Anda di halaman 1dari 32

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

LAPORAN MINI PROJECT

“GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI DAN TINGKAT

HIGINE SANITASI LINGKUNGAN BALITA PENDERITA INFEKSI SALURAN

PERNAPASAN AKUT DI PUSKESMAS PERUMNAS TAHUN 2023”

Disusun Oleh :
dr. Livia Kusnandir

Dokter Pendamping :
dr. Asmawati

UPT PUSKESMAS PERUMNAS


DINAS KESEHATAN KOTA KENDARI
2023
DAFTAR ISI

SAMPUL .....................................................................................................

DAFTAR ISI ................................................................................................

BAB I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..............................................................................

B. Rumusan Masalah .........................................................................

C. Tujuan Penelitian ..........................................................................

D. Manfaat Penelitian ........................................................................

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Umum Kepustakaan .........................................................

1. Definisi ..................................................................................

2. Epidemiologi .........................................................................

3. Klasifikasi ..............................................................................

4. Etiologi ..................................................................................

5. Faktor Resiko...........................................................................

6. Patofisiologi ...........................................................................

7. Manifestasi klinis ...................................................................

8. Penatalaksanaan .....................................................................

9. Pencegahan ............................................................................

BAB III METODE PENGUMPULAN DATA, PERENCANAAN DAN PEMILIHAN

INTERVENSI

A. Jenis Dan Rancangan Penelitian ..............................................


B. Waktu dan Tempat Pengumpulan Data ....................................

C. Populasi dan Sampel................................................................

1. Populasi......................................................................

2. Sampel .......................................................................

D. Jenis Dan Cara Pengumpulan Data ..........................................

E. Pengolahan Data......................................................................

F. Etika Penelitian..................................................................

BAB IV.PROFIL PUSKESMAS

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian .......................................................................

B. Diskusi ....................................................................................

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ......................................................................

B. Saran................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses infeksi akut yang

berlangsung selama 14 hari yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang

salah satu bagian atau lebih dari saluran pernapasan mulai dari hidung (saluran atas)

hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga

telinga tengah dan pleura. Penyakit ini merupakan penyebab utama penyakit akut di

seluruh dunia dan bertanggung jawab terhadap kematian sekitar 3,9 juta anak setiap

tahun di seluruh dunia. Selain itu, dilaporkan bahwa di negara berkembang seperti

Bangladesh, India, Indonesia dan Nepal terjadi kematian akibat ISPA secara global

sekitar 40%. Kematian ISPA sekitar 90% karena pneumonia. Secara global

pneumonia bertanggung jawab atas morbiditas dan mortalitas yang tinggi diantara

anak- anak di bawah usia 5 tahun dan WHO memperkirakan kejadian pneumonia

klinis di India menyumbang 36% dari total beban regional di Asia Tenggara.

Persentase kematian yang disebabkan oleh ISPA adalah antara 2 kali sampai 6

kali lebih tinggi di negara-negara kurang berkembang dibanding di negara maju.

Beberapa faktor resiko yang dapat dicegah dari pneumonia yang terjadi di masyarakat

seperti kurangnya pemberian ASI eksklusif untuk 6 bulan pertama kehidupan,

pemberian makan gratis yang tidak tepat, anemia defisiensi besi, kekurangan gizi, dan

polusi udara dalam ruangan harus ditangani secara memadai. Masyarakat perlu

mengetahui dan gejala pneumonia yang didapat masyarakat dan bahayanya sehingga

keterlambatan dalam pencarian perawatan dan pengobatan yang memenuhi syarat

dapat dihindari, untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan ≤25 di bawah

lima kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2030 (Yadav dan Awasthi, 2016).
Anak- anak di negara Afrika sub sahara yang mengalami kekurangan gizi dari

kategori sosioekonomi yang lebih rendah lebih mungkin menderita ISPA

(Geberetsadik dkk, 2015).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) menempati urutan pertama penyakit

yang diderita pada kelompok bayi dan balita di Indonesia, dan sekitar 25,5%

prevalensi ISPA di Indonesia dengan morbiditas pneumonia pada bayi 2,2% dan pada

balita 3% sedangkan mortalitas pada bayi 23,8% dan balita 15,5%.

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai ujung tombak pelayanan

kesehatan masyarakat merupakan salah satu tataran pelaksanaan pendidikan dan

pemantauan kesehatan masyarakat. Pemantauan dan pencegahan ISPA merupakan

kerjasama antara petugas kesehatan dengan masyarakat.

Mengingat pentingnya pengetahuan penyakit ISPA pada masyarakat, sehingga

diperlukan pengetahuan dasar yang memadai pada masyarakat dalam mencegah

terjadinya penyakit ISPA. Atas latar belakang tersebut dilaksanakan mini project

berupa penelitian untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi terjadi penyakit

ISPA pada balita, seberapa jauh masyarakat mengetahui kejadian penyakit ISPA

beserta intervensi dini pada anak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan

penelitian ini adalah:

1. Apa saja faktor- faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita di

Puskesmas Perumnas ?
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita

sehingga diharapkan dapat menjadi dasar dalam melakukan intervensi untuk

menurunkan prevalensi penyakit ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Perumnas.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan gizi ibu dan tingkat higine sanitasi
lingkungan pada responden dengan balita yang mengalami ISPA sehingga
diharapkan dapat menjadi dasar dalam melakukan intervensi untuk
menurunkan prevalensi penyakit ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Perumnas.
b. Untuk mengetahui gambaran karaktristik sampel yang meliputi berat badan
lahir dan status gizi
D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi Penulis

a. Berperan serta dalam upaya intervensi pencegahan penyakit ISPA pada balita

b. Mengaplikasikan pengetahuan mengenai intervensi pencegahan penyakit ISPA

pada balita.

c. Melaksanakan mini project dalam rangka program internship dokter Indonesia

2. Manfaat bagi Puskesmas

a. Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita sehingga

dapat diketahui inteervensi yang tepat untuk mencegah kejadian ISPA pada balita.

b. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Perumnas dalam peningkatan pelayanan

kesehatan baik dalam hal penatalaksanaan kepada pasien balita ISPA dilakukan

secara holistik dan komprehensif serta mempertimbangkan aspek keluarga dalam

kesembuhan, maupun pencegahan penularan penyakit ISPA.


3. Manfaat bagi Masyarakat

a. Membantu meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pencegahan penyakit

ISPA pada balita

b. Keluarga menjadi lebih memahami mengenai masalah kesehatan yang ada dalam

lingkungan keluarga.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah kelompok penyakit heterogen dan

kompleks yang disebabkan oleh berbagai patogen yang menyerang saluran napas dari

faring ke alveoli. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses infeksi akut

berlangsung selama 14 hari yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah

satu bagian atau lebih dari saluran pernapasan mulai dari hidung (saluran atas) hingga

alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga

tengah dan pleura.

B. Epidemiologi

Persentase kematian yang semua disebabkan ISPA adalah antara 2 kali dan 6

kali lebih tinggi di negara-negara kurang berkembang daripada di negara maju. ISPA

merupakan penyebab sepertiga dari kematian pada anak di bawah lima tahun di negara-

negara berkembang. Serta menjadi penyebab 30-40% dari anak-anak pasien rawat jalan

dan 20-30% dari penerimaan rumah sakit. Telah terbukti bahwa ISPA mengkonsumsi

sumber daya sektor kesehatan yang signifikan dan pengobatan empiris jangka panjang

ISPA berkontribusi terhadap resistensi antibiotik di seluruh dunia. Insiden ISPA yang

dilaporkan secara keseluruhan adalah 6-8 episode selama 5 tahun pertama kehidupan

(Ujunwa dan Ezeonu, 2014).

Sedangkan untuk angka kematian akibat ISPA dan pneumonia pada tahun 1999

untuk Negara Jepang yaitu 10%, Singapura sebesar 10,6 %, Thailand sebesar 4,1 %,

dan Brunei sebesar 3,2 %. ISPA menyebabkan 40% dari kematian anak usia 1 bulan

sampai 5 tahun. Hal ini berarti dari seluruh jumlah anak umur 1 bulan sampai 4 tahun

yang meninggal, lebih dari sepertiganya meninggal karena ISPA atau diantara 10
kematian 4 diantaranya meninggal disebabkan oleh ISPA. Diperkirakan bahwa 2-5 juta

bayi dan balita di berbagai Negara setiap tahun mati karena ISPA.

Berdasarkan RISKESDAS tahun 2018, prevalensi ispa menurut diagnosis tenaga

kesehatan (nakes) adalah 4,4 persen. Prevalensi ISPA di Provinsi Sulawesi Tenggara

menurut diagnosis oleh tenaga kesehatan yaitu 1,85%. Di Puskesmas Perumnas untuk

bulan Januari – Mei 206 kasus.

C. Klasifikasi

Program P2 ISPA menyatakan bahwa klasifikasi ISPA menurut kelompok umur 2 bulan-

5 tahun yaitu:

1. Pneumonia berat, yaitu adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai penarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing),

2. Pneumonia yaitu batuk dan atau kesukaran bernapas disertai napas cepat dengan batas

napas cepat pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari tahun 1 tahun adalah 50 kali

atau lebih permenit dan 40 kali atau lebih permenit,

3. Batuk bukan pneumonia yaitu penderita batuk yang tidak disertai napas cepat dan

tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

D. Etiologi

Etiologi ISPA terdiri dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia (Trisnawati dan

Khasanah, 2013). ISPA bisa disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia. Infeksi bakterial

merupakan penyulit ISPA oleh virus terutama bila ada epidemi/ pandemi. Bakteri

penyebab ISPA misalnya dari genus Streptococcus, Haemophylus, Stafilococcus,

Pneumococcus, Bordetella, dan Corynebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain grup

Mixovirus (virus influenza, parainfluenza, respiratory syncytial virus), Enterovirus

(Coxsackie virus, echovirus), Adenovirus, Rhinovirus, Herpesvirus, Sitomegalovirus,

virus Epstein-Barr. Jamur penyebab ISPA antara lain Aspergillus sp, Candida albicans,
Blastomyces dermatitidis, Histoplasma capsulatum, Coccidioides immitis, Cryptococcus

neoformans. Selain itu ISPA pada anak disebabkan kurangnya pengetahuan dan sikap ibu

tentang ISPA.

E. Faktor Resiko

iiiiiiiPrevalensi ISPA ditentukan secara individual atau kolektif oleh sejumlah faktor,

yaitu usia, jenis kelamin, status gizi, menyusui ( jenis dan durasi), status sosial ekonomi,

kepadatan penduduk, polusi dalam ruangan, perokok pasif, dll. Faktor-faktor risiko ini

dikatakan lazim di lingkungan kita dan mungkin area intervensi dalam

mengimplementasikan program pengendalian ISPA (Ujunwa dan Ezeonu, 2014).

iiiiiiiSecara umum, ada tiga faktor risiko terjadinya ISPA, yaitu faktor individu, faktor

lingkungan, serta faktor perilaku. Faktor individu anak meliputi usia anak, jenis kelamin,

berat anak lahir, dan genetik. Faktor lingkungan meliputi pencemaran udara, kondisi fisik

rumah, dan jumlah penghuni dalam rumah. Sedangkan faktor perilaku berhubungan

dengan pecegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita, terutama

yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya, misalnya status gizi,

imunisasi, jumlah penghuni rumah, paparan asap rokok, dan perilaku mencuci tangan

(Hendrini dkk, 2015).

iiiiiiiMenurut WHO beberapa faktor yang telah diketahui mempengaruhi pneumonia dan

kematian ISPA adalah malnutrisi, pemberian ASI eksklusif kurang cukup, imunisasi tidak

lengkap, defisiensi vitamin A, BBLR, kepadatan hunian, udara yang dingin, terpapar

polusi udara oleh asap rokok dan gas beracun (Malik dkk, 2015).
iiiiiiiMenurut Desiyana (2017) faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA yaitu:

a. Faktor Individu Anak (Host)

1) Umur Anak

iiiiiiiUmur mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk terjadinya ISPA terutama

pada bayi dan anak-anak. Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden

penyakit pernapasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap

menurun terhadap usia. Oleh sebab itu kejadian ISPA pada bayi dan anak balita akan

lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang dewasa. Kejadian ISPA pada bayi dan

balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih besar, hal ini disebabkan karena

ISPA pada bayi dan balita umumnya merupakan kejadian infeksi pertama serta belum

terbentuknya secara optimal proses kekebalan secara alamiah (Desiyana, 2017).

2) Jenis Kelamin

iiiiiiiHasil penelitian Ranny Ranantha tahun 2014 menunjukkan 70% ISPA terjadi

pada balita laki – laki. Balita dengan jenis kelamin laki – laki 1,5 kali lebih sering

menderita penyakit ISPA dibandingkan dengan balita perempuan. Hal ini lebih

disebabkan karena anak laki – laki lebih banyak berada di luar rumah dibandingkan

anak perempuan.

3) Berat Badan Lahir

iiiiiiiBayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat lahir yang

kurang dari 2.500 gram. Berat bayi lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan

fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR)

mempunyai risiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan bayi berat lahir

normal serta memiliki resiko lebih besar untuk terjadinya resiko terkena penyakit

infeksi , terutama pneumonia dan infeksi pernapasan lainnya, terutama pada bulan-
bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna

sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi (Desiyana,2017).

4) Status Gizi

iiiiiiiBalita dengan gizi kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan

dengan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Dalam

keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup kemampuan untuk mempertahankan

diri terhadap infeksi. Jika keadaan gizi menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuh

akan menurun yang berarti kemampuan tubuh mempertahankan diri terhadap

serangan infeksi menjadi menurun. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita

tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan

gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA lebih berat bahkan serangannya lebih

lama.

5) Status Imunisasi

iiiiiiiImunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan atau

memasukan kekebalan (imunisasi) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari

penyakit. Anak yang diimunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit

tertentu. Dalam imunologi, kuman atau racun kuman (toksin) disebut antigen. ISPA

dapat di cegah dengan melakukan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka

peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan

ISPA. Untuk menghindari faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan

imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila

menderita ISPA dapat di harapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi

lebih berat. Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian

imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar
11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi DPT 6%

kematian pneumonia dapat di cegah (Desiyana,2017).

b. Faktor Agent (Bibit Penyakit)

iiiiiiiTimbulnya infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh beberapa

mikroorganisme yang merupakan penyebab utama kejadian ISPA terdiri lebih dari

300 jenis bakteri, virus dan riketsia Kelompok virus umumnya menyerang saluran

pernapasan bagian atas dengan kata lain, ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh

virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan

mycoplasma. ISPA bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya

mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah

dalam penanganannya.

c. Faktor Lingkungan

1. Pencemaran Udara dalam Rumah

iiiiiiiAsap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan

konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan

memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan

ventilasinya kurang. Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan

polusi udara, diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis, pneumonia pada anak-

anak yang tinggal didaerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada kelompok

umur 9 bulan dan 6 – 10 tahun.

2. Ventilasi Rumah

iiiiiiiSirkulasi udara dalam rumah akan baik dan mendapatkan suhu yang optimum

harus mempunyai ventilasi minimal 10% dari luas lantai. Faktor lingkungan rumah
seperti ventilasi juga berperan dalam penularan ISPA, dimana ventilasi dapat

memelihara kondisi udara yang sehat bagi manusia.

3. Kepadatan Hunian Rumah

iiiiiiiKeadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam

rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara

kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan bahwa

polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada

faktor ini.

F. Patofisiologi

Saluran pernapsan dari hidung sampai bronchus dilapisi oleh membran mukosa

bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan dan dilembutkan.

Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung,

sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam memberan mukosa. Gerakan silia

mendorang memberan mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke arah superior

menuju faring. Secara umum efek pencemaran udara terhadap pernapasan dapat

menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lembat dan kaku bahkan dapat berhenti

sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernapasan akibat iritasi oleh bahan

pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran

pernapasan dan makrofage disaluran pernapasan. Akibat dari dua hal tersebut akan

menyebabkan kesulitan bernapas sehingga benda asing tertarik dan bakteri tidak dapat

dikeluarkan dari saluran pernapasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran

pernapasan.

G. Gejala dan Tanda

Gejala umum pada ISPA adalah batuk, kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, pilek

dan demam (Trisnawati dan Khasanah, 2013). Secara umum tanda yang sering didapat
pada saat terjadinya ISPA adalah rhinitis, nyeri tenggorokan, batuk- batuk dengan dahak

kuning/putih kental, nyeri retrosternal dan konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara

4-7 hari, disertai demam, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah-muntah dan

insomnia, kadang- kadang dapat juga terjadi diare.

Seorang anak yang menderita ISPA biasa menunjukkan bermacam macam tanda dan

gejala seperti batuk, bersin, serak, sakit tenggorokan, sakit telinga, keluar cairan dari

telinga, sesak napas, pernapasan yang cepat, napas yang berbunyi, penarikan dada ke

dalam, bias mual, muntah, tak mau makan, badan lemah dan sebagainya. Berikut adalah

tanda gejala ISPA berdasarkan derajat penyakit:

1) Tanda dan Gejala ISPA Ringan

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ringan dapat ditandai dengan gejala seperti

batuk, serak yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada

waktu berbicara atau menangis), pilek yaitu mengeluarkan lender/ingus dari hidung,

panas atau demam, suhu badan lebih dari 37˚ C jika dahi anak diraba dengan punggung

tangan terasa panas.

2) Tanda dan Gejala ISPA Sedang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) sedang ditandai dengan gejala Pernapasan

lebih dari 50 kali permenit pada anak yang ber umur kurang dari 1 tahun atau lebih dari

40 kali permenit pada anak yang berumur 1 tahun atau lebih, Suhu lebih dari 39˚ C

(diukur dengan thermometer), tenggorokan berwarna merah, timbul bercak-bercak pada

kulit menyerupai bercak campak, telingga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang

telinga, pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur), dan pernapasan berbunyi

menciut-ciut. Dari gejala-gejala ISPA sedang perlu hati-hati karena jika menderita ISPA

ringan sedangkan ia mengalami panas badanya lebih dari 39˚ C, mengalami Gizi kurang,

umurnya 4 bulan atau kurang. Maka anak tersebut tergolong dalam ISPA sedang.
3) Tanda dan Gejala ISPA Berat

Jika dijumpai gejala –gejala ISPA ringan atau sedang disertai satu atau lebih gejala-

gejala berikut ini seperti bibir atau kulit membiru, lubang hidung kembang kempis

(dengan cukup lebar) pada waktu bernapas, anak tidak sadar atau kesadaran menurun,

nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba , sela iga tertarik kedalam pada

waktu benapas dan tenggorokan berwarna merah berarti balita mengalami gejala ISPA

berat.

H. Penatalaksanaan

I. Bukan pneumonia : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di

rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain

yang tidak mengdanung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan

antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.

Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat

adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening di leher

dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcus dan harus diberi

antibiotik selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda

bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.

II. Pneumonia : diberi obat antibiotik Kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak

mungkin diberikan kotrimoksasol atau mungkin dengan pemberian kotrimoksasol

keadaan penderita menetap, dapat diberikan obat antibiotik pengganti seperti

ampisilin, amoksilin atau penisilin prokain.

III. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen

dan sebagainya.
I. Pencegahan

Tindakan pencegahan dan pengendalian penularan ISPA, dapat melakukan hal berikut

ini (Desiyana, 2017):

1. Menjaga keadaan gizi keluarga agar tetap baik.

2. Memberikan ASI eksklusif pada bayi sampai batas usia 2 tahun.

3. Menjaga pola hidup bersih, sehat, istirahat yang cukup dan olah raga teratur.

4. Gunakan fasilitas kebersihan tangan seperti sabun dan air bersih yang mengalir,

antiseptik berbasis alkohol dan hdanuk sekali pakai

5. Ajarkan pada anak untuk rajin cuci tangan untuk mencegah ISPA dan penyakit

infeksi lainnya.

6. Melakukan imunisasi pada anak. Imunisasi yang dapat mencegah ISPA

diantaranya imunisasi influenza dan imunisasi DPT-HB .

7. Hindari kontak yang terlalu dekat dengan penderita ISPA.

8. Hindari menyentuh mulut atau hidung setelah kontak dengan flu. Segera cuci

tangan dengan air dan sabun atau hdan sanitizer setelah kontak dengan penderita

ISPA.

9. Apabila sakit, gunakanlah masker dan rajin cuci tangan agar tidak menulari anak

dana atau anggota keluarga lainnya.

10. Mencegah anak berhubungan terlalu dekat dengan anggota keluarga lainnya yang

sedang sakit ISPA. Tindakan semi isolasi mungkin dapat dilakukan seperti anak

yang sehat tidur terpisah dengan anggota keluarga lain yang sedang sakit ISPA.

11. Upayakan ventilasi yang cukup dalam ruangan / rumah.

12. Susun rencana untuk pemeriksaan dan penanganan pasien yang diketahui atau

suspek terinfeksi ISPA yang dapat menimbulkan kekhawatiran, seperti


penyaringan cepat (pembuatan sistem triase pasien) dan pelaksanaan segera

tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi.


BAB III

METODE PENGUMPULAN DATA, PERENCANAAN DAN PEMILIHAN

INTERVENSI

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian Deskriptif dengan rancangan

untuk mengetahui atau melihat faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat kejadian baru

penyakit ISPA pada balita di Puskesmas Perumnas Periode Januari 2023. Serta

mengadakan analisa tentang gambaran tersebut dengan pengamatan lisan dengan alat

bantu penelitian berupa kuesioner, dimana data dan informasi yang menyangkut variable

bebas dan variable terikat dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. Pemilihan

rancangan ini didasarkan karena mudah dilaksanakan, ekonomis dan efektif dari segi

biaya dan waktu, sedangkan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat dan tepat.

B. Waktu dan Tempat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni 2023 di Puskesmas Perumnas

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang berkunjung di

puskesmas Perumnas selama Januari 2023 – Juni 2023

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti,

dan dianggap dapat mewakili seluruh populasi. Dalam hal ini sampel diambil

adalah warga yang tinggal di wilayah puskesmas Perumnas yaitu sebanyak 25

orang dan balita yang datang berobat dan terkena penyakit ISPA di Puskesmas

Perumnas
Teknik pengambilan sampel metode pengambilan sampel pada penelitian

ini yaitu dengan cara Consecutive Sampling, yaitu cara pengambilan sampel yang

dilakukan dengan cara memilih sampel yang memenuhi kriteria penelitian sampai

kurun waktu tertentu sehingga jumah sampel terpenuhi. Kriteria yang ditentukan

peneliti pada penelitian ini yaitu balita yang tinggal disekitar puskesmas

Perumnas. Dalam pengumpulan data ini dilakukan langsung oleh peneliti dengan

melakukan pengisian kuesioner masyarakat yang berkunjungan puskesmas

Perumnas pada responden sampel terpenuhi untuk mendapatkan data primer

Menurut Notoatmodjo (2002) yang dimaksud dengan kerangka konsep

penelitian adalah suatu hubungan atau keterkaitan antara konsep yang satu dengan

konsep yang lainnya dari masalah yang diteliti


Faktor individu: Faktor Lingkungan:
1. Umur anak 1. Pencemaran Udara dalam Rumah Faktor
2. Jenis Kelamin 2. Ventilasi Rumah Agent
3. Berat Badan Lahir 3. Kepadatan Hunian Rumah
4. Status Gizi
5. Status Imunisasi

Faktor Resiko ISPA

Kejadian ISPA
D. Jenis Dan Cara Pengumpulan Data

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling jenuh yaitu teknik

pengambilan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini

dilakukan jika jumlah populasi relative kecil.

Dalam pengumpulan data ini dilakukan langsung oleh peneliti pada masyarakat

yang berkunjung di Puskesmas Perumnas dalam kurun waktu Januari - Juni 2023. Data

penelitian berupa :
1. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber utama yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti, baik pengolahan maupun analisis dan publikasi yang

dilakukan sendiri. (Machfoedz, 2006). Data primer ini berupa data identitas

responden dan hasil kuesioner, serta wawancara langsung dengan masyarakat yang

tinggal di wilayah kerja Puskesmas Perumnas.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil laporan atau penelitian orang

lain atau studi kepustakaan. (Machfoedz, 2006). Data sekunder ini berupa diperoleh

dari Profil Puskesmas serta data lainnya yang berasal dari studi kepustakaan. Data

sekunder ini berupa data jumlah penduduk, data ketenagaan dan sarana kesehatan,

data demografi Puskesmas Perumnas, data balita penderita ISPA , serta tinjauan

kepustakaan mengenai ISPA.

E. Pengolahan Data

Semua data yang diperoleh dicatat, diolah secara manual kemudian disusun

dalam tabel dan grafik serta dianalisi sesuai kebutuhan penelitian

F. Etika Penelitian

Responden diberikan penjelasan secara lisan mengenai tujuan dn manfaat

penelitian serta diberikan bahwa data yang diperoleh tidak akan disebarluaskan
BAB IV

PROFIL PUSKESMAS

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

I. Keadaan Geografi

Puskesmas Perumnas yang diresmikan pada tanggal 7 februari 2005 oleh Walikota
Kendari, terletak di kecamatan Korumba yang merupakan dataran rendah yang
mudah dijangkau.
a) Luas Wilayah
Luas Wilayah Kerja Puskesmas Perumnas ± 11,71 km2.
Meliputi 3 Kelurahan yang terdiri atas :
 Korumba dengan luas wilayah : 4,21 km²
 Kadia dengan luas wilayah : 2,38 Km²
 Mandonga dengan luas wilayah : 3,10 Km²
b) Visi
Menjadikan Puskesmas Perumnas sebagai percontohan di Kecamatan Kadia
c) Misi
a. Meningkatkan pelayanan di seluruh lapisan masyarakat
b. Senantiasa menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
c. Memotivasi staf untuk meningkatkan pengetahuan, kedisiplinan, dan
kinerja
d. Menjalin komunikasi yang baik antara petugas puskesmas dengan
masyarakat
II. Keadaan Demografi Kependudukan
a) Distribusi penduduk
 Jumlah Penduduk : 28.182 Jiwa
 Laki-laki : 14.248 Jiwa
 Perempuan : 13.934 Jiwa
 Jumlah Kepala Keluarga : 7.769 KK
 Jumlah Penduduk Miskin : 11.431 Jiwa
 Jumlah KK Miskin : 3247 KK
III. Daftar Besar Penyakit Tahun 2022 (April- September)
No. Jenis KLB Lokasi Jumlah kasus Meninggal Tindak lanjut

1 Common cold PKM.Perumnas 1678 0


2 Hipertensi PKM.Perumnas 365 0

3 Dispepsia PKM.Perumnas 296 0


4 Myalgia PKM.Perumnas 262 0
5 Dermatitis PKM.Perumnas 261 0 Penyelidikan
Epidemiologi
6 Diare PKM.Perumnas 228 0 Lebih Lanjut
Vulnus PKM.
7 Laceratum Perumnas 186 0
Diabetes
8 Melitus PKM.Perumnas 127 0

9 Penyakit Pulpa PKM.Perumnas 39 0


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan di pada bulan juni 2023. Penelitian dilakukan dengan cara

menyebar kuesioner pada warga sekitar Puskesmas Perumnas yang datang berkunjung di

Puskesmas Perumnas. Dan mengambil data puskesmas berapa jumlah data pasien balita yang

menderita ISPA. Terdapat total 20 subjek penelitian yang bertempat tinggal pada wilayah

Puskesmas Perumnas dan seleuruh responden telah menyetujui untuk mengikuti penelitian

ini.

No. Karakteristik N = 20 % (100%


1 Jcnis Kelamin
 Laki- laki 12 60
 Perempuan 8 40
2 Usia
 12- 24 bulan 5 25
 25- 36 bulan 3 15
 37- 48 bulan 10 50
 49- 59 bulan 2 10

Terdapat 20 subjek yang memenuhi kriteria penelitian dengan jenis kelamin teerbanyak

laki- laki 12 orang (60%) dan usia terbanyak 37- 48 bulan. berbagai usia dimana yang

terbanyak berada pada rentang usia 20-<40 tahun sebanyak 10 orang ( 50%), lalu rentang

usia 40-<60 tahun sebanyak 6 orang (30%), lalu pada rentang usia >60 tahun sebanyak 2

orang (10%) dan sebanyak 2 orang pada usia <20 tahun 2 orang ( 10 %).

1. Pembagian berdasarkan berat badan lahir

Berat Badan Lahir N= 20 %


< 2500 gr 9 45
Normal 11 55
. Tabel menunjukkan bahwa dari 20 penderita mengalami BBLR berdasarkan hasil

penelitian 9 orang (45%) sedangkan normal 11 orang (55%).

2. Pembagian berdasarkan status gizi

Status Gizi N= 20 %
Baik 8 40
Kurang 11 55
Buruk 1 5
Tabel menunjukkan bahwa dari 20 responden yang memiliki status gizi baik berdasarkan
hasil penelitian ini adalah 8 orang (40%), sedangkan yang termasuk dalam kategori gizi
kurang berjumlah 11 orang (55%) dan yang termasuk dalam gizi buruk sebanyak 1
orang(5%).
3. Pembagian berdasarkan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi
Tingkat pengetahuan ibu tentang N= 20 %
gizi 9 45
Baik (>9) 11 55
Kurang (≤ 9)
Tabel menunjukkan bahwa dari 20 responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik
berdasarkan hasil penelitian ini adalah 9 orang (45%), sedangkan yang termasuk dalam
tingkat pengetahuan kurang berjumlah 11 orang (55%).
4. Peembagian brdasarkan tingkat higine sanitasi lingkungan
Tingkat higiene sanitasi lingkungan N= 20 %
Baik (19-24) 5 25
Cukup (13- 18) 10 50
Kurang (0-12) 5 25
Tabel menunjukkan bahwa dari 20 responden yang memiliki tingkat higine baik berdasarkan

hasil penelitian ini adalah 5 orang (25%), sedangkan yang termasuk dalam kategori tingkat

higine cukup berjumlah 10 orang (50%) dan yang termasuk dalam tingkat higine kurang

sebanyak 5 orang (25%).

B. Identifikasi Masalah

Analisis masalah dilakukan untuk menentukan kemungkinan penyebab masalah


dengan metode pendekatan sistem (input, proses, lingkungan, dan output).
Pendekatan input meliputi 5M (Man, Money, Methode, Material, Machine)
Tabel . Analisis Kemungkinan Penyebab Masalah Tingginya Prevalnsi ISPA pada
Balita

Komponen Kemungkinan penyebab masalah


Kurangnya sumber daya petugas dalam
Man
pelaksanaan program
Money Tidak ada masalah
Tidak ada flip chart atau media lain untuk
Material
Input penyuluhan pencegahsn ISPA
Penyuluhan tentang ISPA yang sistematis dan
Method
terprogram belum ada
Kurang sosialisasi yang disampaikan petugas
Marketing
kepada masyarakat
1. Tingkatan pengetahuan masyarakat mengenai
Lingkungan PHBS masih rendah
2. Tingginya polusi di wilayah kasus
P1 Tidak ada masalah
Proses P2 Tidak ada masalah
P3 Tidak ada masalah

Tabel Analisis Pemecahan Masalah

No Penyebab masalah Alternatif pemecahan masalah


1 sumber daya petugas dalam Menambah petugas pelaksana program serta
pelaksanaan program mengadakan pelatihan secara rutin dan berkelanjutan
2. Media penyuluhan Membuat leaflet, poster atau flip chart untuk media
penyuluhan
2. Jadwal penyuluhan Penjadwalan tertulis dan pelaksanaan penyuluhan
secara rutin dan berkelanjutan
3. Tidak semua desa memiliki
fasilitas untuk dilakukan Penyuluhan dan pemberian informasi dapat
penyuluhan ataupun tempat dilakukan di pustu atau pusling atau posyandu lansia
penyuluhan atau kegiatan kemasyarakatan lainnya
4. Masyarakat kurang antusias
untuk hadir dalam acara
penyuluhan
Berdasarkan analisis pemecahan masalah dapat dilihat bahwa pemecahan masalah
adalah dengan melakukan penyuluhan yang dapat dilakukan di pustu maupun posyandu
lansia atau kegiatan kemasyaraatan lainnya. Dimana saat penyuluhan dapat diberikan materi-
materi tentang pengertian ISPA, faktor resiko, penyebab, gejala, cara penularan, pencegahan,.
Berdasarkan pemecahan masalah tersebut didapatkan urutan alternatif pemecahan masalah
sebagai berikut :

1. Menambah petugas pelaksana program serta mengadakan pelatihan secara rutin dan
berkelanjutan
2. Penyuluhan dan pemberian informasi dapat dilakukan di pustu atau pusling atau
posyandu lansia atau kegiatan kemasyarakatan lainnya
3. Pembuatan media penyuluhan berupa poster, leaflet atau flip chart.
4. Penjadwalan tertulis dan pelaksanaan penyuluhan secara rutin dan berkelanjutan
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut: Tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dan tingkat
higine di wilayah kerja Puskesmas Perumnas dikategorikan masih kurang baik sehingga
diperlukan intervensi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai gizi anak
dan pengetahuan menjaga higine sanitasi lingkungan, sehingga dapat meningkatkan
sikap dan periaku masyarakat dalam pencegahan ISPA, dan dapat menurunkan
prevalensi ISPA pada balita.

B. Saran

1. Diharapkan seluruh warga melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat sehingga
dapat mengurangi faktor resiko ISPA pada balita.
2. Dilakukan penyuluhan kepada petugas puskesmas, kader, serta masyarakat di wilayah
kerja Perumnas tentang pencegahan ISPA pada balita untuk meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai faktor resiko ISPA pada balita.
3. Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor resiko penyakit ISPA pada balita
dikarenakan masih banyaknya balita penderita ISPA yang ditemukan di wilayah kerja
Puskesmas Perumnas, Kota Kendari.
DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2019. Laporan Nasional Riset

Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018. Jakarta: Balitbangkes Kemenkes RI.

2. Desiyana, F.D. 2017. Hubungan Berat Badan Lahir, Status Gizi Dan Kelengkapan

Imunisasi Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Anak

Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang

Kabupaten Langkat Tahun 2017. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara. Medan.

3. Fahrizal, I., Zulaikha, F. 2018. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Vitamin

A dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di

PUSKESMAS Karang Asam Samarinda.

4. Geberetsadik, A., Worku, A., Berhane, Y. 2015. Factors Associated With Acute

Respiratory Infection In Children Under The Age Of 5 Years: Evidence From The

2011 Ethiopia Demographic And Health Survey. Pediatric health, medicine and

therapeutics,

5. Gothankar, J., Doke, P., Dhumale, G., Pore, P., Lalwani, S., Quraishi, S., Murarkar,

S., Patil, R., Waghachavare, V., Dhobale, R., Rasote, K. 2018. Reported

Incidence And Risk Factors Of Childhood Pneumonia In India: A Community-

Based Cross-Sectional Study. BMC public health, 18(1).

6. Hendrini, A.R., Anam, M.S., Arkhaesi, N. 2015. Faktor Risiko Kejadian Infeksi

Saluran Pernapasan Akut Pada Anak Usia 6 Bulan Sampai 5 Tahun di Puskesmas

Rowosari. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 4(4).

7. Kumar, S.G., Majumdar, A., Kumar, V., Naik, B.N., Selvaraj, K., Balajee, K. 2015.

Prevalence Of Acute Respiratory Infection Among Under-Five Children In Urban


And Rural Areas Of Puducherry, India. Journal of natural science, biology, and

medicine, 6(1).

8. Malik, I., Machfoedz, I., Mahfud, M. 2015. Cakupan Imunisasi Dasar dengan

Kejadian ISPA pada Balita Usia 1-3 Tahun di Wilayah Puskesmas Wonosari 1

Kabupaten Gunung kidul. Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia, 3(1).

9. Musthafa, N. 2017. Faktor Determinan Kejadian ISPA pada Bayi dan Balita di Desa

Jumo Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan (Doctoral dissertation, Universitas

Muhammadiyah Semarang).

10. Mwiru, R., Spiegelman, D., Hertzmark, E., Duggan, C., Msamanga, G., Aboud, S.,

Fawzi, W. 2013. Nutritional Predictors Of Acute Respiratory Infections Among

Children Born To HIV-Infected Women In Tanzania. Journal of tropical pediatrics,

59(3).

11. Nurwijayanti, N. 2016. Keterkaitan Kekurangan Energi Protein (Kep) Dengan

Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Balita Usia (1-5 Tahun). Care:

Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan, 4(3).

12. Pangaribuan, S. 2017. Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah dengan Kejadian

ISPA pada Balita di Puskesmas Remu Kota Sorong. Global Health, 2(1).

13. Putri, M. S., Kapantow, N., & Kawengian, S. 2015. Hubungan Antara Riwayat

Penyakit Infeksi Dengan Status Gizi Pada Anak Batita Di Desa Mopusi Kecamatan

Lolayan Kabupaten Bolaang Mongondow. Jurnal e-Biomedik, 3(2).

14. Ranny, L.R. 2014. Hubungan antara Karakteristik Balita dengan Kejadian ISPA pada

Balita di Desa Gandon Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung. Skripsi,

Fakultas Kesehatan.
15. Saleh, M., Gafur, A., Aeni, S. 2017. Hubungan Sumber Polutan dalam Rumah

Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Balita di Kecamatan Mariso

Kota Makassar. HIGIENE: Jurnal Kesehatan Lingkungan, 3(3).

16. Shahunja, K. M., Ahmed, T., Hossain, M. I., Das, S. K., Faruque, A. S. G., Islam, M.

M., Shahid. A. S. M. S., Das. J., Sarker. M. H. R., Chisti, M. J. 2016. Factors

Associated With Pneumonia Among Overweight and Obese Under-Five Children in

an Urban Hospital of a Developing Country Global pediatric health, 3,

2333794X16672528.

17. Sharma, D., Kuppusamy, K., Bhoorasamy, A. 2013. Prevalence Of Acute

Respiratory Infections (ARI) And Their Determinants In Under Five Children

In Urban And Rural Areas Of Kancheepuram District, South India. Annals of

Tropical Medicine and Public Health, 6(5).

18. Taksande, A.M., Yeole, M. 2015. Risk Factors Of Acute Respiratory Infection (ARI)

In Under-Fives In A Rural Hospital Of Central India. Journal of Pediatric and

Neonatal Individualized Medicine (JPNIM), 5(1), p.e050105.

19. Trisnawati, Y. 2013. Analisis Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik yang Berpengaruh

Terhadap Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita Tahun 2013.Jurnal

Kebidanan, 5(2).

20. Ujunwa, F.A., Ezeonu, C.T. 2014. Risk Factors for Acute Respiratory Tract Infections

in Under five Children in Enugu Southeast Nigeria. Annals of medical and health

sciences research, 4(1).

21. Wardani, N.K., Winarsih, S., Sukini, T. 2015. Hubungan Antara Paparan Asap Rokok

Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa) Pada Balita Di Desa Pucung

Rejo Kabupaten Magelang, Tahun 2014. Jurnal Kebidanan, 4(8).


22. Yadav, K.K., Awasthi, S. 2016. The Current Status Of Community-Acquired

Pneumonia Management And Prevention In Children Under 5 Years Of Age In India:

A Review. Therapeutic advances in infectious disease, 3(3-4).

23. Yellanthoor, R.B., Shah, V.K.B., 2014. Prevalence Of Malnutrition Among Under-

Five Year Old Children With Acute Lower Respiratory Tract Infection Hospitalized

At Udupi District Hospital. Archives of Pediatric Infectious Diseases, 2(2).

Anda mungkin juga menyukai