Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN

PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR II

(HMKB 539)

Disusun Oleh:

Nama : MOHD AZLAN


NIM : 1810816210025
Kelompok : V (Lima)

Dosen Pembimbing :
Andy Nugraha, S.T., M.T.

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2021
LEMBAR KONSULTASI PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR II

NAMA : MOHD AZLAN


NIM : 1810816210025
KELOMPOK : V (LIMA)
No
Tanggal Materi Konsultasi Tanda Tangan
.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Nilai Akhir: …. (A / A- / B+ / B / B- / C+ / C / C-)

Banjarbaru,
Asisten Praktikum

Muhammad Naufal Akbar

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


NIM. 1810816210004

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


PRAKTIKUM I

PROSES PENGELASAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan zaman yang disertai oleh perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK) yang pesat dewasa ini menciptakan era globalisasi dan
keterbukaan yang menuntut setiap individu untuk ikut serta di dalamnya,
sehingga sumber daya manusia harus menguasai IPTEK serta mampu
mengaplikasikannya dalam setiap kehidupan. Pengelasan merupakan bagian tak
terpisahkan dari pertumbuhan peningkatan industri karena memegang peranan
utama dalam rekayasa dan reparasi produksi logam misalnya untuk mengisi
lubang-lubang pada coran, membuat lapisan keras pada perkakas, mempertebal
bagian-bagian yang sudah aus dan lain-lain. Lingkup penggunaan teknik
pengelasan dalam bidang konstruksi juga sangat luas, meliputi perkapalan,
jembatan, rangka baja, pipa saluran dan lain sebagainya. Berbagai sumber
energi yang dapat digunakan untuk pengelasan, termasuk gas api dengan
sebuah busur listrik, yang laser, sebuah berkas elektron, gesekan, dan USG
(Hanif Ilham, 2016).
Pengelasan merupakan sarana untuk mencapai pembuatan yang lebih
baik. Karena itu rancangan las harus memperhatikan kesesuaian antara sifat-
sifat las yaitu kekuatan dari sambungan dan memperhatikan sambungan yang
akan dilas, sehingga hasil pengelasan sesuai dengan yang diharapkan.
Berdasarkan definisi dari DIN (Deutch Industrie Normen) las adalah ikatan
metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan
lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lagi bahwa las adalah
sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi
panas. Mutu dari hasil pengelasan di samping tergantung dari pengerjaan lasnya
sendiri dan juga sangat tergantung dari persiapan sebelum pelaksanaan
pengelasan, karena pengelasan adalah proses penyambungan antara dua
bagian logam atau lebih dengan menggunakan energi panas (Abdul Suwitono,
2017)
Pada kegiatan praktikum pengelasan logam ini digunakan las busur listrik,
hal tersebut sangat erat hubungannya dengan arus listrik, ketangguhan, cacat
las, serta retak yang pada umumnya mempunyai pengaruh yang fatal terhadap
keamanan dari konstruksi yang dilas. Ketelitian dan kesabaran dalam melakukan
pengerjaan las diperlukan disamping agar dapat hasil yang bagus juga untuk
keselamatan dan keamanan kerja pada saat melakukan praktikum di
laboratorium ataupun tempat kerja. Maka dari itu praktikan diharapkan dapat
menguasai teknik pengelasan dan dapat menghasilkan hasil pengelasan yang
baik dan berkualitas.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, perumusan masalah dalam
praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Peralatan dan perlengkapan apa saja yang digunakan pada pengelasan
logam?
2. Bagaimana metode dalam pengelasan logam?
3. Bagaimana pengaruh heat input pada hasil pengelasan?
1.3 Tujuan Praktikum
Setelah mengikuti praktikum ini, seluruh praktikan diharap dapat memahami:
1. Mengetahui peralatan dan perlengkapan yang digunakan pada pengelasan
logam.
2. Memperoleh pengetahuan tentang penentuan metode pengelasan logam.
3. Mengetahui besaran heat input pengelasan dan pengaruhnya terhadap
hasil pengelasan.
1.4 Batasan Masalah
Agar lebih terarah dan tercapainya penyusunan laporan praktikum
pengelasan, maka ruang lingkup hanya membahas masalah yang berkaitan
dengan proses pengelasan logam, antara lain:
1. Pengelasan menggunakan las busur listrik SMAW (Shielded Metal Arc
Welding).
2. Tidak membahas masalah biaya proses pengelasan logam.
1.5 Manfaat Praktikum
Adapun manfaat yang dapat diambil dari praktikum ini adalah sebagai
berikut:
1. Mahasiswa dapat mengetahui peralatan dan perlengkapan apa saja yang
digunakan pada pengelasan logam.
2. Mahasiswa mengetahui perlakuan yang sesuai dengan adanya bahan dan
peralatan las di lapangan.
3. Mahasiswa mengetahui berapa heat input pengelasan yang sesuai dengan
material yang ada.

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Las


Pengertian pengelasan menurut Widharto (1996) adalah salah satu cara
menyambung benda padat dengan jalan mencairkannya melalui pemanasan.
Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan
metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan
lumer atau cair. Penyambungan dua buah logam menjadi satu dilakukan dengan
jalan pemanasan atau pelumeran. Kedua ujung logam yang akan disambung
dibuat lumer atau dilelehkan dengan busur nyala atau dengan logam itu sendiri
sehingga kedua ujung atau bidang logam merupakan bidang masa yang kuat
tidak mudah dipisahkan (Arifin, 1997).
Saat ini terdapat sekitar 40 jenis pengelasan. Dari seluruh jenispengelasan
tersebut hanya dua jenis yang paling populer di Indonesia yaitupengelasan
dengan menggunakan busur nyala listrik (Shielded Metal Arc Welding/SMAW)
dan las karbit (Oxy Ocetylene Welding/OAW).
2.2 Pengertian Las Listrik
Las busur listrik umumnya disebut las listrik adalah salah satu cara
menyambung logam dengan jalan menggunakan nyala busur listrik yang
diarahkan ke permukaan logam yang akan disambung. Pada bagian yang
terkena busur listrik tersebut akan mencair, demikian juga elektroda yang
menghasilkan busur listrik akan mencair pada ujungnya dan merambat
terus sampai habis. Logam cair dari elektroda dan dari sebagian benda
yang akan disambung tercampur dan mengisi celah dari kedua logam
yang akan disambung, kemudian membeku dan tersambunglah kedua
logam tersebut. Las busur listrik terbentuk antara logam induk dan ujung
elektroda, karena panas dari busur, maka logam induk dan ujung
elektroda tersebut mencair dan kemudian membeku (Hendi Saputra dkk,
2014).
bersama.
Ada beberapa macam proses las busur listrik berdasarkan elektroda yang
digunakannya, antara lain:
1. Las busur dengan elektroda karbon, misalnya:
a. Las busur dengan elektroda karbon tunggal
b. Las busur dengan elektroda karbon ganda

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


2. Las busur dengan elektroda logam, misalnya:
a. Las busur dengan elektroda berselaput/ SMAW
b. Las TIG (Tungsten Inert Gas)/GTAW
c. Las MIG/GMAW
d. Las Submerged.
SMAW (Shielded Metal Arc Welding) merupakan proses las busur
yang menggunakan elektroda berselaput sebagai bahan tambah, busur
listrik yang terjadi diantara ujung elektroda dan bahan dasar akan
mencairkan ujung elektroda dan sebagian bahan dasar, selaput elektroda
yang turut terbakar akan mencair dan menghasilkan gas yang melindungi
ujung elektroda, kawah las, busur listrik dan daerah las sekitar busur
listrik terhadap pengaruh udara luar. Las tahanan listrik adalah proses
pengelasan yang dilakukan dengan jalan mengalirkan arus listrik melalui
bidang atau permukaanpermukaan benda yang akan disambung.
Tahanan yang ditimbulkan oleh arus listrik pada bidang-bidang sentuhan
yang menimbulkan panas dan berguana untuk mencairkan permukaan
yang akan disambung (Abdul Suwitno, 2017). Di bawah ini gambar las
busur dengan elektroda berselaput.

Gambar 2.1 Las Busur Listrik


Sumber : Modul Praktikum Proses Manufaktur, 2021

2.2.1 Mesin Las Listrik

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


Persyaratan dari proses SMAW adalah persediaan yang kontinyu pada
arus listrik, dengan jumlah ampere dan voltage yang cukup baik kestabilan api
las (Arc) akan tetap terjaga.

Gambar 2.2 Proses SMAW


Sumber : Modul Praktikum Proses Manufaktur, 2021
Di mana electric power (tenaga listrik) yang diperoleh dari welding
machine menurut jenis arus yang dikeluarkannya terdapat 3 (tiga) jenis machine
yaitu :
1. Mesin dengan arus searah (DC)
2. Mesin dengan arus bolak balik (AC)
3. Mesin dengan kombinasi arus DC dan AC
2.2.2 Elektroda Las
Ada tiga jenis elektroda logam, yaitu elektroda polos, elektroda fluks dan
elektroda berlapis tebal. Untuk elektroda fluks Bahan fluks yang digunakan untuk
jenis E6013 adalah kalium titania tinggi. Jenis selaput ini dapat dipakai untuk
pengelasan segala posisi, tetapi kebanyakan jenis E6013 sangat baik untuk
posisi pengelasan tegak arah ke bawah (Trisma, 2014). Elektroda polos
digunakan untuk besi tempa dan baja lunak. Biasanya digunakan polaritas
langsung. Untuk meningkatkan mutu las, diberikan lapisan fluks yang tipis pada
kawat las. Fluks membantu melarutkan dan mencegah terbentuknya oksida-
oksida. Tetapi kawat las berlapis merupakan jenis yang paling banyak digunakan
dalam berbagai pengelasan komersil.

Tabel 2.1. Perkiraan Pemakaian Arus yang Terdapat di Bungkus Elektroda


Diameter x Panjang
Daerah Arus (A) Polaritas elektroda
(mm)

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


2,6 x 350 45 – 95 AC atau DC

3,2 x 350 60 – 130 AC atau DC

4 x 400 90 – 160 AC atau DC

Sumber : Modul Praktikum Proses Manufaktur, 2021

2.2.3 Kabel Las


Umumnya dibuat dari tembaga yang dibungkus isolasi
karet. Berguna untuk menghubungkan mesin las dengan elektroda
dan mesin las dengan benda kerja (Abdul Suwitno, 2017). Kabel las biasanya
dibuat dari tembaga yang dipilin dan dibungkus dengan karet isolasi Yang
disebut kabel las ada tiga macam yaitu:
- Kabel Elektroda
- Kabel Massa
- Kabel Tenaga
Kabel elektroda adalah kabel yang menghubungkan pesawat las dengan
elektroda. Kabel massa menghubungkan pesawat las dengan benda kerja. Kabel
tenaga adalah kabel yang menghubungkan sumber tenaga atau jaringan listrik
dengan pesawat las. Kabel ini biasanya terdapat pada pesawat las AC atau AC -
DC. Berikut tabel luas penampang kabel massa.
Tabel 2.2. Luas Penampang Kabel Massa dan Kabel Elektroda

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


Sumber : Modul Praktikum Proses Manufaktur, 2021

2.2.4 Pengkutuban Elektroda


1. Pengkutuban Langsung
Pada pengkutuban langsung, kabel elektroda dipasang Pada terminal
negatif dan kabel massa pada terminal positif. Pengkutuban langsung sering
disebut 4 sebagai sirkuit las listrik dengan elektroda negatif (DC-).

Gambar 2.3 Pengkutuban Elektroda Langsung


Sumber : Modul Praktikum Proses Manufaktur, 2021
2. Pengkutuban Terbalik
Untuk pengkutuban terbalik, kabel elektroda dipasang pada terminal
positif dan kabel massa dipasang pada terminal negatif. Pengkutuban terbalik
sering disebut sirkuit las listrik dengan elektroda positif (DC+).

Gambar 2.4 Pengkutuban Elektroda Terbalik


Sumber : Modul Praktikum Proses Manufaktur, 2021
3. Pengaruh pengkutuban pada hasil las

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


Pengaruh pengkutuban pada hasil las adalah pada penembusan lasnya.
Pada pengkutuban langsung akan menghasilkan penembusan yang dangkal,
sedangkan pada pengkutuban terbalik akan terjadi sebaliknya.
2.2.5 Teknik Dasar Pengelasan
Pada pembentukan busur listrik elektroda keluar dari kutub negatif
(katoda) dan mengalir dengan kecepatan tinggi ke kutub positif (anoda). Dari
kutub positif mengalir partikel positif (ion positif) ke kutub negatif. Melalui proses
ini ruang udara di antara anoda dan katoda (benda kerja dan elektroda) dibuat
untuk menghantar arus listrik (diionisasikan) dan dimungkinkan pembentukan
busur listrik. Sebagai arah arus berlaku arah gerakan ion-ion positif. Jika
elektroda misalnya dihubungkan dengan kutub negatif sumber arus searah,
maka arah arusnya dari benda kerja ke elektroda.
Dengan penyentuhan singkat elektroda logam pada bagian benda kerja
yang akan dilas, berlangsung hubungan singkat didalam rangkaian arus
pengelasan, suatu arus listrik yang kekuatannya tinggi mengalir, yang setelah
pengangkatan elektroda itu dari benda kerja menembus celah udara, membentuk
busur cahaya diantara elektroda dengan benda kerja, dan dengan demikian tetap
mengalir. Suhu busur cahaya yang demikian tinggi akan segera melelehkan
ujung elektroda dan lokasi pengelasan.
Di dalam rentetan yang cepat partikel elektroda menetes, mengisi penuh
celah sambungan las dan membentuk kepompong las. Proses pengelasan itu
sendiri terdiri atas hubungan singkat yang terjadi sangat cepat akibat pelelehan
elektroda yang terus menerus menetes untuk mengisi antar celah sambungan
pada material yang ingin dilas. Berikut ini adalah teknik teknik dasar pengelasan.
1. Proses penyulutan
Setelah arus dijalankan, elektroda didekatkan pada lokasi jalur
sambungan disentuhkan sebentar dan diangkat kembali pada jarak yang
pendek (garis tengah elektroda).
2. Menyalakan busur listrik
Penyalaan busur listrik dapat dilakukan dengan menghubungkan singkat
ujung elektroda dengan logam induk (yang akan dilas). Untuk memperoleh
busur yang baik di perlukan pangaturan arus (ampere) yang tepat sesuai
dengan tipe dan ukuran elektroda, Menyalahkan busur dapat dilakukan dengan
dua cara yakni :
a. Bila pesawat Ias yang dipakai pesewat Ias AC, menyalakan busur
dilakukan dengan menggoreskan elektroda pada benda kerja.

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


b. Untuk menyalakan busur pada pesawat Ias DC, elektroda disentuhkan.
3. Memadamkan busur listrik
Cara pemadaman busur listrik mempunyai pengaruh terhadap mutu
penyambungan manic las. Untuk mendapatkan sambungan manic las yang
sangat baik, lebih baik sebelum elektroda dijauhkan dari logam induk
sebaiknya panjang busur dikurangi lebih dahulu dan baru kemudian elektroda
dijauhkan dengan arah agak miring.

Gambar 2.5 Teknik Pemadaman


Sumber : Modul Praktikum Proses Manufaktur, 2021
4. Pengaruh besar arus
Besar arus pada pengelasan mempengaruhi suatu hasil pengelasan. Bila
arus terlalu rendah akan menyebabkan sukarnya penyalaan busur listrik dan
busur listrik yang terjadi tidak stabil. Panas yang terjadi tidak cukup untuk
melelehkan elektroda dan bahan dasar sehingga hasilnya merupakan rigi-rigi
las yang kecil dan tidak rata serta penembusan yang kurang dalam.
Sebaliknya apabila arus terlalu besar maka akan mengakibatkan
elektroda akan mencair terlalu cepat dan akan menghasilkan permukaan las
yang lebih lebar dan penembusan yang dalam. Besar arus untuk pengelasan
tergantung pada jenis kawat las yang dipakai, posisi pengelasan serta tebal
suatu bahan dasar. Besar suatu arus dapat dicari dengan menggunakan rumus
heat input, yaitu:
ηEI
HI = (2.1)
v
Keterangan:
E = Tegangan Pengelasan (Volt)
I = Arus Pengelasan (Ampere)
v = Kecepatan Pengelasan (mm/s)
η = evisiensi mesin las

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


HI = Besar Panas yang Diberikan (J/mm)
5. Pengaruh Kecepatan Elektroda pada Hasil Pengelasan
Pembahasan selanjutnya adalah mengenai pengaruh kecepatan
elektroda pada hasil pengelasan. Kecepatan pengelasan tergantung pada jenis
elektroda, diameter inti elektroda, bahan yang dilas, geometri sambungan,
ketelitian sambungan dan lain-lainnya. Karena itu pengelasan dengan
kecepatan memerlukan arus las yang tinggi. Bila suatu tegangan dan arus
dibuat tetap, sedangkan kecepatan pengelasan dinaikkan maka jumlah deposit
per satuan panjang las jadi menurun tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Tetapi disamping itu sampai pada suatu kecepatan tertentu, kenaikan
kecepatan akan memperbesar penembusan yang terjadi. Bila kecepatan
pengelasan dinaikkan terus maka masukan panas per satuan panjang juga
akan menjadi kecil, sehingga pendinginan akan berjalan terlalu cepat yang
mungkin dapat memperkeras daerah HAZ.
Kecepatan pengelasan yang rendah akan menyebabkan pencairan yang
banyak dan pembentukan manik datar yang dapat menimbulkan terjadinya
lipatan manik. Sedangkan kecepatan yang tinggi akan menurunkan lebar manik
danmenyebabkan terjadinya bentuk manik yang cekung dan takik.

6. Posisi pengelasan
Posisi pengelasan dalam las busur ada 4 macam yaitu :
a. Dibawah tangan
Posisi bawah tangan merupakan posisi pengelasan yang paling mudah
dilakukan. Setiap pekerjaan pengelasan sedapat mungkin diusahakan pada
posisi di bawah tangan. Kemiringan elektroda 10° – 20° derajat terhadap
garis vertical ke arah jalan elektroda dan 70° - 80° terhadap benda kerja.
b. Tegak (vertikal)
Pada posisi ini dilakukan jika arah pengelasannya ke atas atau ke bawah.
Pengelasan ini termasuk pengelasan yang paling sulit karena bahan cair
yang mengalir atau menumpuk diarah bawah dapat diperkecil dengan
kemiringan elektroda sekitar 10°-15° terhadap vertikal dan 70°- 85° terhadap
benda kerja.
c. Datar (horizontal)
Mengelas dengan horizontal biasa disebut juga mengelas merata di mana
kedudukan benda kerja dibuat tegak dan arah elektroda mengikuti horizontal.

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


Sewaktu mengelas elektroda dibuat miring sekitar 5°-10° terhadap garis
vertical dan 70°- 80° kearah benda kerja.
d. Diatas kepala
Posisi pengelasan ini sangat sulit dan berbahaya karena bahan cair
banyak berjatuhan dapat mengenai juru las, oleh karena itu diperlukan
perlengkapan yang serba lengkap. Mengelas dengan posisi ini benda kerja
terletak pada bagian atas juru las dan kedudukan elektroda sekitar 5°-20°
terhadap garis vertical dan 75°- 85° terhadap benda kerja.

7. Pergerakan elektroda pengelasan


Ada berbagai cara di dalam menggerakkan (mengayunkan) elektrode las
yaitu:
a. Elektrode digerakkan dengan melakukan maju dan mundur, metode ini
salah satu bentuk metode weaving. (lihat gambar 2.9 bagian A)
b. Bentuk weaving lainnya yaitu dengan melakukan gerakan seperti
setengah bulan. (lihat gambar 2.9 bagian B)
c. Gerakan elektrode yang menyerupai bentuk angka 8. (lihat gambar 2.9
bagian C)
d. Elektrode dengan melakukan gerakan memutar. (lihat gambar 2.9 bagian
D)
e. Gerakan elektroda dengan membentuk hesitation. (lihat gambar 2.9
bagian E)

Gambar 2.6 Teknik Pergerakan Elektroda


Sumber : Modul Praktikum Proses Manufaktur, 2021
Semua gerakan mempunyai tujuan untuk mendapatkan deposit logam las
dengan permukaan rata, mulus dan terhindar dari terjadinya takik-takik dan
termasuk terak-terak, yang terpenting dalam gerakan elektroda ini adalah

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


ketapatan sudut dan kestabilan kecepatan. Ayunan elektrode las agar
berbentuk anyaman atau lipatan manik las maka lebar las dibatasi sampai tiga
kali besarnya diameter elektroda.
2.3 Cacat Las
Weld Defect atau Cacat las adalah hasil pengelasan yang tidak memenuhi
syarat keberterimaan yang sudah dituliskan di standart (ASME IX, AWS, API,
ASTM). Penyebab cacat las dapat dikarenakan adanya prosedur pengelasan
yang salah, persiapan yang kurang dan juga dapat disebabkan oleh peralatan
serta consumable yang tidak sesuai standart (Achmadi, 2019)
https://www.pengelasan.net/cacat-las/. Dalam setiap proses pengelasan sering
kali terjadi cacat pada benda kerja. Macam-macam cacat yang ditimbulkan pada
saat proses pengelasan antara lain:
a. Terak yang Tertimbun
Cacat seperti ini dicegah dengan cara
- Tiap-tiap lapisan harus benar-benar dibersihkan
- Ayunan elektroda jangan lebar
b. Porositas (gelembung gas)
Cacat ini dapat dicegah dengan cara
- Elektroda gas harus dikeringkan
- Gunakan panjang busur yang tepat dan tetap
- Kurangi kecepatan pengelasan
- Gunakan tipe elektroda yang lain
c. Undercut
Cacat ini mengakibatkan slag terjebak didalam alur yang tidak terisi oleh
cairan gas. Cacat ini dapat dicegah dengan cara
- Mengurangi kuat arus pengelasan
- Ayunan elektroda jangan terlalu cepat
- Usahakan benda kerja agak dingin pada tiap lapisan
d. Hot Cracking
Yaitu retakan yang biasanya timbul pada saat cairan las mulai membeku
karena luas penampang yang terlalu kecil dibandingkan dengan besar benda
kerja yang akan dilas, sehingga terjadi pendinginan. Cara mengatasi dengan
menggunakan elektroda las low hidrogen yang mempunyai sifat tegang yang
relatif tinggi.
e. Cold Cracking

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


Cara mengatasinya dengan menggunakan elektroda las low hidrogen,
disamping pemanasan awal yang akan banyak membantu.
f. Underbread Cracking
Terjadi karena adanya hidrogen atau pun karena kuatnya konstruksipenguat
sampingan. Dapat ditanggulangi dengan menggunakan elektroda las low
hidrogen atau pemanasan awal benda kerja sampai suhu 120°C.
g. Lack of Fussion
Lack of Fussion adalah cacat yang antara bahan dasar dengan logam las
tidak terjadi ditanggulangi dengan menambah kuat arus, ayunan las dapat
ditambah.
h. Lack of Penetratic
Cara penanggulangannya yaitu dengan memilih dan mengganti elektroda
dengan diameter yang cocok serta menambah kuat arus pengelasan.
i. Wearning Foult
Adalah timbunan las yang berlebihan diatasi dengan menjagakontinuitas
kecepatan pengelasan.
j. Qeld Spotter
Adalah percikan las yang terlalu banyak.
2.4 Parameter Pengelasan
Panjang busur (Arc Length) yang dianggap baik lebih kurang sama dengan
elektroda yang dipakai. Untuk besarnya tegangan yang dipakai setiap posisi
pengelasan tidak sama. Misalnya elektrode 3 mm – 6 mm, mempunyai tegangan
20 – 30 volt pada posisi datar, dan tegangan ini akan dikurangi antara 2 – 5 volt
pada posisi diatas kepala. Kestabilan tegangan ini sangat menentukan mutu
pengelasan dan kestabilan juga dapat didengar melalui suara selama
pengelasan.
Besarnya arus juga mempengaruhi pengelasan, dimana besarnya arus listrik
pada pengelasan tergantung dari bahan dan ukuran lasan, geometri sambungan
pengelasan, macam elektrode dan inti elektroda. Untuk pengelasan pada daerah
las yang mempunyai daya serap kapasitas panas yang tinggi diperlukan arus
listrik yang besar dan mungkin juga diperlukan tambahan panas. Sedang untuk
pengelasan baja paduan, yang daerah HAZ-nya dapat mengeras dengan mudah
akibat pendinginan yang terlalu cepat, maka untuk menahan pendinginan ini
diberikan masukan panas yang tinggi yaitu dengan arus pengelasan yang besar.
Kecepatan pengelasan tergantung dari bahan induk, jenis elektroda, inti
elektroda, geometri sambungan, ketelitian sambungan, agar dapat mengelas

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


lebih cepat diperlukan arus yang lebih tinggi. Polaritas listrik mempengaruhi hasil
dari busur listrik. Sifat busur listrik pada arus searah (DC) akan lebih stabil
daripada arus bolak-balik (AC). Dari keterangan diatas dapat disimpulkan seperti
pada table dan gambar dibawah ini.

Gambar 2.7 Karakteristik Pengelasan


Sumber : Modul Praktikum Proses Manufaktur, 2021

Tabel 2.3. Karakteristik Pengelasan

Sumber : Modul Praktikum Proses Manufaktur, 2021

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data dari Hasil Pengelasan


Tabel 4.1 Pengelasan Rigi-Rigi dengan Elektroda RB 2.6
I II III IV

Tegangan (V) 220 220 220 220

Arus (A) 55 55 55 55

Panjang (cm) 15 15 15 15

Waktu (s) 60 54 68 54

Tabel 4.2 Pengelasan Sambungan dengan Elektroda RB 2.0


I II

Tegangan (V) 220 220

Arus (A) 55 55

Panjang (cm) 15 15

Waktu (s) 54 55

4.2 Proses Pengerjaan


Perhitungan heat input adalah sebagai berikut:

ηEI
HI = .......................................................................................... (4.1)
v
Keterangan : HI = Heat Input (J/mm)
ɳ = Koefisien Efektif Pengelasan
I = Arus Listrik (A)
v = Kecepatan Pengelasan (mm/s)
E = Tegangan Pengelasan (Volt)
4.2.1 Pengelasan Pertama
Hasil dari proses pengelasan pertama didapat hasil seperti pada gambar.

Gambar 4.1 Pengelasan Pertama

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


Sumber : Dokumentasi Pribadi
Diketahui: E = 220 V
I = 55 A
η = 0,2
s 150 mm
v = =
t 60 s
= 2,5 mm/s
HI = (η E I)/v
HI = ((0,2)· (220)· (55)) /2,5
HI = 968 J/mm
= 0,968 kJ/mm
4.2.2 Pengelasan Kedua
Hasil dari proses pengelasan kedua di dapat hasil seperti ada gambar.

Gambar 4.2 Pengelasan Kedua


Sumber : Dokumentasi Pribadi
Diketahui: E = 220 V
I = 80 A
η = 0,2
s 150 mm
v = =
t 54 s
= 2,78 mm/s
HI = (η E I)/v
HI = ((0,2)· (220)· (55)) /2,78
HI = 870 J/mm
= 0,87 kJ/mm
4.2.3 Pengelasan Ketiga
Proses hasil pengelasan ketiga mendapat hasil seperti pada gambar.

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


Gambar 4.3 Pengelasan Ketiga
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Diketahui: E = 220 V
I = 55 A
η = 0,2
s 150 mm
v = =
t 68 s
= 2,2 mm/s
HI = (η E I)/v
HI = ((0,2)· (220)· (55)) / 2,2
HI = 1100 J/mm
= 1,1 kJ/mm
4.2.4 Pengelasan Keempat
Proses hasil pengelasan ke empat didapat hasil seperti pada gambar.

Gambar 4.4 Pengelasan Ke Empat


Sumber : Dokumentasi Pribadi
Diketahui: E = 220 V
I = 55 A
η = 0,2
s 150 mm
v = =
t 54 s
= 2,78 mm/s
HI = (η E I)/v
HI = ((0,2)· (220)· (55)) /2,78
HI = 870 J/mm
= 0,87 kJ/mm
4.2.5 Pengelasan Sambungan
Pengelasan sambungan dilakukan dengan menyambungkan plat L
sehingga menjadi bentuk kotak. Pertama siapkan plat L sebanyak dua buah
dengan panjang 150 mm, yang mana sebelumnya plat L ini adalah plat yang
dipakai pada pengelasan rigi-rigi pada proses sebelumnya. Kemudian dilakukan
penyambungan plat L tadi menjadi satu buah plat kotak seperti pada gambar 4.5.

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


Pengelasan pada sambungan dilakukan dengan perlakuan yang berbeda
dengan rigi-rigi yaitu dengan memakai elektroda RB 2.0.
Diketahui: E = 220 V
I = 55 A
η = 0,2
s 150 mm
v = =
t 54 s
= 2,78 mm/s
HI = (η E I)/v
HI = ((0,2)· (220)· (55)) /2,78
HI = 870 J/mm
= 0,87 kJ/mm
Pada sisi lainnya dari
Diketahui: E = 220 V
I = 55 A
η = 0,2
s 150 mm
v = =
t 55 s
= 2,73 mm/s
HI = (η E I)/v
HI = ((0,2)· (220)· (55)) /2,73
HI = 886,5 J/mm
= 0,8865 kJ/mm

4.3 Pembahasan
Dalam pembahasan ini praktikan akan membahas tentang hasil
pembahasan dari awal sampai akhir. Untuk hasil pengelasan dapat di lihat pada
Gambar 4.1, Gambar 4.2, Gambar 4.3, Gambar 4.4, dan Gambar 4.5. Berikut
pembahasan tentang hasil pengelasan untuk pengelasan rigi-rigi dan pengelasan
sambungan.
4.3.1 Pengelasan Rigi-rigi
a. Pengelasan pertama
Dari pengelasan pertama dengan waktu 60 detik dan panjang pengelasan
150 mm didapatkan hasil perhitungan heat input 968 J/mm, dan tinggi hasil
pengelasan 2,5 mm.
b. Pengelasan kedua

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


Dari pengelasan kedua dengan waktu 54 detik dan panjang pengelasan
150 mm didapatkan hasil perhitungan head input 870 J/mm, dan tinggi hasil
pengelasan 2,78 mm.
c. Pengelasan ketiga
Dari pengelasan ketiga dengan waktu 68 detik dan panjang pengelasan
150 mm didapatkan hasil perhitungan head input 1100 J/mm, dan tinggi hasil
pengelasan 2,2 mm.
d. Pengelasan keempat
Dari pengelasan keempat dengan waktu 54 detik dan panjang pengelasan
150 mm didapatkan hasil perhitungan head input 870 J/mm, dan tinggi hasil
pengelasan 2,78 mm.
4.3.2 Pengelasan Sambungan
a. Pengelasan pertama
Dari pengelasan pertama dengan waktu 54 detik dan panjang pengelasan
150 mm didapatkan hasil perhitungan heat input 870 J/mm.
b. Pengelasan kedua
Dari pengelasan kedua dengan waktu 55 detik dan panjang pengelasan
150 mm didapatkan hasil perhitungan head input 886,5 J/mm.
Pada pengelasan rigi-rigi dimana pada pengelasan pertama dengan waktu
60 detik diperoleh heat input sebesar 978 J/mm, pada pengelasan kedua dengan
waktu 54 detik diperoleh heat input sebesar 870 J/mm, pada pengelasan ketiga
dengan waktu 68 detik diperoleh heat input sebesar 1100 J/mm, dan pada
pengelasan keempat dengan waktu 54 detik diperoleh heat input sebesar 870
J/mm. Bisa dilihat dari grafiknya dimana pada pengelasan pertama hingga
keempat line grafik mengalami naik turun heat input seiring dengan
bertambahnya waktu. Sedangkan untuk pengelasan sambungan dimana pada
pengelasan pertama diperoleh heat input sebesar 870 J/mm dengan waktu 54
detik, dan pada pengelasan kedua mempunyai heat input sebesar 886,5 J/mm
dengan waktu 55 detik grafik line bergerak lurus ke atas. Dengan melihat nilai
heat input terhadap waktu pada grafik tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
semakin lama waktu maka akan semakin kecil heat input. Dari uraian diatas
dapat dilihat bahwa semakin besar head input yang diberikan maka semakin
tinggi hasil pengelasan dan pada pengelasan sambungan dapat dilihat waktu
yang paling lama dalam melakukan pengelasan terjadinya bolongan seperti pada
gambar 4.5 pada plat yang akan disambung. Hal ini disebabkan karena dalam

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


proses pengelasan yang dilakukan terlalu cepat sehingga ada bagian dari
sambungan yang tidak terisi oleh lelehan elektroda.

Pengelasan Sambungan 1 Pengelasan Sambungan 2

Gambar 4.6 Hasil Pengelasan Sambungan


Sumber : Dokumentasi Pribadi

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada praktikum pengelasan ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu
sebagai berikut:
1. Praktikan mengetahui peralatan dan dan perlengkapan dalam pengelasan
yang meliputi mesin electric arc welding, elektroda, kabel, ground clamp,
elektroda holder, palu las, sikat baja, tang jepit, meja las, ragum, gergaji
besi dan alat pelindung diri.
2. Praktikan mengetahui metode pada pengelasan dengan menggunakan
metode SMAW (Shield Metal Arc Welding) dengan posisi dibawah tangan
dan kemiringan elektroda 10° – 20° terhadap garis vertical ke arah jalan
elektroda dan 70° - 80° terhadap benda kerja.
3. Praktikan mengetahui pengaruh heat input terhadap hasil pengelasan,
yaitu berdasarkan hasil pengelasan dan perhitungan, maka semakin besar
heat input yang diberikan maka semakin tinggi rigi-rigi hasil pengelasan.
5.2 Saran
Adapun saran pada praktikum proses pengelasan ini adalah sebagai
berikut:
1. Sebelum melakukan praktikum pengelasan, hendaknya praktikan
diharapkan memahami terlebih dahulu mengenai teori dasar dan tata cara
menggunakan mesin las dengan benar agar memudahkan eksekusi pada
saat praktikum.
2. Sebelum menggunkan mesin las, hendaknya segala sesuatu yang berkaitan
dengan mesin las, baik itu cara pengoperasian atau faktor-faktor keamanaan
seperti pemakaian kacamata safety, sarung tangan, dan posisi dalam
mengelas harus diperhatikan sebaik mungkin, sehingga dapat menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada saat melakukan praktikum.
3. Sebaiknya pada saat melakukan pengelasan bisa lebih memperhatikan arus
yang digunakan dengan disesuaikan dengan jenis elektroda yang digunakan
agar tidak berlubang pada benda kerja.

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


Daftar Pustaka

Gumilang, Ilham Hanif. 2016. Artikel Teknik Pengelasan “Welding”. (Online).


https://gumilangilham99.blogspot.com/2016/09/artikel-teknik
pengelasa.html

Achmadi. 2019. Macam Macam Cacat Las dan Penyebabnya Serta cara
Mengatasi (Online).
https://www.pengelasan.net/cacat-las/ diakses 7 Desember 2021

Suwitno, Abdul. 2017. “ANALISA PENGARUH HASIL PENGELASAN LISTRIK


DAN ASETILIN PADA PLAT BORDES TERHADAP KEKUATAN TARIK
KEKUATAN, LENGKUNG, IMPACT DAN STRUKTUR MIKRO”. Fakultas
Teknik. Jurusan Teknik Mesin. Universitas Muhammadiyah Pontianak.

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


PRAKTIKUM II

PROSES PERMESINAN

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dimasa yang serba modern ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) sangat pesat yang mana semua pekerjaan yang dilakukan
manusia mulai dapat digantikan dengan mesin. Manusia disini dituntut untuk bisa
mengoperasikan mesin tersebut dalam penerapannya. Sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, suatu hasil produksi harus
diimbangi dengan peningkatan kualitas hasil produksi, khususnya pada proses
produksi yang menggunakan mesin-mesin perkakas seperti mesin skrap, mesin
frais (milling), mesin bubut (turning), mesin bor (drilling) dan lain-lain (A. Zubaidi
dkk, 2012). Dalam mengoperasikan mesin tersebut juga dibutuhkan tenaga yang
terampil untuk menunjang hasil yang baik dan berkualitas dari suatu produk yang
diproduksi. Dengan adanya teknologi yang serba canggih ini juga sangat
membantu dan mempermudah dalam melakukan suatu pekerjaan yang biasanya
dilakukan secara manual menggunakan tangan. Sekarang hanya dengan
menekan tombol saja sudah dapat selesai menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Dalam hal ini mesin bubut mempunyai peranan penting karena sebagian besar
proses produksi menggunakan mesin bubut. Seperti dalam proses pembuatan
komponen-komponen otomotif seperti: mur, baut, roda gigi dan lain lain. Yang
mana komponen-komponen ini sangat diperlukan dalam dunia industri besar
maupun industri skala rumah tangga. Setiap peralatan elektronik maupun
otomotif sebagian besar sangat memerlukan mesin bubut untuk membuat
komponen-komponennya. Akan tetapi, dengan kemajuan teknologi terus
berusaha membuat peralatan yang mampu membentuk permukaan komponen
degan tingkat kehalusan yang cukup tinggi menurut standar ukuran yang berlaku
dalam metrologi yang dikemukakan oleh para ahli pengukuran geometris benda
melalui pengalaman penelitian (Paridawati, 2015).
Teknik membubut merupakan salah satu dasar dan merupakan keterampilan
yang harus dikuasai oleh setiap mahasiswa teknik mesin. Karena pada dasarnya
mesin bubut ini sangat erat sekali kaitannya dengan lapangan pekerjaan di teknik
mesin yang pada umumnya adalah bekerja dibagian pabrik atau di dunia industri.
Pada umumnya setiap mahasiswa teknik mesin harus dapat memahami serta
menguasai teknik-teknik dalam membubut pada mesin bubut baik itu untuk
membubut dengan teknik lurus maupun dengan menyamping atau serong. Di

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


dalam praktikum mesin bubut ini juga akan membahas tentang cara dalam
proses membubut, pengenalan mesin bubut, alat-alat yang digunakan dalam
praktikum mesin bubut dan faktor-faktor keamanan selama praktikum mesin
bubut.
Dengan menguasai teknik-teknik dasar membubut, diharapkan agar setiap
mahasiswa teknik mesin mempunyai keahlian yang dapat diandalkan untuk
mengimbangi kemajuan teknologi tersebut. Dan juga diharapkan pada saat
praktikum mahasiswa teknik mesin dapat mematuhi aturan kerja pada saat
melakukan praktikum dan memperhatikan keselamatan kerja saat di
laboratorium.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, perumusan masalah dalam
praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Komponen utama apa saja yang ada pada mesin bubut?
2. Bagaimana cara pengoperasian mesin bubut ?
3. Berapa waktu yang diperlukan untuk membuat sebuah produk
menggunakan mesin bubut ?
1.3 Tujuan Praktikum
Setelah mengikuti praktikum ini, seluruh praktikan diharapkan dapat
memahami:
1. Mengetahui komponen-komponen mesin bubut serta fungsinya.
2. Mengetahui pengoperasian mesin bubut dan menguasai cara
pembubutan dengan benar.
3. Mengetahui waktu yang diperlukan dalam membuat sebuah produk
menggunakan mesin bubut.
1.4 Batasan Masalah
Agar lebih terarah maka ruang lingkup hanya membahas masalah yang
berkaitan dengan proses pembubutan, antara lain:
1. Pada laporan praktikum ini mesin bubut yang digunakan yaitu Krisbow
KW 15-486.
2. Tidak membahas masalah biaya proses pembubutan.
1.5 Manfaat Praktikum
Adapun manfaat yang dapat diambil dari praktikum ini adalah sebagai
berikut:
1. Mahasiswa dapat mengetahui komponen apa saja yang ada pada mesin
bubut.

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


2. Mahasiswa mengetahui waktu yang diperlukan dalam membuat sebuah
produk menggunakan mesin bubut.
3. Mahasiswa mengetahui bagaimana cara mengoperasikan mesin bubut.

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Permesinan
Berdasarkan gambar teknik, dimana dinyatakan spesifikasi geometris suatu
produk komponen mesin, salah satu atau beberapa jenis proses pemesinan
harus dipilih sebagai suatu proses atau urutan yang digunakan untuk
membuatnya. Bagi suatu tingkatan proses, ukuran obyektif ditentukan dan pahat
harus membuang sebagian material benda kerja sampai ukuran obyektif tersebut
dicapai (Paridawati 2015). Proses permesinan sering disebut machining process
atau cutting process. Proses permesinan merupakan proses mengurangi material
dari permukaan benda kerja di mana proses tersebut akan menghasilkan tatal
(chip).

Gambar 2.1 Proses Permesinan


Sumber : Modul Praktikum Proses Manufaktur, 2021

2.2 Pengertian Mesin Bubut Konvensional


Mesin bubut (turning machine) adalah suatu jenis mesin perkakas yang
dalam proses kerjanya bergerak memutar benda kerja dan menggunakan mata
potong pahat (tools) sebagai alat untuk menyayat benda kerja tersebut. Di
bidang industri, keadaan mesin bubut sangat berperan. Terutama di
dalamindustri permesinan. Misalnya dalam industri otomotif, mesin bubut
berperan dalampembuatan komponen-komponen kendaraan, seperti mur, baut,
roda gigi, poros, tromoldan lain sebagainya( Subakty dkk, 2013). Pada prosesnya
benda kerja terlebih dahulu dipasang pada chuck (pencekam) yang terpasang
pada spindel mesin, kemudian spindel dan benda kerja diputar dengan
kecepatan sesuai perhitungan. Alat potong (pahat) yang dipakai untuk
membentuk benda kerja akan disayatkan pada benda kerja yang berputar.

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


Umumnya pahat bubut dalam keadaan diam, pada perkembangannya ada jenis
mesin bubut yang berputar alat potongnynya, sedangkan benda kerjanya diam.
Dalam kecepatan putar sesuai perhitungan, alat potong akan mudah memotong
benda kerja sehingga benda kerja mudah dibentuk sesuai yang diinginkan.
Dikatakan konvensional karena untuk membedakan dengan mesin- mesin yang
dikontrol dengan komputer (Computer Numerically Controlled) ataupun kontrol
numerik (Numerical Control) dan karena jenis mesin konvensional mutlak
diperlukan keterampilan manual dari operatornya. Pada kelompok mesin bubut
konvensional juga terdapat bagian-bagian otomatis dalam pergerakkannya
bahkan juga ada yang dilengkapi dengan layanan sistim otomasi baik yang
dilayani dengan sistem hidraulik, pneumatik ataupun elektrik. Ukuran mesinnya
pun tidak semata-mata kecil karena tidak sedikit mesin bubut konvensional syang
dipergunakan untuk mengerjakan pekerjaan besar seperti yang dipergunakan
pada industri perkapalan dalam membuat atau merawat poros baling-baling
kapal yang diameternya mencapai 1000 mm.

2.3 Komponen Utama Mesin Bubut


Komponen utama dari mesin bubut terdiri dari 5 bagian, yaitu: Landasan
(bed), pembawa (carriage), head stock, tailstock, dan poros berulir (lead screw).
Landasan (bed) merupakan komponen utama mesin bubut yang berfungsi
sebagai penopang/dudukan komponen-komponen lainnya. Landasan ini bersifat
kaku dan terbuat dari besi cor dimana pada bagian atasnya dikeraskan supaya
tahan gesek dan tahan aus. Pembawa (carriage) bergerak sepanjang landasan,
komponen ini terdiri dari cross-slide, tool post dan apron. Pahat potong
dipasangkan pada tool post dimana posisinya dapat diatur sesuai dengan arah
yang diinginkan. Headstock merupakan tempat dudukan spindle, motor pengerak
dan gigi- gigi transmisi pengatur kecepatan. Head stock juga merupakan
dudukan tempat pemegang benda kerja (chuck) yang merupakan komponen
tambahan pada mesin bubut. Tailstock merupakan tempat dudukan ujung yang
lain dari benda kerja serta berfungsi sebagai titik pusat (center) dari benda kerja.
Poros berulir berfungsi untuk meggerakan carriage (pisau potong) dengan
kecepatan yang telah diatur sesuai dengan jenis pemotongan yang diinginkan.

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


2.3.1 Bagian - Bagian Mesin Bubut

Gambar 2.2 Mesin Bubut


Sumber : Modul Praktikum Proses Manufaktur, 2021
Keterangan
1. Motor Penggerak 10. Eretan Dasar
2. Kepala Tetap 11. Chuck
3. Eretan Lintang 12. Batang Gigi
4. Wadah Tatal 13. Poros Ulir
5. Saklar Motor 14. Poros Luncur
6. Kotak Kunci 15. Batang Penghubung
7. Kepala Lepas 16. Meja Mesin
8. Kaki 17. Eretan Atas
9. Spindle Utama
Spesifikasi mesin: Ukuran maksimal H (tinggi sumbu) dari meja dikali W
(jarak center kepala tetap dan penjepit). Ukuran maksimal benda kerja yang
dapat dikerjakan 2 H x W.
2.3.2 Kepala Tetap dengan Pembawa

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


Gambar 2.3 Bentuk Jenis Buatan dan Penempatan Jantung Bubut
Sumber : Modul Praktikum Proses Manufaktur, 2021

Keterangan:
a. Mantel pengaman.
b. Pembawa massif.
c. Penumpuan pembawa yang betul.
d. Penumpuan yang benar bagi jarum bubut yang mengandung bidang-
bidang rata.
e. Cincin pelindung.
f. Pembawa bekerja sendiri.
2.3.3 Penjepit Chuck Dependent

Gambar 2.4 Cekam Penjepit


Sumber : Modul Praktikum Proses Manufaktur, 2021

2.3.4 Kepala Lepas


Kepala lepas dipasang di atas meja bubut bagian ujung kanan, berguna
untuk: Menopang benda kerja, pemasangan mata boor/snei dan tap, serta untuk
penyetalan bubut tirus panjang

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


Gambar 2.5 Kepala Bebas Model Normal (Kiri dan Tengah)
Sumber : Modul Praktikum Proses Manufaktur, 2021
2.3.5 Meja Mesin Bubut
Berfungsi sebagai dudukan seperangkat eretan yang meluncur
memanjang. Keausan meja mengakibatkan hasil pembubutan tidak presisi
(cembung). Perawatan/pembersihan meja seusai pembubutan penting dilakukan
untuk mencegah keausan.

Gambar 2.6 Bentuk Meja Mesin Bubut.


Sumber : Modul Praktikum Proses Manufaktur, 2021

2.3.6 Transmisi Penggerak Poros Kepala Tetap

Gambar 2.7 Transmisi Penggerak Poros Kepala Tetap


Sumber : Modul Praktikum Proses Manufaktur, 2021

2.3.7 Penjepit Pahat (Tools Post)


Proses pemesinan dilakukan dengan cara memotong bagian benda kerja
yang tidak digunakan dengan menggunakan pahat (cutting tool), sehingga
terbentuk permukaan benda kerja menjadi komponen yang dikehendaki (Dwi
Rahdiyanta, 2010). Penjepit pahat digunakan untuk menjepit pahat, yang
bentuknya ada beberapa macam diantaranya seperti ditunjukkan pada gambar

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


2.8. Jenis ini sangat praktis dan dapat menjepit pahat 4 (empat) buah sekaligus.
Proses pemotongan logam merupakan suatu proses yang digunakan untuk
mengubah logam dasar menjadi komponen mesin dengan menggunakan pahat
sebagai komponen utamanya ( Sang Putu Putra Dewangga, 2017).

Gambar 2.8 Penjepit Pahat (Tools Post)


Sumber : Modul Praktikum Proses Manufaktur, 2021
2.3.8 Eretan Atas
Eretan terdiri atas eretan memanjang (longitudinal carriage) yang
bergerak sepanjang alas mesin, eretan melintang (cross carriage) yang bergerak
melintang alas mesin dan eretan atas (top carriage), yang bergerak sesuai
dengan posisi penyetelan diatas eretan melintang, kegunaan eretan ini adalah
untuk memberikan pemakanan yang besarnya dapat diatur menurut kehendak
operator yang dapat terukur dengan ketelitian tertentu yang terdapat pada roda
pemutarnya (Henggar Patria Atmantawarna, 2013). Eretan atas sebagaimana
gambar 2.9, berfungsi sebagai dudukan penjepit pahat yang sekaligus berfungsi
untuk mengatur besaran majunya pahat pada proses pembubutan ulir, alur, tirus,
champer dan lain-lain yang ketelitiannya bisa mencapai 0,01 mm.

Gambar 2.9 Eretan Atas


Sumber : Modul Praktikum Proses Manufaktur, 2021

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


Eretan ini tidak dapat dijalankan secara otomatis, melainkan hanya
dengan cara manual. Kedudukannya dapat diatur dengan memutarnya sampai
posisi 360°, biasanya digunakan untuk membubut tirus dan pembubutan
ulir dengan pemakanan menggunakan eretan atas.

2.3.9 Transporter dan Sumbu Pembawa


Transporter atau poros transporter adalah poros berulir segi empat atau
trapesium yang biasanya memiliki kisar 6 mm, digunakan untuk membawa eretan
pada waktu kerja otomatis, misalnya waktu membubut ulir, alur dan atau
pekerjaan pembubutan lainnya. Sedangkan sumbu pembawa atau poros
pembawa adalah poros yang selalu berputar untuk membawa atau mendukung
jalannya eretan.

Gambar 2.10 Poros Transporter dan Sumbu Pembawa


Sumber : Modul Praktikum Proses Manufaktur, 2021

2.4 Model Pahat dan Jenis Pahat Bubut

Gambar 2.11 Model Pahat


Sumber : Modul Praktikum Proses Manufaktur, 2021

Keterangan :
Model V : Pahat bubut terbuat seluruhnya dari baja olah cepat.
Model S : Kepala penyayat dari baja olah cepat dilas tumpu dengan gagang
dari baja industry mesin.

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


Model P : Plat penyayat dari baja olah cepat dilas pada tempat yang
disediakan di ujung gagang dari baja industry mesin.
Model K : Plat penyayat dijepit.

Gambar 2.12 Jenis-Jenis Pahat Bubut dan Kegunaannya


Sumber : Modul Praktikum Proses Manufaktur, 2021

Keterangan:
a. Pahat kiri.
b. Pahat potong.
c. Pahat kanan.
d. Pahat rata.
e. Pahat radius.
f. Pahat alur.
g. Pahat ulir.
h. Pahat muka.
i. Pahat kasar.

2.5 Jenis-jenis Mesin Bubut Konvensional


Beberapa kategori, yaitu: mesin bubut ringan, mesin bubut sedang, mesin
bubut standar, dan mesin bubut berat. Mesin bubut berat digunakan untuk
pembuatan benda kerja yang berdimensi besar, terbagi atas mesin bubut beralas
panjang, mesin bubut lantai, mesin bubut tegak. Fungsi utama mesin bubut
konvensional adalah untuk membuat/memproduksi benda-benda berpenampang
silindris, misalnya poros lurus, poros bertingkat, poros tirus, poros berulir, dan
berbagai bentuk bidang permukaan lainnya misalnya anak buah catur (Henggar
Patria Atmantawarna, 2013). Adapun gambarnya dapat dilihat sebagai berikut:
1. Mesin Bubut Ringan
2. Mesin Bubut Sedang
3. Mesin Bubut Standar

2.6 Proses Pembubutan Benda Kerja

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


a. Kecepatan Sayat Bubut
Kecepatan ditentukan oleh besaran putaran benda kerja dan diameter yang
disayat, hubungannya adalah: Dalam prakteknya nilai kecepatan potong
ditetapkan, dan putaran mesin dicari.
b. Menghitung Angka Putaran Mesin (n)
Benda kerja
D = 30 mm
Kecepatan Sayat (v) = 60 m/mnt
Jawaban:
Putaran mesin
n = 1000.v / Л. D
= 1000. 60 / 3,14. 30
= 636,94 rpm
Variasi putaran mesin yang tersedia adalah :
31,5 – 45 – 63 – 90 – 125 – 180– 250 – 355 – 500 – 710 – 1000 – 1400.
Oleh karena tidak terdapat n = 636,94 rpm, maka dipilih 500 rpm (disebut ne
= putaran efektif).
Dengan demikian kecepatan sayat nyata adalah: V = 80. 3,14. 125 / 1000, V
= 31,4 m / mnt.
2.7 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Perencanaan Proses Bubut
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan suatu proses
bubut diantara adalah sebagai berikut
1. Komponen yang akan dibubut harus dirancang supaya mudah di cekam
pada chuck. Benda-benda tipis berbentuk pelat sangat sukar ditempatkan
pada chuck sehingga proses bubut untuk bahan pelat supaya dihindari.
2. Toleransi ukuran supaya tidak terlalu kecil sehingga masih memungkinkan
dapat diproses dengan proses bubut.
3. Sudut-sudut tajam pada komponen supaya dihindari oleh karena tidak
semua bentuk sudut bisa dijangkau oleh pisau potong.
4. Ukuran material yang akan dibubut diusahakan sedekat mungkin kepada
ukuran benda kerja supaya jumlah langkah proses pembubutan bisa
dikurangi.
5. Bentuk komponen yang akan dibubut harus direncanakan agar bisa
menggunakan bentuk pahat standar yang ada di pasaran.
6. Bahan benda kerja harus dipilih dimana bahan tersebut memiliki
kemampuan mesin (machinability) yang baik.

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


2.8 Parameter Mesin Bubut
Kecepatan pemotongan (cutting speed) adalah kecepatan pemotongan pada
permukaan kontak antara benda kerja dengan pisau potong. V = π Do n (m/s)
dimana: Do = diamater luar benda kerja n = putaran benda kerja (rpm).
Pemakanan (feed) adalah tebalnya pemotongan setiap satu putaran benda kerja.
Besarnya pemakanan ini ditentukan oleh jenis poros berulir pada mesin bubut.
Satuan dari pemakanan adalah mm/revolution. Kedalaman pemotongan (depth
of cut) adalah tebal bahan yang dipotong setiap satu siklus pengerjaan,
satuannya adalah mm. Waktu pemotongan (cutting time) waktu yang diperlukan
untuk memotong benda kerja sepanjang L dalam satu kali operasi, dinyatakan
dengan: dimana f = pemakanan Kecepatan pemotongan yang disarankan pada
proses bubut dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kecepatan Pemotongan yang Disarankan

Sumber : Modul Praktikum Proses Manufaktur, 2021

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Proses pengerjaan
Proses praktikum pembubutan ini meliputi bebrapa langkah kerja yang
dilakukan, yaitu:
1. Pemasangan material
2. Penyetingan material
3. Pengerjaan diameter Ø30 mm dengan panjang 65 mm
4. Pengerjaan diameter Ø24 mm dengan panjang 48 mm
5. Pengerjaan diameter Ø22 mm dengan panjang 32 mm
6. Pengerjaan diameter Ø10 mm dengan panjang 15 mm
7. Pengerjaan diameter Ø26 mm dengan panjang 35 mm
8. Pengerjaan tirus dengan kemiringan 10° dengan ukuran diameter
Ø15
Dan langkah kerja tersebut dapat diuraikan sebagai berikut

E
D
F
C
B A

Gambar 4.1 Benda Kerja Praktikum Pembubutan


(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
4.1.1 Pemasangan dan Penyetingan Material
Langkah yang dilakukan untuk melakukan pembubutan ialah
terlebih dahulu dilakukan pemasangan dan penyetingan terhadap
material agar pas center pada penjepit.
4.1.2 Pengerjaan benda kerja pada bagian A sampai D
Untuk memudahkan pembubutan pada benda kerja, lakukan
penandaan panjang pengerjaan 65 mm dengan menggoreskan pahat
bubut pada benda kerja. Tujuan dilakukannnya penandaan tersebuat

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


adalah sebagai batas panjang pembubutan yang akan dilakukan.
Setelah itu lakukan pengerjaan dengan melakukan pembubutan rata dari
diameter awal 32 mm menjadi 30 mm dengan panjang 65 mm, dalam
proses ini kita lakukan pemakanan sedalam 1 mm sebanyak 2 kali
pegerjaan.
 Pembubutan bidang A sampai D sepanjang 65 mm dari diameter
32 hingga diameternya menjadi 30 mm, jumlah proses pemakanan
1mm
=2
1
n = 500 Rpm
Vf = f . n
= 1 . 500
= 500 mm/menit
65 mm
Tm = x2
500 mm/menit
= 0,26 menit

Gambar 4.2 Pengerjaan Awal


(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

4.1.3 Pengerjaan benda kerja pada bagian A sampai C


Lakukan penandaan pada benda kerja sesuai dengan gambar
acuan yaitu panjang pengerjaan 48 mm dengan menggoreskan pahat
bubut pada benda kerja, kemudian dilanjutkan dengan pembubutan rata

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


dari diameter awal 30 mm menjadi 24 mm dengan panjang 48 mm,
dalam proses ini dilakukan pemakanan sedalam 2 mm sebanyak 3 kali
pengerjaan.
 Pembubutan bidang A Sampai C sepanjang 48 mm dari diameter
30 hingga diameternya menjadi 26 mm , jumlah proses pemakanan
2mm
=2
1
n = 500 Rpm
Vf =f.n
= 1 . 500
= 500 mm/menit
48 mm
Tm = x2
500 mm/menit
= 0,28 menit

Gambar 4.3 Pengerjaan kedua


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
4.1.4 Pengerjaan benda kerja pada bagian A Sampai B
Pada proses benda kerja A sampai B, praktikan perlu mepas benda
kerja lalu balik benda kerja dan pasang kembali pada cekam, kemudian
dijepit Setelah itu seperti pada pembubutan sebelumnya, lakukan
penandaan panjang pengerjaan 32 mm dengan menggoreskan pahat
bubut pada benda kerja, kemudian dilanjutkan dengan pembubutan
dengan melakukan pembubutan rata dari diameter awal 24 mm menjadi
22 mm dengan panjang 32 mm, dalam proses ini kita lakukan
pemakanan sedalam 1,0 mm sebanyak 2 kali pengerjaan.

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


 Pembubutan bidang A sampai B sepanjang 32 mm dari diameter 24
mm hingga diameternya menjadi 22 mm, jumlah proses
1mm
pemakanan =2
1
n = 500 Rpm
Vf =f.n
= 1 . 500
= 500 mm/menit
32mm
Tm = x1
500 mm/menit
= 0,12 menit
4.1.5 Pengerjaan benda kerja pada bagian A
Lakukan penandaan pada benda kerja sesuai dengan gambar
acuan yaitu panjang pengerjaan 15 mm dengan menggoreskan pahat
bubut pada benda kerja, kemudian dilanjutkan dengan pembubutan
dengan melakukan pembubutan rata dari diameter awal 22 mm menjadi
10 mm dengan panjang 15 mm, dalam proses ini kita lakukan
pemakanan sedalam 1 mm sebanyak 7 kali pengerjaan.
 Pembubutan bidang A sepanjang 18 mm dari diameter 22 mm
hingga diameternya menjadi 10 mm, jumlah proses pemakanan
7 mm
=7
1
n = 500 Rpm
Vf =f.n
= 1 . 500
= 500 mm/menit
18 mm
Tm = x7
500 mm/menit
= 0,25 menit
4.1.6 Pengerjaan benda kerja pada bagian E sampai F
Pada proses benda kerja E sampai F, praktikan perlu mepas benda
kerja lalu balik benda kerja dan pasang kembali pada cekam, kemudian
di jepit Setelah itu seperti pada pembubutan sebelumnya, lakukan
penandaan panjang pengerjaan 35 mm dengan menggoreskan pahat

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


bubut pada benda kerja, kemudian dilanjutkan dengan pembubutan
dengan melakukan pembubutan rata dari diameter awal 32 mm menjadi
26 mm dengan panjang 35 mm, dalam proses ini kita lakukan
pemakanan sedalam 1 mm sebanyak 3 kali pengerjaan.
 Pembubutan bidang E samapi F sepanjang 35 mm dari diameter 32
mm hingga diameternya menjadi 26 mm, jumlah proses
3 mm
pemakanan =3
1
n = 500 Rpm
Vf =f.n
= 1 . 500
= 500 mm/menit
36 mm
Tm = x 3= 0,21 menit
500 mm/menit
4.1.7 Pengerjaan tirus dengan kemiringan 10° diameter besar 26 mm
Untuk melakukan pembubutan tirus terlebih dahulu kita harus
mengetahui sudut ketirusan yang dapat dicari dengan rumus:
( D−d)
Tgα =
2 xL
……………………………………………………………………………4.1
Dimana :α = Sudut ketirusan
D = Diameter besar tirus
d = Diameter kecil tirus
L = Panjang tirus
Dengan menggunakan rumus diatas kita masukkan data dari
gambar kerja dapat diketahui hasilnya sebagai berikut :
D = 26 mm
d = 15 mm
L = 30 mm
Maka :
D−d
tgα =
2 Xl
22−15
tgα =
2 x 31

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


tgα = 0,112
α = tg-1 (0,112)
α = 10°
Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan maka diperoleh sudut
tirus yang akah digunakan adalah sebesar 10°. Untuk pembuatan tirus
ini dilakukan dengan memiringkan sudut pada eretan atas sesuai dengan
eretan tirus yan akan kita buat. Sebelum melakukan pembubutan tirus,
terlebih dahulu lakukan pemindahan sudut pada eretan atas diubah
menjadi 10°. Lakukan pembuatan tirus dengan menggerakan eretan atas
hingga mencapai diameter 15 mm. Setelah pembuatan tirus selesai,
kembalikan sudut eretan atas menjadi 0°.

4.1.8 Hasil Pembubutan


Benda kerja yang dilakukan tahapan pembubutan dari awal hingga
tahap akhir maka didapatkan hasil seperti pada gambar 4.4

Gambar 4.4 Benda Hasil Bubutan


(Sumber : Dokumentasi Pribadi

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada praktikum proses pembubutan ini dapat diambil kesimpulan,
yaitu :
1. Adapun komponen mesin bubut yaitu; Motor Penggerak fungsinya
mengubah energi listrik menjadi energi mekanik untuk
menggerakkan semua komponen yang ada. Kepala Tetap fungsinya
sebagai dudukan cekam (chuck). Eretan Lintang Fungsi dari eretan
lintang ini untuk mengatur tebal tipisnya pahatan yang dilakukan
dengan memperhatikan skala ukuran yang sudah disediakan.
Dudukan Pahat (Tool Post) berfungsi untuk menjepit pahatan saat
proses pembubutan dilakukan. Lampu Penerangan berfungsi untuk
membantu operator dalam melihat benda kerja saat proses
pembubutan serta untuk melihat hasilnya agar lebih maksimal. Alat
Pencekam Cekam merupakan alat perlengkapan mesin bubut yang
berguna untuk menjepit benda saat proses pembubutan terjadi.
Tombol Emergency Stop fungsinya untuk mematikan mesin bubut
dalam kondisi atau situasi darurat. Alas Mesin (Bed Machine)
berfungsi sebagai tumpuan gaya pemakanan ketika proses
pembubutan terjadi dan juga sebagai tempat dudukan untuk kepala
lepas, penyangga diam (steady rest) dan eretan. Kepala Lepas (Tail
Lock) gunanya sebagai tempat penahan ujung benda kerja yang
sedang di bubut, maupun sebagai tempat penahan kedudukan bor
saat digunakan, dll.
2. Waktu yang dibutuhkan untuk Pengerjaan benda kerja pada bagian
A sampai D yaitu 0,26 menit dengan pemakanan sedalam 1 mm
sebanyak 2 kali pengerjaan dan kecepatan 500 Rpm, sedangkan
untuk pengerjaan benda kerja pada bagian A sampai C yaitu 0,28
menit dengan kecepatan putaran mesin 500 Rpm dengan
pemakanan sedalam 1 mm sebanyak 2 kali pengerjaan, Untuk
pengerjaan benda kerja pada bagian A sampai B yaitu 0,12 menit
dengan kecepatan putaran mesin 500 Rpm dengan pemakanan

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


sedalam 1 mm sebanyak 2 kali pengerjaan, untuk pengerjaan benda
kerja pada bagian A memerlukan waktu 0,25 menit dengan
kecepatan putaran mesin 500 Rpm dengan pemakanan sedalam 1
mm sebanyak 7 kali pengerjaan. Waktu Pengerjaan benda kerja
pada bagian E sampai F yaitu 0,21 menit dengan kecepatan putaran
mesin 500 Rpm dengan pemakanan sedalam 1 mm sebanyak 3 kali
pengerjaan. Sedangkan untuk membuat tirus dengan sudut 10°
diameter besarnya ialah 26 mm dan diameter kecilnya 15 mm dan
sudut 10° diameter besarnya ialah 26 mm dan diameter kecilnya 15
mm dan panjang tirusnya ialah 31 mm. jumlah proses
pemakanan.dan estimasi pembubutan suatu benda sesuai desain
yaitu 1,28 menit dan untuk tirusnya sendiri diperlukan waktu yang
lama sekitar 10 menit jadi total waktu yg diperlukan 11,28 menit
3. Parameter yang digunakan berdasarkan Kecepatan pemotongan
(cutting speed) adalah kecepatan pemotongan pada permukaan
kontak antara benda kerja dengan pisau potong. V = π Do n
(m/s) dimana: Do = diamater luar benda kerja n = putaran benda
kerja (rpm). Pemakanan (feed) adalah tebalnya pemotongan setiap
satu putaran benda kerja. Besarnya pemakanan ini ditentukan oleh
jenis poros berulir pada mesin bubut. Satuan dari pemakanan
adalah mm/revolution. Kedalaman pemotongan (f), (depth of cut)
adalah tebal bahan yang dipotong setiap satu siklus pengerjaan,
satuannya adalah mm. Waktu pemotongan (Tm),(cutting time) waktu
yang diperlukan untuk memotong benda kerja dalam satu kali
operasi, dinyatakan dengan: dimana f = pemakanan.
5.2 Saran
Sebelum melakukan praktikum proses pembubutan, hendaknya
praktikan diharapkan memahami terlebih dahulu mengenai teori dasar dan
tata cara menggunakan mesin bubut dengan benar. Sebelum
menggunkan mesin bubut, hendaknya segala sesuatu yang berkaitan
dengan mesin bubut, baik itu cara pengoperasian atau faktor-faktor
keamanaan seperti pemakaian kacamata safety, sarung tangan, dan
penutup telinga (ear plug) harus diperhatikan sebaik mungkin, sehingga

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat


dapat menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada saat
melakukan praktikum.

Program Studi Teknik Mesin Universitas Lambung Mangkurat

Anda mungkin juga menyukai