentration of NaOH Ratio sodium silicate to
day (MPa)
liquid (in molars) NaOH solution (by mass)
Cured For 24 hours at 600C
8M 0.4 17
8M 2.5 57
14 M 0.4 48
14 M 2.5 67
Sumber : Hardjito dan Rangan, 2005

Berdasarkan Tabel 2.9 di atas Hardjito dan Rangan (2005)


menyimpulkan bahwa konsentrasi yang lebih tinggi (molar) dalam larutan natrium
hidroksida meningkatkan kekuatan tekan dari beton geopolimer barbahan dasar
abu terbang. Selain itu rasio sodium silikat terhadap natrium hidroksida juga
meningkatkan kekuatan tekan dari beton geopolimer barbahan dasar abu terbang.

Dari beberapa hasil penelitian di atas menunjukkan pengaruh komposisi


alkali aktivator terhadap kuat tekan mortar maupun beton geopolimer dengan
variasi konsentrasi molar serta dosis aktivator yang berbeda dan menggunakan
kedua bahan kimia sodium hidroksida serta sodium silikat sebagai aktivatornya.

II - 21
2.6 Keamanan Produk Beton atau Mortar Geopolimer Terhadap
Lingkungan

Jika ditinjau dari sisi keamanan terhadap lingkungan, produk beton atau
mortar geopolimer juga tergolong aman digunakan sebagai bahan material
bangunan walaupun dalam pembuatannya menggunakan bahan kimia. Hal ini
dapat dibuktikan berdasarkan hasil analisis leaching pada penelitian sebelumnya.
Dimana analisis leaching bertujuan untuk mengetahui kandungan unsur dalam
produk geopolimer yang terlarut dalam air seperti Na, Fe dan Mg sehingga dapat
diketahui unsur yang terlarut tersebut apabila bercampur dengan air tanah aman
terhadap lingkungan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hermansyah (2008)


didapatkan bahwa persentase zat yang terlarut (Mg, Fe dan Na) adalah Mg sebesar
1,89%, Fe sebesar 12,08% dan Na sebesar 9,47% dimana dari persentase zat
terlarut tersebut masih lebih kecil dibandingkan unsur zat terlarut yang terdapat
pada pasta geopolimer. Sehingga hasil analisis leaching geopolimer dapat
dibandingkan dengan beton berbahan dasar semen.

II - 22
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tinjauan Umum


Dalam bab ini akan dijelaskan hal-hal mengenai karakteristik material-
material yang akan digunakan, langkah-langkah penelitian, serta pengambilan data
dari pengujian yang dilakukan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh komposisi aktivator
yang tepat untuk dapat menghasilkan mortar geopolimer dengan dengan kuat tekan
yang optimum. Adapun material yang digunakan seperti fly ash (abu terbang),
pasir dan bahan aktivator (sodium hidroksida dan sodium silikat) yang telah
dilakukan pengujian sebelumnya yang sesuai dengan standar yang berlaku.
Kemudian dilakukan mix design untuk menentukan komposisi aktivator yang
terbaik sehingga menghasilkan kekuatan mortar yang optimum. Selanjutnya dibuat
benda uji berupa mortar dan kemudian dilakukan pengujian berupa compressive
strength test (uji kuat tekan).
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen, yaitu mengadakan
suatu percobaan dengan membuat benda uji, sehingga akan diperoleh suatu hasil
yang menegaskan mengenai hubungan antara variabel yang diselidiki. Variabel-
variabel yang diselidiki didasarkan pada perlakuan sampel dan variabel yang
dijadikan acuan ialah variabel yang didapat dari perlakuan sampel yang dirawat di
laboratorium (teoritis). Adapun jenis variabel yang ditentukan dalam penelitian ini
berupa :
1. Variabel bebas yaitu dosis aktivator dan W/A (Waterglass/Aktivator)
2. Variabel terikat yaitu kuat tekan mortar geopolimer.
untuk memudahkan prosedur dan langkah-langkah penelitian, maka dalam
penelitian ini sangat diperlukan bagan alir. Bagan alir penelitian dapat digunakan
untuk memandu peneliti tentang urutan-urutan pelaksanaan penelitian. Adapun
diagram alur (flow chart) percobaan mortar geopolimer terlihat pada Gambar 3.1
berikut :
III - 1
Studi Pustaka

Pemeriksaan Bahan

Agregat Halus Semen Portland Abu Terbang Alkali Aktivator Air

Pemeriksaan: Pemeriksaan: Pemeriksaan: Pemeriksaan:


1. Gradasi 1. Berat Jenis 1. Komposisi Kimia 1. Kadar Air
2. Berat Jenis 2. Kehalusan 2. Kepadatan 2. Kepadatan
3. Kadar Air 3. Konsistensi Normal 3. Kehalusan 3. Na2O dan SiO2
4. Berat Isi 4. Waktu Pengikatan 4. Kadar Air dalam Sodium
5. Kadar Lumpur 5. Kandungan Kimia Silikat
6. Kotoran Organik Semen Portland

Spesifikasi
Tidak

Ya

Mix Design

Pembuatan Campuran Mortar

Pengujian Nilai Sebar


Campuran

Pembuatan Benda Uji

Curing Oven suhu 1000 C dan


durasi 20 jam

Umur Mortar 3, 7, 14 dan 28


hari

Pengujian Kuat Tekan Mortar

Analisa Data

Kesimpulan dan Saran

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian Mortar Geopolimer

III - 2
3.2 Persiapan Bahan
Dalam melakukan penelitian terlebih dahulu perlu dilakukan berbagai
pekerjaan persiapan yang meliputi pengambilan material di lapangan, pemeriksaan
material dan mempersiapkan peralatan yang akan digunakan pada percobaan.
Adapun bahan-bahan utama yang akan digunakan dalam pengujian inii
adalah :
1. Bahan dasar (raw material) berupa abu terbang (fly ash) yang diambil dari
PLTU Mpanau.
2. Agregat halus yang digunakan adalah pasir yang berasal dari Sungai Palu.
3. Aktivator berupa sodium hidroksida (NaOH) dan sodium silika (Na2SiO3)
yang banyak dijual pada toko-toko penjualan bahan kimia.
4. Air yang digunakan adalah air bersih yang diambil dari Laboratorium Bahan
dan Beton Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tadulako.

Untuk peralatan yang digunakan pada umumnya berasal dari peralatan


Laboratorium Struktur dan Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Tadulako kecuali untuk pemeriksaan komposisi kimia abu terbang
dilaksanakan di Laboratorium Sains Terpadu Universitas
Hasanuddin dan untuk pemeriksaan aktivator serta air dilaksanakan di UPT
Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan Tingkat I Sulawesi Tengah.

3.3 Perencanaan Penelitian


1. Rencana pencampuran menggunakan cara trial and error mengingat belum
adanya mix design yang standar untuk mortar geopolimer.
2. Umur mortar 3, 7, 14 dan 28 hari.
3. Abu terbang yang digunakan adalah yang berasal dari sisa pembakaran batu
bara PLTU Mpanau.
4. Agregat halus yang digunakan berasal dari Sungai Palu.

III - 3
5. Aktivator yang digunakan berupa sodium silika (Na2SiO3) dan sodium
hidroksida (NaOH) yang banyak dijual pada toko-toko penjualan bahan
kimia.
6. Benda uji yang digunakan adalah kubus 5 x 5 x 5 cm.

3.4 Pemeriksaan Bahan Pembentuk Mortar Geopolimer


Setelah mempersiapkan semua alat dan bahan-bahan yang diperlukan dalam
percobaan. Bahan-bahan atau material-material yang akan digunakan, diuji terlebih
dahulu di dalam laboratorium untuk mengetahui karakteristik dari material tersebut.
Pengujian ini akan dilakukan pada awal penelitian untuk mengetahui apakah
material-material tersebut layak untuk digunakan atau tidak dalam percobaan.
Dengan demikian mortar yang dihasilkan memenuhi kriteria yang direncanakan.
Gambar 3.2 menunjukan material yang digunakan di dalam penelitian ini antara
lain fly ash sebagai sumber material yang utama, pasir, sodium silikat dan sodium
hidroksida yang merupakan alkaline activator dalam penelitian ini.

Fly Ash Pasir

Sodium Sodium
Silikat Hidroksida

Air

Gambar 3.2 Material yang Digunakan dalam Pembuatan Mortar Geopolimer

III - 4
3.4.1 Pemeriksaan Abu Terbang (Fly Ash)
Pemeriksaan abu terbang yang dilakukan terdiri dari 4 (empat) pemeriksaan,
yaitu uji X-Ray Fluorescence (XRF) untuk memperoleh informasi tentang
kandungan komposisi kimia abu terbang yang digunakan, dimana Pemeriksaaan ini
dilakukan di Laboratorium Sains Terpadu Universitas Hasanuddin. Selain itu
dilakukan pemeriksaan kehalusan, kepadatan dan kadar air dari fly ash.

3.4.2 Pemeriksaan Aktivator


Pemeriksaan aktivator dilakukan untuk memperoleh informasi tentang
kandungan yang ada dalam aktivator. Pemeriksaan ini dilakukan di UPT
Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan Tingkat I Sulawesi Tengah.

3.4.3 Pemeriksaan Agregat Halus

Gambar 3.3 Pemeriksaan Agregat Halus

Pemerikasan agregat halus meliputi :


1. Analisa saringan, untuk menentukan pembagian butiran (gradasi) agregat
halus dengan menggunakan ayakan saringan. Prosedur ini menggunakan
metode SNI 03-1968-1990.
2. Kadar air, untuk menentukan besarnya kadar air agregat dengan cara
pengeringan menggunakan oven. Prosedur ini menggunakan metode SNI-
1971-1990.
3. Berat isi, untuk menentukan berat isi agregat halus dan campuran mortar.
Prosedur ini menggunakan metode PB-0204-76 atau ASTM C-20-71.

III - 5
4. Berat jenis dan penyerapan agregat halus, untuk menentukan berat jenis
curah, berat jenis kering permukaan jenuh (Saturated Surface Dry/SSD)
serta berat jenis semu. Prosedur ini menggunakan metode SNI 03-1970-
1990.

3.4.4 Pemeriksaan Air


Pemeriksaan terhadap air dilakukan secara visual, yaitu air harus bersih,
tidak mengandung lumpur, minyak dan garam sesuai dengan persyaratan air
minum. Air yang digunakan dalam penelitian ini adalah air yang berasal dari
Laboratorium Struktur dan Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Tadulako. Pemeriksaan senyawa kimia air dilakukan di UPT
Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan Tingkat I Sulawesi Tengah.

3.4.5 Pemeriksaan Semen PCC (Portland Composite Cement)


Pada pengujian ini semen yang akan digunakan adalah semen Portland
komposit merek Tonasa. Untuk keperluan pengujian maka semen akan diperiksa
dengan pemeriksaan sebagai berikut :
1. Kehalusan Semen PCC
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan nilai kehalusan semen yang
akan digunakan. Pengujian ini menggunakan saringan No. 100 dan No. 200.
Adapun prosedur untuk pengujian ini menggunakan pengujian dengan
metode SNI 15-2530-1991.
2. Berat Jenis Semen
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis semen
Portland. Prosedur pengujian dilaksanakan dengan menggunakan SNI 15-
2531-1991.
3. Konsistensi normal dan waktu pengikatan awal semen
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan konsistensi normal dan
waktu pengikatan permulaan semen Portland dengan alat vicat. Prosedur
pengujian dilaksanakan dengan menggunakan SNI 03-6826-2002 dan SNI
03-6827-2002.

III - 6
4. Komposisi unsur semen dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Tadulako.
3.5 Mix Design
3.5.1 Variabel dan Notasi
Variabel yang digunakan untuk mortar geopolimer berbahan dasar abu
terbang (Fly Ash) dalam penelitian ini adalah berdasarkan literatur dimana :
1. Dosis Aktivator (%): persentase perbandingan massa antara aktivator
dengan fly ash.
2. Waterglass/Aktivator (W/A): perbandingan massa antara sodium silikat
atau waterglass (Na2SiO3) dengan aktivator (Na2SiO3 + NaOH).
Notasi benda uji yang digunakan untuk mortar geopolimer berbahan dasar
abu terbang diberikan pada Gambar 3.4 berikut :
* NS = Mortar Geopolimer Berbahan dasar Abu Terbang
dengan sodium silikat dan sodium hidroksida sebagai
aktivator
* N = Mortar Geopolimer Berbahan dasar Abu Terbang
dengan sodium hidroksida sebagai aktivator
(W/A) Waterglass /
* S = Mortar Geopolimer Berbahan dasar Abu Terbang Alkali Aktivator
dengan sodium silikat/waterglass sebagai aktivator

NS55-0,5
Dosis Aktivator (Fly Ash
Aktivator )
X 100%

Gambar 3.4 Notasi Benda Uji untuk Mortar Geopolimer Berbahan Dasar Abu
Terbang

3.5.2 Variasi Mix dan Jumlah Sampel


Dalam penelitian ini, berdasarkan variabel bebas yang ditentukan maka
dibuat variasi dosis aktivator mulai dari 25%, 40% dan 55% dengan rasio
waterglass/aktivator (W/A) antara 0; 0,3; 0,5; 0,7 dan 1 dangan total 15 variabel
atau percobaan. Berikut adalah tabel mix desain yang menunjukkan variasi dosis
dan rasio waterglass/aktivator dari percobaan yang akan dilakukan.

III - 7
Tabel 3.1 Variabel Dosis serta Modulus Aktivator
Komposisi Aktivator
Aktivator yang Notasi Variabel
Dosis Aktivator Na2SiO3/Aktivator
Digunakan Penelitian
(%)
NaOH N25-0 25 0
N40-0 40 0
N55-0 55 0
NaOH + NS25-0,3 25 0,3
Na2SiO3 NS40-0,3 40 0,3
NS55-0,3 55 0,3
NS25-0,5 25 0,5
NS40-0,5 40 0,5
NS55-0,5 55 0,5
NS25-0,7 25 0,7
NS40-0,7 40 0,7
NS55-0,7 55 0,7
Na2SiO3 NS25-1 25 1
NS40-1 40 1
NS55-1 55 1

Selanjutnya pada penelitian ini untuk setiap variabelnya akan dibuat 5 buah
sampel untuk memenuhi kebutuhan dan keakuratan data. Berikut adalah Tabel 3.2
yang berisi jumlah benda uji yang akan dibuat.

Tabel 3.2 Jumlah Sampel Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer


No Jenis Aktivator yang Umur Mortar Jumlah
Digunakan 3 hari 7 hari 14 hari 28 hari Sampel
1 NaOH N25-0 5 5 5 5 20
N40-0 5 5 5 5 20
N55-0 5 5 5 5 20

III - 8
Tabel 3.2 Jumlah Sampel Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer
(Lanjutan)
No Jenis Aktivator yang Umur Mortar Jumlah
Digunakan 3 hari 7 hari 14 hari 28 hari Sampel
2 NaOH + NS25-0,3 5 5 5 5 20
Na2SiO3 NS40-0,3 5 5 5 5 20
NS55-0,3 5 5 5 5 20
NS25-0,5 5 5 5 5 20
NS40-0,5 5 5 5 5 20
NS55-0,5 5 5 5 5 20
NS25-0,7 5 5 5 5 20
NS40-0,7 5 5 5 5 20
NS55-0,7 5 5 5 5 20
3 Na2SiO3 S25-1 5 5 5 5 20
S40-1 5 5 5 5 20
S55-1 5 5 5 5 20
Jumlah Sampel 300

Dalam penelitian ini juga di buat beberapa sampel untuk mortar semen yang
digunakan sebagai pembanding. Benda uji diberikan perawatan berupa
perendaman. Kebutuhan jumlah benda uji mortar semen yang akan diuji dapat
diolihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Jumlah Sampel Uji Kuat Tekan Mortar Semen


Umur Mortar
Metode Perawatan Jumlah
3 hari 7 hari 14 hari 28 hari
Perendaman 3 3 3 3 12

3.5.3 Komposisi Mix Design


Komposisi Mix Design pada penelitian ini diadopsi dari penelitian
sebelumnya, yaitu pada tesis Adam (2009) dari RMIT University, Australia dengan
judul “Strength and Durability Properties of Alkali Activated Slag and Fly Ash-
III - 9
Based Geopolymer Concrete”, yang menghasilkan kuat tekan optimum pada mortar
geopolimer berbahan dasar abu terbang.
Rumus perhitungan mix design mortar per 1 kg fly ash dengan w/s
(water/solid) = 0,35 :
Mr NaOH
Solid NaOH = x 100 %
Kepadatan NaOH

Kadar air NaOH = 100% – Solid NaOH


Kadar Air Na2SiO3 = 100 % - (%SiO2 + %Na2O)
Aktivator 𝑊𝑎𝑡𝑒𝑟𝑔𝑙𝑎𝑠𝑠 Aktivator
Berat NaOH = -( x )
𝐹𝑙𝑦 𝐴𝑠ℎ Aktivator 𝐹𝑙𝑦 𝐴𝑠ℎ
𝑊𝑎𝑡𝑒𝑟𝑔𝑙𝑎𝑠𝑠 Aktivator
Berat Na2SiO3 = x
Aktivator 𝐹𝑙𝑦 𝐴𝑠ℎ

Berat Pasir = 2,75 x berat fly ash


Berat Air tambahan (w/s = 0,35) :
Air Tambahan+Air dalam Na2SiO3+Air dalam NaOH
w/s = H
Solid 𝐹𝑙𝑦 𝐴𝑠ℎ+Solid Na2SiO3+Solid NaOH

Air Tambahan = (w/s x Solid) – (Air Na2SiO3 + Air NaOH)NaOH


Untuk perhitungan kalkulasi proporsi campuran mortar semen dilakukan
berdasarkan SNI Mortar 06-6825-2002.

3.5.4 Detail Mix


Detail mix seperti jumlah proporsi bahan yang dibutuhkan dalam mix design
mortar geopolimer berbahan dasar abu terbang sesuai dengan variabel Dosis dan
W/A yang ditentukan terdapat dalam Tabel 3.4 yang menunjukkan proporsi dari
tiap bahan-bahan yang diperlukan dalam pencampuran mortar geopolimer berbahan
dasar abu terbang per 1 (satu) liter mix. Untuk perhitungan setiap variabel proporsi
campuran mortar geopolimer dilampirkan dalam Lampiran 25.

Tabel 3.4 Proporsi Campuran Mortar Geopolimer Per 1 Liter Mix


Mix Fly Ash Pasir Na2SiO3 NaOH Air Tambahan
(kg) (kg) (kg) 10M (kg) (kg)
N25-0 0,540 1,484 0,000 0,135 0,109
NS25-0,3 0,537 1,478 0,040 0,094 0,118
III - 10
Tabel 3.4 Proporsi Campuran Mortar Geopolimer Per 1 Liter Mix
(Lanjutan)
Mix Fly Ash Pasir Na2SiO3 NaOH Air Tambahan
(kg) (kg) (kg) 10M (kg) (kg)
NS25-0,5 0,536 1,473 0,067 0,067 0,124
NS25-0,7 0,534 1,469 0,093 0,040 0,130
S25-1 0,532 1,462 0,133 0,000 0,139
N40-0 0,532 1,463 0,000 0,213 0,060
NS40-0,3 0,528 1,453 0,063 0,148 0,074
NS40-0,5 0,526 1,446 0,105 0,105 0,084
NS40-0,7 0,523 1,439 0,147 0,063 0,094
S40-1 0,520 1,429 0,208 0,000 0,108
N55-0 0,524 1,442 0,000 0,288 0,012
NS55-0,3 0,519 1,428 0,086 0,200 0,032
NS55-0,5 0,516 1,420 0,142 0,142 0,046
NS55-0,7 0,513 1,411 0,198 0,085 0,059
S55-1 0,508 1,398 0,280 0,000 0,079

3.6 Langkah-langkah Pembuatan Mortar Geopolimer


Setelah semua alat tersedia dan semua bahan diperiksa maka pembuatan
mortar geopolimer berdasarkan perhitungan mix design yang ditentukan dapat
dilakukan. Untuk langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi
dari lengkah-langkah yang dilakukan oleh Adam (2009).

3.6.1 Pembuatan Larutan Sodium Hidroksida 10 M


1. Sebelum melakukan pencampuran bahan-bahan penyusun mortar, satu hari
sebelumnya perlu dibuatkan larutan sodium hidroksida 10 M dengan cara
menimbang sodium hidroksida padatan ke dalam gelas ukur (lihat Gambar
3.5 bagian 1) sesuai berat sodium hidroksida padatan yang dibutuhkan
untuk membuat larutan sodium hidroksida 10 M, yaitu 400 gr (perhitungan

III - 11
kebutuhan padaatan sodium hidroksida untuk membuat larutan sodium
hidroksida 10 M dapat dilihat pada Lampiran 24).
2. Setelah sodium hidroksida padatan ditimbang sesuai kebutuhan larutan
sodium hidroksida 10 M pada gelas ukur. Pindahkan gelas ukur dari
timbangan, lalu masukkan air bersih secara perlahan-lahan sambil diaduk
dengan sendok plastik tahan panas (lihat Gambar 3.5 bagian 2) selama 1
menit sampai volume larutannya mencapai 1 Liter.
3. Setelah larutan diaduk dan volumenya sudah mencapai 1 liter, diamkan
larutan selama 1 hari sebelum digunakan dalam pencampuran mortar
geopolimer.

1 2

Gambar 3.5 Proses Pembuatan Larutan Sodium Hidroksida (NaOH) 10 M

3.6.2 Pecampuran Mortar Geopolimer


1. Material-material yang akan digunakan dipersiapkan dan ditimbang
berdasarkan komposisi bahan yang diperoleh dari perhitungan mix design.
Cetakan dari besi ataupun kayu yang akan digunakan dipersiapkan dengan
cara diolesi oli (lihat Gambar 3.7 Bagian 1 dan 2).
2. Sodium silikat dilarutkan terlebih dahulu bersama dengan sodium
hidroksida kurang lebih 45 detik hingga rata.
3. Abu terbang yang sudah ditimbang berdasarkan mix design dimasukkan ke
dalam mangkuk mixer , kemudian larutan yang telah disiapkan sebelumnya
dimasukkan ke dalam mangkuk mixer secara perlahan-lahan sambil terus
diaduk secara manual selama ± 1 menit hingga merata (lihat Gambar 3.7
Bagian 3-5).

III - 12
4. Jalankan mesin pengaduk (mixer) dan setel alat pengaduk pada kecepatan
rendah (140±5rpm) selama ± 8 menit (lihat Gambar 3.7 Bagian 6).
5. Setelah itu, matikan mesin dan kemudian masukkan air tambahan ke dalam
mangkuk mixer. Kemudian jalankan kembali mesin pengaduk masih dengan
kecepatan rendah selama ± 1 menit (lihat Gambar 3.8 Bagian 1).
6. Selanjutnya masukkan pasir yang telah ditimbang secara perlahan-lahan ke
dalam mangkuk tanpa mematikan mesin pengaduk selama ± 1 menit masih
dalam kecepatan rendah (lihat Gambar 3.8 Bagian 2).
7. Setelah semua pasir telah dimasukkan ke dalam mangkuk, matikan mesin,
dan ubah kecepatan pengaduk ke kecepatan sedang (285±10rpm) setelah itu
aduk campuran selama ± 2 menit.
8. Matikan mesin pengaduk, biarkan campuran tetap di dalam mangkuk
selama satu menit. Lalu kembali nyalakan mesin pengaduk dengan
kecepatan sedang selama ± 2 menit.
9. Setelah itu campuran mortar di uji kekentalannya dengan menggunakan
meja leleh dan ukurlah diameter mortar di atas meja leleh minimal 4 tempat
yang berlainan, lalu hitung diameter rata-rata mortar tersebut (lihat Gambar
3.8 Bagian 3-5).
10. Aduk kembali mortar di dalam mangkok pengaduk dengan kecepatan
pengadukan sedang 285±10rpm selama 15 detik.

Gambar 3.6 Konfigurasi Tumbukan Alat Pemadat Benda Uji


(Sumber: SNI 06-6825-2002)
11. Setelah itu, mortar segar dicetak di dalam cetakan yang berbentuk kubus
dengan sisi 5 cm dalam 2 lapisan dan setiap lapis harus dipadatkan 32 kali

III - 13
dengan 4 kali putaran dalam 10 detik. Konfigurasi pemadatan seperti
tercantum pada Gambar 3.6. Pekerjaan pencetakan benda uji, harus sudah
dimulai dalam waktu paling lama 2 ½ menit setelah pengadukan semula
(lihat Gambar 3.8 Bagian 6-8).

12. Kemudian benda uji yang telah dicetak dibiarkan selama ± 3 jam, setelah
itu benda uji beserta cetakannya dibungkus dengan plastik tahan panas atau
cling warp, dan kemudian benda uji dimasukkan ke dalam oven dengan
suhu 1000 dan durasi 20 jam (lihat Gambar 3.8 Bagian 9-10).
13. Setelah benda uji di masukkan ke dalam oven dengan suhu 1000 dan durasi
20 jam, matikan oven dan biarkan suhu benda uji di dalam oven menjadi
normal kurang lebih 2 jam, kemudian benda uji dikeluarkan dan dibiarkan
di dalam suhu ruang selama kurang lebih 1 jam sebelum dilepaskan dari
cetakan. Hal ini bertujuan agar benda uji tidak rusak dikarenakan perubahan
suhu secara drastis dan tiba-tiba.
14. Setelah itu mortar dibiarkan di dalam suhu ruang sampai dilakukan
pengujian Compressive Strength Test pada hari ke-3, 7, 14 dan 28, mortar
terlebih dahulu ditimbang dan diukur dimensinya. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui berat volume daripada mortar tersebut (lihat Gambar 3.8 Bagian
11).

1 2 3

4 5 6

Gambar 3.7 Langkah Kerja Pembuatan Benda Uji 1


III - 14
1 2 3

4 5 6

7 8 9

10 11

Gambar 3.8 Langkah Kerja Pembuatan Benda Uji 2

3.7 Pengujian Akhir


Pada penelitian ini dilakukan pengujian terakhir, yaitu compressive strength
test (uji kuat tekan) untuk mengetahui kekuatan tekan pada mortar geopolimer.
Sehingga dari hasil uji kuat tekan yang diperoleh untuk setiap variabel dapat
dibandingkan kuat tekan mortar geopolimer dengan komposisi alkali aktivator yang
berbeda. Uji kuat tekan dapat dilakukan pada saat mortar berumur 3, 7, 14 dan 28
hari di Laboratorium Bahan dan Bangunan Beton Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Tadulako.

III - 15
Gambar 3.9 Pengujian Kuat Tekan Mortar

3.8 Penyajian dan Analisis Data


Data hasil penelitian berupa data primer yang diperoleh dari hasil setiap
pengujian benda uji, diolah masing-masing menurut hasil pengujiannya. Data yang
telah diolah tersebut hasilnya dianalisis dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik
dengan menggunakan sistem statistik.
Adapun jenis-jenis analisis yang akan dilakukan untuk mengetahui
karakteristik dan kuat tekan beton yang diuji adalah sebagai berikut :
1. Analisis karakteristik/sifat-sifat bahan yang dipakai dalam pencampuran
mortar.
2. Analisis hubungan antara variasi komposisi aktivator terhadap peningkatan
kuat tekan mortar.
Hasil uji dan analisa kuat tekan mortar selengkapnya dapat diperoleh pada
pengujian di Laboratorium Struktur dan Bahan Bangunan Fakultas Teknik
Universitas Tadulako dan akan dibahas pada Bab IV dan disertai lampiran-
lampirannya.

III - 16
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan


Dalam penelitian ini sebelum melakukan pencampuran atau pembuatan
benda uji mortar geopolimer berbahan dasar abu terbang, perlu dilakukan
pemeriksaan terlebih dahulu terhadap bahan bahan yang akan digunakan dalam
proses pencampuran atau pembuatan benda uji. Perlu diketahui bahwa dalam
penelitian ini selain membuat mortar geopolimer berbahan dasar abu terbang,
dilakukan juga pembuatan mortar dengan semen sebagai pembanding untuk
mengetahui apakah kuat tekan yang dihasilkan dari mortar geopolimer berbahan
dasar abu terbang setara dengan kuat tekan yang dihasilkan oleh mortar semen.
Oleh karena itu dilakukan juga pemeriksaanan terhadap semen yang digunakan
dalam penelitian ini, dimana hasil dari pemeriksan terhadap semen portland dapat
dilihat pada Lampiran 18-22.
Pemeriksan-pemeriksaan bahan yang akan digunakan bertujuan untuk
mengetahui karakteristik dari bahan yang digunakan dalam penelitian ini.
Pemeriksaan-pemeriksaan bahan yang digunakan tersebut terdiri dari pemeriksaan
pemeriksaan fly ash, pemeriksaan larutan aktivator (sodium hidroksida dan sodium
silikat), pemeriksaan agregat halus, pemeriksaan air dan pemeriksaan semen yang
digunakan sebagai pembanding kuat tekan dengan mortar geopolimer.

4.1.1 Pemeriksaan Fly Ash


Dalam pemeriksaan fly ash dilakukan 4 (empat) pemeriksaan, yaitu
pemeriksaan kandungan komposisi kimia fly ash, pemeriksaan kehalusan fly ash,
pemeriksaan berat jenis fly ash dan pemeriksaan kadar air fly ash.

4.1.1.1 Pemeriksaan Komposisi Kimia Fly Ash


Pemeriksaan komposisi kimia dilakukan untuk mengetahui persentase dari
unsur-unsur kimia yang terkandung di dalam fly ash, terutama persentase
kandungan SiO2, Al2O2 dan CaO dalam fly ash yang digunakan. Pemeriksaan
komposisi kimia dari fly ash sendiri dilakukan di Laboratorium Sains Terpadu

IV - 1
Universitas Hasanuddin. Hasil pemeriksaan komposisi kimia dari fly ash yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Komposisi Kimia Abu Terbang yang Digunakan


No Parameter Fly Ash (%)
1 SiO2 55,54
2 Fe2O3 23,76
3 Al2O3 14,02
4 CaO 2,02
5 K2O 1,58
6 SO3 1,3
7 TiO2 0,92
8 MnO 0,291
9 Bahan Lain 0,5559
Total 99,9869

Dari hasil pemeriksaan fly ash pada tabel 4.1 dapat disimpulkan bahwa fly
ash yang digunakan berdasarkan kandungan kimianya tergolong dalan fly ash tipe
F, penggolongan tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2 yang menunjukkan tipe dari
fly ash yang digunakan berdasarkan standar ASTM C618-03.
Tabel 4.2 Penggolongan Tipe Fly Ash
SiO2 + Al2O3 S03 Kadar Hilang
Komponen
+ Fe2O3 (%) (%) Air (%) Pijar (%)
Standar ASTM C618-03 ≥ 70,0 ≤ 5,0 ≤ 3,0 ≤ 6,0
(Fly Ash Tipe F)
Fly Ash PLTU Mpanau Palu 93,3 1,3 8,45 0,6

4.1.1.2 Pemeriksaan Kehalusan Fly Ash


Pemeriksaan kehalusan fly ash dilakukan untuk menentukan kehalusan fly
ash yang digunakan dalam penelitian dengan menggunakan saringan No. 100 dan
No. 200. Hasil pemeriksaan kehalusan abu terbang dapat dilihat dalam bentuk
presentase lolos dan tertahan saringan no.200 dan no.100 pada Tabel 4.3 berikut :

IV - 2
Tabel 4.3 Kehalusan Fly Ash
Persentase (%) Rata-rata
Saringan No. Test
Tertahan Lolos Tertahan (%)
I 1,4 98,6
No. 100 1,5
II 1,6 98,4
I 19,2 80,8
No. 200 25,9
II 32,6 67,4

4.1.1.3 Pemeriksaan Berat Jenis Fly Ash


Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui berat jenis dari fly ash yang
digunakan. Dari hasil pemeriksaan didapatkan berat jenis fly ash adalah 2,382.
Hasil pengujian berat jenis fly ash dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah.

4.1.1.4 Pemeriksaan Kadar Air Fly Ash


Pemeriksaan ini juga bertujuan untuk mengetahui kadar air dari fly ash yang
digunakan dalam penelitian ini. Dari hasil pemeriksaan didapatkan kadar air dari
fly ash adalah 8,452%. Hasil pemeriksaan kadar air fly ash dapat dilihat pada Tabel
4.5 berikut :

Tabel 4.4 Berat Jenis dan Kadar Air Fly Ash


Pemeriksaan I II Rata-rata Spesifikasi
Berat Jenis Fly Ash 8,772 % 8,182 % 8,452 % -
Kadar Air Fly Ash 2,376 2,388 2,382 -

4.1.2 Pemeriksaan Aktivator (NaOH)


Pemeriksaan terhadap larutan aktivator berupa sodium hidroksida (NaOH)
yang digunakan, yaitu pemeriksaan berat isi sodium hidroksida. Sodium hidroksida
yang digunakan berasal dari toko penjualan bahan kimia.
Hasil pemeriksaan berat isi sodium hidroksida dapat dilihat pada Tabel 4.5
berikut :

IV - 3
Tabel 4.5 Berat Isi Sodium Hidroksida (NaOH)
Rata-rata
Jenis Bahan I II Spesifikasi
(Kg/L)
Sodium Hidroksida 1,296 1,292 1,294 -

Dari hasil pemeriksaan sodium hidroksida diperoleh nilai berat isi sodium
hidroksida adalah 1,294 Kg/L.

4.1.3 Pemeriksaan Aktivator (Na2SiO3)


Pemeriksaan terhadap larutan aktivator berupa sodium silikat (Na 2SiO3)
yang digunakan, yaitu pemeriksaan kadar Na2O dan SiO2 dalam sodium silikat,
pemeriksaan berat isi sodium silikat dan pemeriksaan kadar air sodium silikat.
Sodium silikat yang digunakan juga berasal dari toko penjualan bahan kimia.

4.1.3.1 Pemeriksaan Kadar Air Sodium Silikat


Kadar air dari sodium silikat diperoleh dengan melakukan oven dry pada
larutan sodium silikat. Hasil pemeriksaan kadar air sodium silikat dapat dilihat pada
Tabel 4.6 Dari hasil pemeriksaan kadar air sodium silikat diperoleh kadar air
sebesar 52,27%.

Tabel 4.6 Kadar Air Sodium Silikat


Sampel I II III Rata-rata
Kadar Air (%) 44,65 53,48 58,68 52,27

4.1.3.2 Pemeriksaan Kadar Na2O dan SiO2 Sodium Silikat


Untuk mengetahui kadar Na2O dan SiO2 dalam sodium silikat dapat
digunakan cara stoikiometri. Untuk itu sebelum menghitung kadar Na2O dan SiO2
dalam sodium silikat perlu dilakukan pemeriksaan kadar Na di dalam sodium
silikat. Pemeriksaan kadar Na dalam sodium silikat dilakukan di Balai
Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan Tingkat I Sulawesi Tengah. Kadar Na
dalam sodium silikat dapat dilihat dalam Tabel 4.7.

IV - 4
Tabel 4.7 Kadar Na dalam Sodium Silikat
Parameter Terkandung dalam sodium silikat (%)
Natrium (Na) 5,73

Setelah mengetahui data kadar Na dan kadar air dalam sodium silikat, maka
kadar Na2O dapat diperoleh. Langkah perhitungan untuk memperoleh % Na2O dan
%SiO2 dapat dilihat pada Lampiran 7. Kadar Na2O dan SiO2 dalam sodium silikat
dapat dilihat pada Tabel 4.8. Hasil perhitungan berdasarkan kadar Na dalam
Sodium Silikat maka diperoleh persentase dari Na2O dan SiO2 masing-masing yaitu
15,4% dan 32,33%.

Tabel 4.8 Kadar Na2O dan SiO2 Sodium Silikat


Parameter Kadar Dalam Sodium SIlikat (%)
Na2O 15,40
SiO2 32,33

4.1.3.3 Pemeriksaan Berat Isi Sodium Silikat


Berdasarkan hasil pemeriksaan sodium silikat diperoleh nilai berat isi
sodium silikat adalah 1,552 Kg/L. Hasil pemeriksaan berat isi sodium silikat yang
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut :

Tabel 4.9 Berat Isi Sodium Silikat


Jenis Bahan I II Rata-rata (kg/L) Spesifikasi
Sodium Silikat 1,550 1,554 1,552 -

4.1.4 Pemeriksaan Agregat Halus


Pemeriksaan terhadap agregat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
pemeriksaan agregat halus. Agregat halus yang digunakan harus diperiksa untuk
mengetahui sifat dasar dari agregat tersebut seperti pemeriksaan distribusi agregat
halus, pemeriksaan berat jenis dan penyerapan air agregat halus, pemeriksaan kadar
air agregat, pemeriksaan berat isi agregat, pemeriksaan kadar lumpur agregat, dan
pemeriksaan kotoran organik agregat halus.

IV - 5
4.1.4.1 Pemeriksaan Distribusi Agregat Halus
Pemeriksaan distribusi agregat dilakukan untuk menentukan pembagian
butir (gradasi) dari agregat yang digunakan dalam penelitian.
Hasil dari pengujian analisa saringan agregat halus dapat dilihat dalam
Tabel 4.10 di bawah. Berdasarkan hasil pemeriksaan analisa saringan terhadap
sampel agregat halus diperoleh nilai modulus halus butir 2,75 dan gradasi butiran
seperti yang terlihat pada Gambar 4.1. Dengan demikian pasir yang digunakan
masuk dalam zona II dan termasuk dalam kategori pasir agak kasar.

Tabel 4.10 Distribusi Ukuran Butiran Agregat Halus


Berat Kumulatif
Saringan Bukaan % Spesifikasi
Tertahan Tertahan % Lolos
No. (mm) Tertahan Zona 2
(gr) (gr)
1½" 37,50 0 0 0 100 100
3/4" 19,50 0 0 0 100 100
3/8" 9,52 0 0 0 100 100
#4 4,80 38,20 38,20 4,92 95,08 90 - 100
#8 2,40 95,50 133,70 17,21 82,79 75 - 100
# 16 1,20 123,50 257,20 33,10 66,90 55 - 90
# 30 0,60 193,10 450,30 57,95 42,05 35 - 59
# 50 0,30 185,60 635,90 81,84 18,16 8 - 30
# 100 0,15 121,60 757,50 97,49 2,51 0 - 10
PAN 0 19,50 777,00 100,00 0 0
Modulus Halus Butir (MHB) 2,925 2,11 – 3,37

100
90
80
70
60
% Lolos

50
40
30
20
10
0

Ukuran Butir (mm)


Gradasi Batas Bawah Batas Atas

Gambar 4.1 Grafik Gradasi Agregat Halus

IV - 6
4.1.4.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus
Dari hasil pemeriksaan berat jenis agregat halus dapat diketahui bahwa berat
jenis bulk SSD (Bj.SSD) untuk agregat halus yang digunakan adalah 2,604 dan dari
pengujian penyerapan didapatkan bahwa persentase penyerapan air agregat kasar
adalah sebesar 1,071 % maka agregat tersebut dapat digolongkan agregat normal,
karena berat jenis agregat normal adalah berkisar 2,5 sampai 2,7 dan kemampuan
penyerapan air berkisar 1% sampai 2%. Hasil dari pengujian Berat Jenis dan
Penyerapan Agregat Halus dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus


Agregat Halus Rata-
Uraian Spesifikasi
I II rata
Berat Jenis Bulk (Bj. OV) 2,576 2,577 2,577
Berat Jenis Bulk SSD (Bj. SSD) 2,603 2,606 2,604 2,5 – 2,7
Berat Jenis Semu (Bj. APP) 2,647 2,652 2,650
Penyerapan Air (%) 1,051 1,092 1,071 1% - 2%

4.1.4.3 Pemeriksaan Kadar Air Agregat Halus


Dari hasil pemeriksaan kadar air agregat untuk agregat halus diperoleh
sebesar 0,462% dimana kadar air agregat merupakan perbandingan antara berat air
yang dikandung agregat dengan berat agregat dalam keadaan kering. Hasil
pemeriksaan kadar air agregat halus dapat dilihat pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Kadar Air Agregat Halus


Sampel I II Rata-rata
Kadar Air (%) 0,456 0,469 0,462

4.1.4.4 Pemeriksaan Berat Isi Agregat Halus


Hasil pemeriksaan berat isi agregat halus yang digunakan dapat dilihat pada
Tabel 4.13. Pada agregat halus ini nilai untuk berat isi padat lebih besar daripada
berat isi gembur/lepas. Hal ini disebabkan karena rongga agregat yang dipadatkan
lebih sedikit atau lebih kecil sedangkan rongga agregat yang lepas/gembur lebih
besar.

IV - 7
Tabel 4.13 Berat Isi Agregat Halus
Uraian I II Rata-rata Spesifikasi
Berat Isi Lepas/gembur
1,593 1,598 1,596
(gr/cm3) Min. 1,2
Berat Isi Padat (gr/cm3) 1,676 1,694 1,685

Dari hasil percobaan didapatkan berat isi lepas agregat halus adalah 1,596
gr/cm3 sedangkan berat isi padat agregat halus adalah 1,685 gr/cm3. Berdasarkan
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa agregat yang digunakan memenuhi syarat
untuk dipakai dalam campuran mortar karena berat isi minimal untuk campuran
mortar adalah tidak boleh kurang dari 1,2 gr/cm3.

4.1.4.5 Pemeriksaan Kadar Lumpur Agregat Halus


Hasil pemeriksaan kadar lumpur untuk agregat halus diperoleh nilai 0,224%
yang artinya kadar lumpur sampel masih di bawah nilai maksimum yang
disyaratkan yaitu sebesar 5%. Sehingga masih dapat digunakan dalam
pencampuran dan tidak perlu dicuci terlebih dahulu.
Kadar lumpur yang berlebihan dapat mengurangi ikatan yang dibentuk oleh
semen, serta melemahkan ikatan antara partikel-partikel yang akan menurunkan
kuat tekannya. Apabila kadar lumpur agregat halus lebih besar dari batas
maksimum yaitu sebesar 5%, maka agregat harus dicuci terlebih dahulu sebelum
digunakan. Hasil pengujian agregat lewat saringan No.200 pada agregat halus
dengan cara pencucian disajikan pada tabel 4.14.

Tabel 4.14 Bahan Lewat Saringan No.200 Pada Agregat Halus


Sampel
Uraian Rata-rata Spesifikasi
I II
Kadar Lumpur (%) 0,209 0,239 0,224 5

4.1.4.6 Pemeriksaan Kotoran Organik Agregat Halus


Pemeriksaan kotoran organik agregat halus bertujuan untuk menentukan
adanya kandungan bahan organik dalam agregat halus. Hasil dari pemeriksaan
kotoran organik agregat halus yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 4.15.

IV - 8
Tabel 4.15 Hasil Pemeriksaan Kotoran Organik
Pemeriksaan I II
Warna cairan yang terlihat setelah didiamkan selama 24
1 1
jam adalah sama dengan standar warna no. 1

4.1.5 Pemeriksaan Air


Air yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari air yang berada di
Laboratorium Struktur dan Bahan Bangunan Fakultas Teknik. Secara visual kondisi
fisik airnya bersih, tidak berbau dan tidak berwarna. Hal ini menunjukkan bahwa
air yang terdapat pada Laboratorium Struktur dan Bahan Bangunan Fakultas Teknik
Universitas Tadulako layak untuk digunakan sebagai bahan campuran mortar
geopolimer.

4.2 Hasil dan Pembahasan


Setelah melakukan semua tahap pemeriksaan, pencampuran, pencetakan
serta perawatan terhadap benda uji, dilakukan pengujian kuat tekan dengan
menggunakan mesin uji tekan dengan penambahan beban gaya yang konstan
kepada benda uji sampai benda uji tersebut pecah untuk mendapatkan nilai kuat
tekan dari benda uji tersebut. Pengujian kuat tekan mortar dilakukan setelah mortar
berumur 3 hari, 7 hari, 14 hari dan 28 hari dengan variasi dosis alkali aktivator serta
W/A (waterglass/aktivator) yang ditentukan sebelumnya pada BAB III.

Hasil keseluruhan dari pengujian kuat tekan mortar geopolimer berbahan


dasar abu terbang serta mortar semen dapat dilihat pada Tabel 4.16 serta Gambar
4.2 di bawah.

Tabel 4.16 Kuat Tekan Mortar Geopolimer untuk Setiap Variasi


Komposisi Alkali Aktivator dan Mortar Semen
Kuat Tekan (MPa)
Mix
3 hari 7 hari 14 hari 28 hari
N25-0 0,00 0,00 0,00 0,00
NS25-0,3 0,00 0,00 0,00 0,00
NS25-0,5 0,00 0,00 0,00 0,10

IV - 9
Tabel 4.16 Kuat Tekan Mortar Geopolimer untuk Setiap Variasi
Komposisi Alkali Aktivator dan Mortar Semen (Lanjutan)
Kuat Tekan (MPa)
Mix
3 hari 7 hari 14 hari 28 hari
NS25-0,7 0,15 0,15 0,00 0,00
S25-1 0,00 0,00 0,00 0,00
N40-0 1,40 0,60 1,45 1,55
NS40-0,3 3,92 4,56 5,52 5,68
NS40-0,5 12,16 12,16 13,76 15,36
NS40-0,7 17,28 16,32 17,36 17,44
S40-1 0,60 0,87 1,07 1,93
N55-0 3,87 3,33 2,67 3,87
NS55-0,3 12,48 12,48 13,92 14,24
NS55-0,5 21,68 20,88 24,00 24,72
NS55-0,7 17,68 18,96 20,32 21,84
S55-1 0,40 0,27 0,27 0,60
Mortar Semen 15,73 21,87 25,87 27,60

3 hari 7 hari 14 hari 28 hari

30,00
Kuat Tekan (MPa)

25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00

Variasi Mix

Gambar 4.2 Kuat Tekan Mortar Geopolimer untuk Setiap Variasi Komposisi
Alkali Aktivator dan Mortar Semen

IV - 10
4.2.1 Hasil Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer dengan Dosis Aktivator
yang Berbeda

Hasil pengujian kuat tekan mortar geopolimer dengan dosis aktivator yang
berbeda untuk setiap variasi W/A (waterglass/aktivator) pada mortar umur 28 hari
dapat dilihat pada Gambar 4.3 di bawah.

30,00

25,00 24,72

21,84
Kuat Tekan (MPa)

20,00
17,44 W/A = 0
15,00 15,36 14,24 W/A = 0,3
0,00
0,00 W/A = 0,5
10,00 0,10
W/A = 0,7
0,00 5,68
5,00 0,00 W/A = 1
3,87
1,55
0,00 1,93 0,60
20 30 40 50 60
Dosis Aktivator (%)

Gambar 4.3 Hubungan Antara Dosis Aktivator dengan Kuat Tekan Mortar
Geopolimer pada Umur 28 Hari

Dari Gambar 4.3 di atas dapat dilihat kuat tekan mortar geopolimer pada
umur 28 hari dengan dosis 25% hanya menghasilkan kuat tekan paling tinggi 0,1
MPa pada variasi W/A = 0,5. Setelah dosis dinaikkan menjadi 40% kuat tekan dari
mortar geopolimer semakin meningkat hingga 17,44 MPa pada variasi W/A = 0,7
dan setelah dosis dinaikkan lagi menjadi 55% kuat tekan dari mortar geopolimer
juga semakin bertambah dan peningkatan yang paling signifikan terjadi pada mortar
dengan variasi W/A = 0,5 yaitu 24,72 MPa dimana pada mortar dengan W/A = 0,5
tersebut selain menunjukkan peningkatan kuat tekan yang signifikan, peningkatan
kuat tekannya terhadap dosis aktivator juga cenderung konstan atau linier. Selain
itu jika dilihat dari peningkatannya, jika dosis aktivatornya ditingkatkan dapat
menghasilkan kuat tekan yang lebih besar lagi
Hal yang berbeda terlihat juga pada grafik dengan W/A = 0,7 dimana pada
dosis 55% kuat tekannya justru lebih rendah dibandingkan dengan grafik dengan

IV - 11
W/A = 0,5 yang mana pada dosis 40% kuat tekan pada komposisi W/A = 0,7 lebih
tinggai dibandingkan dengan W/A = 0,5. Hal tersebut terjadi karena pada komposisi
W/A = 0,7 dengan dosis 55% memiliki kekentalan campuran yang lebih besar
dibandingkan dengan kekentalan pada W/A = 0,5 karena jumlah sodium silikat
yang sifatnya sangat kental pada W/A = 0,7 lebih besar dari pada jumlah sodium
hidroksida cenderung encer sehingga pada saat pencetakan campurannya kurang
padat dibandingkan W/A = 0,5 sehingga menghasilkan kuat tekan yang lebih
rendah.
Hal ini menunjukkan bahwa dosis dari aktivator memiliki pengaruh yang
cukup signifikan terhadap kuat tekan mortar geopolimer, karena dengan
meningkatkan dosis aktivator berarti juga meningkatkan kadar Na2O yang terdapat
pada sodium hidroksida dan sodium silikat serta meningkatkan kadar SiO2 yang
terdapat pada sodium silikat. Dimana Na2O dan SiO2 tersebut berpengeruh terhadap
reaksi polimerisasi yang terjadi.
Kadar Na2O yang sangat kecil dalam larutan aktivator dapat
memgakibatkan melemahnya kuat tekan mortar geopolimer, karena komponen ini
berfungsi untuk melarutkan unsur silika dan aluminium yang terdapat dalam fly
ash untuk membentuk reaksi geopolimer, sehingga jika dosis aktivator berkurang
akan mengakibatkan jumlah Na2O yang melarutkan silika dan aluminium dalam fly
ash juga berkurang sehingga unsur silika dan aluminium dalam fly ash tidak
bereaksi semua dan menghasilkan kuat tekan yang rendah dan begitu pula
sebaliknya.
Hal yang sedikit berbeda terjadi pada variasi W/A = 1 dimana dari grafik
(Gambar 4.4) menunjukkan kenaikan kuat tekan pada dosis 40%, namun pada dosis
55% kuat tekannya justru berkurang, hal ini menunjukkan bahwa kadar aktivator
yang semakin tinggi hingga melewati batas optimum untuk mortar geopolimer
dengan W/A = 1 (hanya menggunakan sodium silikat sebagai aktivator) dapat
mengurangi kuat tekan mortar geopolimer.
Dari hasil penelitian berdasarkan Gambar 4.3 di atas jika dibandingkan
dengan hasil dari beberapa penelitian terdahulu seperti yang dilakukan oleh Adam
(2009) dengan cara mengubah variasi dari komposisi aktivator yang digunakan

IV - 12
dalam penelitian ini menjadi variasi komposisi aktivator yang digunakan dalam
penelitian Adam (2009). Perubahan bentuk variasi komposisi aktivator dari
penelitian yang dilakukan menjadi variasi komposis aktivator yan digunakan dalam
penelitian Adam (2009) dapat dilihat pada Tabel 4.17.
Berdasarkan Tabel 4.18 dapat dibuat grafik perbandingan antara dosis
aktivator terhadap kuat tekan mortar geopolimer pada umur 28 hari dari hasil
penelitan yang terdahulu yang dilakukan oleh Adam (2009) serta hasil penelitian
yang dilakukan dalam penelitian ini.
Grafik perbandingan antara dosis Na2O terhadap kuat tekan mortar
geopolimer pada umur 28 hari dari hasil penelitan yang terdahulu serta hasil
penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.4 di
bawah. Dari Gambar 4.4 di bawah dapat dilihat juga bahwa pengaruh dari dosis
Na2O terhadap kuat tekan mortar geopolimer juga cukup signifikan, dimana pada
hasil penelitian yang dilakukan oleh Adam (2009), serta penelitian yang dilakukan
dapat dilihat pertambahan dari kuat tekan mortar geopolimer yang cukup besar
untuk setiap kenaikan dosis aktivator.

Tabel 4.17 Konversi Variasi Komposisi Aktivator (Dosis Na2O) yang


digunakan dalam Penelitian ke Variasi Komposisi Aktivator
yang digunakan dalam Penelitian Adam (2009)
Hasil Uji Adam (2009)
Variasi Penelitian Konversi Variasi Penelitian
Dosis W/A Dosis Na2O Ms Dosis Na2O Ms
Aktivator (SiO2/Na2O) (SiO2/Na2O)
25% 0,5 4,8% 0,84 10% 1
40% 0,5 7,7% 0,84 15% 1
55% 0,5 10,6% 0,84

IV - 13
Hasil Uji Adam (2009)

80 74,69
70
Kuat Tekan (MPa)
57,04
60
50
40
30 24,72
20 15,36
10 0,10
0
Dosis 4,8% Dosis 7,7% Dosis 10,6% Hasil Uji Dosis 10% Dosis 15% Adam
(2009)

Dosis Na2O

Gambar 4.4 Perbandingan Hasil Kuat Tekan Mortar Geopolimer pada Umur 28
Hari dari Penelitian Terdahulu dengan Hasil Uji Dengan Dosis Na2O yang
Berbeda

4.2.2 Hasil Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer dengan Variasi W/A yang
Berbeda
Hasil pengujian kuat tekan mortar geopolimer dengan W/A
(waterglass/aktivator) yang berbeda untuk setiap variasi dosis aktivator pada mortar
umur 28 hari dapat dilihat pada Gambar 4.5 di bawah.

30,00

25,00 24,72
21,84
Kuat Tekan (MPa)

20,00
17,44
15,36
15,00 14,24 Dosis 25%
Dosis 40%
10,00
Dosis 55%
5,68
5,00
3,87
1,55 0,00 0,10 0,00 1,93
0,00 0,60
0,00 0,00
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
W/A

Gambar 4.5 Hubungan Antara W/A (Waterglass/Aktivator) dengan Kuat Tekan


Mortar Geopolimer pada Umur 28 Hari

IV - 14
Dari Gambar 4.5 di atas dapat dilihat kuat tekan mortar geopolimer pada
umur 28 hari dengan W/A = 0 kuat tekan paling tinggi dan rendah yang dihasilkan
adalah 3,87 MPa untuk dosis 55% dan 0,00 MPa untuk dosis 25%. Kuat tekan dari
mortar geopolimer semakin meningkat jika W/A juga ditingkatkan hingga
mencapai batas optimum dimana pada W/A = 0,3 menghasilkan kuat tekan hingga
14,24 MPa pada dosis 55% dan untuk W/A = 0,5 menghasilkan kuat tekan hingga
24,72 MPa pada dosis 55%, dan kuat tekan dari mortar kemudian menurun pada
W/A = 0,7 dengan kuat tekan paling besar adalah 21,84 MPa untuk dosis 55%
kemudian kuat tekan mortar geopolimer semakin menurun hingga 0 MPa untuk
dosis 25% dan paling tinggi 1,93 MPa untuk dosis 40% pada W/A = 1. Sehingga
dari gambar 4.5 di atas dapat dilihat bahwa rasio W/A yang optimum digunakan
adalah W/A = 0,5-0,7 yang menghasilkan kuat tekan optimum.
Hal ini menunjukkan bahwa W/A (waterglass/aktivator) juga
mempengaruhi kuat tekan mortar geopolimer, karena dengan meningkatkan rasio
W/A dari campuran mortar geopolimer berarti sodium silikat yang digunakan
dalam aktivator akan semakin banyak sehingga meningkatkan jumlah SiO 2 dalam
aktivator dimana unsur ini mempunyai peranan untuk mempercepat terjadinya
reaksi geopolimerisasi pada unsur silika dan aluminium yang terkandung di dalam
fly ash sehingga menghasilkan ikatan polimerisasi yang kuat. Namun semakin
tinggi rasio W/A yang digunakan dapat mengurangi kuat tekan dari mortar
geopolimer itu sendiri, hal ini terlihat jelas pada Gambar 4.5 di atas yang
menunjukkan semakin rendah atau tingginya rasio W/A yang digunakan hingga
melewati batas optimum dapat menghasilkan kuat tekan mortar geopolimer yang
rendah.
Dari grafik hubungan antara W/A dengan kuat tekan mortar di atas
menunjukkan bahwa dengan menggunakan W/A terendah hingga 0 (nol) atau hanya
menggunakan sodium hidroksida sebagai aktivator walaupun dengan dosis hingga
55% hanya menghasilkan kuat tekan sebesar 3,87 MPa. Hal ini menunjukkan
kelebihan dan kekurangan dari campuran fly ash dengan hanya menggunakan
sodium hidroksida sebagai aktivatornya berdasarkan literatur yang terdapat pada
BAB II oleh Milestone dan Lyndsale (2004 dalam Fitriani, 2010), yaitu dapat

IV - 15
membentuk ikatan yang lebih padat tetapi menghasilkan ikatan yang kurang kuat
sehingga kuat tekan yang dihasilkan dari mortar geopolimer dengan hanya
menggunakan sodium hidroksida sebagai aktivatornya sangatlah kecil.
Dari grafik hubungan antara W/A dengan kuat tekan mortar di atas juga
menunjukkan bahwa dengan menggunakan W/A tertinggi hingga 1 (satu) atau
hanya menggunakan sodium silikat sebagai aktivator walaupun dengan dosis
hingga 55% hanya menghasillkan kuat tekan sebesar 0,6 MPa yang bahkan lebih
kecil dari hasil kuat tekan mortar dengan dosis 40% yaitu 1,93 MPa. Hal ini juga
menunjukkan kelebihan dan kekurangan dari campuran fly ash dengan hanya
menggunakan sodium silikat sebagai aktivatornya berdasarkan literatur yang
terdapat pada BAB II oleh Milestone dan Lyndsale (2004 dalam Fitriani, 2010),
yaitu campuran dari fly ash dengan sodium silikat dapat membentuk ikatan yang
sangat kuat tetapi banyak menimbulkan retakan-ratakan antar mikrostrukturnya.
Sehingga kuat tekan yang dihasilkan dari mortar geopolimer dengan hanya
menggunakan sodium silikat sebagai aktivatornya sangatlah kecil.
Dari hasil penelitian berdasarkan Gambar 4.5 di atas jika dibandingkan lagi
dengan hasil dari penelitian terdahulu seperti yang dilakukan oleh Adam (2009)
dengan cara mengubah variasi dari komposisi aktivator yang digunakan dalam
penelitian ini menjadi variasi komposisi aktivator yang digunakan dalam penelitian
Adam (2009). Perubahan bentuk variasi komposisi aktivator dari penelitian yang
dilakukan menjadi variasi komposisi aktivator yang digunakan dalam penelitian
Adam (2009) dapat dilihat pada Tabel 4.18 di bawah.
Berdasarkan Tabel 4.18 di bawah dapat dibuat grafik perbandingan antara
modulus aktivator (Ms) terhadap kuat tekan mortar geopolimer pada umur 28 hari
dari hasil penelitan terdahulu yang dilakukan oleh Adam (2009) serta hasil
penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini. Grafik perbandingan antara Ms
(SiO2/Na2O) terhadap kuat tekan mortar geopolimer pada umur 28 hari dari hasil
penelitan yang terdahulu serta hasil penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 4.6 di bawah.

IV - 16
Tabel 4.18 Konversi Variasi Komposisi Aktivator (Ms) dari Penelitian
yang Dilakukan ke Variasi Komposisi Aktivator yang
digunakan dalam Penelitian Adam (2009)
Hasil Uji Adam (2009)
Variasi Penelitian Konversi Variasi Penelitian
Dosis Ms Ms
W/A Dosis Na2O Dosis Na2O
Aktivator (SiO2/Na2O) (SiO2/Na2O)
55% 0 12,8% 0 10% 1
55% 0,3 11,5% 0,46 10% 1,25
55% 0,5 10,6% 0,84 10% 1,5
55% 0,7 9,8% 1,27
55% 1 8,5% 2,09

Hasil Uji Adam (2009)

70
59,71 61,03
60 57,04
Kuat Tekan (MPa)

50

40

30 24,72
21,84
20 14,24
10 3,87
0,60
0
0 0,46 0,84 1,27 2,09 Hasil Uji 1 1,25 1,5 Adam
(2009)

Ms (SiO2/Na2O)

Gambar 4.6 Perbandingan Hasil Kuat Tekan Mortar Geopolimer pada Umur 28
Hari dari Penelitian Terdahulu dengan Hasil Uji Dengan Ms yang Berbeda

Dari Gambar 4.6 di atas dapat dilihat juga bahwa Ms (SiO2/Na2O) memiliki
pengaruh terhadap kuat tekan mortar geopolimer walaupun tidak signifikan jika
dibandingkan dengan pengaruh dosis Na2O, dimana pada hasil penelitian yang
dilakukan oleh Adam (2009), serta penelitian yang dilakukan dapat dilihat
pertambahan dari kuat tekan mortar geopolimer yang untuk setiap kenaikan Ms

IV - 17
(SiO2/Na2O) hingga mencapai batas optimum dimana dari peneliatan tersebut pada
hasil penelitian yang dilakukan batas optimum dari Ms adalah 0,84-1,27 dan pada
penelitian yang dilakukan oleh Adam (2009) batas optimum dari Ms adalah 1,25.

4.2.3 Hasil Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer Dosis 25% terhadap Umur
Mortar

30
25,87 27,60
25
21,87
Kuat Tekan (MPa)

FA25-0
20
15,73 FA25-0,3
15
FA25-0,5
10
0,00 0,00 0,00 0,00 FA25-0,7
0,00 0,00 0,00 0,00
5 0,00 0,00 0,00 0,10 FA25-1
0,15 0,15 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00
0 Mortar Semen
0 7 14 21 28 35
Umur (Hari)

Gambar 4.7 Hubungan Antara Umur dengan Kuat Tekan Mortar Semen dan
Mortar Geopolimer pada Dosis 25% dan W/A = 0-1

Hasil pengujian kuat tekan untuk mortar geopolimer dengan dosis aktivator
25%, untuk W/A 0; 0,3; 0,5; 0,7 dan 1 pada umur 3, 7, 14 dan 28 hari dapat dilihat
pada Gambar 4.7 di atas. Dari hasil pengujian didapatkan kuat tekan untuk W/A =
0; 0,3 dan 1 pada umur 3, 7, 14 dan 28 hari semuanya sebesar 0 MPa dan tidak
mengalami peningkatan sama sekali. Kemudian untuk W/A = 0,5 pada umur 3, 7,
14 dan 28 hari masing-masing sebesar 0, 0, 0 dan 0,1 MPa. Kemudian untukl W/A
= 0,7 pada umur 3, 7, 14 dan 28 hari masing-masing sebesar 0,15; 0,15; 0 dan 0
MPa. Gambar 4.8 di bawah menunjukkan bahwa pada dosis aktivator 25% dengan
W/A = 0; 0,3; 0,5 dan 1 menghasilkan kuat tekan yang sangat kecil bila
dibandingkan dengan W/A = 0,7 dan hingga 28 hari kuat tekannya sedikit
meningkat. Walaupun kuat tekan yang dihasilkan dengan W/A = 0,7 juga sangat
kecil, hal ini menunjukkan bahwa dengan dosis 25% tidak menghasilkan kuat tekan
yang baik karena unsur-unsur pereaksi dalam aktivator seperti Na2O dan SiO2
sangat kurang untuk membentuk reaksi polimerisasi walaupun dengan suhu

IV - 18
perawatan yang cukup tinggi 1000C dan durasi 20 jam. Pada W/A = 0,7 terdapat
sedikit kuat tekan, hal ini disebabkan karena unsur SiO 2 yang mencapai batas
optimum untuk melakukan reaksi polimerisasi dalam mortar geopolimer walaupun
jumlahnya masih sedikit sehingga sedikit menghasilkan kuat tekan.

4.2.4 Hasil Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer Dosis 40% terhadap Umur
Mortar
30
25,87 27,60
25
21,87
Kuat Tekan (MPa)

20 FA40-0
17,28 17,36
16,32 17,44 FA40-0,3
15,73 15,36
15
13,76 FA40-0,5
10 12,16 12,16
FA40-0,7
5,52
5 3,92 4,56 5,68 FA40-1
1,40 0,60 1,45 1,55 Mortar Semen
0 1,07 1,93
0,60 0,87
0 7 14 21 28 35
Umur (Hari)

Gambar 4.8 Hubungan Antara Umur dengan Kuat Tekan Mortar Semen dan
Mortar Geopolimer pada Dosis 40% dan W/A = 0-1

Hasil pengujian kuat tekan untuk mortar geopolimer dengan dosis aktivator
40% dengan W/A = 0-1 dapat dilihat pada Gambar 4.8 di atas. Untuk W/A = 0 kuat
tekan yang dihasilkan justru menurun pada umur 7 hari, yaitu 0,6 MPa dan naik
kembali pada umur 14 dan 28 hari menjadi 1,55 MPa. Kemudian untuk W/A = 0,3
menunjukkan kenaikan yang tidak signifikan mulai dari umur 3 sampai 28 hari
dengan kuat tekan hingga 5,68 MPa, untuk W/A = 0,5 juga menunjukkan kenaikan
yang tidak terlalu signifikan mulai dari umur 3 sampai 28 hari dengan kuat tekan
hingga 15,35 MPa, untuk W/A = 0,7 juga menunjukkan kenaikan yang tidak terlalu
signifikan dan pada umur 7 hari kuat tekannya justru menurun hingga 16,32 MPa
dan berangsur naik kembali pada umur 14 dan 28 hari dengan kuat tekan hingga
17,44 MPa, dan untuk W/A = 1 juga menunjukkan menunjukkan kenaikan yang
tidak terlalu signifikan mulai dari umur 3 sampai 28 hari dengan kuat tekan hingga
1,93 MPa.

IV - 19
Hal ini menunjukkan bahwa dengan dosis 40% sudah mulai menghasilkan
kuat tekan yang cukup baik, pertambahan kuat tekan dari mortar geopolimer yang
tidak terlalu signifikan juga menunjukkan bahwa unsur-unsur pembentuk reaksi
polimer dalam mortar geopolimer sudah bereaksi secara penuh pada saat
dikeluarkan dari oven dengan suhu 1000C dan durasi 20 jam, sehingga pada umur
3 hari hingga 28 hari tidak menunjukkan peningkatan kuat tekan yang signifikan.

4.2.5 Hasil Uji Kuat Tekan Mortar Geopolimer Dosis 55% terhadap Umur
Mortar
30
25,87 27,60
25 24,72
21,68 21,87 24,00
Kuat Tekan (MPa)

20,88 21,84
20 FA55-0
17,68 20,32
18,96 FA55-0,3
15,73
15 14,24 FA55-0,5
13,92
10 12,48 12,48
FA55-0,7

5 3,87 FA55-1
3,33 2,67 3,87
Mortar Semen
0 0,60
0,40 0,27 0,27
0 7 14 21 28 35
Umur (Hari)

Gambar 4.9 Hubungan Antara Umur dengan Kuat Tekan Mortar Semen dan
Mortar Geopolimer pada Dosis 55% dan W/A = 0-1

Hasil pengujian kuat tekan untuk mortar geopolimer dengan dosis aktivator
55%dengan W/A = 0-1 dapat dilihat pada Gambar 4.9 di atas. Untuk W/A = 0 kuat
tekan yang dihasilkan justru menurun pada umur 7 sampai 14 hari hingga 2,67 MPa
dan naik kembali pada umur 28 hari menjadi 3,87 MPa. Kemudian untuk W/A =
0,3 menunjukkan kenaikan yang tidak signifikan mulai dari umur 3 sampai 28 hari
dengan kuat tekan hingga 14,24 MPa, untuk W/A = 0,5 juga menunjukkan kenaikan
yang tidak terlalu signifikan mulai dari umur 3 dan justru menurun pada 7 hari
sebesar 20,88 MPa dan naik kembali pada umur 28 hari dengan kuat tekan hingga
24,72 MPa, untuk W/A = 0,7 juga menunjukkan menunjukkan kenaikan yang tidak
terlalu signifikan mulai dari umur 3 sampai 28 hari dengan kuat tekan hingga 21,84
MPa dan untuk W/A = 1 juga menunjukkan kenaikan yang tidak terlalu signifikan

IV - 20
mulai dari umur 3 dan justru menurun pada 7-14 hari sebesar 0,27 MPa dan naik
kembali pada umur 28 hari dengan kuat tekan hingga 0,6 MPa.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan dosis 55% sudah bisa menghasilkan
kuat tekan yang optimum (dalam hal ini optimum berarti sudah bisa digunakan
sebagai elemen struktural), pertambahan kuat tekan dari mortar geopolimer yang
tidak terlalu signifikan juga menunjukkan bahwa unsur-unsur pembentuk reaksi
polimer dalam mortar geopolimer sudah bereaksi secara penuh pada saat
dikeluarkan dari oven dengan suhu 1000C dan durasi 20 jam, sehingga pada umur
3 sampai 28 hari tidak menunjukkan peningkatan kuat tekan yang signifikan.

IV - 21
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari hasil pengujian kuat tekan mortar geopolimer berbahan dasar abu
terbang, komposisi aktivator yang dapat menghasilkan kuat tekan yang
optimum (sudah bisa digunakan untuk bahan knstruksi struktural) adalah
komposisi aktivator dengan dosis aktivator 40% dengan W/A = 0,5-0,7
dan dosis aktivator 55% dan W/A = 0,3-0,7 dengan kuat tekan mulai dari
14,24 MPa hingga 24,72 MPa.
2. Dosis aktivator yang baik digunakan untuk menghasilkan kuat tekan
mortar geopolimer yang baik adalah dosis 40% - 55%.
3. W/A (Waterglass/Aktivator) yang baik digunakan untuk menghasilkan
kuat tekan mortar geopolimer yang optimum adalah W/A = 0,3 – 0,7.
4. Dari hasil pengujian kuat tekan mortar geopolimer berbahan dasar abu
terbang,dengan hanya menggunakan sodium hidroksida sebagai aktivator
hanya dapat menghasilkan kuat tekan sebesar 3,87 MPa dengan komposisi
dosis aktivator 55% dan W/A = 0.
5. Dari hasil pengujian kuat tekan mortar geopolimer berbahan dasar abu
terbang, dengan hanya menggunakan sodium silikat sebagai aktivator
hanya dapat menghasilkan kuat tekan sebesar 1,93 MPa dengan komposisi
dosis aktivator 40% dan W/A = 1.

5.2 Saran
Setelah melakukan pengujian dan kajian terhadap hasil kuat tekan, maka
rekomendasi-rekomendasi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

1. Pada penelitian selanjutnya yang terkait dengan komposisi aktivator


sebaiknya dosis aktivator yang digunakan ditambah lagi untuk
mendapatkan kuat tekan yang lebih besar.

V-1
2. Pada penelitian selanjutnya yang terkait dengan mortar geopolimer
sebaiknya meneliti tentang pengaruh jumlah air (w/s) dalam mortar
geopolimer terhadap kuat tekan mortar geopolimer.
3. Saat mengambil material fly ash sebaiknya diambil fly ash yang lebih
kering (tidak lembab) dan tidak menggumpal agar saat dicampur menjadi
mortar ataupun beton geopolimer dapat menghasilkan kuat tekan yang
lebih besar.
4. Karena pembuatan mortar ataupun beton geopolimer membutuhkan
ketelitian yang tinggi, maka dalam melakukan pemcampuran, bahan-bahan
yang digunakan harus ditimbang dengan teliti agar tidak terjadi kesalahan
penimbangan.

V-2
DAFTAR PUSTAKA

Adam A.A. (2009). Strength and Durability Properties of Alkali Activated Slag
and Fly Ash-Based Geopolymer Concrete. Thesis. (Unpublished). RMIT
University. Melbourne, Australia.
Adam A.A., Molyneaux T.C.K., Patnaikuni I., and Law D.W. (2007). Strength of
Mortar Containing Activated Slag and Fly Ash. The Fourth International
Structural Engineering and Construction Conference (ISEC-4).
Innovations in Structural Engineering and Construction. Taylor & Francis,
Melbourne.
Adam A.A., Molyneaux T.C.K., Patnaikuni I., Law D.W. (2009). The Effect of
Dosage and Modulus of Actvator on the Strength of Akali Activated Slag
and Fly Ash-Based Geopolymer Mortar. International Conference on
Sustainable Infrastructure and Built Environmet in Developing Countries,
Bandung, Indonesia.
American Society for Testing and Materials. (2003). Standard Specification for
Coal Fly Ash and Raw or Calcined Natural Pozzolan for Use in Concrete.
ASTM Designation: C618-03. Amerika.
Badan Standar Nasional, SNI 03-2460-1991. Spesifikasi Abu Terbang Sebagai
Bahan Tambahan Untuk Campuran Beton, Jakarta.
Badan Standar Nasional, SNI 03-6825-2002. Metode Pengujian Kekuatan Tekan
Mortar Semen Portland Untuk Pekerjaan Sipil, Jakarta.
Davidovits, J. (1994b). Properties of Geopolymer Cements, Proceedings of the 1st
International Conference on Alkaline Cements and Concretes, Kiev State
Technical University, Kiev, Ukraine, pp.131-149
Davidovits, J. (1999). Chemistry of Geopolymeric Systems, Terminology.
Geopolymer. ’99 International Conference, France.
Davidovits, J. (2005). Geopolymer Chemistry and Sustainable Development. The
Poly(sialate) Trminology : A Very Useful and Simple Model for the
Promotion and Understanding of Green-Chemistry. In J. Davidovits (Ed.),

P-1
Geopolymer, Green Chemistry and Sustainable Development Solutions
(pp. 9-15). Saint-Quentin, France: Institut Géopolymère.
Davidovits, J. (2008). Geopolymer Chemistry and applications. Saint-Quentin,
France, Institut Geopolymer.
Fitriani, D.R. (2010). Pengaruh Modulus Alkali Dan Kadar Aktivator Terhadap
Kuat Tekan Fly Ash-Based Geopolymer Mortar. Tugas Akhir. (Tidak
Diterbitkan). Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Hardjito, D. and Rangan, B.V. (2004). Influence Of Aggregate On The
Microstructure Of Geopolymer. Curtin University of Technology. Perth,
Australia.
Hardjito, D. and Rangan, B.V. (2005). Development And Properties Of Low-
Calcium Fly Ash-Based Geopolymer Concrete. Research Report. Curtin
University of Technology. Perth, Australia.
Hermansyah, M.F. (2008). Pembuatan dan Karakteristik Beton Geopolimer
Berbahan Dasar Abu Terbang Dengan Abu dasar Sebagai Agregat Halus.
Skripsi. (Tidak Diterbitkan). Universitas Indonesia, Jakarta.
Himawan A. dan Darma D.S. (2000). Penelitian Awal Metode Self Compacting
Concrete. Tugas Akhir. (Tidak Diterbitkan). Universitas Kristen Petra,
Surabaya.
Jaarsveld, v. J.G.S., Deventer, v. J.S.J., and Lukey, G.C. (2002). The
Characterisation Of Source Materials In Fly Ash-Based Geopolymers.
University of Melbourne, Australia.
Mulyono T (2004). Teknologi Beton. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Pontoh, S. (2009). Analisis Kuat Tekan Beton dengan Aditif Kapur dan Fly Ash
Ex. PLTU MPanau. Tugas Akhir. (Tidak Diterbitkan). Universitas
Tadulako, Palu.
Prasetio, P.P., Kartadinata G., Hardjito D. dan Antoni (2012). Karakteristik
Mortar dan Beton Geopolimer Berbahan Dasar Lumpur Sidoarjo. Skripsi.
Universitas Kristen Petra, Surabaya.

P-2
Sanjaya, A. dan Leoindarto, C.Y. (2011). Komposisi Alkaline Activator dan Fly
Ash Untuk Beton Geopolymer Mutu Tinggi. Skripsi. Universitas Kristen
Petra, Surabaya.
Urip, Ratmaya. (2003). Teknologi Semen dan Beton: Fly Ash, Mengapa
Seharusnya Dipakai pada Beton. PT. Semen Gresik Indonesia dan PT.
Varia Usaha Beton, Gresik
http://www.geopolymer.org/applications/introduction_developments_and_applica
tions_in_geopolymer_2, di akses 16 Februari 2013
http://www.geopolymer.org/Chemical Structure and Applications.htm , di akses
13 Februari 2013
http://www.geopolymer.org/science/chemical-structure-and-applications.htm, di
akses 13 Februari 2013

P-3
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai