Disusun Oleh :
PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah
a. Mampu menambah wawasan serta pengetahuan mengenai pencetakan thermoforming
dengan menggunakan mesin cetak vacuum.
b. Mahasiswa mampu mengoperasikan mesin cetak vacuum dengan baik dan benar.
c. Mahasiswa mampu membuat hasil dari proses vacuum forming / cetak vacuum tidak
terdapat lipatan atau sobekan.
BAB II
DASAR TEORI
Plastik adalah suatu bahan polimer (biasanya bahan organic) yang memiliki berat
molekul besar, bentuk padat, menjadi lunak jika dipanaskan secara perlahan-lahan dan
kemudian dapat dibentuk dan dicetak menjadi bentuk yang di inginkan (Nusyirwan, 2007).
Meskipun istilah plastik dan polimer seringkali dipakai secara sinonim, namun tidak
berarti semua polimer adalah plastik. Pada dasarnya polimer secara umum digolongkan ke
dalam 3 (tiga) macam, yakni : (Stevens, 2001).
a. Keuntungan
• Polypropylene sudah tersedia dan relative murah.
• Polypropylene memiliki kekuatan lentur yang tinggi karena sifat semi
kristalinnya.
• Polypropylene memiliki permukaan yang relative licin.
• Polypropylene sangat tahan terhadap kelembaban.
• Polypropylene memiliki ketahanan kimia yang baik atas berbagai macam
basa dan asam.
• Polypropylene memiliki ketahanan leleh yang baik.
• Polypropylene memiliki kekuatan impact yang baik.
• Polypropylene adalah isolator listrik yang baik.
b. Kerugian
• Polypropylene memiliki koefisien ekspansi termal tinggi yang membatasi
aplikasi suhu tinggi.
• Polypropylene rentan terhadap degredasi UV.
• Polypropylene memiliki ketahanan yang buruk terhadap pelarut dan
aromatic terklorinasi.
• Polypropylene dikenal sulit untuk dicat karena memiliki sifat ikatan yang
buruk.
• Polypropylene sangat mudah terbakar.
• Polypropylene rentan terhadap oksidasi.
Secara umum teknologi pemprosesan plastic banyak melibatkan operasi yang sama
seperti proses produksi logam. Plastik dapat dicetak, dituang, dan dibentuk serta diproses
permesinan (machining) dan disambung (joining). (Mervat, 2010). Bahan baku plastik
banyak dijumpai dalam bentuk pellet atau serbuk. Plastik juga tersedia dalam bentuk
lembaran, plat, batangan dan pipa. (Firdaus dan Soejono, 2002). Plastic Molding
merupakan metode proses produksi massal yang cenderung menjadi pilihan untuk
digunakan dalam menghasilkan atau memproses komponen-komponen yang kecil dan
berbentuk rumit. Ada dua proses pencetakan dasar, yaitu cetak injeksi dan cetak kompresi.
Dalam cetak injeksi, polimer leburan dikompresi ke dalam suatu ruang cetakan tertutup.
Cetak kompresi menggunakan panas dan tekanan untuk menekan polimer cair, yang
dimasukkan antara permukaan cetakan, sehingga membentuk pola yang sesuai. Cetak
injeksi umumnya lebih cepat dari pada cetak kompresi. (Stevens, 2001).
2.4 Thermoforming
1. Thermoforming Pressure
Thermoforming pressure adalah proses manufaktur dimana lembaran plastik yang
sudah dipanaskan kemudian ditekan kedalam rongga cetakan dan ditahan beberapa
saat sampai lembaran plastik membentuk sempurna rongga cetakan.
2. Thermoforming Vacuum
Thermoforming vacuum adalah proses manufaktur dimana lembaran plastik yang
sudah dipanaskan kemudian diisap ke dalam rongga cetakan. Pengisapan dilakukan
dengan cara membuat kondisi vakum (hampa udara) di dalam rongga cetakan.
Pengisapan udara dilakukan melalui lubang-lubang kecil yang terdapat dalam
rongga cetakan dengan bantuan mesin sehingga proses tersebut bisa dilakukan
dengan cepat.
3. Mechanical Thermoforming
Mechanical Thermoforming adalah cetakan positif yang dalam penggunaannya
berpasangan dengan cetakan negative yang bersama-sama bergerak berlawanan
arah menghantam lembaran plastic yang telah dianaskan sehingga membentuk
seperti kedua cetakan tersebut. Dalam metode mechanical thermoforming murni,
tekanan udara (positif/tiup atau negatif/hisap) tidak digunakan sama sekali
(Groover. M.P.,2002).
Proses pembentukannya dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti: temperatur
pemanasan, jenis dan ketebalan lembaran plastik, dan tekanan vakum yang digunakan.
Pada proses thermoforming vacuum ini memiliki beberapa keuntungan :
Cacat yang biasa terjadi pada proses thermoforming adalah sebagai berikut :
a. Bubbles : gelembung yang terjadi pada plastic karena plastic terlalu panas.
b. Webbing : permukaan plastic menjadi mengkerut atau kusut. Hal ini terjadi karena
pemanasan yang terlalu tinggi dan tidak merata serta daya hisap (vacuum) yang
masih lemah.
c. Postforming distortion : penyusutan pada cetakan karena mold diambil pada saat
plastic masih dalam keadaan panas.
d. Plastic gosong : hal ini terjadi karena temperatur yang terlalu tinggi atau waktu
pemanasan yang terlalu lama.
e. Permukaan kurang detail : hal ini terjadi karena pemanasan yang tidak merata dan
daya hisapnya (vacuum) masih lemah.
f. Tebal plastic cetakan tidak merata : hal ini terjadi karena pemanasan yang tidak
merata.
g. Perubahan warna pada plastic : hal ini terjadi karena pemanasan yang terlalu lama
(Deguusa, 2001).
BAB III
METODOLOGI
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum cetak plastic vacuum dapat dilihat bahwa, untuk
cetakan agar-agar terdapat beberapa data yaitu pada percobaan pertama dengan
temperature sebesar 74˚C, waktu pemanasan selama 15 detik dan wahtu hisap (vacuum)
selama 4 detik didapatkan hasil plastic dengan tebal yang tidak merata. Hal tersebut terjadi
karena pemanasan yang dilakukan oleh praktikkan tidak merata sehingga tebal dari plastic
tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kemudian pada percobaan kedua dengan
temperature sebesar 70˚C, lama waktu pemanasan yaitu 7 detik, dan waktu hisap yaitu
selama2 menit mendapatkan hasil plastic tidak memenuhi cetakan. Hal tersebut terjadi
karena pemanasan yag tidak merata dan daya hisap (vacuum) nya masih lemah. Lalu pada
percobaan ketiga dengan temperature sebesar 75˚C dengan lama waktu pemanasan yaitu
selama 10 detik, dan waktu hisap yaitu selama 4 menit dengan hasil tebal plastic tidak
merata. Hal tersebut terjadi karena pemanasan yang dilakukan oleh praktikkan tidak
merata sehingga tebal dari palstik tidak sesuai denga apa yang diharapkan. Selanjutnya
pada percobaan keempat dengan menggunakan temperature pemanasan yaitu 80˚C, waktu
pemanasan selama 10 detik dan waktu hisap (vacuum) selama 6 detik didapatkan hasil
dengan bentuk yang mendekati baik. Sedangkan pada percobaan terakhir dengan
menggunakan temperature pemanasan sebesar 80˚C, lama waktu pemanasan yaitu 11 detik
dan waktu hisap (vacuum) yaitu selama 4 detik dengan hasil plastic mengalami webbing
(permukaan mengkerut). Hal tersebut terjadi karena pemanasan yang terlalu tinggi dan
tidak merata serta daya hisap (vacuum) yang masih lemah. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa untuk parameter pada praktikum cetak plastic dengan cetakan agar-agar adalah
parameter pada percobaan keempat. Dengan parameter temperature yaitu 80˚C, waktu
pemanasan selama 10 detik dan waktu hisap (vacuum) selama 6 detik.
Sedangkan untuk praktikum cetak plastic vacuum dengan cetakan obat dapat
dilihat bahwa. Untuk percobaan pertama dengan temperature pemanasan yaiu sebesar
80˚C, waktu pemanasan selama 60 detik dan waktu hisap (vacuum) yaitu 30 detik
didapatkan hasil yaitu plastic tidak memenuhi cetakan. Hal tersebut terjadi karena
pemanasan yag tidak merata dan daya hisap (vacuum) nya masih lemah. Sama halnya
dengan percobaan pertama, pada percobaan kedua dengan meenggunakan temperature
pemanasan yaitu sebesar 90˚C, waktu pemanasan selama 50 detik dan waktu hisap
(vacuum) selama 20 detik didapatkan hasil yaitu plastic tidak memenuhi cetakan. Hal
tersebut terjadi karena pemanasan yag tidak merata dan daya hisap (vacuum) nya masih
lemah. Kemudian pada percobaan ketiga dengan menggunakan temperatur 100˚C sebagai
temperature pemanasannya, waktu pemanasan selama 65 detik dan waktu hisap (vacuum)
selama 15 detik didapatkan hasil yaitu permukaan plastic tidak merata hal tersebut terjadi
karena pemanasan yang dilakukan oleh praktikkan tidak merata sehingga tebal dari palstik
tidak sesuai denga apa yang diharapkan. Selanjutnya pada percobaan keempat dengan
menggunakan temperature pemanasan yaitu sebesar 110˚C, waktu pemanasan selama 70
detik dan waktu hisap selama 25 detik didapatkan hasil adanya bagian yang
berlubang/bolong. Hal tersebut terjadi karena pemanasan yang tidak merata dan daya
hisapnya (vacuum) masih lemah. Sedangkan untuk percobaan yang terakhir dengan
temperature pemanasan sebesar 100˚C, waktu pemanasan selama 62 detik dan waktu hisap
(vacuumnya) yaitu 16 detik didapatkan hasil adanya bagian yang tidak terbentuk. Hal
tersebut terjadi karena pemanasan yang tidak merata dan daya hisapnya (vacuum) masih
lemah.
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Degussa. 2001. Extrusion and Therforming pf Polymer and Cyrolite. Cyro Industries : USA.
Firdaus dan Soejono Tjitro. (2002). Jurnal Teknik Mesin : Cacat Penyusutan Pada Pneumatics
Holder. Palembang : Teknik Mesin Politeknik Sriwijaya.
Groover. M.P. 2002. Fundamental of Modern Manufacturing. New York : John Wiley and
Sons.
Irwansyah, Diki, dkk. 2017. Jurnal Material dan Proses Manufaktur : Perancangan Mesin
Vacuum Forming untuk Material Plastik Polystyrene (PS) dengan Ukuran Maksimal Cetakan
400×300×150 (mm3). Yogyakarta : Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.
Mervat. et al. (2010). Plastic Injection Technology. Shoubra : Faculty of Engineering, Benha
University.
Rais, Irvan Usman Nur, dkk. 2018. Jurnal Mer-C : Analisa Vacuum Forming Cetakan Agar-
agar Berbahan Baku Polyethylene Terephthalate (PET). Magelang : Universitas Tidar.
Stevens, M. P. (2001). Kimia Polimer. Diterjemahkan oleh Iis Sopyan. Jakarta: Pradya
Paramita.
Suryo, Darsono Adhi. 2009. Tugas Akhir : Analisis Akurasi Dimensi Hasil Proses Vacuum
Thermoforming dengn Variasi Ketinggian Mold Aluminium. Surakarta : Universitas
Muhmmadiyah Surakarta.