Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini isue utama dalam pelayanan kesehatan adalah masalah patient
Safety atau keselamatan pasien, keselamatan pasien adalah suatu sistem
yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden
dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (PERMENKES RI No. 11 Tahun 2017
tentang Keselamatan Pasien).
Rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan modern adalah suatu
organisasi yang sangat kompleks karena padat modal, padat teknologi, padat
karya, padat profesi, padat sistem dan padat mutu serta resiko.
Keanekaragaman dan kerutinan pelayanan di rumah sakit apabila tidak
dikelola dengan baik dapat menimbulkan insiden keselamatan pasien.
Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak
disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan
cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari kejadian tidak
diharapkan (KTD), kejadian tidak cedera (KTC), kejadian nyaris cedera
(KNC), dan kejadian potensial cedera (KPC) (PERMENKES RI No.11
Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien)
Menurut World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa
untuk pelayanan kesehatan di rumah sakit insiden keselamatan adalah 1:300
(dari 300 pasien yang dirawat di rumah sakit satu pasien mengalami
accident), hal ini menggambarkan bahwa di negara berkembang, satu dari
10 pasien dirugikan/mendapatkan cidera saat mendapatkan perawatan di

1
rumah sakit. Penyebab cidera tersebut adalah berasal dari kesalahan atau
kejadian yang tidak diinginkan.
Pada tahun 2000 Institute of Medicine di Amerika Serikat meneliti
bahwa dari 33,6 juta pasien rawat inap terdapat 44.000 sampai 98.000 orang
meninggal akibat medical error tindakan medis setiap tahunnya. Publikasi
WHO pada tahun 2004, mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit
di berbagai negara : Amerika, Inggris, Denmark, dan Australlia, ditemukan
kejadian tidak diharapkan (KTD) dengan rentang 3,2-16,6%.
Data di Indonesia tentang kejadian nyaris cedera (KNC) masih sulit
didapatkan. Laporan insiden keselamatan pasien berdasarkan provinsi tahun
2007 ditemukan provinsi DKI Jakarta menempati urutan tertinggi yaitu
37,9% diantara provinsi lainnya dan paling banyak ditemukan pada unit
penyakit dalam, bedah dan anak yaitu sebesar 56,7%, dibandingkan unit
kerja lain, sedangkan untuk pelaporan jenis kejadian : kejadian nyaris cedera
(KNC) lebih banyak dilaporkan sebesar 47,6% dibandingkan dengan
kejadian tidak diharapkan (KTD) sebesar 46,2% .
Oleh karena itu perawat harus menyadari perannya sehingga harus
dapat berpartisipasi aktif dalam mewujudkan patient safety di rumah sakit.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan Restrain?
b. Apa saja jenis-jenis Restrain yang digunakan dalam patient safety?
c. Apa tujuan dari pemasangan Restrain?
d. Siapa saja yang menjadi indikasi dalam pemasangan Restrain?
e. Bagaimana Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam pemasangan
Restrain?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

2
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
penilaian mata kuliah Keperawatan Kegawatdaruratan I pada semester 6
ini.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Agar mahasiswa/mahasiswi memahami yang dimaksud dengan
Restrain.
b. Agar mahasiswa/mahasiswi mampu mengaplikasikan restrain sesuai
dengan indikasi pasien.
c. Agar mahasiswa/mahasiswi mengerti apa tujuan dari pemasangan
restrain ini.
d. Agar mahasiswa/mahasiswi mengetahui atas indikasi apa pasien
dipasangkan restrain.
e. Agar mahasiswa/mahasiswi mengerti dan mampu melakukan
pemasangan restrain sesuai dengan standar operasional prosedur
(SOP).

3
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian Restrain

Restrain adalah suatu metode atau cara pembatasan atau restriksi


yang disengaja terhadap gerakan atau perilaku seseorang. Restrain dalam
psikiatrik secara umum mengacu pada suatu bentuk tindakan
menggunakan tali untuk mengekang atau membatasi gerakan ekstremitas
individu yang berperilaku di luar kendali yang bertujuan memberikan
keamanan fisik dan psikologis individu (Sriyanti, 2016).

Restrain adalah bagian dari implementasi patient safety, karena bertujuan


untuk memberikan keamanan fisik, psikologis dan kenyamanan pasien
(Mustaqin, 2018).

2.2 Tujuan Pemasangan Restrain

Restrain adalah bagian dari implementasi keselamatan pasien,


maka tujuannya adalah untuk:

a. Untuk memberikan keamanan fisik dan psikologis bagi individu


tersebut.
b. Untuk memberikan keamanan dan kenyamanan pasien.
c. Menghindari hal-hal yang membahayakan pasien selama pemberian
asuhan keperawatan.
d. Memberi perlindungan kepada pasien dari kecelakaan (jatuh dari
tempat tidur)
e. Membantu pasien dalam proses istirahat-tidur.

2.3 Jenis – Jenis Restrain

4
a. Jaket pengekang / camisole

5
b. Tali pergelangan tangan atau kaki / manset

2.4 Indikasi Pemasangan Restrain

Adapun sasaran atau indikasi dalam pemasangan restrain ini


adalah :

a. Pasien dengan perilaku amuk yang membahayakan diri sendiri, orang lain
dan lingkungan.
b. Pasien yang memiliki gangguan istirahat-tidur.
c. Pasien dengan penurunan kesadaran disertai gelisah.
d. Pasien dengan indikasi gangguan kejiwaan (gaduh gelisah).

2.5 Kontraindikasi Pemasangan Restrain

Adapun kontraindikasi dalam pemasangan restrain ini adalah:

a. Tidak mendapat izin tertulis dari keluarga pasien


b. Pasien tidak kooperatif
c. Pasien memiliki komplikasi kondisi fisik atau mental

2.6 Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Restrain

a. Persiapan Pasien
Mengatur posisi pasien senyaman mungkin.

6
b. Persiapan Lingkungan
Lingkungan yang tenang, pasang palang tempat tidur.

c. Langkah Prosedur
1. Siapkan restrain sesuai jenis pengikatan yang akan dilakukan.
2. Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai:
a. Tujuan pemasangan restrain
b. Perawatan yang akan diberikan
c. Lama pemasangan
3. Ajukan informed consent tindakan kepada pasien/keluarga
sebelum tindakan.
4. Tutup tirai dan naikkan palang tempat tidur.
5. Cuci tangan
6. Atur ekstremitas pasien dalam posisi anatomis.
7. Lindungi bagian tulang yang menonjol menggunakan kapas atau
bantalan lembut lainnya.
8. Lakukan pengikatan pada pergelangan tangan atau kaki, dan
pastikan bahwa ikatan tidak terlalu kuat dan tidak terlalu longgar
(sisipkan 2 jari disela-sela restrain)
9. Buat ikatan/simpul yang nantinya mudah dilepas oleh perawat
(bukan ikatan mati).
10. Ikatkan ujung restrain pada bagian tempat tidur yang
memudahkan pasien untuk menggerakkan tangan dan kakinya, dan
pastikan ikatan tidak dapat dijangkau pasien.
11. Lepaskan resrrain sekurang-kurangnya tiap 2 jam atau sesuai
dengan aturan rumah sakit dan kebutuhan pasien serta gerak-
gerakkan pergelangan tangan.
12. Selama pengikatan, lakukan hal-hal berikut:
a. Periksa tanda-tanda penurunan sirkulasi atau gangguan
integritas kulit.

7
b. Setelah ikatan dilepas, lakukan latihan pergerakan sendi.
c. Observasi tanda-tanda gangguan sensori, yaitu: tidur yang
berlebihan, cemas, panik dan halusinasi.
13. Cuci tangan dengan prinsip bersih
14. Catat/ dokumentasikan hal-hal berikut:
a. Alasan pemasangan restrain
b. Tindakan alternatif yang diberikan sebelum pemasangan,
waktu pemasangan dan waktu pelepasan.
c. Hasil pengkajian untuk seiap shift

d. Evaluasi
1. Tanyakan keadaan dan kenyamanan pasien setelah tindakan.
2. Observasi tanda kegelisahan yang menyebabkan gangguan
istirahat-tidur

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Indikasi restrain yang dilakukan perawat berdasarkan tanda-tanda yang


ditunjukkannya seperti adanya gelisah, gaduh, mencederai diri sendiri, orang lain
dan merusak lingkungan. Dengan indikasi seperti itu maka diperlukan tindakan
restrain untuk mengaman pasien dari cidera ataupun tindakan yang berbahaya.
Tindakan restrain sesuai dengan standar prosedur yang ada pada pihak Rumah
Sakit bahwa alasan perawat melakukan Restrain adalah berdasarkan indikasi yang ada
pada pasien perilaku kekerasan dimana pasien menunjukkan tanda-tanda gelisah,
membahayakan diri sendiri, membahayakan atau menyakiti orang lain serta merusak
lingkungan sekitarnya

3.2 Saran

Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien diharapkan pelayanan


kesehatan atau pihak yang terkait dapat meningkatkan kemampuan perawat seperti
memberi pelatihan-pelatihan dan sosialisasi agar kemampuan perawat dalam
melakukan tindak restrainkepada pasien dengan adanya standar baku untuk menjadi
pedoman dalam pelaksanaannya. Kepada pihak penyedia pelayanan kesehatan
diharapkan adanya peningkatan pendidikan pada petugas yang berupa untuk
mengikuti pelatihan-pelatihan mengenai tindakan dan teknik-teknik restrain agar
perawat dapat profesionalitas yang berkesinambungan dalam melakukan tindakan
restrain demi keselamatan dan keamanan pasien.

Anda mungkin juga menyukai