Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KOLELITIASIS (BATU KANDUNG EMPEDU)

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Klinik Keperawatan Medikal
Bedah (KMB)

Oleh :

Popi Selvia NIM J2214901018

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2022
A. Pengertian
Koletiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau
saluran empedu (duktus koledokus) atau keduanya (Muttaqin dan Sari, 2011).
Batu empedu bisa terdapat pada kantung empedu, saluran empedu ekstra
hepatik, atau saluran empedu intra hepatik. Bila terletak di dalam kantung
empedu saja disebut kolesistolitiasis, dan yang terletak di dalam saluran
empedu ekstra hepatik (duktus koleduktus) disebut koledokolitiasis, sedang
bila terdapat  bila terdapat di dalam saluran empedu intra hepatik disebelah
proksimal duktus hepatikus kanan dan kiri disebut hepatolitiasis.
Kolesistolitiasis dan koledokolitiasis disebut dengan kolelitiasis.
B. Patofisiologi
Batu empedu terdapat di dalam kandung empedu atau dapat bergerak
kearea lain dari sistem empedu. Pada saat pengosongan kandung empedu atau
pengisian   kandung empedu batu dapat pindah dan terjebak dalam leher
kandung empedu. Selain leher cysticduct (saluran cyste), atau saluran empedu
empedu menyebabkan bebuntuan. Ketika empedu tidak bias mengalir dari
kandung empedu. Terjadi bendungan dan iritasi lokal dari batu empedu
menyebabkan radang batu empedu (cholecystitis) Faktor yang mendukung : 1.
Kadar kolesterol yang tinggi pada empedu 2. Pengeluaran empedu yang
berkurang 3. Kecepatan pengosongan kandung empedu yang menurun 4.
Perubahan pada konsentrasi empedu atau bendungan empedu pada kandung
empedu.
Pathway

C. Data Fokus
1. Wawancara
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-
data yang dikumpulkan atau di kaji data yang dikumpulkan meliputi:
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,  pendidikan,
pendidikan, pekerjaan, pekerjaan, tanggal tanggal masuk, tanggal
tanggal pengkajian, pengkajian, nomor register, diagnosa medik,
alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk
menentukan tindakan selanjutnya.
b. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri
abdomen pada kuadran kanan atas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu fokus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh
klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu
posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien
merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan
nyeri/gatal tersebut. (P): Nyeri setelah makan, terutama makanan (P):
Nyeri setelah makan, terutama makanan yang ber yang berlemak (Q):
Nyeri dirasakan hebat (R): Nyeri dirasakan pada abdomen kuadran
kanan atas dan menjalar dan menjalar ke punggung atau bahu kanan.
(S): Nyeri terasa saat melakukan inspirasi (T): Nyeri dirasakan sejak
dua hari (T): Nyeri dirasakan sejak dua hari yang lalu
d. Riwayat penyakit dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau  pernah
di riwayat sebelumnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita  penyakit
kolelitiasis.
f. Riwayat pekerja dan kebiasaan
Tanyakan situasi tempat kerja dan lingkungannya. Kebiasaan sosial
dan kebiasaan pola hidup misalnya minum alkohol atau obat tertentu.
2. Pemeriksaan fisik
Pendekatan dengan metode 6B:
a. B1-Breath Pernapasan tertekan ditandai dengan napas pendek dan
dangkal, terjadi peningkatan frekuensi pernapasan sebagai
kompensasi.
b. B2-Blood
c. Takikardi dan berkeringat karena peningkatan suhu akibat respon
inflamasi.
d. B3-Brain
e. B4-Bladder Urine pekat dan berwarna gelap, akibat dari pigmen
empedu.
f. B5-Bowel
g. Feses berwarna kelabu “clay colored” akibat obstruksi duktus  biliaris
sehingga pigmen empedu tidak dibuang  biliaris sehingga pigmen
empedu tidak dibuang melalui feses. lui feses.
h. B6-Bone
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan labolatorium
Batu kandung empedu yang asimtomatis yang tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila kelainan pada
pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, jadi
peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma
mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat
penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang
tinggi mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus koledukus.
Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum
biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut. Enzim
hati AST (SGOT), ALT (SGPT), LDH agak meningkat. Kadar
protrombin menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus
menurunkan absorbs vitamin K.
b. Pemeriksaan sinar –X abdomen
Pemeriksaan sinar-X abdomen bisa dilakukan jika Pemeriksaan sinar-
X abdomen bisa dilakukan jika ada kecurigaan akan kecurigaan akan
penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala
gejala yang lain. Namun demikian, hanya 15-20% batu empedu yang
mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan
sinar-X.
c. Foto polos abdo olos abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
radioopak. kandung empedu yang mengandung cairan empedu
berkadar kalsium tinggi   dapat dilihat dengan. foto polos. Pada
peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau
hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan
lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam
usus besar di fleksura hepatika. fleksura hepatika. Walaupun teknik ini
murah, tetapi jarang dilakukan pada kolik bilier sebab nilai
diagnostiknya rendah
d. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai
prosedur  prosedur diagnostik diagnostik pilihan pilihan karena
pemeriksaan pemeriksaan ini dapat dilakukan dilakukan dengan cepat
dan akurat, dan dapat dengan cepat dan akurat, dan pada pendrita
disfungsi hati disfungsi hati dan icterus. Disamping itu, pemerikasaan
USG tidak membuat pasien terpajan radiasi ionisasi. Prosedur ini
terpajan radiasi ionisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil paling
akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga
kandung empedunya dalam keadaan distensi. Penggunaan ultra sound
berdasarkan  pada gelombang suara yang dipantulkan kembali.
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran
empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Dengan USG juga dapat
dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau
udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu
yang terdapat  pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi
karena terhalang oleh udara didalam usus. Dengan USG punktum
maksimum rasa nyeri pada   batu kandung empedu yang ganggren
lebih jelas daripada di palpasi biasa. USG (US) merupakan metode
non-invasif yang sangat bermanfaat dan merupakan pilihan pertama
untuk mendeteksi kolelitiasis dengan ketepatan mencapai 95%.
Kriteria batu kandung empedu pada US yaitu dengan acoustic
shadowing dari gambaran opasitas dalam kandung empedu. Walaupun
demikian, manfaat US untuk mendiagnosis BSE relatif rendah. Pada
penelitian kami yang mencakup 119 pasien dengan BSE sensitivitas
US didapatkan sebesar 40%, spesifi sensitivitas US didapatkan sebesar
40%, spesifisitas 94%. Kekurangan US s 94%. Kekurangan US dalam
mendeteksi BSE disebabkan : a) bagian distal saluran empedu tempat
umumnya batu terletak sering sulit diamati akibat tertutup gas
duodenum dan kolon dan b) saluran empedu yang tidka melebar pada
sejumlah kasus BSE.
e. Kolesistografi 
Meskipun sudah digantikan dengan USG sebagai pilihan utama,
namun untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup
baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat
batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu.
Kolesistografi esistografi dapat digunakan untuk mendeteksi batu
empedu dan mengkaji kemempuan kandung empedu untuk melakukan
pengisian, memekatkan isinya,  berkontraksi,  berkontraksi, serta
mengosongkan mengosongkan isinya. isinya. Media kontras kontras
yang mengandung iodium yang diekresikan oleh hati dan dipekatkan
dalam kandung empedu diberikan kepada pasien. Kandung empedu
yang normal akan terisi oleh bahan radiopaque ini. Jika terdapat batu
empedu bayangannya akan Nampak pada foto rontgen.. Kolesistografi
oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kehamilan, kadar
bilirubin serum diatas 2mg/dl, obstruksi pilorus, ada reaksi alergi
terhadap kontras, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tertentu
tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi
dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna
pada l lebih bermakna pada  penilaian fungsi  penilaian fungsi
kandung kandung empedu. Cara empedu. Cara ini juga ini juga
memerlukan lebih memerlukan lebih banyak waktu dan persiapan
dibandingkan ultrasonografi.
f. Endoscopic Retrograde Cholangiopnacreatography (E RCP)
Pemeriksaan ERCP memungkinkan visualisasi struktur secara l secara
langsung angsung yang hanya dapat dilihat pada saat yang hanya dapat
dilihat pada saat melakukan laparo melakukan laparotomi.
Pemeriksaan ini tomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-
optik yang fleksibel ke dalam esophagus hingga mencapai duodenum
pasrs desenden.Sebuah kanula dimasukkan ke dalam duktus koledokus
dan duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke
dalam duktus tersebut untuk memungkinkan visualisasi serta evaluasi
percabangan bilier. ERCP juga memungkinkan visualisasi langsung
struktur ini dan memudahkan akses ke dalam duktus koledokus
bagian distal untuk mengambil batu empedu.

D. Analisa Data
Analisa Data Interpretasi Data Masalah
DS : Kolelistiosis Nyeri akut (D.0077)
Klien mengeluh nyeri
DO : Batu terbendung menuju daktus
1. Klien tampak meringis sistikus
2. Klien tampak gelisah
3. Frekuensi nadi meningkat Tindakan operatif

Adanya luka sayatan pada perut

Terputusnya jaringan kulit

Nyeri akut

DS : Kolelistiosis
DO:
Batu terbendung menuju daktus
sistikus

Tindakan operatif

Ada luka insisi pembedahan

Post de entrée pasca bedah

Kuman mudah masuk

Risiko Infeksi
DS : Kolelistiosis Gangguan mobilitas fisik b.d
1. Klien mengeluh sulit nyeri (D.0054)
menggerakan ekstremitas. Batu terbendung menuju daktus
2. Klien mengeluh nyeri saat sistikus
bergerak
3. Klien enggan melakukan Tindakan operatif
pergerakan
4. Klien merasa cemas saat Keterbatasan fisik
bergerak
DO : Tidak mampu melakukan aktifitas

1. Kekuatan otot menurun fisik secara normal

2. Sandi kaku
3. Fisik lemah Gangguan Mobilitas Fisik

E. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d pencederaan fisiologis ditandai dengan mengeluh nyeri ,
tampak meringis, gelisah, dan frekuensi nadi meningkat (D.0077)
2. Risiko Infeksi b.d efek prosedur invasive (D.0142)
3. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri yang ditandai dengan nyeri saat
bergerak (D.0054)
F. Proses Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut b.d Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
pencederaan fisiologis Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
(D.0077) keperawatan selama 2x24 jam durasi, frekuensi, kualitas,
diharapkan nyeri pada  pasien intensitas nyeri
pasien dapat berkurang berkurang 2. Identifikasi skala nyeri
dengan kriteria kriteria hasil: 3. Identifikasi respon nyeri non
1. Kemampuan menuntaskan verbal.
aktivitas meningkat (5) 4. Identifikasi factor yang
2. Keluhan nyeri menurun (5) memperberat dan memperingan
3. Meringis menurun (5) nyeri
4. Gelisah menurun (5) 5. Identifikasi pengetahuan dan
5. Frekuensi nadi membaik (5)
6. Tekanan darah membaik (5) keyakinan tentang nyeri.
6. Identifikasi pengaruh nyeri  pada
kualitas hidup
7. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
8. Monitor efek samping
penggunaan analgesic
Terapeutik
1. Berikan Teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri.
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam  pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri.
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri.
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgesic
yang secara tepat
5. Ajarkan Teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi
1. Pemberian analgesic, jika perlu.

Resiko infeksi b.d Efek Setekah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (I.14539)
prosedur invasive keperawatan diharapkan Tingkat Tindakan :
(D.0142) Infeksi Menurun dengan kriteria Observasi
hasil : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
1. Demam menurun (5) local dan sistemik
2. Kemerahan menurun (5) Terapeutik
3. Bengkak menurun (5) 1. Batasi jumlah pengunjung
4. Nyeri menurun (5) 2. Berikan perawatan kulit pada area
edema
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien.
4. Pertahankan teknik aseptic pada
pasien beresiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian imunisasi,
jika perlu
Gangguan Mobilitas Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan Ambulasi (I.06171)
Fisik b.d nyeri Setelah dilakukan tindakan Tindakan :
(D.0054) keperawatan diharapkan mobilitas Observasi
fisik meningkat dengan kriteria hasil 1. Identifikasi adanya nyeri atau
: keluhan fisik lainnya
1. Pergerakan ekstremitas 2. Identifikasi toleransi fisik
meningkat (5) melakukan ambulasi
2. Kekuatan otot meningkat (5) 3. Monitor frekuensi jantung dan
3. Nyeri menurun (5) tekanan darah sebelum memulai
4. Kecemasan menurun (5) ambulasi
5. Kaku sendi menurun (5) 4. Monitor kondisi umum selama
6. Kelemahan fisik menurun (5) melakukan ambulasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi
dengan alat bantu
2. Fasilitasi melakukan mobilisasi
fisik, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
2. Anjurkan melakukan ambulasi
diri
3. Anjurkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan.

G. Jurnal Keperawatan
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST OPERASI
CHOLELITHIASIS DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA AMAN
DAN NYAMAN: NYERI”
P
I Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan metode
pendekatan studi kasus. Subjek dalam studi kasus ini adalah satu
orang pasien post operasi cholelithiasis dengan diagnosa
keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisik.
C Tidak ada jurnal pembanding
O Hasil studi kasus ini menunjukkan, bahwa pengelolaan asuhan
keperawatan pada pasien post operasi cholelithiasis dalam
pemenuhan kebutuhan rasa aman dan nyaman nyeri dengan masalah
nyeri akut, yang dilakukan tindakan keperawatan teknik deep
breathing exercise (DBE)/relaksasi napas dalam selama ± 10 menit
dalam 3 hari berturut-turut didapatkan hasil penurunan skala nyeri
dari skala 4 menjadi skala 1. Hal ini menunjukan bahwa pemberian
tindakan terapi deep breathing exercise (DBE)/relaksasi napas
dalam efektif untuk menurunkan nyeri pada pasien post operasi
cholelithiasis dalam pemenuhan kebutuhan rasa aman dan nyaman
nyeri.
T 2020
H. Daftar Pustaka
SIKI DPP PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1
Jakarta : PPNI
SDKI DPP PPNI (2018) Standar doagnosa keperawatan Indonesia edisi 1
Jakarta :PPNI

Anda mungkin juga menyukai