Pencegahan
Globalisasi
Tantangan
Pengendalian
Penyakit
Meningkatkan
Kebijakan Koordinasi dan
Meningkatkan kualitas jejaring surveilans
respon KLB 1. Peningkatan epidemiologi
kemampuan surveilans
penyakit
2. Peningkatan
Mengembangkan kemampuan deteksi dini
sistem surveilans sesuai Meningkatkan mutu
dengan era
KLB dan respon KLB data dan informasi
desentralisasi epidemiologi
3. Peningkatan
kemampuan
penanggulangan KLB
SISTEM SURVEILANS
DALAM MENDUKUNG KESIAPSIAGAAN DAN RESPON
P2P KEMENKES,
PHEOC Verifikasi
& Analisis
1 Persentase penurunan 7% 41,1 10% 15,5 20% 51% 30% 40% Renstr
. kasus penyakit yang % % a
dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I) tertentu
dari tahun 2013
Penemuan kasus Non ≥2 2.02 ≥2 1,98 ≥2 2,06 ≥2 ≥2 RAP
Polio AFP rate per /100.0 /100.0 /100.0 /100. /100.0
100.000 anak < 15 th 00 00 00 000 00
Penemuan kasus ≥2 0.84 ≥2 0,96 ≥2 0,33 ≥2 ≥2 RAP
‘discarded campak’ /100.0 /100.0 /100.0 /100. /100.0
00 00 00 000 00
2 Persentase sinyal 65% 51,4 70% 60,1 75% 70,60 80% 90% Renstr
. kewaspadaan dini yang % % a
SURVEILANCE SYSTEM
Kajian
melibatkan ahli
Director Surveilans and
Daily Report Command Post Health Quarantine
Weekly Report Command Post Yes
EWAR Weekly Feed Back
Bulletin EWAR Monthy Yes
Responsible Program,
Health Port Office, BB/BTKL
Data Verification and Analize Prov Health Off
Laborato
ry
Command Post Routine Surveilance Investigation
(Event-based) (Indicator Based) & control
TEKNOLOGI BIG
DATA
Mekanisme Kerja SKDR
UPT
Laboratory
Feedb
ack
Verifikasi/ Validasi
Kabupaten
aler
Penyelidikan t Kabupaten
Epidemiologi
Ke Field Provinsi al
er
SMS t
Provinsi
Pusat/Surveilans
ale
rt
Server SKDR
Kemkes
Puskesmas mengirimkan laporan SMS SKDR setiap minggu ke Server
Rencana Pengembangan
Feedb
ack
Kelengkapan dan Ketepatan Laporan skdr 2018
100 100 99 96 99
95 93 95
91 91 91
87 89
90 87
85
81 81 81
78 79 78 78
80 75 76
73 74 74 73 74
72
68
70
60
60
50 100 100 99 99 99 97 44
94 91 93 43 92
88 88 90
40 82 81 81 81
76 77 74
71 69 68
66 66 68 29 68
30 60 57 58
53
47 47
20 16
10 19
8
0
Kelengkapan Ketepatan
PHEOC
PUBLIC HEALTH EMERGENCY OPERATION CENTRE
Provinsi &
Kab/Kota
melakukan
fungsi yg sama
Public Health Emergency
Operation Center (PHEOC)
‐ Pusat operasional manajemen kedaruratan
kesehatan masyarakat dalam
mengumpulkan informasi terkait KLB/
wabah, menentukan keputusan prioritas
dan melakukan koordinasi serta
komunikasi yang diperlukan untuk respon
Sms/whatsapp : dalam penanggulangan KLB/ wabah.
+62 878 0678 3906 ;
+62 812 1924 1850 ‐ Dijalankan dengan menggunakan Incidence
Call : Management System (ICS) yaitu sistem
+621 425 7125 ; untuk mendeteksi secara dini adanya
+621 426 5974 gangguan atau ancaman penyakit yang
Email : berpotensi KLB.
poskoklb@gmail.com
DIAGRAM ALUR PHEOC
TINDAK
INPUT PROSES OUTPUT
LANJUT
Dipantau tiap hari
EWARS dari
Puskesmas
melalui SMS
gateway
Akses SKDR
http://skdr.surveilans.org/
DATA PHEOC bisa diakses masyarakat di www.infopenyakit.org
Mekanisme Kerja :
1. Laporan dari system
EBS,IBS diverifikasi setiap
hari oleh PHEOC;
2. Diumpanbalikan harian a)ke
EBS daerah melalui komunikasi SK
prov, b)ke email LP/LS DR
terkait,c) activasi TCG
3. Dinkes mengupdate
(kontak) PHEOC terkait TL
yg sdh dilakukan/belum
dilakukan
EBS
EBS
Jenis
kasus
Tindakan
yg sdh
dilakukan
Menu BOK Untuk Surveilans dan Respon KLB
Permenkes 71 tahun 2016 ttg Juknis DAK Non Fisik Bidkes 2018
No. Indikator Target / Capaian Ket
1. Persentase penurunan kasus Target Capaia Target Capaian 20% 30% 40% Masuk
penyakit yang dapat dicegah 7% n 10% 37,7% dalam
dengan imunisasi (PD3I) tertentu 44,1% RPJMN
dari tahun 2013 Buku II
Penemuan kasus Non Polio AFP ≥2 2.02 ≥2 1,8 ≥2 ≥2 ≥2 RAP
rate per 100.000 anak < 15 th /100.000 /100.000 /100.000 /100.00 /100.000
0
Penemuan kasus ‘discarded ≥2 0.84 ≥2 0,46 ≥2 ≥2 ≥2 RAP
campak’ /100.000 /100.000 /100.000 /100.00 /100.000
0
2. Persentase sinyal kewaspadaan 65% 51,4% 70% 57,7% 75% 80% 90% Masuk
dini yang direspon dalam
Renstra
Indikator Surveilans
Terkait RPJMN 2015 - 2019
RPJMN : Persentase Penurunan DO
kasus PD3I tertentu
Penurunan kasus PD3I tertentu di seluruh Provinsi dalam satu tahun dari
baseline data tahun 2013, dinyatakan dalam persen. Yang dimaksud
dengan PD3I tertentu yaitu difteri, campak klinis, tetanus neonatorum,
pertusis (banyak menimbulkan KLB)
Data 2013
Difteri: 775 kasus Sangat dipengaruhi
Campak klinis: 11.521 kasus sensitifitas dan akurasi
laporan surveilans
TN: 78 kasus
Pertusis : 4681
IKK 15 -19
% Kab/ Kota yang merespon sinyal
kewaspadaan dalam SKDR DO
Jumlah sinyal SKDR Puskesmas yang direspon oleh Dinas
Kesehatan kabupaten/kota kurang dari 24 jam dibagi Jumlah
Sinyal Kewaspadaan SKDR Puskesmas yang terjadi di
kabupaten/kota dalam satu tahun yang sama
2015 65% 2016 70% 2017 75% 2018 80% 2019 90%
Penyelenggaraan
Surveilans Epidemiologi untuk SKD
Prinsip SKD-KLB
Kapasitas yg diperlukan:
Kecepatan mendeteksi secara dini
Kecepatan melakukan respon
Kecepatan berbagi informasi/data
Tujuan Sistem Kewaspadaan Dini KLB
Umum
Terselenggaranya kewaspadaan dan kesiapsiagaan
terhadap kemungkinan terjadinya KLB.
Khusus
Teridentifikasi adanya ancaman KLB.
Terselenggaranya peringatan kewaspadaan dini KLB.
Terselenggaranya kesiapsiagaan menghadapi
kemungkinan terjadinya KLB.
Terdeteksi secara dini adanva kondisi rentan KLB.
Terdeteksi secara dini adanya KLB.
Terselenggaranya penyelidikan dugaan KLB.
TUJUAN PENANGGULANGAN KLB
UMUM
Kejadian Luar Biasa (KLB) tidak menjadi masalah kesehatan
masyarakat
KHUSUS
1. Menurunnya frekwensi KLB
2. Berkurangnya jumlah kasus pada setiap KLB
3. Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB
4. Memendeknya periode KLB
5. Menyempitnya penyebarluasan wilayah KLB
KLB Tanpa SKD
Primary 1st case Report Samples Lab Response
Case at HC taken result begins
masalah
Kasus Kasus
dapat di
kontrol
Waktu
SKD- Berjalan Baik
HC REP
Potensi
Kasus Kasus dicegah
Waktu 29
Upaya penanggulangan
1. PE & surveilans ketat Konsep Pengendalian KLB dan Wabah
2. Penatalaksanaan penderita
3. Pencegahan & pengebalan
4. Pemusnahan penyebab
5. Penanganan jenazah
6. Penyuluhan
7. Upaya lainnya
Respon !
Lapor !
Potensial Risiko
Maret 2014
Bebas dari WPV
Indigenous
2019 -
2020 :
Stop all
OPV
Surv AFP
dan surv
polio
lingkunga
n tetap
dilakukan
sampai
wkt yg
ditentukan
Masih ada
negara endemis
polio (Nigeria,
Penguatan
Pakistan dan
Surveilans
Afganistan)
AFP
Vital!!!
Sejak tOPV
dihentikan di
seluruh dunia pada
bln April 2016,
Stock IPV tdk
cukup, Risiko
cVDPV tinggi
Potential Risk
for importation
Cakupan
case : WPV &
imunisasi rutin
cVDPV
belum merata,
masih banyak
daerah
kantong
Mengapa Surveilans AFP
Gejala polio adalah lumpuh layuh
akut
Banyak penyakit yg memp. gejala
sama dg polio, sulit dibedakan, mana
diantaranya yang disebabkan polio
Hospitals Case
APF Clinics Investigation and
cases Lab Analysis
Community
Non-Polio
APF
• Poliomyelitis
• Guillain-Barre Syndrome
• Transverse myelitis
• Traumatic neuritis
Seharusnya kasus ini lebih dari 60 %
1. Sindrom Guillain Barre DIAGNOSIS PENYAKIT
(SGB) DENGAN GEJALA AFP
2. Myelitis transversa (Komite Ahli S-AFP Nas)
3. Poliomyelitis
4. Polyneuropathy 13.Periodic Paralysis hipokalemi
5. Myelopathy 14.Spinal Muscular Atrophy
6. Dermatomyositis 15.Efek samping sitostatika (mis:
7. Hipokalemi vincristin)
8. Erb’s paralysis 16.Ensepalitis atau Ensefalopati
9. Foot drop paralysis 17.Meningitis
10.Stroke pada anak 18.Miastenia gravis umum
11.Todd’s paralysis 19.Metabolic myopathies
12.Duchene Muscular 20.Herediter Motor and Sensory
Dystrophy Neoropathy (HMSN)
INGAT:
Gejala AFP dapat ditemukan juga pada penyakit selain tersebut di atas.
Bila diagnosis pasti belum dapat ditegakkan dapat dituliskan suspek dan DD-
nya
Tujuan Surveilans AFP
Keterangan
Di laporkan
Di kunjungi
Mengamati semua AFP
2/100.000/<15th. Konsep
Ambil 2 spec <14 hr stlh
Surveilans AFP
lumpuh dengan kondisi
baik (>= 80 %) Pemeriksaan
laboratorium
Biofarma, BLK
Sby, Litbang Jkt
VPL
VPL
(terfokus)
(menyebar luas)
Efek
Populasi
Efek
Individu
Efek Herd Immunity
Eliminasi Campak
• Tidak ditemukan wilayah endemis
campak selama >12 bulan, dengan
pelaksanaan surveillance campak
yang adekuat. (Regional consultation on Measles , SEARO,
New Delhi, 25 – 27 August 2009 & WHA, May 2010)
No
Kebijakan Operasional Surveilans silent
AFP area
Membuktikan tidak ada transmisi VPL dan VDPV surveilans AFP sensitif,
Kelengkapan- Ketepatan laporan, surv lingkungan
Bila Ragu
Anak usia < 15 Tetap Bukan karena
tahun Laporkan! ruda paksa
Imunisa • Rutin
si • Tambahan
• Penemuan kasus
Surveilans • Investigasi
• Rekomendasi
• Persalinan Nakes
KIA • Perawatan tali pusat
higienis
Target Nasional Eliminasi
Campak
Surveilans
campak
Target Campak:
Eliminasi campak nasional pada tahun 2020
Tujuan khusus:
1. Cakupan campak dosis pertama minimal 95% secara nasional dan
kab/kota
2. Cakupan campak dosis kedua minimal 95%
3. Fully investigated semua kasus KLB campak
4. Surveilans Campak Berbasis Kasus Individu (CBMS) diterapkan dengan
100% pemeriksaan spesimen secara bertahap mulai tahun 2014
BATASAN KLB
CAMPAK
Tersangka KLB: Adanya 5 atau lebih kasus klinis
suspek campak dalam waktu 4 minggu berturut-turut
yang terjadi secara kluster dan dibuktikan adanya
hubungan epidemiologi.
* ERITROMISIN secepatnya
• dosis anak2 <6 thn: 40 mg/kg Penular
an
BB/hari Berhen
• waktu pemberian : 4xsehari ti
• lama pemberian : 7 – 10 hari
• cara pemberian : sehabis
makan
• anak2 >6 thn : 250 mg x 4
/hari
Catt: Eritromisin sebaiknya
• dewasa : 500 mg x
Penanganan Kasus
Kontak
Mengidentifikasi kasus kontak dari setiap suspek difteri :
anggota keluarga (setiap orang yg tinggal di rumah yg sama
dgn kasus dalam 10 hari terakhir sebelum kasus mulai sakit),
setiap orang yg berhubungan erat (kurang dari satu meter)
dalam waktu lama (lebih dari satu jam) dalam 10 hari
sebelum kasus timbul gejala sakit (cth: pengasuh, keluarga,
atau teman yg teratur mengunjungi rumah), demikian pula
petugas kesehatan yg terpapar sekret oral atau sal.pernafasan
kasus
Kumpulkan identitas, alamat dan nomor kontak untuk
pemantauan
Mengetahui sumber penularan &
Informasikan tentang KLB dan penyakit
Menghentikan Penularan !!
LANJUTAN PENANGANAN
KASUS.....
Berikan antibiotika profilaksis erytromycin untuk 7-10 hari
dan imunisasi penta/DT/Td
Kontak sebaiknya tidak beraktifitas keluar rumah (kerja,
sekolah) hingga 48 jam sesudah minum antibioktika
profilaksis, pergunakan APD (masker bedah)
Meminta kontak memperhatikan timbulnya gejala difteri
dalam 7 hari, dan segera ke pelayanan kesehatan bila
timbul gejala sakit menelan dengan demam