Anda di halaman 1dari 15

TUGAS ANTROPOLOGI

MAKALAH
PERUBAHAN SOSIAL DIBIDANG KESEHATAN

Disusun oleh :
Nama : Dadan Suprayoga
Kelas : B (S1 Keperawatan Ekstensi)
Nim : 4002130157

Program Studi S1 Keperawatan


Stikes Dharma Husada Bandung
Jl. Terusan Jakarta No.75 Bandung
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah Perubahan
Sosial di Bidang Kesehatan sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Konsep Perubahan Sosial di Bidang
Kesehatan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan.

Akhirnya kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya


kepada semua pihak yang sudah mendukung penyusunan makalah ini. Selanjutnya
kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sehingga akan
menumbuhkan rasa syukur kami kepada rahmat Allah SWT dan dalam hal perbaikan
makalah ini ke depannya.

Bandung, Desember 2013


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang banyak
membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola
hidup maupun tatanan sosial termasuk dalam bidang kesehatan yang sering
dihadapkan dalam suatu hal yang berhubungan langsung dengan norma dan budaya
yang dianut oleh masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat tertentu.
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting dalam
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya
dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah
tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial
dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun negatif.
Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya, sebagai salah
satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara
pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat
membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala
masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga
kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka
mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan
keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.

B. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian kesehatan?
2) Bagaimana hubungan perubahan sosial dan pengobatan tradisional?
3) Bagaimana solusi peranan pengobatan tradisional dalam pelayanan kesehatan?

C. Tujuan Masalah
1) Untuk mengetahui pengertian kesehatan.
2) Untuk mengetahui Bagaimana hubungan perubahan sosial dan pengobatan
tradisional.
3) Untuk mengetahui Bagaimana Solusi Peranan pengobatan tradisional dalam
pelayanan kesehatan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan
kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan
termasuk kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan adalah proses membantu
sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk
membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang
mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain.
Definisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry Green dan para
koleganya yang menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah kombinasi pengalaman
belajar yang dirancang untuk mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku
yang kondusif bagi kesehatan. Data terakhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari
80 persen rakyat Indonesia tidak mampu mendapat jaminan kesehatan dari lembaga
atau perusahaan di bidang pemeliharaan kesehatan, seperti Akses, Taspen, dan
Jamsostek. Golongan masyarakat yang dianggap 'teranaktirikan' dalam hal jaminan
kesehatan adalah mereka dari golongan masyarakat kecil dan pedagang. Dalam
pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung dalam manajemen
pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok manusia, tetapi juga sifat
yang khusus dari pelayanan kesehatan itu sendiri.
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif
secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat
sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan
di dalamnya kesehatan jiwa merupakanbagian integral kesehatan.

B. Kebudayaan dan Pengobatan Tradisional


Masing-masing kebudayaan memiliki berbagai pengobatan untuk
penyembuhan anggota masyarakatnya yang sakit. Berbeda dengan ilmu kedokteran
yang menganggap bahwa penyebab penyakit adalah kuman, kemudian diberi obat
antibiotika dan obat tersebut dapat mematikan kuman penyebab penyakit.
Pada masyarakat tradisional, tidak semua penyakit itu disebabkan oleh
penyebab biologis. Kadangkala mereka menghubung-hubungkan dengan sesuatu
yang gaib, sihir, roh jahat atau iblis yang mengganggu manusia dan menyebabkan
sakit.
Banyak suku di Indonesia menganggap bahwa penyakit itu timbul akibat guna-
guna. Orang yang terkena guna-guna akan mendatangi dukun untuk meminta
pertolongan. Masing-masing suku di Indonesia memiliki dukun atau tetua adat sebagai
penyembuh orang yang terkena guna-guna tersebut. Cara yang digunakan juga
berbeda-beda masing-masing suku. Begitu pula suku-suku di dunia, mereka
menggunakan pengobatan tradisional masing-masing untuk menyembuhkan anggota
sukunya yang sakit.
Suku Azande di Afrika Tengah mempunyai kepercayaan bahwa jika anggota
sukunya jari kakinya tertusuk sewaktu sedang berjalan melalui jalan biasa dan dia
terkena penyakit tuberkulosis maka dia dianggap terkena serangan sihir. Penyakit itu
disebabkan oleh serangan tukang sihirdan korban tidak akan sembuh sampai
serangan itu berhenti.
Orang Kwakuit di bagian barat Kanada percaya bahwa penyakit dapat
disebabkan oleh dimasukkannya benda asing ke dalam tubuh dan yang terkena dapat
mencari pertolongan ke dukun. Dukun itu biasa disebut Shaman. Dengan suatu
upacara penyembuhan maka Shaman akan mengeluarkan benda asing itu dari tubuh
pasien.

C. Konsep Sehat dan Sakit Menurut Budaya Masyarakat


Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena
ada faktor–faktor lain diluar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor
sosial budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu
hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain.
Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang
ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan
sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan
proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia
beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio
budaya.
Definisi sakit : seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit
menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas
kerja/kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti
masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya,
maka ia di anggap tidak sakit.
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante
dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan
manusia, social budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya.
Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well
being , merupakan resultante dari 4 faktor yaitu:
1. Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan
ecological balance.
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan
sebagainya.
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif,
kuratif, dan rehabilitatif.

Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor
yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat
kesehatan masyarakat. Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kelas social, perbedaan suku bangsa dan
budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan secara klinis),
bergantung dari variable-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang berbeda di
kalangan pasien.
Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, social dan pengertian
profesional yang beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat
kaitannya dengan kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah sesederhana
itu, sehat harus dilihat dari berbagai aspek. WHO melihat sehat dari berbagai aspek.
WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik
jasmani, rohani, maupun kesejahteraan social seseorang. Sebatas mana seseorang
dapat dianggap sempurna jasmaninya?
Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan di pandang sebagai disiplin
biobudaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari
tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya
sepanjang sejarah kehidupan manusia yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit.
Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya: hal ini karena penyakit merupakan
pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat menjalankan peran normalnya secara
wajar.
Seorang pengobat tradisional yang juga menerima pandangan kedokteran
modern, mempunyai pengetahuan yang menarik mengenai masalah sakit-sehat.
Baginya, arti sakit adalah sebagai berikut: sakit badaniah berarti ada tanda-tanda
penyakit di badannya seperti panas tinggi, penglihatan lemah, tidak kuat bekerja, sulit
makan, tidur terganggu, dan badan lemah atau sakit, maunya tiduran atau istirahat
saja.
Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang
satu dengan daerah yang lain, karena tergantung dari kebudayaan yang ada dan
berkembang dalam masyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang berlainan
dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih ada di masyarakat; dapat turun dari
satu generasi ke generasi berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas.
Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini masih
ada di beberapa daerah pedesaan di Papua (Irian Jaya). Makanan pokok penduduk
Papua adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa -rawa. Selain rawa-rawa, tidak jauh
dari mereka tinggal terdapat hutan lebat. Penduduk desa tersebut beranggapan
bahwa hutan itu milik penguasa gaib yang dapat menghukum setiap orang yang
melanggar ketentuannya.
Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah pertanian,
dan lain-lain akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala demam tinggi,
menggigil, dan muntah. Penyakit tersebut dapat sembuh dengan cara minta ampun
kepada penguasa hutan, kemudian memetik daun dari pohon tertentu, dibuat ramuan
untuk di minum dan dioleskan ke seluruh tubuh penderita. Dalam beberapa hari
penderita akan sembuh.
Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari
penuturan sederhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya penyakit akibat
kutukan Allah, makhluk gaib, roh-roh jahat, udara busuk, tanaman berbisa, binatang,
dan sebagainya. Pada sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu penderita demam sangat
tinggi diobati dengan cara menyiram air di malam hari. Air yang telah diberi ramuan
dan jampi-jampi oleh dukun dan pemuka masyarakat yang disegani digunakan
sebagai obat malaria

Keadaan geografi negara Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau yang
terpencar-pencar, merupakan salah satu tantangan dalam upaya pembangunan
nasional terutama dalam pembangunan kesehatan.

Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan


dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi tingginya. Selain itu pembangunan Kesehatan juga
merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak rakyat, yaitu hak untuk
memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar
1945 dan Undang Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan Pembangunan
kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas
sumber daya manusia, yang diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Keadaan lain di Negara Indonesia yang masih merupakan masalah yang harus
dihadapi dalam permasalahan Bidang Kesehatan meliputi :

1) Masih cukup tingginya disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi.
Permasalahan pembangunan sosial dan budaya yang menjadi perhatian utama
antara lain adalah masih rendahnya derajat kesehatan dan status gizi serta tingkat
kesejahteraan sosial masyarakat; masih rentannya ketahanan budaya dan belum
diberdayakannya kesenian dan pariwisata secara optimal; masih rendahnya
kedudukan dan peranan perempuan di berbagai bidang kehidupan dan
pembangunan; masih rendahnya partisipasi aktif pemuda dalam pembangunan
nasional, belum membudayanya olahraga dan masih rendahnya prestasi
olahraga.
Berbagai permasalahan tersebut akan diatasi melalui pelaksanaan berbagai
program pembangunan yang mengacu pada arah kebijakan sosial dan budaya
yang telah diamanatkan dalam GBHN 1999–2004. Strategi yang digunakan dalam
melaksanakan pembangunan bidang sosial dan budaya adalah desentralisasi;
peningkatan peran masyarakat termasuk dunia usaha; pemberdayaan masyarakat
termasuk pemberdayaan perempuan dan keluarga; penguatan kelembagaan
termasuk peningkatan koordinasi antarsektor dan antarlembaga.
Lingkungan sosial budaya yang erat kaitannya dengan masalah kesehatan harus
dilihat dari segi kehidupan masyarakat secara luas. Faktor-faktor keasyarakatan
tersebuit antara lain struktur sosial, ekonomi dan budaya. Ini meliputi kecerdasan
rakyat, kesadaran rakyat untuk memlihara kesehatan dirinya sendiri.
Makin bertambah tinggi tingkat pendidikan masyarakat kan tercipta perilaku dan
sikap yang baik terhadapa hidup sehat yang menguntungkan uipaya kesehatan.
Masyarakat agraris pada umumnya lebih lamban menanggapi perubahan nilai
sosila budaya termasuk ekonomi, hingga sulit mengatasi masalah kemiskinan
maupun pengembangan sosial dan budaya, yang justru berpengaruh pada sikap
dan perilaku hidup sehat.
2) Mobilitas penduduk yang cukup tinggi.
Upaya pengendalian pertumbuhan telah berhasil dengan baik terutama melalui
gerakan Keluarga Berencana. Namun pertambahan jumlah penduduk dan
perbandingan penduduk usia muda yang masih besar, serta penyebaran peduduk
yang masih belum merata, menimbulkan masalah. Perbandingan jumlah
penduduk wanita dan pria, tidak akan banyak berubah dari keadaan sekarang,
yaitu 100 orang wanita terhadap 96,8 pria. Jumlah penduduk berusia 40 tahun
keatas, secara relatif akan bertambah. Ini berarti perlunya peningkatan pelayanan
untuk penyakit-penyakit tidak menular seperti kanker, penyakit jantung, dan
penyakit degeneratif lainnya yang biasa diderita oleh penduduk berusia 40 tahun
keatas, yang relatif lebih mahal pelayanannya dibandingkan dengan penyakit
menular.
Dengan demikian ciri kependudukan di Indonesia sampai sekarang masih
cenderung bergerak lamban dari penduduk usia muda ke arah penduduk usia tua.
Karena itu upaya kesehatan masih ditujukan terutama kepada penyakit-penyakit
yang banyak dideriita oleh anak-anak di bawah usia 5 tahun, dengan tidak
melupakan pula berbagai penyakit yang lazim diderita oleh golongan umur
produktif yang makin besar jumlahnya serta perubahan ciri-ciri penyakit di masa
akan datang.
3) kondisi kesehatan lingkungan masih rendah.
Pencemaran lingkungan dewasa ini selain terutama disebabkan karena kebiasaan
membuang kotoran yang tidak semestinya juga disebabkan oleh pencemaran air
dan tanah serta udara karena bahan buangan industri, limbah pertanian dan
pertambangan serta pencemaran udara karena kenderaan bermotor.
Pencemaran makanan dan minuman dapat terjadi karena hygiene dan sanitasi
yang belum memadai, pemakaian bahan tambahan, pemakaian pestisida untuk
menyelamatkan produksi pangan dan keadaan lingkungan yang makin tercemar.
Mengenai perumahan, bahwa dewasa ini masih banyak penduduk menempati
rumah dan pemukiman yang tidak layak, yang merugikan kondisi kesehatan diri
sendiri dan lingkungan.
4) perilaku hidup sehat masyarakat yang masih rendah.
Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner tersebut, maka perilaku kesehatan
adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus objek yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan
minuman, serta lingkungan. dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok.
Tidak merokok. merokok adalah kebiasaan jelek yang mengakibatkan berbagai
macam penyakit. Ironisnya kebiasaan merokok ini, khususnya di Indonesia seolah-
olah sudah membudaya. Hampir 50% penduduk Indonesia usia dewasa merokok.
bahkan dari hasil suatu penelitian, sekitar 15% remaja kita telah merokok. inilah
tantangan pendidikan kesehatan kita.
Tidak minum-minuman keras dan narkoba. Kebiasaan minuman keras dan
mengkonsumsi narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya lainnya) juga
cenderung meningkat. Sekitar 1% penduduk Indonesia dewasa diperkirakan
sudah mempunyai kebiasaan minuman keras ini.
Istirahat cukup. dengan meningkatnya kebutuhan hidup akibat tuntutan untuk
penyesuaian lingkungan modern, mengharuskan orang untuk bekerja keras dan
berlebihan, sehingga kurang waktu istirahat. hal ini dapat juga membahayakan
kesehatan.
Mengendalikan stres. Stres akan terjadi pada siapa saja, dan akibatnya
bermacam-macam bagi kesehatan. Lebih-lebih sebagai akibat dari tuntutan hidup
yang keras seperti diuraikan di atas. Kecenderungan stres akan meningkat pada
setiap orang. stres tidak dapat kita hindari, maka yang penting agar stres tidak
menyebabkan gangguan kesehatan, kita harus dapat mengendalikan atau
mengelola stres dengan kegiatan-kegiatan yang positif.
Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya : tidak berganti-
ganti pasangan dalam hubungan seks, penyesuaian diri kita dengan lingkungan,
dan sebagainya
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yaitu Upaya untuk memberikan
pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga,
kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan
informasi dan melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku melalui pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social support)
dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) sebagai suatu upaya untuk
membantu masyarakat mengenali dan mengetahui masalahnya sendiri, dalam
tatanan rumah tangga, agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam
rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
5) Keterbatasan pelayanan kesehatan.
Dalam rangka pemerataan pengembangan dan pembinaan kesehatan
masyarakat, khususnya yang berpenghasilan rendah, telah dibangun Pusat-Pusat
Kesehatan Masyarakat. Dewasa ini seluruh kecamatan sudah mempunyai
sekurang-kurangnya sebuah Puskesmas serta beberapa Puskesmas Pembantu.
Jangkauan upaya pelayanan Puskesmas dan Puskemsas pemantu masih belum
memadai terutama di daerah pedesaan yang sulit perhubungannya atau daerah
terpencil. Untuk mengatasi itu diadakan Puskesmas Keliling dan Polindes untuk
membantu memberiakan pelayanan kepeda penduduk. Namun belum semua
desa bisa terjangkau.
Upaya pelayanan kesehatan yang mmenyeluruh dan terpadu hanya mungkin
diwujudkan jika sistem rujukan dikembangkan dengan meningkatkan sarana
dalam arti luas, yakni pengembangan rumah sakit yang memenuhi syarat medis
teknis serta kejelasan tanggung jawab antara Puskesmas dan Rumah sakit, baik
pemerintah maupun swasta.
6) Jumlah tenaga kesehatan masih kurang merata, masih rendahnya kualitas
pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringannya, masih rendahnya kinerja
SDM Kesehatan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa baik tenaga medis maupun tenaga
paramedis jumlah dan mutunya serta pemerataannya masih belum memadai.
Hampir seluruh dokter dan sebagian besar tenaga paramedis adalah pegawai
negeri, sedangkan banyak tenaga medis merangkap melayani usaha kesehatan
swasta. Hal ini dapat mengurangi mutu pelayanan kesehatan-kesehatan
pemerintah. Perbandingan jumlah dokter dan paramedis serta tenaga kesehatan
lainnya terhadap jumlah penduduk masih jauh dari memuaskan. Pola ketenagaan
untuk unit-unit pelayanan kesehatan serta pendidikan dan latihannya masih perlu
dimantapkan.
Sistem pengelolaan tenaga kesehatan yang baru dirintis belum sepenuhnya
memungkinkan pembinaan tenaga kesehatan berdasarkan sistem karier dan
prestasi kerja. Dengan meningkatnya kecepatan pembangunan bidang kesehatan
sebagi bagian dari pembangunan nsional, kiranya masalah ketenagaan tersebut
juga akan cenderung meningkat pula. Karena itu masalah ketenagaan perlu
mendapatkan prioritas penggarapan baik untuk jangka pendek maupun menengah
dan jangka panjang.
7) Pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada belum optimal.
Pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau sering
disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior). Perilaku ini
adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit
dan atau kecelakaan. tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self
treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri. Fasilitas kesehatan sebagai
salah satu sumber daya kesehatan sampai dewasa ini telah dikembangkan tahap
demi tahap sesuai dengan keperluan. Jumlah dan fungsi rumah sakit baik
pemerintah maupun swasta telah pula ditingkatkan. Peningkatan rumah sakit ini
merupakan salah satu kegiatan dari peningkatan upaya kesehatan rujukan, yang
dimaksudkan untuk lebih menunjang upaya kesehatan Puskesmas. Demikian pula
fasilitas kesehatan lainnya seperti laboratorium , kantor, perumahan dinas, fasilitas
pendidikan dan latihan dan yang lainnya telah pula ditingkatkan. Namun
pamanfaatan terhadap fasiltas tersebut masih belum optimal, hal ini dapat kita lihat
dari sedikitnya jumlah kunjungan rawat jalan di Puskesmas dibandingkan dengan
kunjungan ke praktek pribadi medis maupun paramedis. Selain itu masih adanya
pemanfaatan pengobatan pada praktik perdukunan pada sebagain masyarakat di
pedesaan.
8) Akses masyarakat untuk mencapai fasilitas kesehatan yang ada belum optimal.
Akses yang dimaksud adalah sarana pendukung seperti sarana jalan dan
transfortasi yang masih belum baik dan kurang. Di daerah terbelakang dan
terpencil sampai saat ini untuk sarana jalan dan transfortasi dapat dikatakan
kurang mendukung. Untuk mencapai fasilitas kesehatan terkadang membutuhkan
waktu berhari-hari hanya untuk mengobati sakit sanak keluarga masyarakat di
desa terpencil tersebut. Permasalah ini tidak lepas juga dengan letak geografis
darah tersebut. Selain itu tidak semua desa tertinggal atau terpencil ditempatkan
petugas kesehatan dikarenakan masih kurangnya tenaga kesehatan.
9) Peran lintas sektor dalam bidang kesehatan belum optimal.
Di antara faktor-faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam pembangunan
amntara lain adalah kertja sama lintas sektor. Kerja sama yang dimaksud adalkah
kerja sama berbagao sektor pembangunan, kerjasama pemerintah dengan
masyarakat termasuk swasta. Yang masih perlu ditingkatkan adalah kerja sama
lintas sektor yang diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta, baik dari segi
teknis opersional maupun administratif, ketengaan dan kejelasan mekanisme kerja
bahkan termasuk aspek-aspek hukum yang dapat memantapkan kerja sama
secara luas. Kerja sama lintas sektor sering sukar diwujudkan jika kerja sama
tersebut tidak didasari oleh saling pengertian dan keterbukaan yang mendalam
antara komponen yang terlibat serta tidak ada kejelasan tentang tujuan bersama.
Peran yang harus dilakukan oleh masing-masing komponen dalam kerja sama itu
dan mekanisme kerjanya perlu dirumuskan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk menyimpulkan pandangan-pandangan mengenai pengobatan tradisional, saya
yakin bahwa jika di nilai dari banyak fungsi yang di harapkan dapat memenuhi oleh
pengobatan dan keterbatasan-keterbatasan yang ada pada penelitian medis yang
sistematik dalam masyarakat-masyarakat tersebut, maka system-sistem medis
tradisional, yang di lihat sebagai sarana adaptif, telah berhasil dengan baik. Mereka
telah muncul sejak ribuan tahun yang lalu, telah memberikan harapan dan
penyembuhan kepada yang sakit, mereka menangani juga penyakit-penyakit sosial,
dan mereka telah memberikan sumbangan terhadap penambahan populasi dunia
secara lambat.
Saya juga percaya bahwa beda dengan pengobatan ilmiah ,baik dari aspek-aspek
preventif dan , klinisnya, serta semua kekurangan dalm perawatan kesehatannya
maka pengobatan tradisional adalah cara kurang memuaskan dalam memenuhi
kebutuhan kesehatan dari penduduk masa kini. Hal ini bukanlah merupakan penilaian
kami saja melainkan keputusan para penilai utama, konsumen-konsumen tradisional
yang semakin meningkat dalam memilih antara pengobatanya sendiri dengan
pengobatanya ilmiah lain.

B. Saran
Saya para penulis dapat berharap kepada para pembaca, setelah membaca makalah
ini. Para pembaca apalagi para mahasiswa keperawatan dapat mengaplikasikanya
nanti. dapat mengetahui bagaiman system medis tradisional ,apalagi sisi positif dan
negatif dari pengobatan system tradisional.
DAFTAR PUSTAKA

Uciha Itachi , 2013 Pengaruh Nilai Sosial Budaya Terhadap Keshatan, 2012
http://macrofag.blogspot.com/

Robertha Natalia Gracia, 2010 Hubungan Aspek Sosial Terhadap Pembangunan


Kesehatan, http://roberthanatalia.blogspot.com/

Supardi, S., Feby Nurhadiyanto Arief, Sabarijah WittoEng. 2003. Penggunaan Obat
Tradisional Buatan Pabrik dalam Pengobatan Sendiri di Indonesia. Jurnal bahan
alam Indonesia, Volume 2 Nomor4.

Supardi, S., Mulyono Notosiswoyo, Nani Sukasediati, Winarsih, Sarjaini Jamal, M.J
Herman. 1997. Laporan Penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan
Obat dan Obat Tradisional Dalam Pengobatan Sendiri di Pedesaan. Jakarta: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Farmasi Badan Litbangkes.

Supardi, S., Feby Nurhadiyanto Arief, Sabarijah WittoEng. 2003. Penggunaan Obat
Tradisional Buatan Pabrik dalam Pengobatan Sendiri di Indonesia. Jurnal bahan
alam Indonesia, Volume 2.

Sugeng, Dwi. (2007). Pengobatan Alternatif. Yogyakarta: PT. Media Abadi.

Anda mungkin juga menyukai