Disusun Oleh :
dr. Livia Kusnandir
Dokter Pendamping :
dr. Asmawati
SAMPUL .....................................................................................................
BAB I.PENDAHULUAN
1. Definisi ..................................................................................
2. Epidemiologi .........................................................................
3. Klasifikasi ..............................................................................
4. Etiologi ..................................................................................
5. Faktor Resiko...........................................................................
6. Patofisiologi ...........................................................................
8. Penatalaksanaan .....................................................................
9. Pencegahan ............................................................................
INTERVENSI
1. Populasi......................................................................
2. Sampel .......................................................................
E. Pengolahan Data......................................................................
F. Etika Penelitian..................................................................
B. Diskusi ....................................................................................
A. Kesimpulan ......................................................................
B. Saran................................................................................
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses infeksi akut yang
salah satu bagian atau lebih dari saluran pernapasan mulai dari hidung (saluran atas)
hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga
telinga tengah dan pleura. Penyakit ini merupakan penyebab utama penyakit akut di
seluruh dunia dan bertanggung jawab terhadap kematian sekitar 3,9 juta anak setiap
tahun di seluruh dunia. Selain itu, dilaporkan bahwa di negara berkembang seperti
Bangladesh, India, Indonesia dan Nepal terjadi kematian akibat ISPA secara global
sekitar 40%. Kematian ISPA sekitar 90% karena pneumonia. Secara global
pneumonia bertanggung jawab atas morbiditas dan mortalitas yang tinggi diantara
anak- anak di bawah usia 5 tahun dan WHO memperkirakan kejadian pneumonia
klinis di India menyumbang 36% dari total beban regional di Asia Tenggara.
Persentase kematian yang disebabkan oleh ISPA adalah antara 2 kali sampai 6
Beberapa faktor resiko yang dapat dicegah dari pneumonia yang terjadi di masyarakat
pemberian makan gratis yang tidak tepat, anemia defisiensi besi, kekurangan gizi, dan
polusi udara dalam ruangan harus ditangani secara memadai. Masyarakat perlu
mengetahui dan gejala pneumonia yang didapat masyarakat dan bahayanya sehingga
lima kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2030 (Yadav dan Awasthi, 2016).
Anak- anak di negara Afrika sub sahara yang mengalami kekurangan gizi dari
yang diderita pada kelompok bayi dan balita di Indonesia, dan sekitar 25,5%
prevalensi ISPA di Indonesia dengan morbiditas pneumonia pada bayi 2,2% dan pada
terjadinya penyakit ISPA. Atas latar belakang tersebut dilaksanakan mini project
berupa penelitian untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi terjadi penyakit
ISPA pada balita, seberapa jauh masyarakat mengetahui kejadian penyakit ISPA
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor- faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita di
Puskesmas Perumnas ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita
Perumnas.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan gizi ibu dan tingkat higine sanitasi
lingkungan pada responden dengan balita yang mengalami ISPA sehingga
diharapkan dapat menjadi dasar dalam melakukan intervensi untuk
menurunkan prevalensi penyakit ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Perumnas.
b. Untuk mengetahui gambaran karaktristik sampel yang meliputi berat badan
lahir dan status gizi
D. Manfaat Penelitian
a. Berperan serta dalam upaya intervensi pencegahan penyakit ISPA pada balita
pada balita.
a. Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita sehingga
dapat diketahui inteervensi yang tepat untuk mencegah kejadian ISPA pada balita.
kesehatan baik dalam hal penatalaksanaan kepada pasien balita ISPA dilakukan
b. Keluarga menjadi lebih memahami mengenai masalah kesehatan yang ada dalam
lingkungan keluarga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah kelompok penyakit heterogen dan
kompleks yang disebabkan oleh berbagai patogen yang menyerang saluran napas dari
faring ke alveoli. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses infeksi akut
berlangsung selama 14 hari yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah
satu bagian atau lebih dari saluran pernapasan mulai dari hidung (saluran atas) hingga
alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga
B. Epidemiologi
Persentase kematian yang semua disebabkan ISPA adalah antara 2 kali dan 6
kali lebih tinggi di negara-negara kurang berkembang daripada di negara maju. ISPA
merupakan penyebab sepertiga dari kematian pada anak di bawah lima tahun di negara-
negara berkembang. Serta menjadi penyebab 30-40% dari anak-anak pasien rawat jalan
dan 20-30% dari penerimaan rumah sakit. Telah terbukti bahwa ISPA mengkonsumsi
sumber daya sektor kesehatan yang signifikan dan pengobatan empiris jangka panjang
ISPA berkontribusi terhadap resistensi antibiotik di seluruh dunia. Insiden ISPA yang
dilaporkan secara keseluruhan adalah 6-8 episode selama 5 tahun pertama kehidupan
Sedangkan untuk angka kematian akibat ISPA dan pneumonia pada tahun 1999
untuk Negara Jepang yaitu 10%, Singapura sebesar 10,6 %, Thailand sebesar 4,1 %,
dan Brunei sebesar 3,2 %. ISPA menyebabkan 40% dari kematian anak usia 1 bulan
sampai 5 tahun. Hal ini berarti dari seluruh jumlah anak umur 1 bulan sampai 4 tahun
yang meninggal, lebih dari sepertiganya meninggal karena ISPA atau diantara 10
kematian 4 diantaranya meninggal disebabkan oleh ISPA. Diperkirakan bahwa 2-5 juta
bayi dan balita di berbagai Negara setiap tahun mati karena ISPA.
kesehatan (nakes) adalah 4,4 persen. Prevalensi ISPA di Provinsi Sulawesi Tenggara
menurut diagnosis oleh tenaga kesehatan yaitu 1,85%. Di Puskesmas Perumnas untuk
C. Klasifikasi
Program P2 ISPA menyatakan bahwa klasifikasi ISPA menurut kelompok umur 2 bulan-
5 tahun yaitu:
1. Pneumonia berat, yaitu adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai penarikan
2. Pneumonia yaitu batuk dan atau kesukaran bernapas disertai napas cepat dengan batas
napas cepat pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari tahun 1 tahun adalah 50 kali
3. Batuk bukan pneumonia yaitu penderita batuk yang tidak disertai napas cepat dan
D. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia (Trisnawati dan
Khasanah, 2013). ISPA bisa disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia. Infeksi bakterial
merupakan penyulit ISPA oleh virus terutama bila ada epidemi/ pandemi. Bakteri
Pneumococcus, Bordetella, dan Corynebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain grup
virus Epstein-Barr. Jamur penyebab ISPA antara lain Aspergillus sp, Candida albicans,
Blastomyces dermatitidis, Histoplasma capsulatum, Coccidioides immitis, Cryptococcus
neoformans. Selain itu ISPA pada anak disebabkan kurangnya pengetahuan dan sikap ibu
tentang ISPA.
E. Faktor Resiko
iiiiiiiPrevalensi ISPA ditentukan secara individual atau kolektif oleh sejumlah faktor,
yaitu usia, jenis kelamin, status gizi, menyusui ( jenis dan durasi), status sosial ekonomi,
kepadatan penduduk, polusi dalam ruangan, perokok pasif, dll. Faktor-faktor risiko ini
iiiiiiiSecara umum, ada tiga faktor risiko terjadinya ISPA, yaitu faktor individu, faktor
lingkungan, serta faktor perilaku. Faktor individu anak meliputi usia anak, jenis kelamin,
berat anak lahir, dan genetik. Faktor lingkungan meliputi pencemaran udara, kondisi fisik
rumah, dan jumlah penghuni dalam rumah. Sedangkan faktor perilaku berhubungan
dengan pecegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita, terutama
yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya, misalnya status gizi,
imunisasi, jumlah penghuni rumah, paparan asap rokok, dan perilaku mencuci tangan
iiiiiiiMenurut WHO beberapa faktor yang telah diketahui mempengaruhi pneumonia dan
kematian ISPA adalah malnutrisi, pemberian ASI eksklusif kurang cukup, imunisasi tidak
lengkap, defisiensi vitamin A, BBLR, kepadatan hunian, udara yang dingin, terpapar
polusi udara oleh asap rokok dan gas beracun (Malik dkk, 2015).
iiiiiiiMenurut Desiyana (2017) faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA yaitu:
1) Umur Anak
iiiiiiiUmur mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk terjadinya ISPA terutama
pada bayi dan anak-anak. Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden
penyakit pernapasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap
menurun terhadap usia. Oleh sebab itu kejadian ISPA pada bayi dan anak balita akan
lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang dewasa. Kejadian ISPA pada bayi dan
balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih besar, hal ini disebabkan karena
ISPA pada bayi dan balita umumnya merupakan kejadian infeksi pertama serta belum
2) Jenis Kelamin
iiiiiiiHasil penelitian Ranny Ranantha tahun 2014 menunjukkan 70% ISPA terjadi
pada balita laki – laki. Balita dengan jenis kelamin laki – laki 1,5 kali lebih sering
menderita penyakit ISPA dibandingkan dengan balita perempuan. Hal ini lebih
disebabkan karena anak laki – laki lebih banyak berada di luar rumah dibandingkan
anak perempuan.
iiiiiiiBayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat lahir yang
kurang dari 2.500 gram. Berat bayi lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan
fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR)
mempunyai risiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan bayi berat lahir
normal serta memiliki resiko lebih besar untuk terjadinya resiko terkena penyakit
infeksi , terutama pneumonia dan infeksi pernapasan lainnya, terutama pada bulan-
bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna
4) Status Gizi
iiiiiiiBalita dengan gizi kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan
dengan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Dalam
keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup kemampuan untuk mempertahankan
diri terhadap infeksi. Jika keadaan gizi menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuh
serangan infeksi menjadi menurun. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita
tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan
gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA lebih berat bahkan serangannya lebih
lama.
5) Status Imunisasi
memasukan kekebalan (imunisasi) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari
penyakit. Anak yang diimunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit
tertentu. Dalam imunologi, kuman atau racun kuman (toksin) disebut antigen. ISPA
dapat di cegah dengan melakukan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka
imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila
lebih berat. Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian
imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar
11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi DPT 6%
mikroorganisme yang merupakan penyebab utama kejadian ISPA terdiri lebih dari
300 jenis bakteri, virus dan riketsia Kelompok virus umumnya menyerang saluran
pernapasan bagian atas dengan kata lain, ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh
virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan
dalam penanganannya.
c. Faktor Lingkungan
iiiiiiiAsap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan
memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan
ventilasinya kurang. Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan
polusi udara, diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis, pneumonia pada anak-
anak yang tinggal didaerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada kelompok
2. Ventilasi Rumah
iiiiiiiSirkulasi udara dalam rumah akan baik dan mendapatkan suhu yang optimum
harus mempunyai ventilasi minimal 10% dari luas lantai. Faktor lingkungan rumah
seperti ventilasi juga berperan dalam penularan ISPA, dimana ventilasi dapat
iiiiiiiKeadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam
rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara
kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan bahwa
polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada
faktor ini.
F. Patofisiologi
Saluran pernapsan dari hidung sampai bronchus dilapisi oleh membran mukosa
bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan dan dilembutkan.
Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung,
sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam memberan mukosa. Gerakan silia
menuju faring. Secara umum efek pencemaran udara terhadap pernapasan dapat
menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lembat dan kaku bahkan dapat berhenti
sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernapasan akibat iritasi oleh bahan
pernapasan dan makrofage disaluran pernapasan. Akibat dari dua hal tersebut akan
menyebabkan kesulitan bernapas sehingga benda asing tertarik dan bakteri tidak dapat
dikeluarkan dari saluran pernapasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran
pernapasan.
Gejala umum pada ISPA adalah batuk, kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, pilek
dan demam (Trisnawati dan Khasanah, 2013). Secara umum tanda yang sering didapat
pada saat terjadinya ISPA adalah rhinitis, nyeri tenggorokan, batuk- batuk dengan dahak
kuning/putih kental, nyeri retrosternal dan konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara
4-7 hari, disertai demam, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah-muntah dan
Seorang anak yang menderita ISPA biasa menunjukkan bermacam macam tanda dan
gejala seperti batuk, bersin, serak, sakit tenggorokan, sakit telinga, keluar cairan dari
telinga, sesak napas, pernapasan yang cepat, napas yang berbunyi, penarikan dada ke
dalam, bias mual, muntah, tak mau makan, badan lemah dan sebagainya. Berikut adalah
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ringan dapat ditandai dengan gejala seperti
batuk, serak yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada
waktu berbicara atau menangis), pilek yaitu mengeluarkan lender/ingus dari hidung,
panas atau demam, suhu badan lebih dari 37˚ C jika dahi anak diraba dengan punggung
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) sedang ditandai dengan gejala Pernapasan
lebih dari 50 kali permenit pada anak yang ber umur kurang dari 1 tahun atau lebih dari
40 kali permenit pada anak yang berumur 1 tahun atau lebih, Suhu lebih dari 39˚ C
kulit menyerupai bercak campak, telingga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang
menciut-ciut. Dari gejala-gejala ISPA sedang perlu hati-hati karena jika menderita ISPA
ringan sedangkan ia mengalami panas badanya lebih dari 39˚ C, mengalami Gizi kurang,
umurnya 4 bulan atau kurang. Maka anak tersebut tergolong dalam ISPA sedang.
3) Tanda dan Gejala ISPA Berat
Jika dijumpai gejala –gejala ISPA ringan atau sedang disertai satu atau lebih gejala-
gejala berikut ini seperti bibir atau kulit membiru, lubang hidung kembang kempis
(dengan cukup lebar) pada waktu bernapas, anak tidak sadar atau kesadaran menurun,
nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba , sela iga tertarik kedalam pada
waktu benapas dan tenggorokan berwarna merah berarti balita mengalami gejala ISPA
berat.
H. Penatalaksanaan
rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain
yang tidak mengdanung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan
Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat
adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening di leher
dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcus dan harus diberi
antibiotik selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda
II. Pneumonia : diberi obat antibiotik Kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
III. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen
dan sebagainya.
I. Pencegahan
Tindakan pencegahan dan pengendalian penularan ISPA, dapat melakukan hal berikut
3. Menjaga pola hidup bersih, sehat, istirahat yang cukup dan olah raga teratur.
4. Gunakan fasilitas kebersihan tangan seperti sabun dan air bersih yang mengalir,
5. Ajarkan pada anak untuk rajin cuci tangan untuk mencegah ISPA dan penyakit
infeksi lainnya.
8. Hindari menyentuh mulut atau hidung setelah kontak dengan flu. Segera cuci
tangan dengan air dan sabun atau hdan sanitizer setelah kontak dengan penderita
ISPA.
9. Apabila sakit, gunakanlah masker dan rajin cuci tangan agar tidak menulari anak
10. Mencegah anak berhubungan terlalu dekat dengan anggota keluarga lainnya yang
sedang sakit ISPA. Tindakan semi isolasi mungkin dapat dilakukan seperti anak
yang sehat tidur terpisah dengan anggota keluarga lain yang sedang sakit ISPA.
12. Susun rencana untuk pemeriksaan dan penanganan pasien yang diketahui atau
INTERVENSI
untuk mengetahui atau melihat faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat kejadian baru
penyakit ISPA pada balita di Puskesmas Perumnas Periode Januari 2023. Serta
mengadakan analisa tentang gambaran tersebut dengan pengamatan lisan dengan alat
bantu penelitian berupa kuesioner, dimana data dan informasi yang menyangkut variable
bebas dan variable terikat dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. Pemilihan
rancangan ini didasarkan karena mudah dilaksanakan, ekonomis dan efektif dari segi
biaya dan waktu, sedangkan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat dan tepat.
1. Populasi
2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti,
dan dianggap dapat mewakili seluruh populasi. Dalam hal ini sampel diambil
orang dan balita yang datang berobat dan terkena penyakit ISPA di Puskesmas
Perumnas
Teknik pengambilan sampel metode pengambilan sampel pada penelitian
ini yaitu dengan cara Consecutive Sampling, yaitu cara pengambilan sampel yang
dilakukan dengan cara memilih sampel yang memenuhi kriteria penelitian sampai
kurun waktu tertentu sehingga jumah sampel terpenuhi. Kriteria yang ditentukan
peneliti pada penelitian ini yaitu balita yang tinggal disekitar puskesmas
Perumnas. Dalam pengumpulan data ini dilakukan langsung oleh peneliti dengan
penelitian adalah suatu hubungan atau keterkaitan antara konsep yang satu dengan
Kejadian ISPA
D. Jenis Dan Cara Pengumpulan Data
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling jenuh yaitu teknik
pengambilan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini
Dalam pengumpulan data ini dilakukan langsung oleh peneliti pada masyarakat
yang berkunjung di Puskesmas Perumnas dalam kurun waktu Januari - Juni 2023. Data
penelitian berupa :
1. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber utama yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti, baik pengolahan maupun analisis dan publikasi yang
dilakukan sendiri. (Machfoedz, 2006). Data primer ini berupa data identitas
responden dan hasil kuesioner, serta wawancara langsung dengan masyarakat yang
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil laporan atau penelitian orang
lain atau studi kepustakaan. (Machfoedz, 2006). Data sekunder ini berupa diperoleh
dari Profil Puskesmas serta data lainnya yang berasal dari studi kepustakaan. Data
sekunder ini berupa data jumlah penduduk, data ketenagaan dan sarana kesehatan,
data demografi Puskesmas Perumnas, data balita penderita ISPA , serta tinjauan
E. Pengolahan Data
Semua data yang diperoleh dicatat, diolah secara manual kemudian disusun
F. Etika Penelitian
penelitian serta diberikan bahwa data yang diperoleh tidak akan disebarluaskan
BAB IV
PROFIL PUSKESMAS
I. Keadaan Geografi
Puskesmas Perumnas yang diresmikan pada tanggal 7 februari 2005 oleh Walikota
Kendari, terletak di kecamatan Korumba yang merupakan dataran rendah yang
mudah dijangkau.
a) Luas Wilayah
Luas Wilayah Kerja Puskesmas Perumnas ± 11,71 km2.
Meliputi 3 Kelurahan yang terdiri atas :
Korumba dengan luas wilayah : 4,21 km²
Kadia dengan luas wilayah : 2,38 Km²
Mandonga dengan luas wilayah : 3,10 Km²
b) Visi
Menjadikan Puskesmas Perumnas sebagai percontohan di Kecamatan Kadia
c) Misi
a. Meningkatkan pelayanan di seluruh lapisan masyarakat
b. Senantiasa menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
c. Memotivasi staf untuk meningkatkan pengetahuan, kedisiplinan, dan
kinerja
d. Menjalin komunikasi yang baik antara petugas puskesmas dengan
masyarakat
II. Keadaan Demografi Kependudukan
a) Distribusi penduduk
Jumlah Penduduk : 28.182 Jiwa
Laki-laki : 14.248 Jiwa
Perempuan : 13.934 Jiwa
Jumlah Kepala Keluarga : 7.769 KK
Jumlah Penduduk Miskin : 11.431 Jiwa
Jumlah KK Miskin : 3247 KK
III. Daftar Besar Penyakit Tahun 2022 (April- September)
No. Jenis KLB Lokasi Jumlah kasus Meninggal Tindak lanjut
A. Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan di pada bulan juni 2023. Penelitian dilakukan dengan cara
menyebar kuesioner pada warga sekitar Puskesmas Perumnas yang datang berkunjung di
Puskesmas Perumnas. Dan mengambil data puskesmas berapa jumlah data pasien balita yang
menderita ISPA. Terdapat total 20 subjek penelitian yang bertempat tinggal pada wilayah
Puskesmas Perumnas dan seleuruh responden telah menyetujui untuk mengikuti penelitian
ini.
Terdapat 20 subjek yang memenuhi kriteria penelitian dengan jenis kelamin teerbanyak
laki- laki 12 orang (60%) dan usia terbanyak 37- 48 bulan. berbagai usia dimana yang
terbanyak berada pada rentang usia 20-<40 tahun sebanyak 10 orang ( 50%), lalu rentang
usia 40-<60 tahun sebanyak 6 orang (30%), lalu pada rentang usia >60 tahun sebanyak 2
orang (10%) dan sebanyak 2 orang pada usia <20 tahun 2 orang ( 10 %).
Status Gizi N= 20 %
Baik 8 40
Kurang 11 55
Buruk 1 5
Tabel menunjukkan bahwa dari 20 responden yang memiliki status gizi baik berdasarkan
hasil penelitian ini adalah 8 orang (40%), sedangkan yang termasuk dalam kategori gizi
kurang berjumlah 11 orang (55%) dan yang termasuk dalam gizi buruk sebanyak 1
orang(5%).
3. Pembagian berdasarkan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi
Tingkat pengetahuan ibu tentang N= 20 %
gizi 9 45
Baik (>9) 11 55
Kurang (≤ 9)
Tabel menunjukkan bahwa dari 20 responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik
berdasarkan hasil penelitian ini adalah 9 orang (45%), sedangkan yang termasuk dalam
tingkat pengetahuan kurang berjumlah 11 orang (55%).
4. Peembagian brdasarkan tingkat higine sanitasi lingkungan
Tingkat higiene sanitasi lingkungan N= 20 %
Baik (19-24) 5 25
Cukup (13- 18) 10 50
Kurang (0-12) 5 25
Tabel menunjukkan bahwa dari 20 responden yang memiliki tingkat higine baik berdasarkan
hasil penelitian ini adalah 5 orang (25%), sedangkan yang termasuk dalam kategori tingkat
higine cukup berjumlah 10 orang (50%) dan yang termasuk dalam tingkat higine kurang
B. Identifikasi Masalah
1. Menambah petugas pelaksana program serta mengadakan pelatihan secara rutin dan
berkelanjutan
2. Penyuluhan dan pemberian informasi dapat dilakukan di pustu atau pusling atau
posyandu lansia atau kegiatan kemasyarakatan lainnya
3. Pembuatan media penyuluhan berupa poster, leaflet atau flip chart.
4. Penjadwalan tertulis dan pelaksanaan penyuluhan secara rutin dan berkelanjutan
BAB VI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut: Tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dan tingkat
higine di wilayah kerja Puskesmas Perumnas dikategorikan masih kurang baik sehingga
diperlukan intervensi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai gizi anak
dan pengetahuan menjaga higine sanitasi lingkungan, sehingga dapat meningkatkan
sikap dan periaku masyarakat dalam pencegahan ISPA, dan dapat menurunkan
prevalensi ISPA pada balita.
B. Saran
1. Diharapkan seluruh warga melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat sehingga
dapat mengurangi faktor resiko ISPA pada balita.
2. Dilakukan penyuluhan kepada petugas puskesmas, kader, serta masyarakat di wilayah
kerja Perumnas tentang pencegahan ISPA pada balita untuk meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai faktor resiko ISPA pada balita.
3. Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor resiko penyakit ISPA pada balita
dikarenakan masih banyaknya balita penderita ISPA yang ditemukan di wilayah kerja
Puskesmas Perumnas, Kota Kendari.
DAFTAR PUSTAKA
2. Desiyana, F.D. 2017. Hubungan Berat Badan Lahir, Status Gizi Dan Kelengkapan
Imunisasi Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Anak
3. Fahrizal, I., Zulaikha, F. 2018. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Vitamin
4. Geberetsadik, A., Worku, A., Berhane, Y. 2015. Factors Associated With Acute
Respiratory Infection In Children Under The Age Of 5 Years: Evidence From The
2011 Ethiopia Demographic And Health Survey. Pediatric health, medicine and
therapeutics,
5. Gothankar, J., Doke, P., Dhumale, G., Pore, P., Lalwani, S., Quraishi, S., Murarkar,
S., Patil, R., Waghachavare, V., Dhobale, R., Rasote, K. 2018. Reported
6. Hendrini, A.R., Anam, M.S., Arkhaesi, N. 2015. Faktor Risiko Kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut Pada Anak Usia 6 Bulan Sampai 5 Tahun di Puskesmas
7. Kumar, S.G., Majumdar, A., Kumar, V., Naik, B.N., Selvaraj, K., Balajee, K. 2015.
medicine, 6(1).
8. Malik, I., Machfoedz, I., Mahfud, M. 2015. Cakupan Imunisasi Dasar dengan
Kejadian ISPA pada Balita Usia 1-3 Tahun di Wilayah Puskesmas Wonosari 1
9. Musthafa, N. 2017. Faktor Determinan Kejadian ISPA pada Bayi dan Balita di Desa
Muhammadiyah Semarang).
10. Mwiru, R., Spiegelman, D., Hertzmark, E., Duggan, C., Msamanga, G., Aboud, S.,
59(3).
Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Balita Usia (1-5 Tahun). Care:
ISPA pada Balita di Puskesmas Remu Kota Sorong. Global Health, 2(1).
13. Putri, M. S., Kapantow, N., & Kawengian, S. 2015. Hubungan Antara Riwayat
Penyakit Infeksi Dengan Status Gizi Pada Anak Batita Di Desa Mopusi Kecamatan
14. Ranny, L.R. 2014. Hubungan antara Karakteristik Balita dengan Kejadian ISPA pada
Fakultas Kesehatan.
15. Saleh, M., Gafur, A., Aeni, S. 2017. Hubungan Sumber Polutan dalam Rumah
Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Balita di Kecamatan Mariso
16. Shahunja, K. M., Ahmed, T., Hossain, M. I., Das, S. K., Faruque, A. S. G., Islam, M.
M., Shahid. A. S. M. S., Das. J., Sarker. M. H. R., Chisti, M. J. 2016. Factors
2333794X16672528.
18. Taksande, A.M., Yeole, M. 2015. Risk Factors Of Acute Respiratory Infection (ARI)
19. Trisnawati, Y. 2013. Analisis Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik yang Berpengaruh
Terhadap Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita Tahun 2013.Jurnal
Kebidanan, 5(2).
20. Ujunwa, F.A., Ezeonu, C.T. 2014. Risk Factors for Acute Respiratory Tract Infections
in Under five Children in Enugu Southeast Nigeria. Annals of medical and health
21. Wardani, N.K., Winarsih, S., Sukini, T. 2015. Hubungan Antara Paparan Asap Rokok
Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa) Pada Balita Di Desa Pucung
23. Yellanthoor, R.B., Shah, V.K.B., 2014. Prevalence Of Malnutrition Among Under-
Five Year Old Children With Acute Lower Respiratory Tract Infection Hospitalized