Anda di halaman 1dari 23

TUTORIAL SISTEM DIGESTIVUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KOLELITIASIS

DISUSUN OLEH :

YUSTINA CICI FAUDIN

C1814201051

S1 KEPERAWATAN TINGKAT II A

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

STELLA MARIS

MAKASSAR

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR MEDIK

A. Definisi
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah
kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material
mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu Empedu adalah timbunan
kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di
dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu
disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter, edisi 72, 2011).
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu kolesterol,
bilirubin, garam empedu, kalsium,protein,asam lemak & fosfolipid (Price & Wilson,
2005).
Kolelitiasis adalah batu terbentuk oleh colesterol, kalsium, bilirubinat atau
campuran yang disebabkan oleh perubahan pada komposisi empedu ( Marlyn E
Doengoes, 2000).

B. Klasifikasi
Menurut Lesmana L, 2000 dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I gambaran
makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan atas 3 (tiga)
golongan:
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung >
50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :
a. Supersaturasi kolesterol
b. Hipomotilitas kandung empedu
c. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung
<20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
a. Batu pigmen kalsium bilirubinat (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat
terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat
disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan
infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar
enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi
bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium
bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya
hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.
Umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu
yang terinfeksi.
b. Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan
kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. Batu pigmen hitam adalah tipe
batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis
hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin.
Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam
terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.
3. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%
kolesterol.

C. Anatomi Dan Fisiologi Empedu


1. Pengertian
Kantung empedu atau kandung empedu Bahasa Inggris: gallbladder) adalah
organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang
dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang kantung empedu
adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap - bukan karena warna jaringannya,
melainkan karena warna cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan
dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu.
Bagian-bagian dari kandung empedu, terdiri atas:
a. Fundus vesikafelea, merupakan bagian kandung empedu yang paling akhir setelah
korpus vesikafelea.
b. Korpus vesikafelea, bagian dari kandung empedu yang didalamnya berisi getah
empedu. Getah empedu adalah suatu cairan yang disekeresi oleh sel hati sebanyak
500-1000 cc setiap harinya, sekresinya berjalan terus menerus, jumlah produksi
cairan empedu dapat meningkat pada saat mencerna lemak.
c. Leher kandung empedu. Merupakan saluran pertama tempat masuknya getah
empedu ke badan kandung empedu lalu berkumpul dan dipekatkan dalam
kandung empedu.
d. Duktus sistikus. Panjangnya kurang lebih 3 ¾ cm. berjalan dari leher kandung
empedu dan bersambung dengan duktus hepatikus membentuk saluran empedu ke
duodenum.
e. Duktus hepatikus, saluran yang keluar dari leher.
f. Duktus koledokus saluran yang membawa empedu ke duodenum.
2. Fungsi
Kandung empedu memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan empedu dan
memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan
elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.
Pada individu normal, cairan empedu mengalir ke kandung empedu pada saat katup
Oddi tertutup. Dalam kandung empedu, cairan empedu dipekatkan dengan
mengabsorpsi air. Derajat pemekatannya diperlihatkan oleh peningkatan konsentrasi
zat-zat padat. Cairan empedu yang dihasilkan oleh hati mengandung 97% air,
sedangkan kadar rata-rata air yang terkandung dalam cairan empedu yang telah
tersimpan didalam kandung empedu adalah 89%. Bila saluran empedu dan duktus
sistikus dijepit, maka tekanan dalam saluran empedu akan naik sampai kira-kira 30
mm cairan empedu dalam 30 menit dan sekresi empedu berhenti. Akan tetapi bila
saluran empedu dijepit dan duktus sistikus dibiarkan terbuka, air akan diabsorspi
dalam kandung empedu dan tekanan intrafilier naik hanya kira-kira 100 mm cairan
empedu selama beberapa jam.
Cairan yang disekresikan oleh sel-sel hepatosit dalam organ hati adalah cairan
yang berwarna kekuningan atau kecoklatan atau kuning kehijauan yang disekresikan
oleh sel-sel hati. Setiap hari sel-sel hati mensekresikan 800-1000 ml cairan empedu
dengan pH sekitar 7,6-8,6. Cairan empedu sebagian besar terdiri atas air, garam-
garam empedu, kolesterol, dan sebuah fosfolipid (lesitin), pigmen-pigmen empedu
dan beberapa ion-ion, serta zat-zat lain yang ada dalam larutan elektrolit alkali yang
mirip dengan getah pancreas. selain itu fungsi empedu untuk membuang limbah
tubuh tertentu (terutama pigmen hasil pemecahan sel darah merah dan kelebihan
kolesterol) serta membantu pencernaan dan penyerapan lemak. Garam empedu
menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut
dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang
berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama
dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu. Berbagai protein yang memegang
peranan penting dalam fungsi empedu juga disekresi dalam empedu.
3. Anatomi sekresi empedu
a. Empedu diproduksi oleh sel-sel hati memasuki kanalikuli empedu yang kemudian
menjadi duktus hepatika kanan dan kiri
b. Duktus hepatika mengatur untuk membentuk duktus hepatik komunis kemudian
menyatu dengan duktus sistikus dari kandung empedu dan keluar dari hati sebagai
duktus empedu komunis.
c. Duktus empedu komunis bersamaa dengan duktus pankreas bermuara di
duodenum atau di alihkan untuk penyimpanan di kandung empedu.
4. Komposisi empedu.
a. Empedu adalah larutan berwarna kuning kehijauan terdiri dari 97 % air,
pigmen empedu dan garam-garam empedu.
b. Pigmen empedu terdiri dari biliverdin (hijau) dan bilirubin (kuning). Pigmen
ini merupakan hasil penguraian hemoglobin
c. Pigmen utama adalah bilirubin yang memberikan warna kuning pada urine
dan feces
d. Joundice atau kekuningan pada jaringan merupakan akibat dari peningkatan
bilirubin darah. Ini merupakan indikasi kerusakan hati.
e. Garam empedu terbentuk dari asam empedu yang berikatan dengan kolesterol
dan asam amino
f. Fungsi garam empedu dalam usus halus.
1) Elmusifikasi lemak. Garam empedu mengemulsi globulus lemak besar
dalam usus halus kemudian menghasilkan globulus lemak lebih kecil dan
area permukaan yang lebih luas untuk kerja enzim.
2) Absorpsi lemak. Garam empedu membantu absorpsi zat terlarut lemak
dengan cara memfasilitasi jalurnya menembus membran sel.
3) Pengeluaran kolesterol dari tubuh. Garam empedu berkaitan dengan
kolesterol dan lesitin untuk membentuk agregasi kecil disebut mecelli
yang dibuang melalui feces.
4) Kendali pada sekresi dan aliran empedu. Sekresi empedu diatur oleh
faktor saraf (impuls parasimpatik) dan hormon (sekretin dan CCK) yang
sama dengan yang mengatur sekresi cairan pankreas.
D. Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam
chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3%
bilirubin. komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap
berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol
bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan
untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
2. Usia lebih dari 40 tahun .
3. Kegemukan (obesitas).
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik
6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
7. Hiperlipidemia
8. Diet tinggi lemak dan rendah serat
9. Pengosongan lambung yang memanjang
10. Nutrisi intravena jangka lama
11. Dismotilitas kandung empedu
12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan
kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)
14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru
orang Afrika)
E. Pathway
Terlampir …

F. Manifestasi Klinis
1. Rasa nyeri dan kolik bilier
2. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami
distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan
mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier
disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke
punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan
bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien
rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier
semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan
empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu.
3. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan
gejala yang khas, yaitu: gatah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum
akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran
mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada
kulit.
4. Perubahan warna urine dan feses.
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap.
Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu, dan biasanya
pekat yang disebut “Clay-colored ”
5. Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang
larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-
vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat
mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002)
6. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa
G. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap:
1. pembentukan empedu yang supersaturasi,
2. nukleasi atau pembentukan inti batu, dan
3. berkembang karena bertambahnya pengendapan.

Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua


batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila
perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di
bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang
mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid
yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam
empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu
rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.Pembentukan batu
dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan kolesterol. Pada tingkat
supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan
membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin
bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan
untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. (Schwartz S 2000).

Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu



Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase

Presipitasi / pengendapan

Berbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat,
dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu,
pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan
memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya
sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound
berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat
mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami
dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan.
Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji
kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya,
berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila
pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung
empedu yang mengalami obstruksi. (Smeltzer dan Bare, 2002).
3. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung
empedu telah menebal. (Williams 2003)
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya
dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat
optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens.
Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus,
kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan
keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan
bilier.(Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).
5. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kenaikan serum kolesterol
b. Kenaikan fosfolipid
c. Penurunan ester kolesterol
d. Kenaikan protrombin serum time
e. Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
f. Penurunan urobilirubin
g. Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 - 10.000/iu)
h. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus
utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml)

I. Penatalaksanaan
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah dan
bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai
kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang
asimptomatik.
1. Penatalaksanaan Non bedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu
sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan
antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi
yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk
(Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).
Manajemen terapi :
1) Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
2) Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
3) Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
4) Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
5) Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)
b. Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan
pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam pengobatan
daripada chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih banyak pada
penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare, peningkatan
aminotransfrase dan hiperkolesterolemia sedang.
c. Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu
kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu
melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter
nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini
dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya
mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
d. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang
(Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung
empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi
beberapa sejumlah fragmen. (Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).
e. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan,
lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran
empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot
sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan
berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada
90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7%
mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan
pembedahan perut.
2. Penatalaksanaan Bedah
a. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas
yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum
untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
b. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90%
batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko
kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan
mengurangi komplikasi pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat
melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.

J. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
1. Asimtomatik
2. Obstruksi duktus sistikus
3. Kolik bilier
4. Kolesistitis akut
5. Perikolesistitis
6. Peradangan pankreas (pankreatitis)
7. Perforasi
8. Kolesistitis kronis
9. Hidrop kandung empedu
10. Empiema kandung empedu
11. Fistel kolesistoenterik
12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu
empedu muncul lagi)
13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)

K. Discharge Planning
1. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh
dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik.
Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap
dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk (Smeltzer,SC dan Bare,BG
2002).
Manajemen terapi :
a. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
b. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
c. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
d. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
e. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

L. Metabolisme Bilirubin
Proses metabolisme pemecahan heme sangatlah kompleks. Setelah kurang lebih
120 hari, eritrosit diambil dan didegradasi oleh sistem RES terutama di hati dan
limpa. Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari katabolisme protein heme,
dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran
eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase
dan peroksidase.
Macam dan sifat bilirubin :
1. Bilirubin terkonjugasi (direct)
Bilirubin terkonjugasi (direct) adalah bilirubin bebas yang bersifat larut dalam air
sehingga dalam pemeriksaan mudah bereaksi. Bilirubin terkonjugasi (bilirubin
glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke saluran empedu dan diekskresikan ke
usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi urobilinogen. Bilirubin
terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk
azobilirubin.
Peningkatan kadar bilirubin direk atau bilirubin terkonjugasi dapat disebabkan
oleh gangguan ekskresi bilirubin intrahepatic
2. Bilirubin tak terkonjugasi (indirect)
Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) merupakan bilirubin bebas yang
terikat albumin, bilirubin yang sukar larut dalam air sehingga untuk memudahkan
bereaksi dalam pemeriksaan harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau
pelarut lain sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirect.
Peningkatan kadar bilirubin indirek mempunyai arti dalam diagnosis penyakit
bilirubinemia karena payah jantung akibat gangguan dari delivery bilirubin ke dalam
peredaran darah.
Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut :
a. Produksi
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin
pada sistem retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada
neonatus lebih tinggi dari pada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat
menghasilkan 35 mg bilirubin indirect. Bilirubin indirect yaitu bilirubin yang
bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo (reaksi Hymans van den Borgh)
yang bersifat larut dalam lemak.
b. Transportasi
Bilirubin indirect kemudian diikat oleh albumin. Sel parenkim hepar
mempunyai cara yang selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma.
Bilirubin ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin
tidak. Di dalam sel bilirubin akan terikat terutama pada ligandin dan sebagian
kecil pada glutation S transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses
2 arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan
ligandin dalam hepatosit. Sebagain besar bilirubin yang masuk hepatosit
dikonjugasi dan diekskresi ke dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar,
ligandin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak. Perberian fenobarbital
mempertinggi konsentrasi ligandin dan memberi tempat pengikatan yang lebih
banyak untuk bilirubin.
c. Konjugasi
Dalam sel hepar, bilirubion kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin
diglukoronide walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide.
Glukoronil transferase merubah bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide.
Ada 2 enzim yang terlibat dalam sintesis bilirubin digluronide. Pertama-tama
ialah uridin difosfat glukoronidase transferase (UPDG:T) yang mengkatalisa
pemebentukan bilirubin monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi diglukoronide
terjadi di membran kanalikulus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan
hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresi langsung ke empedu tanpa
konjugasi miusalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto).
d. Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direct yang larut dalam
air dan dieksresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus
bilirubin ini tidak diabsorbsi, sebagian kecil bilirubin direct dihidrolisis menjadi
bilirubin indirect dan direabsorbsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatik.
Pada neonatus karena aktivitas enzim B glukoronidase yang meningkat,
bilirubin direk banyak yang tidak diubah menjadi urobilin. Jumlah bilirubin yang
terhidrolisa menjadi bilirubin indirek meningkat dengan terabsorbsi sehingga
sirkulasi enterohepatik pun meningkat.
Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus :
Pada likuor amnii yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12
minggu, kemudian menghilang pada kehami1an 36-37 minggu. Pada inkompatibilitas
darah Rh., kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai untuk menduga
beratnya hemolisis. Peningktan bilirubin amnii juga terdapat pada obstruksi usus
fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke likuor amnii betum diketabui dengan jetas,
tetapi kemungkinan besar melalui mukosa saluran nafas dan saluran cerna.
Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama besamya tetapi
kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkutasi sangat terbatas. Demikian
kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua bilirubin
pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi ibu
dan diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir
semua neonatus dapat terjadi kumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini
menunjukkan bahwa ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa
neonatus. Pada masa janin haI ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa
neonatus haI ini berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus.
Pada bayi baru lahir karena fungsi hepar betum matang atau bila terdapat
gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan
enzim glukoronil transferase atau kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam
darah dapat meninggi. Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung
pada kadar albumin dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya
rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar bilirubin indirek yang bebas itu dapat
meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang
dapat melekat pada sel otak. lnilah yang menjadi dasar pencegahan 'kernicterus'
dengan pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20
mg% pada umumnya kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang
mempunyai kadar albumin normal tetah tercapai.
ASUHAN KEPERAWATAN

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan .
Data yang dikumpulkan meliputi :
1. Identitas
Berisi tentang identitas pasien dan penaggung jawab
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian.
Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen pada kuadran
kanan atas, dan mual muntah.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas
(Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu
nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat
mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan
klien merasakan nyeri/gatal tersebut.
Klien sering mengalami nyeri di ulu hati yang menjalar ke punggung , dan
bertambah berat setelah makan disertai dengan mual dan muntah.
c. Riwayat penyakit dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah memiliki
riwayat penyakit sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit kolelitiasis.
Penyakit kolelitiasis tidak menurun, karena penyakit ini menyerang sekelompok
manusia yang memiliki pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat. Tapi orang
dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibanding
dengan tanpa riwayat keluarga.
3. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum
Pada hasil pemeriksaan fisik abdomen didapatkan :
1) Inspeksi : datar, eritem (-), sikatrik (-)
2) Auskultasi : peristaltik (+)
3) Perkusi : timpani
4) Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio kuadran kanan atas, hepar-lien tidak
teraba, massa (-)
5) Sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya pada
penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh tangan karena
terjadi pembengkakan pada kandung empedu.
4. Pemeriksaan Pola
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan
Tanda : gelisah
b. Sirkulasi
Tanda : takikardi, berkeringat
c. Eliminasi
Gejala : perubahan warna urine dan feses
Tanda : distensi abdomen
Terba masssa pada kuadran atas
Urine pekat, gelap
Feses warna tanah liat, steatorea
d. Makanan/cairan
Gejala : anereksia, mual/muntah
Tidak toleran terhadap lemak dan makanan “pembentuk lemak. Regurgitas
berulang, nyeri epigastrium, tidak dapt makan, flatus dyspepsia
Tanda : kegemukan, adanya penurunan berat badan
e. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat atas abdomen, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan
Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan
Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit
Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan; tanda
Murphy positif
f. Pernapasan
Tanda : peningkatan prekuensi pernapasan
Pernapasan tertekan ditandai oleh napas pendek, dangkal
g. Keamanan : demam, menggigil
Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gatal (pruritus)
Kecendrungan perdarahan (kekurangn vitamin K)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi (pre operasi)
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan pigmentasi
3. Hambatan mobilitas fisik
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya keinginan untuk mencari
informasi

C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Intervensi Keperawatan
No
Keperawatan NOC NIC
NOC : NIC :
 Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara
 pain control, komprehensif termasuk lokasi,
 comfort level karakteristik, durasi, frekuensi,
Nyeri akut
Setelah dilakukan tinfakan kualitas dan faktor presipitasi
berhubungan dengan keperawatan selama ….  Observasi reaksi nonverbal dari
1 Pasien tidak mengalami ketidaknyamanan
agen cidera biologi
nyeri, dengan kriteria hasil:  Bantu pasien dan keluarga untuk
(pre operasi)  Mampu mengontrol nyeri mencari dan menemukan
(tahu penyebab nyeri, dukungan
mampu menggunakan  Kontrol lingkungan yang dapat
tehnik nonfarmakologi mempengaruhi nyeri seperti suhu
untuk mengurangi nyeri, ruangan, pencahayaan dan
mencari bantuan) kebisingan
 Melaporkan bahwa nyeri  Kurangi faktor presipitasi nyeri
berkurang dengan  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menggunakan manajemen menentukan intervensi
nyeri  Ajarkan tentang teknik non
 Mampu mengenali nyeri farmakologi: napas dala, relaksasi,
(skala, intensitas, distraksi, kompres hangat/ dingin
frekuensi dan tanda nyeri)  Berikan analgetik untuk
 Menyatakan rasa nyaman mengurangi nyeri: ……...
setelah nyeri berkurang  Tingkatkan istirahat
 Tanda vital dalam rentang  Berikan informasi tentang nyeri
normal seperti penyebab nyeri, berapa
 Tidak mengalami lama nyeri akan berkurang dan
gangguan tidur antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
 Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
NOC : NIC : Pressure Management
Tissue Integrity : Skin and Anjurkan pasien untuk
Mucous Membranes menggunakan pakaian yang
Wound Healing : primer longgar
dan sekunder Hindari kerutan pada tempat tidur
Setelah dilakukan tindakan Jaga kebersihan kulit agar tetap
keperawatan selama….. bersih dan kering
kerusakan integritas kulit Mobilisasi pasien (ubah posisi
pasien teratasi dengan pasien) setiap dua jam sekali
kriteria hasil: Monitor kulit akan adanya
 Integritas kulit yang kemerahan
Kerusakan integritas baik bisa dipertahankan Oleskan lotion atau minyak/baby
(sensasi, elastisitas, oil pada derah yang tertekan
kulit berhubungan
2 temperatur, hidrasi, Monitor aktivitas dan mobilisasi
dengan gangguan pigmentasi) pasien
 Tidak ada luka/lesi Monitor status nutrisi pasien
pigmentasi
pada kulit Memandikan pasien dengan
 Perfusi jaringan baik sabun dan air hangat
 Menunjukkan Kaji lingkungan dan peralatan
pemahaman dalam yang menyebabkan tekanan
proses perbaikan kulit Observasi luka : lokasi, dimensi,
dan mencegah kedalaman luka, karakteristik,
terjadinya sedera warna cairan, granulasi, jaringan
berulang nekrotik, tanda-tanda infeksi
 Mampu melindungi lokal, formasi traktus
kulit dan Ajarkan pada keluarga tentang
mempertahankan luka dan perawatan luka
kelembaban kulit dan Kolaburasi ahli gizi pemberian
perawatan alami diae TKTP, vitamin
 Menunjukkan Cegah kontaminasi feses dan urin
terjadinya proses Lakukan tehnik perawatan luka
penyembuhan luka dengan steril
Berikan posisi yang mengurangi
tekanan pada luka
NOC : NIC :
 Joint Movement : Exercise therapy : ambulation
Active  Monitoring vital sign
 Mobility Level sebelm/sesudah latihan dan
 Self care : ADLs lihat respon pasien saat latihan
 Transfer performance  Konsultasikan dengan terapi
Setelah dilakukan tindakan fisik tentang rencana ambulasi
keperawatan sesuai dengan kebutuhan
selama….hambatan  Bantu klien untuk
mobilitas fisik teratasi menggunakan tongkat saat
dengan kriteria hasil: berjalan dan cegah terhadap
 Klien meningkat dalam cedera
aktivitas fisik  Ajarkan pasien atau tenaga
Hambatan mobilitas
3  Mengerti tujuan dari kesehatan lain tentang teknik
fisik peningkatan mobilitas ambulasi
 Memverbalisasikan  Kaji kemampuan pasien dalam
perasaan dalam mobilisasi
meningkatkan kekuatan  Latih pasien dalam pemenuhan
dan kemampuan kebutuhan ADLs secara
berpindah mandiri sesuai kemampuan
 Memperagakan  Dampingi dan Bantu pasien
penggunaan alat Bantu saat mobilisasi dan bantu
untuk mobilisasi penuhi kebutuhan ADLs ps.
(walker)  Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
 Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
NOC: NIC :
 Kowlwdge : disease  Kaji tingkat pengetahuan pasien
Kurang pengetahuan process dan keluarga
 Kowledge : health  Jelaskan patofisiologi dari
berhubungan dengan Behavior penyakit dan bagaimana hal ini
4 kurangnya keinginan Setelah dilakukan tindakan berhubungan dengan anatomi
keperawatan selama …. dan fisiologi, dengan cara yang
untuk mencari pasien menunjukkan tepat.
informasi pengetahuan tentang proses  Gambarkan tanda dan gejala
penyakit dengan kriteria yang biasa muncul pada
hasil: penyakit, dengan cara yang
 Pasien dan keluarga tepat
menyatakan pemahaman  Gambarkan proses penyakit,
tentang penyakit, dengan cara yang tepat
kondisi, prognosis dan  Identifikasi kemungkinan
program pengobatan penyebab, dengan cara yang
 Pasien dan keluarga tepat
mampu melaksanakan  Sediakan informasi pada pasien
prosedur yang dijelaskan tentang kondisi, dengan cara
secara benar yang tepat
 Pasien dan keluarga  Sediakan bagi keluarga inform
mampu menjelaskan asi tentang kemajuan pasien
kembali apa yang dengan cara yang tepat
dijelaskan perawat/tim  Diskusikan pilihan terapi atau
kesehatan lainnya penanganan
 Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
 Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat

Anda mungkin juga menyukai