PENDAHULUAN
Sel darah merah terdiri dari sebagian besar sel-sel darah dalam sirkulasi, dan salah satu fungs
iutama mereka adalah untuk membawa oksigen dari paru ke semua sel, jaringan, dan organ
dalam tubuh. Oksigen dilakukan di dalam sel darah merah dikombinasikan ke besi yang
mengandung protein yang disebut hemoglobin. Sel darah merah tidak memiliki inti dan
berbentuk seperti cakram cekung dan atau donat berbentuk, dan mampu meringkuk dan
pemerasan melalui pembuluh darah terkecil.
Jumlah sel darah merah normal dalam darah bervariasi, dan lebih tinggi pada laki-laki
daripada perempuan. Bayi baru lahir memilik jumlah sel merah yang lebih tinggi daripada orang
dewasa. Jika ada jumlah yang lebih tinggi dari sel darah merah dalam sirkulasi dari biasanya
maka seseorang dikatakan telah erythrocytosis atau polisitemia. Situasi sebaliknya dapat terjadi,
dimana ada tingkat yang lebih rendah dari sel darah merah daripada biasanya, dan kondisi ini
disebut sebagai "anemia". Jumlah sel darah merah Dibesarkan dapat ditemukan kebetulan pada
orang tanpa gejala, pada tahap awal polisitemia.
Pada polisitemia, mungkin menjadi 8 - 9 juta jiwa dan kadang-kadang 11 juta eritrosit
millimeter kubik darah (kisaran normal untuk orang dewasa adalah 4-6), dan hematokrit
mungkin setinggi 70 hingga 80%. Selain itu, volume total darah kadang-kadang meningkat
menjadi sebanyak dua kali normal. Sistem vascular keseluruhan dapat menjadi nyata membesar
dengan darah, dan sirkulasi kali untuk darah keseluruh tubuh dapat meningkat hingga dua kali
dari nilai normal. Peningkatan jumlah eritrosit dapat menyebabkan viskositas darah untuk
meningkatkan sebanyak lima kali normal. Kapiler dapat menjadi terpasang oleh darah yang
sangat kental, dan aliran darah melalui pembuluh cenderung sangat lamban.
Baru-baru ini, pada tahun 2005, mutasi pada kinase JAK2 (V617F) telah ditemukan oleh
beberapa kelompok peneliti akan sanga terkait dengan polisitemiavera. JAK2 adalah anggota
dari keluarga Janus kinase dan membuat prekursor erythroid peka terhadap eritropoietin (EPO).
Mutasi ini mungkin dapat membantu dalam membuat diagnosis atau sebagai target untuk terapi
masa depan.
Sebagai konsekuensi dari di atas, orang dengan polisitemiavera tidak diobati berada pada
risiko berbagai peristiwa trombotik (trombosis vena dalam, embolismeparu), serangan jantung
dan stroke, dan memiliki risiko yang besar sindrom Budd-Chiari (trombosis vena hati), atau
Myelofibrosis. Kondisi ini dianggap kronis, ada pengobatan simtomatik yang dapat
menormalkan jumlah darah dan kebanyakan pasien dapat hidup normal selama bertahun-tahun.
1.3 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang penyakit yang berkaitan dengan system Imunologi yaitu Polisitemia
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui konsep teoritis penyakit polisitemia.
b. Untuk mendapat informasi tentang pengertian, klasifikasi, etiologi, gejala klinis, patofisiologi,
pemeriksaan diagnostic untuk pasien dengan Polisitemia.
c. Mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit polisitemia, yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi dan rasional.
BAB II
PEMBAHASAN
Polisitemia berasal dari bahasa Yunani: poly (banyak), cyt (sel), dan hemia (darah). Jadi,
polisitemia berarti peningkatan jumlah sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit) di dalamdarah.
Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah merah akibat
pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang.
Polisitemia adalah suatu kondisi yang jarang terjadi di mana tubuh terlalu banyak
memproduksi sel darah merah. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan hematokrit,
hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi 6 juta/ mm atau
hemoglobin nya melebihi 18 g/dl.
Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemiavera (primer) dan polisitemia sekunder.
Polisitemiavera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "polisitemia benar") juga dikenal
sebagai suatu jenis polisitemia primer. Primer berarti bahwa polisitemia tidak disebabkan oleh
gangguan lain. Polisitemia Primer: Dalam polisitemia primer peningkatan sel darah merah
adalah karena masalah yang melekat. Polisitemia primer dikarenakan sel benih hematopoietic
mengalami proliferasi berlebihan tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan
kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses proliferasi terjadi karena rangsangan
eritropoietin yang adekuat. Polisitemiavera adalah contoh polisitemia primer. Jumlah sel darah
merah atau eritrosit manusia umumnya berkisar antara 4 hingga 6 juta per mikroliter darah.
Jumlah ini yang terbanyak dibandingkan dengan sel darah lainnya. Namun, jumlah sel darah
merah bias melebihi batas normal. Kondisi ini dikenal dengan sebutan polisitemiavera.
Polisitemiasekunder: Jenis ini, proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin. Jadi,
berbanding terbalik dengan polisitemia primer. Peningkatan massa sel darah merah lama
kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali kebatas normal.
Contoh polisitemiasekunder fisiologis adalah hipoksia. Polisitemia sekunde umumnya terjadi
sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan,
seperti tumor hati, tumor ginjal atau sindroma Cushing.
Penyebab, gejala, dan perawatan dari dua kondisi yang berbeda-beda. Polisitemia Vera
lebih serius dan dapat mengakibatkan komplikasi kritis lebih dari polisitemia sekunder. Sel darah
tubuh diproduksi di sumsum tulang ditemukan di beberapa tulang,seperti tulang paha. Biasanya
produksi sel darah diatur oleh tubuh sehingga jumlah sel darah baru dibuat untuk menggantikan
sel-sel darah yang lama karena mereka mati. Dalam polisitemia, proses ini tidak normal karena
berbagai penyebab dan menghasilkan terlalu banyak se darah merah dan kadang-kadang sel-sel
darah lainnya. Hal ini menyebabkan penebalan darah.
2.2 ETIOLOGI
1. Polisitemia primer
Polisitemia Primer terjadi di sekitar 2 pada setiap 100.000 orang. Penyebabnya tidak diketahui.
Namun, polisitemia ini hadir saat lahir, biasanya disebabkan oleh kelainan genetic warisan yang
abnormal menyebabkan tingkat tinggi precursor sel darah merah.
2. Polisitemia sekunder
Polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau kondisi
yang mendasarinya atau gangguan, seperti:
a. tumor hati,
b. tumor ginjal atau sindroma Cushing
c. peningkatan eritropoietin (EPO) produksi, baik dalam respon terhadap hipoksia kronis (kadar
oksigen rendah) atau dari tumor mensekresi eritropoietin
d. perilaku, gaya hidup, seperti merokok, tinggal di tempat yang tinggi, penyakit paru-paru parah,
dan penyakit jantung.
Bila ada kekurangan oksigen, tubuh merespon dengan memproduksi lebih banyak sel darah
merah yang membawa oksigen ke sel-sel tubuh.
2.4 PATOFISIOLOGI
Terdapat 3 jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder.
1. Polisitemia relative berhubungan dengan dehidrasi. Dikatakan relative karena terjadi penurunan
volume plasma namun massa sel darah merah tidak mengalami perubahan.
2. Polisitemia primer disebabkan oleh proliferasi berlebihan pada sel benih hematopoietic tanpa
perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan
normal, proses proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang kuat.
3. Polisitemia sekunder, dimana proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin.
Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan
kadar eritropoietin kembali normal. Contoh polisitemia ini adalah hipoksia.
Mekanisme terjadinya polisitemiavera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat sel tunas
(stem cells) pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada sumsum tulang terdapat
pula sel batang abnormal yang dapat mengganggu atau menurunkan pertumbuhan dan
pematangan sel normal. Bagaimana perubahan sel tunas normal jadi abnormal masih belum
diketahui.
Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap factor
pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin. Kelainan-
kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan DNA yang dikenal dengan mutasi.
Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang memproduksi protein penting yang
berperan dalam produksi darah.
Pada keadaan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan antara
liganeritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan, terjadi fosforilasi
pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi, kemudian memfosforilasi
domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi aktivasi signal transducers and activators of
transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke inti sel (nucleus), lalu mengikat secara
spesifiksekuens regulasi sehingga terjadi aktivasi atau inhibisi proses trasnkripsi dari
hematopoietic growth factor. Pada penderita PV, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617
dimana terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan nama JAK2V617F.
Hal ini menyebabkan aksi auto inhibitor JH2 tertekan sehingga proses aktivasi JAK2
berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu, proses eritropoiesis dapat berlangsung tanpa atau
hanya sedikit hematopoetic growth factor.
Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, sel darah
putih, dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita cenderung mengalami
thrombosis dan pendarahan dan menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang
disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan tingginya jumlah platelet.
Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang dapa tmenyebabkan stroke, pembuluh
vena, arteri retinal atau sindrom Budd-Chiari. Fungsi platelet penderita PV menjadi tidak normal
sehingga dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Peningkatan pergantian sel dapat
menyebabkan terbentuknya hiperurisemia, peningkatan resikopirai dan batu ginjal.
Fase brun out (terbakar habis) atau spent out (terpakai habis ).
Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien memasuki priode
panjang yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang timbul anemia tetapi trombositosis dan
leokositosis biasanya menetap.
Fase mielofibrotik
Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan perjalanan klinis
menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasia mieliod. Kadang- kadang terjadi
metaplasia mieloid pada limpa, hati, kelenjar getah bening dan ginjal.
Fase terminal
Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan oleh
komplikasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena mielofibrosis terjadi pada kurang dari
15%. Kelangsungan hidup rerata (median survival) pasien yang diobati berkisar antara 8 dan 15
tahun, sedangkan pada pasien yang tidak mendapatkan pengobatan hanya 18 bulan.
Dibandingkan dengan pengobatan flibotomi saja, resiko terjadinya leukemia akut meningkat 5
kali jika pasien diberi pengobatan fosfor P32 dan 13 kali jika pasien mendapatkan obat sitostatik
seperti klorambusil.
2.5 KOMPLIKASI
Kelebihan sel darah merah dapat dikaitkan dengankomplikasi lain, termasuk
Kemungkinan Komplikasi
a. Perdarahan dari lambung atau bagian lain pada saluran pencernaan.
b. Batu, Ginjal, Asam urat
c. Gagal jantung
d. Leukemia / leukositosis
e. Myelofibrosis
f. Penyakit ulkus peptikum
g. Trombosis (pembekuan darah, yang dapat menyebabkan stroke atau serangan jantung)
2.7 PENATALAKSANAAN
Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang dapat dilakukan
hanya mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien.
Tujuan terapi yaitu:
1. Menurunkan jumlah dan memperlambat pembentukan sel darah merah (eritrosit)
2. Mencegah kejadian trombotik misalnya thrombosis arteri-vena, serebrovaskular,thrombosis
vena dalam, infarkmiokard, oklusi arteri perifer, dan infark pulmonal.
3. Mengurangi rasa gatal dan eritromel algia ekstremitas distal.
Prinsip terapi
1. Menurunkan viskositas darah sampai ketingkat normal kasus (individual) dan mengendalikan
eritropoesis dengan flebotomi.
2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum terkendali.
3. Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)
4. Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan ber efek sterilisasi pada pasien usia muda.
5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik.
Pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan:
§ Trombositosispersisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala trombosis
§ Leukositosis progresif
§ Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik
§ Gejala sistemis yang tidak terkendal iseperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan berat
badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.
1. Terapi PV
a. Flebotomi
Flebotomi adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin satu-satunya bentuk pengobatan
yang diperlukan untuk banyak pasien, kadang-kadang selama bertahun-tahun dan merupakan
pengobatan yang dianjurkan. Indikasi flebotomi terutama pada semua pasien pada permulaan
penyakit, dan pada pasien yang masih dalam usia subur. Pada flebotomi, sejumlah kecil darah
diambil setiap hari sampai nilai hematokrit mulai menurun. Jika nilai hematokrit sudah mencapai
normal, maka darah diambil setiap beberapa bulan, sesuai dengan kebutuhan. Target hematokrit
yang ingin dicapai adalah <45% pada pria kulit putih dan <42% pada pria kulit hitam dan
perempuan.
b. Kemoterapi Sitostatika/ Terapi mielosupresif ( agen yang dapat mengurangi sel darah merah atau
konsentrasi platelet). Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sito reduksi. Lebih baik
menghindari kemoterapi jika memungkinkan, terutama pada pasien usia muda. Terapi
mielosupresif dapat dikombinasikan dengan flebotomi atau diberikan sebagai pengganti
flebotomi. Kemoterapi yang dianjurkan adalah Hidroksiurea (dikenal juga sebagai
hidroksikarbamid) yang merupakan salah satu sitostatik golongan obat anti metabolic karena
dianggap lebih aman, tetapi masih diperdebatkan tentang keamanan penggunaan jangka panjang.
Penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi karena
efek leukemogenik dan mielosupresi yang serius. Walaupun demikian, FDA masih
membenarkan klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV. Pasien dengan pengobatan cara ini
harus diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai 3 minggu sekali). Kebanyakan klinisi
menghentikan pemberian obat jika hematokrit: pada pria< 45% dan memberikan nya lagi jika>
52%, pada wanita< 42% dan memberikan nya lagi jika> 49%.
c. FosforRadiokatif (P32)
Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan sumsum
tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2 secara intravena, apabila
diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian
pertama P32 Mendapatkan hasil, re-evaluasi setelah 10-12 minggu.
Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan.Tidak mendapatkan hasil,
selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12 minggu
setelah dosis pertama.
d. Kemoterapi Biologi (Sitokin)
Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemiavera terutama untuk mengontrol
trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3). Produk biologi yang digunakan adalah
Interferon (Intron-A, Roveron-) digunakan terutama pada keadaan trombositemia yang tidak
dapat dikendalikan. Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik Siklofosfamid
(Cytoxan).
2. Pengobatanpendukung
1. Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien dengan penyakit
yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.
2. Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, jika diperlukan dapat diberikan Psoralen
dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA).
3. Gastritis/ulkuspeptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2.
4. Anti agregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin.
5. Anagrelid digunakan sebagai substitusi atau tambahan ketika hidroksi urea tidak memberikan
toleransi yang baik atau dalam kasus trombositosis sekunder (jumlah platelet tinggi). Anagrelid
mengurangi tingkat pembentukan trombosit di sumsum. Pasien yang lebih tua dan pasien dengan
penyakit jantung umumnya tidak diobati dengan anagrelid.
BAB III
3.1 PENGKAJIAN
1. Identitas klien
meliputi :nama,umur,alamat,nomorregister,pekerjaan,pendidikan,agama
2. Keadaan dan keluhan utama
Apa yang menjadi keluhan utama yang dirasakan klien saat kita lakukan yaitu pucat,cepat
lelah,takikardi,palpitasi,dan takipnoe
3. Riwayat penyakit dahulu
-adanya penyakit kronis seperti penyakit hati,ginjal
-adanya perdarahan kronis/adanya episode berulangnya perdarahan kronis
-adanya riwayat penyakit hematology,penyakit malabsorbsi.
4. Riwayat penyakit keluarga
-Adanya riwayat penyakit kronis dalam keluarga yang berhubungan dengan status penyakit
yang diderita klien saat ini
-adanya anggota keluarga yang menderita sama dengan klien
-adanya kecendrungan keluarga untuk terjadi anemia
5. Riwayat penyakit sekarang
-apa yang dirasakan klien saat ini yang berhubungan dengan status penyakit yang
dideritanya(anemia)
6. Data sosial,psikologis dan agama
-Keyakinan klien terhadap budaya dan agama yang mempengaruhi kebiasaan klien dan pilihan
pengobatan misal penolakan transfusi darah
-adanya depresi
7. Data kebiasaan sehari-hari
a. Nutrisi
- Penurunan masukan diet
- masukan diet rendah protein hawan
- kurangnya intake zat makanan tertentu:vitamin b12,asam folat
b. Aktivitas istirahat
-frekuensi dan kualitas pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur
c. Eliminasi BAK dan BAB
-Frekuensi, warna, konsistensi dan bau
1. PENGKAJIAN
a. Sistim Sirkulasi
Gejala :
- riwayat kehilangan darah kronis
- riwayat endokarditis infektif kronis
- palpitasi
Tanda:
- Tekanan darah : Peningkatan sistolik dengan diastolic stabil dan tekanan nadi melebar,
hipotensi postural.
- Disritmia:abnormalitas EKG misal:depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang
T jika terjadi takikardia.
- Denyut nadi : takikardi dan melebar
- Ekstremitas : Warna pucat pada kulit dan membran mukosa (konjongtiva,mulut, faring, bibir
dan dasar kuku)
- Sklera : Biru atau putih seperti mutiara.
- Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokonstriksi kompensasi)
- Kuku : Mudah patah.
- Rambut : Kering dan mudah putus.
b. Sistim Neurosensori
Gejala:
- sakit kepala,berdenyut,pusing,vertigo,tinnitus,ketidakmampuanberkosentrasi
- imsomnia,penurunan penglihatan dan adanya bayangan pada mata
- kelemahan,keseimbangan buruk,kaki goyah,parestesia tangan /kaki
- sensasi menjadi dingin
Tanda:
- Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis
- Mental : tak mampu berespon.
- Oftalmik : Hemoragis retina.
- Gangguan koordinasi.
c. Sistim Pernafasan
Gejala:
-napas pendek pada istirahat dan meningkat pada aktivitas
Tanda :
-Takipnea,ortopnea, dan dispnea
d. Sistim Nutrisi
Gejala:
-penurunana masukan diet,masukan protein hewani rendah
-nyeri pada mulut atau lidah,kesulitan menelan(ulkus pada faring)
-mual muntah,dyspepsia,anoreksia
-adanya penurunan berat badan
Tanda:
-Lidah tampak merah daging
-Membran mukosa kering dan pucat.
-Turgor kulit : buruk, kering, hilang elastisitas.
-Stomatitis dan glositis.
-Bibir : Selitis(inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah)
e. Sistim Aktivitas/ Istirahat
Gejala:
- Keletihan,kelemahan,malaise umum
- kehilamgan produktivitas,penurunan semangat untuk bekarja
- toleransi terhadap latihan rendah
- kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak
Tanda:
- Takikardia/takipnea,dispnea pada bekerja atau istirahat.
- Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik padasekitarnya.
- Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
- Ataksia,tubuh tidak tegak
f. Sistim Seksualitas
Gejala:
-hilang libido(pria dan wanita)
-impoten
Tanda:
-Serviks dan dinding vagina pucat.
3.2 DIAGNOSA
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel tubuh.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang menurun
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara supplai oksigen dan
kebutuhan/kelelahan
3.3 INTERVENSI
NO NO.DX TUJUAN/KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
HASIL
1 1 Setelah dilakukan Mandiri
tindakan 1. Awasi tanda vital, kaji 1. Memberikan informasi
keperawatan 1x24 pengisian kapiler dan tentang derajat/
jam Px menunjukkan warna kulit atau keadikuatan perfusi
perfusi ade kuat : membrane mukosa. jaringan dan membantu
tanda vital stabil, menentukan kebutuhan
membrane merah interfensi
muda, pengisian 2. Meningkatkan ekspansi
kapiler baik 2. Tinggikan kepala tempat paru dan
tidur sesuai toleransi memaksimalkan
oksigennasi untuk
kebutuhan seluler
kecuali bila ada hipotensi
3. Dispnea, gemericik
3. Kaji pernafasan, menunjukkan adanya
auskultasi bunyi napas peningkatan kompensasi
jantung untuk pengisian
kapiler
4. Vasokonstriksi ke organ
4. Catat keluhan rasa
vital menurunkan
dingin, pertahankan suhu
sirkulasi perifer.
lingkungan dan tubuh
hangat sesuai indikasi
Kolaborasi
5. Awasi pemeriksaan 5. Kenyamanan pasien
Laboratorium : Hb,Ht, akan kebutuhan rasa
Jumlah SDM, GDA hangat harus seimbang
untuk mengindari panas
berlebihan pencetus
vasodilatasi (penurunan
perfusi organ)
6. Mengidentifikasi
6. Berikan transfusi darah
defisiensi dan kebutuhan
(SDM darah lengkap/
pengobatan ataupun
packed, produk darah
respon terhadap
sesuai dengan indikasi).
terapi.Meningkatkan
Awasi ketat untuk
komplikasi tranfusi jumlah sel pembawa
oksigen, memperbaiki
defisiensi untuk
menurunkan resiko
perdarahan
2 2 Setelah dilakukan Mandiri :
tindakan 1. Kaji riwayat nutrisi 1. Mengidentifikasi
keperawatan selama defisiensi, menduga
1x24 jam maka akan2. Observasi intake nutrisi kemungkinan interfensi
menunjukkan: pasien, timbang berat 2. Mengawasi masukan
peningkatan berat badan setiap hari. kalori atau kualitas
badan atau berat kekurangan nutrisi,
badan stabil dengan mengawasi penurunan
nilai laboratorium 3. Berikan intake nutrisi BB atau efektivitas
normal, tidak sedikit tapi sering intervensi nutrisi.
mengalami tanda 3. Intake yang sedikit tapi
malnutrisi, sering menurunkan
menunjukkan kelemahan dan
perilaku atau meningkatkan
4. Observasi adanya mual
perubahan pola pemasukan serta
muntah dan gejala lain
hidup untuk mencegah distensi
yang berhubungan
menigkatkan atau gaster.
mempertahankan 4. Gejala gastrointestinal
5. Jaga hygiene mulut yang
berat badan yang dapat menunjukkan efek
sesuai. hipoksia pada organ.
5. Meningkatkan nafsu
6. Berikan diet halus,
makan dan intake oral,
rendah serat,
menurunkan
menghindari makanan
panas, pedas atau terlalu pertumbuhan bakteri,
asam sesuai indiksi bila meminimalkan infeksi
perlu berikan suplemen 6. Bila ada lesi oral, nyeri
nutrisi dapat membatasi intake
Kolaborasi makanan yang dapat
7. Kolaborasi dengan ahli ditoleransi pasien,
gizi. meningkatkan masukan
protein dan kalori.
9. Kebutuhan penggantian
tergantung tipe pada
masukan oral yang buruk
dan difesiensi yang
diidentifikasi
3 3 Setelah dilakukan Mandiri :
tindakan 1. Kaji kemampuan klien 1. Mempengaruhi pilihan
keperawatan selama untuk aktivitas, catat intervensi atau bantuan
1x24 jam diharapkan adanya kelemahan
ada peningkatan 2. Awasi dan kaji TTV
toleransi aktivitas, selama dan sesudah 2. Manifestasi
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Polisitemia adalah suatu keadaan yang menghasilkan tingkat peningkatan sirkulasi sel
darah merah dalam aliran darah. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan hematokrit,
hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi 6 juta/ mm atau
hemoglobin nya melebihi 18 g/dl.
Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemiavera( primer) dan polisitemia sekunder.
Polisitemiavera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "polisitemia benar") juga dikenal
sebagai suatu jenis polisitemia primer. Primer berarti bahwa polisitemia tidak disebabkan oleh
gangguan lain. Polisitemia Primer: Dalam polisitemia primer peningkatan sel darah merah
adalah karena masalah yang melekat dalam proses produksi sel darah merah.
Polisitemia sekunder: polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap
faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti tumor hati, tumor ginja
atau sindroma Cushing.
Terapi yang dilakukan tergantung dari penyebab dasar dari polisitemia tersebut.
Polisitemia sendiri diterapi dengan cara mengurangi atau mengeluarkan darah dari dalam tubuh
sampai dengan jumlah hematokrit berada di dalam batas normal. Apabila penyebab polisitemia
tidak diketahui, maka yang diperlukan adalah monitor teratur.
4.2 SARAN
Guna sempurnanya makalah kami ini, kami sangat mengaharapkan kritik dan saran dari Rekan-
rekan kelompok lain serta dari Dosen Pembimbing.
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges Marilynn E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi II. Jakarta Buku Kedokteran.
EGD.
2. Soeparman, Sarwono waspadil.(1996). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta Gaya Baru.
3. Brunner and Suddarth.KeperawatanMedikalBedah. Edisi 8. Vol 3. Jakarta: EGC. 2002
4. Http:// www.medicastore.com/ penyakit/ 314/polisitemia_vera.html.
5. Http://www. Buku ajar asuhan keperawatan/polisitemia/.com
6. http://kupukupudanpelangi.blogspot.com/2009/06/herpes-dan-jus-pel
7.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PenilaianHasilPemeriksaan.pdf/10_PenilaianHasilPem
eriksaan.html