Anda di halaman 1dari 15

KETUA : MOH. SOFYAN ARIF, A.

MD, FARM
ANGGOTA :

KELOMPOK 1. NENDEN HIKMAH LAILA, SKM.M.EPID


2. NURUL WULAN SUCI, SKM
3. RATNASARI, SKM
3
MPI 6 – SURVEILANS DIFTERI
4. SULISTIO RINI, SKM. MKM
5. IDA PAWASTI, SKM
6. DYAH AYU PRASETYANINGRUM, SKM
7. UTIN MUFTI DEWI HARTININGSIH,
S.K.M
8. ULFA NURUL QOMARIAH, SKM
9. ZHARA JULIANE, S.K.M
2. a. Gejala Klinis difteri adalah faringitis, tonsillitis, laryngitis, trakeitis, atau
kombinasinya, disertai demam atau tanpa demam dan adanya pseudomembran putih
keabu-abuan yang sulit lepas, mudah berdarah apabila dilepas atau dilakukan
manipulasi. Dapat leher membengkak (Bullneck) dan sesak nafas disertai bunyi
(stirod)yang telah melalui screening komite ahli dengan rekomendasi pemberian ADS.

b. Klasifikasi kasus difteri:


Dalam pelaksanaan surveilans, kasus Difteri dapat diklasifikasikan berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium sebagai berikut:
1. a. Difteri adalah salah satu penyakit yang sangat menular yang
dapat dicegah dengan imunisasi. Penyakit ini disebabkan oleh 1) Kasus konfirmasi laboratorium adalah kasus suspek difteri dengan hasil kultur
bakteri Corynebacterium diptheriae dan manusia adalah satu- positif strain toksigenik.
satunya reservoir Corynebacterium diptheriae. 2) Kasus konfirmasi hubungan epidemiologi adalah kasus suspek difteri yang
mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus konfirmasi laboratorium.
b. Gejala dan tanda khas pada penyakit difteri ditandai dengan
adanya peradangan pada tempat infeksi, terutama pada selaput 3) Kasus kompatibel klinis adalah kasus suspek difteri dengan hasil laboratorium
negative, atau tidak diambil specimen, atau tidak dilakukan tes toksigenisitas, dan
mukosa faring, laring, tonsil, hidung dan juga pada kulit. Masa
tidak mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus konfirmasi laboratorium
Inkubasi penyakit difteri antara 1 – 10 hari dengan rata-rata 2 – 5
hari. 4) Discarded adalah kasus suspek difteri yang setelah dikonfirmasi oleh Ahli tida
memenuhi kriteria suspek difteri
5) Kasus Probabel adalah orang dengan suspek Difteri ditambah dengan salah satu
gejala berikut: a. Pernah kontak dengan kasus (<2 minggu), Imunisasi tidak
lengkap, berada di wilayah endemis difteri, strirod, bullneck, pendarahan
sbmukosa/petechiae pada kulit, gagal jantung toxic, gagal ginjal akut, myocarditis,
dan meninggal.
c. Proses Penemuan Kasus difteri :
1) Kasus Difteri dapat ditemukan di pelayanan statis
(puskesmas dan RS) maupun kunjungan lapangan di
wilayah kerja Puskesmas. Kasus dengan keluhan nyeri
menelan dilakukan pemeriksaan tenggorok untuk mencari
adanya membran pada tonsil dan faring
2) Bersama Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan
pelacakan epidemiologi terhadap setiap kasus suspek
difteri untuk mencari kasus tambahan, identifikasi kontak
erat, dan pemberian profilaksis terhadap kontak erat
(Wawancara menggunakan form Dif-1).
3) Merujuk kasus suspek difteri ke Rumah Sakit untuk
mendapatkan pengobatan lebih lanjut
4) Melakukan komunikasi risiko ke masyaraka
◦ KASUS 1
◦ KASUS 1
◦ KASUS 2
◦ KASUS 2
◦ KASUS 3
◦ KASUS 3
3. Berdasarkan data tersebut, benar telah terjadi KLB Difteri sesuai Definisi Opersional KLB difteri yaitu jika di suatu
wilayah kab/kota dinyatakan KLB Difteri jika ditemukan satu suspek difteri dengan konfirmasi laboratorium kultur
positif atau Jika ditemukan Suspek Difteri yang mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus kultur positif

 Penetapan KLB dilakukan oleh Kepala Dinas Kab/ Kota, Provinsi atau menteri kesehatan dengan merujuk pada
Permenkes 1501 tahun 2010
 Pencabutan Status KLB
Pencabutan status KLB Difteri dapat ditetapkan dengan mempertimbangkan kriteria Jika di suatu wilayah tidak
ditemukan lagi kasus difteri semala 4 minggu sejak timbulnya gejala kasus terakhir selama 4 minggu (masa penularan
terpanjang)
4. Sebagai Petuas Surveilans Puskesmas setelah mengetahui adanya KLB maka perlu dilakukan penanggulangan KLB
difteri dilakukan untuk mencegah penyebaran KLB difteri pada area yang lebih luas dan menghentikan KLB melalui
kegiatan berikut:
1) Penyelidikan epidemiologi KLB difteri
2) Pencegahan penyebaran KLB difteri dengan:
a. Perawatan dan Pengobatan kasus secara adekuat
b. Penemuan & Pengobatan kasus tambahanan
c. Tatalaksana terhadap kontak erat erat dari kasus suspek difteri
3) Komunikasi risiko tentang difteri dan pencegahannya kepada masyarakat
4) Pelaksanaan Outbreak Response Immunization (ORI) di daerah KLB difter
5. Informasi apa saja yang harus dikumpulkan untuk melengkapi laporan KLB difteri?
• Variabel orang : Identitas Penderita  Nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan,gejala dan tanda sakit, status imunisasi
difteri, jenis specimen yang diambil dan hasilnya
• Variabel Tempat : Identitas Penderita  Alamat, Desa, Kabupaten, Alamat Kantor
• Variabel waktu : Riwayat Sakit  Tanggal mulai sakit, Tanggal pengambilan specimen,
• Riwayat pengobatan, Riwayat kontak
• Memastikan kasus yang dilaporkan memenuhi definisi suspek difteri
• Identifikasi kasus suspek difteri tambahan
• Cakupan imunisasi difteri pada periode waktu tertentu
• Distribusi kasus difteri pada periode waktu tertentu
• Informasi perawatan dan pengobatan kasus suspek yg adekuat
• Tatalaksana kontak erat
3) Memperkuat Laporan di SKDR

6. Rencana tidak lanjut setelah KLB difteri berakhir :


1) Bekerja sama dengan tim Promkes Meningkatkan
cakupan Imunisasi Dasar lengkap tinggi dan merata.
2) Melaksanakan komunikasi risiko tentang difteri dan
pencegahannya kepada masyarakat melalui hal-hal
berikut :
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai