Anda di halaman 1dari 15

BEKERJA INTERDISIPLIN PADA KESEHATAN

PERSALINAN DAN BBL

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Asuhan Kebidanan Persalinan dan BBL
Dosen pengampu : Deny Eka Widyastuti SST.,M.Kes.,M.Keb

DISUSUN OLEH :

1. Flarina Dwi Anggita Putri (AB201014)


2. Mey Zella Rossa (AB201015)
3. Fitri Hastuti (AB201016)
4. Wahyu Handayani (AB201017)
5. Afifah Nur Khasanah (AB201018)
6. Maria Ranggi Trisnanda P (AB201019)
7. Sulasemi (AB201020)
8. Maria Anngelina W (AB201021)
9. Nur Fitriyanni (AB201022)
10. Anissatul Karimah (AB201023)
11. Reni Wijaya (AB201024)
12. Tri Aprilian (AB201025)
13. Rizky Ardika Cahyanti (AB201026)

PRODI ALIH KREDIT SARJANA KEBIDANAN


UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas makalah kelompok "BEKERJA INTERDISIPLIN PADA KESEHATAN
PERSALINAN DAN BBL” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Asuhan Kebidanan
Persalinan dan BBL yang diampu oleh Ibu Deny Eka Widyastuti SST.,M.Kes.,M.Keb.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang bekerja
Interdisiplin Pada Kesehatan Persalinan dan BBL bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Deny Eka Widyastuti


SST.,M.Kes.,M.Keb yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami pelajari. Kami
menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Surakarta, 18 Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i


DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan
1. Tujuan Umum ........................................................................................ 2
2. Tujuan Khusus ....................................................................................... 2
BAB II : TINJAUAN TEORI
A. Pengertian bekerja Interdisiplin dalam Kesehatan. ....................................... 3
B. Penertian dan Faktor yang mempengaruhi Komunikasi ............................... 3
C. Pemahaman Kolaborasi. ............................................................................... 5
D. Penerapan Interdisiplin dalam Pelayanan Kesehatan Persalinan dan BBL .. 6
BAB III : PEMBAHASAN DAN CONTOH DILAHAN
A. Contoh Kasus. .............................................................................................. 8
B. Pembahasan.................................................................................................. 8
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................. 10
B. Saran ........................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan proses kompleks yang meli6atkan perilaku dan
memungkinkan individu untuk berhuhungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya
Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan bidan untuk membantu pasien
beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan patologis dan belajar bagaimana
berhubungan dengan orang lain (Mundakir 2016). Tim pelayanan interdisiplin diperlukan
untuk menyelesaikan masalah pasien yang kompleks, meningkatkan efi-siensi dan
kontinuitas asuhan pasien. Sistem pelayanan kesehatan dimasa depan ter-gantung pada
bagaimana tenaga profesional kesehatan merumuskan kembali cara untuk bekerjasama
Pendekatan interdisiplin sangat bermanfaat untuk menjembatani tumpang tindihnya
peran para praktisi kesehatan dalam menyelesaikan masalah pasien. Model multidisiplin
tidak lagi dapat mendukung kebutuhan pasien akan pelayanan kesehatan yang semakin
kompleks, karena tidak satupun profesi kesehatan yang mempunyai semua pengetahuan
yang dibutuhkan oleh pasien secara utuh. Kerja sama tim akan memudahkan semua
petugas dalam menjalankan tugas untuk mewujudkan keselamatan pasien dengan tindakan
profesional sebagaimana prosedur yang sudah ditetapkan suatu instansi.
Kerjasama tim dalam berkolaborasi untuk memecahkan masalah pasien di
dasarkan oleh komunikasi yang baik antar tenaga medis (Dokter, Perawat, Bidan,
Apoteker, Nutrisionis). Pendekatan interdisiplin sangat bermanfaat untuk menjembatani
tumpang tindihnya peran para praktisi kesehatan dalam menyelesaikan
masalahpasien (Bigley, 2006). Tim pelayanan interdisiplin diperlukan untuk
menyelesaikan masalah pasien yang kompleks, meningkatkan efisiensi dan juga
kontinuitas asuhan pasien. Proses kerja sama interdisiplin dapat mengurangi duplikasi dan
meningkatkan kualitas asuhan pasien,melalui tugas dan tanggung jawab serta
ketrampilannya secara komplementer.Literature mengidentifikasi70 –80% kesalahan
dalam pelayanan kesehatan disebabkan oleh buruknya komunikasi dan pemahaman
didalam tim,kerjasama tim yang baik dapat membantu mengurangi masalah patient safety (
WHO,2009).

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi Interdisiplin dalam Kesehatan?
2. Apakah pengertian dan faktor yang mempengaruhi Komunikasi?
3. Apakah definisi Kolaborasi?
4. Bagaimana penerapan Interdisiplin dalam Pelayanan Kesehatan Persalinan dan
BBL?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Diharapkan Mahasiswa mampu memahami esensi "bekerja Interdisiplin Pada
Kesehatan Persalinan dan BBL"

2. Tujuan khusus
a. Memahami definisi bekerja Interdisiplin dalam Kesehatan?
b. Memahami Pengertian dan Faktor yang mempengaruhi Komunikasi?
c. Memahami definisi kolaborasi?
d. Memahami Penerapan Interdisiplin dalam Pelayanan Kesehatan Persalinan
dan BBL?

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Interdisiplin dalam Kesehatan


Menurut penelitian yang dilakukan oleh Romayani (2019) yaitu Praktik
interdisiplin atau kolaborasi interprofesional merupakan kerjasama kemitraan dalam tim
kesehatan yang melibatkan profesi kesehatan dan pasien, melalui koordinasi dan
kolaborasi untuk pengambilan keputusan sosialisasi. Model praktik kolaborasi
interprofesional pelayanan kesehatan di rumah sakit bersama seputar masalah-masalah
kesehatan. Pendekatan interdisiplin sangat bermanfaat untuk menjembatani tumpang
tindihnya peran para praktisi kesehatan dalam menyelesaikan masalah pasien.
Tim pelayanan interdisiplin diperlukan untuk menyelesaikan masalah pasien yang
kompleks, meningkatkan efi-siensi dan kontinuitas asuhanp asien. Proses kerjasama
interdisiplin dapat mengurangi duplikasi dan meningkatkan kualitas asuhan pasien,
melalui tugas dan tanggungjawab serta ketrampilan secara komplementer.

B. Pengertian dan Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi


1. Pengertian Komunikasi
Menurut Junaedi. F dan Sukmono. G. F. (2018) yaitu komunikasi merupakan
komunikasi yang dilakukan di ranah yang dilakukan untuk mendorong tercapainya
keadaanatau status yang sehat secara utuh, baik fisik, mantal maupun sosial.
Komunikasi kesehatan bersifat secara khusus daripada ilmu komunikasi
manusiakarena focus kajiannya yang hanya berkisar pada komunikasi yang
berhubungan dengan kesehatan pasien. Seorang tenaga kesehatan harus mampu
berkomunikasi dengan pasien untuk mendapatkan data yang mencukupi dan akurat
tentang kondisi pasien, dengan bertanya kepada pasien, menafsirkan pesan, dan
menggali informasi lebih lanjut.
Tujuan komunikasi kesehatan yaitu :
a. Menyampaikan informasi mengenai komunikasi kesehatan
b. Mempengaruhi orang lain, mulai dari pengaruh kognitif, efektif dan psikomotorik.

3
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi
Menurut Abdurakhman. N. R (2020) faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi
yaitu :
a. Perkembangan
Agar dapat berkomunikasi efektif dengan tenaga kesehatan harus mengerti
pengaruh perkembangan usia baik dari sisi bahasa, maupun proses berfikir dari
orang tersebut.
b. Persepsi
Yaitu pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa.
Persepsi dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Perbedaan persepsi dapat
mengakibatkan terhambatnya komunikasi.
c. Nilai
Yaitu nilai standar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting bagi tenaga
kesehatan untuk menyadari nilai seseorang.
d. Latar belakang sosial budaya
Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya
juga akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi seseorang.
e. Emosi
Yaitu perasaan subjektif terhadap suatu kejadian, seperti marah, sedih, periang,
dapat mempengaruhi tim kesehatan dalam berkomunikasi dengan klien.
f. Lingkungan
Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif. Suasana
bising, tidak ada privasi yang tepat akan menimbulkan kerancuan, ketegangan dan
ketidaknyamanan.
g. Jarak
Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu menyediakan rasa aman
dan terkontrol.

4
C. Kolaborasi
1. Pengertian
Kolaborasi merupakan proses komples yang membutuhkan sharing pengetahuan yang
direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggungjawab bersama untuk merawat
pasien. Sedangkan itu terjadi hubungan yang lama antara tenaga kesehatan
profesional, Ismainar.H (2018).
2. Elemen penting dalam mencapai kolaborasi interdisiplin efektik
Anggota tim kesehatan harus bekerja dengan kompak dalam mencapai tujuan.
Elemen penting untuk mencapai kolaborasi interdisiplin yang efektif meliputi
kerjasama, asertifitas, tanggungjawab, komunikasi, kewenangan dan koordinasi.
a. Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa
beberapa alternative pendapat dan perubahan kepercayaan
b. Ketegasan penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka
dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya bener-benar
didengar dan consensus untuk dicapai.
c. Tanggungjawab artinya mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil
diskusi sesame tim
d. Komunikasi dan koordinasi artinya setiap anggota tim bertanggung jawab untuk
membagi informasi penting mengenai perawatan pasien
e. Pemberian pertolongan artinya setiap anggota dapat memberikan tindakan
pertolongan sesuai dengan standar asuhan kebidanan
3. Kewenangan mencakup kemandirian anggota tim
Kolaborasi dapat berjalan dengan baik jika :
a. Semua profesi mempunyai visi dan misi yang sama
b. Masing-masing profesi mengetahui batas-batas dari pekerjaanya
c. Anggota tim dapat berkolaborasi dan bertukar informasi
4. Manfaat kolaborasi interdisiplin dalam pelayanan kebidanan
Beberapa tujuan kolaborasi interdisiplin dalam pelayanan yaitu :
a. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan
keahlian masing-masing tim tenaga medis
b. Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya

5
c. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional
d. Menumbuhkan komunikasi, menghargai argument dan memahami orang lain.

D. Penerapan Interdisiplin dalam Pelayanan Kesehatan Persalinan dan BBL


Kolaborasi antara PONED dan PONEK sangat dibutuhkan dalam upaya
meningkatkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam kondisi sumber daya yang
terbatas. Melalui kerjasama dengan LSM ataupun pembentukan kader kesehatan akan
mampu mendeteksi dini adanya faktor risiko terkait obstetri dan neonatus di lingkungan
masyarakat. Selain itu melalui jejaring yang sudah dibentuk di tiap PONED dan PONEK
dalam suatu wilayah juga bisa membantu melakukan deteksi dini sekaligus menentukan
pelayanan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Berikut adalah tahapan dalam kolaborasi PONED-PONEK:
1. Membentuk struktur dan tupoksi pelaku utama serta mitra PONED-PONEK dan
jejaring pelayanan emergensi utamanya terkait kasus obstetri dan neonatus.
2. Menyusun rencana kegiatan kolaborasi PONED-PONEK di tingkat Provinsi,
kabupaten/kota termasuk mapping wilayah kerja Puskesmas mampu PONED dan RS
PONEK dalam suatu sistem rujukan dan pola pembinaan.
3. Menyediakan hotline service atau sistem informasi komunikasi di masing-masing
rumah sakit, khusus kasus obstetri dan neonatus dan Dinas Kesehatan
kabupaten/kota.
4. Membentuk SOP tentang pelayanan di RS PONEK dan Puskesmas PONED dalam
penanganan kasus obstetri dan neonatus.
5. RS PONEK melakukan pembinaan ke Fasilitas pelayanan kesehatan dasar
Puskesmas PONED, yang dihadiri oleh Tim dokter, Bidan Koordinator dan beberapa
Bidan Desa Tertentu yang dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
6. Upaya kendali mutu pelayanan dan perbaikan kinerja secara internal, termasuk
komponen jejaring secara berkala dan terjadwal yang difasilitasi oleh Dinkes, Dinas
Kesehatan kabupaten/kota dan Rumah Sakit.
7. Membentuk sistem pencatatan dan pelaporan secara berkala di tingkat
kabupaten/kota dan Provinsi.

6
8. Melaksanakan evaluasi triwulan kinerja dan kualitas pelayanan institusional RS
Rujukan dan Jejaring Pelayanan dan Komunikasi Emergensi di wilayah cakupan
PONEK oleh Organisasi Profesi dan Kemenkes.
9. Melakukan kajian data outcome (terutama MMR, NMR, still-birth, near-miss),
dengan megkaji antara output pelayanan dengan kualitas pelayanan (quality of care)
kesehatan Ibu dan Bayi baru lahir.

7
BAB III
CNTOH KASUS DAN PEMBAHASAN

A. CONTOH KASUS

Kasus 1:

Ibu Rina melahirkan secara normal di RSUD Cilacap yang ditangani oleh Bidan
Rara. Namun, setelah melahirkan Ibu Rina mengalami pendarahan yang sangat hebat ,
sehingga membuat Bidan Rara panik dan langsung menghubungi dokter Obgyn untuk
meminta solusi penanganan masalah yang di alaminya.

Kasus 2 :

Pada Ny.S hamil 39 minggu dengan hipertensi gestasional, ibu mengeluh pusing, dan ibu
memiliki riwayat hipertensi pada kehamilan pertama. Data Objektif yang didapatkan
padatanda-tanda vital adalah TD: 170/100. Pemeriksaan fisik adalah terdapat oedema
pada kaki. Pada pemeriksaan laboratoium tidak ditemukan protein dalam urin.analisa
yang ditegakan yaitu Ny. S usia 39 tahun G2P1A0 hamil 39 minggu dengan hipertensi
gestasional janin tunggal hidup presentasi kepala. Setelah ditegakan Analisa maka
penatalaksanaan yang diberikan kolaborasi dengan dokter yaitu pemberian obat
antihipertensi, pemberian anti kejang dan menolong persalinan normal.

B. PEMBAHASAN

Pembahasan Kasus 1 :

Bidan menghubungi dokter obgyn untuk meminta solusi penanganan masalah yang harus
dilakukan . Dan pada saat itu dokter obgyn menyuruh bidan Rara agar memberikan
transfusi darah pada ibu Rina, sehingga bidan Rara langsung menghubungi perawat untuk
memasangkan transfusi darah pada Ibu Rina. Sehingga terjalin kolaborasi antara ke tiga
tenaga kesehatan tersebut .Berdasarkan kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa kasus

8
tersebut adalah kasus kolaborasi, karena pada kasus tersebut terjadi kerjasama antara
bidan, perawat, dan dokter obgyn. Dan kasus ini sesuai dengan PERMENKES RI
NO. 28 Tahun Pasal 25 poin (b) tentang asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi
khusus penyakit tertentu.

Pembahasan Kasus 2 :

Penanganan yang didapat dari kasus diatas bahwa Ny. S setelah dilakukan
kolaborasi dengan dokter yaitu tindakan pemberian nifedipine 10 mg per oral
tekanan darah menjadi 150/90, dan setelah bayi lahir spontan tekanan darah ibu
menjadi 130/80 mmHg. Saran untuk lahan praktik untuk lebih meningkatkan
koordinasi antara bidan dan dokter. Saran bagi profesi bidan yaitu agar lebih
meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam berbagai kasus kegawatdaruratan
dan komplikasi pada ibu hamil. Untuk klien bisa menjadi bahan evaluasi dan
wawasan mengenai tanda-tanda, komplikasi, penanganan kegawat daruratan
terutama pada kasus hipertensi gestasional.

9
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Praktik interdisiplin atau kolaborasi interprofesional merupakan kerjasama
kemitraan dalam tim kesehatan yang melibatkan profesi kesehatan dan pasien, melalui
koordinasi dan kolaborasi untuk pengambilan keputusan sosialisasi. Model praktik
kolaborasi interprofesional pelayanan kesehatan di rumah sakit bersama seputar masalah-
masalah kesehatan. Pendekatan interdisiplin sangat bermanfaat untuk menjembatani
tumpang tindihnya peran para praktisi kesehatan dalam menyelesaikan masalah pasien.
Tim pelayanan interdisiplin diperlukan untuk menyelesaikan masalah pasien yang
kompleks, meningkatkan efi-siensi dan kontinuitas asuhanp asien. Proses kerjasama
interdisiplin dapat mengurangi duplikasi dan meningkatkan kualitas asuhan pasien,
melalui tugas dan tanggungjawab serta ketrampilan secara komplementer.
Komunikasi merupakan komunikasi yang dilakukan di ranah yang dilakukan
untuk mendorong tercapainya keadaanatau status yang sehat secara utuh, baik fisik,
mantal maupun sosial. Komunikasi kesehatan bersifat secara khusus daripada ilmu
komunikasi manusiakarena focus kajiannya yang hanya berkisar pada komunikasi yang
berhubungan dengan kesehatan pasien. Seorang tenaga kesehatan harus mampu
berkomunikasi dengan pasien untuk mendapatkan data yang mencukupi dan akurat
tentang kondisi pasien, dengan bertanya kepada pasien, menafsirkan pesan, dan menggali
informasi lebih lanjut.
Tujuan komunikasi kesehatan yaitu :
c. Menyampaikan informasi mengenai komunikasi kesehatan
d. Mempengaruhi orang lain, mulai dari pengaruh kognitif, efektif dan psikomotorik
Kolaborasi antara PONED dan PONEK sangat dibutuhkan dalam upaya meningkatkan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam kondisi sumber daya yang terbatas. Melalui
kerjasama dengan LSM ataupun pembentukan kader kesehatan akan mampu mendeteksi
dini adanya faktor risiko terkait obstetri dan neonatus di lingkungan masyarakat. Selain
itu melalui jejaring yang sudah dibentuk di tiap PONED dan PONEK dalam suatu

10
wilayah juga bisa membantu melakukan deteksi dini sekaligus menentukan pelayanan
apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.

B. SARAN
Diharapkan melalui makalah ini, tenaga kesehatan baik bidan, perawat dan dokter
dapat bekerja secara intradisiplin, komunikasi yang efektif serta kolaborasi sesama tenaga
kesehatan dengan baik, karena hal ini yang perlu diberi penekanan yang kuat disemua
program kesehatan profesional untuk menjamin kepuasan dan keamanan, serta
kesejahteraan pasien. Maka dari itu tim pelayanan intradisiplin diperlukan untuk
menyelesaikan masalah yang kompleks, meningkatkan efisiensi dan juga kontinuitas
asuhan pasien. Demikian makalah yang kami buat dan apabila ada kekurangannya kami
sebagai penulis masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami megharapkan kritik
dan saran agar lebih baik lagi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Maria Y.M (2016) Komunikasi Interdisiplin dalam Pelayanan Kesehatan.Makalah


Manajemen Pelayanan Kesehatan.

Aeni, W. N. (2014). Pengembangan Case Manager Dalam Patient Centered Care.


Jurnal Manajemen Keperawatan, 2(2), 126-134.

Hrp, Eva Romayani. “Interprofesional Colaboration Sangat Penting Untuk Mewujudkan


Keselamatan Pasien.” (2019)

Abdurakhman. N. R. 2020. Perilaku dan Komunikasi Kesehatan. CV. Syntax


Computama

Junaedi.F dan SUkmono. G. F. 2018. Komunikasi Kesehatan. Jakarta : Prenadamedia


Grub.

Ismainar. H. 2018. Manajemen Unit Kerjauntuk Perekam Medis dan Informatika


Kesehatan Ilmu kesehatan Masyarakat Keperawatan dan Kebidanan.Yogyakarta
: Deepublish.

12

Anda mungkin juga menyukai