Anda di halaman 1dari 136

No.

Inventaris

SKRIPSI

PENGARUH PENGGUNAAN GETAH PINUS DAN ABU BATU


BATA SEBAGAI ASPAL MODIFIKASI TERHADAP
CAMPURAN AC-WC

Untuk Memenuhi Sebahagian Dari Syarat–Syarat


Penulisan Skripsi Jurusan Teknik Sipil

Diusulkan oleh :

ANGGA RENALDI PRAYOGA


180110128

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
2023
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : ANGGA RENALDI PRAYOGA


Nim : 180110128

Dengan ini menyatakan bahwa sesungguhnya di dalam skripsi ini tidak terdapat
bagian atau satu kesatuan yang utuh dari skripsi, tesis, buku atau bentuk lain yang
saya kutip dari karya orang lain tanpa saya sebutkan sumbernya yang dapat
dipandang sebagai tindakan penjiplakan. Sepanjang pengetahuan saya juga tidak
terdapat reproduksi karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain yang dijadikan seolah-olah karya asli saya sendiri. Apabila ternyata
terdapat dalam Tugas Akhir saya bagian-bagian yang memenuhi standar
penjiplakan maka saya menyatakan kesediaan untuk dibatalkan sebahagian atau
seluruh hak gelar kesarjanaan saya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat
dipergunakan seperlunya.

Lhokseumawe, Mei 2023


Saya yang membuat pernyataan

Materai

Rp. 10000

Angga Renaldi Prayoga


Nim. 180110128

i
ii

LEMBAR PENGESAHAN JURUSAN

Judul Tugas Akhir : Pengaruh Penggunaan Getah Pinus dan Abu Batu
Bata Sebagai Aspal Modifikasi Terhadap Campuran
AC-WC.
Nama Mahasiswa : Angga Renaldi Prayoga.
Nomor Induk Mahasiswa : 180110128.
Bidang : Transportasi.
Hari/Tanggal :
Proposal ini merupakan persyaratan untuk penulisan Skripsi pada Program Studi
Teknik Sipil Universitas Malikussaleh.

Lhokseumawe,

Pengusul,

Angga Renaldi Prayoga


NIM. 180110128

Menyetujui,
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Said Jalalul Akbar, ST., MT Dr. Maizuar, ST., M.Sc.Eng


NIP. 197107032002121001 NIP. 197704182003121002

Mengetahui,

Koordinator Prodi Ketua Jurusan

Nura Usrina, ST., MT Dr. Yulius Rief Alkhaly, ST., M.Eng


NIP. 201806199004142001 NIP. 197107072002121001
LEMBAR PENGESAHAN FAKULTAS

Berdasarkan Evalusi Sidang Skripsi Program Strata Satu (S1) Jurusan Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh yang telah diadakan pada tanggal
Mei terhadap mahasiswa:

Nama Mahasiswa : Angga Renaldi Prayoga


Tempat/Tanggal Lahir : Tanjung Pura, 18 April 2000
Nomor Induk Mahasiswa : 180110128
Jurusan : Teknik Sipil
Judul Skripsi : Pengaruh Penggunaan Getah Pinus dan Abu Batu
Bata Sebagai Aspal Modifikasi Terhadap Campuran
AC-WC.
Pembimbing Utama : Said Jalalul Akbar, ST., MT
Pembimbing Pendamping : Dr. Maizuar, ST., M.Sc.Eng

Menetapkan bahwa mahasiswa tersebut diatas telah memenuhi persyaratan


akademik yang diperoleh untuk mendapatkan Ijazah Sarjana Program Strata Satu
(S1) pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh.

Disetujua/Disahkan oleh, Diperiksa/Disetujui oleh,


Dekan Fakultas Teknik Ketua Jurusan Teknik Sipil

Dr. Muhammad, ST., M. Sc Dr. Yulius Rief Alkhaly, ST., M.Eng


Nip. 196805252002121004 NIP. 197107072002121001

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Subhanahu wa ta'ala yang telah melimpahkan


berkat dan rahmat-Nya, sehingga proposal skripsi dapat terselesaikan dengan tepat
waktu. Shalawat berangkaikan salam disanjung sajikan kepada Nabi besar
Muhammad Shallallahu alaihi wassalam yang telah menuntun kita ke alam yang
penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Malikussaleh Bapak Prof. Dr. Herman Fithra, ST., MT.,
IPM, ASEAN, Eng.
2. Dekan Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh Bapak Dr. Muhammad, ST.,
M. Sc.
3. Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Malikussaleh Bapak Yulius Rief
Alkhaly, ST., M.Eng.
4. Ketua Prodi Teknik Sipil Universitas Malikussaleh Ibu Nura Usrina, ST., MT.
5. Pembimbing Utama Bapak Said Jalalul Akbar, ST., MT.
6. Pembimbing Pendamping Bapak Dr. Maizuar, ST., M.Sc, Eng.
7. Ketua Penguji Bapak T.M Ridwan, ST., MT.
8. Anggota Penguji Bapak Syibral Malasyi, ST., MT.
9. Seluruh tenaga pengajar, staff dan Teknisi Prodi Teknik Sipil Universitas
Malikussaleh.
Penulis menyadari bahwa proposal skripsi ini masih memiliki banyak
kekurangan dan keterbatasan ilmu pengetahuan. Karena itu kritik dan saran yang
membangun sangat dibutuhkan untuk dapat melakukan perbaikan karya ilmiah
lainnya.
Lhokseumawe,

Angga Renaldi Prayoga


NIM. 180110128

iv
LEMBAR PERSEMBAHAN

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT.
Taburan cinta dan kasih sayang-Mu telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan
ilmu serta memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau
berikan akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam
selalu terlimpahkan keharibaan Rasulullah Muhammad SAW

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang sangat kusayangi;


Ibunda dan Ayahanda Tercinta
Sebagai tanda bakti, hormat dan rasa terima kasih yang tiada terhingga
kupersembahkan karya kecil ini kepada Ibu (Roslaini) dan Ayah (Suparrudin) yang telah
memberikan kasih sayang, secara dukungan, ridha dan cinta kasih yang tiada terhingga
yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata
persembahan. Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat Ibu dan Ayah bahagia
karena kusadar selama ini belum bisa berbuat lebih. Untuk Ibu terimakasih selalu
menyirami kasih sayang, selalu mendoakanku, membimbing dan memotivasi selama
akhir hidup, dan Ayah yang membuatku termotivasi atas usaha dan kerja kerasnya
sampai aku selesai kuliah. Terima kasih, Ibu. Terima kasih, Ayah

Keluarga Besar
Terimakasih untuk (Keluarga Besar) selalu memberikan motivasi, nasihat,
waktu, pikiran, tenaga serta dukungan yang membuatku semangat untuk
menyelesaikan skripsi. Semoga doa dan semua hal yang terbaik yang kalian
berikan menjadikanku orang yang baik pula.

TEMAN – TEMAN
Teman seperjuanganku Teknik Sipil angkatan 2018 yang banyak memberikan
dukungan pada penulis dalam menjalanin masa-masa sulit dan senang
perkuliahan.

v
vi

DOSEN PEMBIMBING DAN DOSEN PENGUJI


Izinkan saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Bapak. Said
Jalalul Akbar, ST., MT dan Bapak. Dr. Maizuar, ST., M.Sc.Eng yang sudah
banyak membantu saya selama ini, atas nasehat, ilmu dan arahannya kepada
saya hingga skripsi ini dapat terselesaikan, dan terimakasih saya ucapkan juga
kepada Ketua Penguji Bapak T.M Ridwan, ST., MT dan Bapak Syibral Malasyi,
ST., MT yang telah memberikan kritik dan sarannya dalam penulisan skripsi ini.
PENGARUH PENGGUNAAN GETAH PINUS DAN ABU BATU
BATA SEBAGAI ASPAL MODIFIKASI TERHADAP
CAMPURAN AC-WC

Oleh : Angga Renaldi Prayoga


Nim : 180110128

Pembimbing Utama : Said Jalalul Akbar, ST., MT


Pembimbing Pendamping : Dr. Maizuar, ST., M.Sc.Eng
Ketua Penguji : T.M Ridwan, ST., MT
Anggota Penguji : Syibral Malasyi, ST., MT

ABSTRAK

Jalan dengan lalu lintas yang berat haruslah mempunyai struktur perkerasan yang
kuat dan mampu menahan beban lalu lintas dengan baik, salah satunya pada
lapisan Asphalt Concret-Wearing Course (AC-WC). Salah satu alternatif untuk
meningkatkan kualitas perkerasan dengan memodifikasi campuran bahan
penyusun dapat menjadi solusi untuk meningkatkan mutu dan lapisan perkerasan
agar lapisan aspal beton terhindar dari kerusakan dini. Bahan yang dapat
digunakan kedalam campuran beraspal untuk menghasilkan perkerasan yang kuat
diantaranya getah pinus dan abu batu bata. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui bagaimana pengaruh penggunaan getah pinus dan abu batu bata yang
dapat digunakan sebagai bahan tambah dan substitusi terhadap karakteristik
marshall pada campuran AC-WC. Campuran aspal beton AC-WC salah satu
lapisan permukaan pada kontruksi perkerasan lentur jalan raya, metode yang
digunakan pada penelitian ini adalah experimental. Rancangan penelitian meliputi
tahapan persiapan bahan berupa agregat, sapal, filler abu batu bata dan bahan
tambah getah pinus, kemudian membuat benda uji menggunakan kadar aspal 4%
4,5% 5% 5,5% 6% dan dilakukan pengujian marshal untuk memperoleh Kadar
Aspal Optimum (KAO). Kedua membuat benda uji KAO dengan getah pinus dan
abu batu bata pada kadar 0%, 1%, 2%, 3%, dan 4% dengan cara diuji marshall
untuk mendapatkan hasilnya. Hasil penelitian yang telah dilakukan dengan kadar
variasi 1%, 2%, 3%, dan 4% didapat hasil nilai stabilitas memiliki nilai tertinggi
pada variasi 3% dan 4% yaitu sebesar 1986,1 kg dan 1952,1 kg. Dapat
disimpulkan bahwa getah pinus dan abu batu bata dapat dimanfaatkan sebagai
bahan tambah dan substitusi pada aspal dengan variasi 3% dan 4%

vii
viii

Kata Kunci : AC-WC, Bahan Tambah Aspal, Polimer ABS, Parameter


Marshall
DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS


LEMBAR PENGESAHAN JURUSAN................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN FAKULTAS...........................................................iii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iv
LEMBAR PERSEMBAHAN................................................................................v
ABSTRAK.............................................................................................................vi
DAFTAR ISI.........................................................................................................vii
DAFTAR TABEL.....................................................................................................
DAFTAR GAMBAR................................................................................................
DAFTAR NOTASI DAN ISTILAH.......................................................................

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian..............................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................2
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian............................................2
1.6 Metode Penelitian.............................................................................3

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN...............................................................4


2.1 Aspal (Asphalt).................................................................................4
2.1.1 Lapisan Aspal Beton...............................................................5
2.2 Agregat.............................................................................................6
2.3 Bahan Pengisi (Filler)......................................................................9
2.4 Getah Pinus.....................................................................................10
2.5 Abu Batu Bata................................................................................10
2.6 Pengujian Sifat Fisis Material........................................................11
2.6.1 Pengujian berat jenis dan penyerapan agregat......................11
2.6.2 Pengujian analisa saringan....................................................12
2.6.3 Pengujian berat isi agregat....................................................13
2.7 Pengujian Marshall (Marshall Test)..............................................13

ix
x

2.7.1 Kerapatan (density)...............................................................13


2.7.2 Void Filled With Asphalt (VFA)...........................................14
2.7.3 Void in Mineral Aggregate (VMA)......................................14
2.7.4 Void In the Mix (VIM)..........................................................15
2.7.5 Stabilitas Marshall (marshall stability)................................15
2.7.6 Kelelehan (flow)....................................................................16
2.7.7 Marshall quotient..................................................................16

BAB III METODE PENELITIAN....................................................................17


3.1 Lokasi Penelitian............................................................................17
3.1.1 Persiapan bahan....................................................................18
3.1.2 Persiapan peralatan...............................................................20
3.2 Metode Pengumpulan Data............................................................29
3.2.1 Data primer...........................................................................29
3.2.2 Data sekunder........................................................................30
3.3 Tahap Pengolahan Data..................................................................31
3.4 Tahap Analisa Data........................................................................31
3.4.1 Pemeriksaan sifat fisis material............................................31
3.4.2 Perencanaan pembuatan mix design......................................33
3.4.3 Variasi benda uji...................................................................34
3.4.4 Pembuatan benda uji.............................................................34
3.4.5 Pengujian benda uji...............................................................35
3.5 Penelusuran Penelitian Terdahulu..................................................35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................45


4.1 Hasil................................................................................................45
4.1.1 Pemeriksaan sifat fisis material............................................45
4.1.2 Benda uji...............................................................................49
4.1.3 Parameter marshall KAO.....................................................55
4.1.4 Parameter marshall variasi...................................................60
4.2 Pembahasan....................................................................................66
4.2.1 Kadar aspal optimum (KAO)................................................67
4.2.2 Karakteristik Marshall Campuran Aspal Ac-Wc
Menggunakan Getah Pinus Dan Abu Batu Bata...................67

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................72


5.1 Kesimpulan.....................................................................................72
5.2 Saran...............................................................................................72

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................73

LAMPIRAN A PERHITUNGAN.......................................................................75
A.1 Sifat Fisis Material.........................................................................75
A.1.1 Agregat kasar.......................................................................75
A.1.2 Agregat halus........................................................................83
A.2 Pembuatan benda uji......................................................................91
A.2.1 Penentuan gradasi campuran.................................................91
A.2.2 Benda uji...............................................................................92
A.3 Parameter Marshall........................................................................95
A.3.1 Density..................................................................................95
A.3.2 Void Mineral Aggregate (VMA)..........................................96
A.3.3 Void In The Mix....................................................................97
A.3.4 Void filled With Asphalt (VFA)............................................98
A.3.5 Stabilitas...............................................................................99
A.3.6 Kelelehan plastis (flow)....................................................100
A.3.7 Marshall Quotient (MQ)....................................................100

LAMPIRAN B TABEL......................................................................................102

LAMPIRAN C GAMBAR.................................................................................108

LAMPIRAN D BIODATA MAHASISWA......................................................115

xi
xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Ketentuan sifat-sifat campuran laston (AC)


Tabel 2.2 Ketentuan agregat kasar
Tabel 2.3 Ketentuan agregat halus
Tabel 2.4 Gradasi agregat untuk campuran aspal
Tabel 3.1 Data primer
Tabel 3.2 Data sekunder
Tabel 3.3 Variasi benda uji
Tabel 3.4 Penelusuran penelitian terdahulu
Tabel 4.1 Hasil
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan berat jenis dan penyerapan air batu pecah 3/8
Tabel 4.3 Hasil pemeriksaan berat jenis dan penyerapan air pasir
Tabel 4.4 Hasil penyerapan berat jenis dan penyerapan air dust
Tabel 4.5 Hasil penyerapan berat isi agregat
Tabel 4.6 Penentuan gradasi campuran
Tabel 4.7 Perkiraan kadar aspal
Tabel 4.8 Komposisi aspal beton 4% KAO
Tabel 4.9 Komposisi aspal beton 4,5% KAO
Tabel 4.10 Komposisi aspal beton 5% KAO
Tabel 4.11 Komposisi aspal beton 5,5% KAO
Tabel 4.12 Komposisi aspal beton 6% KAO
Tabel 4.13 Komposisi aspal beton variasi 0%
Tabel 4.14 Komposisi aspal beton variasi 1%
Tabel 4.15 Komposisi aspal beton variasi 2%
Tabel 4.16 Komposisi aspal beton variasi 3%
Tabel 4.17 Komposisi aspal beton variasi 4%
Tabel 4.18 Hasil pengujian marshall untuk nilai KAO
Tabel 4.19 Grafik parameter marshall
Tabel 4.20 Hasil pengujian marshall variasi
Tabel 4.21 Grafik variasi parameter marshall
Tabel 4.22 Hasil pengujian parameter marshall
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Agregat halus


Gambar 3.2 Agregat kasar
Gambar 3.3 Semen Portland tipe I
Gambar 3.4 Aspal
Gambar 3.5 Getah pinus
Gambar 3.6 Abu batu bata
Gambar 3.7 Saringan
Gambar 3.8 Shieve shaker
Gambar 3.9 Oven
Gambar 3.10 Timbangan 1 gr
Gambar 3.11 Timbangan 0,1 gr
Gambar 3.12 Kerucut dan penumbuk
Gambar 3.13 Silinder dan batang besi pemadat
Gambar 3.14 Donagen
Gambar 3.15 Piknometer dan plat kaca
Gambar 3.16 Cetakan benda uji
Gambar 3.17 Marshall hammer
Gambar 3.18 Ejector
Gambar 3.19 Waterbath
Gambar 3.20 Thermometer
Gambar 3.21 Wajan
Gambar 3.22 Sutil
Gambar 3.23 Kompor gas
Gambar 3.24 Mesin tekan (desak)
Gambar 4.1 Grafik gradasi campuran
Gambar 4.2 Grafik density KAO
Gambar 4.3 Grafik Void In Mineral Aggregate (VMA) KAO
Gambar 4.4 Grafik Void In The Mix (VIM) KAO
Gambar 4.5 Grafik Void Filled With Asphalt (VFA) KAO
Gambar 4.6 Grafik stabilitas KAO

xiii
xiv

Gambar 4.7 Grafik Flow KAO


Gambar 4.8 Grafik Marshall Quotient (MQ) KAO
Gambar 4.9 Grafik density variasi
Gambar 4.10 Grafik variasi VMA
Gambar 4.11 Grafik variasi VIM
Gambar 4.12 Grafik variasi VFA
Gambar 4.13 Grafik stabilitas variasi
Gambar 4.14 Grafik flow variasi
Gambar 4.15 Grafik Marshall Quotient (MQ) variasi
DAFTAR NOTASI DAN ISTILAH

AC-WC : Asphalt Concrete -Wearing Course.


Agregat : Formasi kulit yang keras dan padat.
Agregat Kasar : Agregat dengan butir lebih besar dari saringan No. 8.
Agregat Halus : Agregat dengan butir lebih kecil dari saringan No. 8.
Aspal : Lapisan perekat dengan utama bitumen.
Filler : Partiker halus yang lolos saringan No. 200.
Base Course : Lapisan pondasi atas.
Bitumen : Cairan aspal hasil persenyawaan hidrogen dan
hidrokarbon.
Bj : Berat Jenis.
Pb : Kadar aspal tengah
Dust : Abu dan batu
Cm : Centimeter.
Bulk : Berat jenis agregat dalam keadaan kering
Bleeding : Jenis kerusakan jalan akibat aspal yang terlalu tebal
Density : Tingkat kepadatan campuran setelah dipadatkan.
Durabilitas : Kemampuan beton aspal menahan beban lalu lintas.
VFA : Void Filled with Asphalt (Rongga terisi aspal)
VIM : Void in the Mix (Rongga dalam campuran)
Viskoelastisitas : Material yang bersifat viskoelastis
Viskositas : Sifat kekentalan aspal
VMA : Void in Mineral Aggregate (Rongga dalam butiran
agregat)
Deformasi : Perubahan bentuk disebabkan karena tekanan terlalu berat
Fleksibilitas : Kemampuan beton aspal menyesuaikan diri dari
penurunan
Waterbath : Alat untuk perendaman benda uji dengan suhu 600C
Flexible Pavement : Lapisan perkerasan lentur.
Flow : Besarnya bentuk plastis dari beton aspal padat.

xv
xvi

Gradasi : Susunan butir agregat sesuai saringan.


Gsb : Berat jenis bulk total agregat sesuai saringan.
MQ : Marshall Quotient.
Pen : Penetrasi.
Picknometer : Alat untuk menentukan massa jenis dari suatu cairan
Prime Coat : Lapis resap pengikat (Aspal cair)
Stabilitas : Kemampuan lapisan perkerasan menerima beban lalu
lintas
Ejector : Alat untuk melepaskan benda uji setelah dipadatkan
CA : Coarse Aggregate
Ps : Agregat, persen berat total campuran.
OD : Oven Dry (Berat agregat dalam kondisi kering oven).
Hot Mix : Campuran beraspal panas
Surface Course : Lapis permukaan.
Reveling : Pelepasan butiran pada campuran
Quartering : Membagi sample menjadi empat bagian yang sama
Settlement : Kemampuan aspal menyesuaikan diri akibat konsolidasi
Shieve Shaker : Alat penggetar untuk memisahkan partikel kasar dan halus
SNI : Standar Nasional Indonesia
SSD : Saturated Surface Dry (Berat kering permukaan jenuh)
Subbase Course : Lapisan pondasi bawah.
KAO : Kadar Aspal Optimum
Subgrade : Lapisan tanah dasar.
Marshall Hammer : Alat untuk pemadatan benda uji
Mix Design : Perencanaan campuran
Apparent : Berat jenis semu
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lapisan perkerasan sering mengalami kerusakan atau kegagalan sebelum
mencapai umur rencana yang dapat dilihat dari kondisi kerusakan fungsional dan
struktural. Masalah kerusakan konstruksi perkerasan jalan yang biasanya terjadi
berupa kurangnya mutu material konstruksi yang digunakan dan dapat pula
disebabkan karna sistem pengolahan yang tidak baik (Sukirman, 1999). Selain itu,
kerusakan perkerasan juga disebabkan oleh kelelehan permukaan, pengaruh
kondisi cuaca dan deformasi yang dikarenakan beban lalu lintas yang berlsebih
(Al-Taher M. G. Et al., 2018).
Aspal modifikasi merupakan aspal yang ditambahkan dengan suatu bahan
tambah yang bertujuan untuk memperpanjang umur pelayanan, umur kelelehan,
dan ketahanan deformasi lapis permukaan akibat berat beban lalu lintas
(Direktorat Jendral Bina Marga, 2017). Dengan kemajuan teknologi pada saat ini
telah banyak penelitian dilakukan demi meningkatkan kinerja campuran aspal
agar lebih tahan terhadap kerusakan (Al-Taher M. G. Et al., 2018).
Pohon pinus (Pinus merkussi) merupakan salah satu jenis pohon industri
yang mempunyai nilai produksi tinggi dan cocok untuk reboisasi. Pohon pinus
berperan penting dalam konservasi lahan, penghasil kayu dan getah. Produksi
gerah pinus di Indonesia cukup besar dan berpotensi untuk terus meningkat
( Coppen and Hone, 1995). Pada tahun 2012, Perum Perhutani memproduksi
101.266 ton getah pinus dari total areal 163.150 hektar hutan pinus (Perhutani,
2012).
Fauzi (2012) menyebutkan bahwa batu bata memiliki sebagian besar silica
sebesar 47% dan aluminium sebesar 47%. Dimana penggunaan silica pada
campuran beraspal dapat mengikatkan potensi durabilitas dan stabilitas campuran
aspal. Widodo (2004) juga mengatakan bahwa didalam batu bata merah memiliki
kandungan SiO2, Al2O2, dan FeO3 dalam jumlah yang banyak lebih dari 70%
sehingga tergolong pozolan aktif.

1
2

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan getah pinus


dan abu batu bata sebagai aspal modifikasi terhadap campuran AC-WC.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan
ditinjau pada penulisan skripsi ini adalah seberapa besar pengaruh getah pinus dan
abu batu bata yang digunakan sebagai aspal modifikasi terhadap campuran AC-
WC.

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian yang ingin di
capai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan getah
pinus dan abu batu bata sebagai aspal modifikasi terhadap campuran AC-WC.

1.4 Manfaat Penelitian


Berdasarkan dari tujuan penelitian, manfaat penelitian yang akan dicapai
dari hasil penelitian adalah mengetahui pengaruh penggunaan getah pinus dan abu
batu bata sebagai aspal modifikasi terhadap campuran AC-WC.

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian


Adapun ruang lingkup dan batasan penelitian sebagai berikut :
1. Aspal yang digunakan berupa aspal dengan penetrasi 60/70.
2. Bahan yang digunakan pada aspal adalah getah pinus dan abu batu bata.
3. Getah pinus dan abu batu bata yang akan ditambahkan pada campuran
aspal dengan variasi kadar getah pinus 1%, 2%, 3%, dan 4%, dari berat
aspal dan variasi kadar abu batu bata 5%, dari berat filler.
4. Material yang digunakan adalah agregat kasar, agregat halus, dust, dan
aspal.
5. Pedoman yang digunakan mengacu pada Spesifikasi Umum Bina Marga
Tahun 2018 Revisi 2.
3

1.6 Metode Penelitian


Pendahuluan yang dilakukan pada penelitian ini adalah diawali dengan
melakukan studi literatur menurut referensi yang menjadi judul proposal skripsi
ini. Penelitian ini dilakukan dengan berbagai tahap mulai dari tahap persiapan
material dan alat, tahap pelaksanaan, pengujian sifat fisis material, sampai tahap
pengolahan data untuk memperoleh hasil penelitian. Material yang digunakan
pada penelitian ini berupa aspal penetrasi 60/70, agregat kasar berupa batu pecah,
agregat halus berupa pasir, semen Portland, dust, getah pinus, dan abu batu bata.
Material yang digunakan diuji sifat fisisnya yang terdiri dari pengujian analisa
saringan, berat jenis agregat kasar dan agregat halus, berat isi agregat kasar dan
agregat halus. Pada penelitian ini semen yang digunakan adalah semen Portland
tipe I. Air yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Laboratorium Teknik
Sipil Universitas Malikussaleh. Agregat kasar yang berupa batu pecah dan agregat
halus yang berupa pasir berasal dari PT. Abad Jaya Sentosa yang beralamat di Jl.
Banda Aceh – Medan Km. 260, Krueng Geukueh, Kab. Aceh Utara. Variasi kadar
getah pinus yang akan digunakan pada penelitian ini adalah 1%, 2%, 3%, dan 4%,
dari berat aspal. Sedangkan variasi untuk abu batu bata yang akan digunakan pada
penelitian ini adalah 5% dari berat filler.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Aspal (Asphalt)


Bitumen adalah zat perekat material (viscous cementitious material),
berwarna hitam atau gelap, berbentuk padat atau semi padat, yang dapat diperoleh
di alam ataupun sebagai hasil produksi. Bitumen dapat berupa aspal, tar, atau
pitch. Aspal dapat diperoleh di alam ataupun merupakan residu dari pengilangan
minyak bumi, tar adalah hasil kondensat dalam destilasi destruktif dari batubara,
minyak bumi, kayu, atau material organik lainnya, sedangkan pitch diperoleh
sebagai residu dari destilasi fraksional tar. Tar dan pitch tidak diperoleh di alam,
namun merupakan produk kimiawi. Dari ketiga jenis bitumen tersebut di atas,
hanya aspal yang umum digunakan untuk sebagai bahan pembentuk perkerasan
jalan, sehingga seringkali bitumen disebut sebagai aspal. Aspal bersifat
termoplastis yaitu mencair jika dipanaskan dan kembali membeku jika temperatur
turun. Sifat ini digunakan dalam proses konstruksi perkerasan jalan. Banyaknya
aspal dalam campuran perkerasan berkisar antara 4 - 10% berdasarkan berat
campuran, atau 10 - 15% berdasarkan volume campuran. (Sukirman, 2016).
Aspal terdiri dari beberapa jenis yaitu aspal keras, aspal cair, aspal emulsi,
aspal alam, yang diuraikan sebagai berikut:
a. Aspal keras merupakan aspal hasil destilasi yang bersifat visko elastis
sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup panas dan
sebaliknya. Aspal yang digunakan dapat berupa aspal keras. penetrasi 60 atau
penetrasi 70 yang memenuhi persyaratan aspal keras. Jenis-jenisnya antara lain
sebagai berikut:
1. Aspal penetrasi rendah 40/55, digunakan untuk kasus jalan dengan
volume lalu lintas tinggi dan daerah dengan cuaca iklim panas.
2. Aspal penetrasi rendah 60/70, digunakan untuk kasus jalan dengan
volume lalu lintas sedang atau tinggi, dan daerah dengan cuaca iklim panas.
3. Aspal penetrasi rendah 80/100, digunakan untuk kasus jalan dengan
volume lalu lintas sedang/rendah dan daerah dengan cuaca iklim dingin.

4
5

4. Aspal penetrasi rendah 100/110, digunakan untuk kasus jalan dengan


volume lalu lintas rendah dan daerah dengan cuaca iklim dingin.
b. Aspal cair merupakan aspal hasil dari pelarutan aspal keras dengan bahan
pelarut berbasis minyak. Aspal cair digunakan untuk keperluan lapis resap
pengikat (prime coat).
c. Aspal emulsi dihasilkan melalui proses pengemulsian aspal keras. Pada proses
ini partikel-partikel aspal padat dipisahkan dan di dispersikan dalam air.

2.1.1 Lapisan Aspal Beton


Lapis Aspal Beton adalah merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan
yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler, dan aspal keras, yang
dicampur, dihampar, dan dipadatkan dalam keadaan pada suhu yang tertentu.
Berdasarkan dengan fungsinya, lapisan aspal beton memiliki 3 macam
campuran yaitu sebagai berikut:
a. Laston sebagai lapis aus, dikenal juga dengan nama AC-WC (Asphalt
Concrete-Wearing Course). Tebal nominal minimum AC-WC adalah 4 cm.
b. Laston sebagai lapis pengikat, dikenal juga dengan nama AC-BC (Asphalt
Cocrete-Binder Course). Tebal nominal minimum AC-BC adalah 6 cm.
c. Lastaston sebagai lapis pondasi, dikenal juga dengan nama AC-Base (Asphalt
Concrete-Base). Tebal nominal minimum adalah 7,5 cm. Seperti diperlihatkan
pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Ketentuan sifat-sifat campuran laston (AC)


Laston
Sifat-sifat Campuran Lapisan Lapisan
Pondasi
Aus Antara
Jumlah tumbukan perbidang 75 112
Rasio Partikel Lolos Min. 1,0
Ayakan 0,075 mm
dengan Kadar Aspal Maks. 1,4
Efektif
Rongga Dalam Min. 3
Campuran (%) Maks. 5
Rongga Dalam Agregat
Min. 15 14 13
(VMA) (%)
Rongga Terisi Aspal Min. 65 65 65
6

Laston
Sifat-sifat Campuran Lapisan Lapisan
Pondasi
Aus Antara
(%)
Stabilitas Marshall (kg) Min. 800 1800
Min. 2 3
Pelelehan (mm)
Maks. 4 6
Stabilitas Marshall Sisa
(%) Setelah Peredaman Min. 90
Selama 24 jam
Rongga Dalam
Campuran (%) Pada
Min. 2
Kepadatan Membal
(refusal)
Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2018

2.2 Agregat
Menurut (Sukirman, 2016) agregat didefinisikan secara umum sebagai
formasi kulit bumi yang keras dan padat. ASTM mendefinisikan agregat sebagai
suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun
berupa fragmen-fragmen. Agregat merupakan komponen utama dari struktur
perkerasan jalan, yaitu 90-95% agregat berdasarkan persentase berat, atau 75-85%
agregat berdasarkan persentase volume. Dengan demikian kualitas perkerasan
jalan ditentukan dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material
lain.
Berdasarkan ukuran butirannya, agregat dapat dibedakan menjadi 2 jenis
yaitu :
A. Agregat kasar
Menurut (Sukirman, 2016), agregat kasar adalah agregat dengan ukuran butir
lebih besar dari saringan No.4 (= 4,75 mm) dan lebih kecil dari ayakan 1½ inci.
Namun berdasarkan (Spesifikasi Umum Bina Marga, 2018), agregat yang
digunakan harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang disyaratkan dibawah ini:
1. Fraksi agregat kasar untuk rancangan campuran adalah yang tertahan
ayakan No.4 (4,75 mm) yang dilakukan secara basah dan harus bersih,
keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki
lainnya.
7

2. Fraksi agregat kasar harus dari batu pecah mesin dan disiapkan dalam
ukuran nominal sesuai dengan jenis campuran yang direncanakan.
3. Agregat kasar harus mempunyai angularitas seperti yang disyaratkan dalam
tabel 2.2 untuk (Spesifikasi Umum Bina Marga, 2018). Angularitas agregat
kasar didefinisikan sebagai persen terhadap berat agregat yang lebih besar
dari 4,75 mm dengan muka bidang pecah satu sama atau lebih.
4. Agregat kasar untuk latasir kelas A dan B boleh dari kerikil yang bersih,
harus
memenuhi persyaratan yang diberikan pada tabel 2.3 (Spesifikasi Umum
Bina Marga, 2018)
5. Agregat kasar pada campuran beraspal berfungsi memberikan kekuatan
yang pada akhirnya mempengaruhi stabilitas dalam campuran, dengan
kondisi saling mengunci dari masing-masing partikel agregat. Agregat kasar
diharapkan menjadikan campuran lebih ekonomis, meningkatkan ketahanan
mortar terhadap kelelehan (flow) dan meningkatkan stabilitas. Ketentuan
agregat kasar menurut (Spesifikasi Umum Bina Marga, 2018) tertera pada
Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Ketentuan agregat kasar


Pengujian Standar Nilai
Kekekalan bentuk agregat terhadap Maks. 12%
SNI 3407:2008
larutan natrium dan magnesium sulfat Maks. 18%
100
Maks. 6%
Campuran AC putaran
Abrasi Modifikasi 500
Maks. 30%
dengan putaran
SNI 2417:2008
mesin Los Semua jenis 100
Maks. 8%
Angeles campuran aspal putaran
bergradasi 500
Maks. 40%
lainnya putaran
Kekekalan agregat terhadap aspal SNI 2439:2011 Min. 95%
Butir pecah pada agregat kasar SNI 7619:2012 95/90
SNI 8287: 2016
Partikel pipih dan lonjong Maks. 10%
Perbandingan 1:5
Material lolos saringan No.200 SNI ASTM C117: Maks. 1%
8

Pengujian Standar Nilai


2012
Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2018

B. Agregat halus
Agregat halus, adalah agregat dengan ukuran butir lebih halus dari saringan
No.4 (= 4,75 mm) dan maksimum yang lolos ayakan No.200 (=0,075 mm)
adalah 10% (Sukirman, 2016). Berdasarkan standar (Spesifikasi Umum Bina
Marga, 2018), agregat yang digunakan harus memenuhi ketentuan-ketentuan
yang disyaratkan:
1. Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau hasil
pengayakan batu pecah yang lolos ayakan No.4 (4,75 mm).
2. Fraksi agregat pecah halus dan pasir harus ditempatkan terpisah dari
agregat kasar.
3. Agregat pecah halus dan pasir harus ditumpuk terpisah dan harus dipasok
ke instalasi pencampuran aspal sehingga gradasi gabungan dan
persentase pasir didalam campuran dapat dikendalikan dengan baik.
4. Pasir alam dapat digunakan dalam campuran Asphalt Concrete sampai
suatu batas yang tidak melampaui 15% terhadap berat total campuran.
Agregat halus harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan pada
Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Ketentuan agregat halus


Pengujian Standar Nilai
Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min 50%
Angularitas dengan Uji Kadar Rongga SNI 03-6877-2002 Min. 45

Gumpalan Lempung dan Butir-butir SNI 03-4141-1996 Maks. 1%


mudah Pecah dalam Agregat

Agregat Lolos Ayakan No.200 SNI ASTM C117:


Maks. 10%
2012
Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga, 2018

C. Gradasi Agregat
9

Gradasi agregat merupakan distribusi partikel-partikel agregat berdasarkan


ukuran dan sangat penting untuk menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi
agregat dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu agregat yang bergradasi
baik dan agregat yang bergradasi buruk (Sukirman, 2003). Gradasi agregat
mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran dan menentukan work ability
(sifat mudah dikerjakan) dan stabilitas campuran. Gradasi agregat ditentukan
oleh pengujian analisa saringan, di mana agregat atau benda uji harus melalui
satu set saringan. Saringan tersebut disusun berdasarkan ukuran saringan.
Gradasi agregat dinyatakan dalam persentase berat masing-masing agregat
yang lolos pada saringan tertentu. Persentase ini ditentukan dengan menimbang
masing-masing saringan. Seperti diperlihatkan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Gradasi agregat untuk campuran aspal

% Berat yang lolos terhadap total agregat dalam


campuran
Ukuran ayakan (mm)
Laston
WC BC Base
11/2” 37,5 100
1” 25 100 90-100
3
/4 19 100 90-100 76-90
1
/2” 12,5 90-100 75-90 60-78
3/8” 0,5 77-90 66-82 52-71
No. 4 4,75 53-69 46-64 35-54
No. 8 2,36 33-53 30-49 23-41
No. 16 1,18 21-40 18-38 13-30
No. 30 0,6 14-30 12-28 10-22
No. 50 0,3 9-22 7-20 6-15
No. 100 0,15 6-15 5-13 4-10
No. 200 0,075 4-9 4-8 3-7
Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2018.

2.3 Bahan Pengisi (Filler)


Bahan pengisi (filler) dalam campuran aspal beton adalah bahan yang lolos
saringan No.200 (0,075 mm) (Ramdhani, Suhanggi and Rhoma, 2018). Fungsi
filler adalah:
10

1. Bahan pengisi (filler) dalam campuran aspal beton adalah bahan yang lolos
saringan No.200 (0,075 mm).
2. Mengisi ruang antar agregat halus dan kasar serta meningkatkan kepadatan
dan stabilitas.
3. Mengisi rongga dan menambah bidang kontak antar butir agregat sehingga
dapat meningkatkan kekuatan campuran.
4. Bila dicampur dengan aspal, filler akan membentuk bahan pengikat yang
berkonsistensi tinggi sehingga mengikat butiran agregat secara bersamaan.
5. Mengurangi rongga udara (air void).

2.4 Getah Pinus


Getah pinus adalah zat cair pekat yang berasal dari pohon pinus (pinus sp).
Getah pinus yang akan digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil
penyadapan di kota Takengon. Hasil dari produksi getah pinus yang akan diolah
oleh perum perhutani menghasilkan Gondorukem dan Terpentin. Gondorukem
pada umumnya sering digunakan sebagai bahan campuran pada bahan obat-
obatan, kosmetik, minyak gosok, aroma, dan parfum. Sedangkan Terpentin sering
digunakan sebagai bahan baku perekat, terpentin resin, dan tinta printer.
(SYAMSI FAJRI, N., SUKIRMAN,S., ZURNI. R.).
Pohon pinus (pinus merkussi) merupakan salah satu pohon industri yang
mempunyai nilai produksi tinggi dan cocok untuk reboisasi. Tinggi dari pohon
pinus ini bisa mencapai 35 meter. Pohon pinus berperan penting dalam konservasi
lahan, penghasil kayu, dan getah (Ratna Yuniarti, 2015). Pada tahun 2012, Perum
Perhutani memproduksi 101.266 ton getah pinus dari total areal 163.150 hektar
hutan pinus (Perhutani, 2012).
Getah Pinus yang diperoleh dari hasil sadapan dari pohon pinus merkussi
memiliki daya ikat yang kuat sehingga ketika digunakan sebagai modifikasi pada
aspal menghasilkan campuran aspal yang lebih kuat menerima pembebanan
dibandingkan dengan campuran yang menggunakan aspal konvensional (Yuniarti,
2019). Penggunaan gerah pinus sebagai modifikasi pada aspal juga menghasilkan
11

nilai indeks kekuatan sisa lebih besar yang berarti campuran tersebut lebih tahan
terhadap rendaman air (Yuniarti dkk., 2015).

2.5 Abu Batu Bata


Batu bata merupakan batu yang dibuat untuk keperluan konstruksi seperti
pembuatan dinding dan tembok. Tanah liat sebagai bahan dasar pembuatan batu
bata mengalami proses pembakaran dengan temperature yang sangat tinggi diatas
8000c hingga mengeras seperti batu (Wulandari, 2011).
Banyak penelitian yang memanfaatkan abu batu bata sebagai filler untuk
perkerasan jalan maupun untuk keperluan konstruksi bangunan beton karena
sifatnya yang keras dan tahan terhadap kuat tekan. Menurut Fauzi (2012) batu
bata merah memiliki kandungan silica sebesar 47%, dan alumina sebesar 47%
dimana pada penelitian yang dilakukan oleh Ambarawati dan Arifin (2009)
mengatakan bahwa penggunaan silica dalam campuran beraspal dapat
meningkatkan potensi stabilitas dan durabilitas dari campuran beraspal.

2.6 Pengujian Sifat Fisis Material


Pengujian sifat fisis material dilakukan sebelum memasuki tahapan
pembuatan benda uji aspal AC-WC. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk
mengetahui karakteristik dari bahan-bahan yang digunakan sebagai penyusun
aspal AC-WC. Pengujian ini meliputi berat isi agregat, berat jenis agregat kasar
dan agregat halus serta analisa saringan.

2.6.1 Pengujian berat jenis dan penyerapan agregat


Pengujian ini dilakukan berdasarkan SNI 1970-2008, di mana menurut SNI
1970:2008 berat jenis terbagi menjadi 3 yaitu: berat jenis bulk, berat jenis SSD,
dan berat jenis semu.
1. Berat jenis Bulk (bulk spesifikasi gravity), adalah berat jenis dengan
memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan seluruh volume
agregat. Dapat dihitung menggunakan persamaan 2.1 dan 2.2.
Bk
Berat jenis bulk(agregat kasar )= ..................................................(2.1)
(Bj−Ba)
12

Bk
Berat jenis bulk(agregat halus)= ...........................................(2.2)
( B+ BJ−BT )

2. Berat jenis kering permukaan (saturated surface dry), adalah perbandingan


antara berat agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu. Dapat
dihitung dengan persamaan 2.3 dan 2.4.
Bj
Berat jenis kering permukaan (agregat kasar)= ...........................(2.3)
(Bj−Ba)
Bj
Berat jenis kering permukaan (agregat halus)= .....................(2.4)
(B+ BJ−BT )

3. Berat jenis semu (apparent specific gravity) adalah berat jenis dengan
memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering, dan agregat volume
yang dapat diserapi oleh air. Dapat disimpulkan dengan persamaan 2.5 dan 2.6.
Bk
Berat jenis semu ( agregat kasar )= .................................................(2.5)
( Bk−Ba )

Bk
Berat jenis semu ( agregat halus )= ..........................................(2.6)
( B+ BK −BT )

Agregat berpori berguna untuk menyerap aspal, sehingga terjadi ikatan yang
baik antara aspal dan agregat. Tetapi pori yang terlalu besar akan menyebabkan
aspal cepat pecah serta memungkinkan terjadi degradasi. Degradasi merupakan
kondisi yang tidak diinginkan pada perkerasan jalan. Banyaknya pori diperkirakan
dari banyaknya air yang terserap agregat dengan menggunakan persamaan
berikut, dengan penyerapan dibatasi sebesar ≤ 3% untuk lapis permukaan
(Sukirman, 2003).

(Bj−Bk )
Penyerapan ( absorpsi ) air= ×100.............................................(2.7)
Bk

di mana : Bk = berat benda uji kering oven (gr)


Bj = berat benda uji kering permukaan jenuh (gr)
Ba = berat benda uji dalam air (gr)
13

BT = berat picnometer + air + plat kaca + benda uji (gr)


B = berat picnometer + air + plat kaca (gr)

2.6.2 Pengujian analisa saringan


Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memperoleh distribusi butiran besar
atau jumlah persentase butiran baik agregat halus maupun agregat kasar.
Pemeriksaan ini akan berpedoman dan mengacu pada SNI 03-1968-1990.
Berat tertahan
Persentase tertahan= × 100……....(2.8)
Jumlah berat tertahan
100−Persentase tertahan
Persentase lolos komulatif = ×10 ...........(2.9)
100
Total tertinggal komulatif
Modulus halus Butir ( MHB )= .................(2.10)
100

2.6.3 Pengujian berat isi agregat


Berat isi agregat adalah perbandingan berat isi wadah, semakin berat isi
agregat akan menghasilkan stabilitias yang tinggi dan memberikan rongga antara
butiran yang kecil (Sukirman, 2003). Untuk mencari berat isi agregat dapat
menggunakan persamaan 2.11.

W
Berat isi agregat = .............................................................................(2.11)
V

di mana: W = berat benda uji (kg)


V = isi wadah (cm3)

2.7 Pengujian Marshall (Marshall Test)


Pengujian kinerja beton aspal padat dilakukan melalui pengujian Marshall,
yang dikembangkan pertama kali oleh Bruce Marshall dan dilanjutkan oleh U.S.
Corps. Engineer (Setiawan, 2008).
Menurut (Spesifikasi Umum Bina Marga 2018) nilai stabilitas minimal pada
campuran beraspal adalah sebesar 800 kg dan besar nilai kelelehan sebesar 2-4
mm. Sifat-sifat campuran aspal beton dapat dilihat dari parameter-parameter
berikut ini:
14

2.7.1 Kerapatan (density)


Kerapatan (density) merupakan tingkat kerapatan campuran setelah
didapatkan. Semakin tinggi nilai density suatu campuran menunjukkan bahwa
semakin rapat kepadatan dari campuran aspal. Nilai density dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti gradasi campuran, jenis dan kualitas bahan penyusun,
faktor pemadatan baik dalam jumlah pemadatan maupun temperatur pemadatan,
penggunaan kadar aspal dan penambahan bahan additif pada campuran aspal.
Penentuan kerapatan didapatkan dengan persamaan 2.13 dan 2.14.

g=c /f .…………………………………………..……………..... (2.13)


f =d −e .....……………………………………………………...… (2.14)
di mana : g = Nilai kepadatan (gr/cm3)
c = Berat kering / sebelum direndam (gr)
d = Berat benda uji jenuh air (gr)
e = Berat benda uji dalam air (gr)
f = Volume benda uji (cm3)
2.7.2 Void Filled With Asphalt (VFA)
Void Filled With Asphalt (VFA) merupakan persentase rongga yang terisi
aspal pada campuran setelah mengalami proses pemadatan atau persen rongga
yang terdapat diantara partikel agregat yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal
yang diserap oleh argegat. Untuk mencari presentase rongga yang terisi pada aspal
dapat dicari menggunakan rumus VFA seperti persamaan 2.15.

VMA−VIM
VFA= 100 …………………………………………….……
VMA
(2.15)

di mana : VFA = rongga udara yang terisi aspal, persentase dari VMA (%)
VMA = rongga udara pada agregat, presentase volume total (%)
VIM = rongga udara pada campuran setelah pemadatan (%)

2.7.3 Void in Mineral Aggregate (VMA)


15

Void in Mineral Aggregate (VMA) adalah rongga diantara partikel agregat


pada suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak
termasuk volume aspal yang diserap agregat). Perhitungan VMA terhadap
campuran seperti persamaan 2.16.

Gmb x PS
VMA= 100 - ………………………………………………....
Gsb
(2.16)

di mana : VMA = Rongga dalam agregat mineral (persen volume curah).


Gsb = Berat jenis curah agregat.
Ps = Agregat, persen berat total campuran.
Gmb = Berat jenis curah campuran padat (ASTM D 2726).

2.7.4 Void In the Mix (VIM)


Void In the Mix (VIM) merupakan persentase rongga yang terdapat dalam
total campuran. Nilai VIM berpengaruh terhadap keawetan lapis perkerasan,
semakin tinggi nilai VIM menunjukkan semakin besar rongga dalam campuran
sehingga campuran bersifat poros (berongga).
Hal ini mengakibatkan campuran kurang rapat sehingga air dan udara
mudah masuk kedalam rogga campuran aspal, sehingga aspal mudah teroksidasi
yang menyebabkan lekatan antara butiran berkurang dan terjadi pelepasan butiran
(reveling) serta pengelupasan pada lapisan permukaan. Volume rongga dalam
campuran dapat ditentukan dengan persamaan 2.17.

Gmm−Gmb
VIM =100 ………………………………………..………
Gmm
(2.17)

dimana : VIM = Rongga udara dalam campuran padat, persen dari total
volume.
Gmm = Berat jenis maksimum campuran
16

Gmb = Berat jenis curah campuran padat

2.7.5 Stabilitas Marshall (marshall stability)


Stabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan deformasi
akibat beban yang bekerja tanpa mengalami deformasi permanen seperti
gelombang, alur ataupun bleeding yang dinyatakan dalam satuan kg atau lb. Nilai
stabilitas diperoleh dari hasil pembacaan langsung pada alat marshall test sewaktu
melakukan pengujian marshall. Nilai stabilitas yang terlalu tinggi akan
menghasilkan perkerasan yang terlalu kaku sehingga tingkat keawetannya
berkurang. Rumus untuk menentukan stabilitas marshall seperti persamaan 2.18.
s = ( p x q x r )……………….…………………..…….….…….…….(2.18)

di mana : s = Nilai stabilitas.


p = Pembacaan jarum dial.
q = Kalibrasi alat Marshall.
r = Angka koreksi benda uji

2.7.6 Kelelehan (flow)


Flow adalah besarnya deformasi vertikal sampel yang terjadi mulai saat
awal pembebanan sampai kondisi kestabilan maksimum sehingga sampel hancur.
Seperti halnya cara memperoleh nilai stabilitas, nilai flow merupakan nilai dari
masing-masing yang ditunjukkan oleh dial. Hanya saja jarum dial flow biasanya
dalam stuan 0.01mm. suatu campuran yang memiliki kelelehan yang rendah akan
lebih kaku dan kecenderungan untuk mengalami retak dini pada usia
pelayanannya. Nilai flow dipengaruhi oleh kadar aspal dan viskositas aspal,
gradasi, suhu dan jumlah pemadatan. Semakin tinggi nilai flow, maka campuran
akan semakin elastis. Sedangkan nilai flow rendah, maka campuran sangat
potensial terhadap retak. Untuk mencari nilai flow dapat menggunakan persamaan
2.19.

Nilai flow = Nilai pembacaanarloji pada alat Marshall … ………(2.19)


17

2.7.7 Marshall quotient


Marshall quotient merupakan hasil bagi anatara stabilitas dengan
kelelehan. Semakin tinggi nilai marshall quotient, maka kemungkinan akan
semakin tinggi kekuatan suatu campuran dan semakin rentan campuran tersebut
terhadap keretakan. Untuk mendapatkan nilai marshall quotient dapat
menggunakan persamaan 2.20.

stabilitas
Marshall quotient = ……………….………..….……..…. (2.20)
flow
BAB III
METODE PENELITIAN

Tahapan pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan melakukan studi


literatur berdasarkan referensi seperti jurnal dan buku yang sesuai dengan
campuran Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC). Persiapan material yang
digunakan seperti aspal dengan penetrasi 60/70, agregat kasar berupa batu pecah
ukuran 3/4 dan 3/8, agregat halus berupa pasir dan abu batu (dust), filler (semen
Portland tipe I) serta getah pinus dan abu batu bata. Pengujian sifat fisis pada
material dilakukan pada agregat kasar dan agregat halus. Agregat kasar dilakukan
pengujian sifat fisis yaitu pengujian berat jenis dan penyerapan agregat, berat
volume padat dan berat volume gembur agregat kasar, serta pengujian analisa
saringan agregat kasar. Pada pengujian sifat fisis agregat halus meliputi pengujian
berat volume, padat dan gembur agregat halus, kadar air agregat halus, berat jenis
dan pengujian analisa saringan. Setelah hasil dari pengujian sifat fisis material
memenuhi spesifikasi Umum Bina Marga 2018 untuk campuran aspal, maka
dilakukan perhitungan mix design. Pembuatan benda uji dilakukan dengan
memasukkan variasi getah pinus yang digunakan sebesar 1%, 2%, 3%, dan 4%,
dari berat aspal serta variasi abu batu bata yang digunakan sebesar 5% dari berat
agregat. Kemudian setelah melakukan pembuatan benda uji dengan memasukkan
getah pinus dan abu batu bata dengan variasi kadar aspal dan variasi kadar filler
yang telah ditentukan, selanjutnya adalah tahap perendaman benda uji kedalam
bak perendaman selama 30 menit dan 24 jam. Setelah perendaman benda uji,
dilakukan pengujian marshall untuk mendapatkan nilai-nilai parameter marshall
seperti kerapatan (density), stabilitas, rongga terisi aspal (VFA), rongga antar
butiran agregat (VMA), rongga dalam campuran (VIM), flow dan marshall
quotient. Pengolahan data sesuai dengan rumus persamaan marshall, sehingga
dapat dihasilkan kesimpulan serta saran dan penelitian selesai.

3.1 Lokasi Penelitian

17
Pada penelitian ini untuk material yang digunakan didapat dari berbagai
tempat seperti aspal dengan penetrasi 60/70, agregat kasar berupa batu pecah dan
agregat halus berupa pasir serta abu batu (dust) diperoleh dari PT. Abad Jaya
Abadi Sentosa, Jl. Banda Aceh – Medan Km. 260, Krueng Guekueh, Kab. Aceh
Utara. Semen Portland tipe 1 dibeli dari toko bangunan sekitar Lhokseumawe,
Aceh Utara. Getah pinus diperoleh dari Takengon, Aceh Tengah. Dan abu batu
bata diperoleh dari Reuleut, Aceh Utara.

3.1.1 Persiapan bahan


Pada penelitian ini bahan yang akan digunakan untuk penelitian skripsi
yang berjudul pengaruh penggunaan getah pinus dan abu batu bata sebagai
asphalt modifier terhadap campuran AC-WC, sebagai berikut:
1. Agregat berupa batu pecah, dust dan pasir dari PT. Abad Jaya Abadi Sentosa,
Jl. Banda Aceh – Medan Km.260, Krueng Geukeuh, Kab. Aceh Utara, Aceh.
2. Kondisi agregat yang digunakan disarankan yaitu keras, kering, bersih serta
bebas dari bahan organik dan bahan lain yang mengganggu. Gradasi agregat
kasar lolos dari saringan No.1 sampai 3/8 dan agregat halus yang digunakan
lolos saringan No.4, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.1.

Gambar 3. 2 Agregat kasar. Gambar 3. 1 Agregat halus.

3. Filler yang digunakan pada penelitian ini adalah semen portland tipe I, filler
berfungsi untuk mengisi rongga antar agregat halus dan agregat kasar, seperti
diperlihatkan pada Gambar 3.3.

19
20

Gambar 3. 3 Semen Portland tipe I.

4. Aspal yang digunakan dalam penelitian ini yaitu aspal dengan penetrasi 60/70
berfungsi sebagai pengikat pada agregat, seperti diperlihatkan pada gambar 3.4.

Gambar 3. 4 Aspal.

5. Getah pinus adalah zat cair pekat dari pohon pinus. Tinggi pohon pinus bisa
mencapai 35 meter, seperti diperlihatkan pada gambar 3.5.
Gambar 3. 5 Getah pinus.

6. Abu batu bata merupakan hasil dari peremukan bata sebagai bahan pengisi,
seperti diperlihatkan pada gambar 3.6.

Gambar 3. 6 Abu batu bata.

3.1.2 Persiapan peralatan


Peralatan-peralatan yang digunakan untuk mendukung penelitian ini
tersedia di Laboratorium Teknik Sipil Universitas Malikussaleh, yaitu meliputi:
6. Alat pengujian sifat fisis
Pengujian sifat fisis bertujuan untuk mendapatkan data karakteristik
agregat, dilakukan sebelum masuk ke tahap pencetakan benda uji. Alat
yang digunakan untuk pengujian benda uji adalah sebagai berikut:

21
22

a. Satu set saringan digunakan untuk memilah agregat sesuai dengan ukuran
pada saringan, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.7.

Gambar 3. 7 Saringan.

b. Shieve shaker digunakan untuk memisahkan agregat sesuai dengan ukuran


butiran, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.8.

Gambar 3. 8 Shieve shaker.


c. Oven yang berfungsi untuk mengeringkan dan memanaskan material yang
akan digunakan dan dapat mengatur suhu serta waktu , seperti diperlihatkan
pada Gambar 3.9.

Gambar 3. 9 Oven.

d. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gr dan 1 gr digunakan untuk menimbang


berat agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal, seperti diperlihatkan pada
Gambar 3.10 dan Gambar 3.11.

Gambar 3. 11 Timbangan 0,1 gr. Gambar 3. 10 Timbangan 1 gr.

e. Kerucut dan penumbuk digunakan untuk mengetahui kering agregat halus


yang telah dikeringkan dalam oven, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.12.

23
24

Gambar 3. 12 Kerucut dan penumbuk.

f. Silinder dan batang besi pemadat digunakan untuk menetukan berat isi
padat agregat, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.13.

Gambar 3. 13 Silinder dan batang besi pemadat.

g. Donagen digunakan untuk mengetahui berat jenis agregat kasar dan


kemampuannya menyerap air, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.14.
Gambar 3. 14 Donagen.

h. Piknometer dan plat kaca digunakan untuk mengertahui berat jenis halus
dan penyerapan agregat halus, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.15.

Gambar 3. 15 Piknometer dan plat kaca.

2. Alat untuk pembuatan dan pengujian Marshall.


a. Cetakan benda uji berbentuk silinder berdiameter 101,6 mm (4”) dan
tinggi 75 mm (3”) yang digunakan untuk mencetak benda uji, seperti
diperlihatkan pada Gambar 3.16.

25
26

Gambar 3. 16 Cetakan benda uji.

7
b. Marshall hammer atau alat penumbuk, berdiameter 98,4 mm (3 ”), berat
8
4,5 kg dengan tinggi jatuh 457 mm (18”) yang digunakan untuk
memadatkan benda uji, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.17

Gambar 3. 17 Marshall hammer.

c. Ejector digunakan utuk mengeluarkan benda uji yang telah dicetak,


seperti diperlihatkan pada Gambar 3.18.
Gambar 3. 18 Ejector.

d. Waterbath digunakan untuk merendam benda uji selama 30 menit dan 24


jam, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.19.

Gambar 3. 19 Waterbath.

e. Thermometer digunakan untuk mengukur suhu material ketika


dipanaskan, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.20.

27
28

Gambar 3. 20 Thermometer.

f. Wajan digunakan sebagai tempat mencampur material sebelum dicetak,


seperti diperlihatkan pada Gambar 3.21.

Gambar 3. 21 Wajan.

g. Sutil digunakan untuk mencampur dan mengaduk benda uji, seperti


diperlihatkan pada Gambar 3.22.
Gambar 3. 22 Sutil.

h. Kompor gas digunakan untuk memanaskan material pada wajan, seperti


diperlihatkan pada Gambar 3.23.

Gambar 3. 23 Kompor gas.

i. Mesin tekan (desak) terdiri dari kepala penekan berbentuk lengkung


(breaking head), cincin penguji berkapasitas 2500 kg yang dilengkapi
dengan arloji tekan dengan ketelitian 0,0025 cm (0,0001”). Cincin
penguji dilengkapi dengan arloji pengukur kelelehan plastis (flowmeter)
dengan ketelitian 0,25 cm (0,01”), seperti diperlihatkan pada Gambar
3.24.

29
30

Gambar 3. 24 Mesin tekan (desak).

3.2 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data dilakukan dengan mencari referensi yang
berhubungan dengan masalah yang akan diteliti, khususnya tentang aspal Asphalt
Concrete-Wearing Course (AC–WC). Untuk data lain yang dapat menjadi opsi
penunjang dalam melakukan penelitian ini didapat melalui referensi jurnal, buku,
dan artikel. Data yang digunakan untuk penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder.

3.2.1 Data primer


Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari hasil pengujian
laboratorium dan dapat dipergunakan untuk pengolahan data. Data yang didapat
dari hasil penelitian laboratorium, seperti pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Data primer


No Jenis data Paramete Cara Sumber Penggunaannya
r perolehan
1 Sifat Fisis
Material

Agregat Kasar Berat jenis,


water
 Berat W Di timbang Laboratorium absorption,
berat volume,
No Jenis data Paramete Cara Sumber Penggunaannya
r perolehan
analisa
saringan.
Agregat halus Berat jenis,
water
 Berat W Di timbang Laboratorium absorption,
berat volume,
analisa
saringan.
Filler W Di timbang Laboratorium Analisa
saringan
 Berat
2 Sifat Mekanis
Material

Aspal beton
F Di tekan Laboratorium Kelelehan
 Flow marshall (flow)
Aspal Pen Di penetrasi Laboratorium Kekerasan
aspal
 Penetrasi

3.2.2 Data sekunder


Data sekunder merupakan data yang di dapat dari beberapa sumber referensi
berupa buku serta jurnal yang berhubungan dengan aspal. Data teknis yang akan
digunakan adalah data hasil pemeriksaan agregat dan data hasil pemeriksaan
karakteristik aspal. Dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Data sekunder


Cara
No Jenis data perolehan Sumber Penggunaannya
1 Pengujian berat jenis Studi literatur SNI 1970 - Menghitung berat
agregat kasar 2008
jenis agregat kasar
2 Pengujiann berat jenis Studi literatur SNI 1970 - Menghitung berat
agregat halus 2008 jenis agregat halus
3 Pengujian berat volume Studi literatur SNI 03- Menghitung berat
agregat kasar 4808-1998 volume agregat kasar
4 Pengujian berat volume Studi literatur SNI 03- Menghitung berat
agregat halus 4808-1998 volume agregat halus

31
32

Cara
No Jenis data perolehan Sumber Penggunaannya
5 Analisa saringan Studi literatur SNI 03- Menghitung Analisa
1968-1990 saringan
6 Komposisi campuran Studi literatur Bina Marga Menghitung Mix
proporsi aspal (mix 2018 design
design)
7 Marshall test Studi literatur Bina Marga Mendapatkan hasil
2018 pengujian Marshall
test

3.3 Tahap Pengolahan Data


Analisis dan kebutuhan data meliputi pemeriksaan sifat fisis material yang
akan digunakan, Data dan sifat fisis pada penelitian ini diperoleh dari pengujian
langsung yang dilakukan pada laboratorium Teknik sipil, Universitas
Malikussaleh. Pada penelitian ini, data yang diperoleh perlu diolah lebih lanjut,
terdapat hal-hal dasar yang menjadi acuan dalam pengolahan data. Data yang
tersajikan akan di analisis untuk mengetahui pemanfaatan getah pinus dan abu
batu bata sebagai bahan tambah sebagian aspal untuk lapisan AC-WC.

3.4 Tahap Analisa Data


Pada tahap ini dilakukan analisa sebagai hasil pengolahan data. Keseluruhan
Data ini dapat dilihat pada bagan alir gambar 3.25.

3.4.1 Pemeriksaan sifat fisis material


Pemeriksaan sifat fisis material dilakukan sebelum memasuki tahapan
pembuatan benda uji Asphalt Concrete – Wearing Course (AC-WC). Tujuan dari
pengujian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dari bahan-bahan yang
digunakan sebagai penyusun aspal Asphalt Concrete – Wearing Course (AC-
WC). Pengujian ini meliputi pengujian berat isi agregat, pengujian berat jenis
agregat kasar, pengujian berat jenis agregat halus serta pengujian analisa saringan
yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Analisa saringan
Pengujian ini mengacu pada (‘SNI 03-1968-1990 Metode Pengujian Tentang
Analisis Saringan Agregat Halus Dan Kasar’, 1990), material yang digunakan
sebanyak 3 sampel, kemudian benda uji dikeringkan dalam oven dengan suhu
110oC, selanjutnya saringan disusun dari ukuran yang paling besar diletakkan
di tempat paling atas, saringan diguncang selama 15 menit, setelah itu diamkan
selama 5 menit agar debu mengendap, setelah itu timbang untuk mengetahui
berat material yang tertahan di masing-masing saringan.
b. Berat jenis agregat kasar
Pengujian berat jenis agregat kasar (batu pecah) mengacu pada (‘SNI 1970-
2008 Metode Pengujian Berat Jenis, Isi, dan Penyerapan’, 2008) yang
digunakan sebanyak 3 sampel dengan berat 5 kg, kemudian batu pecah di ayak
menggunakan saringan nomor 4, ambil material yang tertahan di saringan
nomor 4, benda uji didapatkan dengan cara quartering (dibagi empat bagian).
Kemudian cuci benda uji untuk menghilangkan debu-debu yang menempel
setelah itu keringkan menggunakan oven dengan suhu 110 oC, setelah itu
keluarkan benda uji dari oven dan diamkan agar benda uji dingin, kemudian
rendam benda uji selama 24 jam, setelah itu keringkan benda uji dengan cara di
lap menggunakan kain, setelah benda uji kering timbang benda uji sebanyak
2500 gr, kemudian gantungkan keranjang dunagen dibawah timbangan, setelah
itu atur bacaan timbangan menjadi 0 lalu masukkan benda uji, dan naikkan
bejana, kemudian keranjang digoyang-goyang untuk mengeluarkan gelembung
udara yang tertangkap, kemudian catat berat nya, setelah itu keringkan benda
uji.
c. Berat jenis agregat halus
Pengujian berat jenis dan penyerapan agregat halus (pasir) mengacu pada (‘SNI
1970-2008 Metode Pengujian Berat Jenis, Isi, dan Penyerapan’, 2008)
menetukan jenuh kering permukaan, material yang digunakan sebanyak 3
sampel, siapkan pasir sebanyak 5 kg kemudian lakukan quartering untuk
memperoleh benda uji sebanyak 2 kg. keringkan benda uji kedalam oven
dengan suhu 110oC. Setelah itu rendam benda uji selama 24 jam, lalu buang air
perendaman, letakkan benda uji kedalam talam dan jemur menggunakan panas

33
34

matahari, selanjutnya lakukan pengujian kerucut untuk memeriksa keadaan


kering permukaan. Untuk menentukan berat jenis agregat halus, timbang benda
uji dengan berat 500 gr sebanyak 3 sampel, masukkan benda uji kedalam
piknometer, tambahkan air sekitar 90% kedalam piknometer, lalu putar dan
guncang piknometer untuk menghilangkan gelembung, setelah itu rendam
piknometer kedalam air dan ukur suhu air rendaman untuk perhitungan
terhadap suhu air standard 23oC. Penuhkan piknometer, tutup dengan plat kaca
hingga tidak ada gelembung, kemudian timbang piknometer, benda uji, air dan
plat kaca. Keluarkan benda uji dan keringkan dengan oven, setelah kering
timbang untuk melihat beratnya, selanjutnya isi piknometer dengan air dan
rendam dengan bejana yang berisi air, ukur suhu air rendaman untuk
perhitungan terhadap suhu air standard 23oC, tutup piknometer dengan plat
kaca pastikan tidak ada gelembung, kemudian timbang berat piknometer yang
terisi air.
d. Berat isi agregat
Pengujian ini mengacu pada (SNI-03-4804-1998 - Metode Pengujian Berat Isi
Dan Rongga Udara Dalam Agregat) material yang digunakan sebanyak 3
sampel, kemudian benda uji di keringkan dalam oven dengan suhu 110 oC,
untuk pengujian berat volume padat, siapkan silinder kemudian letakkan
silinder di tempat yang datar, untuk pengujiannya masukkan benda uji silinder
dalam 3 lapis setiap lapisan ditumbuk sebanyak 25 kali menggunakan alat
penumbuk, selanjutnya untuk pengujian berat volume gembur, benda uji
dimasukkan kedalam silinder sampai penuh dan ratakan, setelah itu timbang
berat silinder berisi dengan benda uji, lakukan hal yang sama sampai sampel
terakhir.

3.4.2 Perencanaan pembuatan mix design


Tata cara perencanaan dan perhitungan campuran aspal mengacu pada
(Spesifikasi Umum Bina Marga, 2018). Perencanaan campuran merupakan
perpaduan antara material-material penyusun aspal, perencanaan campuran
berfungsi untuk mengetahui proporsi dalam pembuatan campuran aspal. Proporsi
campuran bahan-bahan penyusun aspal ditentukan melalui perencanaan campuran
(mix design) hal tersebut dilakukan agar proporsi campuran dapat memenuhi
spesifikasi teknis.

3.4.3 Variasi benda uji


Variasi benda uji adalah jumlah persentase bahan aditif yang akan
digunakan sebagai bahan tambah pada aspal dan substitusi pada filler. Penelitian
ini mengunakan 4 variasi dengan 3 sampel benda uji dan untuk setiap sampel akan
menggunakan variasi yang berbeda, seperti diperlihatkan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Variasi benda uji

Variasi benda Bahan Persentase (%) Jumlah benda


uji uji
Aspal 100
Variasi 0 3
- -
(KAO)
Aspal 100
Variasi I 3
Getah pinus dan abu batu 1 dan 5
bata
Aspal 100
Variasi II 3
Getah pinus dan abu batu 2 dan 5
bata
Aspal 100
Variasi III 3
Getah pinus dan abu batu 3 dan 5
bata
Aspal 100
Variasi IV 3
Getah pinus dan abu batu 4 dan 5
bata

3.4.4 Pembuatan benda uji

35
36

Pembuatan benda uji dimulai dengan menentukan aspal yang digunakan


harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan sesuai dengan Spesifikasi
Umum Bina Marga 2018. Pencampuran agregat dari berbagai jenis atau dari
sumber berbeda tidak diperkenankan. Agregat untuk campuran beraspal harus
dikeringkan dan dipanaskan pada alat pengering sebelum dimasukkan ke dalam
alat pencampur. Jumlah agregat kasar, agregat halus dan filler adalah 1200 gram
untuk komposisi tiap-tiap benda uji. Panaskan campuran agregat kasar, agregat
halus, filler hingga mencapai temperatur 160oC. Aspal dipanaskan sampai pada
temperatur pencampuran 150oC. Lalu masukkan getah pinus dan abu batu bata
sesuai variasi yang telah ditentukan. Agregat kasar, agregat halus, filler, aspal
yang sudah dicampur getah pinus dan abu batu bata diaduk sampai merata di atas
alat pemanas. Setelah campuran merata, dimasukkan kedalam cetakan yang telah
disiapkan. Dilakukan pemadatan standar pada temperatur 145oC dengan alat
penumbuk sebanyak 2x75 tumbukan untuk setiap benda uji. Benda uji
didinginkan, setelah itu dikeluarkan dari cetakan dengan ejector.

3.4.5 Pengujian benda uji


Benda uji yang telah di padatkan diberi tanda pengenal dan diukur
ketebalannya dengan jangka sorong yang mempunyai ketelitian 0,1 mm. Benda
uji ditimbang dalam keadaan kering untuk mengetahui berat keringnya. Benda uji
direndam dalam air selama 30 menit dan 24 jam. Benda uji dikeluarkan dari bak
perendam dilap sampai permukaan benda uji tersebut kering, kemudian ditimbang
untuk mengetahui berat dalam keadaan kering permukaan atau SSD. Benda uji
kemudian ditimbang di dalam air dengan menggunakan keranjang. Benda uji
diletakkan pada segmen bawah kepala penekan alat uji Marshall. Segmen atas
dipasang diatas benda uji. Flowmeter dipasang pada kedudukannya diatas salah satu
batang penuntun.
Kepala penekan beserta benda uji dinaikkan hingga menyentuh alas cincin
penguji kemudian diatur kedudukan jarum arloji tekan pada angka nol. Penekanan
dimulai sampai pembebanan maksimum tercapai pada saat arloji pembebanan
berhenti dan mulai berputar menurun. Pada saat itu juga dilakukan pembacaan arloji
flow. Setelah pembebanan selesai, segmen atas diangkat dan benda uji dikeluarkan
dari kepala penekan. Lakukan langkah yang sama pada benda uji lainnya, kemudian
menghitung.

3.5 Penelusuran Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu adalah studi literatur yang berhubungan dengan
penelitian yang akan dilakukan. Beberapa penelitian yang berhubungan dengan
penelitian ini adalah sebagai berikut:

Penelitian yang dilakukan oleh (I Gede Budiartha Utama, 2017) dengan


judul Pengaruh Pengunaan Serbuk Batu Bata Sebagai Filler Pada Campuran
Laston (AC-WC). Hasil dari penelitian ini adalah bahwa dari semua pengujian
yaitu perhitungan nilai volumetrik, pengujian mekanik, IDT, dan Stiffness yang
dilakukan, didapat bahwa campuran dengan serbuk batu bata dapat bekerja lebih
baik dibandingkan dengan campuran abu batu. Walaupun pada kadar 100%
campuran dengan menggunakan serbuk batu bata mengalami penurunan
kemampuan terhadap pengujian yang dilakukan, tetapi nilai pengujiannya masih
lebih baik apabila dibandingkan dengan abu batu.

Penelitian yang dilakukan oleh (Ratna Yuniarti, Hasyim, Rohani, Desi


Widianty, 2021) dengan judul Sifat Volumetrik Campuran Laston Menggunakan
Aspal Modifikasi Getah Pinus dan Limbah Styrofoam. Hasil dari penelitian ini
adalah bahwa campuran laston menggunakan aspal modifikasi getah pinus
menghasilkan nilai VFB, density dan bulk specific gravity yang lebih besar
dibandingkan dengan campuran menggunakan aspal modifikasi limbah styrofoam
saja. Penambahan prosentase getah pinus pada aspal modifikasi memperkecil nilai
VIM dan VMA menunjukkan daya ikat yang lebih kuat antara aspal dan agregat.
Pada campuran yang menggunakan aspal modifikasi getah pinus,prosentase
ronggaterselimuti aspal semakin besar sehingga menghasilkan durabilitas
(keawetan) lebih tinggi dibandingkan dengan campuran yang menggunakan aspal
modifikasi limbah styrofoam saja. Ditinjau dari persyaratan laston sebagai lapis

37
38

aus pada perkerasan jalan, campuran laston menggunakan aspal modifikasi getah
pinus dan limbah styrofoammemenuhi persyaratan nilai rongga dalam campuran
(VIM), rongga di antara mineral agregat (VMA) dan rongga yang terisi aspal
(VFA).

Penelitian yang dilakukan oleh (Habibul Hasbi, 2022) dengan judul


Pengaruh Penambahan Limbah Batu Bata Sebagai Pengganti Sebagian Filler
Terhadap Nilai Stabilitas Marshall Laston (AC-WC). Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa terjadi pengaruh nilai stabilitas akibat penambahan filler
serbuk batu bata dan semen portland maka nilai stabilitas Marshall akan semakin
tinggi. Nilai proporsi maksimum kadar filler paling baik dihasilkan dengan
proporsi campuran 2% serbuk batu bata dengan 1% semen (B2% - S1%). Setelah
adanya penambahan filler serbuk batu bata pada campuran lapis aspal beton AC-
WC, lapisan aspal beton mampu memenuhi persyaratan Bina Marga 2018 yang
ditinjau dari nilai kepadatan (density), pelelehan (flow), stabilitas, MQ (Marshall
quotient).

Penelitian yang dilakukan oleh (Dwi Kartikasari, Sugeng Dwi Hartantyo,


2017) dengan judul Penggantian Filler Dengan Fly Ash dan Serbuk Batu Bata
Pada Campuran Aspal (AC-WC). Hasil dari penelitian ini adalah :
1. Pada Pengujian stabilitas benda uji dengan 100% fly ash mengalami blending.
Meskipun nilai stabilitasnya rendah tapi masih memenuhi Spesifikasi Bina
Marga. Sifat fly ash yang licin membuat bahan filler tersebut mengalami
blending/keruntuhan.
2. Nilai MQ (Marshall Questient) pada benda uji 100% serbuk batu bata merah
tidak memenuhi Spesifikasi Bina Marga yaitu kurang dari 250 kg/mm.
3. Pengujian terbaik yaitu dengan filler semen portland dikarenakan sifat
pozzolan dan zat yang terkandung dalam semen sangat baik digunakan sebagai
bahan pengisi atau filler pada aspal dari pengujian stabilitas flow densitas
maupun MQ hasil dari pada semen sangat bagus.
4. Nilai hasil uji marshall perbandingan antara 50% batu bata dengan 50% fly ash
menghasilkan hasil yang bagus, baik nilai stabilitas flow maupun hasil bagi
marshall atau marshall quotient.

Penelitian yang dilakukan oleh (Syamsi Fajri, Sukirman, Zurni. R, 2015)


dengan judul penelitian Studi Penggunaan Aspal Modifikasi Dengan Getah Pinus
Pada Campuran Beton Aspal. Hasil pengujian dan analisis terhadap hasil
pemeriksaan bahan aspal dan getah pinus dengan persentase getah pinus 1%, 2,5%
dan 5%, dapat disimpulkan:
1. aspal yang digunakan memenuhi persyaratan penetrasi, titik lembek, titik
nyala, berat jenis, indeks penetrasi, daktilitas, viskositas, kelarutan, berat yang
hilang (TFOT), penetrasi setelah kehilangan berat, dan daktilitas setelah
kehilangan berat.
2. titik nyala dari benda uji dengan getah pinus mengalami penurunan karena
getah pinus mengandung minyak terpentin sehingga dapat mudah terbakar.
3. hasil pengujian benda uji (TFOT) memenuhi persyaratan, kecuali benda uji
dengan bahan tambah getah pinus 5%.
4. Aspal modifikasi yang dicampur dengan getah pinus 2,5% merupakan hasil
yang paling baik, karena nilai titik lembek yang lebih tinggi di bandingkan
dengan kadar 1% dengan nilai suhu 54°C dan baik untuk digunakan sebagai
aspal modifikasi.
5. Nilai VMA cendurung menurun dengan bertambahnya kadar aspal modifikasi.
Menurunnya nilai VMA menunjukkan rongga pada campuran semakin kecil,
hal ini didukung dengan nilai VIM yang kecil juga.
6. Nilai VFA, Flow, Stabilitas, dan MQ yang diperoleh pada campuran memenuhi
spesifikasi yang diisyaratkan.
7. kadar aspal optimum yang didapat dari pengujian aspal dengan bahan tambah
getah pinus 2,5% sebesar 6,8%.

Penelitian yang dilakukan oleh (Dea Putri Perceka, Tan Lie Ing, 2016)
dengan judul penelitian Pengaruh Getah Pinus Pada Stabilitas, Pelelehan, dan
Durabilitas Lapis Pengikat Beton Aspal. Berdasarkan hasil analisis data dan

39
40

pembahasan terhadap pengujian campuran aspal tanpa getah pinus dan campuran
aspal dengan penambahan getah pinus kadar 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5%, dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Kadar Aspal Optimum (KAO) yang diperoleh adalah 6%
2. Kadar getah pinus terbaik yang diperoleh adalah 3%
3. Nilai stabilitas dari pengujian Marshall untuk campuran aspal tanpa getah pinus
= 1252 kg, sedangkan pengujian Marshall untuk campuran aspal getah pinus =
935 kg. Nilai stabilitas mengalami penurunan sebesar 317 kg.
4. Nilai pelelehan dari pengujian Marshall untuk campuran aspal tanpa getah
pinus = 3,6 mm, sedangkan pengujian Marshall untuk campuran aspal dengan
getah pinus = 4,64 mm. Nilai pelelehan mengalami peningkatan sebesar 1,04
mm.
5. Nilai durabilitas dari pengujian Marshall untuk campuran aspal tanpa getah
pinus = 70,14%, sedangkan pengujian Marshall untuk campuran aspal dengan
getah pinus = 84,26%. Nilai durabilitas mengalami peningkatan sebesar
14,12%.
6. Penambahan getah pinus terhadap campuran aspal menyebabkan penurunan
nilai stabilitas, peningkatan nilai pelelehan, dan peningkatan nilai indeks
kekuatan sisa. Sebaiknya tidak direkomendasikan untuk perkerasan lentur
dengan lalulintas berat, karena lapis perkerasan tidak stabil.

Penelitian yang dilakukan oleh (Yolanda Anggraini, Alfian Malik,


Mardani Sebayang, 2020) dengan judul penelitian Analisis Kinerja Campuran
AC-WC Dengan Pemanfaatan Kombinasi Limbah Abu Bata dan Abu Serbuk
Kayu Sebagai Filler. Hasil dari pengujian menggunakan alat marshall
menunjukan bahwa semua kombinasi memenuhi Spesifikasi Bina Marga 2018.
Semakin meningkat komposisi abu serbuk kayu yang digunakan maka semakin
meningkat pula stabilitas yang didapat, yaitu hasil stabilitas tertinggi pada
kombinasi 94% abu bata dan 6% abu serbuk kayu senilai 1105,11 kg dengan
kelelehan 3,82 mm.
Penelitian yang dilakukan oleh (Yosep Daiman Sakur, Ida Farida, 2019)
dengan judul penelitian Analisis Penggunaan Serbuk Bata Merah Sebagai Filler
Pada Campuran Laston Lapis Aus (AC-WC). Hasil dari penelitian dan analisis ini
adalah :
1. Karena ditinjau dari hasil campuran Laston Lapis Aus (AC-WC) yang
menggunakan filler serbuk bata merah memenuhi Syarat Spesifikasi Umum
Bina Marga, maka untuk selanjutnya agar bisa memanfaatkan bahan serbuk
bata merah sebagai filler alternatif untuk konstruksi jalan Laston Lapis Aus
(AC-WC).
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai sifat kimiawi filler serbuk
bata merah. Karna dalam penelitian ini mengakibatkan sifat kimiawi dari
filler serbuk bata merah.
3. Perlu dilakukan tindak lanjut dari hasil pengujian laboratorium dengan
pengujian lapangan. Untuk mengetahui kinerja campuran bahan filler serbuk
bata merah yang sebenarnya dan hal-hal lain yang menyangkut pelaksanaan
dilapangan.

Penelitian yang dilakukan oleh (B. H. Fuady, Zainuddin Muchtar, S. R.


Hartini, Y. Alfarizi, Y. Atrasina, 2021) dengan judul penelitian Penggunaan
Limbah Batu Bata dan Batu Bara Sebagai Campuran Asphalt Concrete-Wearing
Course. Hasil yang didapat setelah dilakukan pengujian Marshall Test di
laboratorium Teknik Sipil Politeknik Negeri Sriwijaya diperoleh sebagai berikut:
Kadar Aspal Optimum (KAO) pada filler menggunakan semen diperoleh pada
saat kadar aspal 5,5%, Kadar Aspal Optimum (KAO) pada filler menggunakan
serbuk batu bata diperoleh dengan kadar aspal 6%, Kadar Aspal Optimum
(KAO) pada filler menggunakan fly ash batu bara diperoleh dengan 5%, dan
Kadar Aspal Optimum (KAO) pada filler menggunakan material gabungan
serbuk batu bata dan fly ash batu bara diperoleh dengan kadar aspal 5%
diperoleh nilai stabilitas dan nilai kelelehan (flow) pada filler menggunakan fly
ash batu bara memenuhi standar spesifikasi.

Tabel 3.4 Penelusuran penelitian terdahulu

41
42

No Penulis Topik Metode Penelitian Hasil

1. (I Gede Pengaruh Eksperimental. Hasil dari penelitian ini


Budiartha Pengunaan Serbuk adalah bahwa dari semua
Utama, Batu Bata Sebagai pengujian yaitu
2017). Filler Pada perhitungan nilai
Campuran Laston volumetrik, pengujian
(AC-WC). mekanik, IDT, dan
Stiffness yang dilakukan,
didapat bahwa campuran
dengan serbuk batu bata
dapat bekerja lebih baik
dibandingkan dengan
campuran abu batu.
Walaupun pada kadar
100% campuran dengan
menggunakan serbuk batu
bata mengalami penurunan
kemampuan terhadap
pengujian yang dilakukan,
tetapi nilai pengujiannya
masih lebih baik apabila
dibandingkan dengan abu
batu.
2. (Ratna Sifat Volumetrik Eksperimental. bahwa campuran laston
Yuniarti, Campuran Laston menggunakan aspal
Hasyim, Menggunakan modifikasi getah pinus
Rohani, Aspal Modifikasi menghasilkan nilai VFB,
Desi Getah Pinus dan density dan bulk specific
Widianty, Limbah Styrofoam. gravity yang lebih besar
2021). dibandingkan dengan
campuran menggunakan
aspal modifikasi limbah
styrofoam saja.
3. (Habibul Pengaruh Eksperimental. Hasil dari penelitian ini
Hasbi, Penambahan menunjukkan bahwa
2022) Limbah Batu Bata terjadi pengaruh nilai
Sebagai Pengganti stabilitas akibat
Sebagian Filler penambahan filler serbuk
Terhadap Nilai batu bata dan semen
Stabilitas Marshall portland maka nilai
Laston (AC-WC). stabilitas Marshall akan
semakin tinggi. Nilai
proporsi maksimum kadar
filler paling baik
dihasilkan dengan proporsi
campuran 2% serbuk batu
bata dengan 1% semen
(B2% - S1%). Setelah
adanya penambahan filler
serbuk batu bata pada
campuran lapis aspal beton
AC-WC, lapisan aspal
beton mampu memenuhi
persyaratan Bina Marga
No Penulis Topik Metode Penelitian Hasil
2018 yang ditinjau dari
nilai kepadatan (density),
pelelehan (flow), stabilitas,
MQ (Marshall quotient).

4. (Dwi Penggantian Filler Eksperimental Hasil penelitian ini


Kartikasari, Dengan Fly Ash campuran dengan kualitas
Sugeng dan Serbuk Batu baik menggunakan filler
Dwi Bata Pada 100% semen Portland nilai
Hartantyo, Campuran Aspal stabilitas sebesar 1112,19
2017) (AC-WC). kg dan yang paling rendah
menggunakan filler 100%
fly ash dengan hasil
866,19 tetapi hasilnya
masih memenuhi
spesifikasi bina marga.
sedangkan nilai MQ
dengan filler 100% serbuk
batu bata di bawah
spesifikasi bina marga
yaitu sebesar 213.sehingga
dapat disimpulkan bahwa
filler yang bagus untuk
campuran asphalt concrete
wearing course adalah
dengan semen Portland.
5. (Syamsi Studi Penggunaan Eksperimental Aspal modifikasi yang
Fajri, Aspal Modifikasi dicampur dengan getah
Sukirman, Dengan Getah pinus 2,5% merupakan
Zurni. R, Pinus Pada hasil yang paling baik,
2015). Campuran Beton karena nilai titik lembek
Aspal. yang lebih tinggi di
bandingkan dengan kadar
1% dengan nilai suhu
54°C dan baik untuk
digunakan sebagai aspal
modifikasi.

6. _ Pemanfaatan Getah Eksperimental penambahan getah pinus


Pinus Sebagai kedalam aspal pen 60
Modifikasi Aspal mengakibatkan terjadinya
Pada Campuran perubahan nilai penetrasi.
Laston AC - WC. Perubahan nilai penetrasi
yang terjadi cenderung
turun, hal ini terjadi karena
getah pinus mengandung
gonderukeum sehingga
merubah nilai hasil
penetrasi menjadi kecil.

7. (Dea Putri Pengaruh Getah Eksperimental.


Perceka, Pinus Pada Penambahan getah pinus
Tan Lie Stabilitas, terhadap campuran aspal

43
44

No Penulis Topik Metode Penelitian Hasil


Ing, 2016) Pelelehan, dan
Durabilitas Lapis menyebabkan penurunan
Pengikat Beton nilai stabilitas,
Aspal. peningkatan nilai
pelelehan, dan
peningkatan nilai indeks
kekuatan sisa. Sebaiknya
tidak direkomendasikan
untuk perkerasan lentur
dengan lalulintas berat,
karena lapis perkerasan
tidak stabil.

8. (Yolanda Analisis Kinerja Eksperimental Hasil dari pengujian


Anggraini, Campuran AC-WC menggunakan alat
Alfian Dengan marshall menunjukan
Malik, Pemanfaatan bahwa semua kombinasi
Mardani Kombinasi Limbah memenuhi Spesifikasi
Sebayang, Abu Bata dan Abu Bina Marga 2018.
2020). Serbuk Kayu Semakin meningkat
Sebagai Filler. komposisi abu serbuk
kayu yang digunakan
maka semakin meningkat
pula stabilitas yang
didapat, yaitu hasil
stabilitas tertinggi pada
kombinasi 94% abu bata
dan 6% abu serbuk kayu
senilai 1105,11 kg dengan
kelelehan 3,82 mm.
9. (Yosep Analisis Eksperimental.
Daiman Penggunaan Serbuk hasil analisis dapat di
Sakur, Ida Bata Merah ambil kesimpulan bahwa
Farida, Sebagai Filler Pada penambahan filler serbuk
2019) Campuran Laston bata merah sebanyak 6 %
Lapis Aus (AC- sebagai bahan pengisi
WC). dalam campuran Laston
Lapis Aus (ACWC) dapat
memenuhi spesifikasi
yang disyaratkan oleh
Bina Marga tahun 2010
(revsi 3) yaitu didapatkan
Kadar Aspal Optimum
sebesar 5,4 %.

10 (B. H. Penggunaan Eksperimental. Hasil yang didapat adalah:


Fuady, Limbah Batu Bata dari Kadar Aspal
. Zainuddin dan Batu Bara Optimum (KAO) pada
Muchtar, S. Sebagai Campuran filler menggunakan semen
R. Hartini, Asphalt Concrete- diperoleh pada saat kadar
Y. Alfarizi, Wearing Course. aspal 5,5%, Kadar Aspal
Y. Optimum (KAO) pada
No Penulis Topik Metode Penelitian Hasil
Atrasina, filler menggunakan serbuk
2021). batu bata diperoleh dengan
kadar aspal 6%, Kadar
Aspal Optimum (KAO)
pada filler menggunakan
fly ash batu bara diperoleh
dengan 5%, dan Kadar
Aspal Optimum (KAO)
pada filler menggunakan
material gabungan serbuk
batu bata dan fly ash batu
bara diperoleh dengan
kadar aspal 5% diperoleh
nilai stabilitas dan nilai
kelelehan (flow) pada
filler menggunakan fly ash
batu bara memenuhi
standar spesifikasi.

45
46

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1 Hasil
Berdasarkan hasil dan nilai pengolahan data yang meliputi beberapa tahapan
dimulai dari pemeriksaan agregat kasar dan halus, pembuatan benda uji dan
pengujian benda uji sehingga didapatkan nilai Kadar Aspal Optimum (KAO),
Hasil pengujian marshall standar campuran aspal beton AC-WC yang sesuai
dengan Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2018 Revisi 2.

1.1.1 Pemeriksaan sifat fisis material


Pemeriksaan sifat fisis material dilakukan untuk mengetahui kelayakan
pemakaian material sebagai bahan campuran untuk aspal beton.

A. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat kasar


Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap agregat kasar batu pecah 3/4,
diperoleh hasil pemeriksaan perhitungan berat jenis, diperlihatkan pada Tabel
4.1.

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan berat jenis dan penyerapan air batu pecah 3/4

Sifat Persyaratan
No Hasil
Agregat
Min Max
1 Berat Jenis Bulk 2,5 - 2,583 M

2 Berat Jenis SSD 2,5 - 2,633 M

3 Berat Jenis Semu (Apparent) 2,5 - 2,718 M

4 Penyerapan Air (Absorbsi) (%) 3 1,916 M

dimana:
M : Memenuhi
TM : Tidak Memenuhi
Pada tabel 4.1 diperoleh hasil pemeriksaan berat jenis dan penyerapan air batu
pecah 3/4 memenuhi spesifikasi sehingga agregat tersebut dapat digunakan,
kemudian setelah itu dilanjutkan dengan pemeriksaan batu pecah 3/8, untuk
hasil pemeriksaan berat jenis batu pecah 3/8 diperlihatkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan berat jenis dan penyerapan air batu pecah 3/8
Persyaratan
No Sifat Agregat Hasil
Min Max
1 Berat Jenis Bulk 2,5 - 2,526 M
2 Berat Jenis SSD 2,5 - 2,593 M

3 Berat Jenis Semu (Apparent) 2,5 - 2,706 M

4 Penyerapan Air (Absorbsi) (%) 3 2,6 M

dimana:
M : Memenuhi
TM : Tidak Memenuhi
Pada Tabel 4.2 untuk batu pecah 3/8 memenuhi spesifikasi, sehingga agregat
tersebut dapat digunakan dalam campuran aspal.

B. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat halus.

47
48

Agregat halus pasir dan dust yang digunakan untuk pemeriksaan berat jenis
harus memiliki mutu yang baik dan bersih dari tanah dan kotoran lainnya.
setelah dilakukan pemeriksaan kebersihannya terhadap agregat halus pasir,
kemudian diperoleh hasil perhitungan berat jenis, diperlihatkan pada Tabel
4.3.

Tabel 4.3 Hasil pemeriksaan berat jenis dan penyerapan air pasir
Persyaratan
No Sifat Agregat Hasil
Min Max
1 Berat Jenis Bulk 2,5 - 2,618 M
2 Berat Jenis SSD 2,5 - 2,641 M
3 Berat Jenis Semu (Apparent) 2,5 - 2,679 M
4 Penyerapan Air (Absorbsi) (%) 3 0,874 M

dimana:
M : Memenuhi
TM : Tidak Memenuhi
Pada tabel 4.3 di atas diperoleh hasil dari perhitungan berat jenis pasir dan
penyerapan air pasir, hasilnya memenuhi spesifikasi sehingga agregat
tersebut dapat digunakan untuk campuran aspal beton. Kemudian setelah itu
dilanjutkan dengan abu batu (dust), hasil berat jenis dust diperlihatkan pada
Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil pemeriksaan berat jenis dan penyerapan air dust.
Persyaratan
No Sifat Agregat Hasi
Min Max l
1 Berat Jenis Bulk 2,5 - 2,582 M

2 Berat Jenis SSD 2,5 - 2,636 M

3 Berat Jenis Semu (Apparent) 2,5 - 2,731 M


4 Penyerapan Air (Absorbsi) (%) 3 2,111 M

dimana:
M : Memenuhi
TM : Tidak Memenuhi

C. Pemeriksaan berat isi.


Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan berat isi agregat dalam kondisi
gembur dan padat. Pengujian ini dilakukan dengan mengambil rata-rata dari
tiga contoh agregat yang sama, pengujian berat isi dilakukan untuk
mengetahui sifat fisis atau karakteristik dari agregat yang akan digunakan
dalam campuran aspal beton dan hasilnya diperlihatkan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil pemeriksaan berat isi agregat


No Jenis Agregat Gembur Padat Satuan
1 Agregat Kasar (3/4") 1.349 1.490 gram/cm3

2 Agregat Sedang (3/8") 1.360 1.442 gram/cm3

3 Agregat Halus (Dust) 1.656 1.805 gram/cm3


4 Agregat Halus (Pasir) 1.648 1.746 gram/cm3

Dari hasil penelitian tersebut diperoleh berat isi agregat kasar (batu pecah 3/4)
pada kondisi gembur yaitu 1.349 gram/cm3 dan berat isi pada kondisi padat
yaitu 1.490 gram/cm3, berat isi agregat kasar (batu pecah 3/8) pada kondisi
gembur yaitu 1.360 gram/cm3 dan berat isi pada kondisi padat yaitu 1.442
gram/cm3, berat isi agregat halus (dust) pada kondisi gembur yaitu 1.656
gram/cm3 dan berat isi pada kondisi padat yaitu 1.805 gram/cm 3, berat isi
agregat halus (pasir) pada kondisi gembur yaitu 1.648 gram/cm 3 dan berat isi
pada kondisi padat yaitu 1.746 gram/cm3. Pada pengujian ini tidak terdapat
nilai batasan minimal dan maksimal.

49
50

D. Penentuan gradasi campuran


Penentuan gradasi campuran adalah proses dimana pembuatan mix design
dilakukan. Dari hasil pengujian analisa saringan diperoleh hasil agregat kasar
batu pecah 3/4 dan 3/8, agregat halus pasir dan dust serta filler memenuhi
standar Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2018, sehingga desain gradasi
agregat untuk campuran beraspal AC-WC dapat dilanjutkan. Untuk tabel
penentuan gradasi campurannya diperlihatkan pada Tabel 4.10.

Tabel 4.6 Penentuan gradasi campuran


% Lolos % Mix Design Total Spek
Ayakan Ukuran
CA MA Dust Pasir filler mix Revisi 2
CA MA
Dust Pasir filler
No ( mm ) (3/4") (3/8") 16 27 40 15 2 100 Min Max

3/4'' 19,1 100 100 100 100 100 16,00 27,00 40,00 15,00 2,0 100,00 100 100 M
1/2" 12,7 53 100 100 100 100 8,49 27,00 40,00 15,00 2,0 92,49 90 100 M
3/8" 9,52 12 100 100 100 100 1,93 26,87 40,00 15,00 2,0 85,80 77 90 M
No. 4 4,75 0 4 100 100 100 0,06 1,13 39,84 15,00 2,0 58,04 53 69 M
No .8 2,36 0 1 69 92 100 0,04 0,16 27,52 13,87 2,0 43,59 33 53 M
No. 16 1,16 0 0 49 82 100 0,04 0,09 19,49 12,33 2,0 33,96 21 40 M
No. 30 0,5 0 0 31 65 100 0,04 0,07 12,51 9,70 2,0 24,32 14 30 M
No. 50 0,3 0 0 22 41 100 0,04 0,05 8,75 6,16 2,0 17,00 9 22 M
No.100 0,15 0 0 11 11 100 0,04 0,05 4,51 1,59 2,0 8,19 6 15 M
No. 200 0,075 0 0 5 3 100 0,04 0,05 2,00 0,52 2,0 4,62 4 9 M

dimana
M : Memenuhi
TM : Tidak Memenuhi
Pada Tabel 4.6 dapat dilihat tabel gradasi campuran, diperoleh proporsi fraksi
agregat kasar (CA) yaitu 16%, fraksi agregat sedang (MA) yaitu 27% fraksi
dust 40%, fraksi pasir 15%, filler 2%, untuk grafik gradasi yang diperoleh
yaitu gradasi menerus sesuai dengan penjelasan (Hermanus et al., 2015).
Grafik gradasi campuran diperlihatkan pada Gambar 4.1
100
90
80

%Lolos Saringan
70
60
50
40
30
20
10
0
0.01 0.1 1 10 100

Diameter saringan (mm)


.
Gambar 4.1 Grafik gradasi campuran

1.1.2 Benda uji


Pembuatan benda uji adalah tahap yang dilakukan setelah pembuatan mix
design selesai dilakukan, kemudian setelah itu masuk ke tahap penentuan kadar
aspal tengah untuk pembuatan benda uji. Tata cara pembuatan benda uji ini
mengacu kepada Spesifikasi Bina Marga 2018, setelah didapatkan hasil
persentase lolos saringan terhadap masing masing gradasi butiran maka agregat
kasar menempati porsi 43%, agregat halus 55% dan 2% filler. Pb yang diperoleh
berdasarkan perhitungan dengan persamaan 2.13 diperoleh perkiraan rentang
kadar aspal rencana seperti yang diperlihatkan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Perkiraan kadar aspal


I II Pb IV V
4 4,5 5 5,5 6

Berdasarkan nilai kadar aspal diatas, dilakukan perhitungan proporsi untuk


campuran komposisi aspal beton. Untuk komposisi campuran setiap variasinya
yaitu sebagai berikut:

A. Komposisi campuran aspal beton dengan kadar aspal 4% KAO


Berat aspal 4% (48 gr) maka untuk mendapatkan total campuran dengan berat
1200 gr yaitu dengan cara total campuran dikurang dengan berat aspal,

51
52

kemudian hasilnya kalikan dengan masing-masing persentase agregat. Untuk


tabel komposisi aspal betonnya diperlihatkan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Komposisi aspal beton 4% KAO

Bahan Persen % Berat Gr


CA 16 184,32
MA 27 311,04
Dust 40 460,80
Pasir 15 172,28
Filler 2 23,04
Aspal 4 48
Total 1200

B. Komposisi campuran aspal beton dengan kadar aspal 4,5% KAO


Berat aspal 4,5% (54 gr) maka untuk mendapatkan total campuran dengan
berat 1200 gr yaitu dengan total campuran dikurang dengan berat aspal,
kemudian hasilnya dikalikan dengan masing-masing persentase agregat.
Tabel komposisi campuran aspal beton pada kadar aspal 4,5% diperlihatkan
pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Komposisi aspal beton 4,5% KAO


Persen Berat
Bahan
% Gr
CA 16 183,36
MA 27 309,42
Dust 40 458,4
Pasir 15 171,9
Filler 2 22,92
Aspal 4,5 54
Total 1200

C. Komposisi campuran aspal beton dengan kadar aspal 5% KAO


Berat aspal 5% (60 gr) maka untuk mendapatkan total campuran dengan berat
1200 gr yaitu dengan cara total campuran dikurang dengan berat aspal,
kemudian hasilnya dikalikan dengan masing-masing persentase agregat.
Untuk tabel komposisi aspal betonnya diperlihatkan pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Komposisi kadar aspal beton 5% KAO


Persen Berat
Bahan
% Gr
CA 16 182,40
MA 27 307,80
Dust 40 456,00
Pasir 15 171,00
Filler 2 22,80
Aspal 5 60
Total 1200

D. Komposisi campuran aspal beton dengan kadar aspal 5,5% KAO


Berat aspal 5,5% (66 gr) maka untuk mendapatkan total campuran dengan
berat 1200 gr yaitu dengan total campuran dikurang dengan berat aspal,
kemudian hasilnya dikalikan dengan masing-masing persentase agregat.
Untuk komposisi campuran aspal beton pada kadar aspal 5,5% diperlihatkan
pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Komposisi aspal beton 5,5% KAO


Persen Berat
Bahan
% Gr
CA 16 181,44
MA 27 306,18
Dust 40 453,60
Pasir 15 170,10
Filler 2 22,68
Aspal 5,5 66
Total 1200

E. Komposisi campuran aspal beton dengan kadar aspal 6% KAO

53
54

Berat aspal 6% (72gr) maka untuk mendapatkan total dari campuran dengan
berat 1200 gr yaitu dengan cara total campuran dikurang dengan berat aspal,
kemudian hasilnya dikalikan dengan masing-masing persentase agregat.
Komposisi campuran aspal beton pada kadar aspal 6% diperlihatkan pada
Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Komposisi aspal beton 6% KAO


Persen Berat
Bahan
% Gr
CA 16 180,48
MA 27 304,56
Dust 40 451,20
Pasir 15 169,20
Filler 2 22,56
Aspal 6 72
Total 1200

F. Komposisi campuran aspal beton dengan bahan tambah aspal 0% dan


substitusi filler 5%.
Nilai KAO yang diperoleh adalah sebesar 6% (72 gr) maka untuk komposisi
campuran aspal beton dengan menggunakan Getah pinus sebagai bahan
tambah aspal, dan Abu batu bata sebagai substitusi sebagian filler. Berat total
aspal dikalikan dengan persen variasi didapat berat untuk variasi. Untuk lebih
rinci diperlihatkan pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Komposisi aspal beton variasi 0%


Bahan Persen % Berat (Gr)
CA 16 180,48
MA 27 304,56
Dust 40 451,20
Pasir 15 169,20
Filler 2 22,56
Aspal 6 72
Getah 0% dari berat aspal 0
pinus
Abu
Batu 5% dari filler 1,128
Bata
Total 1200

G. Komposisi campuran aspal beton dengan bahan tambah aspal 1% dan


substitusi filler 5%.
Untuk komposisi campuran dengan menggunakan getah pinus sebagai bahan
tambah aspal dengan variasi 1%, dan bahan substitusi filler 5%.
Diperlihatkan pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14 Komposisi aspal beton variasi 1%


Bahan Persen % Berat (Gr)
CA 16 180,48
MA 27 304,56
Dust 40 451,20
Pasir 15 169,20
Filler 2 22,56
Aspal 6 72
Getah 1% dari berat aspal 0,72
pinus
Abu
Batu 5% dari filler 1,128
Bata
Total 1200,72

H. Komposisi campuran aspal beton dengan bahan tambah aspal 2% dan


substitusi filler 5%.
Untuk komposisi campuran dengan menggunakan getah pinus sebagai bahan
tambah aspal dengan variasi 2%, dan bahan substitusi filler 5%.
Diperlihatkan pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15 Komposisi aspal beton 2%


Bahan Persen % Berat (Gr)
CA 16 180,48
MA 27 304,56
Dust 40 451,20
Pasir 15 169,20
Filler 2 22,56
Aspal 6 72

55
56

Getah 2% dari berat aspal 1,44


pinus
Abu
Batu 5% dari filler 1,128
Bata
Total 1201,44

I. Komposisi campuran aspal beton dengan bahan tambah aspal 3% dan


substitusi filler 5%.
Untuk komposisi campuran dengan menggunakan getah pinus sebagai bahan
tambah aspal dengan variasi 3%, dan bahan substitusi filler 5%.
Diperlihatkan pada Tabel 4.16.

Tabel 4.16 Komposisi aspal beton variasi 3%


Bahan Persen % Berat (Gr)
CA 16 180,48
MA 27 304,56
Dust 40 451,20
Pasir 15 169,20
Filler 2 22,56
Aspal 6 72
Getah 3% dari berat aspal 2,16
pinus
Bahan Persen % Berat (Gr)
Abu
Batu 5% dari filler 1,128
Bata
Total 1202,16

J. Komposisi campuran aspal beton dengan bahan tambah aspal 4% dan


substitusi filler 5%.
Untuk komposisi campuran dengan menggunakan getah pinus sebagai bahan
tambah aspal dengan variasi 4%, dan bahan substitusi filler 5%.
Diperlihatkan pada Tabel 4.17.

Tabel 4.17 Komposisi aspal beton 4%


Bahan Persen % Berat (Gr)
CA 16 180,48
MA 27 304,56
Dust 40 451,20
Pasir 15 169,20
Filler 2 22,56
Aspal 6 72
Getah 4% dari berat aspal 2,88
pinus
Abu
Batu 5% dari filler 1,128
Bata
Total 1202,88

1.1.3 Parameter marshall KAO


Nilai density, VMA, stabilitas dan MQ memenuhi spesifikasi dan nilai VIM,
VFA, flow tidak memenuhi spesifikasi pada kadar aspal 4% dan 4,5%. Nilai
density, VMA, stabilitas, flow, MQ memenuhi spesifikasi dan nilai VIM, VFA
yang tidak memenuhi spesifikasi pada kadar aspal 5%. Nilai density, VIM, VFA,
stabilitas dan MQ memenuhi spesifikasi pada kadar aspal 5,5% dan pada kadar
aspal 6% semua nilai dari parameter marshall memenuhi seperti yang
diperlihatkan pada Tabel 4.18.

Tabel 4.18 Hasil pengujian marshall untuk nilai KAO


Kadar Aspal Density VMA VIM VFA Stability Flow MQ
4% 2,32 15,01 7,60 49,42 1764 3,71 479
4,5% 2,28 16,73 8,40 49,83 1783 2,03 979
5% 2,33 15,42 5,87 61,95 1759 3,31 536
5,5% 2,33 15,42 5,23 66,97 1873 3,77 502
6% 2,32 15,82 4,76 70,88 11778 3,64 497

Nilai dari hasil parameter marshall untuk benda uji penentuan kadar aspal
optimum yang memenuhi sepesifikasi dan yang tidak memenuhi spesifikasi
diperlihatkan pada Tabel 4.19.

Tabel 4.19 Grafik KAO parameter marshall


Kadar Aspal (%)

57
58

No Kriteria Spesifikasi 4,0 4,5 5,0 5,5 6,0

1 Density -
2 VMA Min 15

3 VIM 3,0 - 5,0


5 VFA min 65
6 Stability min 800
7 Flow 2,0 - 4,0
8 MQ Min 250
Kadar Aspal Optimum 6%
(KAO)

Kadar aspal optimum didapatkan dari kadar aspal terbaik yang memenuhi semua
spesifikasi parameter marshall terletak pada 6%. Penjelasan secara rinci untuk
seluruh parameter marshall yaitu sebagai berikut:

A. Density (kepadatan)
Parameter Kadar aspal optimum didapatkan dari kadar aspal terbaik yang
memenuhi semua spesifikasi parameter marshall terletak pada 6%. Penjelasan
secara rinci untuk seluruh parameter marshall yaitu sebagai berikut:
2.50
2.45
2.40
2.33 2.33 2.33
2.352.32
Density (gr/cm3)

2.28
2.30
2.25
2.20
2.15
2.10
2.05
2.00
4 4.5 5 5.5 6
Kadar Aspal %

Gambar 4.2 Grafik density KAO

B. Void Mineral Agregat (VMA)


Nilai minimum untuk parameter marshall VMA adalah 15% dan untuk
maksimumnya tidak dibatasi, hal tersebut berarti kadar aspal 4%, 4,5%, 5%,
5,5% dan 6% memenuhi Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2018, seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 4.3.
19.00
17.50 16.7
15.8
16.0015.0 15.4 15.4

VMA %
14.50
13.00
11.50
10.00
4 4.5 5 5.5 6
Kadar Aspal %

Gambar 4.3 Grafik Void In Mineral Agregat (VMA) KAO.

C. Void In The Mix (VIM)


Nilai minimal pada VIM 3% sedangkan maksimalnya adalah 5%. nilai yang
memenuhi spesifikasi terletak pada kadar aspal 6% sedangkan pada kadar
aspal 4%, 4,5%, 5%, dan 5,5% tidak memenuhi spesifikasi, seperti yang
diperlihat kan pada Gambar 4.4.
12.00
11.00
10.00
9.00 8.4
7.6
8.00
VIM %

7.00 5.9
6.00 5.2
4.8
5.00
4.00
3.00
2.00
4 4.5 5 5.5 6
Kadar Aspal %

Gambar 4.4 Grafik Void In The Mix (VIM) KAO.

D. Void Filled With Asphalt (VFA)


Nilai minimal untuk parameter marshall VFA adalah 65% sedangkan nilai
maksimumnya tidak dibatasi. Benda uji yang memenuhi Spesifikasi Umum
Bina Marga Tahun 2018 terletak pada aspal beton dengan kadar aspal 5,5%
dan 6% saja, sedangkan aspal beton dengan kadar aspal 4%, 4,5%, dan 5%
tidak memenuhi, dikarenakan nilai yang diperoleh terhadap variasi tersebut
tidak mencapai nilai minimum seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.5.

59
60

75.00 70.9
70.00 67.0
65.00 61.9
60.00

VFA %
55.00 49.8
49.4
50.00
45.00
40.00
35.00
4 4.5 5 5.5 6
Kadar Aspal %

Gambar 4.5 Grafik Void Filled With Asphalt (VFA) KAO.

E. Stabilitas
Nilai stabilitas memiliki nilai minimum sebesar 800 gr dan nilai maksimumnya
tidak dibatasi, untuk nilai stabilitas pada aspal beton dengan kadar aspal 4%,
4,5%, 5%, 5,5% dan 6% memenuhi spesifikasi umum bina marga tahun 2018
dikarenakan nilai yang diperoleh pada kadar aspal tersebut melewati nilai
minumum dari stabilitas seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.6.

2000
1873
1900
1765 1767 1771 1778
1800
Stability (kg)

1700
1600
1500
1400
4 4.5 5 5.5 6
Kadar Aspal

Gambar 4.6 Grafik stabilitas KAO.

F. Flow (kelelehan)
Nilai minimum yang disyaratkan untuk parameter marshall flow adalah 2 mm
dan nilai maksimal sebesar 4 mm, karena hal itu untuk nilai Flow semua kadar
variasi pada aspal beton memenuhi spesifikasi hasil tiap nilai variasi 4%
sebesar 3,71%, 4,5% sebesar 3,25%, 5% sebesar 3,31 %, 5,5% sebesar 3,77
% dan 6% sebesar 3,64 %, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.7.
6.0
5.0
3.71 3.77 3.64
4.0 3.25 3.31

Flow (mm)
3.0
2.0
1.0
0.0
4 4.5 5 5.5 6
Kadar Aspal

Gambar 4.7 Grafik Flow KAO.

G. Marshall Quontient
Nilai minimal yang disyaratkan untuk parameter marshall MQ adalah 250 gr
dan nilai maksimal tidak dibatasi, karena hal tersebut berarti semua variasi
aspal beton memenuhi spesifikasi dengan nilai tiap variasi 4% sebesar
479,4%, 4,5% sebesar 549,0%, 5% sebesar 536,2 %, 5,5% sebesar 502,6 %
dan 6% sebesar 497,6 %, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.8.

600.0
549.0 536.2
550.0
502.6 497.6
500.0479.4
MQ (kg/mm)

450.0
400.0
350.0
300.0
4 4.5 5 5.5 6
Kadar Aspal

Gambar 4.8 Grafik Marshall Quotient (MQ) KAO.

1.1.4 Parameter marshall variasi


Dari hasil pengujian untuk Kadar Aspal Optimum (KAO) didapat nilai
kadar aspal 6% selanjutnya dilakukan pengujian dengan bahan tambah getah
pinus menggunakan variasi 1%, 2%, 3%, 4% terhadap aspal, dan subtitusi abu
batu bata dengan variasi 5% sebagian filler.
Hasil yang diperoleh dari pengujian marshall dengan variasi penambahan
getah pinus dan subtitusi abu batu bata diperoleh hasil bahwa tidak semua variasi

61
62

memenuhi spesifikasi. Hasil pengujian marshall untuk variasi substitusi


diperlihatkan pada Tabel 4.20.

Tabel 4.20 Hasil pengujian marshall dengan menggunakan variasi


Variasi
Getah Density VMA VIM VFA Stabilitas Flow MQ
Pinus
0% 2,328 15,81 4,84 70,36 1778 3,63 497

1% 2,293 17,56 6,25 64,40 1767 3,66 509

2% 2,303 17,19 5,84 66,10 1961 3,74 526

3% 2,328 16,31 4,84 70,36 1986 3,81 525

4% 2,331 16,20 4,71 70,94 1952 4,12 474

Setelah diuji marshall didapat nilai parameter marshall diantaranya yaitu nilai
density, VMA, VIM, VFA, stabilitas, flow, dan MQ, kemudian nilai dari seluruh
parameter marshall tersebut dimasukkan kedalam tabel grafik dan tabel grafik
tersebut diperlihatkan pada Tabel 4.21.

Tabel 4.21 Grafik variasi parameter marshall


Kadar Aspal (%)
Kriteria Spesifikasi 6
Var 0% Var 1% Var 2% Var 3% Var 4%
Density -
VMA Min 15
VIM 3,0 - 5,0
VFA min 65
Stability min 800
Flow 2,0 - 4,0
MQ min 250

Secara rinci telah diperlihatkan pada Tabel 4.21 tentang hasil pengujian marshall
dari seluruh variasi yang telah dibuat dan hanya variasi 0% (normal) dan variasi
3% saja yang memenuhi spesifikasi sedangkan divariasi 1%, 2%, dan 4% hampir
memenuhi. Penjelasan secara rinci untuk parameter marshall yaitu sebagai
berikut:

A. Density (kepadatan)
Nilai density tidak dibatasi yang artinya semua hasil dari setiap persen variasi
untuk nilai density memenuhi Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2018.
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan diperlihatkan pada Gambar 4.9.

density (GR/CM3) 2.340 2.331


2.328 2.328
2.320 2.303
2.293
2.300
2.280
2.260
2.240
2.220
2.200
0 1 2 3 4

Variasi getah pinus %

Gambar 4.9 Grafik density variasi


Dari grafik diatas menunjukkan bahwa pada nilai variasi 1% dan 2% mengalami
penurunan dari nilai KAO. Dikarenakan faktor pemadatan yang kurang baik
dalam jumlah pemadatan maupun temperatur pemadatan, penggunaan kadar aspal,
dan penambahan bahan additif pada campuran aspal.

B. Void Mineral Agregat (VMA)


Nilai minimum untuk parameter marshall VMA adalah 15% dan untuk
maksimumnya tidak dibatasi yang artinya semua hasil dari setiap persen variasi
mulai dari variasi 0%, sampai 4% memenuhi Spesifikasi Umum Bina Marga
Tahun 2018, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.10.

18.4

17.6
VMA(%)

17.6
17.2
16.3
16.8
16.3 16.2

16.0
0 1 2 3 4
variasi getah pinus %

Gambar 4. 10 Grafik Variasi (VMA)

63
64

Dari grafik diatas menunjukkan bahwa pada nilai variasi 1% dan 2% mengalami
kenaikan dari nilai KAO. Dikarenakan dari jumlah tumbukan, gradasi agregat dan
kadar aspalnya. Hal ini menyebabkan terjadinya kenaikan pada nilai VMA yang
berarti semakin tinggi nilai VMA maka semakin banyak rongga dalam campuran
yang terisi aspal sehingga kekedapan campuran terhadap air dan udara semakin
tinggi.

C. Void In The Mix (VIM)


Nilai minimal pada VIM 3% sedangkan maksimalnya adalah 5%, hal tersebut
berarti variasi yang nilainya memenuhi Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun
2018 terletak pada variasi 0%, 3%, dan 4%, sedangkan pada variasi 1%, dan
2%, tidak memenuhi Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2018.

6.4 6.3

6.1 5.8
VIM(%)

5.8
5.5
5.2
4.8 4.8 4.7
4.9
4.6
0 1 2 3 4
kadar getah pinus %

Gambar 4.11 Grafik Variasi (VIM)


Dari grafik diatas menunjukkan bahwa pada nilai variasi 1% dan 2% mengalami
kenaikan dari nilai KAO. Nilai VIM yang tinggi menunjukkan campuran banyak
terdapat rongga sehingga campuran kurang kedap terhadap air dan udara,
sehingga campuran akan lebih mudah diresapi air dan teroksidasi, hal ini dapat
menyebabkan kerusakan pada lapisan perkerasan. Besarnya nilai VIM sangat
dipengaruh oleh kadar aspal, cara pemadatan dan gradasi batuan.

D. Void Filled With Asphalt (VFA)


Nilai minimal VFA adalah 65% sedangkan nilai maksimumnya tidak dibatasi.
Variasi yang nilainya memenuhi Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2018
terletak pada variasi 0%, 2%, 3%, dan 4%, sedangkan yang tidak memenuhi
Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2018 terletak pada variasi 1%.

70.9
70.4 70.4
70.6
69.8
VFA(%)
69.0
68.2
67.4
66.6 66.1
65.8
65.0 64.4
64.2
0 1 2 3 4
kadar getah pinus %

Gambar 4.12 Grafik Variasi (VFA)


Dari grafik diatas menunjukkan bahwa pada nilai variasi 1% dan 2% mengalami
penurunan dari nilai KAO. Nilai VFA yang kecil akan menyebabkan kekedapan
campuran perkerasan semakin kecil dan aspal dalam campuran akan teroksidasi
dengan udara dan keawetan campuran akan berkurang. Jika nilai VFA besar,
maka jumlah aspal yang mengisi rongga akan besar juga sehingga kekedapan
campuran akan meningkat, tetapi jika nilai VFA yang terlalu besar akan
mengakibatkan terjadinya bleeding pada saat temperatur tinggi yang di sebabkan
nilai VIM yang terlalu kecil, sehingga apabila perkerasan menerima beban, maka
aspal akan naik ke permukaan.

E. Stabilitas
Nilai stabilitas memiliki nilai minimum sebesar 800 gr dan nilai maksimumnya
tidak dibatasi. Untuk nilai stabilitas variasi 0%, 1%, 2%, 3%, dan 4%
memenuhi Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2018.

65
66

2406.0

Stability(KG)
2256.0
2106.0 1961.8 1986.1
1952.1
1956.0
1767.4
1806.0 1778.2
1656.0
1506.0
0 1 2 3 4
kadar getah pinus %

Gambar 4.13 Grafik stabilitas variasi


Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai stabilitas turun pada kadar aspal 1%,
tetapi terjadi lagi kenaikan sampai kadar aspal 3%, selanjutnya terjadi penurunan
stabilitas di kadar aspal 4%. Naiknya nilai stabilitas disebabkan oleh
bertambahnya jumlah aspal yang menyelimuti agregat sehingga kohesi campuran
bertambah, kerapatan campuran meningkat sehingga meningkatkan bidang kontak
antar agregat dan meningkatnya nilai stabilitas campuran. Penurunan nilai
stabilitas disebabkan karena aspal yang awalnya berfungsi sebagai pengikat,
berubah fungsi menjadi pelicin setelah melewati nilai optimum yang dibutuhkan
sehinga mengakibatkan turunnya nilai stabilitas campuran.

F. Flow (kelelehan)
Nilai minimal yang disyaratkan untuk parameter marshall flow adalah 2 mm
dan nilai maksimal sebesar 4 mm, pada variasi 0%, 1%, 2%, dan 3%,
memenuhi Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2018, sedangkan pada variasi
4% tidak memenuhi Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2018.
Gambar 4.14 Grafik flow variasi
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa penambahan kadar aspal pada campuran
mengakibatkan flow mengalami peningkatan, kenaikan nilai flow ini disebabkan
karena dengan penambahan kadar aspal pada campuran mengakibatkan campuran
menjadi semakin plastis sehingga besarnya deformasi pada saat menerima beban
meningkat. Jika nilai flow lebih kecil dari 2 mm mengakibatkan campuran
menjadi kaku sehingga perkerasan mudah mengalami retak. Sebaliknya, jika
campuran dengan nilai flow yang terlalu tinggi diatas 4 mm, maka akan
mengakibatkan perkerasan memiliki deformasi yang semakin tinggi.

G. Marshall Quotient (MQ)


Nilai minimal yang disyaratkan untuk parameter marshall MQ adalah 250 gr
dan nilai maksimal tidak dibatasi. Pada variasi 0%, 1%, 2%, 3%, dan 4%
memenuhi Spesifikasi Umum Bina Marga 2018.

655.0
615.0
mq(KG/MM)

575.0
526.4 525.0
535.0 497.6 509.6 508.0
495.0
455.0
415.0
375.0
0 1 2 3 4
kadar getah pinus %

Gambar 4.15 Grafik Marshall Quotient (MQ) variasi


Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa penambahan kadar aspal mengakibatkan
nilai Marshall Quotient (MQ) pada variasi 0% sampai 2% mengalami kenaikan.

67
68

Kenaikan nilai MQ pada campuran beton aspal disebabkan oleh bertambahnya


kadar aspal sehingga kohesi antar agregat meningkat dan mengakibatkan
campuran menjadi semakin kaku. Namun nilai MQ akan turun jika campuran
beton aspalnya berlebihan, hal ini akan menyebabkan fleksibel, lentur, dan
cenderung menjadi plastis sehingga mudah mengalami deformasi pada saat
menerima beban lalu lintas.

Setelah nilai dari indikator parameter marshall diperoleh selanjutnya adalah


merangkumkan hasilnya kedalam sebuah tabel grafik seperti yang diperlihatkan
pada Tabel 4.22. Nilai dari parameter marshall yang telah dilakukan pengujian
pada semua variasi aspal yang menggunakan getah pohon pinus dan abu batu bata
sebagai bahan tambah dan substitusi sebagian filler, semua variasi memenuhi
Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2018 yang berarti pada variasi tersebut bisa
di pakai.

1.2 Pembahasan
Pembahasan secara keseluruhan untuk hasil dari parameter marshall yang
telah didapatkan ini bertujuan untuk membahas secara rinci antara variasi. Hasil
dari keseluruhan parameter marshall tersebut diperlihatkan pada Tabel 4.22.
Tabel 4.22 Hasil pengujian parameter marshall

2406.0 4.54
4.34
2256.0 4.12
4.14
2106.0 1961.8 1986.1 3.81
1952.1 3.94 3.74
1956.0 3.66
3.74 3.64
Stability(KG)

Flow(MM)
1767.4
1806.0 1778.2 3.54
1656.0 3.34
1506.0 3.14
0 1 kadar getah pinus
2 % 3 4 0 1 kadar getah2pinus % 3 4

Spesifikasi Kadar Getah Pinus (%)


Parameter Bina
No.
Marshall Marga 0% 1% 2% 3% 4%
2018

4.2.1 Kadar aspal optimum (KAO)


Berdasarkan hasil pengujian marshall untuk benda uji KAO, diperoleh
spesifikasi yang optimum pada kadar aspal 6%. Spesifikasi yang optimum adalah
ketika seluruh parameter marshall memenuhi kriteria yang telah ditetapkan pada
Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2018.

4.2.2 Karakteristik Marshall Campuran Aspal Ac-Wc Menggunakan Getah


Pinus Dan Abu Batu Bata
Kadar aspal optimum (KAO) yang digunakan pada benda uji variasi adalah
sebesar 6% yang didapat dari hasil gradasi agregat dan nilai Pb rencana.
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh pada setiap parameter marshall seperti
Density, VMA, VIM, VFA, Stability, Flow, dan MQ. Maka dilakukan
pembahasan sebagai berikut :

A. Density
Nilai density menunjukkan tingkat kepadatan suatu campuran perkerasan
agregat dan aspal. Nilai density yang besar menunjukkan bahwa
kerapatannya semakin baik, tetapi nilai density sudah pada nilai optimum

69
70

kemudian ditambah aspal yang berlebih maka nilai density cenderung


mengalami penurunan. Berdasarkan hasil pengujian di lab dapat diketahui
bahwa nilai density mengalami peningkatan seiring bertambahnya kadar
Abu batu bata dan getah pohon pinus , yaitu pada kadar variasi 0 % sebesar
2,328, kadar variasi 1% sebesar 2,293, kadar variasi 2% sebesar 2,303,
kadar variasi 3% sebesar 2,328 dan pada kadar variasi 4% sebesar 2,331.
Tetapi dari data tersebut dikadar 1% tampak lebih menurun, dan setelah
masuk kedalam variasi 1% tampak nilainya semakin meningkat. Nilai
density yang meningkat diakibatkan karena semakin banyak kadar getah
pohon pinus yang ditambahkan pada campuran, hal ini mengakibatkan
campuran semakin padat. Hal ini dapat terjadi karena fungsi bahan tambah
Getah pohon pinus membuat pelapisan pengikat aspal yang efisien pada
permukaan agregat.

B. Void In Mineral Aggregate (VMA)


Void in Mineral Aggregate (VMA) merupakan persen rongga udara yang
ada di antara partikel-partikel agregat di dalam campuran agregat aspal yang
sudah dipadatkan. VMA dinyatakan sebagai ruang yang tersedia untuk
menampung aspal dan rongga yang diperlukan dalam campuran agregat
aspal. Dari hasil penelitian diketahui bahwa nilai VMA mengalami
penurunan seiring bertambahnya kadar variasi, pada variasi 1% terlihat
lebih tinggi dikarenakan dengan adanya abu bata dan kadar variasi getah
pinus yang sedikit maka nilainya lebih tinggi dari pada nilai KAO. jumlah
getah pinus yang semakin banyak membuat pori di antara agregat yang
berisi aspal semakin sedikit, dan jika kadar abu batu bata semakin banyak
maka nilai VMA semakin besar.

C. Void In The Total Mix (VIM)


Void in the Total Mix (VIM) adalah persentase rongga udara dalam
campuran terhadap total volume campuran agregat dan aspal. VIM
berfungsi sebagai ruang bergesernya agregat akibat beban lalu lintas atau
ruang bagi aspal yang melunak akibat perubahan temperatur. Nilai VIM
dibutuhkan untuk mengetahui persentase volume pori yang masih tersisa
setelah campuran aspal tersebut dipadatkan. Nilai VIM yang besar
menunjukkan bahwa rongga pada suatu benda uji besar dan kurangnya
kekedapan suatu benda uji terhadap air. Dari hasil penelitian dapat diketahui
bahwa campuran pada aspal AC-WC dengan penambahan Getah pinus dan
Abu batu bata mengalami perubahan yang signifikan dan cenderung
menurun pada nilai VIM seiring penambahan kadar getah pinus. Hasil
pengujian didapatkan nilai VIM pada kadar 0% sebesar 4,8%, kadar 1%
sebesar 6,3%, kadar 2% sebesar 5,8%, pada kadar 3% sebesar 4,8 % dan
pada kadar 4% sebesar 4,7%, dari 5 kadar variasi tersebut ada 2 yang tidak
memenuhi Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 yaitu di variasi 1%, dan 2%.
Kondisi ini disebabkan karena masuknya substitusi dari abu bata membuat
nilai vim semakin meningkat dan persenan getah pinus yang sedikit, maka
tingkat kekerasan bahan ikat akan semakin kecil berdasarkan nilai penetrasi
dan memudahkan untuk mengisi rongga campuran. Nilai VIM yang rendah
mampu meningkatkan keawetan pada campuran beraspal. Namun jika nilai
VIM terlalu rendah atau di bawah batas spesifikasi, dapat menyebabkan
terjadinya bleeding yaitu keluarnya aspal dari campuran akibat beban yang
diterima perkerasan.

D. Void Filled With Asphalt (VFA)


Void Filled With Asphalt (VFA) adalah volume rongga campuran yang terisi
aspal atau yang biasa disebut dengan selimut aspal. VFA merupakan
persentase volume aspal yang menyelimuti agregat setelah mengalami
proses pemadatan. Sehingga, dapat dikatakan VFA merupakan persentase
rongga yang terisi aspal pada campuran. Semakin besar nilai VFA
menandakan semakin banyaknya rongga dalam campuran yang terisi aspal
sehingga campuran menjadi lebih kedap terhadap air dan udara . Nilai VFA
akan meningkat seiring dengan bertambahnya kadar aspal yang digunakan
dalam campuran karena rongga dalam campuran yang terisi aspal akan
semakin banyak. Dari hasil yang didapat bahwa seluruh kadar variasi yang
di buat dalam penelitian ini nilainya terus meningkat dari KAO, yaitu pada

71
72

kadar variasi 0% dengan nilai 70,4%, kadar variasi 1% sebesar 64,4%, kadar
variasi 2% sebesar 66,1%, pada kadar variasi 3% sebesar 70,4%, dan pada
kadar variasi 4% sebesar 70,9%. Nilai VFA yang tinggi menunjukan bahwa
rongga pada campuran lebih terisi oleh aspal.

E. Stabilitas
Stabilitas adalah nilai ketahanan deformasi akibat beban lalu lintas tanpa
terjadinya perubahan bentuk seperti gelombang dan alur. Dari hasil yang
didapat bahwa nilai stabilitas meningkat sangat signifikan pada kadar variasi
0% (KAO) dengan nilai stabilitas yaitu 1778,2 Kg, pada kadar variasi 1%
dengan nilai 1767,4 Kg, di kadar variasi 2% mengalami kenaikan dengan
nilai 1961,8 Kg, di kadar variasi 3% juga mengalami kenaikan di nilai
1986,1 Kg, dan di variasi 4% mengalami penurunan di nilai 1952,1 kg.
Peningkatan tertinggi nilai stabilitas campuran dengan penambahan kadar
variasi 3% dikarenakan mempunyai nilai kekakuan bahan ikat paling besar,
sehingga kemampuan untuk mempertahankan ikatan dan mencegah
terjadinya deformasi semakin besar, dan tentunya akan lebih stabil dalam
menahan beban.
F. Flow
Kelelehan (flow) merupakan parameter Marshall yang menyatakan besarnya
penurunan campuran akibat beban vertikal hingga batas runtuh. Dari hasil
yang didapat bahwa nilai flow pada kadar variasi 0% (KAO) di dapat nilai
flow 3,635 mm, pada kadar variasi 1% nilai flow 3,657 mm, pada kadar
varasi 2% nilai flow 3,740 mm, pada kadar variasi 3% nilai flow 3,813 mm,
dan pada kadar variasi 4% naik menjadi 4,12 mm. Dari hasil ini
menunjukkan bahwa pada kadar variasi 1% mengalami kenaikan sedikit dari
KAO, dikarenakan pada kadar variasi 1% sudah ada kadar getah pinus maka
terlihat nilai flow mengalami kenaikan pada variasi 1% juga naik sampai
variasi 4%. Hal ini disebabkan semakin tinggi penambahan kadar getah
pinus akan mengakibatkan campuran menjadi lebih plastis. Hal ini
mengakibatkan lebih mudah berubah bentuk apabila diberi beban.
G. Marshall Quotient (MQ)
Nilai MQ merupakan rasio atau perbandingan antara nilai stabilitas dan flow
pada campuran beton aspal yang digunakan untuk menunjukkan tingkat
fleksibilitas campuran. Dari hasil yang didapat bahwa nilai MQ pada kadar
variasi 0% (KAO) yaitu 497,6 Kg/mm, setelah memasuki kadar variasi 1%
yang sudah masuk penambahan getah pohon pinus maka mengalami
kenaikan dengan nilai 509,6 Kg/mm, pada variasi 2% dengan nilai 526,4
Kg/mm, pada kadar variasi 3% dengan nilai 525,0 Kg/mm, dan pada kadar
variasi 4% dengan nilai 508,0 Kg/mm. Kenaikan dan penurunan nilai MQ
dipengaruhi oleh nilai stabilitas dan flow pada campuran. Namun nilai
tersebut masih memenuhi Spesifikasi Umum Bina Marga 2018. Stabilitas
yang kecil dan flow yang besar menghasilkan campuran yang lebih lembek
dan mudah mengalami deformasi jika diberi pembebanan. Sebaliknya, nilai
stabilitas yang besar dan flow yang kecil menghasilkan campuran yang
lebih getas.

73
74

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan yaitu pemanfaatan Getah
pinus dan Abu batu bata sebagai bahan tambah dan substitusi sebagian aspal
dengan variasi 1% dan 2% menunjukkan hasil yang diperoleh tidak memenuhi
Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2018. Dikarenakan variasi 1% pada nilai
VIM dan VFA tidak memenuhi spesifikasi yang disyaratkan. Pada variasi 2%,
nilai VIM tidak memenuhi spesifikasi yang disyaratkan. Dimana pada variasi 1%
nilai VIM melewati batas maksimum dari yang disyaratkan oleh Spesifikasi
Umum Bina Marga 2018, sedangkan untuk nilai VFA tidak mencapai dari yang
disyaratkan oleh Spesifikasi Umum Bina Marga 2018. Pada variasi 2% ini nilai
VIM tidak memenuhi spesifikasi yang disyaratkan, dikarenakan melewati batas
maksimum dari yang disyaratkan oleh Spesifikasi Umum Bina Marga 2018.
Untuk variasi 3% dan 4%, nilai keseluruhannya memenuhi Spesifikasi Umum
Bina Marga Tahun 2018.

5.2 Saran
Apabila menggunakan campuran beraspal dengan variasi 1% dan 2% aspal
beton akan menghasilkan sifat seperti mudah keropos dan butiran agregat cepat
terlepas dari aspal, hal tersebut disebabkan karena nilai VFA dan VIM yang tidak
memenuhi batas minimal yang disyaratkan. Jika ingin menggunakan perkerasan
dengan bahan tambah dan substitusi sebagian aspal menggunakan bahan getah
pinus dan abu batu bata dengan variasi 1% dan 2%, disarankan untuk jalan
perkampungan yang lalu lintasnya tidak terlalu padat. Dan jika untuk perkerasan
jalan raya disarankan untuk menggunakan variasi 3% dan 4%, dikarenakan pada
variasi 3% dan 4% tersebut nilai keseluruhannya mencapai dan memenuhi
Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2018.
DAFTAR PUSTAKA

I Gede Budiartha Utama. (2017) ‘Pengaruh Pengunaan Serbuk Batu Bata Sebagai
Filler Pada Campuran Laston (AC-WC)’, Artikel Ilmiah.

Marga, B. (2010) Spesifikasi Umum Bina Marga 2010.

Ratna Yuniarti, Hasyim, Rohani, Desi Widianty. (2021) ‘Sifat Volumetrik


Campuran Laston Menggunakan Aspal Modifikasi Getah Pinus dan
Limbah Styrofoam’, Jurnal Sains Teknologi dan Lingkungan.

Habibul Hasbi. (2022) ‘Pengaruh Penambahan Limbah Batu Bata Sebagai


Pengganti Sebagian Filler Terhadap Nilai Stabilitas Marshall Laston (AC-
WC)’, Teknologi dan Ilmu Terapan.

Dwi Kartikasari, Sugeng Dwi Hartantyo. (2017) ‘Penggantian Filler Dengan Fly
Ash dan Serbuk Batu Bata Pada Campuran Aspal (AC-WC)’.

Syamsi Fajri, Sukirman, Zurni. R. (2015) ‘Studi Penggunaan Aspal Modifikasi


Dengan Getah Pinus Pada Campuran Beton Aspal’, Jurnal Online Institut
Teknologi Nasional.

Dea Putri Perceka, Tan Lie Ing. (2016) ‘Pengaruh Getah Pinus Pada Stabilitas,
Pelelehan, dan Durabilitas Lapis Pengikat Beton Aspal’, Jurnal Teknik
Sipil Maranatha.

SNI 03 1968 1990 Analisa Saringan Agregat.

SNI 03 4804 1998 Metode Pengujian Berat Isi dan Rongga Udara Dalam Agregat.

SNI 1969, P.B.J. (2008) ‘Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar’.

Spesifikasi Umum Bina Marga (2018) ‘Spesifikasi Umum Bina Marga’,


Direktorat Jendral Bina Marga. Dep. Pekerj. Umum.

Standar Nasional SNI 1970 20 08 Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat

Yolanda Anggraini, Alfian Malik, Mardani Sebayang. (2020) ‘Analisis Kinerja


Campuran AC-WC Dengan Pemanfaatan Kombinasi Limbah Abu Bata
dan Abu Serbuk Kayu Sebagai Filler’, Saintek e-journal.

75
76

Yosep Daiman Sakur, Ida Farida. (2019) ‘Analisis Penggunaan Serbuk Bata
Merah Sebagai Filler Pada Campuran Laston Lapis Aus (AC-WC)’,
Jurnal Konstruksi.

B. H. Fuady, Zainuddin Muchtar, S. R. Hartini, Y. Alfarizi, Y. Atrasina. (2021)


‘Penggunaan Limbah Batu Bata dan Batu Bara Sebagai Campuran Asphalt
Concrete-Wearing Course’, Rumah Jurnal Fakultas Teknik.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

A.1 Sifat Fisis Material


Material-material yang digunakan sebagai bahan campuran dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Agregat kasar yang berupa batu pecah yang lolos saringan 3/4 dan tertahan
disaringan No. 4.
2. Agregat halus yang digunakan dalam penelitian ini berupa pasir dan dust yang
lolos dari saringan No. 4.
3. Filler yang digunakan adalah semen portland tipe 1 dan abu batu bata yang
lolos saringan No. 200.
4. Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal dengan penetrasi
60/70.

A.1.1 Agregat kasar


Agregat kasar untuk rancangan campuran adalah agregat yang lolos
saringan 3/4” (19 mm) dan tertahan pada saringan No. 4 (4,75 mm), agregat
tersebut harus bersih dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak diinginkan
lainnya. Pada perkerasan, agregat kasar terbagi menjadi dua, yaitu agregat kasar
yang lolos saringan ¾ dan tertahan saringan No. 4 untuk fraksi kasar atau CA ¾”
(Coarse Aggregate) dan batu pecah 3/8 (Medium Aggregate) dapat digunakan
persamaan 2.9 dan persamaan 2.10.
1. Analisis saringan
Analisa saringan merupakan salah satu dari bagian pengujian sifat fisis
material yang digunakan dengan tujuan untuk memperoleh distribusi butiran
besar atau jumlah presentase butiran antara agregat halus (pasir dan dust) dan
agregat kasar (batu pecah 3/4 dan batu pecah 3/8). Untuk menghitung analisa
saringan agregat fraksi kasar yang terbagi menjadi dua yaitu batu pecah 3/4
(Coarse Aggregate) dan batu pecah 3/8 (Medium Aggregate) dapat digunakan
persamaan 2.9 dan persamaan 2.10.

77
78

a. Analisa saringan agregat fraksi kasar (3/4”) :


Agregat = 1500 gr
No. Saringan = ½”
Berat Saringan = 437 gr
Berat saringan + agregat = 1143,333
 Berat agregat tertahan = Berat saringan berisi agregat – berat
saringan
= 1141 gr – 437 gr
= 704 gr
berat tertahan
 Persen tertahan = x 100
jumlah berat tertahan
704 gr
= x 100
1500 gr
= 46,93 %
100− persentertahan
 Persen lolos komulatif = x 100
100
100−46 , 93
= x 100
100
= 53,07 %
Untuk perhitungan pada sampel selanjutnya dapat menggunakan persamaan
diatas dan untuk hasil sampel selanjutnya diperlihatkan pada Tabel A.1.

Tabel A.1 Analisa saringan agregat kasar batu pecah 3/4


Ukura
Ayakan berat Berat tertahan Persen
n berat Persen
saringan
saringan Komulatif Lolos
No ( mm ) + agregat ( Gram ) %
(%) (% )
3/4" 19,10 512 512 0,00 0,00 0,00 100,00 M
1/2" 12,70 437 1141 704,00 46,93 46,93 53,07 M
3/8" 9,52 427 1042 615,00 41,00 87,93 12,07 M
No. 4 4,75 415 590 175,00 11,67 99,60 0,40 M
No .8 2,36 398 400 2,00 0,13 99,73 0,27 M
No. 16 1,16 368 368 0,00 0,00 99,73 0,27 M
No. 30 0,50 359 359 0,00 0,00 99,73 0,27 M
No. 50 0,30 369 369 0,00 0,00 99,73 0,27 M
No.100 0,15 377 377 0,00 0,00 99,73 0,27 M
No.200 0,075 394 394 0,00 0,00 99,73 0,27 M
jumlah 1496,00

dimana :
M : Memenuhi

Gambar A.1 Grafik analisa saringan batu pecah 3/4

b. Analisa saringan agregat fraksi sedang (3/8”)


Agregat = 1500 gr
No. Saringan =4
Berat Saringan = 415 gr
Berat saringan + agregat = 1845 gr
 Berat agregat tertahan = Berat saringan berisi agregat – berat
saringan
= 1845 gr – 415 gr
= 1430 gr
berat tertahan
 Persen tertahan = x 100
jumlah berat tertahan
1430 gr
= x 100
1500 gr
= 95,33 %
100− persentertahan
 Persen lolos komulatif = x 100
100

79
80

100−95 , 33
= x 100
100
= 4,20 %
Untuk perhitungan pada sampel selanjutnya dapat menggunakan persamaan
diatas dan untuk hasil sampel selanjutnya diperlihatkan pada Tabel A.2.
Berat tertahan Persen Persen
Berat
No Ukuran Berat
Saringan Komulati Lolos
Ayakan ( mm ) Saringan (Gram) %
+ Agregat f (%) (%)
3/4" 19,00 512 512 0,00 0,00 0,00 100 M
1/2" 12,50 437 437 0,00 0,00 0,00 100 M
3/8" 9,50 427 434 7,00 0,47 0,47 99,53 M
No. 4 4,75 415 1845 1430,00 95,33 95,80 4,2 M
No .8 2,36 398 452 54,00 3,60 99,40 0,6 M
No. 16 1,18 368 372 4,00 0,27 99,67 0,33 M
No. 30 0,60 359 360 1,00 0,07 99,73 0,27 M
No. 50 0,30 369 370 1,00 0,07 99,80 0,2 M
No.100 0,15 377 377 0,00 0,00 99,80 0,2 M
No. 200 0,075 394 394 0,00 0,00 99,80 0,2 M
jumlah 1497,00

dimana :
M : Memenuhi

Gambar A.2 Analisa saringan agregat kasar batu pecah 3/8

2. Berat jenis dan absorpsi agregat


Hubungan antara berat jenis dan daya serap adalah semakin tinggi nilai
berat jenis agregat maka semakin kecil daya serap agregat. Untuk berat jenis
dan absorpsi agregat kasar dapat dihitung dengan persamaan 2.2, persamaan
2.4, persamaan 2.6, dan persamaan 2.8. Data berat jenis agregat kasar dapat
dilihat pada Tabel A.3 dan Tabel A.4.

a. Berat jenis agregat fraksi kasar (3/4”)


BK
 Berat jenis kering (bulk) =
BJ −BA
2451 gr
=
2500 gr −1550 ,7 gr
= 2,582 gr
BJ
 Berat jenis kering permukaan (ssd) =
BJ −BA
2500 gr
=
2500−1550 , 7 gr
= 2,634 gr
BK
 Berat jenis semu (apparent) =
BK −BA
2451
=
2451−1550 , 7 gr
= 2,722
BJ −BK
 Penyerapan air (absorpsi) = x 100
BK
2500 gr −2451 gr
= x 100
2451
= 1,999 %
Untuk perhitungan pada sampel selanjutnya dapat menggunakan persamaan
diatas dan untuk hasil sampel selanjutnya diperlihatkan pada Tabel A.3.

Tabel A.3 Berat jenis agregat kasar batu pecah 3/4


Sampel
No. Uraian Notasi Rata-rata
I II III
1. Berat kering BJ 2500 2500 2500 2500

81
82

permukaan
(gr)
Berat kering
2. BK 2451 2456 2452 2453,000
oven (gr)
Berat dalam air
3. BA 1550,7 1551,4 1549,4 1550,5
(gr)
Berat jenis BK / (BJ-
4. 2,582 2,589 2,579 2,583 M
kering bulk BA)
Berat jenis
kering jenuh BJ /
5. 2,634 2,635 2,630 2,633 M
permukaan (BJ-BA)
(ssd)
Sampel
No. Uraian Notasi Rata-rata
I II III
Berat jenis
semu BK / (BK-
6. 2,722 2,715 2,717 2,718 M
(apparent) BA)

Penyerapan (BJ-BK) /
7. 1,999 1,792 1,958 1,916 M
air (absorbsi) BK×100%

dimana :
M : Memenuhi
TM : Tidak memenuhi

b. Berat jenis agregat fraksi kasar (3/4”)


BK
 Berat jenis kering (bulk) =
BJ −BA
2437 gr
=
2500 gr −1537 , 8 gr
= 2,533
BJ
 Berat jenis kering permukaan (ssd) =
BJ −BA
2500 gr
=
2500−1537 , 8 gr
= 2,598 gr
BK
 Berat jenis semu (apparent) =
BK −BA
2437 gr
=
2437−1537 ,8 gr
= 2,710
BJ −BK
 Penyerapan air (absorpsi) = x 100
BK
2500 gr −2437 gr
= x 100
2437
= 2,585 %
Untuk perhitungan pada sampel selanjutnya dapat menggunakan persamaan
diatas dan untuk hasil sampel selanjutnya diperlihatkan pada Tabel A.4.

Tabel A 4 Berat jenis agregat kasar batu pecah 3/8


Sampel
No. Uraian Notasi Rata-rata
I II III
Berat kering
1. permukaan BJ 2500 2500 2500 2500
(gr)
Berat kering
2. BK 2437 2436 2434 2435,667
oven (gr)
Berat dalam air
3. BA 1537,8 1535,9 1533,5 1535,73
(gr)
Berat jenis BK / (BJ-
4. 2,533 2,527 2,518 2,526 M
kering bulk BA)
Berat jenis
kering jenuh BJ /
5. 2,598 2,593 2,587 2,593 M
permukaan (BJ-BA)
(ssd)
Berat jenis
BK / (BK-
6. semu 2,710 2,706 2,703 2,706 M
BA)
(apparent)
Penyerapan air (BJ-BK) /
7. 2,585 2,627 2,712 2,641 M
(absorbsi) BK×100%

dimana :
M : Memenuhi
TM : Tidak memenuhi
3. Berat isi
Untuk menghitung berat isi agregat kasar dapat dihitung dengan persamaan
2.11. Data berat isi agregat kasar diperlihatkan pada Tabel A.5 dan A.6.

83
84

a. Agregat fraksi kasar (3/4”)


 Berat isi gembur
Berat agregat (W) =C–A
= 7941 gr – 4102 gr
= 3839 gr
W
Berat isi =
V
3839 gr
=
2826 cm3
= 1,358 gr/cm3

 Berat isi padat


Berat agregat (W) =C–A
= 8264 gr – 4102 gr
= 4162 gr
W
Berat isi =
V
4162 gr
=
2826 cm3
= 1,473 gr/cm3
Untuk perhitungan pada sampel selanjutnya dapat menggunakan persamaan
diatas dan untuk hasil sampel selanjutnya diperlihatkan pada Tabel A.5.

Tabel A.5 Berat isi agregat kasar batu pecah 3/4


Gembur Padat
No. Uraian
I II III I II III
Berat silinder +
1. 7941 7887 7919 8264 8344 8332
gram agregat (C)
Berat silinder gram 4102
2. 4102 4102 4102 4102 4102
(A)
Berat agregat gram 4230
3. 3839 3785 3817 4162 4242
(W)
4. Isi tempat (V) cm3 2826 2826 2826 2826 2826 2826
3
5. Berat Isi gram/cm 1,358 1,339 1,351 1,473 1,501 1,497
3
Berat isi rata-rata gram/cm 1,349 1,490
b. Agregat fraksi sedang (3/8”)
 Berat isi gembur
Berat isi agregat (W) =C–A
= 8003 gr – 4102 gr
= 3901 gr
W
Berat isi =
V
3901 gr
=
2826 cm3
= 1,380 gr/cm3
 Berat isi padat
Berat agregat (W) =C–A
= 8138 gr – 4102 gr
= 4036 gr
W
Berat isi =
V
4036 gr
=
2826 cm3
= 1,428 gr/cm3
Untuk perhitungan pada sampel selanjutnya dan untuk berast isi rata-rata
diperlihatkan pada Tabel A.6.

Tabel A.6 Berat isi agregat kasar batu pecah 3/8


Gembur Padat
No. Uraian
I II III I II III
Berat silinder + gram agregat (C)
1. 8003 7922 7913 8138 8182 8210
Berat silinder gram (A)
2. 4102 4102 4102 4102 4102 4102
Berat agregat gram (W)
3. 3901 3820 3811 4036 4080 4108
4. Isi tempat (V) cm3 2826 2826 2826 2826 2826 2826
3
5. Berat Isi gram/cm 1,380 1,352 1,349 1,428 1,444 1,454
3
Berat isi rata-rata gram/cm 1,360 1,442

85
86

A.1.2 Agregat halus


Agregat halus untuk rancangan campuran adalah agregat yang lolos
saringan No. 4 (4,75 mm), agregat tersebut harus bersih dan bebas dari lempung
dan bahan yang tidak diinginkan lainnya. Agregat halus dalam perkerasan terbagi
menjadi 2 yaitu, pasir dan dust.

1. Analisa saringan
Analisa saringan dilakukan untuk memperoleh distribusi butiran atau jumlah
presentase butiran antara agregat halus dan agregat kasar. Untuk menghitung
analisa atau gradasi agregat halus dapat digunakan persamaan 2.9, dan
persamaan 2.10. data analisa saringan atau gradasi agregat halus dapat dilihat
pada Tabel A.7 dan Tabel A.8.
a. Agregat fraksi halus (dust)
Agregat = 1500 gr
No. Saringan =8
Berat saringan = 398
Berat saringan + agregat = 860
 Berat agregat tertahan = berat saringan berisi agregat –
berat
saringan
= 860 gr – 398 gr
= 462 gr
berat tertahan
 Persen tertahan = x 100
jumlah berat tertahan
462 gr
= x 100
1500 gr
= 30,80 %
100− persentertahan
 Persen lolos komulatif = x 100
100
100−30 , 80
= x 100
100
= 68,80 %
Untuk perhitungan pada sampel selanjutnya dan untuk ansar rata-rata
diperlihatkan pada Tabel A.7.

Tabel A.7 Analisa saringan agregat halus dust


Berat Berat tertahan Persen Persen
No Ukuran ( Berat Saringan
Ayakan mm ) Saringan (Gra Komulatif Lolos (
+ Agregat %
m) (%) %)
3/4" 19,00 512 512 0,00 0,00 0,00 100 M
1/2" 12,50 437 437 0,00 0,00 0,00 100 M
3/8" 9,50 427 427 0,00 0,00 0,00 100 M
No. 4 4,75 415 421 6,00 0,40 0,40 99,6 M
No .8 2,36 398 860 462 30,80 31,20 68,80 M
No. 16 1,18 368 669 301 20,07 51,27 48,73 M
No. 30 0,60 359 621 262 17,47 68,73 31,27 M
No. 50 0,30 369 510 141 9,40 78,13 21,87 M
No.100 0,15 377 536 159 10,60 88,73 11,27 M
No. 200 0,075 394 488 94 6,27 95,00 5 M
jumlah 1425

dimana :
M : Memenuhi
TM : Tidak memenuhi

Gambar A.3 Grafik analisa saringan dust

b. Agregat fraksi halus


Agregat = 1500 gr
No. Saringan = 100
Berat saringan = 377 gr

87
88

Berat saringan + agregat = 834 gr


 Berat agregat tertahan = berat saringan berisi agregat –
berat
saringan
= 843 – 377 gr
= 457 gr
berat tertahan
 Persen tertahan = x 100
jumlah berat tertahan
457 gr
= x 100
1500 gr
= 30,47 gr
 Persen lolos komulatif =
100− persentertahan komulatif
x 100
100
100−30 , 47
= x 100
100
= 10,60 %

Untuk perhitungan pada sampel selanjutnya dan untuk ansar rata-rata


diperlihatkan pada Tabel A.8.
Tabel A.8 Analisa saringan agregat halus pasir
Berat Berat tertahan Persen Persen
No Ukuran Berat Saringan +
Ayakan ( mm ) Saringan Komulatif Lolos (
Agregat ( Gram ) %
(%) %)
3/4" 19,00 512 512 0,00 0,00 0,00 100 M
1/2" 12,50 437 437 0,00 0,00 0,00 100 M
3/8" 9,50 427 427 0,00 0,00 0,00 100 M
No. 4 4,75 415 415 0,00 0,00 0,00 100 M
No .8 2,36 398 511 113,00 7,53 7,53 92,47 M
No. 16 1,18 368 522 154,00 10,27 17,80 82,20 M
No. 30 0,60 359 622 263,00 17,53 35,33 64,67 M
No. 50 0,30 369 723 354,00 23,60 58,93 41,07 M
No.100 0,15 377 834 457,00 30,47 89,40 10,60 M
No. 200 0,075 394 501 107,00 7,13 96,53 3,47 M
jumlah 1448,00
di mana:
M : Memenuhi

2. Berat jenis dan absorpsi agregat halus


Hubungan antara berat jenis dan daya serat adalah semakin tinggi nilai berat
jenis agregat maka semakin kecil daya serap agregat. berat jenis dan absorpsi
agregat halus dapat dihitung dengan persamaan 2.2, persamaan 2.5,
persamaan 2.7, dan persamaan 2.8. data hasil dari berat jenis untuk agregat
halus dapat dilihat pada Tabel A.9 dan Tabel A.10.
a. Agregat fraksi halus (dust)
BK
 Berat jenis kering (bulk) =
B+ BJ −BT
491 gr
=
2247 gr −500−2558 gr
= 2,598 %
BJ
 Berat jenis kering jenuh permukaan (ssd) =
B+ BJ −BT
500 gr
=
2247 gr −500−2558 gr
= 2,646 %
BK
 Berat jenis semu (apparent) =
B+ Bk + BT

89
90

491 gr
=
2247 gr −491−2558 gr
= 2,728 %
BJ −BK
 Penyerapan air (absorpsi) = x 100
BK
500 gr −491 gr
= x 100
491 gr
= 1,833 %

Untuk perhitungan pada sampel selanjutnya dan berat jenis rata-rata


diperlihatkan pada Tabel A.9.

Tabel A.9 Berat jenis agregat halus dust


Sampel
No. Uraian Notasi Rata-rata
I II III
Berat kering permukaan
1. BJ 500 500 500 500
(gr)
2. Berat kering oven (gr) BK 491 489 489 489,667
Berat pickometer + air +
3. B 2247 2247 2247 2247
plat + kaca (gr)
Berat picnometer +air +
4. BT 2558 2558 2556 2557
plat kaca + benda uji (gr)
5. Berat jenis kering (bulk) BK/(B+BJ-BT) 2,598 2,587 2,560 2,582 M
Berat jenis kering jenuh
6. BJ/(B+BJ-BT) 2,646 2,646 2,618 2,636 M
(ssd)
Berat jenis semu
7. BK/(B+BK-BT) 2,728 2,747 2,717 2,731 M
(apparent)
8. Penyerapan air (absorpsi) (BJ-BK)/BK×100% 1,833 2,249 2,249 2,111 M

dimana :
M : Memenuhi
TM : Tidak Memenuhi

b. Agregat fraksi halus (pasir)


BK
 Berat jenis kering (bulk) =
B+ BJ −BT
495 gr
=
2247 gr + 500 gr −2557 gr
= 2,605
BJ
 Berat jenis kering permukaan (ssd) =
B+ BJ −BT
500 gr
=
2247 gr + 500 gr −2557 gr
= 2,632
BK
 Berat jenis semu (apparent) =
B+ BK −BT
495 gr
=
2247 gr + 495 gr−2557 gr
= 2,676
BJ −BK
 Penyerapan air (absorpsi) = x 100
BK
500 gr −495 gr
= x 100
495 gr
= 1,010 %
Untuk perhitungan pada sampel selanjutnya dan berat jenis rata-rata
diperlihatkan pada Tabel A.10.

Tabel A.10 Berat jenis agregat halus pasir


Sampel
No. Uraian Notasi Rata-rata
I II III
1. Berat kering permukaan (gr) BJ 500 500 500 500
2. Berat kering oven (gr) BK 495 496 496 495,667
Berat pickometer + air +
3. B 2247 2247 2247 2247
plat + kaca (gr)
Berat picnometer +air + plat
4. BT 2557 2559 2557 2557,667
kaca + benda uji (gr)
Sampel
No Uraian Notasi Rata-rata
I II III
BK / (B+BJ-BT) M
5. Berat jenis kering (bulk) 2,605 2,638 2,611
2,618
Berat jenis kering jenuh BJ / M
6. 2,632 2,660 2,632
(ssd) (B+BJ-BT) 2,641
Berat jenis semu BK /
7. 2,676 2,696 2,667 2,679 M
(apparent) (B+BK-BT)
Penyerapan air (absorpsi) (BJ-BK) /
8. 1,010 0,806 0,806 0,874 M
BK×100%

di mana:
M : Memenuhi

91
92

TM : Tidak Memenuhi
3. Berat isi
Untuk menghitung berat isi agregat halus dapat dihitung dengan persamaan
2.11. Data hasil dari berat isi untuk agregat halus dapat dilihat pada Tabel
A.11 dan Tabel 2.12.
a. Agregat fraksi halus (dust)
 Berat isi gembur
Berat agregat (W) =C–A
= 8797 gr – 4101 gr
= 4696 gr
W
Berat isi =
V
4696 gr
=
2826 cm3
= 1,662 gr/cm3
 Berat isi padat
Berat agregat (W) =C–A
= 9171 gr – 4101 gr
= 5070 gr
W
Berat isi =
V
5070 gr
=
2826 cm3
= 1,794 gr/cm3
Untuk perhitungan pada sampel selanjutnya dan berat isi rata-rata
diperlihatkan pada Tabel A.11.

Tabel A.11 Berat isi agregat halus dust


Gembur Padat
No. Uraian
I II III I II III

Berat silinder +
1. agregat (C) Gram 8797 8772 8780 9171 9229 9212
2. Berat silinder (A) Gram 4101 4101 4101 4101 4101 4101

3. Berat agregat (W) Gram 4696 4671 4679 5070 5128 5111

4. Isi tempat (V) cm3 2826 2826 2826 2826 2826 2826

5. Berat Isi gram/cm3 1,662 1,653 1,656 1,794 1,815 1,809

Berat isi rata-rata gram/cm3 1,657 1,806

b. Agregat fraksi halus (pasir)


 Berat isi gembur
Berat agregat (W) =C–A
= 8756 gr – 4101 gr
= 4655 gr
W
Berat isi =
V
4655 gr
=
2826 cm3
= 1,647 gr/cm3
 Berat isi padat
Berat agregat (W) =C–A
= 9031 gr – 4101 gr
= 4930 gr
W
Berat isi =
V
4930 gr
=
2826 cm3
= 1,745 gr/cm3
Untuk perhitungan pada sampel selanjutnya dan berat isirata-rata
diperlihatkan pada Tabel A.12.

Tabel A.12 Berat isi agregat halus pasir


Gembur Padat
No. Uraian
I II III I II III

93
94

Berat silinder +
1. Gram 8756 8741 8781 9031 9041 9034
agregat (C)
2. Berat silinder (A) Gram 4101 4101 4101 4101 4101 4101
3. Berat agregat (W) Gram 4655 4640 4680 4930 4940 4933
4. Isi tempat (V) cm 3
2826 2826 2826 2826 2826 2826
5. Berat Isi gram/cm 3
1,647 1,642 1,656 1,745 1,748 1,746
Berat isi rata-rata gram/cm3 1,648 1,746

A.1 Pembuatan benda uji


Benda uji yang digunakan adalah benda uji berbentuk silinder dengan
ukuran Ø 101,6 mm x 75 mm dengan jumlah benda uji KAO sebanyak 15 sampel
dan benda uji variasi berjumlah 3 sampel. Jumlah total sampel yang digunakan
adalah sebanyak 30 sampel.

A.2.1 Penentuan gradasi campuran


Gradasi agregat untuk campuran AC-WC sesuai dengan Spesifikasi Umum
Bina Marga 2018 Revisi 2 diperlihatkan pada Tabel A.13.

Tabel A.13 Proporsi agregat untuk campuran AC-WC


% Lolos % Mix Design Total Spek
Ayakan Ukuran
CA MA Dust Pasir filler mix Revisi 2
CA MA
Dust Pasir filler
No ( mm ) (3/4") (3/8") 16 27 40 15 2 100 Min Max

3/4" 19,1 100 100 100 100 100 16,00 27,00 40,00 15,00 2,0 100,00 100 100 M
1/2" 12,7 53 100 100 100 100 8,49 27,00 40,00 15,00 2,0 92,49 90 100 M
3/8" 9,52 12 100 100 100 100 1,93 26,87 40,00 15,00 2,0 85,80 77 90 M
No. 4 4,75 0 4 100 100 100 0,06 1,13 39,84 15,00 2,0 58,04 53 69 M
No .8 2,36 0 1 69 92 100 0,04 0,16 27,52 13,87 2,0 43,59 33 53 M
No. 16 1,16 0 0 49 82 100 0,04 0,09 19,49 12,33 2,0 33,96 21 40 M
No. 30 0,5 0 0 31 65 100 0,04 0,07 12,51 9,70 2,0 24,32 14 30 M
No. 50 0,3 0 0 22 41 100 0,04 0,05 8,75 6,16 2,0 17,00 9 22 M
No.100 0,15 0 0 11 11 100 0,04 0,05 4,51 1,59 2,0 8,19 6 15 M
No. 200 0,075 0 0 5 3 100 0,04 0,05 2,00 0,52 2,0 4,62 4 9 M
di mana :
M : Memenuhi
TM : Tidak Memenuhi
Gambar A.5 Grafik gradasi campuran agregat
Berdasarkan Tabel A.13 diperoleh proporsi agregat fraksi kasar (CA) yaitu
16%, agregat fraksi sedang (MA) yaitu 27%, agregat fraksi halus (pasir) yaitu
15% agregat fraksi halus (dust) yaitu 40% dan filler yaitu 2%, sehingga total mix
design tersebut memenuhi Spesifikasi Bina Marga 2018.

A.2.2 Benda uji


Langkah-langkah untuk melakukan pembuatan benda uji yang pertama
adalah menentukan proporsi campuran atau komposisi campuran aspal betonnya,
untuk komposisi campuran aspal betonnya diperlihatkan pada Tabel dibawah ini :

1. Komposisi campuran aspal beton dengan additive pada aspal 1%


Dikarenakan KAO 6% (72 gr) maka untuk mendapatkan komposisi aspal dari
campuran aspal beton dengan menggunakan Getah pinus sebagai bahan
tambah dan Abu batu bata sebagai substitusi sebagian filler. Untuk lebih rinci
diperlihatkan pada Tabel 4.13

Tabel A.14 Komposisi aspal beton variasi 1%


Bahan Persen % Berat (Gr)
CA 16 180,48
MA 27 304,56

95
96

Dust 40 451,20
Pasir 15 169,20
Filler 2 22,56
Aspal 6 72
Getah 1% dari berat aspal 0,72
pinus
Abu
Batu 5% dari filler 1,128
Bata
Total 1200,72

2. Komposisi campuran aspal beton dengan additive pada aspal 2%


Dikarenakan KAO 6% (72 gr) maka untuk komposisi campuran aspal
beton dengan menggunakan Getah pinus sebagai bahan tambah dan Abu
batu bata sebagai substitusi sebagian filler diperlihatkan pada Tabel 4.14.

Tabel A.15 Komposisi aspal beton variasi 2%


Bahan Persen % Berat (Gr)
CA 16 180,48
MA 27 304,56
Dust 40 451,20
Pasir 15 169,20
Filler 2 22,56
Aspal 6 72
Getah 2% dari berat aspal 1,44
pinus
Abu
Batu 5% dari filler 1,128
Bata
Total 1201,44

3. Komposisi campuran aspal beton dengan additive pada aspal 3%


Dikarenakan KAO 6% (72 gr) maka untuk komposisi campuran aspal
beton dengan menggunakan Getah pinus sebagai bahan tambah dan Abu
batu bata sebagai substitusi sebagian filler diperlihatkan pada Tabel 4.15.

Tabel A.16 Komposisi aspal beton variasi 3%


Bahan Persen % Berat (Gr)
CA 16 180,48
MA 27 304,56
Dust 40 451,20
Pasir 15 169,20
Filler 2 22,56
Aspal 6 72
Getah 3% dari berat aspal 2,16
pinus
Abu
Batu 5% dari filler 1,128
Bata
Total 1202,16

4. Komposisi campuran aspal beton dengan additive pada aspal 4%


Dikarenakan KAO 6% (72 gr) maka untuk komposisi campuran aspal
beton dengan menggunakan Getah pinus sebagai bahan tambah dan Abu
batu bata sebagai substitusi sebagian filler diperlihatkan pada Tabel 4.16

Tabel A.17 Komposisi aspal beton variasi 4%


Bahan Persen % Berat (Gr)
CA 16 180,48
MA 27 304,56
Dust 40 451,20
Pasir 15 169,20
Filler 2 22,56
Aspal 6 72
Getah 4% dari berat aspal 2,88
pinus
Abu
Batu 5% dari filler 1,128
Bata
Total 1202,88

Untuk jumlah agregat kasar, agregat halus filler dan aspal adalah 1200 gram.
Panaskan campuran agregat kasar, agregat halus, filler hingga temperature 1600 c
kemudian aspal dipanaskan sampai meleleh lalu masukkan Getah pinus kedalam
aspal yang sudah meleleh tersebut. Agregat kasar, agregat halus, filler, dan aspal
yang sudah dicampur getah pinus dan abu batu bata diaduk sampai merata diatas
alat pemanas, setelah merata campurannya lalu dimasukkan kedalam cetakan yang
berbentuk silinder dengan ukuran Ø101,6 mm x 75 mm yang telah disiapkan,
dilakukan pemadatan dengan alat penumbuk sebanyak 2 x 75 tumbukan untuk

97
98

siap benda uji, benda uji didinginkan, setelah itu dikeluarkan dari cetakan dengan
ejector, kemudian lakukan perendaman selama 24 jam kemudian dilanjutkan
pengujian marshall.

A.3 Parameter Marshall


Pengujian marshall ini bertujuan untuk mengetahui stabilitas dan flow
yang dibaca pada alat marshall. Nilai hasil dari pengujian marshall secara
keseluruhan untuk benda uji laston AC-WC diperlihatkan pada Tabel A.1.

A.3.1 Density
Nilai density merupakan besarnya kerapatan suatu campuran yang telah
dipadatkan. Suatu nilai campuran akan memiliki nilai density yang tinggi apabila
bentuk butiran yang tidak seragam, butiran dengan prioritas rendah dan kadar
aspal tinggi. Nilai density sangat ditentukan pada saat pemadatan. Hasil
perhitungan density benda uji aspal beton AC-WC diperlihatkan pada Tabel A.19.

Tabel A.19 Hasil density pada variasi 1%

g = (c :
f = (d -
t a b c d e f)
No e)
(mm) (%) (%) (gr) (gr) (gr) density
(cm3)
(gr/cm3)

I 65,2 5,66 1182 1189,7 672,3 517,4 2,284


II 67,5 6 5,66 1181,4 1188,4 673,8 514,6 2,296
III 66,6 5,66 1181,6 1185,4 671,6 513,8 2,300
2,293
dimana :
t = Tebal benda uji
a = Kadar aspal terhadap agregat
b = Kadar aspal terhadap campuran
c = Berat kering benda uji
d = berat kering permukaan jenuh (SSD)
e = Berat benda uji didalam air
f = Volume benda uji
Untuk mencari nilai density dan lainnya, langkah-langkah perhitungannya
adalah sebagai berikut :

Volume = d – e = 1189,7- 672,3= 517,4 cm3

c 1182
Density = = = 2,284 gr/cm3
f 517 , 4

Untuk perhitungan pada sampel selanjutnya dapat menggunakan persamaan


diatas dan untuk hasil sampel selanjutnya diperlihatkan pada Tabel A.19.

A.3.2 Void Mineral Aggregate (VMA)


VMA adalah presentase banyaknya pori diantara butir-butir agregat yang
terkandung dalam campuran aspal beton panas. Faktor yang mempengaruhi nilai
VMA yaitu struktur target gradasi, pemadatan, kadar aspal, tekstur permukaan dan
serapan air. Untuk hasil perhitungan nilai VMA pada penelitian ini diperlihatkan
pada Tabel A.20.

Tabel A.20 Hasil density pada variasi 1%

t a b c d e Jcur
No VMA (%)
(mm) (%) (%) (gr) (gr) (gr) (%)

I 65,2 5,66 1182 1189,7 672,3 82,1 17,9


II 67,5 6 5,66 1181,4 1188,4 673,8 82,5 17,5
III 66,6 5,66 1181,6 1185,4 671,6 82,7 17,3
17,6 M
dimana :
t = Tebal benda uji
a = Kadar aspal terhadap agregat
b = kadar aspal terhadap campuran
jcur = Volume terhadap benda uji
M = Memenuhi

Untuk mencari nilai VMA dan lainnya, langkah-langkah perhitungannya


adalah sebagai berikut :

99
100

a 6
b= x 100 = x 100 = 5,66
100+a 100+6

( 100−b ) x density ( 100−5 , 66 ) x 2,284


jcur = = = 82,1
BJ agregat curah 2,577

VMA = 100 – jcur = 100 – 82,1 = 17,9 %

Untuk perhitungan pada sampel selanjutnya dapat menggunakan persamaan


diatas dan untuk hasil sampel selanjutnya diperlihatkan pada Tabel A.20.

A.3.3 Void In The Mix


VIM adalah banyaknya pori dalam beton aspal padat. VIM merupakan
volume poti yang masih tersisasetelah campuran beton aspal padat dipadatkan.
VIM dibutuhkan untuk tempat bergesernya butir-butir agregat akibat
bertambahnya lalu lintas. Untuk hasil perhitungan nilai VIM pada penelitian ini,
diperlihatkan pada Tabel A.21.

Tabel A.21 Hasil density pada variasi 1%


g = (c : f)
No t (mm) a (%) b (%) h (gr/cm3) VIM (%)
density (gr/cm3)
I 65,2 5.66 2,284 2.4 6,6
II 67,5 6 5.66 2,296 2.4 6,2
III 66,6 5.66 2,300 2.4 6,0
2,293 6,3 TM
dimana :
t = Tebal benda uji
a = Kadar aspal terhadap agregat
b = kadar aspal terhadap campuran
g = Density
h = BJ. Maks teoritis
TM = Tidak memenuhi

Untuk mencari nilai VIM dan yang lainnya langkah-langkah perhitungannya


seperti dibawah ini :
Bj Maksteoristis x density
VIM = 100 x
Bj Maks teoristis

2 , 4 x 2,284
= 100 x
2,4
= 6,6 %

Untuk perhitungan pada sampel selanjutnya dapat menggunakan persamaan


diatas dan untuk hasil sampel selanjutnya diperlihatkan pada Tabel A.21.

A.3.4 Void filled With Asphalt (VFA)


VFA merupakan presentase rongga terisi aspal pada campuran setelah
mengalami proses pematan. VFA berfungsi untuk menyelimuti butir-butir agregat
dalam beton padat. Untuk hasil perhitungan nilai VFA pada penelitian ini, dapat
dilihat pada Tabel A.22.

Tabel A.22 Hasil density pada variasi 1%


t a b VMA VIM VFA
No.
(mm) (%) (%) (%) (%) (%)
I 65,2 5,66 17,9 6,6 63,0
II 67,5 6 5,66 17,5 6,2 64,8
III 66,6 5,66 17,3 6,0 65,4
17,6 6,3 64,4 TM
dimana :
t = Tebal benda uji
a = Kadar aspal terhadap agregat
b = kadar aspal terhadap campuran
TM = Tidak memenuhi

Untuk mencari nilai VFA dan yang lainnya, langkah-langkah


perhitungannya seperti dibawah ini :

VMA−VIM
VFA = x 100
VMA
17 , 9−6 , 6
= x 100
17 , 9
= 63,1 %

101
102

Untuk perhitungan pada sampel selanjutnya dapat menggunakan persamaan


diatas dan untuk hasil sampel selanjutnya diperlihatkan pada Tabel A.22.

A.3.5 Stabilitas
Stabilitas adalah kemampuan maksimum aspal beton padat menerima beban
sampai terjadi kelelehan plastis. Untuk hasil perhitungan nilai stabilitas pada
penelitian ini diperlihatkan pada Tabel A.23.

Tabel A.23 Hasil density pada variasi 1%


T (mm) a b n o q
No. p
(%) (%) (Units) (Kg) (kg)
I 65,2 5,66 141 1920 0,96 1838
II 67,5 6 5,66 129 1757 0,91 1598
III 66,6 5,66 147 2002 0,93 1865
1767,410 M

dimana :
t = Tebal benda uji
a = Kadar aspal terhadap agregat
b = kadar aspal terhadap campuran
n = Nilai pembacaan arloji stabilitas
o = n x kalibrasi proving ring
p = Tebal koreksi benda uji
q = Stability
M = Menenuhi

Untuk mencari nilai stabilitas dan nilai dari stabilitas dari sampel yang
lainnya langkah-langkah perhitungannya seperti dibawah ini :

o = Dial stabilitas x kalibrasi proving ring


= 141 x 13,616
= 1920 kg

Stability = O x Tebal koreksi benda uji


= 1920 x 0,96
= 1843,2 kg

Untuk perhitungan pada sampel selanjutnya yang menggunakan persamaan


diatas dan untuk hasil sampel selanjutnya diperlihatkan pada Tabel A.23.

A.3.6 Kelelhan plastis (flow)


Flow adalah besarnya deformasi atau penurunan yang terjadi pada
campuran benda uji akibat menahan beban sampai batas runtuh, dinyatakan dalam
satuan mm. Nilai flow dipengaruhi antara lain oleh kadar aspal, gradasi agregat
dan proses pemadatan. Nilai flow dapat diketahui antara lain oleh kadar aspal,
gradasi agregat dan proses pemadatan. Nilai flow dapat diketahui dengan cara
membaca jarum arloji flow.

A.3.7 Marshall Quotient (MQ)


Marshall Quotient (MQ) adalah hasil pembagian dari nilai stabilitas dan
flow, yang dipakai sebagai pendekatan tingkat kekakuan campuran. Bila
campuran aspal agregat mempunyai angka kelelehan tinggi dan stabilitas tinggi
menunjukkan sifat kaku, sebaliknya nilai kelelehan tinggi dan stabilitas rendah
maka campuran cenderung plastis.

Tabel A.24 Hasil density pada variasi 1%


q r s = (q/r)
No. t (mm) a (%) (stability) (flow) (MQ)
(kg) (mm) (kg/mm)
I 65,2 1838 3,14 585
II 67,5 6 1598 4,76 336
III 66,6 1865 3,07 608
1767 3,6 509,6 M

Untuk mencari nilai Marshall Quotient (MQ) dan nilai dari stabilitas dari
sampel yang lainnya langkah-langkah perhitungannya seperti dibawah ini :

stabilitas 1838
Q= = = 585 kg/mm
flow 3 ,14

103
104

Untuk perhitungan pada sampel selanjutnya dapat menggunakan


persamaan diatas dan untuk hasil sampel selanjutnya diperlihatkan pada Tabel
A.24.

Tabel A.25 Hasil parameter marshall semua variasi


Kadar Aspal (6%)

Kriteria Spesifikasi Variasi (%)


0% 1% 2% 3% 4%

Density - 2,328 M 2,293 M 2,303 M 2,328 M 2,331 M

VMA Min 15 16,3 M 17,6 M 17,2 M 17,2 M 16,3 M

VIM 3,0 - 5,0 4,8 M 6,2 TM 5,8 TM 4,8 M 4,7 M

VFA min 65 70,4 M 64,4 TM 66,1 M 70,4 M 70,9 M


Stabilit min 800 1778,2 M 1767,4 M 1961,8 M 1986,1 M 1952,1 M
y
Flow 2,0 - 4,0 3,86 M 3,66 M 3,74 M 3,81 M 3,85 M

MQ min 250 508,0 M 509,6 M 526,4 M 525,0 M 508,0 M

dimana :
M : Memenuhi
TM : Tidak Memenuhi

Dari hasil pengujian benda uji yang menggunakan variasi terhadap


penggunaan bahan getah pinus dan abu batu bata sebagai bahan tambah aspal dan
substitusi filler pada campuran AC-WC dapat dihitung nilai density, VMA, VIM,
VFA, stabilitas, flow, dan nilai MQ. Dari hasil pengujian dengan kadar variasi 3%
dan 4% memenuhi Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2018. Sementara dari
hasil pengujian dengan kadar variasi 1% dan 2% tidak memenuhi Spesifikasi
Umum Bina Marga Tahun 2018.
LAMPIRAN B
TABEL

Tabel B.1 Analisa saringan batu pecah 3/4


Ayakan Ukuran berat berat Berat tertahan Persen Persen
No ( mm ) saringan saringan + ( Gram ) % Komulatif (%) Lolos ( % )
agregat
3/4" 19.10 510 510 0.00 0.00 0.00 100.00
1/2" 12.70 435 1142 707.00 47.13 47.13 52.87
3/8" 9.52 405 1065 660.00 44.00 91.13 8.87
No. 4 4.75 410 532.4 122.40 8.16 99.29 0.71
No .8 2.36 380 388.3 8.30 0.55 99.85 0.15
No. 16 1.16 390 390 0.00 0.00 99.85 0.15
No. 30 0.50 360 360 0.00 0.00 99.85 0.15
No. 50 0.30 370 370 0.00 0.00 99.85 0.15
No.100 0.15 365 365 0.00 0.00 99.85 0.15
No. 200 0.075 380 380 0.00 0.00 99.85 0.15
jumlah 1497.70

Tabel B.2 Analisa saringan batu pecah 3/8


Ayakan Ukuran berat berat Berat tertahan Persen Persen
No ( mm ) saringan saringan + ( Gram ) % Komulatif (%) Lolos ( % )
agregat
3/4" 19.10 510 510 0.00 0.00 0.00 100.00
1/2" 12.70 435 435 0.00 0.00 0.00 100.00
3/8" 9.52 405 425 20.00 1.33 1.33 98.67
No. 4 4.75 410 1835.5 1425.50 95.03 96.37 3.63
No .8 2.36 380 415.3 35.30 2.35 98.72 1.28
No. 16 1.16 390 398 8.00 0.53 99.25 0.75
No. 30 0.50 360 365 5.00 0.33 99.59 0.41
No. 50 0.30 370 372 2.00 0.13 99.72 0.28
No.100 0.15 365 366.5 1.50 0.10 99.82 0.18
No. 200 0.075 380 381.2 1.20 0.08 99.90 0.10
jumlah 1498.50

105
106

Tabel B.3 Analisa saringan pasir


Ayaka Ukuran berat berat Berat Persen Persen
n saringan saringan tertahan
No ( mm ) + agregat ( Gram ) % Komulatif (%) Lolos ( % )
3/4" 19.10 510 510 0.00 0.00 0.00 100.00
1/2" 12.70 440 440 0.00 0.00 0.00 100.00
3/8" 9.52 425 425 0.00 0.00 0.00 100.00
No. 4 4.75 390 392 2.00 0.13 0.13 99.87
No .8 2.36 375 510 135.00 9.00 9.13 90.87
No. 16 1.16 365 502 137.00 9.13 18.27 81.73
No. 30 0.50 355 620 265.00 17.67 35.93 64.07
No. 50 0.30 357 695 338.00 22.53 58.47 41.53
No.100 0.15 390 820 430.00 28.67 87.13 12.87
No. 200 0.075 375 496 121.00 8.07 95.20 4.80

jumlah 1428.00

Tabel B.4 Analisa saringan dust


Ayaka Ukuran berat berat Berat tertahan Persen Persen
n saringan saringan
No ( mm ) + agregat ( Gram ) % Komulatif (%) Lolos ( % )
3/4" 19.10 512 512 0.00 0.00 0.00 100.00
1/2" 12.70 440 440 0.00 0.00 0.00 100.00
3/8" 9.52 425 425 0.00 0.00 0.00 100.00
No. 4 4.75 390 396 6.00 0.40 0.40 99.60
No .8 2.36 375 862.4 487.40 32.49 32.89 67.11
No. 16 1.16 365 645.3 280.30 18.69 51.58 48.42
No. 30 0.50 355 630 275.00 18.33 69.91 30.09
No. 50 0.30 357 520.3 163.30 10.89 80.80 19.20
No.100 0.15 390 530.2 140.20 9.35 90.15 9.85
No. 200 0.075 375 443.3 68.30 4.55 94.70 5.30
jumlah 1420.50

Tabel B.5 Proposi gradasi campuran


Ayaka Ukuran % Lolos % Mix Design Total Spek Revisi
n mix 2
CA MA Dust Pasir filler CA MA Dust Pasir filler
No ( mm ) (3/4") (3/8") 16 27 40 15 2 100 Min Max
3/4'' 19.1 100 100 100 100 100 16.00 27.00 40.00 15.00 2.0 100.00 100 100

1/2" 12.7 53 100 100 100 100 8.46 27.00 40.00 15.00 2.0 92.46 90 100

3/8" 9.52 9 99 100 100 100 1.42 26.64 40.00 15.00 2.0 85.06 77 90

No. 4 4.75 1 4 100 100 100 0.11 0.98 39.84 14.98 2.0 57.91 53 69

No .8 2.36 0 1 67 91 100 0.02 0.35 26.84 13.63 2.0 42.84 33 53

No. 16 1.16 0 1 48 82 100 0.02 0.20 19.37 12.26 2.0 33.85 21 40

No. 30 0.5 0 0 30 64 100 0.02 0.11 12.03 9.61 2.0 23.78 14 30

No. 50 0.3 0 0 19 42 100 0.02 0.08 7.68 6.23 2.0 16.01 9 22

No.100 0.15 0 0 10 13 100 0.02 0.05 3.94 1.93 2.0 7.94 6 15

No. 200 0.075 0 0 5 5 100 0.02 0.03 2.12 0.72 2.0 4.89 4 9

Tabel B.6 Berat batu pecah 3/4


No. Uraian Gembur Padat

I II III I II III
1 Berat Tempat + Gram 7941 7887 7919 8264 8344 8332
Agregat
2 Berat Tempat Gram 4102.0 4102.0 4102. 4102.0 4102.0 4102.0
0
3 Berat Agregat Gram 3839 3785 3817 4162 4242 4230

4 Isi tempat cm3 2826 2826 2826 2826 2826 2826

5 Berat Isi gram/cm3 1.358 1.339 1.351 1.473 1.501 1.497

Berat isi rata-rata gram/cm3 1.349 1.490

Tabel B.7 Berat isi batu pecah 3/8


No Uraian Gembur Padat

107
108

. I II III I II III
1 Berat Tempat + Gram 8003 7922 7913 8138 8182 8210
Agregat
2 Berat Tempat Gram 4102. 4102. 4102. 4102. 4102. 4102.
0 0 0 0 0 0
3 Berat Agregat Gram 3901 3820 3811 4036 4080 4108
4 Isi tempat cm3 2826 2826 2826 2826 2826 2826
5 Berat Isi gram/cm3 1.380 1.352 1.349 1.428 1.444 1.454
Berat isi rata-rata gram/ 1.360 1.442
cm3

Tabel B.8 Berat isi pasir


No Uraian Gembur Padat
. I II III I II III
1 Berat Tempat + Gram 8756 8741 8781 9031 9041 9034
Agregat
2 Berat Tempat Gram 4102.0 4102. 4102.0 4102.0 4102.0 4102.0
0
3 Berat Agregat Gram 4654 4639 4679 4929 4939 4932
4 Isi tempat cm3 2826 2826 2826 2826 2826 2826
5 Berat Isi gram/cm3 1.647 1.642 1.656 1.744 1.748 1.745
Berat isi rata-rata gram/cm3 1.648 1.746

Tabel B.10 Berat jenis batu pecah


No. Uraian I II III Rata-rata
1 Berat Benda Uji Kering Jenuh Bj 2500 2500 2500 2500
2 Berat Benda Uji Kering Oven Bk 2451 2456 2452 2453
3 Berat Benda Uji Dalam Air Ba 1550.7 1551.4 1549.4 1551

Tabel B.11 Hasil berat jenis batu pecah 3/4


No. Uraian I II III Rata-rata
1 Berat Jenis Bulk 2,582 2,589 2,579 2,583
2 Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh 2,634 2,635 2,630 2,633
3 Berat Jenis Semu (Apperent) 2,722 2,715 2,717 2,718
4 Penyerapan Air (Absorbsi) (%) 1,999% 1,792% 1,958% 1,916%
Tabel B.12 Berat jenis batu pecah 3/8
No. Uraian I II III Rata-rata

1 Berat Benda Uji Kering Jenuh (SSD) Bj 2500 2500 2500 2500

2 Berat Benda Uji Kering Oven Bk 2437 2436 2434 2435.66667

3 Berat Benda Uji Dalam Air Ba 1537.8 1535.9 1533.5 1535.73

Tabel B.13 Hasil berat jenis batu pecah 3/8


No. Uraian I II III Rata-rata
1 Berat Jenis Bulk 2,533 2,572 2,518 2,526

2 Berat Jenis kering permukaan Jenuh 2,598 2,593 2,587 2,593

3 Berat Jenis Semu (Apparent) 2,710 2,706 2,703 2,706

4 Penyerapan Air (Absorbsi) (%) 2,585% 2,627% 2,712% 2,6%

Tabel B.14 Berat jenis pasir


No. Uraian I II III Rata-rata
1 Berat Benda Uji Kering Jenuh (SSD) Bj 500 500 500 500
2 Berat Benda Uji Kering Oven Bk 495 496 496 495.667
3 Berat Piknometer + air + plat kaca B 2247 2247 2247 2247
4 Berat Piknometer + benda uji + air + Bt 2557 2559 2557 2558
plat kaca

Tabel B.15 Hasil berat jenis pasir


No. Uraian I II III Rata-rata
1 Berat Jenis Bulk 2,605 2,638 2,611 2,618

2 Berat Jenis kering permukaan Jenuh 2,632 2,660 2,632 2,641

3 Berat Jenis Semu (Apparent) 2,676 2,696 2,667 2,679

4 Penyerapan Air (Absorbsi) (%) 1,010% 0,806% 0,806% 0,874%

Tabel B.16 Berat jenis dust

109
110

No. Uraian I II III Rata-rata

1 Berat Benda Uji Kering Jenuh (SSD) 500 500 500 500

2 Berat Benda Uji Kering Oven Bk 491 489 489 489.666667

3 Berat Piknometer + air + plat B 2247 2247 2247 2247


kaca
4 Berat Piknometer + benda uji Bt 2558 2558 2556 2557
+ air + plat kaca

Tabel B.17 Hasil berat jenis dust


No. Uraian I II III Rata-rata

1 Berat Jenis Bulk 2,598 2,587 2,560 2,582

2 Berat Jenis kering permukaan Jenuh 2,646 2,646 2,618 2,636

3 Berat Jenis Semu (Apparent) 2,728 2,747 2,717 2,731

4 Penyerapan Air (Absorbsi) (%) 1,833% 2,249% 2,249% 2,111%


LAMPIRAN C
GAMBAR

Gambar C.1 Pemanasan agregat

Gambar C.2 Pencampuran agregat ke aspal

Gambar C.3 Perataan agregat dengan aspal

111
112

Gambar C.4 Pencampuran aspal ke mold

Gambar C.5 Pemadatan sampel aspal

Gambar C.6 Pendinginan sampel aspal


Gambar C.7 Pelepasan sampel aspal dari mold

Gambar C.8 Pengukuran tebal benda uji

Gambar C.9 Perendaman benda uji selama 24 jam

113
114

Gambar C.10 Waterbats 600 C

Gambar C.11 Uji Marshall


Mulai

Studi literatur

Persiapan bahan

 Aspal
 Agregat
 Filler
 Getah pinus
 Abu batu bata

Pengujian sifat fisis material

Aspal Agregat Filler Getah pinus dan Abu batu


bata
Penetrasi 1. Analisa Analisa
60/70 saringan saringan
2. Berat volume Bahan tambah dan filler
3. Berat jenis
dan Absorbsi

Persyaratan Spesifikasi
Umum Bina Marga 2018

Perhitungan campuran (mix design)


Berdasarkan spek. Bina Marga 2018

Menentukan Kadar Aspal Tengah (Pb)

0,035 ×CA+ 0,045 × FA+0 , 18 × Filler +0 ,5

115
116

Pembuatan Benda Uji KAO

Perendaman benda uji

Uji marshall

Perhitungan parameter marshall

1. Stability
S= p x q x r
2. Density (kerapatan)
c
g= dan f =d – e
f
3. Flow ( Pembacaan dial )
4. Rongga terisi aspal (VFA)
(VMA−VIM )
VFA=100
VMA
5. Rongga antar butiran agregat (VMA)
Gmb x PS
VMA= 100 -
Gsb
6. Rongga dalam campuran (VIM)
Gmm−Gmb
VIM =100
Gmm
7. Marshall quotient

Persyaratan Spesifikasi
Umum Bina Marga 2018
B

Pembuatan benda uji aspal pada


campuran getah pinus dan abu batu
bata dengan variasi 0%, 1%, 2%, 3%,
dan 4%.

Perendaman benda uji

Uji marshall

Perhitungan karakteristik marshall

Kesimpulan dan saran

Selesai

Gambar C.12 Tahap pelaksanaan penelitian (flowchart)

117
118

LAMPIRAN D
BIODATA MAHASISWA

1. Personal
Nama : Angga Renaldi Prayoga
Nim : 180110128
Bidang : Transportasi
Alamat : Jl. Lintas Medan-Banda Aceh, Desa Alur Dua,
Kota Pangkalan Brandan, Kec. Sei Lepan, Kab.
Langkat
No Hp/Telpon : 0813-6666-5114

2. Orang Tua
Nama Ayah : Suparrudin
Pekerjaan : Wiraswasta
Umur : 52 Tahun
Alamat : Jl. Lintas Medan-Banda Aceh, Desa Alur Dua,
Kota Pangkalan Brandan, Kec. Sei Lepan, Kab.
Langkat
NamaIbu : Roslaini
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Umur : 52 Tahun
Alamat : Jl. Lintas Medan-Banda Aceh, Desa Alur Dua,
Kota Pangkalan Brandan, Kec. Sei Lepan, Kab.
Langkat

3. Pendidikan Formal
Asal SLTA (Tahun) : SMA N 1 Brandan Barat (2015-
2018)
Asal SLTP (Tahun) : SMP N 3 Babalan (2012-2015)
Asal SD (Tahun) : SDN 050756 Alur Dua (2006-2012)

4. Pendidikan Non Formal


Kursus/Penelitian :-
Institut Pelaksana :-
Tanggal Pelaksana :-
5. Sofware Komputer yang dikuasai
Jenis Sofware : Microsoft Office
Tingkat Penguasaa : *) Basic/Intermadiate/Advance
Jenis Sofware : AutoCAD
Tingkat Penguasaa : *) Basic/Intermadiate/Advance
Jenis Sofware : ArcGis
Tingkat Penguasaa : *) Basic/Intermadiate/Advance
Jenis Sofware : SketchUp
Tingkat Penguasaa : *) Basic/Intermadiate/Advance

Lhokseumawe, 26 Mei 2023


Mahasiswa yang bersangkutan

Angga Renaldi Prayoga

119

Anda mungkin juga menyukai