Disusun Oleh :
(14.401.17.050)
2019
I. KONSEP PENYAKIT
A. Definisi
Hematothoraks merupakan suatu keadaan dimana darah terakumulasi pada
rongga pleura yang disebabkan karena adanya trauma pada dada yang menjadi
predisposisi terpenting perembesan darah berkumpul di kantong pleura tidak
bisa diserap oleh lapisan pleura [CITATION Mut12 \l 1033 ].
Hematothoraks adalah adanya darah dalam rongga pleura, sunber mungkin
darah dinding dada, parenkim paru, jantung atau pembuluh darah besar.
Kondisi biasanya merupakan konsekuensi dari trauma tumpul atau tajam. Ini
juga mungkin merupakan komplikasu dari beberapa penyakit [CITATION
Boe03 \l 1033 ].
Hemathoraks adalah pengumpulan darah dalam ruang potensial antara pleura
visceral dan parietal [ CITATION Ami15 \l 1033 ].
Hematothoraks atau hemothoraks adalah akumulasi darah pada rongga
intrapleura. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah sistemik maupun
pembuluh darah paru, dan pada trauma yang tersering perdarahan berasal dari
arteri interkostalis dan arteri mammaria interna [ CITATION Nix16 \l 1033 ].
Hemothoraks adalah adanya darah pada rongga pleura. Perdarahan mungkin
berasal dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar
[CITATION Boe03 \l 1033 ].
B. Etiologi
Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi pada
paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul pada
dada juga dapat menyebabkan hematothoraks karena laserasi pembuluh darah
internal.
penyebabnya hematothoraks antara lain :
1. Penetrasi pada dada
2. Trauma tumpul pada dada
3. Laserasi jaringan paru
4. Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal
5. Laserasi arteri mammaria interna [ CITATION Ami15 \l 1033 ].
C. Manifestasi Klinis
Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah
di dinding dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan
nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan
gejala yang pertama muncul. Secara klinis pasien menunjukan distress
pernapasan berat, agitasi, sianosis, takipnea berat, takikardia dan peningkatan
awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah
jantung (Hudak & Gallo, 1997). Respon tubuh degan adanya hemothoraks
dimanifestasikan dalam 2 area mayor: a) Respon hemodinamik, Respon
hemodinamik sangat tergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi. Tanda
tanda shock seperti takikardi, takipnea, dan nadi yang lemah dapat muncul
pada pasien yang kehilangan 30% atau lebih volume darah. b) Respon
respiratori Akumulasi darah pada pleura dapat menggangu pergerakan napas.
Pada kasus trauma, dapat terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi, khususnya
jika terdapat injuri pada dinding dada. Akumulasi darah dalam jumlah yang
besar dapat menimbulkan dyspnea [CITATION Mut12 \l 1033 ].
Derajat pendarahan
a) Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)
1) Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.
2) Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan
frekuensi pernapasan.
3) Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk
kehilangan darah sekitar 10%
b) Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)
1) Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit),
takipnea, penurunan tekanan nadi, kulit teraba dingin, perlambatan
pengisian kapiler, dan anxietas ringan.
2) Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin,
yang menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan
selanjutnya meningkatkan tekanan darah diastolik.
c) Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)
1) Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan
darah sistolik, oliguria, dan perubahan status mental yang signifikan,
seperti kebingungan atau agitasi.
2) Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40%
adalah jumlah kehilangan darah yang paling kecil yang menyebabkan
penurunan tekanan darah sistolik.
3) Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi
keputusan untuk pemberian darah seharusnya berdasarkan pada respon
awal terhadap cairan.
d) Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)
1) Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik,
tekanan nadi menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur),
berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar, penurunan status mental
(kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat.
2) Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat
[CITATION Boe03 \l 1033 ].
F. Komplikasi
Berikut komplikasi hematothorax menurut [ CITATION Nix16 \l 1033 ] adalah
sebagai berikut :
a) Kehilangan darah.
b) Kegagalan pernapasan.
c) Atelektasis.
d) hematoma intrathoracic.
e) infeksi luka.
f) pneumonia.
g) Septicemia.
h) Kematian
G. Pemeriksaan Penunjang
a) Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleura,
dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
b) GDA : Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengeruhi,
gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2
kadang-kadang meningkat. PaO2 mungkin normal atau menurun, saturasi
oksigen biasanya menurun.
c) Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemothorax).
d) Hb : mungkin menurun, menunjukan kehilangan darah [CITATION Boe03 \l
1033 ].
H. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien, menghentikan
pendarahan, dan menghilangkan darah dan udara dalam rongga pleura.
Penanganan pada hemothoraks adalah:
Resusitasi cairan
Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah yang
dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus
cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pemnberian darah
dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat
dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk autotranfusi. Bersamaan
dengan pemberian infus dipasang pula chest tube (WSD)
Pemasangan chest tube
Pemasangan chest tube (WSD) ukuran besar agar darah pada toraks dapat
cepat keluar sehingga tidak membeku di dalam pleura. Hemotoraks akut yang
cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks sebaiknya di terapi dengan chest
tube kaliber besar. Chest tube tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga
pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan
dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya.
WSD adalah suatu sistem drainase yang menggunakan air. Fungsi WSD
sendiri adalah untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural. Macam WSD
antara lain:
WSD aktif
continous suction, gelembung berasal dari udara sistem
WSD pasif
gelembung udara berasal dari cavum toraks pasien
Thoracotomy
Tindakan ini dilakukan bila dalam keadaan:
1) Jika pada awal hematotoraks sudah keluar 1500ml, kemungkinan besar
penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera.
2) Pada beberapa penderita pada awalnya darah yang keluar < 1500ml, tetapi
perdarahan tetap berlangsung terus.
3) Bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200cc / jam dalam
waktu 2 – 4 jam.
4) Luka tembus toraks di daerah anterior, medial dari garis puting susu atau luka
di daerah posterior, medial dari scapula harus dipertimbangkan kemungkinan
diperlukannya torakotomi karena kemungkinan melukai pembuluh darah
besar, struktur hilus atau jantung yang potensial menjadi tamponade jantung
d) Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
1) Kesadaran
Biasanya pasien datang ke rumah sakit dengan kesadaran compos mentis atau
penurunan kesadaran seperti somnolen, atau koma [CITATION Mut12 \l 1033 ].
Primary Survey :
a. Airway
1) Look: pergerakan dinding dada,
2) listen: suara nafas tambahan vasikular
3) feel: hembusan nafas
b. Breathing
1) Look : pergerakan dinding dada (asimetris/simetris), warna kulit,
memar, deformitas, gerakan paradoksal.
2) Listen: vesikular paru.
3) Feel: krepitasi, nyeri tekan
4) Pemberian oksigen dengan rumus : tidal volume (6-8xBBxRR)
c. Ciculation
1) Nadi
2) Akral teraba dingin
3) CRT
4) Warna kulit
5) Tanda-tanda laserasi
6) Perlukaan eksternal
7) Estimasi blood volume :
Dengan rumus
Dewasa : 70% x BB
Anak : 75% x BB
Bayi : 80% x BB
d. Disability
1) Tingkat kesadaran ( GCS ).
2) Respon pupil terhadap cahaya +/-
3) Diameter pupil (2-4mm)
4) Tanda-tanda lateralisasi
5) Tingkat cedera spinal
e. Exposure
1) Buka pakaian penderita
2) Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada ruangan
yang cukup hangat.
3. Intervensi
a. Pola napas tidak efektif
1) Tujuan: Pola pernapasan efektif, yang dibuktikan oleh Status Pernapasan:
Status Ventilasi dan Pernapasan yang tidak terganggu: kepatenan jalan napas;
dan tidak ada penyimpangan tanda vital dari rentang normal.
2) Kriteria hasil
a. Menunjukkan pernapasan optimal pada saat terpasang ventilator mekanis
b. Mempunyai kecepatan dan irama pernapasan dalam batas normal
c. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal untuk pasien
d. Meminta bantuan pernapasan saat dibutuhkan
e. Mampu menggambarkan rencana untuk perawatan dirumah
f. Mengidentifikasi faktor (mis, alergen) yang memicu ketidakefektifan
pola napas, dan tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindarinya.
(Wilkinson, 2015, p. 101)
3) Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
Pengkajian
a. Pantau adanya pucat sianosis
b. Pantau efek obat pada status pernapasan
c. Tentukan lokasi dan luasnya repitasi di sangkar iga
d. Kaji kebutuhan insersi jalan napas
e. Observasi dan dokumentasi ekspansi dada bilateral pada pasien yang
terpasang ventilator
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk
memperbaiki pola pernapasan.
b. Diskusikan perencanaan untuk perawatan dirumah, meliputi pengobatan,
peralatan pendukung, tanda dan gejala komplikasi yang dapat dilaporkan,
sumber-sumber komunitas.
c. Ajarkan teknik batuk efektif
d. Instruksikan kepada pasien dan keluarga bahwa mereka harus
memberitahu perawat pada saat terjadi ketidakefektifan pola pernapsan
Aktivitas kolaboratif
a. Konsultasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekuatan
fungsi ventilator mekanis
b. Laporkan perubahan sensori, bunyi napas, nilai GDA, sputum dan
sebagainya, jika perlu atau sesuai protokol
c. Berikan obat sesuai dengan program atau protokol
d. Berikan terapi nebulizer ultrasonic dan udara atau oksigen yang
dilembabkan sesuai program atau protokol sesuai institusi
e. Berikan obat nyeri untuk mempertimbangkan pola pernapasan [ CITATION
Placeholder3 \l 1033 ].
b. Resiko syok
NIC: shock management
- Monitor TTV, tekanan darah ortostatik, status mental dan urine output
- Monitor nilai laboratorium sebagai bukti terjadinya perfusi jaringan yang
inadekuat (misalnya peningkatan kadar asam laktat, penurunan pH arteri)
- Berikan cairan IV kristaloid sesuai dengan kebutuhan (NaCl 0,9%; RL;
D5%W)
- Berikan medikasi vasoaktif
- Berikan terapi oksigen dan ventilasi mekanik
- Monitor trend hemodinamik
- Monitor frekuensi jantung fetal (bradikardia bila HR <110 kali/menit) atau
(takikardia bila HR >160 kali per menit) berlangsung lebih lama dari 10
menit
- Ambil sampel darah untuk pemeriksaan AGD dan monitor oksigenasi
jaringan
- Dapatkan patensi akses vena
- Berikan cairan untuk mempertahankan tekanan daarah atau cardiac output
- Monitor penentu pengiriman oksigen ke jaringan (SaPO2, level Hb, cardiac
output)
- Catat bila terjadi bradicardia atau penurunan tekanan darah, atau
abnormalitas tekanan arteri sistemik yang rendah misalnya pucat, cyanosis
atau diaphoresis
- Monitor tanda dan gejala gagal nafas (rendahnya PaO2, peningkatan PCO2,
kelumpuhan otot pernafasan)
- Monitor kadar glukosa darah dan tangani bila ada abnormalitas
- Monitor koagulasi dan complete blood count dengan WBC differential
- Monitor status cairan meliputi intake dan output
- Lakukan pemasangan kateter urinaria
- Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan perfusi
- Berikan dukungan emosional kepada keluarga
- Berikan harapan yang realistic kepada keluarga [ CITATION Placeholder1 \l
1033 ].
c. Nyeri akut
1) Tujuan : memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan oleh indicator
sebagai berikut (sebutkan 1-5 : tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering,
atau selalu):
- Mengenali awitan nyeri
- Menggunakan tindakan pencegahan
- Melaporkan nyeri yang dapat dikendalikan
2) Kriteria Hasil :
a) Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk
mencapai kenyamanan
b) Mempertahankan tingkat nyeri pada ___ atau kurang (dengan skal 0-10)
c) Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
d) Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk
memodifikasi faktor tersebut
e) Melaporkan nyeri kepada layanan kesehatan
f) Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesik dan non
analgesik secara tepat
g) Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernapasan, frekuensi jantung,
atau tekanan darah
h) Melaporkan pola tidur yang baik
i) Melaporkan kemampuan untuk mempertahankan performa peran dan
hubungan interpersonal.
3) Nursing Interventions Classification (NIC) :
Aktifitas Keperawatan :
a) Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan informasi pengkajian
b) Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyaman pada skala 0-10 (0 =
tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan, 10 = nyeri hebat)
c) Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaraan nyeri analgesik dan
kemungkinan efek sampingnya
d) Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri
dan respon pasien
e) Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia dan
tingkat perkembangan pasien
f) Manajemen nyeri (NIC) :
- Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi karakteristik,
awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, atau keparahan nyeri, dan
faktor presipitasinya
- Observasi isyarat non verbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka
yang tidak mampu berkomunikasi efektif.
Penyuluhan pasien/keluarga :
a) Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obatt khusus yang harus di
minum, frequensi pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan
interaksi obat, kewaspadaan khusus saat mengonsumsi obat tersebut
(misalnya pembatasan aktivitas fisik, pembatasan diet) dan nama orang
yang harus dihubungi bila mengalami nyeri membandel.
b) Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika
peredaan nyeri tidak dapat dicapai.
c) Informasikan kepada asien tentang prosedur yang dapat meningkatkan
nyeri dn tawarkan strategi koping yang disarankan.
d) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik atau opioid
(misalnya, risiko ketergantungan atau overdosis)
e) Managemen Nyeri (NIC) : berikan informasi tentang nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan antisipasi
ketidaknyamanan akibat prosedur.
f) Managemen Nyeri (NIC) : ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis
(misalnya, umpan-balik biologis, transcutaneous electrical nerve
stimulation (TENS), hypnosis, relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi
musik, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas, akupresur, kompres
hangat atau dingin, dan masase) sebelum, setelah, dan jika memungkinkan,
selama aktivitas yang menimbulkan nyeri, sebelum nyeri terjadi atau
meningkat dan bersama penggunaan tindakan peredaran nyeri yang lain.
Aktifitas kolaboratif :
a) Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal
(mis. Setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA
b) Manajemen Nyeri (NIC) :
- Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat
laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat
ini merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien di
masa lalu [ CITATION Placeholder3 \l 1033 ].
DAFTAR PUSTAKA