Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DEMAM THYPOID

1. KONSEP TEORITIS

A. Definisi

Thypus Abdominalis adalah suatu penyakit infeksi pada usus

halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan

pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.

(Rampengan,1990)

Merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang

disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas

berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan

struktur endothelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus

multiplikasi kedalam sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar

limfe usus dan peyer’s patch dan dapat menular pada orang lain

melalui makanan atau air yang terkontaminasi, (Sumarmo, 2002)

Demam tifoid dan paratifoid merupakan penyakit infeksi akut

usus halus. Sinonim dari demam tifoid dan paratifoid adalah typhoid

dan paratyphoid fever, enteric fever, tifus, dan paratifus abdominalis.

Demam paratifoid menunjukkan manifestasi yang sama dengan tifoid,

namun biasanya lebih ringan.

Demam Tifoid (entric fever) adalah penyakit infeksi akut yang

biasanya mengenai saluran cerna, dengan gejala demam kurang lebih

dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran.

Penyakit infeksi dari Salmonella (Salmonellosis) ialah segolonhhan

1
penyakit infeksi yang disebabkan oleh sejumlah besar spesies yang

tergolong dalam genus Salmonella, biasanya mengenai saluran

pencernaan (Hasan & Alatas, 1991).

Pertimbangankan demam tifoid pada anak yang demam dan

memiuliki salah satu tanda seperti diare ((konstipasi), muntah, nyeri

perut, dan sakit kepala (batuk). Hal ini terutama bila demam telah

berlangsung selam 7 hari atau lebih dan penyakit lain sudah disisihkan

(WHO, 2005).

B. Etiologi

Etiologi demam tifoid adalah Salmonella typhi atau Salmonella

typhosa, yang memiliki ciri-ciri :

1. Basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar,

mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora,

fakultatif anaerob.

2. Memiliki paling sedikit 3 macam antigen, yaitu antigen O

(somatik yang terdiri dari oligosakarida atau atas zat

kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella, yang terdiri

dari protein), dan antigen Vi atau envelope antigen (K) yang

terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromolekular

lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari

dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga

dapat memperoleh plasmid factor-R yang berkaitan dengan

resistensi terhadap multiple antibiotic.

Salmonella terdiri atas beratus-ratus spesies, namun memiliki

2
susunan antigen yang serupa, yaitu sekurang-kurangnya

antigen O(somatik) dan antigen H(flagela). Perbedaan

diantara spesies tersebut disebabkan oleh faktor antigen dan

sifat biokimia.

C. Patofisiologi

Kuman Salmonella Typi masuk tubuh manusia melalui mulut

dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnakan

oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai

jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami

hipertrofi. Di tempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi

intestinal dapat terjadi. Kuman Salmonella Typi kemudian menembud

ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe

mesenterial, yang juga mengalami hipertrofi. Setelah melewati

kelenjar-kelenjar limfe ini salmonella typi masuk ke aliran darah

melalui duktus thoracicus. Kuman salmonella typi lain mencapai hati

melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typi bersarang di plaque

peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial.

Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam

tifoid disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan

penelitian ekperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan

merupakan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada

demam tifoid. Endotoksin salmonella typi berperan pada patogenesis

demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada

jaringan tempat salmonella typi berkembang biak. Demam pada tifoid

3
disebabkan karena salmonella typi dan endotoksinnya merangsang

sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh zat leukosit pada jaringan

yang meradang.

D. Manifestasi Klinik

Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala

yang timbul amat bervariasi. Perbedaaan ini tidak saja antara berbagai

bagian dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu.

Selain itu gambaran penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang

tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit yang khas dengan

komplikasi dan kematian hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli

yang sudah sangat berpengalamanpun dapat mengalami kesulitan

membuat diagnosis klinis demam tifoid.

Dalam minggu pertama penyakit keluhan gejala serupa dengan

penyakit infeksi akut pada umumnya , yaitu demam, nyeri kepala,

pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare,

perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan

fisis hanya didapatkan suhu badan meningkat . dalam minggu kedua

gejala-gejala menjadi lebih jelas dengan demam, bradikardia relatif,

lidah yang khas (kotor di tengah, tepi daan ujung merah dan tremor),

hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa

somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis, roseolae jarang

ditemukan pada orang Indonesia.

Manifestasi klinis lain meliputi:

1. Gejala pada anak: inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14

4
hari.

2. Demam meninggi sampai akhir minggun pertama.

3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak

tertangani akan menyebabkan syok, stupor dan koma.

4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.

5. Nyeri kepala, nyeri perut.

6. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi.

7. Pusing, bradikardi, nyeri otot.

8. Batuk.

9. Epistaksis.

10. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta

tremor).

11. Hepatomegali, splenomegali, meteroismus.

12. Gangguan mental berupa samnolen.

13. Delirium atau psikosis.

14. Dapat timbul dengan gejala yang tipikal terutama pada bayi muda

sebagai penyakit demam akut dengan disertai syok dan

hipotermia.

5
Periode infeksi demam tifoid, gejala dan tanda menurut Sudoyo
Aru,dkk 2009:
Keluhan Dan Gejala Demam Tifoid
Minggu Keluhan Gejala Patologi
Minggu pertama  Panas berlangsung  Gangguan  Bakteremia
insidious, tipe panas saluran cerna
stepladder yang
mencapai 39-40 0 C.

Minggu kedua  Menggigil, nyeri  Rose sport,  Vaskulitis,


kepala, rash, nyeri splenomegali, hiperplasi pada
abdomen, diare atau hepatomegali payer’s patches,
konstipasi, delirium. nodul tifoid pada
limpa dan hati

Minggu ketiga  Komplikasi:  Melena, ilius,  Ulserasi pada


perdarahan saluran ketegangan payer’s patches,
cerna, perforasi, syok abdomen, nodul tifoid pada
koma limpa dan hati

Minggu  Keluhan menurun,  Tampak sakit  Kolelitiasis,


keempat, dst relaps, penurunan BB berat, carrier kronik
kakeksia

6
E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap

Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar

leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai

infeksi sekunder.

2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal

setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak

memerlukan penanganan khusus.

3. Pemeriksaan Uji Widal

Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap

bakteri Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk

menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam

Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typi maka penderita

membuat antibodi (aglutinin).

4. Kultur

Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama

Kultur urin : bisa positif pada akhir minggu kadua

Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga

5. Anti Salmonella typhi IgM

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi

akut Salmonella typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3

dan 4 terjadinya demam.

7
F. Penatalaksanaan

Penatalaksaan pada pasien dengan Demam Tifoid meliputi:

1. Non Farmakologi

- Bed rest

- Diet; diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan

akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet

berupa makanan rendah serat.

2. Farmakologi

- Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali

pemberian, oral atau IV selama 14 hari.

- Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin

dengan dosis 200mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.

Pemberian, intravena saat belum dapat minum obat, selama 21

hari, atau amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi

dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena selama 21 hari

kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kgBB/hari terbagi

dalam 2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari.

- Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50

mg/kgBB/kali dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg

BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari.

- Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan

antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan

fluoroquinolon.

8
Penatalaksanaan anak dengan demam tifoid menurut WHO (2005)

adalah :

a. Obati dengan kloramfenikol (50-100 mg/kgBB/hari dibagi

dalam 4 dosis per oral atau intravena) selama 10-14 hari,

tetapi untuk bayi muda perlu dipertimbangkan secara lebih

spesifik;

b. Apabila tidak diberikan kloramfenikol, dipakai amoksisilin

100 mg/kgBB/hari per oral atau ampisilin intravena selama

10 hari, atau kotrimoksazol 48 mg/kgBB/hari (dibagi 2

dosis) per oral selama 10 hari;

c. Apabila kondisi klinis tidak ada perbaikan, gunakan

generasi ketiga sefalosporin seperti ceftriakson (80 mg/kg

IM/IV, sekali sehari, selama 5-7 hari) atau seiksim oral (20

mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis selama 10 hari). Perawatan

penunjang dilakukan bila anak demam ( ≥ 39o C), berikan

parasetamol dan lakukan pemantauan terhadap tanda

komplikasi.

G. Komplikasi

Komplikasi biasanya terjadi pada usus halus, namun hal tersebut

jarang terjadi. Apabila komplikasi ini terjadi pada seorang anak, maka

dapat berakibat fatal. Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam:

1. Komplikasi intestinal:

a. Perdarahan usus;

Apabila perdarahan terjadi dalam jumlah sedikit,

9
perdarahan tersebut hanya dapat ditemukan jika

dilakukan pemeriksaan fesesdengan benzidin; jika

perdarahan banyak, maka dapat terjadi melena yang bisa

disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.

Perforasi usus biasanya timbul pada minggu ketiga atau

setelahnya dan terjadi pada bagian usus distal ileum.

b. Perforasi usus;

Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat

ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum,

yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di

antara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen

yang dibuat dalam keadaan tegak;

c. Peritonitis;

Peritonitis biasanya menyertai perforasi, namun dapat

juga terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala

abdomen akut seperti nyeri perut yang hebat, dinding

abdomen tegang (defence musculair), dan nyeri tekan.

d. Ileus paralitik

2. Komplikasi ekstraintestinal (komplikasi di luar usus);

Terjadi lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia), yaitu

meningitis, kolesistisis, ensefelopati, dan lain-lain.Komplikasi

di luar usus ini terjadi karena infeksi sekunder , yaitu

bronkopneumonia.Komplikasi di luar usus dapat pula terjadi

10
komplikasi:

a. Komplikasi kardiovaskular : kegagalan sirkulasi perifer

(renjatan, sepsis), miokarditis, trombosis, dan

tromboflebitis.

b. Komplikasi darah : anamia hemolitik, trombositopenia

dan atau koagulasi intravaskular diseminata, dan

sindrom uremia hemolitik.

c. Komplikasi paru :pneumonia, empiema, dan pleuritis.

d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan

kolelitiasis.

e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan

perinefritis.

f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis,

spondilitis, dan artritis.

g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus,

meningitis, polineuritis perifer, sindrom Guillain-Barre,

psikosis, dan sindrom katatonia.

11
2. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan

pelayanan asuhan keperawatan yang mempunyai empat tahapan yaitu

pengkajian, perencanaan, palaksanaan dan evaluasi.

Proses keperawatan ini merupakan suatu proses pemecahan masalah

yang sistimatik dalam memberikan pelayanan keperawatan serta dapat

menghasilkan rencana keperawatan yang menerangkan kebutuhan setiap

klien seperti yang tersebut diatas yaitu melalui empat tahapan

keperawatan.

A. Pengkajian

a. Pengumpulan data

1) Identitas klien

Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,

suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah

sakit, nomor register dan diagnosa medik.

Identifikasi: Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur

diatas satu tahun.

2) Keluhan utama

Keluhan utama demam tifoid adalah perasaan tidak enak

badan, lesu, panas atau demam yang tidak turun-turun, nyeri

perut, pusing kepala ,nyeri kepala, kurang bersemangat, nafsu

makan berkurang (terutama selama masa inkubasi), mual,

muntah, anoreksia, diare serta penurunan kesadaran.

Suhu tubuh : Pada kasus yang khas, demam berlangsung

12
selama3 minggu, bersifatfebris remiten, dan suhunya tidak

tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-

angsur baik setiap harinya, biasanya menurun pada pagi hari

dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu

kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Saat

minggu ketiga, suhu berangsur turun dan normal kembali pada

akhir minggu ketiga.

Kesadaran : Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun

tidak seberapa dalam, yaitu apatis sampai samnolen; jarang

terjadi stupor, koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitnya

berat dan terlambat mendapat pengobatan). Selain gejala-

gejala tersebut, mungkin dapat ditemukan gejala lainnya,

seperti pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan

reseola (bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam

kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama

demam), kadang ditemukan juga bradikardi dan epistaksis

pada anak yang lebih besar.

3) Riwayat penyakit sekarang

Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella

typhi ke dalam tubuh.

4) Riwayat penyakit dahulu

Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.

5) Riwayat penyakit keluarga

Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes

13
melitus.

6) Riwayat psikososial dan spiritual

Biasanya klien cemas, bagaimana koping mekanisme yang

digunakan. Gangguan dalam beribadat karena klien tirah

baring total dan lemah.

7) Pola-pola fungsi kesehatan

a) Pola nutrisi dan metabolisme

Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual

dan muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit

bahkan tidak makan sama sekali.

b) Pola eliminasi

Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh

karena tirah baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak

mengalami gangguan, hanya warna urine menjadi kuning

kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi

peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak

keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan

kebutuhan cairan tubuh.

c) Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring

total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan

klien dibantu.

d) Pola tidur dan istirahat

Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan

14
suhu tubuh.

e) Pola persepsi dan konsep diri

Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya

dan ketakutan merupakan dampak psikologi klien.

f) Pola sensori dan kognitif

Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan

penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak

terdapat suatu waham pad klien.

g) Pola hubungan dan peran

Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di

rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.

h) Pola reproduksi dan seksual

Gangguan pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah

karena harus dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum

menikah tidak mengalami gangguan.

i) Pola penanggulangan stress

Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena

keadaan sakitnya.

j) Pola tatanilai dan kepercayaan

Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest

total dan tidak boleh melakukan aktivitas karena penyakit

yang dideritanya saat ini.

15
8) Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum

Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh

meningkat 38 – 410 C, muka kemerahan.

Mulut : terdapat napas yang berbau tidak sedap, bibir kering

dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih

kotor (coated tongue), sementara ujung dan tepihnya

berwarna kemerahan, dan jarang disertai tremor.

b) Tingkat kesadaran

Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).

c) Sistem respirasi

Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam

dengan gambaran seperti bronchitis.

d) Sistem kardiovaskuler

Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif,

hemoglobin rendah.

e) Sistem integumen

Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat,

rambut agak kusam

f) Sistem gastrointestinal

Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor

(khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut,

perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.

16
g) Sistem muskuloskeletal

Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya

kelainan.

h) Sistem abdomen

Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan

konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada

perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi

peristaltik usus meningkat, bisa terjadi konstipasi, diare

atau normal.

9) Pemeriksaan penunjang

a) Pemeriksaan darah tepi

Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang

terbatas, terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan

darah dalam sumsum dan penghancuran sel darah merah

dalam peredaran darah. Leukopenia dengan jumlah lekosit

antara 3000 – 4000 /mm3 ditemukan pada fase demam. Hal

ini diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin.

Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari darah tepi.

Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu pada

minggu pertama. Limfositosis umumnya jumlah limfosit

meningkat akibat rangsangan endotoksin. Laju endap darah

meningkat.

b) Pemeriksaan urine

Didaparkan proteinuria ringan ( < 2 gr/liter) juga didapatkan

17
peningkatan lekosit dalam urine.

c) Pemeriksaan tinja

Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya

perdarahan usus dan perforasi.

d) Pemeriksaan bakteriologis

Diagnosa pasti ditegakkan apabila ditemukan kuman

salmonella dan biakan darah tinja, urine, cairan empedu

atau sumsum tulang.

e) Pemeriksaan serologis

Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi

(aglutinin ). Adapun antibodi yang dihasilkan tubuh akibat

infeksi kuman salmonella adalah antobodi O dan H.

Apabila titer antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada

minggu pertama atau terjadi peningkatan titer antibodi yang

progresif (lebih dari 4 kali). Pada pemeriksaan ulangan 1

atau 2 minggu kemudian menunjukkan diagnosa positif

dari infeksi Salmonella typhi.

f) Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau

komplikasi akibat demam tifoid.

b. Analisa data

Data yang sudah terkumpul dikelompokkan dan dianalisis untuk

menentukan masalah klien. Untuk mengelompokkan data ini

dilihat dari jenis data yang meliputi data subyek dan dan data

18
obyek. Data subyek adalah data yang diambil dari ungkapan

klien atau keluarga klien sedangkan data obyek adalah data yang

didapat dari suatu pengamatan atau pendapat yang digunakan

untuk menentukan diagnosis keperawatan. Data tersebut juga

bisa diperoleh dari keadaan klien yang tidak sesuai dengan

standart kriteria yang sudah ada. Untuk perawat harus jeli dan

memahami tentang standart keperawatan sebagai bahan

perbandingan apakah keadaan kesehatan klien sesuai tidak dengan

standart yang sudah ada. (Lismidar, 1990)

B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang

masalah kesehatan klien yang dapat diatasi dengan tindakan

keperawatan. Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa

dan interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian data. Demam

menggambarkan tentang masalah kesehatan yang nyata atau potensial

dan pemecahannya membutuhkan tindakan keperawatan sebagai

masalah klien yang dapat ditanggulangi. (Lismidar, 1990)

Dari analisa data yang diperoleh maka diagnosa keperawatan yang

muncul pada kasus demam tifoid dengan masalah peningkatan suhu

tubuh adalah sebagai berikut.

1. Hipertermia b.d proses infeksi salmonella thyposa

2. Resiko devisit volume cairan b.d pemasukan yang kurang,

mual,muntah/pengeluaran yang berlebihan, diare,panas tubuh

3. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d

19
intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia, atau output yang

berlebihan akibat diare

4. Gangguan pola defeksi : diare b.d proses peradangan pada dinding

usus halus

5. Perubahan pola defeksi : konstipasi b.d prosesperadangan pada

dinding usus halus

6. Resiko tinggi trauma fisik b.d gangguan mental, delirium/psikosis

C. Discharge Planning

1. Hindari tempat yang tidak sehat

2. Hindari daerah endemis demam tifoid

3. Cucilah tangan dengan sabun dan air bersih

4. Makanlah makanan bernutrisi lengkap dan seimbang dan

masak/panaskan sampai suhu 570 C beberapa menit dan secara

merata

5. Salmonella typhio didalam air akan mati apabila dipanasi setinggi

0 C untuk beberapa¿
57 ¿ menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi

6. Gunakan air yang sudah direbus untuk minum atau sikat gigi

7. Mintalah minuman tanpa es kecuali air es sudah dididihkan atau

dari botol

8. Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman

9. Istirahat cukup dan lakukan olah raga secara teratur

10.Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping

11.Ketahui gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus

dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut

20
12.Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan

13.Vaksin demam tifoid

14.Buang sampah pada tempatnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer C suzanne, Bare Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :


EGC

Sodikin, 2011.Asuhan Keperawatan Anak Gangguan Sistem Gastrointestinal Dan


Hepetobilier.Jakarta: Salemba Medika.

Mansjoer, dkk. 2001.Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta :


Media Aesculapius

Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta : EGC

NANDA International Inc. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi


2015-2017. Edisi 10. Jakarta :EGC

NANDA International Inc. 2016.Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC

Nurarif, A.H. & Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosis Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction
Jogja

Oda Debora. 2013. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta :


Salemba Medika

Barbara Erickson. 2008. Bunyi Jantung & Murmur Dari Bayi Hingga Dewasa.
Edisi 4. Jakarta : EGC

22
23

Anda mungkin juga menyukai