Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN HEMOROID

A. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Hemoroid adalah pelebaran varices satu segmen atau lebih vena-
vena hemoroidalis (Mansjoer, 2000). Hemoroid atau ”wasir (ambeien)”
merupakan vena varikosa pada kanalis ani. Hemoroid timbul akibat
kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran balik dari vena
hemoroidalis. Hemoroid sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35%
penduduk berusia lebih dari 25 tahun. Walaupun keadaan ini tidak
mengancam jiwa, namun dapat menimbulkan perasaan yang sangat tidak
nyaman.
Penyakit hemoroid sering menyerang usia diatas 50 tahun.
Hemoroid seringkali dihubungkan dengan konstipasi kronis dan
kehamilan. Terkadang dihubungkan dengan diare, sering mengejan,
pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rectum. Komplikasi dapat
menyebabkan nyeri hebat, gatal dan perdarahan rectal (Chandrasoma,
2006).
Hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya dilakukan pada jaringan
yang benar-benar berlebihan untuk penderita yang mengalami keluhan
menaun dan pada penderita hemoroid derajat III dan IV (Sjamsuhidayat
dan Jong, 2004).
2. ETIOLOGI
a. Faktor predisposisi adalah herediter, anatomi, makanan, psikis dan
sanitasi, sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis
(kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intra abdominal),
fisiologis dan radang umumnya faktor etiologi tersebut tidak berdiri
sendiri tetapi saling berkaitan. Faktor predisposisi dapat diakibatkan
dari kondisi hemoroid. Hemoroid berdarah mungkin akibat dari
hipertensi portal kantong-kantong vena yang melebar menonjol ke
dalam saluran anus dan rectum terjadi trombosis, ulserasi, dan
perdarahan,  sehingga nyeri mengganggu. Darah segar sering tampak
sewaktu defekasi atau mengejan.
b. Faktor penyebab terjadinya hemoroid adalah sebagai berikut:
1) Mengejan pada waktu defekasi.
2) Konstipasi yang menahun yang tanpa pengobatan.
3) Pembesaran prostat
4) Keturunan atau hereditas.
5) Kelemahan dinding structural dari dinding pembuluh darah.
6) Peningkatan tekanan intra abdomen (seperti: Kehamilan, berdiri
dan duduk terlalu lama dan konstipasi).
(Muttaqin, 2011)
3. KLASIFIKASI
a. Hemoroid internal
Adalah pelebaran plexus hemoroidalis superior.  Diatas garis
mukokutan dan ditutupi oleh mukosa diatas sfingter ani. Hemoroid
internal dikelompokkan dalam 4 derajat :
1) Derajat I
Hemoroid menyebabkan perdarahan merah segar tanpa rasa nyeri
sewaktu defekasi. Tidak terdapat prolap dan pada pemeriksaan
terlihat menonjol dalam lumen.
2) Derajat II
Hemoroid menonjol melalui kanal analis pada saat mengejan
ringan tetapi dapat masuk kembali secara spontan.
3) Derajat III
Hemoroid akan menonjol saat mengejan dan harus didorong
kembali sesudah defekasi.
4) Derajat IV
Hemoroid menonjol keluar saat mengejan dan tidak dapat didorong
masuk kembali.
b. Hemoroid  Eksternal
Adalah hemoroid yang menonjol keluar saat mengejan dan tidak dapat
didorong masuk. Hemoroid eksternal dikelompokkan dalam 2 kategori
yaitu:
1) Akut
Bentuk hemoroid akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada
pinggir anus dan sebenarnya merupakan hematoma. Walaupun
disebut sebagai hemoroid trombosis eksterna akut. Bentuk ini
sering sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit
merupakan reseptor nyeri.
2) Kronik
Bentuk hemoroid eksterna kronik adalah satu atau lebih lipatan
kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit
pembuluh darah.
(Muttaqin, 2011)
4. TANDA DAN GEJALA
a. Tanda
1) Perdarahan
Umumnya merupakan tanda pertama  hemoroid interna trauma
oleh feces yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar
dan tidak bercampur dengan feces. Walaupun berasal dari vena,
darah yang keluar berwarna merah segar karena kaya akan zat
asam, jumlahnya bervariasi.
2) Nyeri
Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid
interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami
trombosis dan radang.
b. Gejala
1) Anemia dapat terjadi karena perdarahan hemoroid yang berulang
2) Jika hemoroid bertambah besar dapat terjadi prolap awalnya dapat
tereduksi spontan. Pada tahap lanjut pasien harus memasukkan
sendiri setelah defekasi dan akhirnya sampai pada suatu keadaan
dimana tidak dapat dimasukkan.
3) Keluarnya mucus dan terdapatnya feces pada pakaian dalam
merupakan ciri hemoroid yang mengalami prolap menetap.
4) Rasa gatal karena iritasi perianal akibat pengeluaran cairan dari
selaput lendir anus disertai perdarahan.
(Muttaqin, 2011)
5. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal sirkulasi darah yang melalui vena
hemoroidalis mengalir dengan lancar sedangkan pada keadaan hemoroid
terjadi gangguan aliran darah balik yang melalui vena hemoroidalis.
Gangguan aliran darah ini antara lain dapat disebabkan oleh peningkatan
tekanan intra abdominal. Vena porta dan vena sistematik, bila aliran darah
vena balik terus terganggu maka dapat menimbulkan pembesaran vena
(varices) yang dimulai pada bagian struktur normal di regio anal, dengan
pembesaran yang melebihi katup vena dimana sfingter anal membantu
pembatasan pembesaran tersebut. Hal ini yang menyebabkan pasien
merasa nyeri dan feces berdarah pada hemoroid interna karena varices
terjepit oleh sfingter anal.
Peningkatan tekanan intra abdominal menyebabkan peningkatan
vena portal dan vena sistemik dimana tekanan ini disalurkan ke vena
anorektal. Arteriola regio anorektal menyalurkan darah dan peningkatan
tekanan langsung ke pembesaran (varices) vena anorektal. Dengan
berulangnya peningkatan tekanan dari peningkatan tekanan intra
abdominal dan aliran darah dari arteriola, pembesaran vena (varices)
akhirnya terpisah dari otot halus yang mengelilinginya ini menghasilkan
prolap pembuluh darah hemoroidalis. Hemoroid interna terjadi pada
bagian dalam sfingter anal, dapat berupa terjepitnya pembuluh darah dan
nyeri, ini biasanya sering menyebabkan pendarahan dalam feces, jumlah
darah yang hilang sedikit tetapi bila dalam waktu yang lama bisa
menyebabkan anemia defisiensi besi.
Hemoroid eksterna terjadi di bagian luar sfingter anal tampak
merah kebiruan, jarang menyebabkan perdarahan dan nyeri kecuali bila
vena ruptur. Jika ada darah beku (trombus) dalam hemoroid eksternal bisa
menimbulkan peradangan dan nyeri hebat.
(Sjamsuhidayat dan Jong, 2004).
6. PHATWAY
Sering mengejan , konstipasi, pembesaran prostat, keturunan atau
hereditas, kelemahan dinding structural dari dinding pembuluh
darah, peningkatan tekanan intra abdomen (seperti: Kehamilan,
berdiri dan duduk terlalu lama dan konstipasi).

Kongest vena hemoroidalis

Gangguan aliran balik

Pembengkakan vena hemoroidalis

Hemoroid

Suplai cairan & Menyumbat Respon Pembedahan Kelemahan dan nyeri Rupture pembuluh
elektrolit menurun pembuluh darah psikologis post operatif darah
pre operatif
Penurunan peristaltik Kurang mampu Resiko perdarahan
usus Ansietas
merawat diri

Feses keras Merangsang ujung Gangguan


saraf kulit Rasa Nyaman Deficit perawatan
diri

Nyeri akut Spasme otot Luka insisi

Konstipasi Takut gerak Jaringan terbuka

Risiko infeksi
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan hemoroid menurut Sjamsuhidayat dan Jong (2004),
berdasarkan macam dan derajat hemoroid :
a. Hemoroid Eksterna
Hemoroid eksternal yang mengalami trombosis tampak sebagai
benjolan yang nyeri pada anal verge. Jika pasien membaik dan hanya
mengeluh nyeri ringan, pemberian analgesik, sitz baths, dan pelunak
feses. Tetapi jika pasien mengeluh nyeri yang parah, maka eksisi di
bawah anestesi lokal dianjurkan. Pengobatan secara bedah
menawarkan penyembuhan yang cepat, efektif dan memerlukan waku
hanya beberapa menit dan segera menghilangkan gejala.
Penatalaksanaan secara bedah yaitu pasien berbaring dengan posisi
menghadap ke lateral dan lutut di lipat (posisi seems), dasar hematom
diinfiltrasi dengan anestetik lokal. Bagian atas bokong didorong untuk
memaparkan trombosis hemoroid. Kulit dipotong berbentuk elips
menggunakan gunting iris dan forsep diseksi; hal ini dengan segera
memperlihatkan bekuan darah hitam yang khas di dalam hemoroid
yang dapat dikeluarkan dengan tekanan atau diangkat keluar dengan
forsep.
b. Hemoroid Interna
Pengobatan hemoroid interna tergantung dari derajat hemoroidnya.
Hemoroid Interna
Derajat Berdarah Prolaps Reposisi
I + – –
II + + Spontan
III + + Manual
IV + Tetap Irreponibel
1) Hemoroid derajat I dan II
Kebanyakan pasien hemoroid derajat I dan II dapat ditolong dengan
tindakan lokal yang sederhana disertai nasehat tentang makan.
Makanan sebaiknya terdiri atas makanan berserat tinggi, misalnya
sayuran dan buah-buahan Makanan berserat tinggi ini membuat
gumpalan isi usus menjadi besar namun lunak, sehingga
mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengedan secara
berlebihan.
2) Hemoroid Derajat III dan IV
Pengobatan dengan krioterapi pada derajat III dilakukan jika
diputuskan tidak perlu dilakukan hemoroidektomi. Pengobatan dengan
criyosurgery (bedah beku) dilakukan pada hemoroid yang menonjol,
dibekukan dengan CO2 atau NO2 sehingga mengalami nekrosis dan
akhirnya fibrosis. Tidak dipakai secara luas karena mukosa yang
dibekukan (nekrosis) sukar ditentukan luasnya. Hemoroidektomi
dilakukan pada pasien yang mengalami hemoroid yang menahun dan
mengalami prolapsus besar (derajat III dan IV).
Ada 3 prinsip dalam melakukan hemoroidektomi yaitu pengangkatan
pleksus dan mukosa, pengangkatan pleksus tanpa mukosa, dan pengangkatan
mukosa tanpa pleksus.  Teknik pengangkatan dapat dilakukan menurut 3
metode :
1) Metode Langen-beck : yaitu dengan cara menjepit radier hemoroid interna,
mengadakan jahitan jelujur klem dengan catgut crhomic, mengadakan
eksisi di atas klem. Sesudah itu klem dilepas dan jahitan jelujur di bawah
klem diikat, diikuti usaha kontinuitas mukosa. Cara ini banyak dilakukan
karena mudah dan tidak mengandung risiko pembentukan jaringan parut
sirkuler yang biasa menimbulkan stenosis.
2) Metode whitehead : yaitu mengupas seluruh v. hemoroidalis dengan
membebaskan mukosa dari sub mukosa dan mengadakan reseksi sirkuler
terhadap mukosa daerah itu, sambil mengusahakan kontinuitas mukosa
kembali.
3) Metode stapled : yaitu dengan cara mengupas mukosa rektum. Metode ini
lebih unggul dan lebih banyak dipakai karena perdarahannya dan nyeri
post operasinya berkurang dibandingkan dengan metode yang lain.

Teknik operasi pada hemoroid antara lain :


1) Prosedur ligasi pita-karet
Prosedur ligasi pita-karet  dengan cara melihat hemoroid melalui anoscop
dan bagian proksimal diatas garis mukokutan di pegang dengan alat.
Kemudian pita karet kecil diselipkan diatas hemoroid yang dapat
mengakibatkan bagian distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik
setelah beberapa hari dan lepas. Tindakan ini memuaskan pada beberapa
pasien, namun pasien yang lain merasakan tindakan ini menyebabkan
nyeri dan menyebabkan hemoroid sekunder  dan infeksi perianal.
2) Hemoroidektomi kriosirurgi
Metode ini dengan cara mengangkat hemoroid dengan jalan membekukan
jaringan hemoroid selama beberapa waktu tertentu sampai waktu tertentu.
Tindakan ini sangat kecil sekali menimbulkan nyeri.  Prosedur ini tidak
terpakai luas karena menyebakan keluarnya rabas yang berbau sangat
menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuh.
3) Laser Nd: YAG
Metode ini telah digunakan saat ini dalam mengeksisi hemoroid, terutama
hemoroid eksternal. Tindakan ini cepat menimbulkan nyeri. Hemoragi dan
abses jarang menjadi komplikasi pada periode pasca operatif.
4) Hemoroidektomi
Hemoroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat
semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Setelah prosedur
operatif selesai, selang kecil dimasukkan melaui sfingter untuk
memungkinkan keluarnya flatus dan darah. Untuk Terapi setelah operasi
dapat dilakukan dengan cara suppositoria yang mengandung anestesi,
antibiotika, analgetik dan astrigent. Tiga hari post operasi diberikan diit
rendah sisa untuk menahan BAB. Jika sebelum tiga hari ingin BAB,
tampon dibuka dan berikan rendaman PK hangat (37 oC) dengan
perbandingan 1:4000 selama 15-20 menit. Setelah BAB, lalu dipasang lagi
tampon baru. Jika setelah tiga hari post operasi pasien belum BAB diberi
laxatif. Berikan rendaman duduk dengan larutan PK hangat (37 oC),
perbandingan 1:4000 selama 15-20 menit sampai dengan 1-2 minggu post
operasi. Pada penatalaksanaan hemoroid tingkat IV dapat dilakukan
dengan istirahat baring dan juga operasi. Bila ada peradangan diobati
dahulu.
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Inspeksi
1) Hemoroid eksterna mudah terlihat terutama bila sudah
mengandung thrombus.
2) Hemoroid interna yang prolap dapat terlihat sebagai benjolan yang
tertutup mukosa.
3) Untuk membuat prolap dengan menyuruh pasien mengejan.
b. Rectal touch
1) Hemoroid interna biasanya tidak teraba dan tidak nyeri, dapat
teraba bila sudah ada fibrosis
2) Rectal touch diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma recti.
3) Anoscopi
Pemeriksaan anoscopi diperlukan untuk melihat hemoroid interna
yang belum prolap. Anoscopi dimasukkan dan dilakukan sebagai
struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lubang.
c. Pemeriksaan dengan teropong yaitu anoskopi dan rektoskopi
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol
keluar. Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran.
Penderita dalam posisi litotomi. Anoskop dan penyumbatnya
dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan
penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna terlihat sebagai
struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita
diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan
penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan,
derajatnya, letak ,besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti polip,
fissura ani dan tumor ganas harus diperhatikan.
d. Pemeriksaaan dengan Proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan
bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat
tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda
yang menyertai.
e. Rontgen (colon inloop) dan kolonoskopi
f. Pemeriksaan darah, urin, feses sebagai pemeriksaan penunjang
Diperlukan untuk mengetahui adanya darah samar (occult bleeding).
(Sjamsuhidayat dan Jong, 2004).
9. KOMPLIKASI
Komplikasi hemoroid yang paling sering terjadi menurut Sjamsuhidayat
dan Jong (2004) yaitu  :
a. Perdarahan, dapat terjadi hingga anemia.
b. Trombosis (pembekuan darah dalam hemoroid)
c. Hemoroidal strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan suplai
darah dihalangi oleh sfingter ani.
d. Luka dan infeksi

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit sebelumnya, saat ini dan keturunan.
d. Pengkajian pola kebutuhan
Focus Pengkajian Pre Operasi
1) Pengkajian yang dilakukan pada pola persepsi kesehatan dan
pemeliharaan kesehatan adalah kebiasaan olahraga pada pasien.
Hal lain yang perlu dikaji adalah mengenai riwayat kesehatan klien
tentang penyakit hemoroid.
2) Pengkajian mengenai pola nutrisi metabolik pada klien adalah
mengenai berat badan klien apakah mengalami obesitas atau tidak.
Selain itu juga perlu dikaji apakah klien mengalami anemia atau
tidak. Pengkajian mengenai diit rendah serat (kurang makan sayur
dan buah) juga penting untuk dikaji.  Kebiasaan minum air putih
kurang dari 2.000 cc/hari.
3) Pengkajian pola eliminasi pada klien adalah mengenai kondisi
klien apakah sering mengalami konstipasi atau tidak. Keluhan
mengenai nyeri waktu defekasi, duduk, dan saat berjalan. Keluhan
lain mengenai keluar darah segar dari anus. Tanyakan pula
mengenai jumlah dan warna darah yang keluar. Kebiasaan
mengejan hebat waktu defekasi, konsistensi feces, ada
darah/nanah. Prolap varices pada anus gatal atau tidak.
4) Pengkajian pola aktivitas dan latihan pada klien mengenai
kurangnya aktivitas dan kurangnya olahraga pada klien. Pekerjaan
dengan kondisi banyak duduk atau berdiri, selain itu juga perlu
dikaji mengenai kebiasaan mengangkat barang-barang berat.
5) Pengkajian pola persepsi kognitif yang perlu dikaji adalah keluhan
nyeri atau gatal pada anus.
6) Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah apakah klien mengalami
gangguan pola tidur karena nyeri atau tidak.
7) Pengkajian pola reproduksi seksual yang perlu dikaji adalah
riwayat persalinan dan kehamilan.
8) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap serat. Koping yang
digunakan dan alternatif pemecahan masalah.
Focus Pengkajian Post Operasi
1) Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan adalah
pengkajian mengenai keadaan lingkungan yang tenang (nyaman),
pengkajian mengenai pengetahuan tentang perawatan pre operasi.
Selain itu juga penting dilakukan pengkajian mengenai harapan
klien setelah operasi.
2) Pengkajian pola nutrisi metabolik setelah operasi adalah mengenai
kepatuhan klien dalam menjalani diit setelah operasi.
3) Pengkajian pola eliminasi setelah operasi adalah ada tidaknya
perdarahan. Pengkajian mengenai pola BAB dan buang air kecil.
Pemantauan klien saat mengejan setelah operasi, juga kebersihan
setelah BAB dan buang air kecil.
4) Pengkajian pola aktivitas dan latihan  yang penting adalah
mengenai aktivitas klien yang dapat menimbulkan nyeri,
pengkajian keadaan kelemahan yang dialami klien.
5) Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah mengenai gangguan tidur
yang dialami klien akibat nyeri.
6) Pengkajian pola persepsi kognitif adalah mengenai tindakan yang
dilakukan klien bila timbul nyeri.
7) Pengkajian pola persepsi dan konsep diri klien adalah kecemasan
yang dialami klien setelah operasi.
e. Pemeriksaan fisik
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut SDKI (2018)
pada pasien dengan Hemoroid :
a. Nyeri akut
b. Gangguan rasa nyaman
c. Ansietas
d. Defisit perawatan diri 
e. Konstipasi
f. Resiko infeksi
g. Resiko perdarahan
3. NCP
No Diagnosa Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Indonesia Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SLKI) (SIKI)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen nyeri
Penyebab : selama ...x….. jam diharapkan nyeri menurun Observasi
□ Agens pencedera dengan kriteria hasil : □ Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
fisiologis (mis. frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Inflamasi, iskemia, NOC: □ Identifikasi skala nyeri
neoplasma) Tingkat nyeri □ Identifikasi respons nyeri non verbal
□ Agens pencedera □ Melaporkan keluhan nyeri menurun □ Identifikasi factor yang memperberat dan
kimiawi (mis. □ Tidak tampak ekspresi meringis memperingan nyeri
Terbakar, bahan □ Tidak gelisah □ Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
kimia iritan) □ Tidak kesulitan tidur tentang nyeri
□ Agens pencedera □ Frekuensi nadi normal □ Identifikasi pengaruh budaya terhadap
fisik (mis, abses, respon nyeri
amputasi, terbakar, Kontrol nyeri □ Identifikasi pengaruh nyeri terhadap
terpotong, □ Melaporkan nyeri terkontrol kualitas hidup
mengangkat berat, □ Mampu mengenali onset nyeri □ Monitor keberhasilan terapi
prosedur oerasi, □ Mampu mengenali penyebab nyeri komplementer yang sudah diberikan
trauma, latihan fisik □ Mampu menggunakan teknik non- □ Monitor efek samping penggunaan
berlebih) farmakologis analgesic
□ Keluhan nyeri berkurang □ Monitor tanda-tanda vital
Gejala dan tanda
mayor:
Terapeutik
Subjektif
□ Mengeluh nyeri □ Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis. TENS, hypnosis,
Objektif akupresur, terapi music, biofeedback,
□ Tampak meringis terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
□ Bersikap protektif terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
□ Gelisah bermain)
□ Frekensi nadi □ Control lingkungan yang memperberat
meningkat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
□ Sulit tidur pencahayaan, kebisingan)
□ Fasilitasi istirahat dan tidur
Gejala dan tanda □ Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
minor:
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Objektif
□ Tekanan darah
Edukasi
meningkat
□ Pola napas berubah □ Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
□ Nafsu makan berubah nyeri
□ Proses berpikir □ Jelaskan strategi meredakan nyeri
terganggu □ Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
□ Menarik diri □ Anjurkan menggunakan analgetik secara
□ Berfokus pada diri tepat
sendiri □ Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
□ Diaphoresis mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
2 Ansietas Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas
keperawatan ..x.. jam diharapkan ansietas Tindakan
Penyebab : menurun dengan kriteria : Observasi
□ Krisis situasional □ identifikasi saat tingkat ansietas berubah
□ Kebutuhan tidak tepenuhi Tingkat ansietas □ identifikasi kemampuan mengambil
□ Krisis maturasional □ Verbalisasi kebingungan menurun keputusan
□ Ancaman terhadap konep diri □ Verbalisasi khawatir menurun □ monitor tanda-tanda ansietas
□ Ancaman terhadap kematian □ Perilaku gelisah menurun Terapeutik
□ Kekhawatiran mengaami kegagalan □ Perilaku tegang menurun □ ciptakan suasana terapeutik
□ Disfungsi sistem keluarga □ Pola tidur membaik □ temani pasien untuk mengurangi
□ Hubungan orangtua anak tidak kecemasan
memuaskan □ dengarkan dengan penuh perhatian
□ Faktor keturunan □ motivasi mengidentifikasi situasi yang
□ Penyalahgunaan zat memicu kecemasan
□ Terpapar bahaya lingkungan □ diskusikan perencanaan realistis
□ Kurang terpapar informasi Edukasi
□ jelaskan prosedur tindakan
Gejala dan tanda mayor : □ anjurkan keluarga untuk tetap bersama
Subjektif pasien
□ Merasa bingung □ latih teknik relaksasi
□ Merasa khawatir Kolaborasi
□ Sulit berkonsentrasi □ kolaborasi pemberian obat antiansietas
Objektif
□ Tampak gelisah
□ Tampak tegang
□ Sulit tidur

Gejala dan tanda minor :


Subjektif
□ Mengeluh pusing
□ Anoreksia
□ Papitasi
□ Merasa tidak berdaya
Objektif
□ Frekuensi nafas meningkat
□ Frekuensi nadi meningkat
□ Teknan darah meningkat
□ Diaphoresis
□ Tremor
□ Muka tampak pucat
□ Suara bergetar
□ Kontak maa buruk
□ Sering berkemih
□ Berorientasi pada masa lalu

3 Deficit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan Dukungan perawatan diri


keperawatan ..x.. jam diharapkan Tindakan
Penyebab : perawatan diri meningkat dengan Observasi
□ gangguan muskuloskletal kriteria : □ identifikasi kebiasaan aktivitas
□ gangguan neuromuscular perawatan diri
□ kelemahan Perawatan diri □ monitor tingkat kemandirian
□ gangguan psikologis □ Kemampuan mandi meningkat □ identifikasi kebutuhan alat bantu
□ penurunan motivasi □ Kemampuan mengenakan pakaian kebersihan diri, berpakaian, berhias,
meningkat makan
Gejala dan tanda mayor : □ Kemampuan makan meningkat Terapeutik
Subjektif □ Kemampuan ke toilet meningkat □ sediakan lingkungan yang terapeutik
□ menolak melakukan perawatan diri □ Minat melakukan perawatan diri □ siapkan keperluan pribadi
Objektif meningkat □ damping dalam melakukan perawatan
□ Tidak mampu mandi/mengenakan diri
pakaian/makan/ke toilet/berhias secara □ fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak
mandiri mampu melakukan perawatan diri
□ Minat melakuakn perawatan diri kurang □ jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi
□ anjurkan melakukan perawatan diri
secara konsisten sesuai kemampuan

4 Konstipasi Setelah dilakukan tindakan Manajemen eliminasi fekal


keperawatan ..x.. jam diharapkan Tindakan
Penyebab : konstipasi membaik dengan kriteria : Observasi
Fisiologis □ monitor peristaltik usus secara teratur
□ penurunan motilitas gastrointestinal Eliminasi fekal Terapeutik
□ ketidakadekuatan pertumbuhan gigi □ pengeluaran feses menignkat □ anjurkan waktu yang konsisten untuk
□ ketidakcukupan diet □ keluhan defekasi lama dan sulit BAB
□ ketidakcukupan asupan serat menurun □ berikan privasi, kenyamanan posisi
□ ketidakcukupan asupan cairan □ mengejan saat defekasi menurun □ gunakan enema rendah, jika perlu
□ aganglionik □ konsistensi feses membaik □ anjurkan dilatasi rektal digital, jika perlu
□ kelemahan otot abdomen □ frekuensi defekasi membaik Edukasi
Psikologis □ peristaltik usus membaik □ anjurkan mengonsumsi makanan
□ konfusi tertentu, sesuai program
□ depresi □ anjurkan asupan cairan yang adekuat
□ ganngguan emosional sesuai kebutuhan
Situasional □ anjurkan olahraga sesuai toleransi
□ perubahan kebiasaan makan Kolaborasi
□ ketidakadekuatan toileting □ kolaborasi penggunaan supositoria, ika
□ aktivitas fisik harian kurang perlu
□ penyalahgunaan laksatif
□ efek agen farmakologis
□ ketidakteraturan kebiasaan defekasi
□ kebiasaan menahan dorongan defekasi
□ perubahan lingkungan

Gejala dan tanda mayor :


Subjektif
□ defekasi kurang dari 2 kali semingu
□ pengeluaran feses lama dan suit
Objektif
□ feses keras
□ peristaltik usus menurun
Gejala dan tanda minor:
Subjektif
□ mengejan saat defekasi
Objektif
□ distensi abdomen
□ kelemahan umum
□ teraba massa pada rektal

6 Risiko perdarahan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Perdarahan


Faktor risiko keperawatan ..x.. jam diharapkan Observasi
□ Aneurisma perdarahan menurun dengan kriteria :  Monitor tanda dan gejala perdarahan
□ Gangguan gastrointestinal  monitor nilai hematokrit/hemmoglobin
□ Gangguan fungsi hati Tingkat Perdarahan sebelum dan setelah kehilangan darah
□ Komplikasi kehamilan  Kelembapan membran mukosa  monitor tanda-tanda vital ortostatik
□ Komplikasi pasca partum baik Terapeutik
□ Gangguan koagulasi (mis.  Kelembapan kulit baik  Pertahankan bed rest selama perdarahan
Trombositopenia)  Hemoptisis tidak terjadi  Batasi tindakan infasive , jika perlu
□ Efek agen farmakologis  Hematemesis tidak terjadi Edukasi
□ Tindakan pembedahan  Hematuria tidak terjadi  Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
□ Trauma  Hemoglobin normal  Anjurkan menggunakan kaus kaki saat
□ Kurang terpapar informasi tentang
 Hematocrit normal ambulansi
pencegahan perdarahan
 Suhu tubuh normal  Anjurkan meningkatkan asupan makanan
□ Proses keganasan
Kolaborasi
 pemberian obat pengontrol perdarahan, jika
perlu
 kolaborasi pemberian produk darah
 kolaborasi pembersihan pelunak, jika perlu

5 Risiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan Luka


Faktor Risiko selama ...x….. jam diharapkan infeksi menurun Observasi
□ Penyakit kronis (mis. dengan kriteria hasil : □ Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, warna
Diabetes mellitus) ukuran, bau)
□ Efek prosedur invasive Tingkat infeksi □ Monitor tanda-tanda infeksi
□ Malnutrisi □ Tidak ada demam Terapeutik
□ Peningkatan paparan □ Tidak ada kemerahan □ Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
organisme pathogen □ Tidak ada nyeri □ Cukur rambut disekitar daerah luka, jika perlu
lingkungan □ Tidak ada bengkak □ Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih
□ Ketidakadekuatan □ Tidak ada cairan berbau busuk nontoksik
peratahan tubuh primer □ Kadar sel darah putih dalam batas □ Bersihkan jaringan nekrotik
(gangguan normal □ Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
peristaltic/kerusakan □ Pasang balutan sesuai jenis luka
integritas kulit/perubahan □ Pertahankan teknik steril saat melakukan
sekresi pH/penularan kerja perawatan luka
siliaris/ ketubaan pecah □ Ganti balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan
lama/ ketuban pecah drainase
sebelum □ Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam
waktunya/merokok/statis □ Berikan terapi TENS (stimulasi saraf
cairan tubuh transkutaneus) jika perlu
□ Ketidakadekuatan Edukasi
pertahanan tubuh sekunder □ Jelaskan tanda dan gejala infeksi
(penurunan hemoglobin/ □ Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori
immunosupresi/leukopenia/ dan protein
supresi respon □ Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
inflamasi/vaksinasi tidak Kolaborasi
adekuat) □ Kolaborasi prosedur debridement
□ Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu

7 Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri


keperawatan ..x.. jam diharapkan rasa Observasi
Penyebab : nyaman meningkat dengan kriteria : □ Identifikasi lokasi, karakteristik,
□ Gejala penyakit durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
□ Kurang pengendalian situasional Status kenyamanan nyeri
□ Ketidakadekuatan sumber daya □ keluahan tidak nyaman menurun □ Identifikasi skala nyeri
□ Kurangnya privasi □ gelisah menurun □ Identifikasi respons nyeri non verbal
□ Gangguan stimulus lingkungan □ gatal menurun □ Identifikasi factor yang memperberat
□ Efek samping terapi (mis. Medikasi, □ merintih menurun dan memperingan nyeri
radiasi, kemoterapi) □ Pola tidur membaik □ Identifikasi pengetahuan dan
□ Gangguan adaptasi kehamilan keyakinan tentang nyeri
□ Identifikasi pengaruh budaya terhadap
Gejala dan tanda mayor : respon nyeri
Subjektif □ Identifikasi pengaruh nyeri terhadap
□ Mengeluh tidak nyaman kualitas hidup
Objektif □ Monitor keberhasilan terapi
□ Gelisah komplementer yang sudah diberikan
□ Monitor efek samping penggunaan
Gejala dan tanda minor : analgesic
Subjektif □ Monitor tanda-tanda vital
□ Mengeluh sulit tidur
□ Tidak mampu rileks Terapeutik
□ Mengeluh kedinginan/kepanasan □ Berikan teknik nonfarmakologis untuk
□ Merasa gatal mengurangi nyeri (mis. TENS,
□ Mengeluh mual hypnosis, akupresur, terapi music,
□ Mengeluh lelah biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
Objektif hangat/dingin, terapi bermain)
□ Menunjukkan gejala distress □ Control lingkungan yang memperberat
□ Tampak merintih/menangis rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
□ Pola eliminasi berubah pencahayaan, kebisingan)
□ Postur tubuh berubah □ Fasilitasi istirahat dan tidur
□ iritabilitas □ Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri

Edukasi
□ Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
□ Jelaskan strategi meredakan nyeri
□ Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
□ Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
□ Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
Daftar Pustaka

Chandrasoma. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi Edisi2. Jakarta: EGC.


Mansjoer, A. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Media
Aeskulapius.
Muttaqin. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal
Syamsuhidayat & Jong, W. D. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
PPNI. 2017. Standar diagnosis keperawatan Indonesia : definisi dan indicator
diagnostik. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar luaran keperawatan Indonesia : definisi dan kriteria hasil
keperawatan. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar intervensi keperawatan Indonesia : definisi dan tindakan
keperawatan. Jakarta : DPP PPNI

|
LAPORAN PENDAHULUAN
HEMOROID

OLEH :

MADE AYU RISMAYANTHI (NIM. P07120319032)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
PROFESI NERS
2019
…………….; …………………2019
Nama Pembimbing / CI: Nama Mahasiswa

……………………….. …………………………...
NIP NIM

Nama Pembimbing / CT

…………………………….........

NIP

Anda mungkin juga menyukai