Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kasus

Ensefalitis

Disusun Oleh:
Muhammad Farhan Fauzi (150100206)
Muhammad Hakim Rosli (150100209)

Pembimbing:
Dr. Putri Amelia, M.Ked(Ped), SpA

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS UTARA
MEDAN
2019
ii

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan pada tanggal :


Nilai :

Pembimbing

Dr. Putri Amelia, M.Ked(Ped), SpA


iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan laporan kasus berjudul ”Ensefalitis”. Laporan kasus ini disusun sebagai
salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D)
di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Dalam proses penyusunan laporan kasus ini, penulis menyampaikan
penghargaandan terima kasih kepada Dr. Putri Amelia M.Ked(Ped) SpA selaku
dosen pembimbing yang telah membimbing dan membantu penulis selama proses
penyusunan laporan kasus.
Penulis menyadari bahwa penulisan lapoan kasus ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan penulisan laporan kasus di kemudian hari. Akhir kata, semoga laporan
kasus ini dapat memberikan manfaat dan dapat menjadi bahan rujukan bagi
penulisan ilmiah di masa mendatang.

Medan, 12 Juni 2019


Penulis
iv

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ........................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2
1.3. Manfaat Penulisan ...................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
2.1. Definisi ....................................................................................................... 3
2.2. Etiologi ....................................................................................................... 3
2.3. Klasifikasi .................................................................................................... 4
2.4. Patofisiologi ................................................................................................. 6
2.5. Manifestasi klinis ........................................................................................ 7
2.6. Pemeriksaan penunjang ............................................................................... 7
2.7. Diagnosa ...................................................................................................... 8
2.8. Diagnosis Banding ....................................................................................... 10
2.9. Tatalaksana .................................................................................................. 10
2.10. Gejala dan komplikasi ................................................................................ 12
2.11. Prognosis ..................................................................................................... 12
BAB III STATUS ORANG SAKIT .................................................................. 13
BAB IV FOLLOW UP ......................................................................................... 20
BAB V DISKUSI ................................................................................................ 22
BAB VI KESIMPULAN .................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 26
v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ensefalitis adalah suatu peradangan yang menyerang otak (radang otak)
disebabkan oleh virus, bakteri, jamur dan parasit. Ensefalitis paling sering
disebabkan oleh infeksi virus. Paparan virus dapat terjadi melalui percikan saluran
napas, kontaminasi makanan dan minuman, gigitan nyamuk, kutu, dan serangga
lainnya serta kontak kulit (Stephen, 2012). Ensefalitis adalah penyakit dengan onset
akut, gejala dapat berkembang dengan cepat dan anak-anak yang sebelumnya sehat
menjadi lemah. Selain itu, dokter bahkan mengalami kesulitan untuk mengetahui
penyebab, terapi yang tepat dan prognosis (Lewis, 2005). Penyebab Ensefalitis
terbanyak di Indonesia yaitu virus Japanese Ensefalitis.

Virus Japanese Ensefalitis pertama kali dikenal pada tahun 1871 di Jepang.
Diketahui menginfeksi sekitar 6000 orang pada tahun 1924, kemudian terjadi KLB
besar pada tahun 1935 hampir setiap tahun terjadi KLB dari tahun 1946-1950.Virus
Japanese Ensefalitis pertama di isolasi pada tahun 1934 dari jaringan otak penderita
Ensefalitis yang meninggal. Penyakit ini endemik di daerah Asia, mulai dari
Jepang, Filipina, Taiwan, Korea, China, Indo-China, Thailand, Malaysia, sampai
ke Indonesia serta India. Diperkirakan ada 35.000 kasus Japanese Ensefalitis di
Asia setiap tahun. Angka kematian berkisar 20- 30% (Dirjen, 2003).

Di Indonesia, kasus Japanese Ensefalitis pertama kali dilaporkan pada


tahun 1960 dan pertama diisolasi dari nyamuk pada tahun 1972, didaerah Bekasi.
Survai di rumah sakit Sanglah Bali pada tahun 1990-1992 atas 47 kasus Ensefalitis
menemukan 19 kasus serologi positif terhadap Japanese Ensefalitis. Penelitian yang
dilakukan oleh Liu et al. 2009 menyebutkan bahwa identifikasi kasus Ensefalitis
dirumah sakit di Bali antara tahun 2001-2004 menemukan 163 kasus encephalitis
dan 94 diantaranya secara serologis mengarah pada kasus Japanese Ensefalitis
(Sendow, 2014).

1
2

Di Indonesia, Meningitis/Ensefalitis merupakan penyebab kematian pada


semua umur dengan urutan ke-17 dengan persentase 0,8% setelah malaria.
Meningitis/Ensefalitis merupakan penyakit menular pada semua umur dengan
persentase 3,2%. Sedangkan proporsi Meningitis/Ensefalitis merupakan penyebab
kematian bayi pada umur 29 hari-11 bulan dengan urutan ketiga yaitu dengan
persentase 9,3% setelah diare 31,4% dan pneumoni 23,8%. Proporsi
Meningitis/Ensefalitis penyebab kematian pada umur 1-4 tahun yaitu 8,8% dan
merupakan urutan ke-4 setelah Necroticans Entero Colitis (NEC) yaitu 10,7%
(Depkes RI, 2008).

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk menguraikan teori tentang
Ensefalitis, mulai dari definisi hingga tatalaksana dan prognosis, serta
membandingkannya dengan kasus yang ditemukan di Rumah Sakit Universitas
Sumatera Utara (RS USU). Penulisan laporan kasus ini sekaligus untuk memenuhi
persyaratan pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.

1.3 Manfaat Penulisan


Laporan kasus ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan
pemahaman penulis dan pembaca, terutama peserta P3D, mengenai Ensefalitis
terutama tentang diagnosis dan manajemennya sesuai dengan Standar Kompetensi
Dokter Indonesia (SKDI).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ensefalitis menurut Mansjoer dkk adalah radang jaringan otak yang dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan protozoa (FK UI, 2000) Sedangkan,
menurut Soedarmo dkk, Ensefalitis adalah suatu penyakit yang menyerang susunan
syaraf pusat di medula spinalis dan meningen yang di sebabkan oleh Japanese
Ensefalitis virus yang ditularkan oleh nyamuk (Soedarmo, 2008). Dari dua
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Ensefalitis adalah suatu penyakit
yang disebabkan oleh virus dan menularkan penyakit tersebut melalui vektor
nyamuk, sehingga akan tejadi gangguan di susunan syaraf pusat.

2.2 Etiologi
Ensefalitis disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, fungus dan riketsia.
Penyebab yang tersering adalah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung
menyerang otak atau reaksi radang akut karena infeksi sistemik atau vaksinasi
terdahulu. Ensefalitis juga dapat diakibatkan oleh invasi langsung cairan
serebrospinal selama pungsi lumbal.
Berbagai jenis virus dapat menimbulkan Ensefalitis, meskipun gejala
klinisnya sama. Sesuai dengan jenis virus serta epidemiologinya, diketahui berbagai
macam Ensefalitis virus. Menurut Soedarmo dkk, bahwa virus Ensefalitis
berkembang biak dari sel hidup yaitu di dalam nukleus dan sitoplasma seperti babi,
kuda, gigitan nyamuk dan lain lain.

3
4

2.3 Klasifikasi
Ensefalitis ini disebabkan antara lain oleh virus, bakteri, jamur, ricketsia
(masuk melalui gigitan kutu), dan parasit. Kelimanya dapat diklasifikasi sebagai
berikut:
1. a. Ensefalitis Supurativa
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah: Staphylococcus aureus,
Streptococcus, E.Coli dan M. Tuberculosa.
- Manifestasi klinis Secara umum gejala berupa trias Ensefalitis: demam,
kejang dan penurunan kesadaran. Bila berkembang menjadi abses serebri
akan timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan
intrakranial yaitu: nyeri kepala yang kronik dan progresif, muntah,
penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada pemeriksaan mungkin
terdapat edema papil. Tanda-tanda defisit neurologis tergantung pada lokasi
dan luas abses.
b. Ensefalitis Sifilis Disebabkan oleh Treponema pallidum. Gejala
Ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian:
1) Gejala-gejala neurologis, kejang-kejang yang datang dalam serangan-
serangan, afasia, apraksia, hemianopsia, penurunan kesadaran, sering
dijumpai pupil Agryll- Robertson, nervus opticus dapat mengalami atrofi.
Pada stadium akhir timbul gangguanangangguan motorik yang progresif.
2) Gejala-gejala mental, timbulnya proses dimensia yang progresif,
intelgensia yang mundur perlahan-lahan yang mula-mula tampak pada
kurang efektifnya kerja, daya konsentrasi mundur, daya ingat berkurang,
daya pengkajian terganggu.

2. Ensefalitis Virus
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia:
A. Virus RNA
 Paramikso virus: virus yang menyebabkan parotitis, morbili
 Rabdovirus: virus rabies
 Tugavirus: virus rubella flavivirus (virus Ensefalitis Jepang B, virus dengue)

4
5

 Picornavirus: enterovirus (virus polio, cocksakie A dan B, echovirus)


 Arenavirus: virus koriomeningitis limfositoriab.
B. Virus DNA
 Herpes virus: herpes zoster - varisella, herpes simpleks, sitomegali virus, virus
Epstein - barr
 Poxvirus: variola, vaksinia
 Retrovirus: AIDS
Manifestasi klinis: Dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan,
nausea, penurunan kesadaran, timbul serangan kejangkejang, kaku kuduk,
hemiparesis dan paralysis bulbaris.

3. Ensefalitis Karena Parasit

a. Malaria Serebral
Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral. Gejala-gejala yang
timbul: demam tinggi.kesadaran menurun hingga koma. Kelainan neurologik
tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan.

b. Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala- gejala
kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia
parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak.

c. Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di
air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan Meningo-Ensefalitis akut. Gejala-
gejalanya adalah demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan
kesadaran menurun.

d. Sistiserkosis
Gejala-gejala neurologik yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan.
6

4. Ensefalitis Karena Fungus (Jamur)

Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain: Candida albicans,


Cryptococcus neoformans, Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor
mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat
ialah Meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya
infeksi adalah daya imunitas yang menurun.

5. Riketsiosis Serebri

Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat
menyebabkan Ensefalitis. Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-
mula sukar tidur, kemudian kesadaran menurun. Gejala-gejala neurologik
menunjukan lesi yang tersebar.

2.4 Patofisiologi

Setelah mikroorganisme masuk ke tubuh manusia yang rentan, melalui kulit,


saluran pernapasan dan saluluran cerna. Virus menuju sistem getah bening dan
berkembangbiak. Virus akan menyebar melalui aliran darah dan menimbulkan
viremia pertama. Melalui aliran darah virus akan menyebar ke sistem saraf pusat
dan organ eksterneural. Kemudian virus dilepaskan dan masuk ke dalam peredaran
darah menyebabkan viremia ke dua yang bersamaan dengan penyebaran infeksi
penyakit sistemik.
Setelah terjadinya viremia, vius menembus dan berkembangbiak pada endotel
vaskular dengan cara endositosis. Sehingga, dapat menembus sawan otak. Setelah
mencapai susunan saraf pusat virus bekembangbiak dalam sel dengan cepat pada
retikulum endoplasma serta badan golgi yang menghancurkan mereka. Akibat
infeksi virus tersebut maka permeabilitas sel neuron, ganglia dan endotel
meningkat. Sehingga cairan di luar sel masuk ke dalam dan timbullah edema
7

sistoksik. Adanya edema dan kerusakan padasusunan saraf pusat ini memberikan
manifestasi berupa Ensefalitis. Dengan masa prodmoral berlangsung 1-4 hari. Area
otak yang terkena dapat pada thalamus, ganglia basal, batang otak, hipotalamus dan
korteks serebra (Soedarmo, 2008).
Virus-virus yang menyebabkan parotitis, morbili, varisela masuk ke dalam
tubuh melalui saluran pernafasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut, VHS
melalui mulut atau mukosa kelamin, virus yang lain masuk ke tubuh melalui
inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau nyamuk. Bayi dalam kandungan
mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus rubella atau CMV. Virus
memperbanyak diri secara lokal, terjadi viremia yang menyerang SSP melalui
kapilaris di pleksus koroideus. Cara lain ialah melalui saraf perifer (gerakan
sentripetal) misalnya VSH, rabies dan herpes zoster.

2.5 Manifestasi Klinis

Ensefalitis biasanya memperlihatkan gejala awal yang dramatis berupa delirium


dan penurunan progresif kesadaran. Dapat timbul kejang dan gerakangerakan
abnormal. Setelah masa inkubasi kurang lebih 5-10 hari akan terjadi kenaikan suhu
yang mendadak, seringkali terjadi hiperpireksia, nyeri kepala pada orang dewasa
dan menjerit pada anak kecil. Ditemukan tanda perangsangan SSP (koma, stupor,
letargi), kaku kuduk, peningkatan reflek tendon, tremor, kelemahan otot dan
kadang-kadang kelumpuhan.
Meskipun penyebabnya berbeda, gejala klinis Ensefalitis lebih kurang sama
dan khas sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnostik. Secara umum gejala
berupa trias Ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan penurunan kesadaran.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


- Pemeriksaan cairan serobrospinal
- Pemeriksaan darah lengkap
- Pemeriksaan feses
- Pemeriksaan serologik darah (VDRL, TPHA)
8

- Pemeriksaan titer antibody


- EEG
- Foto thorax
- Foto roentgen kepala
- CT-Scan Arteriografi ( Soedarmo, 2008)

2.7 Diagnosis
Diagnosis pasti untuk Ensefalitis ialah berdasarkan pemeriksaan patologi
anatomi jaringan otak. Secara praktis diagnostik dibuat berdasarkan manifestasi
neurologik dan informasi epidemiologik.

Sebaiknya diagnosis ensefalitis ditegakkan dengan:


a. Anamnesis yang cermat, tentang kemungkinan adanya infeksi akut atau kronis,
keluhan, kemungkinan adanya peningkatan tekanan intra kranial, adanya gejala,
fokal serebral/serebelar, adanya riwayat pemaparan selama 2- 3 minggu terakhir
terhadap penyakit melalui kontak, pemaparan dengan nyamuk, riwayat bepergian
ke daerah endemik dan lain-lain.
b. Pemeriksaan fisik/neurologik, perlu dikonfirmasikan dengan hasil anamnesis
dan sebaliknya anamnesis dapat diulang berdasarkan hasil pemeriksaan.
 Gangguan kesadaran
 Hemiparesis
 Tonus otot meninggi
 Reflek patologis positif
 Reflek fiisiologis menningkat
 Klonus
 Gangguan nervus kranialis
 Ataksia
9

c. Pemeriksaan laboratorium
1. Pungsi lumbal
Untuk menyingkirkan gangguan-gangguan lain yang akan memberikan respons
terhadap pengobatan spesifik. Pada Ensefalitis virus umumnyacairan serebro spinal
jernih, jumlah lekosit berkisar antara nol hingga beberapa ribu tiap mili meter
kubik, seringkali sel-sel polimorfonuklear mula-mula cukup bermakna. Kadar
protein meningkat sedang atau normal, kadar protein mencapai 360% pada
Ensefalitis yang disebabkan virus herpes simplek dan 55% yang disebabkan oleh
toxocara canis. Kultur 70-80 % positif dan virus 80% positif.

2. Darah
- Al (angka lekosit): normal atau meninggi tergantung etiologi
- Hitung jenis: normal/dominasi sel polimorfenuklear
- Kultur: 80-90 % positif

d. Pemeriksaan pelengkap
• Isolasi virus
Virus terdapat hanya dalam darah pada infeksi dini. Biasanya timbul sebelum
munculnya gejala. Virus diisolasi dari otak dengan inokulasi intraserebral mencit
dan diidentifikasi dengan tes-tes serologik dengan antiserum yang telah diketahui.

• Serologi
Antibodi netralisasi ditemukan dalam beberapa hari setelah timbulnya penyakit.
Dalam membuat diagnosis perlu untuk menentukan kenaikan titer antibodi
spesifik selama infeksi diagnosis serologik menjadi sukar bila epidemi yang
disebabkan oleh salah satu anggota golongan serologik terjadi pada daerah dimana
anggota golongan lain endemik atau bila individu yang terkena infeksi,
sebelumnya pernah terkena infeksi virus arbo yang mempunyai hubungan dekat.
Dalam keadaan tersebut, diagnostik etiologik secara pasti tidak mungkin
dilakukan.
10

• CT scan kepala
Dapat digunakan CT scan atau MRI untuk mengevaluasi derajat pembengkakan
dan tempat nekrosis.

• EEG / Electroencephalography sering menunjukan aktivitas listrik yang


merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun, adanya kejang, koma, tumor,
infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat
menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan.

2.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding untuk Ensefalitis meliputi kemungkinan meningitis bakterial,
tumor otak, abses ekstradural, abses subdural, infiltrasi neoplasma trauma kepala
pada daerah epidemik, Ensefalopati, sindrom Reye. Pada kasus Ensefalitis
supurativa diagnosa bandingnya adalah neoplasma, hematoma subdural kronik,
tuberkuloma dan hematoma intraserebri (Sardjito, 2000).
2.9 Tatalaksana
Dengan pengecualian dari ensefalitis herpes simplex dan varicella-zoster,
bentuk ensefalitis virus tidak dapat diobati. Tujuan utama adalah untuk
mendiagnosa pasien secepat mungkin sehingga mereka menerima obat yang tepat
untuk mengobati gejala. Hal ini sangat penting untuk menurunkan demam dan
meringankan tekanan yang disebabkan oleh pembengkakan otak.
Pasien dengan ensefalitis yang sangat parah beresiko bagi komplikasi sistemik
termasuk shock, oksigen rendah, tekanan darah rendah, dan kadar natrium rendah.
Setiap komplikasi yang mengancam nyawa harus diatasi segera dengan perawatan
yang tepat.
Penderita dengan kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap sampai
menghilangnya gejala-gejala neurologik. Tujuan penatalaksanaan adalah
mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka,
pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah. Tata laksana yang dikerjakan
sebagai berikut:
11

I. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensefalitis


biasanya berat. Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang
sering terjadi, perlu diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam
bentuk infus selama 3 menit.
II. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S
(tergantung umur) dan pemberian oksigen.
III. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh
anoksia serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi
dalam 3 dosis.
IV. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan
intravena dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian
dapat diulang setiap 8-12 jam.
V. Pengobatan kausatif.
Sebelum berhasil menyingkirkan etilogi bakteri, terutama abses otak
(ensefalitis bakterial), maka harus diberikan pengobatan antibiotik
parenteral. Pengobatan untuk ensefalitis karena infeksi virus herpes simplek
diberikan Acyclovir intravena, 10 mg/kgbb sampai 30 mg/kgbb per hari
selama 10 hari. Jika terjadi toleransi maka diberikan Adenine arabinosa
(vidarabin). Begitu juga ketika terjadi kekambuhan setelah pengobatan
dengan Acyclovir. Dengan pengecualian penggunaan Adenin arabinosid
kepada penderita ensefalitis oleh herpes simpleks, maka pengobatan yang
dilakukan bersifat non spesifik dan empiris yang bertujuan untuk
mempertahankan kehidupan serta menopang setiap sistem organ yang
terserang. Efektivitas berbagai cara pengobatan yang dianjurkan belum
pernah dinilai secara objektif
VI. Fisioterapi dan upaya rehabilitatif setelah penderita sembuh.
VII. Makanan tinggi kalori protein sebagai terapi diet.
VIII. Lain-lain, perawatan yang baik, konsultan dini dengan ahli anestesi untuk
mengantisipasi kebutuhan pernapasan buatan. Perawatannya, yaitu mata :
cegah adanya exposure keratitis dengan pemberian BWC atau salep
antibiotika. Cegah decubitus dengan merubah posisi penderita tiap 2 jam.
12

Penderita dengan gangguan menelan dan akumulasi sekret lakukan postural


drainage dan aspirasi mekanis.

2.10 Gejala dan Komplikasi

Gejala sisa maupun komplikasi karena Ensefalitis dapat melibatkan susunan


saraf pusat dapat mengenai kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik, penglihatan
dan pendengaran, sistem kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain
dapat terlibat secara menetap.
Gejala sisa berupa defisit neurologik (paresis/paralisis, pergerakan
koreoatetoid), hidrosefalus maupun gangguan mental sering terjadi. Komplikasi
pada bayi biasanya berupa hidrosefalus, epilepsi, retardasi mental karena kerusakan
SSP berat. Komplikasi yang terjadi pada Ensefalitis adalah : pasien dapat
mengalami ketidakmampuan permanen, kerusakan otak atau meninggal akibat
ensefalitis dan dapat timbul kejang (Anonim, 1996).

2.11 Prognosis
Prognosis bergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan.
Disamping itu perlu dipertimbangkan pula mengenai kemungkinan penyulit yang
dapat muncul selama perawatan. Edema otak dapat sangat mengancam kehidupan
penderita. Prognosis jangka pendek dan panjang sedikit banyak bergantung pada
etiologi penyakit dan usia penderita. Bayi biasanya mengalami penyulit dan gejala
sisa yang berat. Ensefalitis yang disebabkan oleh VHS memberi prognosis yang
lebih buruk daripada prognosis virus entero.
BAB III
STATUS ORANG SAKIT

Nama : FZP
Usia : 2 tahun 2 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Lingkungan 1 Kec. Pandan
Nomor Rekam Medis : 77.89.11
Tanggal Masuk : 6 Mei 2019 (Puasa-2)

Anamnesa
Keluhan Utama : Kejang
Telaah :
- Kejang dialami pasien sejak 2 minggu yang lalu (22/4/2019). Kejang yang
dialami berdurasi 5-10 menit dengan 1 kali serangan. Kejang dialami pada kedua
sisi tubuh. Terjadi penurunan kesadaran setelah kejang. Kejang terjadi setelah
benturan di kepala pasien dan mengakibatkan luka 5-7 cm. Kejang kembali
dialami pasien setelah 2 hari berikutnya (24/4/2019) dengan frekuensi 2 kali
berdurasi 5-10 menit. Pasien merupakan rujukan Rumah Sakit Pandan, Sibolga
dengan infeksi sistem saraf pusat. Riwayat kejang sebelumnya dijumpai.
- Demam dialami pasien sejak terjadinya kejang dengan suhu tertinggi 39ºC.
Demam bersifat hilang timbul dan demam menurun saat diberi obat penurun
panas. Riwayat demam sebelumnya dijumpai.
- Penurunan kesadaran dengan cepat dijumpai saat pertama kalinya terjadi kejang.
Riwayat penurunan kesadaran dengan cepat dijumpai.
- Lumpuh dijumpai pada kedua sisi tubuh pasien. Riwayat lumpuh dijumpai.
- Muntah tidak dijumpai pada pasien. Riwayat muntah sebelumnya tidak dijumpai
pada pasien.
- Batuk tidak dijumpai pada pasien. Riwayat batuk sebelumnya tidak dijumpai
pada pasien.
- Alergi tidak dijumpai pada pasien. Riwayat alergi sebelumnya tidak dijumpai.

13
14

- Riwayat penyakit terdahulu: Infeksi sistem saraf pusat


- Riwayat penggunaan obat: Ceftriaxone, Dexamethasone, Metronidazole,
Phenobarbital.
- Riwayat kehamilan: Ibu pasien mengandung pada usia 36 tahun dan tidak rutin
memeriksakan kehamilannya. Riwayat demam saat hamil disangkal, riwayat
konsumsi obat-obatan dan jamu pada saat hamil disangkal.
- Riwayat kelahiran: Pasien merupakan anak kedua yang lahir secara sectio
sessarea dengan masa gestasi 9 bulan. Saat lahir pasien segera menangis, riwayat
tubuh berwarna atau kuning tidak dijumpai dengan berat badan lahir 4000 gram,
panjang badan lahir 50 cm dan lingkar kepala lahir tidak ingat.
- Riwayat imunisasi: Tidak ingat
- Riwayat makan: Pasien mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan. Pasien
mulai diberi minum susu formula pada usia 8 bulan. Pada usia 6 bulan pasien
mulai diberi makan bubur susu dan mulai diberi makan nasi tim pada usia 9
bulan. Sejak usia 12 bulan pasien diberi makanan keluarga.
- Riwayat tumbuh kembang: Pasien mula telungkup saat usia 4 bulan, duduk saat
usia 6 bulan dan merangkak saat usia 7 bulan. Pasien dapat berdiri maupun
berjalan.

Pemeriksaan Fisik
Status Presens
Sensorium : Delirium (GCS 10; E4V2M4)
TD : 110/70 mmHg BB: 14 kg ; TB: 90 cm
HR : 123 x/i BB/U : 0<Zs<2
RR : 27 x/i TB/U : Zs = 0
Suhu : 37,3⁰C BB/TB : 0<Zs<1
Keadaan umum : Sakit sedang.
Keadaan gizi : Baik
Dispnea (-), Anemis (-), Sianosis (-), Jaundice (-), Edema (-)
15

Status Lokalisata
Kepala : Rambut: warna hitam, tidak kusam.
Mata: refleks cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva palpebra
inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-).
Hidung: pernafasan cuping hidung (-) deviasi septum nasi (-)
Telinga: sekret (-).
Mulut: Bibir: pucat (-), kering (-), sianosis (-)
Tonsil: normal
Leher : Pembesaran KGB (-), trakea medial.
Thoraks : Inspeksi : simetris fusiformis, retraksi (-).
Palpasi : Tidak dapat dinilai.
Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru.
Auskultasi : suara pernafasan: vesikuler.
suara tambahan: tidak dijumpai.
frekuensi jantung: 123 x/i, reguler, desah(-).
frekuensi nafas: 27 x/i, reguler, ronki (-).
Abdomen : Inspeksi : simetris, tidak membesar.
Palpasi : soepel, nyeri tekan (-), Hepar/Lien: tidak teraba.
Perkusi : timpani, shifting dullness (-).
Auskultasi : peristaltik (+) normal.
Ekstremitas : frekuensi nadi 123 x/i, reguler, T/V cukup, CRT <2”, akral hangat.
TD: 110/70 mmHg.
Genitalia : Dalam batas normal
16

Hasil Pemeriksaan Laboratorium


IGD – 07 Mei 2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
Hematologi
Darah Lengkap
- Hemoglobin 12,4 10,8 – 15,6 g/dL
- Hematokrit 37 33 - 45 %
- Leukosit 10,770 4,500 – 13,500 /μL
- Eritrosit 5,17 4,50 – 6,50 106/μL
- Trombosit 605,000 181,000 – 521,000 /μL
- MCV 72 69 - 93 fL
- MCH 24,0 22 - 34 pg
- MCHC 33,2 32 - 36 g/dL
- RDW 13,5 11 - 15 %
- MPV 8,9 6,5 – 9,5 fL
- PCT 0,540 0,100 – 0,500 %
- PDW 9,6 10,0 - 18,0 %
Hitung Jenis
- Neutrofil Segmen 45,30 25,00 – 60,00 %
- Limfosit 46,60 25,00 – 50,00 %
- Monosit 8.00 1.00 – 6.00 %
- Eosinofil 0,00 1,00 – 5,00 %
- Basofil 0,10 0,00 – 1,00 %
- Neutrofil Absolut 4,88 2,4 - 7,3 103/μL
- Limfosit Absolut 5,02 1,7 – 5,1 103/μL
- Monosit Absolut 0,86 0,2 - 0,6 103/μL
- Eosinofil Absolut 0,00 0,10 - 0,30 103/μL
- Basofil Absolut 0,01 0 - 0,1 103/μL
17

Resume :
- Pasien laki-laki usia 2 tahun 2 bulan datang ke IGD RS HAM dengan keluhan
kejang sejak 2 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Kejang yang
dialami berdurasi 5-10 menit dengan 1 kali serangan. Kejang dialami pada kedua
sisi tubuh. Terjadi penurunan kesadaran setelah kejang. Kejang terjadi setelah
benturan di kepala pasien dan mengakibatkan luka 5-7 cm. Kejang kembali
dialami pasien setelah 2 hari berikutnya (24/4/2019) dengan frekuensi 2 kali
berdurasi 5-10 menit. Pasien merupakan rujukan Rumah Sakit Pandan, Sibolga
dengan infeksi sistem saraf pusat. Riwayat kejang sebelumnya dijumpai.
- Demam dialami pasien sejak terjadinya kejang dengan suhu tertinggi 39ºC.
Demam bersifat hilang timbul dan demam menurun saat diberi obat penurun
panas. Riwayat demam sebelumnya dijumpai.
- Penurunan kesadaran dengan cepat dijumpai saat pertama kalinya terjadi kejang.
Riwayat penurunan kesadaran dengan cepat dijumpai.
- Lumpuh dijumpai pada kedua sisi tubuh pasien. Riwayat lumpuh dijumpai.

Riwayat kehamilan: Ibu pasien mengandung pada usia 36 tahun dan tidak
rutin memeriksakan kehamilannya. Riwayat demam saat
hamil disangkal, riwayat konsumsi obat-obatan dan
jamu pada saat hamil disangkal.
Riwayat kelahiran : Pasien merupakan anak kedua yang lahir secara sectio
sessarea dengan masa gestasi 9 bulan. Saat lahir pasien
segera menangis, riwayat tubuh berwarna atau kuning
tidak dijumpai dengan berat badan lahir 4000 gram,
panjang badan lahir 50 cm dan lingkar kepala lahir tidak
ingat.
Riwayat imunisasi : Tidak jelas
Riwayat makan : Pasien mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan.
Pasien mulai diberi minum susu formula pada usia 8
bulan. Pada usia 6 bulan pasien mulai diberi makan
bubur susu dan mulai diberi makan nasi tim pada usia 9
18

bulan. Sejak usia 12 bulan pasien diberi makanan


keluarga.
Riwayat tumbuh kembang : Pasien mula telungkup saat usia 4 bulan, duduk
saat usia 6 bulan dan merangkak saat usia 7 bulan.
Pasien dapat berdiri maupun berjalan.
Pemeriksaan fisik :
Sensorium : Delirium
Refleks patologis : Babinski (+), Chaddock (+)
Laboratorium :
Trombosit: 605 x 103/μL
PCT 0,540 %
PDW 9,6 %
Monosit 8,00%

Diagnosis Banding : 1. Meningoensefalitis


2. Meningitis TBC
3. Tumor dan abses otak

Diagnosis Kerja : Ensefalitis

Tatalaksana : - Tirah Baring


- Diet susu 100cc
- IVFD NaCl 0,9% 20cc/jam
- IVFD NaCl 3% 70cc/12jam
- Inj. Ceftriaxone 700 mg/12jam
- Inj. Dexamethasone 2,5 mg/8jam
- Inj. Fenitoin MD 35mg/12jam
- Inj. Ranitidine 15mg/12jam
- Inj. Methyprednisolon 375mg/24jam
19

Rencana :
- Dapat dicoba penggunaan obat anti viral misalnya interferon, idoxouridine
dll.
- Melakukan lumbal punksi
BAB IV
FOLLOW UP

Tanggal 7 Mei 2019


S Penurunan kesadaran dijumpai, demam dijumpai
O Sensorium: Delirium GCS 10(E4V2M4), Suhu : 37,8 ºC
Kepala : Mata : Refleks cahaya dijumpai, pupil isokor, conj. Palpebra
inferior tidak pucat.
Dada : Simetris fusiformis tanpa retraksi
F.Jantung : 110x/menit, reguler, tanpa desah.
F.Nadi : 22x/menit, reguler tanpa ronki.
Perut : Soepel, Peristaltik dijumpai
A.Gerak : Akral hangat, CRT < 2 detik.
A Dd/ Ensefalitis
Meningoensefalitis
Meningitis
P - Elevasi
-IVFD NaCl 0,9% 70mg/12jam/iv
-Inj. Ceftriaxone 700mg/12jam/iv
-Inj. Dexamethasone 2,5mg/12jam/iv
-R/Lp
Tanggal 8 Mei 2019
S Penurunan kesadaran dijumpai, demam dijumpai

20
21

O Sensorium: Delirium GCS10 (E4M2V4) Suhu : 37,9ºC


Kepala : Mata : Refleks cahaya dijumpai, pupil isokor, conj. Palpebra
inferior tidak pucat.
Dada : Simetris fusiformis tanpa retraksi
F.Jantung : 106x/menit, reguler, tanpa desah.
F.Nadi : 24x/menit, reguler tanpa ronki.
Perut : Soepel, Peristaltik dijumpai
A.Gerak : Akral hangat, CRT < 2 detik.
A Dd/ Ensefalitis
Meningoensefalitis
P -IVFD NaCl 0,9% 70mg/12jam/iv
-Inj. Ceftriaxone 700mg/12jam/iv
-Inj. Dexamethasone 2,5mg/12jam/iv
Tanggal 9 Mei 2019
S Penurunan kesadaran dijumpai, demam dijumpai
O Sensorium: Delirium GCS 10(E4V2M4), Suhu : 36,9 ºC
Kepala : Mata : Refleks cahaya dijumpai, pupil isokor, conj. Palpebra
inferior tidak pucat.
Dada : Simetris fusiformis tanpa retraksi
F.Jantung : 96x/menit, reguler, tanpa desah.
F.Nadi : 25x/menit, reguler tanpa ronki.
Perut : Soepel, Peristaltik dijumpai
A.Gerak : Akral hangat, CRT < 2 detik
A Dd/ Ensefalitis
Meningoensefalitis
P -IVFD NaCl 0,9% 70mg/12jam/iv
-Inj. Ceftriaxone 700mg/12jam/iv
-Inj. Dexamethasone 2,5mg/12jam/iv
BAB V
DISKUSI

Teori Pasien
Definisi Anak laki-laki, berusia 2 tahun 2
Ensefalitis adalah infeksi yang bulan datang dengan keluhan kejang
mengenai system saraf pusat (SSP) sejak 2 minggu yang lalu.Kejang
yang disebabkan oleh virus atau
berdurasi kira-kira 5-10 menit dengan
mikroorganisme lain yang
nonpurulen. Penyebab tersering 1 kali serangan. Kejang terjadi pada
dari ensefalitis adalah virus kedua sisi tubuh. Demam dialami
kemudian herpes simpleks,
bersamaan dengan kejang dengan
arbovirus, dan jarang disebabkan
oleh enterovarius, mumps, dan suhu tertinggi mencapai 39.0ºC dan
adenovirus. Ensefalitis bisa juga bersifat hilang timbul. Penurunan
terjadi pascainfeksi campak,
kesedaran dijumpai saat pertama kali
influenza, varicella, dan
pascavaksinasi pertusis. terjadi kejang. Mual dan muntah
tidak dijumpai.
Etiologi Os bertempat tinggal di daerah tropis.

Penyebab ensefalitis biasanya


bersifat infektif tetapi bisa juga yang
non- infektif seperti pada proses
dimielinisasi pada Acute
disseminated encephalitis.
Ensefalitis bisa disebabkan oleh
virus, bakteria, parasit, fungus dan
riketsia. Agen virus, seperti virus
HSV tipe 1 dan 2 (hampir secara
eksklusif pada neonatus), EBV,
virus campak (PIE dan SSPE), virus
gondok, dan virus rubella, yang
menyebar melalui kontak orang-ke-
orang. Virus herpes manusia juga
dapat menjadi agen penyebab. CDC
telah mengkonfirmasi bahwa virus
West Nile dapat ditularkan melalui

22
23

transplantasi organ dan melalui


transfusi darah. Vektor hewan
penting termasuk nyamuk, kutu
(arbovirus), dan mamalia seperti
rabies.

Manifestasi Klinis Pada pasien didapati:


1) Demam  Demam
2) Kejang
 Kejang
3) Kesadaran menurun: Bila
berkembang menjadi abses serebri  Kesadaran menurun
akan timbul gejala-gejala infeksi
umum, tanda-tanda meningkatnya
tekanan intracranial yaitu : nyeri
kepala yang kronik dan
progresif,muntah, penglihatan kabur,
kejang, kesadaran menurun, pada
pemeriksaan mungkin terdapat
edema papil.Tanda-tanda defisit
neurologis tergantung pada lokasi
dan luas abses.

Diagnosis Anamnesa
Penegakan diagnosa pada infeksi Pemeriksaan fisik
dengue dapat ditegakkan berdasarkan Pemeriksaan penunjang:
anamnesa, manifestasi klinis yang - Lumbal Punksi
timbul serta pemeriksaan penunjang
yaitu lumbal punksi,
elektroensefalografi, pemeriksaan
imaging otak, biopsy otak, PCR.
Penatalaksanaan Non-Farmakologi
I. Mengatasi kejang adalah -Tirah baring
tindakan vital, karena kejang -Diet susu 100cc
pada ensefalitis biasanya berat.
Pemberian Fenobarbital 5-8
mg/kgBB/24 jam. Jika kejang
24

sering terjadi, perlu diberikan Farmakologi


Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) - IVFD NaCl 0,9% 20cc/jam
IV, dalam bentuk infus selama 3
- IVFD NaCl 3% 70cc/jam
menit.
II. Memperbaiki homeostatis, - Inj Ceftriaxone 700 mg/12 jam
dengan infus cairan D5 - 1/2 S - Inj Dexamethasone 2,5 mg/ 8 jam
atau D5 - 1/4 S (tergantung
- Inj Fenitoin MD 35 mg/ 12 jam
umur) dan pemberian oksigen.
III. Mengurangi edema serebri serta -Inj Ranitidine 15 mg/ 12 jam
mengurangi akibat yang -Inj Metylprednisolon 375 mg/ 24 jam
ditimbulkan oleh anoksia serebri
dengan Deksametason 0,15-1,0
mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3
dosis.
IV. Menurunkan tekanan
intrakranial yang meninggi
dengan Manitol diberikan
intravena dengan dosis 1,5-2,0
g/kgBB selama 30-60 menit.
Pemberian dapat diulang setiap
8-12 jam
V. Pengobatan kausatif.
VI. Fisioterapi dan upaya
rehabilitatif setelah penderita
sembuh.
VII. Makanan tinggi kalori protein
sebagai terapi diet.
BAB VI
KESIMPULAN

Telah dilaporkan suatu kasus ensefalitis pada seorang anak laki-laki, usia 2 tahun 2 bulan.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan klinis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pasien selanjutnya ditatalaksana dengan pemberian terapi non farmakologis
berupa tirah baring dan diet susu 100cc dan terapi farmakologis berupa IVFD NaCl 0,9%
20 cc/ jam,IVFD NaCl 3% 70cc/ jam, Inj Ceftriaxone 700 mg/ 12 jam, Inj Dexamethasone
2,5 mg/ 8 jam, Inj Fenitoin MD 35 mg/12 jam, Inj Ranitidine 15 mg/ 12 jam dan Inj
Metylprednisolon 375 mg/ 24 jam.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Stephen J. Falchek, MD. 2012. Encephalitis in the Pediatric Population.


Volume 33 No. 3 March 2012. Downloadded from
http://pedsinreview.aapublications.org diakses tanggal 30 Mei 2019 .
2. Paul lewis, Carol A. Glaser. 2005. Encephalitis. Volume 26 No. 10 October
2005. Downloadded from http://pedsinreview.aapublications.org diakses tanggal
30 Mei 2019.
3. Dirjen P2MPL, Subdit Zoonosis, 2003. Laporan serosurvey Japanese
Encephalitis. Depkes.
4. I Sendow, S Bahri. 2014. Perkembangan Japanese Encephalitis di
Indonesia. Peternakan.litbang.pertanian. Bogor.
5. Balitbangkes Departemen Kesehatan RI. 2008. Riskesdas 2007.
http://www.k4health.org/system/files/laporanNasional.20Riskesdas.202 007.pdf
6. Anonim, Ensefalitis dalam Arif M, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke-
3, Medik Aesculapius FK UI, Jakarta, 2000. https://azurama.wordpress.com
diakses tanggal 30 Mei 2019
7. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. Malaria. Dalam : Buku
ajar infeksi & pediatrik tropis. Edisi ke-2. Jakarta: IDAI. 2008.
https://azurama.wordpress.com diakses pada tanggal 30 Mei 2019
8. Komite Medik RSUP Dr. Sardjito. Ensefalitis dalam Sutoyo, Standar
Pelayanan Medis, Ed. 2, Medika Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta, 2000.
pada tanggal 30 Mei 2019
9. Anonim, Ensefalitis dalam Harsono, Neurologi Klinis, Ed. I. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta. 1996

26

Anda mungkin juga menyukai