Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

MT – 3221 PEMROSESAN POLIMER


Modul B: Injection Molding

Oleh:
Aliyya Ilma Shafani
13716029

Anggota:

Kelompok 1
Emilio Rizki Febriandi 13716042
M. Iqbal Aufarafi 13716052
Putra Dewantara 13716056
Haris Marsandiya A 13716060

Tanggal Praktikum 29 Maret 2019


Tanggal Pengumpulan 5 April 2019
Asisten (NIM) Yuswana Azizi (13715060)

LABORATORIUM TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI


PROGRAM STUDI TEKNIK MATERIAL
FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada zaman sekarang, pemrosesan polimer semakin efisien dikarenakan jumlah
permintaan plastik semakin meningkat sehingga kebutuhan pelanggan harus
terpenuhi. Kebutuhan plastik meningkat perharinya dikarenakan plastik sangat
merajai pasar, dimulai dari pasar komoditi hingga engineering. Banyak permintaan
akan plastik membuat produsen plastik memutar otak untuk memenuhi kebutuhan
konsumen. Banyak hal yang dipertimbangkan produsen plastik untuk
meningkatkan jumlah produksi yaitu: mencari plastik yang mudah diolah, mencari
sumber daya yang lebih efektif, menambah jumlah plan industri, dan menentukan
metode produksi yang paling efisien. Semua pertimbangan tersebut diharapkan
dapat mengurangi waktu produksi sehingga hasil yang diperoleh lebih banyak
sehingga pabrik plastik dapat dipercaya konsumen dalam konsistensi produksi
plastik.
Metode yang paling banyak digunakan produsen plastik adalah menentukan
metode produksi yang paling efektif dikarenakan lebih mudah untuk dimodifikasi,
dan dikembangkan sehingga banyak industri plastik menggunakan metode ekstrusi
untuk memaksimalkan jumlah produksi.

1.2 Tujuan Praktikum

1. Menentukan persentase massa spesimen total, massa reject dan massa residu hasil
injection molding pelet HDPE.
2. Menentukan kekuatan dari spesimen HDPE dengan pemrosesan injection molding
pada berbagai temperatur proses..
BAB II
TEORI DASAR

2.1 Injection Molding


Injection Molding adalah suatu pemrosesan polimer untuk membuat
komponen diskrit dengan bentuk penampang dan tekstur permukaan yang
kompleks serta beragam [1] Salah satu alasan penggunaan injection molding adalah
prosesnya yang fleksibel, hampir seluruh polimer termoplas dan termoset dapat
diproses dengan injection molding. Kebanyakan dari plastik yang digunakan sehari-
hari diproses menggunakan injection molding seperti helm, sisir, keyboard, mainan
anak-anak hingga roda gigi. Selain fleksibel, kelebihan lainnya adalah metode ini
dapat dilakukan berulang-ulang sehingga dapat dilakukan variasi beragam variasi
pada produk. Injection Molding juga memiliki kecepatan output yang tinggi.
Namun dari berbagai kelebihan tersebut terdapat kekurangan dari proses ini yaitu
harga dari mesin serta cetakan yang mahal dan residu dari proses yang relatif
banyak yang harus diproses kembali. Prinsip dari proses injection molding adalah
polimer dilelehkan dan ditekan ke dalam lubang dari suatu cetakan tertutup
sehingga memberi bentuk pada plastik. Lalu polimer dibiarkan beberapa waktu
hingga sepenuhnya membeku. Terakhir cetakan dibuka dan produk dilepaskan.
Terdapat tiga unit utama dengan fungsi yang berbeda pada mesin injection
molding yaitu injection unit, molding unit dan clamping unit. Injection unit
melelehkan material plastik dan melakukan injeksi lelehan ke dalam cetakan.
Molding unit memberikan bentuk dari lelehan polimer yang diinjeksi. Sedangkan
clamping unit bertujuan untuk menahan cetakan ketika resin diinjeksi hingga
produk didinginkan.
Gambar 2.1 Mesin Injection Molding

2.2 Parameter Injection Molding


Beberapa parameter yang terdapat pada injection molding diantaranya:

1. Tekanan

Tekanan yang berpengaruh pada proses injection molding yaitu tekanan


injector dan tekanan mould. Tekanan injector yang lemah dan viskositas yang tinggi
akan menyebabkan lelehan polimer tidak mengisi penuh bagian dari cetakan produk
karena ada kemungkinan untuk membeku terlebih dahulu. Namun jika penekanan
terlalu tinggi ada kemungkinan lelehan polimer akan meluap dari mould/die akibat
terlalu penuh. Penekanan mould juga akan berpengaruh pada cacat produk yang
dihasilkan. Jika tekanan terlalu tinggi dapat menyebabkan cacat berupa flashing.
Sebaliknya, jika tekanan terlalu rendah dapat menyebabkan produk sulit keluar dan
memperlambat laju produksi plastik.
2. Waktu
Terdapat beberapa parameter waktu pada injection molding, diantaranya
freeze time, residence time, dan cycle time. Freeze time adalah rentang waktu dari
tekanan yang sudah dilepaskan hingga saat sebelum cetakan dibuka. Waktu ini
dipengaruhi dari kemampuan polimer untuk membeku. Waktu ini dapat
dipersingkat dengan mendinginkan cetakan. Residence time adalah waktu saat resin
berada di barrel sebelum diinjeksi. Jika waktu ini terlalu panjang maka dapat terjadi
degradasi dan menurunkan performance dari produk yang dihasilkan. Sebaliknya,
jika terlalu singkat maka lelehan belum mencapai temperatur yang diperlukan
sehingga tidak dapat mengalir dengan baik dan mengisi cetakan.
3. Temperatur
Parameter temperatur mencakup temperatur leleh material, cetakan, barrel
dan nozzle. Pengaturan awal temperatur dari heater (mencakup barrel dan nozzle)
harus mengikuti rekomendasi. Temperatur heater biasanya terletak dibawah
temperatur leleh dari resin sehingga dapat terjadi pemanasan akibat gesekan
mekanik tanpa membuat resin mengalami overheat yang dapat memperpanjang
cycle time dan dapat menghasilkan degradasi pada resin. Temperatur pemrosesan
juga memengaruhi viskositas dari lelehan dimana semakin tinggi temperatur,
viskositas akan menurun dan mempermudah pemrosesan. Namun, temperatur tidak
boleh terlalu tinggi karena dapat menyebabkan produk terdegradasi.
4. Jarak
Parameter jarak mencakup rasio L/D dari barrel, panjang nozzle ke cetakan
dan runner. Perbedaan barrel pada ekstrusi dan injeksi adalah rasio L/D dari injeksi
lebih rendah dari ekstrusi. Hal tersebut menyebabkan pelelehan dari external heater
menjadi pelelehan utama pada injection molding. Panjang dari nozzle ke cetakan
serta runner memengaruhi hasil produk dimana jika runner terlalu panjang maka
akan terjadi pembekuan lebih awal sebelum seluruh lubang di cetakan terisi.

2.3 Material HDPE

Gambar 2.2 Molekul Ethylene dan Rantai Polyethylene


High Density Polyethylene (HDPE) adalah polyolefin yang memiliki
monomer polietilen dengan gugus fungsi berupa atom H [1]. HDPE dapat diperoleh
dengan membuat rantai yang lebih linear serta cabang yang pendek dan sedikit
sehingga rantainya dapat melipat dan memiliki kristalinitas dan densitas yang
meningkat dari Low Density Polyethylene (LDPE). HDPE memiliki kekuatan dan
kekakuan yang lebih tinggi dibanding LDPE sehingga dapat diaplikasikan pada
botol sampo, air, susu dan sabun. Namun, terdapat kekurangan dari HDPE dimana
sifatnya lebih getas dari LDPE. Selain itu temperatur leleh dari HDPE lebih tinggi
dari LDPE yaitu 120-180oC sedangkan LDPE memiliki temperatur leleh sebesa
105-115oC.
2.4 Komponen mesin Injection Molding Sederhana
Gambar di bawah ini menunjukkan komponen-komponen pada mesin
Injection Molding sederhana.

Gambar 2.3 Mesin Injection Molding Sederhana


Resin atau pellet dimasukkan kedalam mesin melalui feedhopper. Pada
tahap ini dapat dimasukkan juga filler, pewarna dan aditif lainya. Resin atau pelet
kemudian masuk ke dalam barrel. Barrel ini didukung dengan adanya external
heater karena tidak semua barrel pada injection molding terdapat screw yang dapat
meningkatkan panas akibat gesekan. Setelah dipanaskan di barrel, polimer masuk
ke dalam nozzle. Terdapat plunger pada mesin injection molding sederhana untuk
memberi tekanan dan memaksa lelehan untuk masuk ke dalam lubang pada cetakan.
Cetakan terdiri dari dua yaitu cetakan yang stationer dan cetakan yang dapat
bergerak. Untuk menyebarkan lelehan ke seluruh cetakan maka terdapat runner.
Runner menentukan aliran resin pada cetakan dan mengisi seluruh rongga dari
cetakan. Jika runner terlalu panjang atau terlalu kecil lubangnya maka polimer sulit
mengalir ataupun dapat mengalami pembekuan terlebih dahulu sebelum seluruh
rongga cetakan terisi penuh. Selanjutnya terdapat clamp yang bertujuan untuk
menahan cetakan ketika resin diinjeksi hingga produk didinginkan. Clamp juga
memberikan gaya untuk membuka cetakan dan melepas produk dari cetakan.
2.5 Prosedur Injection Molding

Injection molding dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu pertama butir


pelet dari polimer termoplastik diukur berat dan diatur inputan massa perwaktu
siklusnya. Butir pelet kemudian turun melalui hopper dan menuju barrel. Pada
barrel terdapat screw yang berputar untuk mentransfer polimer menuju nozzle.
Pada barrel bagian luar juga terdapat pemanas yang bertujuan untuk melelehkan
polimer. Temperatur pemanasan diatur melalui stavolt yang terdapat pengatur
temperaturnya. Temperatur barrel diatur sedikit di atas atau sama dengan
temperatur leleh dari material yang akan di proses. Pada saat pelet berada di barrel
harus diatur waktunya agar tidak terlalu lama dan lelehan polimer tidak mengalami
degradasi akibat temperatur yang terlalu tinggi. Setelah lelehan polimer berada di
nozzle, plunger ditekan untuk mengeluarkan lelehan polimer melalui nozzle ke
mould.

2.6 Cacat Visual Produk


Produk hasil Injection Molding tidak selalu berbentuk sempurna, dapat
juga terdapat cacat pada hasil produknya. Cacat-cacat yang dapat terjadi
diantaranya adalah :
1. Short Shot

Gambar 2.4 Cacat Produk Short Shot [6]


Short shot adalah cacat pada produk yang terjadi berupa
ketidaksempurnaan bentuk produk dengan cetakan akibat lelehan material
yang tidak mengisi seluruh rongga cetak. Hal ini dapat disebabkan oleh
pembekuan resin terjadi sebelum seluruhnya masuk dalam cetakan.
Beberapa parameter yang memengaruhi hal ini adalah tekanan injeksi yang
terlalu rendah, temperatur lelehan yang terlalu rendah sehingga pelelehan
tidak sempurna dan viskositas yang diperlukan tidak tercapai, runner yang
terlalu panjang sehingga pembekuan resin terjadi lebih dahulu dan
kecepatan injeksi yang terlalu lambat.
2. Flashing

Gambar 2.5 Cacat Produk Flashing [7]


Flashing adalah yaitu cacat pada permukaan produk berupa material
berlebih akibat lelehan berlebih keluar dari cetakan dan ikut membeku.
Parameter yang dapat menyebabkan cacat ini adalah tekanan yang terlalu
tinggi, temperatur leleh yang terlalu tinggi sehingga viskositas terlalu
rendah dan resin dapat keluar dari cetakan, kecepatan injeksi yang terlalu
tinggi.

3. Warping

Gambar 2.6 Cacat Produk Warping [8]

Cacat warping adalah cacat berupa pengurangan dimensi akibat


adanya fenomena shrinkage pada material tersebut dibagian tertentu,
sehingga menghasilkan produk yang tidak sesuai dengan dimensi
rancangan. Penyebab dari cacat warping ini biasanya terjadi karena laju
pendinginan pada bagian tertentu berbeda, sehingga menimbulkan internal
stress yang akan merubah dimensinya.

4. Burning/Scorching

Gambar 2.7 Cacat Produk Burning [9]


Burning atau Scorching adalah terbentuknya bintik, daerah atau
garis hitam pada hasil produk. Hal ini muncul jika material terdegradasi.
Parameter yang dapat memengaruhi adalah temperatur leleh yang terlalu
tinggi sehingga material dapat overheat dan siklus waktu tunggu injeksi
terlalu lama sehingga resin sudah overheat.

2.7 Aplikasi Injection Molding

Aplikasi injection molding di industri sangat luas dari benda


berukuran kecil hingga ukuran relatif besar, dan dari bentuk sederhana sampai
dengan bentuk rumit. Beberapa industri yang menggunakan metode injection
molding diantaranya :
1. Manufaktur pembuatan wadah makanan

Gambar 2.8 Manufaktur Wadah Makanan [10]


2. Manufaktur pembuatan safety helmet

Gambar 2.9 Manufaktur Safety Helmet [11]

3. Manufaktur pembuatan tutup botol

Gambar 2.10 Tutup Botol [12]


BAB III
METODOLOGI

Mulai

Mesin Injection Moulding sederhana disiapkan dengan temperature barrel 150°C.

15 gram pellet ditimbang di dalam gelas beker

Cetakan disusun dan dipasang di bawah nozzle. Clamp dikencangkan pada cetakan.

Pellet dimasukkan ke dalam barrel menggunakan feed hooper.

Stopwatch dinyalakan dan ditunggu selama beberapa menit sebelum melakukan injeksi.
Selama holding time, nozzle dipanaskan menggu

Setelah cetakan terisi, clamp dibuka dan cetakan dikeluarkan, kemudian produk dikeluarkan.

Cetakan pada nozzle dipasang kembali, prosedur 5-7 diulangi kembali, waktu tiap proses
dicatat (cycle time)

Setelah cetakan terisi, clamp dibuka dan cetakan dikeluarkan, kemudian produk dikeluarkan.

Selesai
Pengolahan Data
Massa pelet HDPE = 18,03 gram
Data Waktu dan Massa pada Praktikum Injection Molding ditunjukkan pada tabel
di bawah ini:
Tabel 1. Data Waktu dan Massa pada Praktikum Injection Molding
Temperatur Spesimen Waktu Massa (gr)
(°C) Resident Cooling Cycle Massa Massa Massa
Time (s) Time (s) Time (s) Spesimen Reject Residu
1 910 10 21,75
2 981 10 29,95
3 1058 10 39,55
150 °C 4 1144 10 36,49 10,14 1,58 3,28
5 1227 10 41,38
6 1293 10 37,27
7 1372 10 23,95

Sehingga didapat persentase massa spesimen, massa reject dan massa residu dari
total massa pelet 15 gram sebesar 67,6 %, 10,5 % dan 21,86 % secara berurutan.
Data dan Foto Produk Hasil Injection Molding ditunjukkan pada tabel dibawah :
Tabel 2. Data Massa dan Foto Produk Hasil Injection Molding
Spesimen Foto Massa
(gr)
1 2,13
2 0,7

3 1,98

4 2,12

5 2,2

6 1,71
7 0,88
Sedangkan data uji tarik ditunjukkan pada tabel di bawah ini:

Tabel 3. Data Hasil Uji Tarik

Temperatur Sifat Mekanik


(oC) UTS (MPa) Modulus % Elongation
Elastisitas (MPa)
130 22.18 3.01 517.60
22.46 2.95 591.04
21.68 2.94 355.92
22.25 2.82 226.32
average 22.143 2.93 422.72
150 22.51 3.04 370
22.43 3.04 155.60
22.45 2.49 898.72
22.19 2.83 294.80
average 22.395 2.85 429.78
170 22.19 2.84 300.8
22.82 2.82 139.28
22.51 2.87 252.88
21.40 2.81 429.2
average 22.23 2.835 280.54
190 22.03 2.82 1024.96
20.63 2.69 1357.76
20.80 2.73 502.24
20.79 2.91 105.36
average 21.063 2.788 747.58
BAB IV
ANALISIS DATA

Pada percobaan ini dilakukan pemrosesan polimer menggunakan injection


molding sederhana menggunakan pelet HDPE. Pelet sebanyak 15 gram ditimbang
dan dimasukkan melalui feed agar masuk ke dalam barrel. Barrel sebelumnya
sudah dipanaskan terlebih dahulu pada temperatur 150 oC. Pelet dibiarkan kurang
lebih selama 4 menit hingga pelet meleleh seluruhnya. Plunger lalu ditarik, injeksi
dilakukan ke dalam cetakan dan ditahan untuk memastikan seluruh rongga cetakan
terisi. Selanjutnya tekanan dilepas dan ditunggu 10 detik untuk produk mengalami
solidifikasi. Waktu dari injeksi hingga cetakan dibuka merupakan cycle time dan
waktu tunggu dari pelet masuk ke barrel hingga telah diinjeksi merupakan
residence time. Didapat residence time pertama saat produk pertama berhasil
dibentuk sebesar 910 s. Nilai yang didapat besar dapat disebabkan karena waktu
tunggu pelet hingga meleleh secara homogen terlalu lama lalu tekanan pada saat
penarikan plunger terlalu rendah dan waktu penahanannya terlalu lama sehingga
sebelum lelehan masuk cetakan, lelehan mengalami solidifikasi di bagian nozzle
sebelum sempat masuk ke dalam cetakan.
Hasil produk dari percobaan Injection Molding dirangkum pada tabel di
bawah ini.
Spesimen Foto Cacat
1 -
2 Short shot

3 Flashing

4 Flashing

5 Flashing,
burning

6 Burning,
short shot
7 Burning,
short shot

Spesimen 1 tidak menunjukkan cacat apapun karena residence time nya


paling singkat sehingga tidak menimbulkan temperatur yang overheat, cycle time
nya juga singkat sehingga tidak memicu solidifikasi prematur.
Pada spesimen 2 dan 6 terdapat cacat berupa short shot dimana produk
mengalami pengurangan dimensi dibanding dimensi cetakan karena resin tidak
seluruhnya masuk ke dalam cetakan. Short shot dapat disebabkan oleh cycle time
yang terlalu tinggi namun pada spesimen 2 dan 6, cycle time pada tabel 1
menunjukkan nilai keduanya bukan yang tertinggi dibanding spesimen lainnya,
sehingga short shot pada spesimen 2 dan 6 dapat disebabkan oleh parameter lainnya
yaitu tekanan yang terlalu rendah, temperatur lelehan terlalu rendah dan belum
mencapai temperatur yang diinginkan sehingga viskositas masih tinggi dan sulit
untuk masuk kedalam cetakan. Terdapat juga cacat short shot pada spesimen 7,
namun cacat short shot pada spesimen terakhir ini disebabkan oleh resin yang sudah
mulai habis karena proses injection molding tidak dapat menghasilkan produk lagi.
Pada spesimen 3,4 dan 5 terdapat cacat berupa flashing yang dapat
disebabkan temperatur yang terlalu tinggi sehingga viskositasnya menjadi rendah
dan polimer keluar dari cetakan ataupun cetakan tidak sejajar sehinga terdapat celah
untuk polimer keluar.
Pada spesimen 5,6 dan 7 terdapat cacat berupa burning yaitu corak warna
hitam yang dapat diakibatkan oleh temperatur yang terlalu tinggi sehingga polimer
mengalami degradasi ataupun residence time yang terlalu lama sehingga spesimen
mengalami overheat.
Percobaan injection molding dengan menggunakan HDPE 15 gram
menghasilkan produk sebesar 10,14 gram, reject 1,58 gram dan residu 3,28 gram.
Reject yang dihasilkan diperoleh dari spesimen 2 dan 7 dimana tidak seluruh rongga
dari cetakan terisi. Spesimen 2 berbobot sebesar 4,6 % dan spesimen 7 berbobot
sebesar 5,86 % dari pelet HDPE sehingga total reject bernilai 10,5 % dari seluruh
pelet HDPE. Terdapat 21,86% residu menandakan banyak dari lelehan menempel
pada mesin yang dapat menyebabkan kontaminasi produk dimana lelehan tersebut
telah terdegradasi. Proses injection molding dapat berlangsung lebih efisien jika
tekanan yang diperlukan untuk mengisi cetakan dapat diketahui sehingga tidak
terdapat kelebihan dari polimer pada spesimen.
Selain data-data di atas, data yang juga didapat dari praktikum ini adalah
data uji tarik dari spesimen HDPE yang diproses dengan injection molding pada
temperatur 130oC, 150oC, 170oC dan 190oC. Dapat dilihat pada tabel 3 bahwa
spesimen memiliki UTS dengan rata-rata 22,143 MPa, 22,395 MPa, 22,23 MPa dan
21,063 MPa berurutan seiring kenaikan temperatur. Pada spesimen 130 oC dan
150oC terlihat terjadi kenaikan dari kekuatan seiring dengan kenaikan temperatur.
Hal ini disebabkan kenaikan temperatur menurunkan viskositas dimana flowability
rantai meningkat sehingga mengalir lebih mudah dan lebih terorientasi. Hal tersebut
menyebabkan peningkatan kekuatan. Selain itu karena aliran terjadi lebih mudah
maka cetakan dapat terisi dengan baik dan mengurangi adanya cacat yang dapat
menimbulkan konsentrasi tegangan. Namun setelah temperatur 170oC dan 190oC
terjadi penurunan kekuatan. Hal tersebut dapat terjadi karena perbedaan temperatur
dari resin dan cetakan sehingga perpindahan panas terjadi lebih cepat dan lelehan
mendingin lebih cepat sehingga polimer mengalami pembekuan terlalu cepat,
Temperatur yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan lelehan memiliki
viskositas yang terlalu rendah sehingga aliran menjadi sangat turbulen dan udara
dan gas terperangkap dalam lelehan dan menghasilkan bubble atau void pada hasil
produk. Void akan menyebabkan tegangan terkonsentrasi sehingga kekuatan
spesimen menurun.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Persentase massa produk adalah 67,6%, persentase massa reject adalah 10,5
% dan massa residu adalah 21,86%.
2. Kekuatan tarik dari spesimen pada temperatur proses 130 oC, 150oC, 170oC
dan 190oC adalah 22,143 MPa, 22,395 MPa, 22,23 MPa dan 21,063 MPa
secara berurutan.

5.2 Saran

Sebaiknya praktikan memastikan waktu tunggu hingga seluruh pelet


meleleh cukup baru melakukan injeksi.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Strong, A. Brent. PLASTICS Materials and Processing. 3rd edition. Upper
Saddle Rever, New Jersey Columbus, Ohio. 2006
[2] M. M. Rathi, “Analysis Of Injection Moulding Process Parameters,” vol. 1, no.
8, pp. 1-5, 2012.
[3] Slide Pemrosesan Polimer
[4] https://jetpolymerco.com/iran-polyethylene-pe.html (diakses pada 1 April 2019
pukul 20.43 WIB)
[5] https://www.researchgate.net/figure/Schematic-diagram-of-a-plunger-type-
bench-top-injection-moulding-machine_fig2_282997300 (diakses pada 1 April
2019 pukul 21.26 WIB)
[6] www.zcmim.com/article/shortshotinjectionmolding_1.html (diakses pada 2
April pukul 21.00 WIB)
[7] https://www.creativemechanisms.com/blog/what-cause-injection-molding-
defects-and-how-to-fix-them (diakses pada 2 April pukul 21.34 WIB)
[8] https://blog.asaclean.com/3-causes-of-warpage-in-injection-molding (diakses
pada 2 April pukul 21.48 WIB)
[9] https://www.creativemechanisms.com/blog/what-cause-injection-molding-
defects-and-how-to-fix-them (diakses pada 2 April pukul 21.50 WIB)
[10] https://www.indiamart.com/proddetail/kitchenware-mould-
11573965155.html (diakses pada 3 April pukul 16.32)

[11]https://www.alibaba.com/product-detail/Hot-selling-plastic-injection-
molding-machine_60589642136.html (diakses pada 3 April pukul 16.37 WIB)

[12] http://medmanufaktur.blogspot.com/2018/01/jasa-pembuatan-mould-plastik-
tutup.html (diakses pada 3 April pukul 16.42 WIB)
LAMPIRAN

Tugas Setelah Praktikum

1. Jelaskan perbedaan perlakuan injeksi untuk produk yang sama yang dibuat
dari resin HDPE dan LDPE .

2. Anda diminta untuk mendesain sebuah baling-baling untuk kipas angin


dengan proses injection molding. Gambarkan bentuk dari baling-baling
yang akan Anda buat dan buatlah desain dari cetakannya lengkap dengan
penempatan sistem runner dan gatenya. Kemudian apabila dalam satu
cetakan terdapat lebih dari satu produk yang akan dibuat, gambarkan juga
desain dari cetakan tersebut (tentukan sendiri jumlah dari produk yang akan
dibuat dalam 1 cetakan).

3. Gambarkan rangkaian skema untuk membuat produk baling-baling kipas


angin tersebut dari pellet hingga produk akhir yang siap pakai. Sebutkan
juga jenis plastik yang digunakan. Kemungkinan cacat apa yang dapat
terjadi pada produk tersebut dan penyebabnya?

Jawab :

1. Dengan produk yang sama perlakuan yang diberikan pada proses injection
molding pada resin HDPE dan LDPE harus berbeda diantaranya, perbedaan
temperatur proses, tekanan injektor, maupun kecepatan injeksi. Hal ini
karena Temperatur melting dari HDPE lebih tinggi daripada Temperatur
melting dari LDPE sehingga pada pemrosesan LDPE perlu menurunkan
Tempratur barrelnya. Kemudian tekanan yang diberikan pada resin LDPE
harus lebih rendah dari pada HDPE dikarenakan LDPE memiliki viskositas
lelehan yang lebih rendah daripada HDPE, rantai yang pendek dan cabang
yang lebih sedikit menyebabkan kecepatan penekanan pada LDPE tidak
setinggi HDPE karena tidak terlalu membutuhkan energi yang lebih besar
untuk bisa menggerakkan resin LDPE, kalau tekanan yang dilakukan
berlebih dapat menyebabkan flashing yaitu resin berlebih yang menempal
pada cetakan.

2.

3. Jenis material termoplastik yang digunakan adalah Acrylonitrile Butadiene


Stryrene ( ABS ) karena memiliki keunggulan lebih fleksibel dan tahan
terhadap benturan. Selain itu termoplastik jenis ini juga mempunyai sifat
mudah mengalir pada temperatur diatas Tg sehingga cocok untuk diproses
dengan injection molding. Kemungkinan cacat yang terbentuk adalah
flashing, yaitu cacat yang terbentuk pada baling-baling kipas karena
terdapatnya material lain yang membeku dipinggir-pinggir material
sehingga harus dilakukan pembersihan pada produk. Permasalahan ini dapat
diatas dengan cara mengurangi temperatur plastik atau bisa juga dengan
mengurangi injection pressure dan injection speed. Kemudian jenis cacat
sink mark ( shrink mark ) juga mungkin terjadi yaitu terdapatnya cekungan
yang terjadi pada permukaan luar sehingga terjadi perbedaan ketebalan pada
permukaan benda. Hal ini dapat terjadi karena temperatur resin, die,
injection speed yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, kurangnya
kemampuan dari die itu sendiri atau peningkatan suhu karean putaran screw
terlalu cepat. Permasalahan ini dapat diatas dengan mereduksi temperatur
die, temperatur resin dan injection speed.
Data Uji Tarik

Anda mungkin juga menyukai