DISUSUN OLEH:
NAMA KELOMPOK
KELAS: 2B KEPERAWATAN
Penulis
DAFTAR ISI
C. Tujuan .......................................................................................................... 6
2. Etiologi ..................................................................................................... 7
5. Penatalaksanaan ...................................................................................... 10
6. Patofisiologi............................................................................................ 15
B. Difteri ......................................................................................................... 16
1. Definisi ................................................................................................... 16
2. Etiologi ................................................................................................... 16
5. Penatalaksanaan ...................................................................................... 18
8. Patofisiologi............................................................................................ 20
A. Kesimpulan ................................................................................................ 46
B. Saran ........................................................................................................... 46
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Difteri dan Sars?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi Difteri dan Sars?
3. Bagaimanan asuhan keperawatan Difteri dan Sars?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Difteri dan Sars?
2. Untuk mengetahui bagaimana anatomi dan fisiologi Difteri dan Sars?
3. Untuk mengetahui bagaimanan asuhan keperawatan Difteri dan Sars?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sever Acute Respiratory Syndrome (SARS)
1. Definisi Sars
Sever acute respiratory syndrome coronavirus (sars) merupakan suatu
penyakit yang serius dan disebabkan oleh infeksi virus pada paru yang bersifat
mendadak dan menunjukan gejala gangguan pernapasan pada pasien yang
mempunyai riwayat kontak dengan pasien SARS. (widoyono)
2. Etiologi
Dua virus yang pertama kali dicurigai sebagai penyebab Sars adalah
Paramyxovirus dan coronavirus. Dan terakir hanya coronavirus yang diduga
sebagai penyebab Sars. Proses penularan Sars adalah berdasarkan droplet dan
kontak. Penularan fecal-oral juga mungkin terjadi melalui diare. Sars juga bisa
menyebar jika seseorang menyentuh secret atau permukaan/objek yang
terinfeksius dan kemudian secara langsung menyentuh mata, hidung atau
mulut juga melalui batuk atau bersin dari pasien Sars. Setelah masuk ketubuh
manusia coronavirus ini dapat menimbulkan infeksi saluran pernapasan atas
dan juga bawah sehingga mengakibatkan system imunitas pernapasan menjadi
turun dan berakibat batuk yang lama dann akan mengakibatkan kerusakan
epitel dan gerakan silia berkurang jika diteruskan akan mengakibatkan infeksi
bertambah berat. (sumarmo)
3. Manifestasi klinis
1. Gejala umum seperti flu
2. Temperature diatas 38℃ selama lebih dari 24 jam
3. Adanya batuk ringan sampai berat (batuk yang diasosiasikan dengan Sars
cenderung batuk kering)
4. Satu/lebih gejala saluran pernapasan bagian bawah yaitu batuk, napas
pendek, kesulitan bernapas
5. Sakit kepala, kaku otot, anoreksia, lemah, bercak merah pada kulit,
bingung dan diare
6. Gejala khas seperti gejala diatas menjadi semakin berat dan cepat dan
dapat menjadi peradangan paru (pneumonia) jika terlambat dapat
meninggal. Masa inkubasi 2-10 hari.
7. Satu/lebih keadaan berikut (dalam 10 hari terakir)
• Ada riwayat kontak erat dengan seseorang yang diyakini menderita
Sars
• Sebelum sakit punya riwayat bepergian kedaerah geografis yang
tercatat sebagai daerah dengan penularan penyakit Sars
• Tinggal didaerah dengan transmisi lokal Sars
8. Suspek case Sars jika foto dada terbukti ditemukan infiltrate yang sesuai
dengan pneumonia atau sindrom distress pernapasan akut
9. Pemeriksaan laboratorium ditemukan hasil:
• Limfoma, leucopenia dan trombositopenia: pada pemeriksaan
sederhana menunjukan hitung leukosit kurang dari 3,5X109 /L dan
limfopenia kurang dari 1X109 /L
• Hiponatremia dan hipokalemia ringan
• Peningkatan LDH, ALT dan kadar transaminase hepar
• Peningkatan kadar kteatinin kinase (CK)
10. Infeksi Sars-Cov tidak dapat dipastikan (unconfirmed) jika:
• Dalam serum pada masa konvalesens (serum yang diambil 28 hari
atau lebih setelah awitan gejalanya) tidak ditemukan antibody
terhadap Sars-Cov
• Tes laboratorium tidak dikerjakan atau tidak lengkap
Menurut pembagian stadium Sars dibagi dalam 2 yaitu: (sumarno)
1. Stadium 1, dimulai dengan suatu gejala mirip flu yang dimulai terjadi 2-7
hari setelah inkubasi dan khas ditandai dengan gejala prodromal berupa
demam ≥ 38℃ dengan tanpa menggigil dapat disertai dengan gejala yang
tidak spesifik seperti malaise, sakit kepaa, mialgia, anoreksia dan pada
beberapa pasien juga dapat mengalami diare. Stadium ini berlangsung
selam 3-7hari.
2. Stadium 2 adalah fase gejala saluran pernapasan. Fase ini secara tipikal
dapat mulai terjadi 3 hari setelah inkubasi. Pasien mengalami batuk kering,
sesak napas dan pada sebagian kasus dapat timbul hipoksemia yang
progresif. Gejala ini dapat berkembang menjadi kegagalan pernapasan yang
memerlukan intubasi dan ventilasi mekanik.
Sars juga dapat dibagi menjadi 3 derajat: (sumarno)
1. Derajat 1: (derajat ringan/klasik) ditandai demam ≥ 3 hari, batuk tidak
produktif, foto dada tidak ada gambaran pneumonia dan penderita sembuh
dengan sendirinya
2. Derajat 2: (derajat sedang) gejala klasik ditambah kelainan diparu dan
penderita akan sembuh dengan baik atau justru jatuh kederajat berat
3. Derajat 3: (derajat berat) ditandai dengan gejal suka bernapas dan hipoksia
4. Pemeriksaan penunjang
1. Pada pemeriksaan fisik: dengan menggunakan stetoskop, terdengar bunyi
pernapasan abnormal (seperti ronki atau wheezing). Tekanan darah
seringkalu rendah dan kulit, bibir serta kuku penderita tampak kebiruan
(sianosis, karena kekurangan oksigen)
2. Rontgen dada (menunjukkan adanya penimbunan cairan ditempat yang
seharusnya terisi udara)
3. CT-scan toraks menunjukkan gambaran Bronkioitis Obleterans
Organizing Pneumonia (BOOP)
4. Pemeriksaan laboratorium
• Pemeriksaan darah perifer lengkap
• Pemeriksaan SGOT/SGPT untuk mengetahui fungsi hati
• Pemeriksaan tes antibody (IgG/IgM)
• Pemeriksaan molecular (PCR) pada specimen dahak, feses dan
darah perifer
• Pemeriksaan deteksi antigen dan kultur virus
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus suspect Sars
1. Kasus dengan gejala Sars melewati triase (petugas sudah memakai masker
N95). Untuk segera dikirim keruangan pemeriksaan atau bangsal yang
sudah disiapkan
2. Berikan masker bedah pada penderita
3. Petugas yang masuk keruang pemeriksaan sudah memakai penggunaan
alat proteksi perorangan (PAPP)
4. Catat dan dapatkan keterangan rinci mengenai tanda klinis, riwayat
perjalanan, riwayat kontak termasuk riwayat munculnya gangguan
pernapasan pada kontak sepuluh hari sebelumnya
5. Pemeriksaan fisik
6. Lakukan pemeriksaan foto toraks dan darah tepi lengkap
7. Bila foto toraks noramal lihat indikasi rawat atau tetap dirumah, anjurkan
untuk melakukan kebersihan diri, kurangi aktifitas, dan anjurkan
menghindari menghindari menggunakan angkutan umum selama belu
8. Pengobatan dirumah diberikan antibiotik bila ada indikasi,, vitamin dan
makanan bergizi
9. Anjurkan pada pasien apabila keadaan memburuk segera hubungi dokter
atau rumah sakit
10. Bila foto toraks menunjukkan gambaran infiltrat satu sisi atau dua sisi paru
dengan atau tanpa infiltrat interstial lihat penatalaksanaan kasus probable
suspek Sars yang dirawat, seperti:
11. Isolasi
12. Perhatikan:
• Keadaan umum
• Kesadaran
• Tanda vital (tensi, nadi, frekuensi napas, suhu)
13. Terapi suportif
14. Antibiotik: beta laktam atau beta laktam ditambah dengan anti beta
laktamase oral ditambah makrolid generasi baru oral (roksitromisin,
klaritomisin, azitromisin)
Penatalaksanaan kasus probable Sars
1. Rawat dirumah sakit dalam ruang isolasi dengan kasus sejenis
2. Pengambilan darah untuk: darah tepi lengap, fungsi hati, kreatin
fosfokinase, urea, elektrolit, C reaktif protein
3. Pengambilan sampel untuk membedakan dari kasus pneumonia tipikal
/atipikal lainnya.
• Pemeriksaan usap hidung dan tenggorokan
• Biakan darah, serologi
• Urine
4. Pemantauan darah 2 hari sekali
5. Foto toraks diulang sesuai indikasi klinis
6. Pemberian pengobatan
• Ringan atau sedang
Antibiotik golongan beta laktan + anti beta laktamase (intravena)
ditambah makrolid generasi baru oral atau sefallosporin G2,
sefalosporin G3 (intravena), ditambah makrolid generasi baru oral
atau fluorokuinolon respirasi (intravena) :
Moxifloxacin,Levofloxacin,Gatifloxacin.
• Berat
➢ Pasien yang tidak ada faktor resiko infeksi pseudomonas,
diberikan sefalosoporin G3 non pseudomonas (intravena)
ditambah makrolid generasi baru oral atau fluorokuinolon
respirasi (intravena). Diberikan sefalosporin anti
pseudomonas (seftazidim, sefoperazon,
sefipim)/karbapenem (Intravena) ditambah luorokuinolon
anti pseudomonas (siprofoksasin, levofloksasin) intravena /
aminoglikosida intravena ditambah,makrolid generasi baru
oral.
➢ Kortikosteroid ; hidrokortison (intravena) 4 mg/kg BB tiap
8 jam, tapering atau metilpredinsolon (intravena)
240±320 mg tiap hari
➢ Ribavirin 1,2 gr oral tiap 8 jam mg/kg BB intravena tiap 8
jam.
Indikasi rawat
Penderita Sars yang dirawat inap adalah :
1. Suspect Sars dengan riwayat kontak erat (+)
2. Suspect Sars dengan gejala klinis berat, yaitu :
➢ Sesak nafas dengan frekuensi nafas 30 kali / menit
➢ Nadi lebih 100 kali/menit.
➢ Ada gangguan kesadaran
➢ Kondisi umum lemah
3. Indikasi rawat inap ditentukan oleh dokter yang memerriksa penderita
yang harus diperhatikan terhadap penderita SARS.
1. Di rumah sakit, ruang perawatan penderita suspect SARS harus
dibedakan dengan ruang penderita probable SARS. Saat memeriksa
dan penderita SARS, petugas medis harus memakai penggunaan alat
proteksi perorangan (PAPP).
2. Penderita suspect Sars dengan gejala klinis ringan tidak dirawat inap
dirumah sakit akan tetapi dirawat dirumah (home isolation). Tindakan
yang harus dilakukan selama home isolation atau isolasi dirumah
adalah:
• Penderita harus dirumah sampai demam hilang dan selalu
menggunakan masker sampai 14 hari sesudah dua hari bebas
panas.
• Alat makan dan minumnya dipisahkan dari alat makan dan minum
anggota keluarga yang lain.
• Penderita harus diukur suhu tubuhnya setiap 8jam sekali. Bila
dalam dua kali pengukuran terjadi kenaikan suhu tubuh mencapai
38℃ , maka penderita harus segera dikirim kerumah sakit.
• Minum obat yang diberikan sesuai petunjuk.
• Anggota keluarga yang merawat penderita dan tinggal serumah,
harus memakai masker.
• Anggota keluarga yang merawat penderita harus mencuci tangan
setelah merawat penderita.
• Apabila ada anggota keluarga lain yang menderita demam selama
penderita masih sakit sampai dengan 10 hari setelah penderita
dinyatakan sembuh maka harus segera memeriksakan diri kerumah
sakit dan selalu menggunakan masker.
Indikasi keluar dari rumah sakit
1. Tidak panas selama 48 jam.
2. Tidak batuk
3. Leukosit kembali normal
4. Trombosit kembaali normal
5. CPK kembali normal
6. Uji fungsi hati kembali normal
7. Sodium plasma kembali normal
8. Perbaikan X-foto toraks
5. Masalah yang lazim muncul
1. Ketidakefektifan bersihan jalan bapas b.d inflamasi dan obstruksi jalan
nafas
2. Kekurangan volume cairan b.d intake oral tidak adekuat, takipneu, demam
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan pemasukan berhubungan dengan faktor biologis
4. Nyeri akut b.d agen injury biologi (kerusakan organ)
5. Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi (RR > 24x/menit) atau
hipoventilasi (RR< 16x/menit)
2.1.5 Discharge planning
1. Biasakan hidup bersih dan cuci sebelum dan sesudah aktivitas
2. Penderita harus memakai masker sampai 14hari setelah 2 hari bebas panas
dan terus berada dirumah. Dan keluarga memakai masker setiap berdekan
dengan penderita (sekitar 2 meter)
3. Jika ada keluarga yang menderita demam saat penderita masih sakit maka
segera rujuk kerumah sakit
4. Jika memiliki peliharaan jagalah kebersihan dan kesehatan peliharaan
5. Hindari kontak langsung dengan penderita yang menderita Sars. Serta
hindari berpergian kedaerah yang endemic penyakit tersebut sebelum
disterilkan serta selalu memakai masker
6. Hindari menggunakan barang atau tempat makan yang sama dengan
penderita
7. Desinfeksi kamar tidur dan kamar mandi penderita secara berkala sampai
sembuh. Serta membakar sampah penderita untuk menghindari penularan.
8. Selalu menutup mulut apabila batuk dan bersin serta tidak meludah
disembarang tempat
9. Ketahui gejala dan penyebabnya serta cara menghindarinya atau tindakan
pertama saat menemukan gejala dari Sars
6. Patofisiologi
Proses radang
Tidak seimbang suplai O2 MK: Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
Kelebihan Co2
B.
Penurunan O2 kejaringan Predisposisi edema cerebral
Asidosis respioratory
Penekanan SSP
Perubahan RR
Penurunan kesadaran
MK: Ketidakefektifan pola
nafas
B. Difteri
1. Definisi
Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular yang terjadi
secara local pada mukosa saluran pernapasan atau kulit , yang disababkan
oleh basil gram positif Corynebacterium Diphtherio, ditandai oleh
terbentuknya eksudat yang berbentuk membrane pada tempat infeksi, dan
diikuti oleh gejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh eksotoksin yang
diproduksi oleh basil ini. (SudayaAra.dkk 2009).
Orang-orang yang beresiko terkena penyakit ini:
1. Tidak mendapat imunisasi atau imunisasinya tidak lengkap.
2. Immuno copromised, seperti: social ekonomi yang rendah,
pemakai obat imuno supresif, penderita HIV, diabetes Mellitus,
pecandu alchol dan narkotika.
3. Tinggal pada tempat-tempat padat, seperti: rumah tahanan, tempat
penampungan.
4. Sedang melakukan perjalanan (travel) kedaerah-daerah yang
sebelumnya merupakan daerah edemik difteri.
2. Etiologi
Disebabkan oleh Corynebacterium diphtheria, bakteri gram positif yang
bersifat polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora, serobic dan
dapat memproduksi eksotoksin (SudoyaAru,dkk 2009).
Klasifikasi penyakit difteri secara klinis adalah menurut lokasinya:
1. Difteri Nasal Anterior
2. Disteri Nasal Posterior
3. DifteriFausial (Farinks)
4. Difteri Laryngeal
5. DifteriKonjungtiva
6. DifteriKulit
7. Difteri Vulva/Vagina
3. Manifestasi klinis
Difteri terjadi tergantung kepada:
1. Lokasi infeksi
2. Imunitas penderitanya
3. Ada/tidaknya toksin difteri yang beredar dalam sirkulasi darah
4. Pemeriksaan penunjang
1. Bakteriologik. Preparat apusan kuman difteri dari bahan apusan
mukosa hidung dan tenggorok (nasofaringeal swab)
2. Darah rutin : Hb, leukosit, hitung jenis, eritrosit, albumin
3. Urin lengkap : aspek, protein dan sedimen
4. Enzim CPK, segera saat masuk RS
5. Ureum dan kreatinin (bila dicurigai ada komplikasi ginjal)
6. EKG secara berkala untuk mendekteksi toksin minimal 1x seminggu
kecuali bila ada indikasi biasa dilakukan 2-3x seminggu
7. Pemeriksaan radiografi toraks untuk mengecek adanya hiperinflasi
8. Tesschick
5. Penatalaksanaan
Tindakan Umum
1. Perawatan tirah baring selama 2 minggu dalam ruang isolasi
2. Memperhatikan intake cairan dan makanan. Bentuk makanan di
sesuaikan dengan toleransi, untuk hal ini dapat diberikan makanan
lunak, saring/cair, bila perlu sonde lambung jika ada kesukaran
menelan (terutama pada paralisis palatum molle dan otot-otot
faring).
3. Pastikan kemudahan defekasi. Jika perlu berikan obat-obat
pembantu defekasi (klisma, laksansia, stool softener) untuk
mencegah mengeden berlebihan
4. Bila anak gelisah beri sedative berupa diazepam/luminal
5. Pemberian antitusif untuk mengurangi batuk (difteri laring)
6. Aspirasi secret secara periodic terutama untuk difteri laring.
7. Bila ada tanda-tanda obstruksi jalan nafas segera berikan oksigen
atau trakeostomi
Tindakan Spesifik
1. Serum Anti Difteri (SAD)
Dosis diberikan berdasarkan atas luasnya membrane dan beratnya
penyakit. Dosis 40.000 IU untuk difteri sedang, yakni luas
membrane menutupi sebagian/seluruh tonsil secara
unilateral/bilateral. Dosis 80.000 IU untuk difteri berat, yakni luas
membrane menutupi hingga melewati tonsil, meluas ke uvula,
palatum molle dan dinding faring. Dosis 120.000 IU untuk difteri
sangat berat, yakni ada bull neck, kombinasi difteri laring dan
faring, komplikasi berupa miokarditis, kolaps sirkulasi dan kasus
lanjut. SAD diberikan dalam dosis tunggal melalui IV dengan cara
melarutkannya dalam 200cc NaCL 0,9%. Pemberian selesai dalam
waktu 2 jam (sekitar 34 tetes/menit).
2. Antibiotik
Penicillin prokain diberikan 100.000 IU/kgBB selama 10 hari,
maksimal 3 gram/hari. Eritromisin (bilaalergi PP) 50 mg/kg BB
secara oral 3-4 kali/hariselama 10 hari.
3. Kartikosteroid
Diindikasikan pada difteri berat dan sangat berat (membrane luas,
komplikasi bull neck), dapat diberikan prednisone 2 mg/kg BB
secara oral 3 minggu atau Deksametason 0,5-1 mh/kgBB/hari
secara IV (terutama untuk toksemia).
7. Discharge planning
1. Vaksin DPT
2. Biasanya hidup bersih dan selalu menjaga kebersihan lingkungan
3. Tingkatkan imunitas tubuh dengan makan makanan yang
menggandung nutrisi seimbang, berolahraga dan cukup istirahat serta
mengurangi stress
4. Mengetahui gejala dan bahaya yang disebabkan difteri
8. Patofisiologi
jantung
9. Asuhan keperawatan difteri
A. Pengkajian
1. Identitas klien (Doengoes,E.Marylin,2000)
• Umur: biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun
dan jarang ditemukan pada bayi berumur dibawah 6 bulan
dari pada orang dewasa diatas 15 tahun
• Suku bangsa: dapat terjadi diseluruh dunia terutama
dinegara-negara miskin
• Tempat tinggal: biasanya terjadi pada penduduk ditempat-
tempat pemukiman yang rapat-rapat, higine dan sanitasi
jelek dan fasilitas kesehatan yang kurang
2. Keluhan utama
Klien merasakan demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat,
sakit kepala, anoreksia, lemah
3. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat,
sakit kepala, anoreksia
4. Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring,
laring, saluran nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret
bercampur darah
5. Riwayat penyakit keluarga
Adanya keluarga yang mengalami difteri
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoraksia
b. Pola aktivitas
Klien mengalami gangguan aktivitas karena malaise dan
demam
c. Pola istirahat dan tidur
Klien mengalami sesak nafas sehingga mengganggu istirahat
dan tidur
d. Pola eliminasi
Klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena
jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoreksia
7. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital
Nadi: meningkat
Tekanan darah: menurun
Respirasi rate: meningkat
Suhu: ≤ 38℃
b. Inspeksi: lidah kotor, anoreksia, ditemukan pseudomembran
c. Auskultasi: napas cepat dan dangkal
8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan terhadap apus tenggorokan dan uji schick di
laboratorium
b. Untuk melihat kelainan jantung, bisa dilakukan pemeriksaan
EKG
9. Penataaksanaan
Penderita diisolasi sampai biakan negatif 3 kali berturut-turut
setelah masa akut terlampaui.
Kontak penderita diisolasi sampai tindakan-tindakan berikut
terlaksana :
a. Biakan hidung dan tenggorok
b. Sebaiknya dilakukan tes schick (tes kerentanan terhadap
diphtheria)
c. Diikuti gejala klinis setiap hari sampai masa tunas
terlewati.
d. Anak yang telah mendapat imunisasi dasar diberikan
booster dengan toksoid diphtheria.
B. Masalah keperawatan prioritas
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang lazim muncul dalam pasien
dengan kasus difteri, antara lain (NANDA Internasional, 2015) :
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d edema laring
2. Kelebihan volume cairan b.d penurunan curah jantung
3. Resiko infeksi b.d proses penyakit
4. Ansietas b.d gangguan menelan
5. Hambatan komunikasi verbal
C. Intervensi keperawatan
DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
Ketidakefektifan pola ❖ Respyratory Airway Management
nafas status : ventilation ➢ Buka jalan nafas,
Definisi : inspirasi dan ❖ Respyratotory gunakan teknik chin
/ atau ekspirasi yang status : airway lift atau jaw thrust bila
tidak memberi ventilasi patency perlu.
Batasan ❖ Vital sign status ➢ Posisikan pasien
karakrteristik : Kriteria hasil : untuk memaksimalkan
• Perubahan kedalaman ❖ Mendemonstras ventilasi
penapasan ikan batuk ➢ Identifikasi pasien
• Perubahan ekskursi efektif dan perlunya pamasangan
dada suara nafas alat jalan nafas buatan
• Bradipneu yang bersih, ➢ Pasang mayo bila
• Penurunan tekanan tidak ada perlu
ekspirasi sianosis dan ➢ Lakukan fisioterapi
• Penurunan ventilasi dyspneu dada jika perlu
semenit (mampu ➢ Keluarkan sekret
• Penurunan kapasitas mengeluarkan dengan batuk atau
vital sputum, mampu suction
bernfas dengan ➢ Auskultasi suara
• Dipneu
mudah, tidak nafas, catat adanvya
• Peningkatan diameter
ada pursed lips) suara tambahan
anterior posterior
❖ Menunjukan ➢ Lakukan suction pada
• Pernafasan cuping jalan nafas yang mayo
hidung paten (klien ➢ Berikan bronkodiator
• Ortopneu tidak merasa bila perlu
• Fase ekspirasi tercekik,irama ➢ Berikan pelembab
memanjang nafas, frekuensi udara kassa basah
• Pernafasan bibir pernafasan NaCl lembab
• Takipneu dalam rentang ➢ Atur intake untuk
• Penggunaan otot normal, tdk ada cairan
aksesorius untuk suara nafas mengoptimalkan
bernafas abnormal) keseimbangan
Faktor yang ❖ Tanda tanda ➢ Monitor respirasi dan
berhubungan : vital dalam status O2 Oxygen
• Ansietas rentang normal Therapy
• Posisi tubuh (tekanan darah, ➢ Bersihakan mulut,
nadi, hidung dan secret
• Deformitas tulang
pernafasan trakea
• Deformitas dinding
➢ Pertahankan jalan
dada
nafas yang paten
• Keletihan
➢ Atur peralatan
• Hiperventilasi oksigenisasi
• Sindrom hipoventilasi ➢ Monitor aliran
• Gangguan oksigen
muskuloskletal ➢ Pertahankan posisi
• Kerusakan neurologis pasien
• Imaturitas neurologis ➢ Observasi adanya
• Disfungsi tanda tanda
neurumuskular hipoventilasi
• Obesitas ➢ Monitor adanya
• Nyeri kecemasan pasien
• Keletihan otot terhadap oksigenisasi
pernapasan Vital sign monitoring
cedera medula ➢ Monitoring
spinalis TD,nadi,suhu,ddan
RR
➢ Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
➢ Monitor VS saat
pasien
berbaring,duduk, atau
berdiri
➢ Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
➢ Monitor TD, nadi,
RR, sebelum,selama
dan setelah aktivitas
➢ Monitor kualitas dari
nadi
➢ Monitor frekuensi dan
irama pernafsan
➢ Monitor suara paru
➢ Monitor pola
pernafasan abnormal
➢ Monitor suhu, warna,
dan kelembapan kulit
➢ Monitor sianosis
perifer
➢ Monitor adanya
chusing triad (tekanan
nadi yang
melebar,bradikardi,pe
ningkatan sistolik)
➢ Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.
Kelebihan volume ❖ Elektrolit and Fluid management
cairan acid base ➢ Timbang
Definisi : peningkatan balance popok/pembalut jika
retensi cairan isotonik ❖ Fluid balance diperlukan
Batasan karakteristik ❖ Hydration ➢ Pertahankan catatan
• Bunyi napas Kriteria hasil : intake dan output yang
adventisius ❖ Terbebas dari akurat
• Gangguan elektrolit edema, efusi, ➢ Pasang urin kateter jika
• Anasarka anaskara diperlukan
• Ansietas ❖ Bunyi nafas ➢ Monitor hasil Hb yang
• Azotemia bersih, tidak ada sesuai dengan retensi
• Perubahan tekanan dyspneu / cairan (BUN , Hmt ,
darah ortopneu osmolalitas urin)’
❖ Terbbebas dari ➢ Monitor status
• Perubahan status
distensi vena hemodinamik termasuk
mental
jugularis, reflek CVP, MAP, PAP, dan
• Perubahan pola
hepatojugular PCWP
pernapasan
(+) ➢ Monitor vital sign
• Penururnan
❖ Memelihara ➢ Monitor indikasi
hematroktit
tekanan vena retensi / kelebihan
• Penurunan sentral, tekanan cairan (cracles, CVP ,
hemaglobin kapiler paru, edema, distensi vena
• Dispnea output jantung leher,asites)
• Edema dan vital sign ➢ Kaji lokasi dan luas
• Peningkatan tekanan dalam batas edema
vena sentral normal ➢ Monitor masukan
• Asupan melebihi ❖ Terbebas dari makanan / cairan dan
haluaran kelelahan, hitung intake kalori
• Distensi vena kecemasan atau ➢ Monitor status nutrisi
jugularis kebingungan ➢ Kolaborasi pemberian
• Oliguria ❖ Menjelaskan diuretik sesuai
• Ortopnea indikator interuksi
• Efusi pleura kelebihan cairan ➢ Batas masukan cairan
• Refleksi pada keadaan
hepatojugular positif hiponatremi dilusi
• Perubahan tekanan dengan serum Na <
arteri pulmunal 130 mEq/l
• Kongsti pulmunal ➢ Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
• Gelisah
muncul memburuk
• Perubahan berat
Fluid monitoring :
jenis urin
➢ Tentukan riwayat
• Bunyi jantung S3
jumlah dan tipe intake
• Penambahan berat cairan dan eliminasi
badan dalam waktu ➢ Tentukan
sangat singkat kemungkinan faktor
Faktor-faktor yang resiko dari ketidak
berhubungan : seimbangan cairan
• Gangguan (hipertermia, terapi
mekanisme regulasi diuretik, kelainan
• Kelebihan asupan renal, gagal jantung,
cairan diaporesisi, disfungsi
• Kelebihan asupan hati,dll)
natrium ➢ Monitor berat badan
➢ Monitor serum dan
elektrolit urine
➢ Monitor serum dan
osmilalitas urine
➢ Monitor BP, HR dan
RR
➢ Monitor tekanan darah
orthostatik dan
perubahan irama
jantung
➢ Monitor parameter
hemodinamik infasif
➢ Catat secara akurat
intake dan output
➢ Monitor adanya
distensi leher, rinchi,
oedem perifer dan
penambahan BB
➢ Monitor tanda dan
gejala dari odema
1. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
Nama : Ny. Y
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Suku : Jawa
Alamat : Jl. Pattimura E12
Diagnose Medis : Pneumonia
No. RM :
Tanggal Masuk RS : 01 Februari 2016
Tanggal / Waktu Pengkajian : 01 Februari 2016
b. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama : Sesak nafas dan batuk
b) Riwayat penyakit sekarang : Sesak nafas, demam, badan
cepat lelah, batuk, dan diare
c) Riwayat penyakit dahulu : Klien mempunyai penyakit
asma
d) Riwayat penyakit keluarga : Tidak terdapatnya riwayat
penyakit keturunan pada klien
c. Pemeriksaan TTV
Suhu : 38,9 C
Berat Badan : 76 kg
RR : 24 x/menit
Nadi : 110 x/menit
Tekanan Darah : 98/60 mmHg
d. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem pernafasan
Anamnesa : batuk kering dan sesak nafas
Hidung
Inspeksi : bentuk simetri, tidak ada secret / hingus, tampak
bersih, tidak ada pemberian O2 : masker
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir pucat, alat bantu nafas ETT
Sinus paranasalis
Inspeksi : ada infeksi virus corona penyebab adanya sinus
Leher
Inspeksi : simetri
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri
tekan
Faring
Inspeksi : infeksi virus paramoxyviradae virus ini
menyebabkan batuk kering atau tersumbatnya saluran faring
Area dada
Inspeksi : bentuk dada simetris, pengembangan dada simetris,
frekuensi 20 x/menit
Palpasi : ada nyeri tekan, ada odem pada bronchitis
Auskultasi : suara nafas wheezing
Wajah
Inspeksi : pucat, konjungtiva pucat
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar
Dada
Inspeksi : bentuk simetris
Palpasi : letak ictus cordis (ics 5, 1 cm medial dari garis mid
clavicula sinistra)
Perkusi : tidak ada pelebaran atau pengecilan pada batas
jantung
Auskultasi : bunyi normal
Ektremitas Atas
Inspeksi : tidak ada sianosis, tidak ada clubbing finger, perfusi
pucat
Palpasi : suhu akral panas
Ektremitas Bawah
Inspeksi : tidak ada odem, tidak ada sianosis, tidak ada
clubbing finger
3. Persyarafan
Anamnesa : klien mengeluhkan psuing
Pemeriksaan nervus :
Uji Nervus 1 (Olvaktorius/Pembau)
Normal : klien mampu membedakan aroma
4. Perkemihan-Eliminasi Urine
Anamnesa : oliguri (jumlah urin 600ml/24 jam). Warna kuning
tidak berbui
Genetelia Eksternal Perempuan :
Inspeksi : tidak ada odem, tidak ada kemerahan, tidak ada
infeksi
Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan
Kandung Kemih
Inspeksi : tidak ada masa atau benjolan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Ginjal
Inspeksi : tidak ada pembesaran daerah pinggang
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada abdomen kwadran 1 dan 2
diatas umblikus, sub kulit hangat
Perkusi : tidak ada nyeri ketok
5. Sistem Pencernaan
Anamnesa : nafsu makan berkurang, pola makan klien tidak
teratur, porsi makan sedikit dan jumlah air 4 gelas/hari
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir pucat, jumlah gigi 20 gigi, gusi tidak
berdarah, tidak ada bengkak dan odem
Lidah
Inspeksi : posisi simetris, bersih
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Payudara :
Inspeksi bentuk, kebersihan, warna areola, bentuk papilla
mamae
Palpasi : tidak ada benjolan abnormal
Axilla :
Inspeksi : tidak adanya benjolan abnormal
Palpasi : tidak ada benjolan abnormal
Abdomen :
Inspeksi : pembesaran abdomen
Palpasi : pembesaran (kontur, ukuran)
Genetalia :
Inspeksi : rambut pubis, kebersihan, odema, varises,
benjolan
Palpasi : tidak ada benjolan/massa dan nyeri tekan
2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hemoglobin 9 dl/I (Normak : 10-16 gr/dl)
leukosit 6300/𝑚𝑚3 (Normal : 9.000-12.000/𝑚𝑚3 )
Segmen 27% (Normal :
Limfosit 61% (Normal : 42 %)
Monosit 12% (Normal : 4-9 %)
LED 63/115 mm/jam (Normal :
Hematocrit 23,6 % (Normal : 33-38%)
Trombosit 130,80 (Normal : 200.000-400.000)
SGOT 14 miu/I (Normal : 3-45 miu/I)
SGPT 27 miu/I (Normal : 0-35 miu/I)
HBS Ag negative
3. ANALISA DATA
NS. DIAGNOSIS : Domain 3 gangguan pertukaran gas
(NANDA-1) Kelas 4 fungsi respirasi
00030 : gangguan pertukaran gas
DEFINATION : Kelebihan atau deficit oksigenisasi dan / atau
eliminasi karbondioksida pada membrane
alveolar-kapiler
DEFINING • Diaforesis
CHARACTERISTICS • Dipsnea
• Gangguan Penglihatan
• Gas Darah arteri abnormal
• Gelisah
• Hiperkapnia
• Hipoksia
• Iritabilitas
• Konvusi
• Napas Cuping Hidung
• Penurunan karbondioksida
• pH arteri abnormal
• pola nafas abnormal (misalnya :
kecepatan, irama, kedalaman)
• sakit Kepala saat bangun
• sianosis
• somnolen
• takikardia
• warna kulit abnormal (misalnya :
pucat, kehitaman
RELATED • ketidakseimbangan ventilasi – perfusi
FACTORS : • perubahan membrane alveolar - kapiler
A Subjective data entry Objective data entery
S
Tampak gelisah TD : 98/60 mmHg
Suhu : 38,9 C
Sesak nafas HR : 95 x/menit
Sianosis
Demam
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
NIC NOC
Intervensi Aktivitas Outcame Indicator
Manajemen nafas 1. Menyediakan Respiration status : 041004:
buatan udara untuk Air way patency respiratory rate
dispirasi tang
Definisi: Perawatan 100% di Definition: open, 041005:
tube endrotrakeal dan lembabkan clean respiratory
tracheostomy, serat 2. Monitor tekanan tracheobronchial rhythm
pencegahan tabung 4-8 jm passages for air
komplikasi yang selama ekspirasi exchange 041017 : depth of
disebabkan oleh dengan inspiration
penggunaan alat-alat menggunakan
tersebut threeway 041012 : ability to
stopcock, clear secretions
calibrated
syringe dan 041001: anxiety
manometer
mercury 041011: fear
3. Beri makan
pada makanan 041003: choking
enteral sesuai
kebutuhan. Cek 041007:
tekanan tabung adventitious
segera setelah breath sounds
pemberian
anesthesia 041013: nasal
general faring
4. Inspeksi kulit di
daerah sekitar 041014: gasping
stoma untuk
mengetahui 041015: dyspnea
adanya cairan at test
iritasi atau
kemerahan 041016: dyspnea
with mild exertion
041018:
accessory musle
use
041019: coughing
041020:
accumulation of
sputum
041021: agonal
respirations
5. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO NO TANGGAL/JAM TINDAKAN PARAF
DIAGNOSE
1 00030 2 februari 2016 • Mengatasi sesak
Gangguan Hentikan suksion dan
Pertukaran Gas 08.00 WIB berikan oksigen apabila
pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan
saturasi O2
• Bagaimana cara
08.30 WIB mengatasi kegelisahan
Perawat menanyakan
bagaimana perasaan
saat di rawat dirumah
sakit apakah ada
gangguan susah tidur
Perawat menjadwalkan
aktivitas pasien selama
berada di rumah sakit
• O (Objektif)
Suhu : 38,0 C
N : 100 x/menit
TD : 90/50
mmHg
BB = 74 kg
HB : 10 g/dl
RR : 23 x/menit
• A (Assesment)
Gangguan
pertukaran gas
belum teratasi
• P (Plan)
Menambahkan
intervensi baru
dan melanjutkan
intervensi
sebelumnya
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sever acute respiratory syndrome coronavirus (sars) merupakan suatu
penyakit yang serius dan disebabkan oleh infeksi virus pada paru yang bersifat
mendadak dan menunjukan gejala gangguan pernapasan pada pasien yang
mempunyai riwayat kontak dengan pasien SARS. (widoyono)
Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular yang terjadi
secara local pada mukosa saluran pernapasan atau kulit , yang disababkan oleh
basil gram positif Corynebacterium Diphtherio, ditandai oleh terbentuknya
eksudat yang berbentuk membrane pada tempat infeksi, dan diikuti oleh
gejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh eksotoksin yang diproduksi oleh
basil ini. (SudayaAra.dkk 2009).
B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini kami mengharapkan kepada semua
pembaca agar dapat mengetahui dan memahami nya serta dapat memberikan
kritik dan saran nya agar makalah ini dapat menjadi lebih baik dari
sebelumnya. Demikian saran yang dapat penulis sampaikan semoga dapat
membawa manfaat bagi pembaca
DAFTAR PUSTAKA
Aru, d. 2. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. jakarta: internal publishing.
sumarmo, h. (2002). Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis . jakarta: IDAI.
Buku Nanda Nic Nioc 2015