PEMBAHASAN
2
B. Patogenesis
Tahap pertama dari infeksi HIV, terjadi beberapa minggu setelah penularan,
disebut infeksi HIV primer atau acute retroviral syndrome (ARS). Selama ARS, tes
HIV standar (serologi) mungkin negatif, tetapi juumlah virus dalam darah (diukur
dengan jumlah virus) amat tinggi, keadaan ini membuat penularan HIV kepada
oranglain menjadi mudah.
ARS akan mereda dengan sendirinya dan diikuti dengan tahap laten
(tersembunyi) biasanya disebut infeksi HIV asimptomatik. Penderita pada umumnya
merasa sehat selama tahap ini, walaupun kelenjar getah beningnya mungkin
membesar (limfadenopati), dan beberapa kondisi umum dapat terjadi lebih sering
atau lebih berat, termasuk infeksi ragi di vagin, herpes, atau sinanaga.
Infeksi akut awal ditandai oleh infeksi sel T CD4+ memori (yang
mengekspresikan Chemokine (C-C motif) reseptor 5 (CCR5) dalam jaringan limfoid
mukosa dan kematian banyak sel terinfeksi. Setelah infeksi akut, berlangsunglah fase
kedua dimana kelenjar getah bening dan limfa merupakan tempat replikasi virus dan
destruksi jaringan secara terus menerus. Oleh karena itu, jumlah virus menjadi
sangat banyak dan jumlah sel T-CD4 menurun. Serokonversi membutuhkan waktu
beberapa minggu sampai beberapa bulan. Simptom pada fase ini demam,
limfadenopati, gatal – gatal. Selama periode ini sistem imun dapat mengendalikan
sebagian besar infeksi, karena itu fase ini disebut fase laten.
Pada fase laten atau pada fase yang kedua ini merupakan infeksi HIV yang
asimptomatik atau pasien yang terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejala atau
simptom untuk beberapa tahun yang akan datang. Di fase ini juga hanya sedikit virus
yang diproduksi dan sebagian besar sel T dalam darah tidak mengandung virus.
Walaupun demikian, destruksi sel T dalam jaringan limfoid terus berlangsung
sehingga jumlah sel T makin lama makin menurun hingga 500-200 sel/mm3. Jumlah
sel T dalam jaringan limfoid adalah 90% dari jumlah sel T diseluruh tubuh. Pada
awalnya sel T dalam darah perifer yang rusak oleh virus HIV dengan cepat diganti
oleh sel baru tetapi destruksi sel oleh virus HIV yang terus bereplikasi dan
menginfeksi sel baru selama masa laten akan menurunkan jumlah sel T dalam darah
tepi.
Selanjutnya penyakit menjadi progresif dan mencapai fase letal yang disebut
AIDS, pada saat mana destruksi sel T dalam jaringan limfoid perifer lengkap dan
jumlah sel T dalam darah tepi menurun hingga dibawah 200/mm3. Viremia
3
meningkat drastis karena replikasi virus di bagian lain dalam tubuh meningkat.
Pasien menderita infeksi opportunistik, cachexia, keganasan dan degenerasi susunan
saraf pusat. Kehilangan limfosit Th menyebabkan pasien peka terhadap berbagai
jenis infeksi dan menunjukkan respon imun yang infektif terhadap virus onkogenik.
Selain tiga fase tersebut ada masa jendela yaitu periode di mana pemeriksaan
tes antibodi HIV masih menunjukkan hasil negatif walaupun virus sudah ada dalam
darah pasien dengan jumlah yang cukup banyak. Antibodi terhadap HIV biasanya
muncul dalam 3-6 minggu hingga 12 minggu setelah infeksi primer. Periode jendela
sangat penting diperhatikan karena pada perode jendela ini pasien sudah mampu dan
potensial menularkan HIV kepada orang lain.
C. Cara Penularan
HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial
mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA,
2007c).
Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual,
kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan,
persalinan dan pemberian ASI (Air Susu Ibu). (Zein, 2006)
1. Seksual
Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari
semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama
senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki.
Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral
(mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal
yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.
2. Terpapar darah
HIV dapat ditularkan lewat transfusi, walaupun resiko ini praktis
dihilangkan di tempat-tempat yang menguji darah donor. Penularannya lewat
penggunaan yang negatif menggunakan jarum suntik bersama-sama dengan
pengguna yang positif.
Tenaga medis pun bisa tertular kalau tertusuk jarum yang mengandung
darah yang terinfeksi atau ketika mata, hidung ataupun luka yang terbuka
terpecik darah atau cairan badan dari pasien yang HIV positif.
3. Melahirkan anak dan menyusui.
4
Perempuan yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV kepada bayinya saat
melahirkan banak (biasanya saat melahirkan atau beberapa saat sebelumnya)
atau dengan menyusui. Bayi tidak terinfeksi saat dikandung, jadi laki-laki
dengan HIV positif hanya dapat menulari bayinya secara tidak langsung dengan
menulari bayinya.
D. Manifestasi Klinis
Sindroma HIV akut adalah istilah untuk tahap awal infeksi HIV. Gejalanya
meliputi demam, lemas, nafsu makan turun, sakit tenggorokan (nyeri saat menelan),
batuk, nyeri persendian, diare, pembengkakkan kelenjar getah bening, bercak
kemerahan pada kulit (makula / ruam).
Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor
(umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):
1. Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati
2. Gejala minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan.
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidias orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata
g. Retinitis virus Sitomegalo
Beberapa tes HIV adalah Full Blood Count (FBC), pemeriksaan fungsi hati,
pemeriksaan fungsi ginjal : Ureum dan Creatinin, analisa urin, pemeriksaan feses
lengkap. Pemeriksaan Penunjang adalah tes antibodi terhadap HIV, Viral load,
CD4/CD8.
Test untuk mendiagnosis infeksi HIV yang amat akurat yaitu dengan tes
darah standar (serologi), laboratorium pertama kali melakukan enzyme-linked
immunoassay (ELISA/EIA). Hasil ELISA yang negatif berarti tidak terinfeksi. Bila
5
hasilnya positif, laboratorium secara otomatis melakukan test kedua yang disebut
Western Blot (WB). Bila kedua test hasilnya positif berarti terinfeksi.
Gejala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi HIV menurut WHO
SEARO 2007.
1) Keadaan umum :
a) Kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar
b) Demam (terus menerus atau intermitten, temperatur oral > 37,5oC) yang
lebih dari satu bulan,
c) Diare (terus menerus atau intermitten) yang lebih dari satu bulan.
d) Limfadenopati meluas
2) Kulit :
Post exposure prophylaxis (PPP) dan kulit kering yang luas merupakan
dugaan kuat infeksi HIV. Beberapa kelainan seperti kulit genital (genital warts),
folikulitis dan psoriasis sering terjadi pada orang dengan HIV/AIDS(ODHA)
tapi tidak selalu terkait dengan HIV.
3) Infeksi
a) Infeksi Jamur : Kandidiasis oral, dermatitis seboroik, kandidiasis vagina
berulang
b) Infeksi viral : Herpes zoster,
c) Herpes genital (berulang), moluskum kotangiosum, kondiloma.
4) Gangguan pernafasan : batuk lebih dari 1 bulan, sesak nafas, tuberkulosis,
pneumonia berulang, sinusitis kronis atau berulang.
5) Gejala neurologis : nyeri kepala yang makin parah (terus menerus dan tidak
jelas penyebabnya), kejang demam, menurunnya fungsi kognitif.
E. Pencegahan
1. Penularan seksual
a. Membatasi jumlah pasangan seksual.
b. Melakukan aktivitas seksual kecuali di lubang anus atau vagina.
c. Menggunakan kondom bila melakukan hubungan seksual.
d. Tidak memasukan air mani, cairan pra-seminal (pre-cum) dan cairan vagina
kedalam mulut atau mata.
2. Berhenti menggunakan obat-obatan terlarang
6
F. Pengobatan
` Pemberian anti retroviral (ARV) telah menyebabkan kondisi kesehatan para
penderita menjadi jauh lebih baik. Infeksi penyakit oportunistik lain yang berat
dapat disembuhkan. Penekanan terhadap replikasi virus menyebabkan penurunan
produksi sitokin dan protein virus yang dapat menstimulasi pertumbuhan. Obat
ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nu cleoside reverse transkriptase
inhibitor, nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non nucleotide reverse
transcriptase inhibitor dan inhibitor protease. Obat - obat ini hanya berperan dalam
menghambat replikasi virus tetapi tidak bisa menghilangkan virusyang telah
berkembang (Djauzi dan Djoerban,2006).
Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi
untuk mencegah baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula kemungkinan
pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi HIV akan
diberi pengobatan untuk mendorong respon imun anti HIV, menurunkan jumlah sel-
sel yang terinfeksi virus, atau menunda onset AIDS. Namun perkembangan vaksin
sulit karena HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi pada semua sel yang terinfek si
dan tidak tersingkirkan secara sempurna oleh respon imun inang setelah infeksi
primer ( Brooks, 2005) .