SEMESTER VII
KESEHATAN LINGKUNGAN
Disusun Oleh :
Kelompok 2
MANADO
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala tuntunan-Nya sehingga
penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengertian Taksonomi dan
Peranan Binatang Pengganggu dalam Kesehatan” ini dalam bentuk maupun isinya
yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Makalah ini penyusun akui masih banyak kekurangan karena pengetahuan yang
dimiliki masih sangat kurang. Oleh karena itu, penyusun berharap kepada para
pembaca agar kiranya memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
ii
Kehidupan Manusia.......................................................................................................4
3.1 Kesimpulan............................................................................................................13
3.2 Saran......................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Taksonomi ?
2. Bagaimana peranan binatang pengganggu dalam kesehatan ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
b. Melalui udara
c. Melalui makanan dan air
d. Melalui hewan
e. Melalui vektor arthropoda (Chandra,2003)
Vektor penyakit dari arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit
dikenal sebagai arthropod – borne diseases atau sering juga disebut sebagai
vector – borne diseases.
Binatang Pengganggu atau pembawa penyakit adalah “Binatang selain
artropoda yang dapat menularkan, memindahkan, dan/atau menjadi sumber
penular penyakit” (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 50 tahun 2017 tentang
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan & Persyaratan Kesehatan Untuk
Vektor & Binatang Pembawa Penyakit & Pengendaliannya).
4
bacteria yang ditularkan oleh lalat rumah. Diantaranya adalah
salmonellatyphosa, species lain dari salmonella, Escherichia coli, dan Shigella
dysentry yang paling sering ditemui dan paling penting. alat rumah dapat
merupakan vektor dar iagen penyakit tuberculosis, anthra;, tularemia, dan
brucellosis.
5
Nyamuk akan istirahat pada tempat-tempat yang gelap dan sejuk apabila
sudah menghisap darah, sampai proses penyerapan darah untuk
perkembangan telur selesai. Nyamuk akan mencari tempat berair untuk
meletakan telurnya, kemudian bertelur dan kemudian nyamuk akan mulai
mencari darah lagi untuk siklus bertelur berikutnya (Soegijanto, 2006).
d. Kebiasaan berkembangbiak (Breeding Habit)
Aedes aegypti berkembangbiak di dalam tempat penampungan air
seperti bak mandi, tempayan, drum, vas bunga, dan barang bekas yang dapat
menampung air hujan di daerah urban dan suburban (Soegijanto, 2006).
e. Tata cara Pengendalian Nyamuk dengan larvasida, pengasapan, dan spraying.
Pengasapan (Fogging ) Pengasapan atau fogging
Dengan menggunakan jenis insektisida misalnya, golongan
organophospat atau pyrethroid synthetic (Supartha, 2008). Contohnya,
malathion dan fenthoin, dosis yang dipakai adalah 1 liter malathion 95% EC +
3 liter solar. Pengasapan dilakukan pada pagi antara jam 07.00-10.00 dan sore
antara jam 15.00-17.00 secara serempak (Depkes RI, 2004). Penyemprotan
dilakukan dua siklus dengan interval 1 minggu. Pada penyemprotan pertama,
semua nyamuk yang mengandung virus dengue (nyamuk infentif) dan
nyamuk lainnya akan mati. Penyemprotan kedua bertujuan agar nyamuk baru
yang infektif akan terbasmi sebelum sempat menularkan kepada orang lain.
Dalam waktu singkat, tindakan penyemprotan dapat membatasi penularan,
akan tetapi tindakan ini harus diikuti dengan pemberantasan terhadap
jentiknya agar populasi nyamuk penular dapat tetap ditekan serendah-
rendahnya (Chahaya, 2005).
Repelen
Repelen yaitu bahan kimia atau non-kimia yang berkhasiat mengganggu
kemampuan insekta untuk mengenal bahan atraktan dari hewan atau manusia.
Dengan kata lain, bahan itu berkhasiat mencegah nyamuk hinggap dan
menggigit. Bahan tersebut memblokir fungsi sensori pada nyamuk. Jika
digunakan dengan benar, repelen nyamuk bermanfaat untuk memberikan
6
perlindungan pada individu pemakainya dari gigitan nyamuk selama jangka
waktu tertentu (Kardinan, 2007). Nyamuk dalam mengincar mangsanya lebih
mengandalkan daya cium dan panas tubuh calon korbannya. Daya penciuman
itulah yang menjadi target dalam menghalau nyamuk (Diah, 2008).
2) Nyamuk Anopheles
Bionomi Anopheles Perilaku Berkembang Biak nyamuk Anopheles
betina mempunyai kemampuan memilih tempat perindukan atau tempatuntuk
berkembang biak yang sesuai dengan kesenangan dan kebutuhannya ada
spesies yangsenang pada tempat-tempat yang kena sinar matahari langsung
ada pula yangsenang pada tempat-tempat teduh. Speies yang satu berkembang
dengan baik diair payau,campuran tawar dan air laut) misalnya dan seterusnya
oleh Karen perilaku berkembang biak ini sangat bervariasi, maka diperlukan
suatu survai yang intensif untuk inentarisasi tempat perindukan, yang sangat
diperlukan dalam program pemberantasan.kepadatan populasi nyamuk
Anopheles sangat dipengaruhi oleh musim tanam padi. entik-jentik nyamuk
ini mulai ditemukan di sawah kira-kira pada padi berumur 2 minggu setelah
tanamdan paling banyak ditemukan pada saat tanaman padi mulai berbunga
sampai menjelang panen.di daerah yang musim tanamnya tidak serempak dan
sepanjang tahun ditemukan tanaman padi pada berbagai umur, maka nyamuk
ini ditemukan sepanjang tahun dengan dua puak kepadatan yang terjadi
sekitar bulan februari-april dan sekitar bulan juli-agustus.
Pengendalian nyamuk anopheles penyebab penyakit malaria seharusnya
pengendaliannya ditujukan untuk memutuskan rantai penularan antara
Host,Agent. Dan evironment, pemutusan rantai penularan ini harus ditujukan
kepada sasaran yang tepat, yaitu dengan pemberantasan vektor.
penanggulangan vektor dilakukan dengan cara membunuh nyamuk dewasa
(penyemprotan rumah dengan Insektisida). Dengan di bunuhnya nyamuk
maka parasit yang ada dalam tubuh, pertumbuhannya di dalam tubuh tidak
selesai, sehingga penyebaran transmisi penyakit dapat terputus. Demikian
7
juga kegiatan anti jentik dan mengurangi atau menghilangkan tempat-tempat
perindukan, sehingga perkembangan jumlah nyamuk dapat dikurangi dan
akan berpengaruh terhadap terjadinya transmisi penyakit malaria.
3) Tikus
Tikus adalah salah satu hama yang banyak menimbulkan ganguan/kerugian
baik pada area perkebunan, pertanian, pergudangan, pabrik pengolahan
makanan, transportasi, supermarket, perhotelan, restoran, perkantoran sampai
ke rumah tinggal. Berikut ini kerugian yang ditimbulkan oleh tikus :
a. Merusak fasilitas/konstruksi gedung, mengerat pintu, melubangi plafon,
mengerat kabel sehingga menimbulkan resiko arus pendek.
b. Merusak material di tempat penyimpanan baik dari segi kualitas dan
kuantitas.
c. Menularkan berbagai bibit penyakit pada hewan dan manusia antara lain :
Plague yang disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis.
Murine Typus yang disebabkan oleh organisme ricketsial sejenis bakteri.
Salmonelllosis (keracunan makanan) yang disebabkan oleh bakteri.
Rat-bite Fever(demam akibat gigitan tikus) yang disebabkan oleh bakteri
Streptobacillis monoliformis yaitu pada air liur tikus.
Leptospirosis yang disebakan oleh bakteri Leptospira menyebar melalui
urine tikus.
Merusak estetika karena menimbulkan kesan daerah tersebut jorok, kotor
dan tidak sehat.
Upaya Pengendalian Tikus :
a. Sanitasi, Yaitu dengan menjaga kebersihan lingkungan dari ceceran makanan
dan minuman sehingga makan dan minuman tersebut tidak tersedia bagi tikus.
b. Rodent, Yaitu melakukan penutupan terhadap jalur – jalur yang dapat dilalui
oleh tikus untuk masuk kedalam bangunan.
c. Harborage Removel ( pemindahan dan penghilangan sarang )
8
d. Penggunaan perangkap ( Trapping ) Biasanya digunakan Live Traps atau
Glue Traps pada area yang tidak memungkinkan penggunaan bahan kimia.
e. Cara Kimiawi ( Rodentisida ) Yaitu dengan menggunakan racun akut
(efeknya cepat) dan atau racun kronis/anti koagulan (efeknya lambat) dengan
system pengendalian 3 Ring yaitu : 1. Ring 1 yaitu pemasangan Rodent Bait
station ( RBS) pada sepanjang sisi dalam pagar dengan jarak 20 – 25 meter. 2.
Ring 2 yaitu pemasangan RBS pada sepanjang sisi luar dinding bangunan
dengan jarak 15 – 20 meter. 3. Ring 3 yaitu pemasangan bait station pada area
dalam bangunan dengan jarak 8 – 10 meter baik dengan menggunakan
trapping maupun rodentisida (tergantung kondisi dan kegunaan fasilitas ).
4) Lalat
Lalat termasuk dalam kelompok serangga yang berasal dari subordo
Cyclorrapha dan ordo Diptera. Secara morfologi, lalat mempunyai struktur
tubuh berbulu, mempunyai antena yang berukuran pendek dan mempunyai
sepasang sayap asli serta sepasang sayap kecil (berfungsi menjaga kestabilan
saat terbang). Lalat mampu terbang sejauh 32 km dari tempat
perkembangbiakannya. Meskipun demikian, biasanya lalat hanya terbang 1,6-
3,2 km dari tempat tumbuh dan berkembangnya lalat. Lalat juga dilengkapi
dengan sistem penglihatan yang sangat canggih, yaitu adanya mata majemuk.
Sistem penglihatan lalat ini terdiri dari ribuan lensa dan sangat peka terhadap
gerakan. Bahkan ada beberapa jenis lalat yang memiliki penglihatan tiga
dimensi yang akurat. Model penglihatan lalat ini juga menjadi “ilham” bagi
ilmuwan kedokteran untuk menciptakan sebuah alat pencitraan (scan) baru.
Mata lalat dapat mengindra getaran cahaya 330 kali per detik. Ditinjau dari
sisi ini, mata lalat enam kali lebih peka daripada mata manusia.
Pada saat yang sama, mata lalat juga dapat mengindra frekuensi-
frekuensi ultraviolet pada spektrum cahaya yang tidak terlihat oleh kita.
Perangkat ini memudahkan lalat untuk menghindar dari musuhnya, terutama
di lingkungan gelap. Beberapa jenis lalat dapat menyerang suatu peternakan.
9
Namun 95% jenis lalat yang sering ditemukan dipeternakan ialah lalat rumah
(Musca domestica) dan little house fly (Fanny canicularis). Jenis lalat lainnya
seperti lalat buah (Lucilia sp.), lalat sampah berwana hitam (Ophyra
aenescens) maupun lalat pejuang (soldier flies) juga sering mengganggu
lingkungan peternakan.
a. Siklus hidup lalat
Siklus hidup semua lalat terdiri dari 4 tahapan, yaitu telur, larva,
pupa dan lalat dewasa. Lalat dewasa akan menghasilkan telur berwarna
putih dan berbentuk oval. Telur ini lalu berkembang menjadi larva
(berwarna coklat keputihan) di feses yang lembab (basah). Setelah larva
menjadi dewasa, larva ini keluar dari feses atau lokasi yang lembab
menuju daerah yang relatif kering untuk berkembang menjadi pupa. Dan
akhirnya, pupa yang berwarna coklat ini berubah menjadi seekor lalat
dewasa. Pada kondisi yang optimal (cocok untuk perkembangbiakan
lalat), 1 siklus hidup lalat tersebut (telur menjadi lalat dewasa) hanya
memerlukan waktu sekitar 7-10 hari dan biasanya lalat dewasa memiliki
usia hidup selama 15-25 hari.
Dalam waktu 3-4 hari, seekor lalat betina mampu menghasilkan telur
sebanyak 500 butir. Dengan kemampuan bertelur ini, maka dapat
diprediksikan dalam waktu 3-4 bulan, sepasang lalat dapat beranak- pinak
menjadi 191,01 x 1018 ekor (dengan asumsi semua lalat hidup). Bisa kita
bayangkan, dengan kemampuan berkembang biak lalat tersebut dapat
memberikan ancaman tersendiri.
b. Pengendalian lalat
Setelah mengetahui akibat berkembangnya lalat di peternakan kita,
sudah merupakan suatu kebutuhan bahwa kita harus bisa mengendalikan
lalat tersebut. Sudah barang tentu, pengendalian lalat ini membutuhkan
teknik yang tepat. Jika tidak, bukan tidak mungkin garagara lalat ini kita
akan mengalami kerugian yang besar bahkan ditutupnya usaha kita. Lalat
tergolong salah satu insect atau serangga yang “bandel”. Keberadaannya
10
di kandang sangat mudah ditemui, terlebih lagi saat musim penghujan.
Beberapa hal yang menjadikan lalat bandel, ialah :
Mobilitas lalat sangat tinggi karena dilengkapi dengan sepasang sayap
sejati (asli) dan sepasang sayap kecil (yang menstabilkan terbang
lalat).
Lalat mempunyai sistem penglihatan yang sangat baik, yaitu mata
majemuk yang tersusun atas lensa optik yang sangat banyak sehingga
lalat mempunyai sudut pandang yang lebar. Kepekaan penglihatan
lalat ini 6 x lebih besar dibandingkan manusia. Selain itu, lalat juga
dapat mengindra frekuensi-frekuensi ultraviolet pada spetrum cahaya
yang tak terlihat oleh manusia. Dengan dua kemampuan ini (mobilitas
dan penglihatan), lalat dapat dengan mudah mengubah arah geraknya
seketika saat ada bahaya yang mengancam dirinya.
Lalat mempunyai kemampuan berkembang biak yang cepat dan dalam
jumlah yang banyak. Terlebih lagi jika kondisi lingkungan cocok bagi
perkembangbiakan lalat.
Melihat ketiga kemampuan lalat tersebut, maka diperlukan teknik
khusus untuk mengatasi atau membasmi lalat. Langkah pengendalian lalat
pun harus dilakukan secara komprehensif (menyeluruh) dan terintegrasi.
Langkah pengendalian lalat secara garis besar ialah kontrol manajemen,
biologi, mekanik dan kimia.
Kontrol Manjemen
Penanganan feses dengan baik sehingga feses tetap kering
merupakan teknik pengendalian lalat yang paling efektif. Kita tahu,
feses yang lembab menjadi tempat perkembangbiakan lalat yang
sangat baik (termasuk tempat perkembangbiakan bibit penyakit).
Dalam 0,45 kg feses yang lembab dapat dijadikan tempat berkembang
biak (melangsungkan siklus hidup) 1.000 ekor lalat. Feses yang baru
dikeluarkan oleh ayam yang memiliki kadar air sebesar 75-80%
merupakan kondisi ideal bagi perkembangbiakan lalat. Feses ini harus
11
segera diturunkan kadar airnya menjadi 30% atau kurang untuk
mencegah perkembangbiakan lalat.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghambat
perkembangbiakan lalat ialah :
1. Membersihkan feses minimal setiap minggu sekali. Hal ini
berdasarkan lama siklus hidup lalat, dimana lalat bertelur setiap
seminggu sekali
2. Berikan ransum dengan kandungan zat nutrisi yang sesuai,
terutama kandungan protein kasar dan garam. Ransum dengan
kandungan protein kasar dan garam yang tinggi dapat memicu
ayam minum banyak sehingga feses menjadi encer (basah)
3. Jika perlu tambahkan batu kapur maupun abu pada litter sehingga
dapat membantu mengembalikan kemampuan tanah menyerap air
4. Hati-hati saat penggantian atau pengisian tempat minum. Jangan
sampai air minum tumpah. Selain itu perhatikan kondisi tempat
minum atau paralon dan segera perbaiki kondisi genting yang
bocor
5. Jika feses akan disimpan, keringkan feses terlebih dahulu (kadar
air < 30%) dengan cara dijemur diterik matahari (jika
memungkinkan). Feses yang disimpan dalam kondisi lembab bisa
mempercepat perkembangbiakan larva lalat
6. Perhatikan sistem sirkulasi udara (ventilasi). Kondisi ventilasi
kandang yang baik dapat mempercepat proses pengeringan feses
7. Lakukan perbaikan pada atap yang bocor.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Taksonomi adalah teori dan praktek klasifikasi organisme. Sedangkan
Binatang Pengganggu atau pembawa penyakit adalah Binatang selain artropoda
yang dapat menularkan, memindahkan, dan/atau menjadi sumber penular
penyakit.
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentu dapat di pertanggung
jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa
untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di
jelaskan dan sangat di harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah di
kemudian hari.
13
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, N. (2004). Taxonomy, Biology’s first ontology, and the Tree of Life,
Biology’s grandest endeavour. http://www.iscb.org/ismb2004/posters/
n.anwarATudcf.gla.ac.uk_836.html. (24 Nopember 2007)
Budiman dan Suyono. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Konteks Kesehatan
Lingkungan.Jakarta : EGC
Mayr, E. and P.D. Ashlock. (1991). Principles of Systematic Zoology. 2nd Edition.
New York: Mc-Graw-Hill Inc.
14
Peraturan Pemerintah RI Nomor 66 tahun 2014 tentan Kesehatan Lingkungan.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 50 tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu
Kesehatan Lingkungan & Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor & Binatang
Pembawa Penyakit & Pengendaliannya.
Pough, H., Janis, C.M., Heiser, J.B. (2002). Vertebrate Life. 6th Edition. New Jersey:
Prentice Hall.
15