Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Toksikologi Organ Sasaran (I)


Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Toksikologi Lingkungan

Dosen Pengampu:
DR. Dra. Tjipto Rini, M.Kes

Disusun oleh Kelompok 2:


Cindy Shafira Az Zahra (P21335120008)
Lina Shabrina (P21335120021)
Nabilah Kurnia Putri (P21335120026)
Nur Rokhmat Hendro P (P21335120029)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II
Jakarta, 2021
Kata Pengantar

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini

dengan judul “Toksikologi Organ Sasaran (I)”. Makalah ini disusun untuk

memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Toksikologi Lingkungan

semester tiga program studi Sarjana Terapan jurusan Kesehatan Lingkungan yang

diberikan oleh dosen mata kuliah Toksikologi Lingkungan Ibu DR. Dra. Tjipto

Rini, M.Kes.

Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu

penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari berbagai

pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata penulis berharap makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis

sendiri dan pihak yang telah membacanya, serta penulis mendoakan semoga

segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Jakarta, 2021

Penulis

Daftar Is

i
i

Kata Pengantar.......................................................................................................i

Daftar Isi.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................2

1.3 Tujuan....................................................................................................2

1.4 Manfaat..................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

2.1 Toksikologi Pernapasan.........................................................................3

2.2 Toksikologi Hati....................................................................................6

2.3 Toksikologi Ginjal...............................................................................10

BAB III PENUTUP..............................................................................................18

3.1 Kesimpulan..........................................................................................18

3.2 Saran....................................................................................................18

Daftar Pustaka......................................................................................................19

ii
BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia

(Casarett and Doulls, 1995). Selain itu toksikologi juga mempelajari

jelas/kerusakan/ cedera pada organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang

diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi, mempelajari racun, tidak saja

efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada organisme dan

mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap organisme. Banyak sekali

peran toksikologi dalam kehidupan sehari-hari tetapi bila dikaitkan dengan

lingkungan dikenal istilah toksikologi lingkungan dan ekotoksikologi.

Dua kata toksikologi lingkungan dengan ekotoksikologi yang hampir sama

maknanya ini sering sekali menjadi perdebatan. Toksikologi lingkungan adalah

ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dari suatu kegiatan

dan menimbulkan pencemaran lingkungan (Cassaret, 2000) dan Ekotoksikologi

adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik pada mahluk hidup,

khususnya populasi dan komunitas termasuk ekosistem, termasuk jalan masuknya

agen dan interaksi dengan lingkungan (Butler, 1978). Dengan demikian

ekotoksikologi merupakan bagian dari toksikologi lingkungan.


2

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah makalah ini adalah:

1. Bagaimana toksikologi dalam sistem pernapasan?

2. Bagaimana toksikologi dalam hati?

3. Bagaimana toksikologi dalam ginjal?

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui toksikologi dalam sistem pernapasan.

2. Untuk mengetahui toksikologi dalam hati.

3. Untuk mengetahui toksikologi dalam ginjal.

1.4 Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat, yaitu:

1. Dapat mengetahui toksikologi dalam sistem pernapasan.

2. Dapat mengetahui toksikologi dalam hati.

3. Dapat mengetahui toksikologi dalam ginjal.


BAB II PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan menjelaskan pembahasan berdasarkan latar

belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat di bab satu.

2.1 Toksikologi Pernapasan

Kebanyakan penyakit akibat kerja disebabkan oleh menghirup bahan- bahan

kimia yang digunakan di dalam industri maupun yang terdapat di udara

lingkungan kerja dan hampir semua bahan toksik dapat dihisap. Bahan toksik

yang masuk melalui saluran pernapasan menuju paru-paru akan diserap oleh

alveolus paru-paru. Jumlah seluruh senyawa beracun yang diabsorbsi (diserap)

melalui saluran pernapasan, tergantung dari kadarnya di udara, lamanya waktu

pemajanan, dan volume aliran udara dalam paru-paru yang dapat naik setiap

beban kerja menjadi lebih besar. Apabila bahan beracun juga dalam bentuk

aerosol, maka pengendapan dan penyerapan dapat terjadi dalam saluran

pernapasan.

2.2.1 Mekanisme

1. Sistem pernapasan terdiri dari 2 bagian yaitu saluran pernapasan bagian atas

(hidung, tenggorokan, trachea, dan sebagian besar pipa bronchial yang

membawa ke cuping dan paru-paru) dan alveoli dimana dapat terjadi

pemindahan gas-gas dengan menembus dinding sel yang tipis.

2. Saluran pernafasan merupakan sistem yang komplek, yang secara alami dapat

menseleksi partikel berdasarkan ukurannya.

3. Hidung merupakan filter utama yang berperan dalam mencegah dari sebarang

partikel besar memasuki tubuh

3
4

4. Nasofaring berfungsi membuang partikel besar dari udara yang dihirup,

menambahkan uap air, dan mengatur suhu.

5. Saluran trakea dan bronkus berfungsi sebagai saluran udara yang menuju

alveoli. Trakea dan bronki dibatasi oleh epitel bersilia dan dilapisi oleh

lapisan tipis lendir yang dapat mendorong naik partikel yang mengendap pada

permukaan menuju mulut. Partikel yang mengandung lendir tersebut

kemudian dibuang dari saluran pernafasan dengan diludahkan atau ditelan.

6. Alveoli merupakan tempat utama terjadinya absorpsi toksik yang berbentuk

gas seperti carbon monoksida, oksida nitrogen, belerang dioksida atau uap

cairan, seperti bensen dan karbontetraklorida

7. Hanya partikel yang diameternya kurang dari 5 mikron yang dapat masuk ke

dalam kantong udara dalam alveoli.

8. Partikel dengan ukuran 5 mikrometer atau lebih besar biasanya ditimbun pada

daerah nasofaringeal. Partikel di daerah ini dapat dihilangkan saat

pembersihan hidung atau saat bersin. Partikel yang larut akan dilarutkan

dalam mukus dan dibawa ke faring atau diserap epitel masuk ke darah.

9. Partikel dengan ukuran 2 hingga 5 mikrometer ditimbun pada daerah

trakeobronkeolus paru, tempat ia akan dibersihkan oleh pergerakan silia

saluran pernafasan (Mukono, 2002).

10. Absorpsi pada jalur ini dapat terjadi melalui membran "nasalcavity" atau

absorpsi melalui alveoli paru-paru. Kedua membran ini relativ mempunyai

permeabilitas yang tinggi terhadap xenobiotika. Sebagai contoh, senyawa

amonium quarterner, dimana sangat susah diserap jika diberikan melalui jalur
5

oral, namun pada pemberian melalui "nasalcavity" menunjukkan tingkat

konsentrasi di darah yang hampir sama dibandingkan dengan pemakaian

secara travena.

2.2.2 Dampak Buruk Toksik terhadap Kesehatan

Risiko kemungkinan zat kimia menimbulkan keracunan, tergantung

dari besarnya dosis yang masuk ke dalam tubuh. Sedangkan dosis meningkat

dengan besarnya konsentrasi, lama dan seringnya pemaparan serta cara masuknya

ke dalam tubuh. Sedangkan semakin besar pemaparan terhadap zat kimia,

semakin besar pula risiko keracunan. Reaksi tubuh terhadap bahan-bahan kimia

dapat terjadi baik secara akut maupun secara kronis.

2.2.3 Contoh Toksik Inhalasi

1. Gas Irritant yaitu gas-gas yang bersifat irritant dihasilkan oleh pencemar

udara seperti : Ozon (03), NO, NO2, N20, SO2,). Bahan-bahan berbahaya

tersebut apabila dihirup atau masuk ke dalam tubuh akan menyebabkan

kerusakan paru, mulai dari iritasi ringan sampai fibrosis.

2. Gas Asphyxiant yaitu gas-gas yang menggantikan posisi oksigen di dalam

tubuh dalam kandungan udara yang rendah.seperti CH4, CO2, CO, H2S.

Bahan- bahan berbahaya tersebut apabila dihirup atau masuk ke dalam tubuh

dalam jumlah yang melebihi kadar standar akan menyebabkan sesak napas

sampai kematian.

3. Partikel asbes yang terhirup melalui pernapasan akan terdeposit dalam paru-

paru yang akan dapat menyebabkan kanker paru.


6

4. Debu yang mengandung bahan silika dan batubara jika dihirup akan

berdampak terhadap kesehatan yaitu dapat mengakibatkan silicosis dan

anthracosis. Kandungan Pb di udara dapat meningkatkan kandungan Pb darah

: 50 - 70%. Dampak dari menghirup timbal (Pb) ini adalah dapat merusak

ginjal dan sistem syaraf pusat.

5. Arsen (As) dan menyebabkan Keracunan akut yang menimbulkan gejala

muntaber disertai darah, disusul dengan koma dan dapat menyebabkan

kematian. Keracunan kronis dapat menimbulkan ikterus, pendarahan pada

ginjal, dan kanker kulit

6. Keracunan akut kadmium biasanya terjadi karena menghirup debu dan asap

yang mengandung kadmium. Secara akut, kadmium lebih toksik bila dihirup.

Toksisitas kadmium bisa berkembang menjadi udem paru.

2.2 Toksikologi Hati

Toksisitas hati adalah toksisitas pada hati, saluran empedu, dan kantung

empedu. Karena peredaran darah menyebar luas dan berperan penting pada

metabolisme, hati sangat rentan dengan xenobiotik (senyawa asing yang masuk ke

dalam tubuh). Bentuk hepatotoksisitas adalah steatosis (akumulasi lemak di

hepatosit), hepatitis kimia (inflamasi hati), nekrosis hati (kematian hepatosit),

kolestasis intrahepatik (cadangan garam empedu ke dalam sel hati), kanker hati,

sirosis (fibrosis kronik yang biasanya disebabkan alkohol), dan hipersensitivitas

(reaksi imun yang menyebabkan nekrosis hati).


7

2.2.1 Mekanisme

Karena tugas detoksikasi terutama dilakukan oleh hati, maka apabila

terjadi metabolit yang lebih toksik atau lebih reaktif, maka hepar ini pula yang

pertama-tama menderita efek toksiknya. Efek ini dapat mempengaruhi berbagai

fungsi hepar seperti gangguan pada metabolism dan penyimpanan hidrat karbon,

metabolism hormon, zat buangan, dan xenobiotik, sintesa protein darah, formasi

urea, metabolism lemak, dan formasi empedu. Seperti halnya xenobiotik, semua

nutrient akan dimetabolisme, akan dimetabolisme, atau disimpan, atau di-

biotransformasi, dan/atau dikonyugasi lalu disalurkan ke organ ekskresi.akan

tetapi Fase I, sehingga metabolit intermediet (bersifat reaktif) yang terbentuk, dan

tidak dapat dikonyugasi dan bereaksi dengan sel hati dan menyebabkan kerusakan

dan/atau kematian sel. Apabila reaksi terjadi dengan DNA maka mungkin sekali

akan terjadi kanker. Efek terhadap hati/hepar ini tergantung pada sifat

kimiafisikaxenobiotik, dosis yang diterima, dan lamanya paparan, selain bahwa

ada pula pengaruh dari kondisi fisik hepar yang terpapar. Toksikologi hati

dipersulit oleh berbagai kerusakan hati dan berbaga mekanisme yang

menyebabkan kerusakan itu. Hati sering menjadi organ sasaran karena beberapa

hal. Sebagian besar toksikan memasuki tubuh melalui system gastrointestinal,dan

setelah diserap,toksikan dibawa oleh vena porta hati ke hati. Hati mempunyai

banyak tempat pengikatan. Kadar enzim yang metabolisme xenobiotik dalam hati

juga tinggi (terutama sitokrom P-450) : ini membuat sebagian besar toksikan

menjadi kurang toksik dan lebih mudah larut air, dan karenanya lebih muda

dieksresikan. Tetapi dalam bebrpa kasus toksikan diaktifkan sehingga dapat


8

menginduksi lesi. Lesi hati yang sring bersifat sentrilobuler telah dikaitkan

dengan kadar sitokrom P450 yang lebih tinggi (Zimmerman 1982).

2.2.2 Contoh Zat Kimia

1. Alkohol

Konsumisi terus menerus dapat menginduksi terjadinya hepatitis.

selain menginhibisi sintesis asam amino di hati. menginhibisi sintesis asam

amino di hati dan menginhibisi natrium dan kalium yg menstimulasi ATP

ase sebagai trannsport aktif asam amino di hati. Alkohol bisa

menyebabkan 3 jenis kerusakan hati, yakni:

a. Pengumpulan lemak (fatty liver)

Gejalanya tergantung dari berapa lama dan berapa jumlah alkohol yang

telah diminum. Peminum berat biasanya menunjukkan gejala awal pada usia 30an

dan cenderung mengalami masalah yang berat pada umur 40an. Pada laki-laki,

alkohol akan menyebabkan efek yang mirip dengan yang dihasilkan oleh terlalu

banyaknya estrogen dan terlalu sedikitnya testosteron.

b. Peradangan (hepatitis alkoholik)

Peradangan hati yang disebabkan oleh alkohol (hepatitis alkkoholik),bisa

menyebabkan demam, sakit kuning, peningkatan jumlah sel darah putih dan

pembesaran hati yang teraba lunak dan terasa nyeri. Pada kulit akan tampak

pembuluh balik yang menyerupai gambaran laba-laba.

c. Pembentukan jaringan parut (sirosis).

Sirosis hati adalah keadaan penyakit yang sudah lanjut dimana fungsi

hati sudah sangat terganggu akibat banyaknya jaringan ikat di dalam hati.
9

2. Insektisida

Menyebabkan keracunan ringan pada hati dan merupakan inhibitor

untuk enzim asetil kolin esterase.

3. Mikotoksin

Kemungkinan terdapat dalam makanan olahan seperti kacang,

oncom, kentang, bihun, minyak kelapa, dan jamu(kadaluarsa), misalnya

alfatoksin B1,B2, G1 dll.. yg berbahaya AFB1: racun yg bersifat

hepatotoksik, karsinogenik, menyebabkan hepatitis, hepatoma, kematian

katena kerusakan hati, gangguan kesehatan. Efek biokimia AFB1:

a. Menunjukkan pengaruh pada fungsi hati

b. Menaikkan kandungan lipid

c. Gangguan sintesis protein

d. Menurunkan kadar vitamin a dalam hati

e. Alfatoksin dihasilkan oleh kapan Aspergillus flavus. tumbuh di daerah

tropis pada bahan makanan, suhu 20-30C, kelembaban 75-85%.

4. Jamur

Jamur dapat merusak hati, memiliki senyawa golongan amanita

mono metil hidrazin dan senyawa toksik lain

5. CCl4

Dosis 2-10mL memberikan efek mual, muntah, sakit kepala,

kejang, koma gan gangguan fungsi hati yg dapat menimbulkan kematian.

6. Obat (Parasetamol)
10

Parasetamol mengalami biotransformasi di hati, parasetamol

terkonjugasi dengan asam glukoronat membentuk metabolit elektrofil, N-

asetil-P-benzokuinonimina (NABKI) sebagai hepatotoksik.Pada dosis

terapi metabolit tersebut dapat diikat oleh glutation (GSH) hati

membentuk konjugat dengan sistein dan asam merkapturat, yang

kemudian diekskresi oleh urin. Kejenuhan jalur konjugasi/kandungan GSH

hati dihabiskan sampai menurun 20-30% dari harga normal

mengakibatkan NABKI dapat berikatan dengan makromolekul sel hati

secara ireversibel. Hal ini menyebabkan nekrosis sel hati.

2.3 Toksikologi Ginjal

Organ ginjal sebagai sasaran toksikan Selain hati, ginjal merupakan organ

sasaran utama dari efek toksik. Hal ini disebabkan urin/ginjal adalah merupakan

jalur utama ekskresi toksikan sehingga volume aliran darah yang mengandung

toksikan cukup besar dan terjadi akumulasi toksikan pada filtrate glomerolus,

melewati sel-sel tubulus dan terjadi melewati sel-sel tubulus dan terjadi

bioaktivasi to bioaktivasi toksikan tertentu. ksikan tertentu.

Kerusakan yang dapat terjadi pada Ginjal/nefron.

2.3.1 Mekanisme

1. Glomerolus

a. Siklosporin, amfoterisin B dan gentamisin, mengurangi filtrasi

glomerulus mengakibatkan vasokontriksi renal.

b. Antibiotika puromisin meningkatkan permeabilitas glomerolus terhadap

protein seperti albumin.


11

c. Kerusakan pada glomerolus bias juga terjadi melalui proses autoimun,

dimana toksikan seperti logam berat, hidrokarbon, penisilamin dan

kaptopril berperan sebagai hapten yang menyerang protein tertentu

membentuk antigen lengkap, kemudian menstimulasi respon imun

sehingga terbentuk antibodi. Komplek antigen antibodi yang terbentuk

akan merusak sel glomerolus..

2. Tubulus Proksimal

Terjadinya absorpsi dan sekresi aktif ditubulus proksimal menyebabkan

tingginya kadar toksikan ditubulus proksimal. Selain itu kadar sitokrom P-450

pada tubulus proksimal lebih tinggi untuk mendetoksifikasi atau mengaktifkan

toksikan. Hal ini menyebabkan tempat ini merupakan sasaran efek toksik.Logam

berat seperti Cd, Hg, Pb, Cr dapat mengubah fungsi tubulus yang ditandai dengan

glukosuria, aminoasiduria, dan poliuria. Pada dosis yang tinggi logam berat

menyebabkan kematian sel, peningkatan BUN, dan anuria. Sefaloridin tidak

disekresi oleh tubulus proksimal tapi ditumpuk dalam sel tubulus proksimal tapi

ditumpuk dalam sel sehingga sehingga menyebabkan kerusakan. menyebabkan

kerusakan.

3. Loop Henle

Tubulus distal dan Tubulus Pengumpul Tetrasiklin dan amfoterisin B

mempengaruhi tubulus distal dan mengakibatkan berkurangnya keasaman urin

(salah satu fungsi tubulus ini adalah sekresi H+).Kerusakan –kerusakan pada

tubulus diperantarai oleh metabolit toksik fluorida. Metoksi fluran menyebab kan

kerusakan pada tubulus proksimal, loop henle, tubulus distal juga tubulus
12

pengumpul. Aspirin dan fenasetin dapat menyebabkan gagal ginjal kronis dengan

efek toksik ginjal kronis dengan efek toksik pada medulla yaitu pada medulla

yaitu Loop henle, tubulus pengumpul da Loop henle, tubulus pengumpul dan vasa

recta..

2.3.2 Penyakit Ginjal Akibat Paparan Kimia

1. Timah (Pb)

Paparan berlebihan timah (Pb) dapat menyebabkan efek nefrotoksik akut atau

kronis.  Nefropati  Nefropati Pb akut dicirikan dicirikan oleh defisit defisit

fungsional fungsional umum mekanisme mekanisme transportasi transportasi

tubular tubular (Sindrom Fanconi) dan secara morfologis dengan munculnya

perubahan degeneratif di epitel tubular dan nuclear inclusion tubular dan nuclear

inclusion bodies yang meng bodies yang mengandung protein k andung protein

kompleks Pb. ompleks Pb. Efek ini, y Efek ini, yang  biasanya r  biasanya

reversibel eversibel dengan terapi dengan terapi khelasi, khelasi, seperti seperti

yang telah yang telah dilaporkan te dilaporkan terutama pada anak- pada

anakanak. Nefropati Pb kronis adalah penyakit ginjal irreversible  yang

berkembang selama  beberapa bulan  beberapa bulan atau beberapa ta beberapa

tahun karena hun karena paparan paparan berlebihan dan berlebihan dan mungkin

terkait mungkin terkait dengan gout dan hipertensi. Ini telah dilaporkan pada

orang dewasa yang secara tidak sengaja menelan cat bertimbal selama masa

kanak-kanak (Queensland, Australia), yang mengkonsumsi alkohol ("moonshine

whiskey"), atau "), atau yang terpapar timah terpapar timah sejak lama. sejak

lama. Pada dewasa, Pb nefropati terjadi karena proresivitas tubulointerstitial


13

nefritis yang sulit didiagnosis di awal. Pada kasus nefropati Pb akut yang tidak

terdapat kelainan pada urin mudah dideteksi dengan tes dipsticks. Pengujian

mengevaluasi filtrasi glomerulus rate (kreatinin, nitrogen urea darah, atau serum

kreatinin) adalah cara paling utama yang dapat digunakan untuk mendeteksi

kelainan ginjal yang disebabkan oleh paparan Pb di tempat kerja. Tapi jika kerja.

Tapi jika hasil tes ini abnormal, tes ini abnormal, maka nefropati telah mencap

maka nefropati telah mencapai fase ai fase irreversible yang dapat menyebabkan

insufisiensi ginjal.Paparan berat timah (timah dalam darah> 150 mg / dL) secara

teratur menghasilkan sindrom Fanconi reversibel pada manusia berkaitan dengan

karakteristik asam-cepat badan inklusi intranuklear pada sel tubulus proksimal.

Munculnya akut aminoaciduria, glikosuria, fosfaturia, dan proteinuria tubulus

tidak terlalu penting dalam kasus ensefalopati timah fatal. Berbeda dengan

Sindrom Fanconi, neuropati perifer, kolik, ensefalopati dan anemia keracunan

timah akut, paparan jangka panjang kerja (> 3 tahun) menyebabkan hipertensi,

asam urat, dan nefritis interstisial. Timah tampaknya menjadi faktor risiko

independen untuk tekanan darah tinggi bahkan tanpa adanya gagal ginjal.

2. Cadmium (Cd)

Paparan kadmium dapat menyebabkan gagal ginjal. Akumulasi dari pajanan

kadmium dan konsentrasinya di ginjal dapat dinilai dengan mengukur kadar

kadmium dalam urin. Tanda awal gagal ginjal yang diinduksi cadmium adalah

proteinuria tubular, biasanya terdeteksi dari peningkatan ekskresi low molecular

weight proteins  dalam urin, seperti A2- mikroglobulin, retinol binding protein

(RBP), protein HC (A1-mikroglobulin), atau enzim N-asetil-â-glucosaminidase


14

(NAG). Jika paparan cadmium berlanjut disfungsi tubular dan kerusakan

glomerulus dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat lebih parah.

Juga, efek sekunder pada metabolisme tulang dan kalsium dapat terjadi

menyebabkan batu ginjal, dan dalam kasus-kasus keracunan kadmium yang parah

dapat ditemukan osteoporosis dan osteomalacia bahkan penyakit itai-itai sebagai

stage akhir. Cadmium juga dapat menyebabkan penyakit nefritis interstisial. Tidak

seperti nefropati karena timbal, paparan cadmium tidak berkaitan dengan

hipertensi atau asam urat. Kadmium awalnya menumpuk di hati dan kemudian

ditransfer ke ginjal terikat pada protein  pembawa, metallothionein. Hal ini

terakumulasi dalam lisosom oleh endositosis dalam sel tubulus proksimal.

Pelepasan enzim lisosomal diyakini bertanggung jawab atas kerusakan tubulus.

Nefritis interstisial kronis yang disebabkan oleh kadmium ditandai oleh sindrom

Fanconi disertai dengan g Fanconi disertai dengan gejala klinis penting yaitu ejala

klinis penting yaitu kelainan reabsorpsi kals kelainan reabsorpsi kalsium dan

fosfor di ium dan fosfor tubulus proksimal.

3. Merkuri (Hg)

Ginjal adalah salah satu organ yang menjadi target utama dari paparan uap

merkuri. Efek pada glomerulus dan efek tubular telah dilaporkan. Efek pada

glomerulus berkisar dari  peningkatan  peningkatan prevalensi prevalensi berat

molekul molekul proteinuria proteinuria pada sindrom sindrom nefrotik. nefrotik.

Perubahan Perubahan tubular tubular dilaporkan terdiri peningkatan ekskresi

enzim dalam urin (misalnya, Nacetylglucosaminidase, fl-galaktosidase) atau

retinol binding protein (RBP). Beberapa  penelitian,  penelitian, telah gagal untuk
15

menemukan menemukan tanda-tanda tanda-tanda gangguan gangguan pada

tubulus tubulus ginjal atau glomerulus, mungkin karena paparan merkuri dengan

dosis rendah. Gejala utama setelah paparan lingkungan atau pekerjaan untuk

merkuri adalah neurologis, meskipun acrodynia masih sesekali ditemui pada bayi

setelah aplikasi salep merkuri untuk ruam kulit. Pajanan dasar merkuri dengan

konsentrasi urin lebih dari 50 μg/L yang berhubungan dengan peningkatan alkali

fosfatase alkali pada intestinal dan ekskresi  NAG, tetapi sedikit meningkat pada

enzim  NAG, tetapi sedikit meningkat pada enzim lain LMWP lain LMWP ginjal,

atau prostaglandin. Proteinuria ginjal, atau prostaglandin. Proteinuria tubular

setelah terpapar unsur merkuri adalah reversibel. Tidak ada bukti bahwa

proteinuria tubular memprediksi perkembangan sindrom nefrotik gagal ginjal

setelah terpapar merkuri.

4. Arsen (AsH3)

Arsen adalah bahan umum insektisida, yang dapat tertelan tanpa sengaja atau

sengaja. Keracunan akut yang Keracunan akut yang parah dapat parah dapat

menyebabkan kolaps kardiov menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan gagal

ginjal askuler dan gagal ginjal akut.  Nekrosis  Nekrosis tubular tubular akut juga

dapat diakibatkan diakibatkan dari paparan paparan gas arsen dalam kecelakaan

kecelakaan industri. industri. Arsen, dig Arsen, digunakan sebagai g sebagai gas

beracun as beracun dalam perang dalam perang dunia I, dunia I, yang berwujud

berwujud gas tidak berwarna, tidak berbau, berevolusi ketika arsenicals

bercampur dengan asam. Inhalasi arsen dapat mengakibatkan hemolisis masif,

hematuria, ikterus, dan nyeri perut selama  beberapa  beberapa hari. Hemodialisis
16

Hemodialisis diperlukan, dan diperlukan, dan tranfusi tranfusi mungkin dapat

mungkin dapat menyelamatkan menyelamatkan nyawa, menghilangkan

menghilangkan kompleks hemoglob kompleks hemoglobin arsenik dari in arsenik

dari sirkulasi. Pemulihan tidak sirkulasi. Pemulihan tidak lengkap dari lengkap

dari nekrosis tubular ak nekrosis tubular akut mengakibatkan ut mengakibatkan

nefritis tubulointerstitial kronis nefritis tubulointerstitial kronis pada beb pada

beberapa korban erapa korban yang masih hidup. Arsen terutama hemotoxic dan

merupakan agen hemolitik kuat setelah terkena akut atau kronis. Tanda-tanda

pertama keracunan adalah malaise, kram perut, mual, dan muntah, hal ini dapat

terjadi segera atau tertunda hingga 24 jam. Gagal ginjal hasil akibat dari nekrosis

tubular akut dari nekrosis tubular akut sekunder hingga hemoglob sekunder

hingga hemoglobinuria

5. Kromium (Cr)

Oliguria pada gagal ginjal akut dan nekrosis tubular terjadi setelah

penyerapan besar kromium heksavalen dalam bentuk kromat atau dikromat. Gagal

ginjal disebabkan oleh kromium trivalen. Kromium secara selektif terakumulasi

dalam tubulus proksimal, tetapi ada sedikit bukti dari penyakit ginjal kronis akibat

pajanan biasa. Proteinuria tubular berkurang dengan tidak adanya penyaringan

glomerular. Telah dilaporkan ketika urin kromium melebihi 15 μg/g kreatinin

dalam chromeplatters. Tapi temuan negatif dari rasio odds 2,7 untuk  pajanan

kromium  pajanan kromium dalam studi dalam studi kasus-kontrol dari kasus-

kontrol dari gagal ginjal gagal ginjal kronis tetap kronis tetap menjamin evaluasi
17

menjamin evaluasi lebih lanjut dari paparan lingkungan untuk kromium yang

berhubungan dengan penyakit ginjal kronis

6. Uranium (U)

Tidak jelas saat ini apakah uranium bertanggung jawab untuk penyakit ginjal

yang signifikan terkait dengan lingkungan pekerjaan. Penyerapan sejumlah kecil

uranium dalam waktu lama dapat menghasilkan penyakit ginjal kronis interstisial.

Studi yang cermat terhadap para pekerja di sebuah pabrik penyulingan uranium

menunjukkan peningkatan B2- mikroglobulin pada ekskresi urin, suatu bentuk

proteinuria berhubungan dengan penyakit ginjal interstisial. Garam uranium, bila

diberikan secara intravena, sangat nephrotoxic dan dapat mengakibatkan nekrosis

tubular pada ginjal.


BAB III PENUTUP

Dalam bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan dan saran terhadap

pembahasan di atas.

3.1 Kesimpulan

Dari makalah di atas, dapat diambil kesimpulan, yaitu:

Bahan toksik yang masuk melalui saluran pernapasan menuju paru-paru akan

diserap oleh alveolus paru-paru. Toksisitas hati adalah toksisitas pada hati, saluran

empedu, dan kantung empedu. Karena peredaran darah menyebar luas dan

berperan penting pada metabolisme, hati sangat rentan dengan xenobiotik

(senyawa asing yang masuk ke dalam tubuh). Sebagian besar toksikan memasuki

tubuh melalui system gastrointestinal,dan setelah diserap,toksikan dibawa oleh

vena porta hati ke hati. ginjal merupakan organ sasaran utama dari efek toksik.

Hal ini disebabkan urin/ginjal adalah merupakan jalur utama ekskresi toksikan

sehingga volume aliran darah yang mengandung toksikan cukup besar.

3.2 Saran

Dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan dapat diambil saran,

yaitu;

Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali

kesalahan dan sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan

terus memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber yang dapat

dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.

18
Daftar Pustaka

https://pdfcoffee.com/makalah-toksikologi-inhalasidocx-pdf-free.html

https://zdocs.tips/doc/makalah-toksikan-isti-36oeq3e0dlpl

https://www.scribd.com/document/260338286/makalah-toksikologi-hati

https://www.fkm.ui.ac.id/wp-

content/uploads/2021/files/Buku_Toksikologi_Industri.pdf

19

Anda mungkin juga menyukai