Ensefalitis
Disusun Oleh:
Muhammad Farhan Fauzi (150100206)
Muhammad Hakim Rosli (150100209)
Pembimbing:
Dr. Putri Amelia, M.Ked(Ped), SpA
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan laporan kasus berjudul ”Ensefalitis”. Laporan kasus ini disusun sebagai
salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D)
di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Dalam proses penyusunan laporan kasus ini, penulis menyampaikan
penghargaandan terima kasih kepada Dr. Putri Amelia M.Ked(Ped) SpA selaku
dosen pembimbing yang telah membimbing dan membantu penulis selama proses
penyusunan laporan kasus.
Penulis menyadari bahwa penulisan lapoan kasus ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan penulisan laporan kasus di kemudian hari. Akhir kata, semoga laporan
kasus ini dapat memberikan manfaat dan dapat menjadi bahan rujukan bagi
penulisan ilmiah di masa mendatang.
DAFTAR ISI
Virus Japanese Ensefalitis pertama kali dikenal pada tahun 1871 di Jepang.
Diketahui menginfeksi sekitar 6000 orang pada tahun 1924, kemudian terjadi KLB
besar pada tahun 1935 hampir setiap tahun terjadi KLB dari tahun 1946-1950.Virus
Japanese Ensefalitis pertama di isolasi pada tahun 1934 dari jaringan otak penderita
Ensefalitis yang meninggal. Penyakit ini endemik di daerah Asia, mulai dari
Jepang, Filipina, Taiwan, Korea, China, Indo-China, Thailand, Malaysia, sampai
ke Indonesia serta India. Diperkirakan ada 35.000 kasus Japanese Ensefalitis di
Asia setiap tahun. Angka kematian berkisar 20- 30% (Dirjen, 2003).
1
2
2.1 Definisi
Ensefalitis menurut Mansjoer dkk adalah radang jaringan otak yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan protozoa (FK UI, 2000) Sedangkan,
menurut Soedarmo dkk, Ensefalitis adalah suatu penyakit yang menyerang susunan
syaraf pusat di medula spinalis dan meningen yang di sebabkan oleh Japanese
Ensefalitis virus yang ditularkan oleh nyamuk (Soedarmo, 2008). Dari dua
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Ensefalitis adalah suatu penyakit
yang disebabkan oleh virus dan menularkan penyakit tersebut melalui vektor
nyamuk, sehingga akan tejadi gangguan di susunan syaraf pusat.
2.2 Etiologi
Ensefalitis disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, fungus dan riketsia.
Penyebab yang tersering adalah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung
menyerang otak atau reaksi radang akut karena infeksi sistemik atau vaksinasi
terdahulu. Ensefalitis juga dapat diakibatkan oleh invasi langsung cairan
serebrospinal selama pungsi lumbal.
Berbagai jenis virus dapat menimbulkan Ensefalitis, meskipun gejala
klinisnya sama. Sesuai dengan jenis virus serta epidemiologinya, diketahui berbagai
macam Ensefalitis virus. Menurut Soedarmo dkk, bahwa virus Ensefalitis
berkembang biak dari sel hidup yaitu di dalam nukleus dan sitoplasma seperti babi,
kuda, gigitan nyamuk dan lain lain.
3
4
2.3 Klasifikasi
Ensefalitis ini disebabkan antara lain oleh virus, bakteri, jamur, ricketsia
(masuk melalui gigitan kutu), dan parasit. Kelimanya dapat diklasifikasi sebagai
berikut:
1. a. Ensefalitis Supurativa
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah: Staphylococcus aureus,
Streptococcus, E.Coli dan M. Tuberculosa.
- Manifestasi klinis Secara umum gejala berupa trias Ensefalitis: demam,
kejang dan penurunan kesadaran. Bila berkembang menjadi abses serebri
akan timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan
intrakranial yaitu: nyeri kepala yang kronik dan progresif, muntah,
penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada pemeriksaan mungkin
terdapat edema papil. Tanda-tanda defisit neurologis tergantung pada lokasi
dan luas abses.
b. Ensefalitis Sifilis Disebabkan oleh Treponema pallidum. Gejala
Ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian:
1) Gejala-gejala neurologis, kejang-kejang yang datang dalam serangan-
serangan, afasia, apraksia, hemianopsia, penurunan kesadaran, sering
dijumpai pupil Agryll- Robertson, nervus opticus dapat mengalami atrofi.
Pada stadium akhir timbul gangguanangangguan motorik yang progresif.
2) Gejala-gejala mental, timbulnya proses dimensia yang progresif,
intelgensia yang mundur perlahan-lahan yang mula-mula tampak pada
kurang efektifnya kerja, daya konsentrasi mundur, daya ingat berkurang,
daya pengkajian terganggu.
2. Ensefalitis Virus
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia:
A. Virus RNA
Paramikso virus: virus yang menyebabkan parotitis, morbili
Rabdovirus: virus rabies
Tugavirus: virus rubella flavivirus (virus Ensefalitis Jepang B, virus dengue)
4
5
a. Malaria Serebral
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral. Gejala-gejala yang
timbul: demam tinggi.kesadaran menurun hingga koma. Kelainan neurologik
tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan.
b. Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala- gejala
kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia
parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak.
c. Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di
air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan Meningo-Ensefalitis akut. Gejala-
gejalanya adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan
kesadaran menurun.
d. Sistiserkosis
Gejala-gejala neurologik yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan.
6
5. Riketsiosis Serebri
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat
menyebabkan Ensefalitis. Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-
mula sukar tidur, kemudian kesadaran menurun. Gejala-gejala neurologik
menunjukan lesi yang tersebar.
2.4 Patofisiologi
sistoksik. Adanya edema dan kerusakan padasusunan saraf pusat ini memberikan
manifestasi berupa Ensefalitis. Dengan masa prodmoral berlangsung 1-4 hari. Area
otak yang terkena dapat pada thalamus, ganglia basal, batang otak, hipotalamus dan
korteks serebra (Soedarmo, 2008).
Virus-virus yang menyebabkan parotitis, morbili, varisela masuk ke dalam
tubuh melalui saluran pernafasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut, VHS
melalui mulut atau mukosa kelamin, virus yang lain masuk ke tubuh melalui
inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau nyamuk. Bayi dalam kandungan
mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus rubella atau CMV. Virus
memperbanyak diri secara lokal, terjadi viremia yang menyerang SSP melalui
kapilaris di pleksus koroideus. Cara lain ialah melalui saraf perifer (gerakan
sentripetal) misalnya VSH, rabies dan herpes zoster.
2.7 Diagnosis
Diagnosis pasti untuk Ensefalitis ialah berdasarkan pemeriksaan patologi
anatomi jaringan otak. Secara praktis diagnostik dibuat berdasarkan manifestasi
neurologik dan informasi epidemiologik.
c. Pemeriksaan laboratorium
1. Pungsi lumbal
Untuk menyingkirkan gangguan-gangguan lain yang akan memberikan respons
terhadap pengobatan spesifik. Pada Ensefalitis virus umumnyacairan serebro spinal
jernih, jumlah lekosit berkisar antara nol hingga beberapa ribu tiap mili meter
kubik, seringkali sel-sel polimorfonuklear mula-mula cukup bermakna. Kadar
protein meningkat sedang atau normal, kadar protein mencapai 360% pada
Ensefalitis yang disebabkan virus herpes simplek dan 55% yang disebabkan oleh
toxocara canis. Kultur 70-80 % positif dan virus 80% positif.
2. Darah
- Al (angka lekosit): normal atau meninggi tergantung etiologi
- Hitung jenis: normal/dominasi sel polimorfenuklear
- Kultur: 80-90 % positif
d. Pemeriksaan pelengkap
• Isolasi virus
Virus terdapat hanya dalam darah pada infeksi dini. Biasanya timbul sebelum
munculnya gejala. Virus diisolasi dari otak dengan inokulasi intraserebral mencit
dan diidentifikasi dengan tes-tes serologik dengan antiserum yang telah diketahui.
• Serologi
Antibodi netralisasi ditemukan dalam beberapa hari setelah timbulnya penyakit.
Dalam membuat diagnosis perlu untuk menentukan kenaikan titer antibodi
spesifik selama infeksi diagnosis serologik menjadi sukar bila epidemi yang
disebabkan oleh salah satu anggota golongan serologik terjadi pada daerah dimana
anggota golongan lain endemik atau bila individu yang terkena infeksi,
sebelumnya pernah terkena infeksi virus arbo yang mempunyai hubungan dekat.
Dalam keadaan tersebut, diagnostik etiologik secara pasti tidak mungkin
dilakukan.
10
• CT scan kepala
Dapat digunakan CT scan atau MRI untuk mengevaluasi derajat pembengkakan
dan tempat nekrosis.
2.11 Prognosis
Prognosis bergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan.
Disamping itu perlu dipertimbangkan pula mengenai kemungkinan penyulit yang
dapat muncul selama perawatan. Edema otak dapat sangat mengancam kehidupan
penderita. Prognosis jangka pendek dan panjang sedikit banyak bergantung pada
etiologi penyakit dan usia penderita. Bayi biasanya mengalami penyulit dan gejala
sisa yang berat. Ensefalitis yang disebabkan oleh VHS memberi prognosis yang
lebih buruk daripada prognosis virus entero.
BAB III
STATUS ORANG SAKIT
Nama : FZP
Usia : 2 tahun 2 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Lingkungan 1 Kec. Pandan
Nomor Rekam Medis : 77.89.11
Tanggal Masuk : 6 Mei 2019 (Puasa-2)
Anamnesa
Keluhan Utama : Kejang
Telaah :
- Kejang dialami pasien sejak 2 minggu yang lalu (22/4/2019). Kejang yang
dialami berdurasi 5-10 menit dengan 1 kali serangan. Kejang dialami pada kedua
sisi tubuh. Terjadi penurunan kesadaran setelah kejang. Kejang terjadi setelah
benturan di kepala pasien dan mengakibatkan luka 5-7 cm. Kejang kembali
dialami pasien setelah 2 hari berikutnya (24/4/2019) dengan frekuensi 2 kali
berdurasi 5-10 menit. Pasien merupakan rujukan Rumah Sakit Pandan, Sibolga
dengan infeksi sistem saraf pusat. Riwayat kejang sebelumnya dijumpai.
- Demam dialami pasien sejak terjadinya kejang dengan suhu tertinggi 39ºC.
Demam bersifat hilang timbul dan demam menurun saat diberi obat penurun
panas. Riwayat demam sebelumnya dijumpai.
- Penurunan kesadaran dengan cepat dijumpai saat pertama kalinya terjadi kejang.
Riwayat penurunan kesadaran dengan cepat dijumpai.
- Lumpuh dijumpai pada kedua sisi tubuh pasien. Riwayat lumpuh dijumpai.
- Muntah tidak dijumpai pada pasien. Riwayat muntah sebelumnya tidak dijumpai
pada pasien.
- Batuk tidak dijumpai pada pasien. Riwayat batuk sebelumnya tidak dijumpai
pada pasien.
- Alergi tidak dijumpai pada pasien. Riwayat alergi sebelumnya tidak dijumpai.
13
14
Pemeriksaan Fisik
Status Presens
Sensorium : Delirium (GCS 10; E4V2M4)
TD : 110/70 mmHg BB: 14 kg ; TB: 90 cm
HR : 123 x/i BB/U : 0<Zs<2
RR : 27 x/i TB/U : Zs = 0
Suhu : 37,3⁰C BB/TB : 0<Zs<1
Keadaan umum : Sakit sedang.
Keadaan gizi : Baik
Dispnea (-), Anemis (-), Sianosis (-), Jaundice (-), Edema (-)
15
Status Lokalisata
Kepala : Rambut: warna hitam, tidak kusam.
Mata: refleks cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva palpebra
inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-).
Hidung: pernafasan cuping hidung (-) deviasi septum nasi (-)
Telinga: sekret (-).
Mulut: Bibir: pucat (-), kering (-), sianosis (-)
Tonsil: normal
Leher : Pembesaran KGB (-), trakea medial.
Thoraks : Inspeksi : simetris fusiformis, retraksi (-).
Palpasi : Tidak dapat dinilai.
Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru.
Auskultasi : suara pernafasan: vesikuler.
suara tambahan: tidak dijumpai.
frekuensi jantung: 123 x/i, reguler, desah(-).
frekuensi nafas: 27 x/i, reguler, ronki (-).
Abdomen : Inspeksi : simetris, tidak membesar.
Palpasi : soepel, nyeri tekan (-), Hepar/Lien: tidak teraba.
Perkusi : timpani, shifting dullness (-).
Auskultasi : peristaltik (+) normal.
Ekstremitas : frekuensi nadi 123 x/i, reguler, T/V cukup, CRT <2”, akral hangat.
TD: 110/70 mmHg.
Genitalia : Dalam batas normal
16
Resume :
- Pasien laki-laki usia 2 tahun 2 bulan datang ke IGD RS HAM dengan keluhan
kejang sejak 2 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Kejang yang
dialami berdurasi 5-10 menit dengan 1 kali serangan. Kejang dialami pada kedua
sisi tubuh. Terjadi penurunan kesadaran setelah kejang. Kejang terjadi setelah
benturan di kepala pasien dan mengakibatkan luka 5-7 cm. Kejang kembali
dialami pasien setelah 2 hari berikutnya (24/4/2019) dengan frekuensi 2 kali
berdurasi 5-10 menit. Pasien merupakan rujukan Rumah Sakit Pandan, Sibolga
dengan infeksi sistem saraf pusat. Riwayat kejang sebelumnya dijumpai.
- Demam dialami pasien sejak terjadinya kejang dengan suhu tertinggi 39ºC.
Demam bersifat hilang timbul dan demam menurun saat diberi obat penurun
panas. Riwayat demam sebelumnya dijumpai.
- Penurunan kesadaran dengan cepat dijumpai saat pertama kalinya terjadi kejang.
Riwayat penurunan kesadaran dengan cepat dijumpai.
- Lumpuh dijumpai pada kedua sisi tubuh pasien. Riwayat lumpuh dijumpai.
Riwayat kehamilan: Ibu pasien mengandung pada usia 36 tahun dan tidak
rutin memeriksakan kehamilannya. Riwayat demam saat
hamil disangkal, riwayat konsumsi obat-obatan dan
jamu pada saat hamil disangkal.
Riwayat kelahiran : Pasien merupakan anak kedua yang lahir secara sectio
sessarea dengan masa gestasi 9 bulan. Saat lahir pasien
segera menangis, riwayat tubuh berwarna atau kuning
tidak dijumpai dengan berat badan lahir 4000 gram,
panjang badan lahir 50 cm dan lingkar kepala lahir tidak
ingat.
Riwayat imunisasi : Tidak jelas
Riwayat makan : Pasien mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan.
Pasien mulai diberi minum susu formula pada usia 8
bulan. Pada usia 6 bulan pasien mulai diberi makan
bubur susu dan mulai diberi makan nasi tim pada usia 9
18
Rencana :
- Dapat dicoba penggunaan obat anti viral misalnya interferon, idoxouridine
dll.
- Melakukan lumbal punksi
BAB IV
FOLLOW UP
20
21
Teori Pasien
Definisi Anak laki-laki, berusia 2 tahun 2
Ensefalitis adalah infeksi yang bulan datang dengan keluhan kejang
mengenai system saraf pusat (SSP) sejak 2 minggu yang lalu.Kejang
yang disebabkan oleh virus atau
berdurasi kira-kira 5-10 menit dengan
mikroorganisme lain yang
nonpurulen. Penyebab tersering 1 kali serangan. Kejang terjadi pada
dari ensefalitis adalah virus kedua sisi tubuh. Demam dialami
kemudian herpes simpleks,
bersamaan dengan kejang dengan
arbovirus, dan jarang disebabkan
oleh enterovarius, mumps, dan suhu tertinggi mencapai 39.0ºC dan
adenovirus. Ensefalitis bisa juga bersifat hilang timbul. Penurunan
terjadi pascainfeksi campak,
kesedaran dijumpai saat pertama kali
influenza, varicella, dan
pascavaksinasi pertusis. terjadi kejang. Mual dan muntah
tidak dijumpai.
Etiologi Os bertempat tinggal di daerah tropis.
22
23
Diagnosis Anamnesa
Penegakan diagnosa pada infeksi Pemeriksaan fisik
dengue dapat ditegakkan berdasarkan Pemeriksaan penunjang:
anamnesa, manifestasi klinis yang - Lumbal Punksi
timbul serta pemeriksaan penunjang
yaitu lumbal punksi,
elektroensefalografi, pemeriksaan
imaging otak, biopsy otak, PCR.
Penatalaksanaan Non-Farmakologi
I. Mengatasi kejang adalah -Tirah baring
tindakan vital, karena kejang -Diet susu 100cc
pada ensefalitis biasanya berat.
Pemberian Fenobarbital 5-8
mg/kgBB/24 jam. Jika kejang
24
Telah dilaporkan suatu kasus ensefalitis pada seorang anak laki-laki, usia 2 tahun 2 bulan.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan klinis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pasien selanjutnya ditatalaksana dengan pemberian terapi non farmakologis
berupa tirah baring dan diet susu 100cc dan terapi farmakologis berupa IVFD NaCl 0,9%
20 cc/ jam,IVFD NaCl 3% 70cc/ jam, Inj Ceftriaxone 700 mg/ 12 jam, Inj Dexamethasone
2,5 mg/ 8 jam, Inj Fenitoin MD 35 mg/12 jam, Inj Ranitidine 15 mg/ 12 jam dan Inj
Metylprednisolon 375 mg/ 24 jam.
25
DAFTAR PUSTAKA
26