Vibrio cholerae termasuk bakteri gram negatif, berbentuk batang bengkokseperti koma
dengan ukuran panjang 2-4 µm. Pada isolasi, Koch menamakannya “kommabacillus”, tetapi bakteri
ini dapat menjadi batang yang lurus bila biakan diperpanjang.
Bakteri ini dapat bergerak sangat aktif karena mempunyai sebuah flagella polar yang halus
(monotrikh), bakteri ini juga tidak membentuk spora. Pada kultur dijumpai koloni yang cembung
(convex), halus dan bulat yang keruh (opaque) dan bergranul bila disinari.
3. Fisiologi
Vibrio cholerae bersifat aerob atau anaerob fakultatif dengan suhu untukpertumbuhan yang
berkisar antara 18 sampai 37°C. Bakteri ini dapat tumbuh pada berbagai jenis media, termasuk media
tertentu yang mengandung garam mineral dan asparagin sebagai sumber karbon dan nitrogen.
Pertumbuhan V. cholerae akan menjadi lebih baik dan lebih cepat, bila ditumbuhkan pada medium padat
Thiosulfate-citrate-bile-sucrose (TCBS). Pada media ini, koloni V. cholerae berwarna kuning, sehingga
dapat dibedakan dari koloni bakteri lain untuk memudahkan dalam proses isolasinya.Umumnya V.
cholerae memerlukan pH netral untuk pertumbuhannya dengan kecepatan optimum dan mengalami laju
kematian yang sangat cepat pada pH asam.
V. cholerae memfermentasi sukrosa dan manosa tanpa menghasilkan gas, memfermentasi nitrit,
tetapi tidak memfermentasi arabinosa. Ciri khas lain yang membedakan dari bakteri enterik gram negatif
lain yang tumbuh pada agar darah adalah pada tes oksidasi hasilnya positif. Pada air peptone alkali,
bakteri ini akan tumbuh dengan baik setelah 6 jam inkubasi pada suhu kamar, sehingga medium ini
sering dipakai untuk mentransport sampel feses atau anal swab penderita penyakit kolera.
Untuk membedakan species V. cholerae dari spesies Aeromonas, biasanya dipakai campuran
0/129 (2,4-diamino-6,7-diiso propyl pteridin fosfat) atau medium yang mengandung 6% NaCI. Pada
kedua kondisi tersebut, V. cholerae akan menunjukkan sifat sensitif terhadap campuran 0/129, tapi
tumbuh pada media yang mengandung 6% NaCI, sedangkan sifat sebaliknya akan ditunjukkan oleh
kelompok Aeromonas.
4. Patogenitas
1) Antigen
Semua V. cholerae mempunyai antigen flagel H yang sama. Antigen flagel H ini bersifat tahan
panas. Antibodi terhadap antigen flagel H tidak bersifat protektif. Pada uji aglutinasi berbentuk
awan. Antigen somatik O merupakan antigen yang penting dalam pembagian grup secara serologi
pada V. cholerae. Antigen somatic O ini terdiri dari lipopolisakarida. Pada reaksi aglutinasi
berbentuk seperti pasir. Antibodi terhadap antigen O bersifat protektif. V. cholerae serogroup O1
memiliki 3 faktor antigen : A,B, dan C yang membagi grup O1 menjadi serotipe Ogawa, Inaba dan
Hikojima.
2) Toksin
Enterotoksin adalah suatu protein dengan berat molekul 84.000 dalton yang tahan panas tetapi
tidak tahan asam. Toksin kolera mengandung dua sub unit yaitu B (binding) dan A (active). Sub
unit A mempunyai 2 komponen yaitu A1 dan A2. Komponen A1 bertugas meningkatkan aktivitas
Adenil siklase dan komponen A2 betugas mempercepat masuknya enterotoksin ke sel. Sub unit B
mengandung lima polipeptida yang membantu enterotoksin berikatan dengan reseptor ganglion
pada permukaan enterocytes.
3) Perlekatan (adheren)
V. cholerae tidak bersifat invasif, bakteri ini tidak masuk dalam aliran darah tetapi tetap berada
dalam saluran usus. V. cholerae yang virulen harus menempel pada mikrofili permukaan sel epitel
usus baru menimbulkan keadaan patogen. Disana mereka melepaskan toksin kolera (enterotoksin).
Toksin kolera diserap di permukaan gangliosida sel epitel dan merangsang hipersekresi air dan
klorida dan menghambat absorpsi natrium. Akibatnya kehilangan banyak cairan dan elektrolit.
5. Infeksi
Gejalanya dapat bermacam-macam dari diare cair ringan sampai diare akut yang ditandai dengan
kotoran berwujud seperti air cucian beras. Gejala awalnya berupa:
1) Terjadi dengan tiba-tiba, amsa inkubasi selama enam jam sampai lima hari.
2) Kram perut, mual, muntah, dehidrasi.
3) Shock (dikarenakan turunnya laju aliran darah secara tiba-tiba).
4) Kematian dapat terjadi apabila kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar.
Mekanisme bakteri ini dalam menimbulkan penyakit tidak diketahui, namun racun enterotoksin
dan mekanisme penyerangan diduga menjadi penyebab penyakit ini. Penyakit muncul saat bakteri
melekatkan diri ke usus halus yang terinfeksi. Bakteri akan mengeluarkan enterotoksin disana sehingga
terjadi diare yang dapat berakibat pada dehidrasi. Jika dehidrasi tidak segera ditangani akan berlanjut ke
arah hipovolemik (kondisi medis dimana terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada
kegagalan beberapa organ) dan asidosis metabolik (darah bersifat terlalu asam, ditandai dengan
rendahnya kadar bikarbonat dalam darah) sampai akhirnya menyebabkan kematian.