KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA (K3)
RUMAH SAKIT
KATA PENGANTAR
Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya
Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit Djatiroto dapat selesai disusun.
Perlu disadari bahwa masih kurangnya kualitas dan kuantitas manajemen risiko yang
berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di rumah sakit sangat terkait komitmen
dan dukungan dari karyawan di rumah sakit. Insiden kejadian yang berkaitan dengan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada prinsipnya dapat dicegah, walaupun mungkin tidak
dapat dihilangkan sama sekali. Untuk itu telah disusun Pedoman Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit Djatiroto yang aplikatif sehingga diharapkan penyelenggaraan
manajemen risiko di rumah sakit dapat dilakukan lebih optimal.
Kami menyadari bahwa buku ini masih belum sempurna, dan kami mengharapkan
adanya masukan bagi penyempurnaan buku ini di kemudian hari.
Untuk itu tim penyusun mengucapkan terima kasih dan harapan kami agar buku ini dapat
dipergunakan sebagai acuan dengan sebaik-baiknya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
DEFINISI
1
BAB II RUANG
LINGKUP
Ruang lingkup Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit Djatiroto
meliputi penerapan:
1. Manajemen risiko K3RS
2. Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit
3. Pelayanan Kesehatan Kerja
4. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari aspek keselamatan dan
Kesehatan Kerja
5. Pencegahan dan pengendalian kebakaran
6. Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja
7. Pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja
8. Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana.
9. Tata Hubungan Kerja Tim K3 Rumah Sakit Djatiroto
a. Direktur Rumah Sakit bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit Djatiroto, dengan
berkoordinasi dengan Tim K3.
b. Organisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit Djatiroto dipimpin
oleh Ketua Tim K3 yang bertanggung jawab secara langsung kepada DIrektur
Rumah Sakit.
c. Tim K3 menjalankan kegiatan sehari-hari seperti monitoring dan melaporkan
hasilnya kepada Direktur Rumah Sakit setiap 3 bulan sekali.
d. Dalam penyelenggaraan pelayanan Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Tim
PPI bekerja sama dengan masing – masing tenaga kesehatan dan tenaga non
klinis yang ada di Rumah Sakit Djatiroto, antara lain: Dokter, Perawat, tenaga
kesehatan lainnya dan tenaga non klinis.
2
Direktur RS
Komite Medik
Unit Kebidanan
dan Kandungan Komite Keperawatan
Unit Fisioterapi
Unit SDM dan
Umum Unit Rawat Jalan
Kasubag Keperawatan
3
BAB III
KEBIJAKAN
Kebijakan Umum
1. Pengelolaan Fasilitas harus selalu berorientasi kepada mutu dan keselamatan pasien.
2. Sarana didefinisikan sebagai segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi oleh
mata maupun teraba oleh panca indra dan dengan mudah dapat di kenali oleh pasien
dan umumnya merupakan bagian dari suatu bangunan gedung (pintu, lantai, dinding,
tiang, kolong gedung, jendela dan lain-lain) ataupun bangunan itu sendiri.
3. Prasarana adalah seluruh jaringan/instalasi yang membuat suatu sarana dapat berfungsi
sesuai dengan tujuan yang di harapkan antara lain instalasi air bersih dan air kotor, instalasi
listrik, gas medis, komunikasi, pengkondisian udara dll.
Kebijakan Khusus
Standar manajemen sarana, prasana, dan peralatan RS meliputi
1. Setiap sarana dan prasarana serta peralatan harus di lengkapi dengan:
a. Kebijakan tertulis tentang pengelolaan K3
b. Pedoman dan standar prosedur operasional K3
c. Perizinan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku
d. Sistem komunikasi internal maupun eksternal
e. Sertifikasi
f. Program pemeliharaan
g. Alat pelindung diri ( APD ) yang memadai, siap dan layak pakai
h. Manual operasional yang jelas
i. Sistem alarm, sistem deteksi api/asap dan sediaan alat pemadam kebakaran
j. Rambu-rambu K3 seperti rambu larangan dan peunjuk arah harus jelas
k. Fasilitas sanitasi yang memadai dan memenuhi persyaratan kesehatan
l. Fasilitas penanganan limbah padat, cair dan gas medis yang memadai
2. Setiap sarana dan prasarana serta peralatan rumah sakit yang menggunakan bahan
beracun berbahaya maka pengirimannya harus dilengkapi dengan lembar MSDS
4
(Material safety data sheet) dan disediakan ruang atau tempat penyimpanan khusus
bahan beracun berbahaya yang aman
3. Setiap pekerja/operator sarana,prasarana&peralatan harus melakukan pemeriksaan
kesehatannya secara berkala termasuk imunisasi
4. Setiap lingkungan kerja di dalam sarana,prasarana dan peralatan harus dilakukan
pemantauan atau monitoring kualitas lingkungan kerja secara berkala
5. Sarana,prasarana dan peralatan rumah sakit harus dikelola oleh tenaga yang memiliki
pengetahuan dan pengalaman K3 yang memadai
6. Peta/denah lokasi/ruang/ yang dianggap beresiko harus dilengkapi dengan simbol-
simbol khusus untuk daerah/tempat/area yang beresiko dan berbahaya terutama
laboratorium, radiologi, farmasi, kamar operasi dan sterilisasi, genset, kamar isolasi
penyakit menular, serta pengolahan limbah dan laundry.
7. Khusus sarana bangunan yang menggunakan bahan beracun berbahaya harus dilengkapi
fasilitas dekontaminasi bahan beracun berbahaya
8. Program penyehatan lingkungan meliputi penyehatan ruang dan bangunan, penyehatan
makanan dan minuman, penyehatan air, penanganan limbah, penyehatan tempat
pencucian umum termasuk laundry, pengendalian serangga, tikus dan binatang
penganggu lain, pemantauan sterilsasi dan desinfeksi, perlindungan radiasi dan upaya
promosi kesehatan lingkungan.
9. Evaluasi, pencatatan dan pelaporan program pelaksanaan K3 sarana dan prasarana serta
peralatan rumah sakit.
10. Kalibrasi (internal dan legal) secara berkala terhadap sarana&prasarana dan peralatan
yang disesuaikan dengan jenisnya .
5
BAB IV
PENGORGANISASIAN
A. Struktur Organisasi
DIREKTUR
RUMAH SAKIT DJATIROTO
dr. Dyah Ayu Retno Palupi
7
b. Melakukan penilaian terhadap insiden yang terjadi di Rumah Sakit
c. Memberikan rekomendasi
d. Melakukan penyuluhan tentang K3, KAK dan PAK
5. Penanggung jawab keselamatan dan keamanan RS
a. Mengidentifikasi kemungkinan terjadinya bencana/wabah/bencana alam internal
dan eksternal di Rumah Sakit
b. Mengidentifikasi risiko yang ditimbulkan akibat dampak bencana/wabah/bencana
alam internal maupun eksternal di Rumah Sakit
c. Melakukan identifikasi tempat-tempat berisiko terjadinya kebakaran di Rumah
Sakit
d. Melakukan identifikasi/pemeliharaan peralatan penunjang kebakaran
e. Melakukan pelatihan pengamanan kebakaran dan disaster plan
6. Penanggung jawab pengelolaan peralatan medis
a. Melakukan inventarisasi peralatan medis yang ada di Rumah Sakit
b. Melakukan pengkalibrasian peralatan medis yang ada di Rumah Sakit
c. Melakukan pelatihan terhadap perawat
d. Melakukan mantainance terhadap peralatan medis
7. Penanggung jawab pengelolaan sarana dan prasarana
a. Melakukan monitoring pada sistem utilitas yang ada si Rumah Sakit
b. Melakukan mantainance terhadap sistem utilitas yang ada di Rumah Sakit
c. Melakukan pemeriksaan dan uji coba terhadap sistem utilitas yang ada di Rumah
Sakit
8. Penanggung jawab penanganan darurat dan bencana
a. Mengidentifikasi kemungkinan terjadinya bencana/wabah/bencana alam internal
dan eksternal di Rumah Sakit
b. Mengidentifikasi risiko yang ditimbulkan akibat dampak bencana/wabah/bencana
alam internal maupun eksternal di Rumah Sakit
c. Melakukan identifikasi tempat-tempat berisiko terjadinya kebakaran di Rumah
Sakit
d. Melakukan identifikasi/pemeliharaan peralatan penunjang kebakaran
e. Melakukan pelatihan pengamanan kebakaran dan disaster plan
8
BAB V
TATA LAKSANA
9
Rumah Sakit perlu menyusun sebuah program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan
yang membahas pengelolaan risiko keselamatan dan kesehatan melalui penyusunan
manual K3RS, kemudian berdasarkan manual K3RS yang ditetapkan dipergunakan untuk
membuat rencana manajemen fasilitas dan penyediaan tempat, teknologi, dan sumber
daya.
11
perlu diperhatikan juga adalah perilaku bekerja, higiene perorangan, serta
kebiasaan selama bekerja yang dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan.
Analisis risiko bertujuan untuk mengevaluasi besaran (magnitude) risiko kesehatan
pada pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan keparahan gangguan kesehatan yang
mungkin timbul termasuk daya toksisitas bila ada efek toksik, dengan kemungkinan
gangguan kesehatan atau efek toksik dapat terjadi sebagai konsekuensi pajanan
bahaya potensial. Karakterisasi risiko mengintegrasikan semua informasi tentang
bahaya yang teridentifikasi (efek gangguan/toksisitas spesifik) dengan perkiraan
atau pengukuran intensitas/konsentrasi pajanan bahaya dan status kesehatan
pekerja, termasuk pengalaman kejadian kecelakaan atau penyakit akibat kerja yang
pernah terjadi. Analisis awal ditujukan untuk memberikan gambaran seluruh risiko
yang ada. Kemudian disusun urutan risiko yang ada. Prioritas diberikan kepada
risiko-risiko yang cukup signifikan dapat menimbulkan kerugian.
4. Evaluasi risiko
Evaluasi Risiko adalah membandingkan tingkat risiko yang telah dihitung pada
tahapan analisis risiko dengan kriteria standar yang digunakan. Pada tahapan ini,
tingkat risiko yang telah diukur pada tahapan sebelumnya dibandingkan dengan
standar yang telah ditetapkan. Selain itu, metode pengendalian yang telah diterapkan
dalam menghilangkan/meminimalkan risiko dinilai kembali, apakah telah bekerja
secara efektif seperti yang diharapkan. Dalam tahapan ini juga diperlukan untuk
membuat keputusan apakah perlu untuk menerapkan metode pengendalian
tambahan untuk mencapai standard atau tingkat risiko yang dapat diterima.
5. Pengendalian risiko
Prinsip pengendalian risiko meliputi 5 hierarki, yaitu:
a. Menghilangkan bahaya (eliminasi)
b. Menggantikan sumber risiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat
risikonya lebih rendah/tidak ada (substitusi)
c. Rekayasa engineering/pengendalian secara teknik
d. Pengendalian secara administrasi
e. Alat Pelindung Diri (APD).
6. Komunikasi dan konsultasi
12
Komunikasi dan konsultasi merupakan pertimbangan penting pada setiap langkah
atau tahapan dalam proses manejemen risiko. Sangat penting untuk mengembangkan
rencana komunikasi, baik kepada kontributor internal maupun eksternal sejak
tahapan awal proses pengelolaan risiko. Komunikasi dan konsultasi termasuk
didalamnya dialog dua arah diantara pihak yang berperan didalam proses
pengelolaan risiko dengan fokus terhadap perkembangan kegiatan. Komunikasi
internal dan eksternal yang efektif penting untuk meyakinkan pihak pengelolaan
sebagai dasar pengambilan keputusan. Persepsi risiko dapat bervariasi karena adanya
perbedaan dalam asumsi dan konsep, isu-isu, dan fokus perhatian kontributor dalam
hal hubungan risiko dan isu yang dibicarakan. Kontributor membuat keputusan
tentang risiko yang dapat diterima berdasarkan pada persepsi mereka terhadap risiko.
Karena kontributor sangat berpengaruh pada pengambilan keputusan maka sangat
penting bagaimana persepsi mereka tentang risiko sama halnya dengan persepsi
keuntungan-keuntungan yang bisa didapat dengan pelaksanaan pengelolaan risiko.
7. Pemantauan dan telaah ulang
Pemantauan selama pengendalian risiko berlangsung perlu dilakukan untuk
mengetahui perubahan-perubahan yang bisa terjadi. Perubahan-perubahan
tersebut kemudian perlu ditelaah ulang untuk selanjutnya dilakukan perbaikan-
perbaikan. Pada prinsipnya pemantauan dan telaah ulang perlu untuk dilakukan
untuk menjamin terlaksananya seluruh proses manajemen risiko dengan optimal.
13
yang tidak berwenang. keamanan kerja adalah unsur-unsur penunjang yang
mendukung terciptanya suasana kerja yang aman, baik berupa materil maupun non
materil.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk melaksanakan standar keselamatan dan keamanan
sebagai berikut:
1. Identifikasi dan penilaian risiko yang komprehensif menyangkut keselamatan (lantai
licin dan lain-lain) dan keamanan (pencurian, penculikan bayi, kerusuhan, dan lain-
lain)
2. Pemetaan area berisiko terjadinya gangguan keselamatan dan keamanan di Rumah
Sakit.
3. Melakukan upaya pengendalian dan pencegahan lain pada kejadian tidak aman :
a. Menghilangkan kondisi yang tidak standar, contohnya:
1) Tidak cukup batas pengaman atau pagar
2) Tidak cukup atau benar alat pelindung diri
3) Alat atau material rusak
4) Tempat kerja atau gerakan terbatas
5) Bahaya kebakaran atau peledakan
6) Lingkungan kerja, bahaya gas, uap, asap dan lain-lain
7) Bising, radiasi, suhu ekstrim
8) Kurangnya penerangan
9) Kurang ventilasi
b. Menghilangkan tindakan yang tidak standar, contohnya:
1) Operasikan mesin atau alat tanpa ijin
2) Operasikan tidak sesuai SOP, misalnya kecepatan
3) Lalai mengingatkan d) Lalai mengamankan
4) Melepas atau membuat pengaman alat tidak berfungsi
5) Memakai alat yang rusak atau tidak semestinya
6) Lalai memakai APD
7) Tidak sesuai dalam meletakkan/mengangkat/ mengambil posisi
8) Merawat peralatan yang sedang beroperasi
9) Bercanda
14
10) Dalam pengaruh alkohol atau narkoba
c. Mengurangi unsur kesalahan oleh manusia, contohnya:
1) Tidak cukup kemampuan fisik atau mental
2) Stres fisik atau mental
3) Kurang pengetahuan (tidak memahami SOP)
4) Kurang keterampilan
5) Motivasi yang salah
d. Mengurangi unsur kesalahan dari pekerjaan, contohnya:
1) Tidak cukup kepemimpinan atau pengawasan
2) Tidak cukup engineering
3) Tidak cukup pembelian
4) Tidak cukup perawatan
5) Rusak atau aus (wear and tear)
6) Salah penggunaan
e. Mengurangi unsur kesalahan dari pengendalian, contohnya:
1) Program tidak sesuai atau cukup (kurang pengawasan dan pengarahan)
2) Standar program tidak cukup atau spesifik
3) Pelaksanaan program tidak sesuai standar
4) Penempatan pasien yang tepat, dengan pemberian pengaman tempat tidur
yang cukup, pegangan khusus pada kamar mandi, dengan tujuan
menghindari pasien jatuh (patient safety).
f. Sosialisasi enam unsur keamanan, meliputi sarana, lingkungan, tempat,
prosedur, tindakan dan anggaran
g. Memastikan prinsip kewaspadaan standar :
1) Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD), sesuai dengan jenis pekerjaan yang
dilakukan.
2) Cara kerja aman, dengan selalu berpedoman pada Standar Operasional
Prosedur (SOP), serta dilindungi oleh peraturan-peraturan yang ada.
3) Pengelolaan lingkungan untuk selalu menyesuaikan dengan lingkup
pekerjaan yang dilakukan, dengan substitusi, eliminasi dan administrasi.
15
4) Penempatan pasien yang tepat, dengan pemberian pengaman tempat tidur
yang cukup, pegangan khusus pada kamar mandi, dengan tujuan
menghindari pasien jatuh (patient safety).
5) Pencegahan kecelakaan dan cidera, dengan pemberian atau penempatan
tanda-tanda bahaya atau risiko yang jelas di setiap sudut Rumah Sakit, agar
memudahkan pasien, staf dan pengunjung mendapatkan pelayanan yang
diharapkan.
6) Pemeliharaan kondisi yang aman, dengan mensosialisasikan kode-kode yang
disepakati dan harus dipahami oleh seluruh pekerja (kebijakan diserahkan
kepada unit kerja terkait), untuk menjamin keamanan Rumah Sakit, sebagai
contoh :
a) Kode merah untuk bahaya kebakaran
b) Kode biru untuk serangan jantung atau kondisi tidak sadar
c) Kode hitam untuk ancaman bom
d) Kode orange untuk tumpahan B3
e) Kode pink untuk penculikan bayi
f) Kode hijau untuk gempa bumi
i. Menginspeksi semua bangunan perawatan pasien dan memiliki rencana untuk
mengurangi risiko yang sudah jelas dan menciptakan fasilitas fisik yang aman bagi
pasien, keluarga pasien, staf dan pengunjung.
j. Melakukan dokumentasi pemeriksaan fasilitas fisiknya yang terbaru, akurat
terhadap fasilitas fisiknya.
k. Melakukan pengkajian keselamatan dan keamanan selama terdapat proyek
konstruksi dan renovasi serta penerapan strategi-strategi untuk mengurangi
risiko.
l. Melakukan pemantauan dan pengamanan area-area yang diidentifikasi berisiko
keamanan.
m. Memastikan semua staf, pegawai pihak ketiga, dan vendor sudah diidentifikasi.
n. Memberikan tanda pengenal sementara selama di area Rumah Sakit.
16
o. Semua area berisiko tinggi keamanan dan area-area yang terbatas sudah
diidentifikasi, didokumentasi dan dipantau serta terjaga keamanannya.
Contohnya ruang bayi, ICU, utililitas, dan lain-lain.
p. Rencana dan anggaran Rumah Sakit disusun dengan memperhatikan kebutuhan
yang menunjang aspek keselamatan dan keamanan.
q. Rencana dan anggaran Rumah Sakit disusun untuk perbaikan atau penggantian
sistem, bangunan, atau komponen-komponen yang diperlukan agar fasilitas
dapat beroperasi dengan selamat, aman, dan efektif secara berkesinambungan.
r. Pimpinan Rumah Sakit menerapkan anggaran sumber daya yang sudah
ditetapkan untuk menyediakan fasilitas yang selamat dan aman sesuai dengan
rencana-rencana yang sudah disetujui.
s. Memastikan perlindungan setiap orang yang ada di Rumah Sakit terhadap
kerugian pribadi dan dari kehilangan atau kerusakan properti.
t. Mengelola, memelihara dan mensertifikasi sarana, prasarana dan peralatan
Rumah Sakit, terutama penyediaan listrik, air, pembuangan limbah, ventilasi
dan pengelolaan gas medik
C. Pelayanan Kesehatan Kerja
Upaya pelayanan kesehatan yang diberikan pada SDM Rumah Sakit secara paripurna
meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan Kesehatan
Kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental
dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pegawai di semua jenis pekerjaan, pencegahan
terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan,
perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan
kesehatan, dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja
yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya.
Jenis pelayanan kesehatan kerja
1. Kegiatan promotif merupakan peningkatan kesehatan serta kemampuan fisik dan
kondisi mental (rohani) SDM Rumah Sakit, antara lain meliputi:
a. Pemberian makanan tambahan dengan gizi yang mencukupi (extra fooding)
bagi petugas yang bekerja di area berisiko tinggi serta petugas yang dinas
bergilir (pada saat dinas malam).
17
b. Pelaksanaan program kebugaran jasmani terprogram (pengukuran kebugaran
jasmani dan latihan fisik terprogram), dan senam kesehatan.
c. Pembinaan mental/rohani.
d. Pemenuhan gizi kerja dan ASI di Rumah Sakit, meliputi :
1) Pengelolaan kantin bersih, sehat dan selamat/ hygiene sanitasi.
2) Pemeriksaan kesehatan penjamah makanan/hygiene perorangan.
3) Pemantauan status gizi dan konseling gizi.
2. Kegiatan preventif, antara lain meliputi:
a. Perlindungan spesifik dengan pemberian imunisasi Hepatitis Bpada SDM Rumah
Sakit dan pekerja yang bekerja pada area/tempat kerja yang berisiko dan
berbahaya.
b. Pemeriksaan kesehatan bagi pegawai sebelum bekerja, berkala dan khusus
sesuai dengan risiko pekerjaan. Langkah pemeriksaan kesehatan berkala yang
dilakukan berdasarkan risiko pekerjaannya, meliputi;
1) Identifikasi dan pemetaan populasi berisiko sesuai potensi bahaya yang ada
2) Menentukan jenis pemeriksaan kesehatan sesuai dengan potensi bahaya
tempat kerjanya
3) Melakukan pemeriksaan kesehatan
4) Menentukan kelaikan bekerja sesuai kondisi kesehatan pegawai (fit to
work)
5) Melakukan analisis hasil pemeriksaan kesehatan pegawai secara populasi
untuk memberikan rekomendasi program Kesehatan Kerja dan perbaikan
lingkungan kerja.
c. Pelaksanaan program fit to work dalam rangka penentuan jenis pekerjaan yang
sesuai dengan status kesehatan pekerja Rumah Sakit.
d. Surveilans medik
1) Menganalisis hasil pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, berkala dan
khusus,data rawat jalan, data rawat inap seluruh sumber daya manusia
Rumah Sakit.
2) Memberikan rekomendasi dan tindak lanjut hasil analisis.
e. Surveilans lingkungan kerja
18
1) Menilai, menganalisa dan mengevaluasi hasil pengukuran lingkungan kerja
2) Memberikan rekomendasi hasil evaluasi pengukuran lingkungan kerja
f. Memantau kesehatan SDM Rumah Sakit dan pekerja yang bekerja pada tempat
kerja yang mengandung potensi bahaya tinggi, sesuai dengan peraturan
perundangan.
19
sifat, konsentrasi, dan/atau jumlah, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup serta
mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup sekitarnya. Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3) adalah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung
B3. Untuk di Rumah Sakit, limbah medis termasuk limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3).
Berikut ini yang termasuk katagori Bahan Berbahaya dan Beracun yang mengacu pada
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian
Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun:
1. Memancarkan radiasi
Bahan yang memancarkan gelombang elektromagnetik atau partikel radioaktif yang
mampu mengionkan secara langsung atau tidak langsung materi bahan yang dilaluinya,
misalnya: Ir192, I131, Tc99, Sa153, sinar X, sinar alfa, sinar beta, sinar gamma, dan lain-
lain.
2. Mudah meledak
Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat tanpa disertai pengimbangan
kehilangan panas, sehingga kecepatan reaksi, peningkatan suhu dan tekanan
meningkat pesat dan dapat menimbulkan peledakan. Bahan mudah meledak apabila
terkena panas, gesekan atau bantingan dapat menimbulkan ledakan.
3. Mudah menyala atau terbakar
Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat disertai dengan
pengimbangan kehilangan panas, sehingga tercapai kecepatan reaksi yang
menimbulkan nyala. Bahan mudah menyala atau terbakar mempunyai titik nyala
(flash point) rendah (210C).
4. Oksidator
Bahan yang mempunyai sifat aktif mengoksidasikan sehingga terjadi reaksi oksidasi,
mengakibatkan reaksi keluar panas(eksothermis).
5. Racun
Bahan yang bersifat beracun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menyebabkan
kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan kulit
atau mulut.
20
6. Korosif
Bahan yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit, menyebabkan proses pengkaratan
pada lempeng baja (SAE 1020) dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun
dengan temperatur uji 550C, mempunyai pH sama atau kurang dari 2 (asam), dan sama
atau lebih dari 12,5 (basa).
7. Karsinogenik
Sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel luar yang dapat merusak jaringan tubuh.
8. Mutagenik
Sifat bahan yang dapat mengakibatkan perubahan kromosom yang berarti dapat
merubah genetika.
9. Teratogenik
Sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan embrio.
10. Iritasi
Bahan yang dapat mengakibatkan peradangan pada kulit dan selaput lendir.
11. Berbahaya bagi lingkungan (dangerous for environment)
Bahan kimia ini dapat merusak atau menyebabkan kematian pada ikan atau
organisme aquatic lainnya atau bahaya lain yang dapat ditimbulkan, seperti merusak
lapisan ozon (misalnya CFC=Chlorofluorocarbon), persistent di lingkungan (misalnya
PCBs=Polychlorinated Biphenyls)
12. Gas bertekanan (pressure gas)
Bahaya gas bertekanan yaitu bahan ini bertekanan tinggi dan dapat meledak bila
tabung dipanaskan/terkena panas atau pecah dan isinya dapat menyebabkan
kebakaran.
Sedangkan yang termasuk dalam limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah
sebagai berikut:
1. Infeksius;
2. Benda tajam;
3. Patologis;
4. Bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa kemasan;
5. Radioaktif;
6. Farmasi;
21
7. Sitotoksik;
8. Peralatan medis yang memiliki kandungan logam berat tinggi;
9. Tabung gas atau kontainer bertekanan
Faktor yang mempengaruhi timbulnya tingkat bahaya dari pemaparan Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3):
1. Cara Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) masuk ke dalam tubuh yaitu melalui saluran
pernapasan, saluran pencernaan dan penyerapan melalui kulit. Diantaranya yang
sangat berbahaya adalah yang melalui saluran pernapasan karena tanpa disadari
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) akan masuk ke dalam tubuh bersama udara yang
dihirup yang diperkirakan sekitar 8,3 M2 selama 8 jam kerja dan sulit dikeluarkan
kembali dari dalam tubuh.
2. Konsentrasi dan lama paparan.
3. Efek kombinasi bahan kimia, yaitu paparan bermacam-macam Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) dengan sifat dan daya racun yang berbeda, menyulitkan tindakan-
tindakan pertolongan atau pengobatan.
4. Kerentanan calon korban paparan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), karena
masing-masing individu mempunyai daya tahan yang berbeda terhadap pengaruh
bahan kimia.
Adapun jenis kegiatan pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Rumah Sakit
meliputi:
1. Identifikasi dan Inventarisasi Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang di Rumah Sakit
a. Mengidentifikasi jenis, lokasi, dan jumlah semua Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) dan instalasi yang akan ditangani untuk mengenal ciri-ciri dan
karakteristiknya. Diperlukan penataan yang rapi dan teratur, hasil identifikasi
diberi label atau kode untuk dapat membedakan satu dengan lainnya.
b. Mengawasi pelaksanakan kegiatan inventarisasi, penyimpanan, penanganan,
penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
2. Menyiapkan dan Memiliki Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data
Sheet)
22
Informasi mengenai bahan-bahan berbahaya terkait dengan penanganan yang aman,
prosedur penanganan tumpahan, dan prosedur untuk mengelola pemaparan sudah
yang terbaru dan selalu tersedia.
3. Menyiapkan sarana keselamatan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3):
a. Lemari Bahan Berbahaya dan Beracun (B3);
b. Penyiram badan (body wash);
c. Pencuci mata (eyewasher);
d. Alat Pelindung Diri (APD);
e. Rambu dan Simbol Bahan Berbahaya dan Beracun (B3); dan
f. Spill Kit
4. Pembuatan Pedoman dan Standar Prosedur Operasional Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3) yang Aman
a. Menetapkan dan menerapkan secara aman bagi petugas dalam penanganan,
penyimpanan, dan penggunaan bahan- bahan dan limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3).
b. Menetapkan dan menerapkan cara penggunaan alat pelindung diri yang sesuai
dan prosedur yang dipersyaratkan sewaktu menggunakannya.
c. Menetapkan dan menerapkan pelabelan bahan-bahan dan limbah berbahaya
yang sesuai.
d. Menetapkan dan menerapkan persyaratan dokumentasi, termasuk surat izin,
lisensi, atau lainnya yang dipersyaratkan oleh peraturan yang berlaku.
e. Menetapkan mekanisme pelaporan dan penyelidikan (inventigasi) untuk
tumpahan dan paparan, Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
f. Menetapkan prosedur untuk mengelola tumpahan dan paparan.
5. Penanganan Keadaan Darurat Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
a. Melakukan pelatihan dan simulasi tumpahan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
b. Menerapkan prosedur untuk mengelola tumpahan dan paparan Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3).
c. Menerapkan mekanisme pelaporan dan penyelidikan (inventigasi) untuk
tumpahan dan paparan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
23
E. Pencegahan dan pengendalian kebakaran
Kebakaran merupakan salah satu bencana yang mungkin terjadi di Rumah Sakit. Dimana
akibat yang ditimbulkannya akan berdampak buruk sangat luas dan menyeluruh bagi
pelayanan, operasional, sarana dan prasarana pendukung lainnya, dimana didalamnya
juga terdapat pasien, keluarga, pekerja dan pengunjung lainnya. Untuk hal tersebut
maka Rumah Sakit harus melakukan upaya pengelolaan keselamatan kebakaran.
Pencegahan kebakaran adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
kebakaran di Rumah Sakit.
Pengendalian kebakaran adalah upaya yang dilakukan untuk memadamkan api pada saat
terjadi kebakaran dan setelahnya.
Adapun jenis upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran meliputi:
e. Pintu darurat
f. Jalur evakuasi
g. Pengendali asap
5. Simulasi Kebakaran
Minimal dilakukan 1 tahun sekali untuk setiap gedung. Hal penting yang perlu
diperhatikan dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran:
a. Rumah Sakit perlu menguji secara berkala rencana penanganan kebakaran dan
asap, termasuk semua alat yang terkait dengan deteksi dini dan pemadaman
serta mendokumentasikan hasil ujinya.
d. Sistem peringatan dini, sistem deteksi dini, smoke, heat, alarm kebakaran, dan
patroli kebakaran, antara lain :
4) Sosialisasi bagi semua karyawan yang ada dilokasi atau area tersebut.
27
b) Alat pemadam api ringan
d) Pemadam api khusus pada area ruang server, gizi, gudang obat dan
disesuaikan dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.
e) Bisa ditempatkan pada area atau lokasi khusus dan bersifat mandiri
berdiri sendiri dan juga harus dipertimbangkan aspek keamanan dan
ramah lingkungannya.
28
f) Sistem proteksi pasif harus dilakukan dan dibuat adanya perencanaan
dan perancangan dari awal dalam hal desain, material pembentuk
maupun pengawasannya oleh K3 dan satuan kerja terkait.
f) Pelaksanaan fire safety audit yang serupa dengan self asessmen terkat
dengan pengelolaan keselamatan kebakaran.
c) Program termasuk deteksi dini kebakaran dan asap adalah bagian dari
sistem proteksi aktif dalam pemadaman kebakaran yang dapat diketahui
sejak awal sehingga penanggulangan dapat dilakukan secepatnya.
F. Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja
Prasarana atau sistem utilitas Rumah Sakit adalah sistem dan peralatan yang
mendukung pelayanan mendasar perawatan kesehatan yang aman. Sistem ini
mencakup distribusi listrik, air, ventilasi dan aliran udara, gas medis, pipa air,
pemanasan, limbah, dan sistem komunikasi dan data. Pengelolaan prasarana Rumah
Sakit dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah upaya memastikan sistim
utilitas aman bagi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit.
Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja antara
lain meliputi:
1. penggunaan listrik;
2. penggunaan air;
4. penggunaan genset;
30
8. Penggunaan instalasi pengelolaan air limbah.
Adapun jenis kegiatan pengelolaan sarana prasarana rumah sakit meliputi:
1. Memastikan adanya daftar inventaris komponen-komponen sistem utilitasnya dan
memetakan pendistribusiannya.
4. Memberikan label pada tuas-tuas kontrol sistem utilitas untuk membantu pemadaman
darurat secara keseluruhan atau sebagian.
2. Memastikan penandaan pada peralatan medis yang digunakan dan yang tidak
digunakan.
1) Kedaruratan keamanan
2) Kedaruratan keselamatan
6) Ketersediaan air
1) Darurat air;
2) Darurat listrik;
3) Penculikan bayi;
4) Ancaman bom;
6) Kebocoran radiasi;
7) Gangguan keamanan;
8) Banjir;
9) Gempa bumi.
33
BAB VI
DOKUMENTASI
34
BAB VII
PENUTUP
35
DAFTAR PUSTAKA
36